Bak Normal

34
BAK NORMAL: Frekuensi Kencing Normal Menurut Bladder and Bowel Foundation , rata-rata frekuensi kencing normal bagi orang yang minum 2 liter air per hari adalah sekitar 7 kali dalam 24 jam. Kurang maupun lebih dari itu, misalnya sekitar 6-8 kali kencing dalam sehari masih termasuk dalam batas yang wajar. Satu hal yang perlu diingat, frekuensi kencing yang berbeda, misalnya antara 4-10 kali per hari, juga belum tentu menunjukkan bahwa seseorang memiliki kondisi medis yang perlu diperhatikan. Hal ini karena ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi kebiasaan buang air kecil seseorang, yang umumnya dipengaruhi pola hidup orang tersebut. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi kebiasaan kencing seseorang antara lain; jumlah cairan yang dikonsumsi, tipe cairan yang dikonsumsi (minuman yang mengandung kafein seperti alkohol, kopi, dan teh, bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil), suhu udara, obat-obatan yang mengandung diuretics, umur, aktivitas, dan ukuran kandung kemih seseorang. Untuk menentukan apakah frekuensi kencing normal atau tidak, daripada menghitung seberapa sering kita berkemih, lebih baik kita melihat warna urine. Jika warnanya kuning keruh (mirip teh) atau gelap, berarti ada kekurangan cairan, dan sebaiknya menambah minum 1-2 gelas per hari. Sebaliknya, jika urine kita jernih, dan kita merasa terlalu sering kencing, kita bisa mengurangi minum sebanyak 1-2 gelas per harinya. Intinya, berapa kali pun kita kencing, asalkan warnanya jernih dan kita merasa nyaman, maka kemungkinan besar tidak ada yang salah dengan kebiasaan berkemih kita. Ukuran Kandung Kemih Seperti sudah disebutkan di atas, satu faktor yang mempengaruhi frekuensi kencing normal adalah ukuran kandung kemih (bladder) seseorang. Ada orang yang memiliki ukuran kandung kemih kecil (300 ml), sedang (500 ml), besar (800 ml) dan sangat besar (1000 ml +). Namun biasanya seseorang sudah merasa ingin kencing ketika kandung kemihnya sudah terisi kurang dari separuh (200-400 ml).

description

gbdfbvdfvdf

Transcript of Bak Normal

Page 1: Bak Normal

BAK NORMAL:

Frekuensi Kencing Normal

Menurut Bladder and Bowel Foundation, rata-rata frekuensi kencing normal bagi orang yang minum 2 liter air per hari adalah sekitar 7 kali dalam 24 jam. Kurang maupun lebih dari itu, misalnya sekitar 6-8 kali kencing dalam sehari masih termasuk dalam batas yang wajar. Satu hal yang perlu diingat, frekuensi kencing yang berbeda, misalnya antara 4-10 kali per hari, juga belum tentu menunjukkan bahwa seseorang memiliki kondisi medis yang perlu diperhatikan. Hal ini karena ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi kebiasaan buang air kecil seseorang, yang umumnya dipengaruhi pola hidup orang tersebut.Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi kebiasaan kencing seseorang antara lain; jumlah cairan yang dikonsumsi, tipe cairan yang dikonsumsi (minuman yang mengandung kafein seperti alkohol, kopi, dan teh, bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil), suhu udara, obat-obatan yang mengandung diuretics, umur, aktivitas, dan ukuran kandung kemih seseorang.Untuk menentukan apakah frekuensi kencing normal atau tidak, daripada menghitung seberapa sering kita berkemih, lebih baik kita melihat warna urine. Jika warnanya kuning keruh (mirip teh) atau gelap, berarti ada kekurangan cairan, dan sebaiknya menambah minum 1-2 gelas per hari. Sebaliknya, jika urine kita jernih, dan kita merasa terlalu sering kencing, kita bisa mengurangi minum sebanyak 1-2 gelas per harinya. Intinya, berapa kali pun kita kencing, asalkan warnanya jernih dan kita merasa nyaman, maka kemungkinan besar tidak ada yang salah dengan kebiasaan berkemih kita.

 

Ukuran Kandung Kemih 

Seperti sudah disebutkan di atas, satu faktor yang mempengaruhi frekuensi kencing normal adalah ukuran kandung kemih (bladder) seseorang. Ada orang yang memiliki ukuran kandung kemih kecil (300 ml), sedang (500 ml), besar (800 ml) dan sangat besar (1000 ml +). Namun biasanya seseorang sudah merasa ingin kencing ketika kandung kemihnya sudah terisi kurang dari separuh (200-400 ml).

Perbedaan ukuran kandung kemih inilah yang menjadi alasan mengapa ada orang yang bisa menahan kencing selama 8 jam atau lebih, sedangkan yang lain harus berkemih setiap 1-2 jam sekali.Kita bisa mengukur ukuran kandung kemih dengan cara mengukur jumlah air kencing yang kita keluarkan ketika benar-benar merasa ingin berkemih.Ukuran kandung kemih sendiri tidak bisa diubah (kecuali lewat operasi), karena merupakan faktor genetis, namun bisa sedikit dilatih kekuatannya. Usahakan untuk tidak langsung ke kamar kecil setiap anda merasa

Page 2: Bak Normal

kebelet, namun tahan dulu beberapa saat sampai anda merasa kandung kemih penuh. Hal ini akan membuat kandung kemih sedikit demi sedikit lebih terbiasa. Namun ingat, jangan menahan kencing terlalu berlebihan sampai terasa sakit, karena hal ini malah akan menyebabkan infeksi saluran kencing maupun kencing batu! Untuk lebih lengkapnya tentang cara bladder training ini bisa anda baca dari artikel health.com.

Ada beberapa gejala yang perlu kita perhatikan tentang frekuensi kencing, yaitu ketika kita sedikit minum namun sering sekali kencing, atau sebaliknya ketika kita sering minum namun warna urine tidak bisa menjadi jernih.  Selain itu, hal yang perlu diwaspadai adalah jika ada perubahan mendadak terhadap pola buang air kecil seseorang. Misalnya jika biasanya seseorang bisa tidur 8 jam di waktu malam tanpa perlu kencing, lalu tiba-tiba belakangan ini selalu terbangun setiap malam karena ingin berkemih. Kalau hal ini terjadi pada anda dalam jangka waktu yang cukup lama, sebaiknya memeriksakan diri ke spesialis urologi.

Buang air kecil (BAK) merupakan hasrat alamiah yang tidak perlu ditahan-tahan. Namun jika hasrat itu muncul terlalu sering atau tidak wajar, hal itu bisa menandakan kondisi kesehatan yang sedang tidak beres. Masalah pada kandung kemih memang merepotkan dan harus diobati. Namun tak jarang, masalah-masalah semacam itu hanya menyertai kondisi lain yang lebih serius sehingga ada baiknya untuk diwaspadai. Dikutip dari MSN Health, Kamis (7/10), tanda-tanda tubuh yang tidak sehat dilihat dari perilaku BAK di antaranya adalah sebagai berikut.

Sering buang air kecilBeberapa dokter berpendapat BAK digolongkan tidak wajar apabila frekuensinya sudah di atas 8 kali sehari, baik dalam jumlah banyak ataupun sedikit-sedikit. Dalam istilah medis, kondisi ini disebutoveractive bladder atau beser dalam bahasa Jawa. Suhu dingin maupun terlalu banyak minum adalah salah satu pemicunya. Obat-obatan diuretik, kopi dan beberapa jenis makanan atau minuman lain juga bisa memicu overactive bladder.

Sering tiba-tiba ingin ke toilet Overactive bladder juga ditandai dengan hasrat untuk BAK yang tiba-tiba tidak tertahankan pada waktu-waktu yang tak terduga. Seringkali hasrat itu tidak diikuti dengan keluarnya air kencing, jadi hanya keinginan untuk mengunjungi toilet saja. 

Panas dan sakit saat buang air kecil Gejala ini biasanya menandakan adanya infeksi saluran kencing, salah satu jenis infeksi yang paling sering terjadi pada pria maupun wanita. Pada kondisi yang lebih parah, gejala ini akan disertai demam.

Buang air kecil tidak lancar 

Page 3: Bak Normal

Pria di atas usia 40-an tahun sering mengalami BAK yang tidak lancar misalnya air kencing keluar dengan sangat pelan, atau bahkan hanya bisa keluar setetes demi setetes. Jika disertai dengan overactive bladder, gejala ini bisa menandakan adanya masalah pada prostat. 

Terbangun di malam hari untuk BAK Jika sebelum tidur banyak minum air, maka wajar bila kemudian terbangun tengah malam untuk BAK. Namun jika terjadi sangat sering atau disebut juga nocturia, maka hal itu merupakan gejala overactive bladder.

Ngompol saat bersin atau tertawa BAK bisa terjadi tanpa disengaja meski hanya dalam beberapa tetes saja, saat tubuh memaksakan tenaga untuk kegiatan fisik tertentu. Namun jika terjadi pada aktivitas kecil seperti tertawa atau bersin, maka hal itu adalah gejala stress incontinence atau ketidakmampuan untuk menahan BAK akibat adanya tekanan di perut. 

Ngompol saat berhubungan seks Beberapa wanita mengalami hal ini saat mendekati orgasme. Hal ini sangat mengganggu kehidupan seksual sebab hampir 50 persen di antaranya merasa malu pada pasangannya dan mulai menghindari hubungan intim sama sekali karenanya. Berbeda dengan stress incontinence, ngompol saat berhubungan seks bukan disebabkan oleh tekanan melainkan gangguan saraf yang disebut urge incontinence. Akibatnya kandung kemih bisa mengosongkan diri pad waktu-waktu yang tidak diharapkan. 

Berwarna pekat dan berbau tidak sedap Warna kuning dan bau tidak sedap pada air kencing merupakan gejala dehidrasi atau kekurangan cairan. Jika kebutuhan cairan tercukupi, umumnya air kencing berwarna bening dan tidak menimbulkan berbau menyengat. Waspadai jika air kencing mengandung bercak-bercak kemerahan. Adanya darah pada air kencing merupakan gejala infeksi saluran kencing yang harus segera diperiksakan ke dokter untuk diobati dengan antibiotik.

Sebagian orang yang tidak bisa menahan buang air kecil di malam hari telah membingungkan para ilmuwan. Kini, para ilmuwan telah menemukan sebuah protein yang bisa menjelaskan mengapa ada orang yang lebih sering buang air kecil di malam hari.Tim penelitian dari Kyoto University menemukan protein, yang disebut connexin43. Connexin43 merupakan bagian dari suatu kelompok protein yang mempengaruhi irama sirkandian. Protein ini menjadi pengontrol kapasitas kandung kemih dan berperan menentukan seberapa lama air seni bisa tersimpan di kantong kemih sebelum dikeluarkan.Penelitian yang dipimpin oleh Osamu Ogawa dilakukan menggunakan tikus yang secara genetika telah dimodifikasi untuk tidak memiliki gen yang memproduksi connexin43.

Page 4: Bak Normal

Untuk mengamati seberapa sering tikus buang air kecil di malam hari, peneliti menggunakan gulungan kertas saring yang berubah menjadi warna ungu bila terkena bahkan sedikit cairan.Peneliti menemukan tikus dengan gen connexin43 abnormal memiliki intensitas buang air kecil yang lebih jarang dibandingkan gen normal. Dan ketika peneliti melihat sel-sel otot kandung kemih menunjukkan bahwa produksi connexin43 berkaitan erat dengan perubahan ritme sirkadian.Para peneliti mengatakan ada kemungkinan jalur sirkadian yang lain mengalami gangguan, termasuk penurunan korteks, bagian otak yang terangsang oleh sinyal dari kandung kemih atau terlalu banyak memproduksi urin oleh ginjal di malam hari."Penelitian ini menjelaskan mengapa orang sehat tidak buang air kecil ketika tidur, dari sudut pandang fungsi kandung kemih," jelas kata Dr Akihiro Kanematsu dari Hyogo College of Medicine, Jepang, dikutip melalui LiveScience (4/5).Kebutuhan kronis untuk buang air kecil di malam hari, disebut dengan istilah enuresis noktural, yang juga menyebabkan ngompol pada bayi dan anak-anak.

SN LENGKAP

Mei 3, 2012 by GrowUp Clinic

Penanganan Terkini Sindrom Nefrotik, Gangguan Ginjal Tersering Pada Anak

Sindrom nefrotik adalah penyakit ginjal dengan proteinuria, hipoalbuminemia edema, dan. Nefrotik-range proteinuria adalah 3 gram per hari atau lebih. Pada koleksi urin spot tunggal, itu adalah 2 g protein per gram kreatinin urin. Ada beberapa penyebab yang spesifik banyak sindrom nefrotik. Ini termasuk penyakit ginjal seperti minimal-change nephropathy, focal glomerulosclerosis, and membranous nephropathy. Sindrom nefrotik juga bisa terjadi akibat penyakit sistemik yang mempengaruhi organ lain selain ginjal, seperti diabetes, amiloidosis, dan lupus eritematosus. Sindrom nefrotik dapat mempengaruhi orang dewasa dan anak-anak, dari kedua jenis kelamin dan ras apapun. Hal itu dapat terjadi dalam bentuk yang khas, atau dalam hubungan dengan sindrom nefritik. Yang terakhir berkonotasi peradangan glomerulus, dengan hematuria dan fungsi ginjal terganggu.

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

Page 5: Bak Normal

Syndroma nefrotik merupakan keadaan klinik di mana terjadi sindroma nefrotik. Syndroma nefrotik merupakan keadaan klinik dimana terjadi proteinuria massif ( > 3,5 g/hari, hipoalbuminemia, udema dan hiperlipidemia, biasanya kadar BUN normal.

Menurut Robson dari 1400 kasus, beberapa glomerulonefritis primer merupakan penyebab dari 78 % sindroma Nefrotik pada orang dewasa da 93 % pada anak-anak. Dari 22 % daRI orang dewasa keadaan ini disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis dan thrombosis vena renalis, gangguan-gangguan sistemik tersebut secara sekunder juga mempengaruhi ginjal atau mungkin juga akibat respon abnormal terhadap obat-obatan atau allergen-alergen lainnya. Terdapat keadaan histologist yang ditemukan pada nefrotik syndrome yang termasuk kategori umum glomerulonefritis, yaitu perubahan minimal, perubahan membranosa, perubahan proliferates dan campuran perubahan membranosa dan proliferative glumerulonefritis. Glumerulonefritis fokal lebih jarang menyebabkan sindromanefrotik.

Glomerulonefritis (GN) perubahan minimal pada lesi yang khas dari nefrotik syndrome pada anak (69%) dan merupakan penyebab dari 18 % kasus yang dialami orang dewasa. Glumerulonefritis perubahan minimal ini merupakan bentuk utama dari dari glumerulonefritis dimana mekanisme patogenetik imun tampaknya tidak ikut berperan. Kedaan ini biasanya berhasil di obati dengan kortikosteroid. Pada sebagian kecil pasien yang tidak memberikan respon terhadap terapi steroid,  maka kadang-kadang penyakit dapat ditekan dengan menggunakan obat imunosupresif, seperti siklofosfamida (cytoksin) atau azatioprin (Imuran). Sebagian kecil pasien yang tidak dapat sembuh biasanya mengalami relaps yang lama, membaik lalu memburuk lagi yang berakhir dengan uremia.

Glomerulonefritis (GN) perubahan membranosa merupakan penyebab dari 25 % kasus nefrotik sindroma pada orang dewasa dan hanya 2 % pada anak-anak. Sekitar 95 % pasien ini menderita azotemia dan meninggal akibat uremia dalam waktu 10 sampai 20 tahun. Perubahan histologis yang terutama adalah penebalan membran dasar yang dapat terlihat baik oleh mikroskop electron  maupun mikroskop cahaya.

Glomerulonefritis perubahan proliferative dan membranoproliferatif merupakan penyebab dari 35 % sisa kasus pada orang dewasa  yang menderita nefrotik dindroma dan 22 % pada anak-anak.  GN perubahan proliferative ditrandai oleh hiperselularitas dan sekaligus penebalan membrane dasar. Respon terhadap terapi pada berbagai jenis glomerulonefritis ini umumnya tidak baik dan secara progresif terjadi gagal ginjal.

Kejadian awal dari kebanyakan kasus ini merupakan suatu reaksi antigen-antibodi  pada glomerulus  yang meningkatkan permeabilitas Membran Dasar Glomerulus, proteinuria massif dan hipoalbumia. Pasien-pasien yang menderita sindroma nefrotik biasanya mengeluarkan 5-15 gr protein per 24 jam. Hipoalbuminemia, dengan menurunkan tekanan osmotic koloid (COP), cendrung menimbulkan transudasi keluarnya cairan dari ruang vascular ke ruang interstisium. Ini merupakan mekanisme langsung penyebab terjadinya udema, hipovolumia akibat penurunan Aliran Plasma Ginjal (RPF) dan Kecepatan Filtrasi Glomerular (GFR) mengaktifkan reseptor volume antrium kiri. Akibatnya terjadi peningkatanproduksi ADH. Garam dan air diiretensi oleh ginjal, sehingga memperberat udema. Berulangnya rangkaian kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya udema massif, tetapi jumlah protein yang dikeluarkan tidak berbanding langsung dengan beratnya udema,  karena setiap orang berbeda kecepatan sintetis proteinnya untuk pengganti yang telah hilang. Penyebab hiperlipidemia yang sering menyertai sindroma nefrotik tidak jelas. Kolesterol

Page 6: Bak Normal

serum, fosfolipid dan trigliserida biasanya mengalami peningkatan, perhatikan bahwa mekanisme udema nefrotik berbeda dengan mekanisme Glomerulonefritis poststreptokokus Akut (APSGN).

Sindrom nefrotik kongenital

Sindrom nefrotik kongenital (Congenital nephrotic syndrome, CNS) adalah sebuah sindrom kelainan ginjal yang sangat jarang terjadi, biasanya ditandai dengan simtoma proteinuria berat, hipoproteinemia dan edema yang dapat diamati segera setelah terjadinya persalinan. Pada umumnya, CNS disebabkan oleh defisiensi komponen penyusun glomerular filtration barrier, terutama nefrin dan podosin. Terapi CNS dapat berupa infusi albumin untuk mencegah terjadinya edema yang dapat merenggut jiwa penderita, asupan gizi dengan kalori sangat tinggi dan hormon tiroksin.

Epeidemiologi

Biopsi studi pada anak dengan sindrom nefrotik telah menunjukkan sejenis histologi di India dan Turki, dibandingkan dengan apa yang diharapkan di negara Barat. Pada orang dewasa Pakistan dengan sindrom nefrotik., Spektrum histologis dari biopsi ginjal ditemukan untuk menjadi serupa dengan yang terlihat di negara-negara barat.

Di sebagian Afrika dan Timur Tengah (misalnya, Mesir), penyakit glomerular dapat berhubungan dengan infeksi urogenital schistosomal [20] Namun, apa yang disebut “sindrom nefrotik tropis” (misalnya, dari penyakit parasit seperti malaria atau schistosomiasis). Mungkin tidak menjadi entitas yang benar.

Doe dkk melaporkan penyebab sindrom nefrotik pada anak-anak Afrika dan tidak menemukan bukti untuk peran mendominasi steroid tahan glomerulopathies tropis, melainkan biopsi ginjal yang paling sering menunjukkan temuan histologis khas (glomerulosklerosis fokal dan segmental dan penyakit perubahan minimal).

Sambungan dari sindrom nefrotik terhadap malaria quartan tidak mapan. Memang, Pakasa dan Sumaili meminta perhatian terhadap penurunan nyata dari parasit terkait sindrom nefrotik di Kongo. Ada kemungkinan bahwa hubungan yang dirasakan antara sindrom nefrotik dan infeksi parasit adalah kebetulan, karena didukung oleh peningkatan berkelanjutan dan mungkin terjadinya penyakit ginjal kronis di Kongo.

Karena diabetes adalah penyebab utama sindrom nefrotik, Indian Amerika, Hispanik, dan Afrika-Amerika memiliki insiden yang lebih tinggi sindrom nefrotik daripada orang kulit putih. HIV nefropati merupakan komplikasi infeksi HIV yang tidak biasa dalam putih, hal ini terlihat dengan frekuensi yang lebih besar di Afrika Amerika glomerulosklerosis fokal tampaknya overrepresented di Afrika-Amerika anak-anak, dibandingkan dengan anak putih, sebagai penyebab nefrotik. sindrom.

Ada dominasi laki-laki dalam terjadinya sindrom nefrotik, karena ada untuk penyakit ginjal kronis pada umumnya. Ini overrepresentation pria juga terlihat di membranous nephropathy paraneoplastic.  Namun, nefritis lupus mempengaruhi kebanyakan wanita.

Penyebab

Page 7: Bak Normal

Penyebab yang sering dijumpai adalah :

Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.

Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.

Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.

Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Penyebab utama umum dari sindrom nefrotik termasuk penyakit ginjal seperti minimal-perubahan nefropati, membranous nephropathy, dan glomerulosklerosis fokal. Penyebab sekunder termasuk penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus, dan amiloidosis. Glomerulosklerosis fokal kongenital dan herediter mungkin hasil dari mutasi gen yang kode untuk protein podocyte, termasuk nephrin, podocin, atau saluran kation 6 protein. Sindrom nefrotik dapat hasil dari penyalahgunaan obat, seperti heroin.

Nefrotik-range proteinuria terjadi pada trimester ketiga kehamilan adalah temuan klasik preeklamsia. Dalam kondisi itu, juga dikenal sebagai toksemia, hipertensi berkembang juga. Hal itu dapat terjadi de novo atau dapat ditumpangkan pada lain penyakit ginjal kronis. Dalam kasus terakhir, akan telah ada sebelumnya proteinuria yang akan memburuk selama kehamilan.

Obat dapat menyebabkan sindrom nefrotik. Ini termasuk kejadian yang sangat jarang minimal-perubahan nefropati dengan penggunaan NSAID, dan terjadinya nefropati membranosa dengan administrasi emas dan penisilamin, obat yang lebih tua yang digunakan untuk penyakit rematik, ada juga laporan dari glomerulosklerosis fokal dalam hubungan dengan intravena bifosfonat. Lithium dan interferon terapi juga terlibat dalam glomerulosklerosis fokal dari jenis runtuh.

Nefrotik-range proteinuria dapat terjadi dengan penggunaan agen antikanker, seperti bevacizumab, yang menghambat faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) [14]. Namun, gambaran klinis dari komplikasi ini adalah dari microangiopathy trombotik daripada sindrom nefrotik per se . Katerkaitan membranous nephropathy dengan dengan kanker adalah dilema klinis. Asosiasi ini mungkin hasil dari cedera kompleks kebal terhadap glomerulus yang disebabkan oleh antigen kanker.

Terdapat sekitar 6000 kasus baru membranous nephropathy per tahun di Amerika Serikat, ada 1,5 juta kasus baru kanker nonskin. Oleh karena itu, dari sudut pandang ahli onkologi itu, masalah membranous nephropathy paraneoplastik adalah sepele.Meskipun demikian, analisis dilakukan dengan hati-hati dari Perancis menyarankan bahwa tingkat kanker pada orang dengan nefropati membranosa adalah sekitar 10-kali lipat lebih tinggi daripada di populasi umum, terutama pada individu di atas usia 65 tahun.Dalam penelitian tersebut., 50% dari kasus membranous nephropathy didiagnosis sebelum diagnosis kanker. Dengan demikian, pada beberapa pasien dengan nefropati membranosa, orang harus mempertimbangkan kemungkinan kanker terdiagnosis.

Gejala klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

Page 8: Bak Normal

Sindrom nefrotik primer.

Faktor penyebab Sindrom nefrotik primer, tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).

Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer

Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS):

1. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

2. Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

Glomerulonefritis kresentik (GNK)Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

1. GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

2. GNMP tipe II dengan deposit intramembran

3. GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

Glomerulopati membranosa (GM)Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya 5 menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer 6 di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.

Sindrom nefrotik sekunder

Page 9: Bak Normal

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.

Patofisiologi

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari  proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak  karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang  memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.

Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan  volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron  rendah sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill  berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

Page 10: Bak Normal

 Manifestasi klinis

Sembab. Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.

Gangguan gastrointestinal Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

Gangguan psikososial Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.9 Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.

Proteinuria Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.

Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,

Page 11: Bak Normal

sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

Hematuria Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

AnamnesisKeluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

Pemeriksaan fisisPada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.

Pemeriksaan penunjangPada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.

Studi diagnostik untuk sindrom nefrotik di antaranya adalah :

urinalisis pemeriksaan sedimen Urine

pengukuran protein Urin

serum albumin

Serologi untuk infeksi dan kelainan kekebalan tubuh

ultrasonografi ginjal

biopsi ginjal

Pada bayi dengan sindrom nefrotik, pengujian genetik untuk mutasi NPHS1 dan NPHS2 mungkin berguna. Ini adalah mutasi nephrin dan podocin, masing-masing.

Page 12: Bak Normal

Pada anak dengan steroid tahan sindrom nefrotik, pengujian untuk mutasi NPHS2 dapat diindikasikan.

Penelitian selanjutnya untuk biomarker kemih dimana penyebab dan keparahan sindrom nefrotik dapat diidentifikasi.

Pemeriksaan Urinalisis

Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan pengujian semikuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + membaca merupakan 300 mg / dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan dipsticks Kimia albumin adalah protein utama yang diuji.

Glukosuria menunjuk diabetes.

Pemeriksaan Sedimen Urine

Waxy casts mark proteinuric renal disease. Dengan menggunakan mikroskop polarisasi, orang dapat melihat tubuh lemak oval dan juga cast lemak. Pada sindrom nefrotik, terjadi karena filtrasi glomerular dari lipoprotein, penyerapan ini oleh sel-sel tubular yang kemudian jatuh ke dalam urin. Dilihat polarizer, mayat lemak oval dan gips lemak menyebabkan penampilan”Salib Malta” .

Adanya lebih dari 2 sel darah merah (sel darah merah) per bidang daya tinggi merupakan indikasi dari microhematuria. Microhematuria dapat terjadi di membranous nephropathy tapi tidak di minimal-perubahan nefropati.

Penyakit glomerular dapat memungkinkan sel darah merah untuk melintasi membran glomerulus ruang bawah tanah yang rusak, dan sel darah merah di sedimen kemudian dapat berubah bentuk, atau dismorfik. Hal ini menunjukkan penyakit glomerulus dengan peradangan dan kerusakan struktur normal (yaitu, nefritis, dan dengan demikian gambar nefritik, dengan hematuria, oliguria, azotemia, dan hipertensi). Ini bisa terjadi pada, misalnya, sindrom nefrotik berkaitan dengan nefropati IgA atau glomerulonefritis proliferatif.

Lebih dari 2 granular casts di seluruh sedimen merupakan biomarker untuk penyakit parenkim ginjal. Variabel kaliber granular gips titik ke fungsi ginjal berkurang.

Pengukuran protein urin Protein urin diukur dengan koleksi tepat atau kumpulan titik tunggal. Sebuah koleksi yang berjadwal biasanya dilakukan selama 24-jam, mulai pukul 7 pagi dan finishing pada hari berikutnya pada waktu yang sama. Pada individu sehat, tidak ada lebih dari 150 mg protein total dalam koleksi urin 24-jam.Kumpulan titik tunggal urin jauh lebih mudah untuk mendapatkan. Ketika rasio protein urin untuk kreatinin urin lebih besar dari 2 g / g, ini sesuai dengan 3 g protein urin per hari atau lebih. Dengan tepat jenis protein urin adalah kepentingan potensial. Ini dapat diuji dengan elektroforesis protein urin. Proteinuria yang tidak termasuk albumin dapat menunjukkan proteinuria meluap yang terjadi pada paraproteinemias, seperti multiple myeloma.

Dalam kasus proteinuria selektif, mungkin ada kebocoran muatan-selektif albumin di seluruh penghalang glomerulus, mungkin karena muatan negatif berkurang pada penghalang itu, sedangkan proteinurias nonselektif akan menunjuk cedera glomerulus yang lebih substansial dan mungkin juga untuk respon yang lebih rendah untuk pengobatan prednison .

Page 13: Bak Normal

Tes serum untuk fungsi ginjal Tes serum untuk fungsi ginjal sangat penting. Serum kreatinin akan berada dalam kisaran normal pada sindrom nefrotik tidak rumit, seperti yang terjadi di minimal-perubahan nefropati. Pada anak-anak, tingkat kreatinin serum akan lebih rendah daripada pada orang dewasa. Tingkat dewasa kreatinin serum normal adalah sekitar 1 mg / dL, sedangkan untuk anak berusia 5 tahun akan menjadi sekitar 0,5 mg / dL. Nilai lebih tinggi dari ini mengindikasikan fungsi ginjal berkurang.

DIAGNOSIS BANDING

Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke.

Glomerulonefritis akut

Lupus sistemik eritematosus.

Diabetic Nephropathy

Focal Segmental Glomerulosclerosis

Glomerulonephritis, Chronic

Glomerulonephritis, Membranous

HIV Nephropathy

IgA Nephropathy

Light Chain-Associated Renal Disorders

Minimal-Change Disease

Nephritis, Radiation

Sickle Cell Nephropathy

Penyulit

Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas

Infeksi

Hambatan pertumbuhan

Gagal ginjal akut atau kronik

Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi dan perilaku.

Penanganan

Pengobatan spesifikPengobatan spesifik dari sindrom nefrotik tergantung pada penyebab penyakit itu. Pada minimal-perubahan nefropati, glukokortikosteroid, seperti prednison, digunakan. Anak-anak yang kambuh setelah keberhasilan penggunaan prednison atau yang tidak menanggapi

Page 14: Bak Normal

prednison (yaitu, mereka dengan steroid-tahan penyakit) dapat diobati dengan rituximab, antibodi terhadap sel-B. Rituximab juga telah digunakan di membranous nephropathy pada orang dewasa.

Dalam beberapa bentuk nefritis lupus, prednison dan siklofosfamid berguna.Amiloidosis sekunder dengan sindrom nefrotik dapat menanggapi pengobatan anti-inflamasi dari penyakit primer.

Dalam membranous nephropathy, manajemen hamil tanpa imunosupresi dapat digunakan untuk 6 bulan pertama, pada pasien dengan risiko rendah untuk kemajuan (yaitu, mereka yang memiliki tingkat kreatinin serum <1,5 mg / dL). Pasien dengan insufisiensi ginjal (kreatinin serum tingkat> 1,5 mg / dL) mempunyai risiko lebih besar untuk pengembangan stadium akhir penyakit ginjal dan harus menerima terapi imunosupresif.

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :

Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik

RemisiKambuh

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.Proteinuria ³ 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.

Kambuh ³ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal,  atau  ³ 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

 

 

Page 15: Bak Normal

 

 

PROTOKOL PENGOBATAN

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

Sindrom nefrotik serangan pertama

Perbaiki keadaan umum penderita :

Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat.

Berantas infeksi.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.Perbaiki keadaan umum penderita.

Sindrom nefrotik kambuh tidak seringAdalah sindrom nefrotik yang kambuh 4 kali dalam masa 12 bulan.

1. InduksiPrednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2. RumatanSetelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Page 16: Bak Normal

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.

Farmakoterapi

Kortikosteroid Kortikosteroid (prednison), cyclophosphamide, dan siklosporin digunakan untuk menginduksi remisi pada sindrom nefrotik. Diuretik digunakan untuk mengurangi edema. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin II reseptor blocker diberikan untuk mengurangi proteinuria.

Pengobatan harus ditentukan oleh jenis patologi ginjal menyebabkan sindrom nefrotik.Minimal-perubahan penyakit memiliki respon yang sangat baik terhadap kortikosteroid, sedangkan di glomerulosklerosis fokal, hanya 20% pasien merespon baik terhadap kortikosteroid. Biopsi ginjal sangat membantu untuk membedakan minimal-perubahan penyakit dan variannya seperti nefropati IgM dan nefropati C1q. Percobaan acak Sangat sedikit yang tersedia untuk memandu pengobatan untuk minimal-perubahan penyakit pada orang dewasa. Prednisone dalam kursus singkat dari durasi 12-20 minggu tetap menjadi andalan pengobatan untuk pasien dengan minimal-perubahan penyakit.

Obat imunosupresif selain steroid biasanya disediakan untuk pasien resisten steroid dengan edema persisten, atau untuk steroid tergantung pasien dengan steroid yang signifikan terkait efek samping.

Cyclophosphamide Cyclophosphamide dapat bermanfaat bagi pasien yang sering kambuh steroid sensitif sindrom nefrotik. Komplikasi yang terkait termasuk penekanan sumsum tulang, rambut rontok, azoospermia, sistitis hemoragik, keganasan, mutasi, dan infertilitas.

Siklosporin Siklosporin diindikasikan bila kambuh terjadi setelah pengobatan siklofosfamid. Siklosporin mungkin lebih baik dalam laki-laki pubertas yang berisiko terkena siklofosfamid akibat azoospermia. Siklosporin adalah terapi perawatan yang sangat efektif untuk pasien dengan steroid-sensitif sindrom nefrotik yang mampu menghentikan steroid atau mengambil dosis yang lebih rendah, namun, beberapa bukti menunjukkan bahwa meskipun remisi dipertahankan selama siklosporin diberikan, kambuh sering terjadi ketika pengobatan dihentikan .Siklosporin dapat nefrotoksik dan dapat menyebabkan hirsutisme, hipertensi, dan hipertrofi gingiva.

Untuk glomerulosklerosis fokal, predisone, siklosporin, dan siklofosfamid semuanya telah digunakan dalam pengobatan. Kortikosteroid harus menjadi agen lini pertama, dengan siklofosfamid atau siklosporin sebagai cadangan untuk steroid resisten kasus. Mofetil dan rituximab juga telah digunakan dalam mengobati glomerulosklerosis fokal. Namun, data tentang penggunaan 2 agen yang terakhir tidak meyakinkan.

Untuk nefropati membranosa idiopatik, prednison bersama dengan klorambusil atau siklofosfamid tetap penting untuk pengobatan. Obat lain yang telah digunakan untuk pengobatan adalah siklosporin, kortikotropin sintetis, dan rituximab.

Rituximab Rituximab telah efektif pada beberapa kasus sindrom nefrotik yang kambuh setelah pengobatan prednison atau dalam kasus yang resisten terhadap pengobatan prednison. Obat ini adalah antibodi murine atau melawan antigen CD20 sel B. Ini mungkin

Page 17: Bak Normal

diberikannya manfaatnya oleh produksi antibodi menekan. Efek negatifnya menyebabkan imunosupresi tidak dapat diabaikan.

Intervensi Diet

Tujuan diet pada penderita sindrom Nefrotik adalah untuk mengganti kehilangan protein terutama albumin atau mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuhSelain itu juga bertujuan memonitor hiperkolesterolimia dan penumpukan trigliserida serta mengontrol hipertensi dan engatasi anoreksia

Diet pada pasien dengan sindrom nefrotik harus menyediakan energi yang cukup (kalori) dan asupan protein yang cukup (1-2 g / kg / hari).

Tambahan protein diet adalah tidak ada nilai terbukti. Diet tanpa garam ditambahkan akan membantu untuk membatasi kelebihan cairan.

Pengelolaan hiperlipidemia bisa penting beberapa jika negara nefrotik terjadi berkepanjangan.

Restriksi cairan per se tidak diperlukan.

Ada pembatasan aktivitas tidak untuk pasien dengan sindrom nefrotik. Kegiatan yang sedang berlangsung, daripada bedrest, akan mengurangi risiko pembekuan darah.

Syarat Diet

Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif, yaitu 35 kkal/kg BBI/hari

Protein sedang, yaitu 1,0 g/kg BBA, atau 0,8 g/kg BBA ditambah dengan jumlah protein yang dikeluarkan melalui urine. Utamakan penggunaan protein yang bernilai biologi tinggi

Lemak sedang, yaitu 15 – 29 % dari kebutuhan energy total. Perbandingan lemak jenuh, lemak jenuh tunggal dan lemak jenuh ganda adalah : 1: 1:1.Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energy. Utamakan penggunaan karbohidrat kompleks

Natrium dibatasi, yaitu 1- 4 g sehari, tergantung berat ringannya edema.

Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan trigliserida darah.

Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urine ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.

Jenis dan Indikasi Pemberian;

Karena gejala penyakit bersifat sangat individual, diet disusun secara individual, dengan menyatakan banyak protein dan natrium yang dibutuhkan didalam diet. Misalnya: Diet Sindroma Nefrotik, Energi: 1750 kkal, Protein: 50 g, Na: 2 g.

PROGNOSIS

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse

Page 18: Bak Normal

berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.  Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. Disertai hipertensi.

Disertai hematuria.

Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

DAFTAR PUSTAKA

Wong W. Idiopathic nephrotic syndrome in New Zealand children, demographic, clinical features, initial management and outcome after twelve-month follow-up: results of a three-year national surveillance study. J Paediatr Child Health. May 2007;43(5):337-41.

Kumar J, Gulati S, Sharma AP, Sharma RK, Gupta RK. Histopathological spectrum of childhood nephrotic syndrome in Indian children. Pediatr Nephrol. Jul 2003;18(7):657-60.

Ozkaya N, Cakar N, Ekim M, Kara N, Akkök N, Yalçinkaya F. Primary nephrotic syndrome during childhood in Turkey. Pediatr Int. Aug 2004;46(4):436-8.

Kazi JI, Mubarak M. Pattern of glomerulonephritides in adult nephrotic patients–report from SIUT. J Pak Med Assoc. Nov 2007;57(11):574.

Barsoum R. The changing face of schistosomal glomerulopathy. Kidney Int. 2004;66:2472-2484.

Doe JY, Funk M, Mengel M, et al. Nephrotic syndrome in African children: lack of evidence for ‘tropical nephrotic syndrome’?. Nephrol Dial Transplant. 2006;21:672-676.

Pakasa NM, Sumaili EK. The nephrotic syndrome in the Democratic Republic of Congo. N Engl J Med. Mar 9 2006;354(10):1085-6.

Sumaili EK, Krzesinski JM, Zinga CV, Cohen EP, Delanaye P, Munyanga SM, et al. Prevalence of chronic kidney disease in Kinshasa: results of a pilot study from the Democratic Republic of Congo. Nephrol Dial Transplant. Jan 2009;24(1):117-22.

Kopp JB, Winkler C. HIV-associated nephropathy in African Americans. Kidney Int Suppl. Feb 2003;S43-9.

Bonilla-Felix M, Parra C, Dajani T, Ferris M, Swinford RD, Portman RJ. Changing patterns in the histopathology of idiopathic nephrotic syndrome in children. Kidney Int. May 1999;55(5):1885-90.

Arneil GC, Lam CN. Long-term assessment of steroid therapy in childhood nephrosis. Lancet. Oct 15 1966;2(7468):819-21.

Donadio JV Jr, Torres VE, Velosa JA, Wagoner RD, Holley KE, Okamura M. Idiopathic membranous nephropathy: the natural history of untreated patients. Kidney Int. Mar 1988;33(3):708-15.

Page 19: Bak Normal

Jude EB, Anderson SG, Cruickshank JK, et al. Natural history and prognostic factors of diabetic nephropathy in type 2 diabetes. Quart J Med. 2002;95:371-7.

Varghese SA, Powell TB, Budisavljevic MN, et al. Urine biomarkers predict the cause of glomerular disease. J Am Soc Nephrol. 2007;18:913-22.

Cohen EP, Lemann J. The role of the laboratory in evaluation of kidney function. Clin Chem. 1991;37:785-796.

Gupta K, Iskandar SS, Daeihagh P, et al. Distribution of pathologic findings in individuals with nephrotic proteinuria according to serum albumin. Nephrol Dial Transplant. May 2008;23(5):1595-9.

Palmer SC, Nand K, Strippoli GF. Interventions for minimal change disease in adults with nephrotic syndrome. Cochrane Database Syst Rev. Jan 23 2008;CD001537.

Waldman M, Crew RJ, Valeri A, Busch J, Stokes B, Markowitz G, et al. Adult minimal-change disease: clinical characteristics, treatment, and outcomes. Clin J Am Soc Nephrol. May 2007;2(3):445-53.

Fervenza FC, Abraham RS, Erickson SB, et al. Rituximab therapy in idiopathic membranous nephropathy: a two year study. Clin J Am Soc Nephrol. 2010;5:2188-2198.

du Buf-Vereijken PW, Branten AJ, Wetzels JF. Idiopathic membranous nephropathy: outline and rationale of a treatment strategy. Am J Kidney Dis. Dec 2005;46(6):1012-29.

Gulati A, Sinha A, Jordan SC, Hari P, Dinda AK, Sharma S, et al. Efficacy and safety of treatment with rituximab for difficult steroid-resistant and -dependent nephrotic syndrome: multicentric report. Clin J Am Soc Nephrol. Dec 2010;5(12):2207-12.

Chen M, Li H, Li XY, et al. Tacrolimus Combined With Corticosteroids in Treatment of Nephrotic Idiopathic Membranous Nephropathy: A Multicenter Randomized Controlled Trial. Am J Med Sci. Mar 2010;339(3):233-8.

Roberti I, Vyas S. Long-term outcome of children with steroid-resistant nephrotic syndrome treated with tacrolimus. Pediatr Nephrol. Mar 9 2010

Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.

Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.

A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp. 681-726.

Page 20: Bak Normal

Sindrom Nefrotik : penyakit ginjal ‘bocor’

Kiko, usia 6 tahun, murid kelas 1 SD, belakangan diperhatikan oleh ibunya bengkak pada ke dua kelopak mata terutama sehabis bangun tidur. Kiko juga agak kesulitan ketika memasukkan kaus kaki dan memakai sepatu, seakan-akan kaus kaki dan sepatunya menjadi kesempitan. Sewaktu diperhatikan lebih seksama, ternyata tungkai bawah Kiki juga ikut bengkak. Wah kenapa anak saya kok bengkak-bengkak seperti ini, demikan ibunya Kiko membatin. Segera saja Kiko dibawa ke dokter anaknya. Dokter mewawancarai ibunya Kiko dan Kiko sendiri perihal sakitnya itu. Setelah Kiko diperiksa, dokter selanjutnya menganjurkan pemeriksaan darah dan urine. Kiko nampaknya terkena penyakit ginjal, bu, demikian dokternya menduga.

Ketika hasil labnya sudah ada, maka didapatkan protein yang cukup banyak di urine (proteinuria positif 3), albumin darah yang menurun tapi kolesterol darah meningkat. Melihat hasil labnya yang demikian dan gejala klinis yang ada, maka Kiko didiagnosa oleh dokternya sebagai sindrom nefrotik atau dikenal awam sebagai penyakit ginjal bocor. Kiko akan mendapat pengobatan setiap hari selama 1 bulan dengan prednison dan selanjutnya akan diulang pemeriksaan urinenya. Bila responnya bagus dengan tidak ditemukannnya lagi protein di urine, maka Kiko melanjutkan pengobatan prednison selang 2 hari selama 4 minggu berikutnya. Bila responnya bagus, obat distop tapi Kiko harus tetap kontrol rutin untuk menjaga kemungkinan kambuh (relaps). Ibu mencurigai kambuh bila Kiko kembali timbul bengkak pada kelopak mata atau tungkai bawahnya. Demikianlah dokter menjelaskan kepada ibunya Kiko…

Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang cukup sering dialami pada masa kanak-kanak. Penyakit yang diketahui setelah anak tiba-tiba bengkak yang dimulai dari kelopak mata, muka, perut sampai tungkai membuat orang tua cemas, apalagi setelah diketahui penyebabnya adalah kelainan di ginjal. Umumnya SN dapat disembuhkan dengan pengobatan kortikosteroid seperti prednison selama 2-3 bulan. Hanya saja yang orang tua perlu waspadai adalah kemungkinan kambuh (relaps). Karenanya anak yang dinyatakan sembuh setelah pengobatan, bisa dikatakan bersifat sementara (remisi) sampai terbukti setelah pemantauan selama 1 tahun ternyata tidak kambuh. Untuk itu anak pasca pengobatan, anak harus terus kontrol untuk pemantauan kemungkinan relaps. Pemeriksaan yang rutin dilakukan setiap kontrol adalah pemeriksaan urine untuk

Page 21: Bak Normal

melihat ada tidaknya protein dalam urine (proteinuria).

Apa yang dimaksud dengan penyakit Sindrom Nefrotik ?Sindrom nefrotik (selanjutnya disebut dengan SN) adalah salah satu penyakit ginjal dengan kumpulan gejala atau sindrom klinis antara lain : adanya protein dalam urin (proteinuria), penurunan kadar albumin dalam darah (hipoalbuminemia), peningkatan kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia) dan lipid dalam darah (hiperlipidemia) dan pembengkakan tubuh (edema). Selain gejala tadi, dapat juga ditemukan anak dengan buang air kecil berkurang dan berdarah, tekanan darah yang meninggi dan gangguan fungsi ginjal.Penyakit ini banyak dialami anak pada usia 2 tahun sampai 6 tahun. Secara umum berdasarkan pemeriksaan patologi jaringan ada 2 pembagian SN yaitu SN dengan kelainan minimal dan SN bukan kelainan minimal. SN dengan kelainan minimal adalah yang paling banyak ditemukan dan mempuyai harapan kesembuhan (prognosis) yang baik dengan obat kortikosteroid yang diberikan.

Apakah penyebab sindrom nefrotik ?Sebagian besar (sekitar 80%) SN tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Sindrom nefrotik dianggap sebagai penyakit autoimun, dimana ada reaksi antigen antibodi di dalam organ ginjal sendiri, sehingga pengobatannya dengan memberi obat penekan sistim imun (imunosupresan). Sindrom nefrotik dapat terjadi karena kelainan di ginjal sendiri dikenal sebagai sindrom nefrotik primer, tapi dapat juga bagian dari penyakit sistemik lain atau berhubungan dengan obat, alergen, toksin (racun) dll dikenal sebagai sindrom nefrotik sekunder.

Mengapa timbul kelainan seperti proteinuria, edema dsb pada anak dengan sindrom nefrotik ?Keluarnya protein terutama albumin lewat urine terjadi karena adanya gangguan pada sistem filter (penyaringan) di ginjal tepatnya di glomerulus yang mengakibatkan banyak protein yang keluar atau ‘bocor’. Akibat dari banyak protein terutama albumin yang ‘bocor’ tadi, maka kadar albumin dalam darah menjadi turun (hipoalbuminemia). Hipoalbuminemia terjadi juga karena adanya peningkatan pemecahan (katabolisme) protein di ginjal yang tidak diimbangi pembuatan albumin di hati. Kolesterol dan lemak darah meningkat terjadi karena hati banyak mensitesis keduanya. Edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik dalam pembuluh darah yang menyebabkan cairan merembes ke jaringan sekitar. Penurunan tekanan onkotik disebabkan oleh turunnya kadar albumin dalam darah.

Page 22: Bak Normal

Gejala apa saja yang dapat kita lihat pada anak dengan sindrom nefrotik ?Gejala utama yang cepat diketahui oleh orang tua adalah bengkak atau edema, yang pertama terlihat adalah bengkak pada kedua kelopak mata yang kemudian menyeluruh ke beberapa bagian tubuh seperti pinggang, perut, skrotum (kantong zakar), bibir vagina dan tungkai bawah. Pada pemeriksaan fisis, bengkak pada anak SN dikenal dengan istilah pitting edema, artinya bengkak tersebut kalau ditekan tidak lekas kembali. Bila sudah menyeluruh bengkaknya biasa disebut sebagai edema anasarka. Berat badan mendadak meningkat tapi anak sendiri mengalami penurunan nafsu makan (anoreksia).Bengkak pada mata akan semakin nyata bila anak habis tidur dan bengkak pada tungkai semakin jelas kalau habis berdiri. Akibat bengkak yang sudah menyeluruh, maka anak merasakan kesempitan kalau memakai baju, kaos kaki atau sepatu. Selain itu anak dapat merasa sesak karena adanya penumpukan cairan di paru (efusi pleura) maupun perut yang tegang (distensi abdomen) akibat penumpukan cairan di rongga perut atau asites.Gejala lainnya adalah gangguan saluran cerna misal diare dan nyeri di perut (seperti akut abdomen). Pada sistim pernafasan anak akan merasa sesak karena efusi pleura, selain karena distensi abdomen akibat asites tadi. Setelah timbul semua gejala tadi, dapat saja anak mengalami gangguan psikososial baik akibat anggapan beratnya penyakit maupun dampak dari kekhawatiran orang tua apakah penyakit anaknya dapat tersembuhkan atau tidak.

Apa komplikasi yang timbul pada anak dengan sindrom nefrotik ?Komplikasi yang terjadi dapat terjadi akibat penyakitnya sendiri maupun karena pengobatannya. Adapun komplikasi yang dapat timbul antara lain : kelainan pembekuan darah dan trombosis, syok, perubahan hormon dan mineral, pertumbuhan abnormal dan gangguan nutrisi, infeksi misal : tuberkulosis, peritonitis, infeksi kulit serta anemia.

Bagaimana pengobatan sindrom nefrotik pada anak ?Anak dengan edema anasarka, syok dan ada komplikasi infeksi berat seperti peritonitis, selulitis luas, pneumonia dan sepsis harus dirawat di rumah sakit. Pada anak yang baru menderita SN dipertimbangkan untuk dirawat di RS untuk pemantauan klinis lebih lanjut. Prinsip tatalaksana SN adalah : anak harus bed rest (tirah baring), diet rendah garam (1 gram/hari), tingggi protein (2 gram/kg berat badan/hari) dengan kalori sesuai umur dan pengaturan cairan (balans cairan). Adakalanya anak diberikan obat diuretik atau plasma untuk mengurangi

Page 23: Bak Normal

edemanya. Albumin atau plasma diberikan juga untuk anak yang syok karena komplikasi SN ini.Untuk obatan-obatan diberikan obat kortikosteroid berupa prednison dengan dosis 60 mg/m2 permukaan tubuh per hari selama 4 minggu (full dose), bila respon pengobatan pada minggu ke 4 baik dan timbul remisi dilanjutkan dengan dosis intermiten atau alternating dose (selang 2 hari) dengan dosis 40 mg/m2 luas permukaan tubuh selama 4 minggu berikutnya. Bila remisi baru pada bulan ke 2, maka dosis intermitten diperpanjang menjadi 8 minggu (total dengan terapi awal yang full dose menjadi 12 minggu). Remisi adalah tidak adanya protein dalam urine selama 3 hari pemeriksaan berturut-turut disamping hilangnya gejala klinis yang lain seperti bengkak (edema). Remisi yang timbul setelah pemakaian kortikosteroid menandakan SN yang sensitif steroid.

Apakah penyakit SN dapat kembali kambuh ?SN adalah penyakit yang relatif mudah kembali kambuh (relaps) dan inilah alasan kenapa seorang penderita SN yang selesai menjalani pengobatan (8-12 bulan) harus secara berkala kontrol dengan selalu memeriksakan urinenya. Atau diingatkan kepada orang tuanya, kapanpun anak kembali bengkak-bengkak segera anak dibawa berobat ke dokter untuk diperiksakan lebih lanjut.Seorang anak yang mengalami relaps atau kambuh kembali mendapat prednison dengan dosis penuh 60 mg/m2 luas permukaan tubuh selama 2 minggu (inisial) bila remisi (dibuktikan 3 kali berturut turut protein urine negatif), dilanjutkan dengan dosis intermiten (selang seling setiap 2 hari) 40 mg/m2 permukaan tubuh selama 4 minggu. Bila 2 minggu belum remisi, pengobatan full dose dilanjutkan sampai 4 minggu, baru dilanjutkan dengan dosis intermiten selama 4 minggu (selang seling tiap 2 hari). Setelah itu kembali diperiksa protein urine selama 3 hari berturut-turut untuk meyakini apakah sudah remisi.Untuk mereka yang sudah menyelesaikan jadwal pengobatan, diminta untuk melakukan pemeriksaan urin secara berkala. Bila setelah 2 minggu obat distop, anak kembali relaps (kambuh) yang ditandai pemeriksaan protein urin kembali positif, maka anak tsb digolongkan sebagai dependen steroid (ketergantungan steroid). Keadaan seperti ini merepotkan karena anak akan menggunakan prednison lebih lama dengan segala efek sampingnya seperti hipertensi, obesitas, striae di kulit, gula darah yang meningkat (hiperglikemia), gangguan pertumbuhan, osteoporosis, muka cusingoid (wajah ‘rembulan’, moon face) dll.Pada beberapa kasus, SN tidak berespon dengan pemberian kortikosteroid (prednison) atau dikenal sebagai resisten steroid. Disepakati kalau sampai 8-12 minggu pemberian kortikosteroid tidak ada respon, maka digolongkan sebagai

Page 24: Bak Normal

resisten steroid. Untuk yang seperti ini maka pasien diberikan alternatif pengobatan seperti dengan siklofosfamid, klorambusil atau siklosporin. Obat-obat yang terakhir hargannya jauh lebih mahal daripada prednison

Bagaimana menghitung luas permukaan tubuh (LPB) untk menentukan dosis obat ?Ada rumus yang bisa dipakai : LPB (dalam m2) adalah akar dari [BB (berat badan dalam kg) x TB (tinggi badan dalam cm) /3600] . Misal anak usia 3 tahun dengan berat badan14 kg, tinggi badan 95 cm, maka luas permukaan badannya adalah akar dari [14 x 95/3600] = 0,61 m2. Untuk itu untuk tahap awal (full dose, 60 mg/m2 luas permukaan tubuh) anak membutuhkan 0,6 x 60 mg = 36 mg prednison, berarti dalam 1 hari anak harus meminum obat prednison (5 mg/tablet) paling tidak 7 tablet sehari, dapat dibagi 3 dosis dengan pola 3-2-2 : pagi 3 tablet, siang 2 tablet dan sore 2 tablet. Obat dengan dosis tsb diminum selama 4 minggu, bila respon pengobatan baik (remisi), maka dilanjutkan dengan pengobatan alternating dose (selang 2 hari) 40 mg/m2 luas permukaan tubuh. Untuk melanjutkan ke fase lanjutan ini berarti butuh 24 mg prednison (kurang lebih 5 tablet) yang diminum selang 2 hari, misal setiap senin, rabu dan jumat dengan dosis 2-2-1. Obat prednison diminum dalam keadaan lambung penuh terisi makanan, karena bila lambung kosong akan terasa nyeri pada lambung.Menjadi masalah tersendiri bagi orang tua, untuk memotivasi anak mau minum obat seperti prednison yang terkenal pahit dalam jumlah yang relatif banyak secara teratur setiap hari selama 1 bulan.

Jadi apa yang harus diperhatikan dalam pengobatan anak dengan SN ?

* Pengobatan SN membutuhkan waktu lama dan keteraturan meminum obat sesuai ‘protokol’ yang ditetapkan.* Kortikosteroid (prednison) yang diberikan relatif dalam jumlah yang banyak dan harus diawasi kemungkinan efek samping obat.* Penyakit SN mempunyai potensi kekambuhan atau relaps yang cukup sering, sehingga anak membutuhkan terapi dengan kortikosteroid kembali atau menggunakan alternatif pengobatan yang lain. Karenanya kesembuhan setelah menggunakan steroid selama 8-12 minggu dianggap sembuh sementara atau remisi.* Setiap anak yang selesai menjalani pengobatan SN harus melakukan kontrol secara teratur dengan selalu memeriksa urinenya untuk mengantisipasi kemungkinan kambuh (relaps). Awalnya anak kontrol setiap minggu, kemudian

Page 25: Bak Normal

setiap 2 minggu dan akhirnya setiap bulan atau setiap ada keluhan. Anak yang pernah SN perlu dipantau selama setidaknya 1 tahun.* Setiap anak yang dicurigai kambuh membutuhkan pemeriksaan lab urine selama 3 hari berturut-turut. Bila 3 kali pemeriksaan diketahui hasilnya positif 2 atau lebih, baru dikatakan sebagai kambuh (relaps). Keadaan seperti ini membutuhkan kembali pengobatan. Bila hasil pemeriksaan urine hasilnya positif satu (+1) dikatakan sebagai rest proteinuria yang menandakan remisi parsial dan belum membutuhkan pengobatan.* Gejala relaps yang dapat dilihat oleh orang tua di rumah adalah kembali edema atau bengkak di kelopak mata atau tungkai. Sekiranya ditemukan gejala tadi, segera periksakan ke dokter tanpa menunggu jadwal kontrol.* Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik seperti minum obat tidak teratur atau tidak melakukan kontrol sesuai anjuran, dapat memperburuk sakitnya sehingga anak dapat mengalami gagal ginjal kronik.