bahanqq.pdf

download bahanqq.pdf

of 103

Transcript of bahanqq.pdf

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    1/103

    SKRIPSI

    PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU TERHADAP KEAMANAN PANGAN

    JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

    Oleh

    RINA NUZULIA FITRI

    F24102072

    2007

    DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    2/103

    PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU TERHADAP KEAMANAN PANGAN

    JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

    Oleh

    RINA NUZULIA FITRI

    F24102072

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Teknologi Pertanian

    Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    2007

    DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    3/103

    DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU TERHADAP KEAMANAN PANGAN

    JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

    Oleh

    RINA NUZULIA FITRI

    F24102072

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Teknologi Pertanian

    Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1984

    Di Sumedang

    Tanggal lulus : 11 April 2007

    Menyetujui,

    Bogor, 14 Mei 2007

    Prof. Dr. Winiati P Rahayu

    Pembimbing Akademik

    Mengetahui

    Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

    Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    4/103

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1984 di

    Sumedang, Jawa Barat. Penulis adalah anak ke-2 dari 3

    bersaudara, pasangan keluarga Drs.Agus Salim, AR. MSi

    dan Emin Rukmini (alm). Riwayat pendidikan penulis

    dimulai dari TK Pertiwi Merauke (19881990), SD Negeri 1

    Merauke (19901993), SD Negeri Sukatali Sumedang

    (19931996), SMP Negeri 1 Merauke (1996 1999) dan

    SMU Negeri 1 Merauke (1999 2002).

    Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI

    (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002 dan terdaftar sebagai mahasiswapada Program Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

    Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor,

    Penulis pernah mengurus beberapa acara sebagai anggota panitia pelaksana seperti

    Lepas Landas Sarjana, BAUR dan sebagainya. Penulis melakukan Kuliah Kerja

    Nyata di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat dengan

    judul Bergerak Bersama dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan,

    Kewirausahaan serta Kelestarian Lingkungan.

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

    Teknologi Pertanian IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul Persepsi

    Orang Tua dan Guru Terhadap Keamanan Jajanan Anak Sekolah Dasar di

    Kota Bogordi bawah bimbingan Prof. Dr. Winiati P.Rahayu.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    5/103

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    6/103

    terjadi karena menurut guru pangan jajanan yang dijual di sekitar sekolah hanya

    sebagian yang aman (69,38%) dan kurang bersih (85,00%). Untuk pencegahan baik

    ibu (96,98%) maupun guru (92,50%) sudah mengingatkan anak untuk mencuci

    tangan sebelum menyentuh pangan.

    Dilihat dari korelasi antar parameter dengan menggunakan uji chi-square

    terhadap responden orang tua diketahui bahwa terdapat hubungan antara profilresponden seperti usia, pekerjaan, pengeluaran dan pendidikan dengan beberapa

    persepsi responden terhadap keamanan pangan. Namun setelah dilakukan regresi di

    dapatkan bahwa nilai R square rata-rata mendekati 0. Artinya hubungan yang ada

    sangat lemah. Demikian pula dengan korelasi antar parameter guru. Dari analisis

    Chi-squareterdapat hubungan antara profil guru seperti umur dengan persepsi guru

    dalam memonitor keamanan pangan jajanan di kantin sekolah dan di sekitar sekolah

    serta pengaruh yang ditimbulkan oleh bahan kimia berbahaya serta jenis kelamin

    guru dengan aktivitas guru dalam memonitor keamanan jajanan disekitar sekolah dan

    gangguan kesehatan anak setelah jajan di sekitar sekolah. Namun setelah dilakukan

    regresi diperoleh nilaiR squaremendekati 0.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    7/103

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

    rahmat, hidayah serta nikmat yang telah diberikannya, sehingga penulis dapatmenyelesaikan skripsi dengan judul: PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU

    TERHADAP KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR

    DI KOTA BOGOR.

    Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

    sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan

    skripsi ini, terutama kepada:

    1. Ayah Drs. Agus Salim Ar, MSi dan Bunda Encum Aan Hasanah S.sos yang

    selalu memberikan dukungannya berupa doa dan kasih sayang, semangat dan

    materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini.

    Karya ini kupersembahkan untuk kalian.

    2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku Pembimbing Akademik atas bantuan,

    bimbingan, saran, kritik dan dukungan pada penulis selama penulis menimba

    ilmu di ITP.

    3. Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, MS dan Ibu Dra. Waysima, MSc yang telah

    meluangkan waktu serta telah memberikan masukan kepada penulis.

    4. Kepala Sekolah dan Para Guru tempat penulis melakukan penelitian serta

    para orang tua atas bantuan maupun kerjasamanya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas akhir.

    5. Seluruh Staf pengajar ITP yang telah memberikan ilmunya kepada penulis

    selama belajar di ITP.

    6.

    Almarhumah Mamah Mien, Tetehku Revy JuniaSari, ade-adeku: Alfindra

    Sepalawandika dan Reni Febrianti serta keponakan kecilku Ervian Ikhsandi

    Sentosa.

    7.

    Seluruh keluarga di Sumedang dan di Aceh yang selalu memberikan

    semangat agar penulis cepat menyelesaikan tugas akhir dan atas doa yang

    diberikan selama ini.

    8.

    Sahabat terbaikku: Meilina, Rizky, Dian, Hana, Denok, Retno, Vero, Ira, dan

    Dikres. Terima kasih atas persahabatan, dukungan, dan candanya.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    8/103

    9. Dadan Moh. Ramdan, SP yang selalu memberi warna dan keceriaan dalam

    kehidupanku. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya semoga untuk

    selamanya.

    10.Teman-teman sebimbingan: Yayah, Ocha, mba Nur, mba Anita, mba Rini,

    dan mba Aryani.

    11.Anak-anak golongan C ITP 39, khususnya C2 (Arti, Rizky yandi, Aulia,

    Bekti) dan semua anak-anak ITP 39 lainnya atas kebersamaan selama ini.

    12.MrQ crew: Nita, Mega, dan Vivi atas segala dukungan dan persahabatannya.

    13.Teman-teman KKN Purwasari (Heri, anggi, Elka, Tuti, Rina, Erik, Dikky).

    Terima kasih atas persahabatan yang tetap ada hingga saat ini.

    14.Teman-teman lain (Dewi, Elis, Dida, Itang, Afriandi, Anggun, dan Dodi,).

    Atas kebersamaan dan dukungannya.15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

    Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

    karenanya saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan dalam perbaikan

    selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta

    pembaca umumnya.amin.

    Bogor , 14 Mei 2007

    Penulis

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    9/103

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................ v

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

    I. PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1

    B. TUJUAN ........................................................................................ 3

    C. KEGUNAAN PENELITIAN ......................................................... 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH ............. 4

    B. KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH ..................................... 6

    C. RISIKO BAHAYA KERACUNAN PANGAN.............................. 8

    D. PERSEPSI TERHADAP KEAMANAN PANGAN ...................... 13

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ...................................... 15

    B. CARA PENENTUAN SAMPEL ................................................... 15

    1. Penentuan SD ............................................................................ 15

    2. Penentuan Orang Tua dan Guru ................................................ 16

    C. CARA PENGUMPULAN DATA ................................................. 17

    D. PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN KUISIONER ...................... 18

    1. Validitas ................................................................................... 19

    2. Reliabilitas ............................................................................... 20

    E. ANALISIS DATA ......................................................................... 21

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. KEADAAN UMUM LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN ..... 24

    B. VALIDITAS KUISIONER ............................................................ 26

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    10/103

    C. RELIABILITAS KUISIONER ...................................................... 28

    D. PROFIL RESPONDEN ................................................................. 28

    1. Orang Tua ................................................................................ 28

    2. Guru ................................................................................ 30

    E. PERSEPSI ORANG TUA .............................................................. 34

    1. Rutinitas Sarapan ..................................................................... 34

    2. Kebiasaan Jajan ........................................................................ 36

    3. Pangan Jajanan di Sekolah ....................................................... 38

    F. PERSEPSI GURU .......................................................................... 40

    1. Aktifitas Guru untuk Memonitor Pangan Jajanan dan

    Mengingatkan Anak Didik ..................................................... 40

    2. Pangan Jajanan di Sekolah ....................................................... 413. Kebersihan Pangan jajanan ....................................................... 42

    G. PERBANDINGAN ANTARA PERSEPSI ORANG TUA DAN

    GURU ............................................................................................ 42

    1. Gangguan Kesehatan ................................................................. 42

    2. Bahan Kimia Berbahaya ........................................................... 44

    3. Sanitasi dan Higienis ................................................................. 45

    4. Informasi Tentang Keamanan Pangan ...................................... 48

    5. Klasifikasi Tingkat Persepsi Responden ................................... 49

    H. KORELASI ANTAR PARAMETER TERHADAP PERSEPSI .... 50

    1. Orang Tua ................................................................................ 50

    2. Guru .......................................................................................... 51

    V. KESIMPILAN DAN SARAN

    A. KESIMPULAN .............................................................................. 52

    B. SARAN .......................................................................................... 53

    1. Orang Tua ................................................................................ 542. Guru ......................................................................................... 55

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 55

    LAMPIRAN ....................................................................................... 60

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    11/103

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Data korban dan penyebab kasus keracunan pangan di

    lingkungan sekolah pada tahun 2006 ..................................... 5

    Tabel 2. Gejala diare akibat bakteri pathogen ....................................... 9

    Tabel 3. Pemanis buatan yang diizinkan digunakan oleh Badan POM

    dan aturannya .......................................................................... 12

    Tabel 4. Distribusi penentuan sampel orang tua dan guru .................... 17

    Tabel 5. Nilai angka kritik r* ................................................................ 20

    Tabel 6. Skor beberapa pertanyaan tertutup .......................................... 22

    Tabel 7. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian .................................. 24Tabel 8. Responden yang mengisi kuisioner secara lengkap ................ 25

    Tabel 9. Hasil uji validitas kuisioner responden orang tua .................. 26

    Tabel 10. Hasil uji validitas kuisioner responden guru ........................... 27

    Tabel 11 Sebaran orang tua berdasarkan usia ........................................ 28

    Tabel 12 Sebaran orang tua berdasarkan pekerjaan ............................... 29

    Tabel 13 Sebaran orang tua berdasarkan pengeluaran ........................... 30

    Tabel 14 Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan ............................. 31

    Tabel 15. Gangguan kesehatan anak menurut responden orang tua dan

    guru ......................................................................................... 43

    Tabel 16. Pengetahuan orang tua dan guru tentang bahan kimia berbahaya45

    Tabel 17. Respon orang tua dan guru terhadap sanitasi dan higienis ..... 46

    Tabel 18. Informasi tentang keamanan pangan ....................................... 48

    Tabel 19. Klasifikasi tingkat persepsi responden .................................... 50

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    12/103

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Proses terjadinya persepsi ....................................................... 13

    Gambar 2. Tabulasi antara umur dan jenis kelamin guru ......................... 33

    Gambar 3. Sebaran tingkat pendidikan guru ............................................. 34

    Gambar 4. Tabulasi silang antara kebiasaan dan rutinitas sarapan anak .. 35

    Gambar 5. Frekuensi pemberian dan jumlah uang saku anak................... 36

    Gambar 6. Jajanan yang dibeli oleh anak sekolah .................................... 38

    Gambar 7. Tabulasi silang antara gejala gangguan kesehatan anak dan

    gangguan kesehatan yang dialami anak .................................. 44

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    13/103

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Data sekolah dasar di kota Bogor (Dinas Pendidikan Kota

    Bogor tahun 2006) .................................................................. 60

    Lampiran 2. Contoh kuisioner untuk orang tua ......................................... 68

    Lampiran 3. Contoh kuisioner untuk guru .................................................. 73

    Lampiran 4. Data responden yang melakukan pengujian kuisioner ............ 77

    Lampiran 5. Pertanyaan yang bersifat tertutup ............................................ 77

    Lampiran 6. Identifikasi jenis pangan jajanan ............................................. 77

    Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas kuisioner responden orang tua ................ 79

    Lampiran 8. Hasil uji reliabilitas kuisioner responden guru ....................... 80

    Lampiran 9. Sebaran orang tua berdasarkan tingkatan kelas anak .............. 81

    Lampiran 10.Sebaran guru berdasarkan umur .............................................. 81

    Lampiran 11.Sebaran guru berdasarkan jenis kelamin ................................. 81

    Lampiran 12.Sebaran guru berdasarkan kelas .............................................. 81

    Lampiran 13.Rutinitas sarapan pagi anak ..................................................... 82

    Lampiran 14.Kebiasaan sarapan anak .......................................................... 82

    Lampiran 15.Tabulasi silang antara kebiasaan sarapan dengan rutinitasarapan

    anak ......................................................................................... 82Lampiran 16.Persepsi orang tua tentang kepraktisan membawa bekal ........ 82

    Lampiran 17.Pemberian uang saku pada anak ............................................. 82

    Lampiran 18.Jumlah uang saku anak per hari .............................................. 83

    Lampiran 19.Tabulasi silang antara pemberian uang saku dan besarnya uang

    saku ......................................................................................... 83

    Lampiran 20.Kegunaan uang saku oleh anak ............................................... 83

    Lampiran 21.Peran orang tua untuk memonitor jajanan yang dikonsumsi

    anak ......................................................................................... 83

    Lampiran 22.Persepsi orang tua tentang pangan jajanan.............................. 83

    Lampiran 23.Penyajian pangan jajanan yang baik menurut orang tua ......... 83

    Lampiran 24.Lingkungan penjual pangan jajanan menurut orang tua ......... 84

    Lampiran 25.Kegiatan guru memonitor jajanan yang dikonsumsi anak ...... 84

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    14/103

    Lampiran 26.Kegiatan guru menghimbau sarapan pagi pada anak .............. 84

    Lampiran 27.Kegiatan guru menghimbau anak agar tidak jajan sembarangan 84

    Lampiran 28.Ada/Tidaknya fasilitas kantin ................................................. 84

    Lampiran 29.Persepsi guru tentang keamanan pangan jajanan .................. 84

    Lampiran 30.Persepsi guru tentang pangan yang tidak aman dikonsumsi ... 85

    Lampiran 31.Persepsi guru tentang kebersihan jajanan di kantin dan di

    sekitar sekolah ......................................................................... 85

    Lampiran 32.Tabulasi silang antara gejala gangguan kesehatan dan waktu

    gangguan kesehatan yang dialami anak .................................. 85

    Lampiran 33.Jenis bahan kimia berbahaya pada pangan jajanan menurut

    responden ................................................................................ 85

    Lampiran 34.Hasil analisis statistika persepsi responden orang tua............. 86Lampiran 35.Hasil analisis statistika responden guru .................................. 87

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    15/103

    I.PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam

    menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat

    kesehatan serta kecerdasan masyarakat. Oleh karena itu, pangan yang

    dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah,

    jenis, maupun mutu, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang

    mengkonsumsinya. Pangan aman dikonsumsi apabila pangan tersebut bebas (di

    bawah toleransi maksimum yang dipersyaratkan) dari cemaran biologis, kimia,

    dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan

    manusia.

    Pangan jajanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

    manusia. Selain harga yang murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan

    juga menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang, terutama anak-anak sekolah sangat

    menyukai pangan jajanan. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk

    memberikan penampilan yang menarik dan rasa yang disenangi anakanak

    dengan menambahkan bahanbahan tertentu tanpa memperdulikan

    keamanannya (Fardiaz, 1993).

    Di sisi lain, pangan jajanan dapat menimbulkan berbagai efek yang

    negatif terhadap kesehatan apabila proses produksinya atau penyajiannya tidak

    memperhatikan persyaratan keamanan pangan. Sebagian besar pangan jajanan

    dibuat di lingkungan keluarga sebagai industri rumah tangga, dimana perhatian

    terhadap praktek sanitasi dan higienitas masih sangat minimal khususnya dalam

    menangani, mengolah dan menyajikan pangan jajanan.

    Menurut Rahayu (2006a), kasus keracunan pangan yang paling sering

    dilaporkan dari tahun 2004-2006 di Indonesia adalah keracunan akibat pangan

    jajanan dan keracunan akibat pangan olahan. Pengujian yang dilakukan Badan

    Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2006 terhadap pangan jajanan

    diketahui bahwa pada 13.536 sampel menunjukkan 11.871 (87,69%) sampel

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    16/103

    memenuhi syarat dan 1.665 (12,31%) sampel tidak memenuhi syarat. Pangan

    yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena menggunakan pemanis buatan

    bukan untuk makanan diet (31%), menggunakan benzoat melebihi batas

    (7,93%), menggunakan formalin (8,88%), menggunakan boraks (8,05%),

    menggunakan pewarna bukan untuk makanan (12,67%), cemaran mikroba

    (19,10%) dan TMS lainnya (12,13%) (Badan POM, 2007).

    Berita media massa seringkali memuat terjadinya kasus keracunan

    pangan serta penggunaan bahan kimia berbahaya yang membahayakan

    kesehatan. Sebagian masyarakat Indonesia seperti kurang menyadari pentingnya

    permasalahan keamanan pangan yang dihadapinya. Terjadinya kasus keracunan

    pangan dianggap sebagai hal yang lumrah bila tidak memakan korban jiwa.

    Demikian juga penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang tidak memberiefek akut masih banyak terjadi. Ironisnya kasus keracunan pangan tersebut

    sering kita jumpai terhadap anak sekolah.

    Pangan jajanan (street food) untuk anak sekolah umumnya dan anak

    sekolah dasar pada khususnya perlu mendapat perhatian lebih dari semua pihak,

    baik dari orang tua maupun pihak sekolah. Siswa sekolah dasar merupakan

    objek yang sangat rentan terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh pangan

    jajanan. Anak sekolah merupakan konsumen makanan jajanan yang cukup besar

    jumlahnya. Mereka mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan,

    selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenal, dan secara umum nafsu

    makan mereka tidak mengalami masalah (Komalasari, 1991). Makanan ringan,

    sirup, bakso, mie ayam dan sebagainya menjadi makanan jajanan sehari-hari di

    sekolah.

    Kebiasaan jajan pada anak sangat erat hubungannya dengan kehidupan

    ekonomi dan kebiasaan makan yang terdapat di lingkungan keluarga. Untuk itu

    perlu peran orang tua, terutama ibu rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate

    keeper) yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi

    seluruh keluarga (Engel et al., 1994). Selain itu, peran guru tidak dapat

    dihilangkan dimana guru sebagai panutan bagi siswa sekolah diharapkan dapat

    berperan dalam pengawas terhadap peredaran pangan jajanan, khususnya yang

    terdapat di sekolah.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    17/103

    B. TUJUAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua dan guru

    terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah dasar sebagai dasar

    pengembangan strategi untuk memasyarakatkan pengetahuan keamanan pangan

    bagi orang tua dan guru sehingga orang tua dan guru dapat berkontribusi lebih

    maksimal terhadap keamanan pangan jajanan di sekolah.

    C. KEGUNAAN PENELITIAN

    Diharapkan penelitian ini berguna sebagai masukan bagi :

    1. Orang tua untuk lebih waspada terhadap pangan jajanan yang dikonsumsioleh anak mereka.

    2. Guru dan pihak sekolah untuk ikut aktif mengawasi pangan jajanan yang

    beredar di kantin dan di sekitar sekolah.

    3. Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab mengawasi jajanan, khususnya

    yang beredar di sekolah agar dapat aktif memberdayakan orang tua dan guru

    untuk meningkatkan keamanan pangan jajanan sekolah dan meningkatkan

    aktifitas pembinaan dan pengawasan keamanan pangan jajanan anak

    sekolah.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    18/103

    II.TINJAUAN PUSTAKA

    A. KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH

    Keamanan pangan ataufood safetykini menjadi isu yang sangat popular

    di dunia. Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya yang

    diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologi, kimia

    dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan

    kesehatan manusia (UU RI No 7, 1996). Aspek keamanan pangan bila tidak

    diperhatikan dapat menjadikan pangan berbalik menjadi sumber malapetaka,

    sumber penyakit, bahkan kematian (Sulaeman, 1996).

    Keamanan pangan tercermin dari angka keracunan pangan di suatu

    negara. Keracunan pangan pada prinsipnya disebabkan karena seseorang

    memakan pangan yang mengandung senyawa beracun. Senyawa beracun

    tersebut mungkin saja terkandung dalam pangan secara alami, tercemar

    lingkungan, terbentuk akibat proses pengolahan, atau terbentuk karena hidupnya

    mikroba pembentuk racun.

    Kasus keracunan pangan tampaknya sudah menjadi langganan di

    Indonesia, namun masih sangat sedikit yang dilaporkan. Hal tersebut

    mengakibatkan angka keracunan pangan yang tercatat under estimate, jauh lebih

    kecil dari angka sebenarnya (fakta) (Krisnovitha, 2004). Berdasarkan data yang

    dihimpun oleh Badan POM RI, kasus keracunan pangan yang dilaporkan

    masyarakat dari tahun 2003 hingga tahun 2005 terdapat peningkatan yaitu dari

    34 kasus pada tahun 2003 menjadi 164 kasus pada tahun 2004 dan 184 kasus

    pada tahun 2005. Pada tahun 2006 terjadi penurunan pelaporan kasus keracunan

    pangan sehingga yang terlaporkan hanya 106 kasus (Rahayu, 2006a). Sedangkan

    untuk kasus keracunan yang terjadi pada anak sekolah dapat dilihat pada Tabel

    1.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    19/103

    Tabel 1. Data korban dan penyebab kasus keracunan pangan di lingkungan

    sekolah pada tahun 2006

    Tempat Korban Makanan

    RT

    Olahan Jajanan Jasa Boga Lain-lain

    TK 144

    SD 584 2 6 8 3

    SLTP 78 2 1

    SLTA 25 2 1

    PT 71 1

    Total 902 2 6 12 4 1

    Sumber: Rahayu (2006b)

    Menurut Rahayu et al. (2005), terjadinya kasus keracunan atau

    gangguan kesehatan di lingkungan sekolah akibat keamanan pangan

    dikarenakan oleh: (1) ditemukannya produk pangan olahan di lingkungan

    sekolah yang tercemar bahan berbahaya (mikrobiologis dan kimia); (2) kantin

    sekolah dan pangan siap saji di sekolah yang belum memenuhi syarat higienitas;

    (3) donasi pangan yang bermasalah.

    Menurut data Badan POM RI, kasus keracunan pangan terbesar di

    Indonesia salah satunya masih bersumber pada pangan jajanan (Rahayu, 2006a).

    Pangan jajanan adalah pangan yang diproduksi oleh pengusaha sektor informal

    dengan modal terbatas atau kecil dan dijajakan di tempat-tempat keramaian,

    sepanjang jalan serta di pemukiman/perkampungan dengan cara berjualan

    berkeliling, menetap atau kombinasi dari kedua cara tersebut. Aspek positif dari

    pangan jajanan yaitu dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap

    kelompok konsumen tertentu yang pada umumnya tidak mempunyai cukup

    waktu untuk makan di rumah seperti pelajar, mahasiswa, buruh dan karyawan.

    Pangan jajanan yang dijual para pedagang umumnya masih rendah

    dalam hal mutu mikrobiologi dan kimiawi (Fardiaz dan Fardiaz, 1992). Pangan

    jajanan sering tidak disiapkan secara higienis baik saat pengolahan maupun di

    tempat berjualan, biasanya dibiarkan terbuka dan dapat terkontaminasi serangga,

    polusi debu dan asap knalpot kendaraan. Pangan yang terlihat bersih baik

    penampilan, cara penjualan maupun lingkungan tempat penjualan, biasanya

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    20/103

    dianggap aman oleh konsumen untuk di konsumsi (Fardiaz, 1993). Disamping

    itu, pedagang sering menambah bahan berbahaya dan menggunakan bahan

    tambahan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan yang diizinkan pada

    pangan jajanan, sehingga cepat atau lambat akan mengakibatkan gangguan

    kesehatan.

    Menurut Rahayu et al. (2005), pangan jajanan di sekolah umumnya

    dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu makanan utama (nasi goreng,

    nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan sejenisnya), penganan

    atau kue-kue (tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jelly, dan

    sejenisnya), minuman (es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya),

    dan buah-buahan (pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya).

    Pada penelitian yang dilakukan terhadap pangan jajanan di Bogor telahditemukan Salmonella paratyphi Adi 25% - 50% sampel minuman yang dijual

    oleh pedagang kaki lima. Bakteri ini berasal dari es batu yang tidak dimasak

    terlebih dahulu. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi juga

    ditemukan pada pangan jajanan seperti penyalahgunaan bahan kimia berbahaya

    seperti Boraks (pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin

    (pengawet yang digunakan untuk mayat), Rhodamin B ( pewarna merah pada

    tekstil), danMethanil Yellow(pewarna kuning pada tekstil) (Judarwanto, 2006).

    Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat

    karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit

    seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Pengaruh

    jangka pendek penggunaan bahan kimia berbahaya ini menimbulkan gelaja-

    gejala yang sangat umum seperti pusing dan mual.

    B. KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH

    Kebiasaan jajan merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan makan.Kebiasaan jajan adalah istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku

    manusia yang berhubungan dengan makanan dan makan seperti tata krama

    makan, frekuensi makan, jenis makanan, jumlah makanan, kepercayaan

    terhadap makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan antar anggota

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    21/103

    keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka), dan

    cara pemilihan makanan yang hendak dimakan (Suhardjo, 1989).

    Ada banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan jajan. Hasil Penelitian

    Susanto (1986), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam

    memilih pangan jajanan adalah faktor psikologi, kesukaan dan pengetahuan.

    Selain itu terdapat faktor pembatas yaitu uang jajan dan makanan.

    Kebiasaan jajan ini mempunyai kebaikan dan keburukan. Kebaikan dari

    jajan adalah jika makanan yang dibeli sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan,

    maka bisa melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak; mengisi

    kekosongan lambung; dan dapat digunakan untuk mendidik anak dalam memilih

    jajan menurut standar gizi empat sehat lima sempurna. Sedangkan keburukan

    dari kebiasaan jajan adalah dapat memboroskan keuangan rumah tangga apabilajajan tanpa perhitungan; jajan yang terlalu banyak bisa mengurangi nafsu makan

    di rumah; dan membahayakan kesehatan apabila jajanan yang dibeli tidak

    terjamin kesehatannya (Martoatmodjo et al., 1973).

    Hasil penelitian Komalasari (1991), menyatakan bahwa alasan anak

    sekolah mempunyai kebiasaan jajan antara lain :

    Tidak sempat sarapan sebelum pergi sekolah, karena ibu yang tidak sempat

    menyiapkan makanan, atau anak yang tidak bernafsu untuk makan

    sehingga suka jajan di luar

    Alasan psikologi, dimana mereka merasa tidak solider pada teman atau

    gengsi turun jika tidak jajan

    Ibu tidak sempat menyiapkan bekal untuk ke sekolah

    Anak biasa mendapat uang jajan dari orang tua

    Kebutuhan biologi yang perlu dipenuhi, walaupun anak sudah makan di

    rumah tetapi tambahan pangan jajanan masih diperlukan karena kegiatan

    fisik di sekolah yang memang memerlukan tambahan energi.

    Kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk

    kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Selanjutnya pola makan dalam keluarga

    harus juga diperhatikan, frekuensi makan bersama dalam keluarga, pembiasaan

    makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan makanan atau minuman

    manis, membiasakan banyak makan buah dan sayur diantara waktu-waktu

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    22/103

    makan dan sebagainya. Bagi anak sekolah dasar, peranan guru dan

    kebijaksanaan sekolah sangat berarti, karena mereka sudah tidak diawasi oleh

    orang tua. Misalnya bagaimana seorang guru memotivasi bahwa membawa

    bekal dari rumah itu lebih baik daripada jajan, kemudian memberi penerangan

    bekal yang baik dan sehat untuk dibawa. Hal lain yang dapat dilakukan sekolah,

    misalnya membatasi, menyeleksi dan memonitor pangan jajanan yang

    disodorkan penjual baik yang ada di kantin maupun di sekitar sekolah. Selain

    itu, para guru juga harus memberi teladan yang baik dalam menerapkan

    kebiasaan makan, misalnya tidak turut mengkonsumsi pangan jajanan

    sembarangan.

    C. RISIKO BAHAYA KERACUNAN PANGAN

    Keracunan pangan (foodborne disease) adalah penyakit yang disebabkan

    oleh mikroorganisme dan racunnya, kimia atau racun alami. Penyakit yang

    ditimbulkan oleh ketiga hal tersebut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai

    berikut: (1) penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang mencemari pangan

    dan masuk ke dalam tubuh, kemudian hidup, berkembang biak, dan

    menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan (food infection), (2) penyakit

    yang disebabkan oleh racun atau toksin yang dihasilkan oleh mikroba pada

    pangan (food poisoning), dan (3) penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia

    dan unsur alami (Badan POM RI, 2003). Tingkat keparahan penyakitfoodborne

    diseasetergantung pada jumlah pangan terkontaminasi yang dimakan dan pada

    besarnya pengaruh pangan tersebut terhadap individu.

    Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme antara lain berasal dari

    bakteri patogen. Terdapat jenis penyakit foodborne disease yang disebabkan

    bakteri patogen yaitu infeksi dan intoksifikasi. Infeksi dihasilkan karena

    mikroorganisme patogen berkembang biak dalam tubuh dan menghasilkan

    penyakit, sedangkan intoksifikasi muncul ketika toksin diproduksi oleh patogen

    yang terkonsumsi. Intoksifikasi tidak memerlukan tumbuhnya bakteri dalam

    tubuh manusia, sehingga onset time(jarak waktu konsumsi dan timbulnya gejala

    penyakit) intoksifikasi umumnya lebih singkat daripada infeksi. Intoksifikasi

    dapat terjadi ketika pangan disimpan pada kondisi yang sesuai untuk

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    23/103

    pertumbuhan patogen dan memproduksi toksin. Pengolahan pangan dapat

    menghancurkan mikroorganisme tapi tidak toksinnya (Supardi dan Sukamto,

    1999).

    Gejala keracunan pangan yang muncul pertama kali yaitu berupa diare

    yang dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen.Gejala-gejala tersebut

    dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Gejala diare akibat bakteri patogen

    Waktu Inkubasi Penyebab Etiologi

    7 12 jam Toksin bakteriBacillus cereus

    Clostridium perfringens

    18 72 jam Bakteri

    Campylobacter jejuni

    Kolera

    Vibrio choleraeEscherichia coli

    Salmonellosis

    Salmonella enteritidis

    Shigellosis

    Vibrio parahaemolyticus

    Yersiniosis

    > 72 jam

    VirusGastroenteritis norwalk

    Gastroenteritis virus non-spesifik

    cacing

    Disenteri amuba (Amebiasis)

    Anisakiasis

    Infeksi cacing pita daging

    (Taeniasis)

    Infeksi cacing pita babi

    (Diphyllobothriasis)

    Giardiasis

    Infeksi cacing pita daging babi

    (Taeniasis)Sumber : Badan POM RI (2006)

    Penyakit yang disebabkan kimia berasal dari senyawa atau bahan-

    bahan kimia yang sengaja ditambahkan atau yang telah ada pada bahan pangan

    itu sendiri. Salah satu cemaran bahan kimia dapat terjadi karena

    penyalahgunaan bahan berbahaya. Contoh penyalahgunaan bahan berbahaya

    yang banyak terjadi pada pangan jajanan adalah formalin, boraks, zat pewarna,

    dan zat pemanis.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    24/103

    Pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah bahan kimia yang

    diperbolehkan ditambahkan dalam pangan dan bahan kimia yang dilarang

    ditambahkan dalam pangan disertai pengaruh yang akan ditimbulkan bahan

    kimia bagi tubuh. Hal ini diatur di dalam Peraturan Menteri kesehatan No.722/

    Menkes/ Per/ IX/ 88 (Syah et al., 2005)

    Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak

    disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan

    berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian formalin pada pangan akan

    memberikan efek negatif yang cukup fatal. Sifat formalin sangat mudah diserap

    melalui saluran pernapasan dan pencernaan sehingga formalin yang

    dicampurkan dalam pangan, akan bereaksi cepat dengan lapisan lendir di

    saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Pada dosis rendah, formalin dapatmenyebabkan sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, menimbulkan

    depresi susunan syaraf, gangguan peredaran darah, iritasi lambung, alergi,

    bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen

    (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Konsumsi formalin pada dosis

    tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejangkejang), haematuri (kencing

    darah), dan haematomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian.

    Selain itu, penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat menimbulkan

    kerusakan hati dan ginjal (Syah et al., 2005).

    Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan bahan kimia berbahaya

    yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan pangan. Boraks adalah

    senyawa berbentuk kristal, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan

    normal. Toksisitas boraks tidak langsung dirasakan oleh orang yang

    mengkonsumsi pangan yang mengandung boraks, akan tetapi boraks dapat

    diserap oleh tubuh secara komulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar).

    Winarno (1997), menyatakan bahwa boraks berpengaruh buruk, seperti

    mengganggu berfungsinya testis dan metabolisme enzim. Pada dosis tinggi,

    boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing,

    muntah, diare, kram perut, cyanisdan konvulsi. Bagi anak kecil dan bayi, bila

    dalam tubuhnya terdapat 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian,

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    25/103

    sedangkan untuk orang dewasa, kematian terjadi pada dosis 10-20 gram atau

    lebih.

    Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk membuat makanan

    lebih menarik. Namun tidak semua pewarna aman untuk dikonsumsi. Peraturan

    Menteri Kesehatan No: 239/Menkes/per/V/85 menetapkan beberapa pewarna

    yang dinyatakan berbahaya adalah Alkanet, Auramine, Black 7984, Burnt

    Umber, Butter Yellow, Chocolate Brown FB, Chrysoidine R, Crysoine S, Citrus

    Red no. 2, Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green B, Indanthrene Blue RS,

    Magenta, Metanil Yellow, Oil Orange SS, Orcein, Orange G, Orange GGN,

    Orange RN, Violet dan Rhodamine B. pada jangka waktu lama pewarna-

    pewarna tersebut berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker

    (Syah et al., 2005).Jenis jajanan yang mengandung zat pewarna yang dilarang antara lain

    pewarna Amaranthyang sering ditambahkan pada pembuatan sirup, minuman

    ringan/limun, es campur;Auraminepada sirup, limun, saos, es mambo, bakpau,

    es cendol, es kelapa;Metanil Yellowpada sirup, limun, pisang goreng, manisan

    mangga/kedondong; Rhodamine B pada sirup, limun, es mambo, bakpao, es

    cendol, es kelapa, serta beberapa kue basah (Effendy, 2006).

    Pemanis buatan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat

    menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit

    mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk

    pangan dalam jumlah tertentu (Badan POM, 2004). Berdasarkan Surat

    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.05.5.1.4547

    tahun 2004 ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan digunakan dalam

    produk pangan tertentu. Penentuan izin penggunaan ketiga belas jenis pemanis

    buatan tersebut didasarkan suatu kajian dan penelitian yang dilakukan oleh

    Expert Commonitte on Food Additives (JECFA). Kajian dan penelitian yang

    dilakukan JECFA digunakan untuk menetapkan acceptable daily intake (ADI)

    atau jumlah batas maksimum konsumsi pemanis buatan dalam satu hari yang

    aman bagi kesehatan. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan (mg/kg BB).

    Ketiga belas pemanis buatan yang diizinkan digunakan tersebut disertai ADI

    dapat dilihat dalam Tabel 3.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    26/103

    [

    Tabel 3. Pemanis buatan yang diizinkan digunakan oleh Badan POM dan

    aturannya

    No Pemanis Buatan mg/kg BB

    1 Acesulfam-K(Acesulfame-K) 15

    2 Alitam (Alitame) 0.343 Aspartam (aspartame) 50

    4 Siklamat (Cyclamate) 11

    5 Neotam (Neotame) 2

    6 Sakarin (Saccharin) 5

    7 Sukralosa (Sucralose) 11-15

    8 Isomalt Not specified

    9 Laktitol (Lactitol) Not specified

    10 Maltitol Not specified

    11 Manitol (Mannitol) Not specified

    12 sarobitol Not specified

    13 Xilitol (Xylitol) Not specified

    Keterangan:Not specifiedberarti dapat digunakan dalam pangan tanpa pembatas sesuai dengan Cara

    Produksi Pangan yang Baik (GMP)

    Sumber:Syah et al. (2005)

    Pemanis buatan yang umum digunakan dan menjadi kontroversi di

    kalangan dunia adalah sakarin, siklamat, dan aspartam. Sakarin merupakan zat

    pemanis tertua dan biasanya dijual dalam bentuk garam Na atau Ca. Sakarin

    tidak mengandung kalori tetapi memiliki tingkat kemanisan 300 kali dari gula.

    Zat pemanis ini larut dalam air dan etanol, berasa pahit dan menimbulkanaftertaste(Varnam dan Sutherland, 1994).

    Siklamat termasuk pemanis buatan nonkalori yang telah digunakan lebih

    dari 50 negara. Tingkat kemanisan siklamat adalah 30-80 kali lebih manis dari

    gula dan siklamat tidak membentuk aftertaste seperti halnya sakarin.Siklamat

    merupakan garam natrium dan kalsium dari asam siklamat dan berbentuk kristal

    halus (Varnam dan Sutherland, 1994). Pemakaian siklamat umumnya dicampur

    dengan sakarin (10:1). Sedangkan Aspartam adalah senyawa metil dipeptida,

    yaitu L-aspartil-L-phenil-alanin-metil ester yang memiliki tingkat kemanisan

    150-200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam berupa kristal putih dan

    tidak memiliki aftertaste pahit seperti sakarin. Aspartam tidak stabil pada

    temperatur 150oC, namun memiki kestabilan yang tinggi pada produk-produk

    kering.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    27/103

    D. PERSEPSI TERHADAP KEAMANAN PANGAN

    Menurut Cohen (1981), persepsi merupakan suatu proses yang timbul

    akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensori dari seorang individu.

    Di dalam proses persepsi, seorang individu akan menyusun dan menerjemahkan

    rangsangan sensori sehingga dikembangkan suatu pengertian tersendiri akan

    dunia di sekitarnya. Rangsangan (stimulus) adalah energi dari dalam tubuh yang

    dapat merangsang bagian-bagian tubuh untuk memproduksi suatu efek dalam

    makhluk hidup itu sendiri. Sedangkan sensasi (sensation) adalah akibat,

    pengertian atau terjemahan dari rangsangan yang terjadi secara langsung dan

    cepat menciptakan suatu sikap dan perilaku. Persepsi adalah interpretasi dari

    sensasi, sehingga persepsi dapat diartikan juga sebagai proses kompleks yang

    dipilih, disusun dan diterjemahkan oleh individu serta merangsang panca indera

    untuk menghasilkan gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan

    (Gambar 1).

    Gambar 1. Proses terjadinya persepsi

    Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan

    lingkungan sekitarnya dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realitas,dengan kata lain persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi

    juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga

    keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi memiliki sifat subjektif karena

    setiap orang akan memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang

    berbeda-beda (Setiadi, 2003).

    Stimulus

    Persepsi

    Sensasi

    Organ

    Sensori

    Pengertian Sikap dan

    perilaku

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    28/103

    Menurut Robbins (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

    dibagi kedalam tiga bagian, yaitu: (1) faktor situasi meliputi waktu, keadaan

    pekerjaan dan keadaan sosial, (2) faktor si pengamat sendiri seperti

    sikap/pendirian, alasan yang mendasari/motivasi, perhatian/minat, pengalaman,

    dan harapan, serta (3) faktor target meliputi sesuatu (kesenangan) yang baru,

    gerakan dan suara. Ulfa (2002) menambahkan bahwa pengalaman masa lampau

    mempengaruhi setiap hipotesis persepsi yang dibentuk.

    Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2002), diketahui bahwa

    secara umum persepsi konsumen terhadap keamanan pangan jajanan berbeda-

    beda, tergantung pada usia, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan, dan

    pengeluaran. Dari hasil tersebut juga dapat diketahui bahwa sebagian besar

    konsumen mengetahui tentang keamanan pangan namun konsumen kurangwaspada dan kurang memperhatikan keamanan dan aspek nutrisi dari pangan

    jajanan.

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

    Penelitian ini dilakukan di enam kecamatan terhadap dua belas Sekolah

    Dasar (SD) yang berada di wilayah Kota Bogor. Dari setiap kecamatan dipilih

    dua kategori sekolah yaitu Sekolah Dasar Negeri dan Sekolah Dasar Swasta.

    Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Juni 2006 sampai

    Oktober 2006.

    B. CARA PENENTUAN SAMPEL

    Sampel adalah sebagian populasi yang dianggap mewakili seluruh

    populasi. Populasi adalah jumlah seluruh unit analisa yang ciri-cirinya akan

    diduga. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara multistage

    random sampling, yaitu pengelompokan unit-unit analisa ke dalam gugusgugus

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    29/103

    yang merupakan satuan-satuan pengambilan sampel. Pengambilan sampel

    dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama ditetapkan wilayah Kota

    Bogor sebagai daerah penelitian. Dari Kota Bogor diambil kecamatan-

    kecamatan yang tersebar di dalam wilayah tersebut yaitu Bogor Utara, Bogor

    Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah dan Tanah Sareal,

    selanjutnya dari kecamatan tersebut diambil beberapa sekolah dasar yang akan

    dijadikan sebagai sampel. Multistage random sampling merupakan probability

    sampling, sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara objektif (Singarimbun dan

    Effendi, 1995).

    1.Penentuan SD

    Penentuan sampel SD dilakukan secarapurposive(sengaja) denganmemilih sejumlah SD dari 299 SD yang terdaftar di Dinas Pendidikan Kota

    Bogor tahun 2006 (Lampiran 1). Kriteria yang digunakan dalam penentuan

    sekolah adalah (1) mewakili tiap-tiap kecamatan, (2) memiliki jumlah

    murid minimal 464 anak, (3) memiliki letak dan lokasi yang mudah

    dijangkau oleh kendaraan umum, (4) memiliki tingkat sosial ekonomi

    berbeda-beda, (5) jenis pangan jajanan yang dijual pedagang di lokasi

    penelitian baik di kantin sekolah maupun di sekitar sekolah bervariasi. Pada

    penelitian ini jumlah sekolah yang digunakan sebagai sampel adalah 12 SD

    yang terdiri dari SD negeri dan SD swasta yang tersebar di 6 kecamatan di

    Kota Bogor.

    2.Penentuan Sampel Orang Tua dan Guru

    Orang tua yang digunakan sebagai sampel adalah ibu rumah tangga,

    dimana ibu rumah tangga memegang peranan penting dalam rumah tangga

    sebagai penjaga gerbang (gate keeper) yang bertanggung jawab dalam

    pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga. Ibu berperan

    sebagai penentu dan pembuat keputusan dalam keluarga, khususnya yang

    menyangkut anak (Engel et al., 1994). Sedangkan Guru bertanggung jawab

    mengawasi anak selama berada di lingkungan sekolah.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    30/103

    Jumlah Orang tua dan Guru yang akan digunakan sebagai sampel

    dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin

    (Simamora, 2002):

    2.1 eN

    Nn

    +=

    Keterangan : n = Ukuran sampel

    N = Ukuran populasi

    e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan

    pengambilan r yang masih dapat ditolelir atau di

    inginkan (10 %)

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bogor tahun 2005-

    2006, jumlah ibu rumah tangga di Kota Bogor sebanyak 194.357 orang dan

    jumlah guru di Kota Bogor sebanyak 3.923, sehingga diperoleh jumlah

    sampel minimal yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak

    100 orang ibu rumah tangga dan 98 orang guru. Namun untuk

    meningkatkan keakuratan data serta untuk mengantisipasi kemungkinan

    yang tidak diinginkan saat penelitian di lapangan, pada penelitian jumlah

    responden yang diambil sebagai sampel sebanyak 250 orang ibu rumah

    tangga dan 180 orang guru. Distribusi lengkapnya disajikan pada Tabel 4.

    Tabel 4. Distribusi penentuan sampel orang tua dan guru

    Persepsi 0rang tua Guru

    Bogor Utara 40 28

    Bogor Selatan 40 30

    Bogor Timur 40 30

    Bogor Barat 44 32

    Bogor tengah 42 30

    Tanah Sareal 44 30

    Total 250 180

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    31/103

    C. CARA PENGUMPULAN DATA

    Data yang dihimpun meliputi identitas responden (usia, pekerjaan,

    pengeluaran keluarga, pendidikan, dan jenis kelamin), pengetahuan tentang

    keamanan pangan jajanan, sumber informasi, persepsi tentang keamanan pangan

    jajanan, dan kebiasaan anak. Hal ini diperoleh dengan jalan penyebaran

    kuisioner kepada ibu rumah tangga dan guru. Penyebaran kuisioner dilakukan

    dengan 2 cara yaitu melakukan wawancara langsung dengan responden dan

    melakukan kerja sama dengan pihak sekolah. Wawancara langsung dengan

    responden baik orang tua maupun guru dilakukan dilingkungan sekolah

    sehingga responden mengetahui kondisi jajanan anak sekolah yang ada di kantin

    dan di sekitar sekolah. Sedangkan kerja sama dengan pihak sekolah dilakukan

    karena pada saat pengambilan data sedang dilakukan ulangan umum, yang tidak

    memungkinkan peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan

    responden orang tua maupun guru. Selain itu, ada pula data pendukung berupa

    keadaan umum sekolah diperoleh dari pengamatan langsung serta wawancara

    dengan pihak sekolah yang bersangkutan.

    D. PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN KUISIONER

    Pertanyaan dalam kuisioner penelitian ini disusun sesuai dengan tujuan

    yang hendak dicapai. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi tiga yaitu

    pertanyaan bersifat tertutup, pertanyaan semi terbuka dan pertanyaan terbuka

    (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang tidak

    memungkinkan responden untuk memberikan jawaban selain dari pilihan

    jawaban yang disediakan. Pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang

    memungkinkan responden untuk menjawab dengan memilih salah satu atau

    lebih alternatif jawaban yang telah disediakan atau menulis jawabannya sendiri

    jika tidak tersedia pada pilihan jawaban. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah

    pertanyaan yang diisi sendiri oleh responden atau tidak terdapat pilihan jawaban

    yang harus dipilih.

    Sebelum daftar pertanyaan (kuisioner) disebarkan kepada responden,

    kuisioner tersebut diuji terlebih dahulu. Pengujian dilakukan untuk mengetahui

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    32/103

    apakah ada pertanyaan yang perlu dihilangkan atau ditambah, apakah responden

    dapat mengerti arti pertanyaan tersebut, apakah urutan pertanyaan perlu diubah,

    apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperhalus dengan mengubah bahasa dan

    berapa lama waktu yang diperlukan dalam wawancara.

    Pengujian kuisioner dilakukan sebelum penelitian. Pengujian ini masing-

    masing dilakukan terhadap 30 responden. Jumlah responden tidak ada patokan

    yang pasti dan sangat tergantung pada homogenitas responden. Untuk pengujian

    kuisioner umumnya digunakan 30-50 kuisioner dan dipilih responden yang

    keadaannya kurang lebih sama dengan responden yang sesungguhnya akan

    diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pada penelitian ini, ke tiga puluh

    responden dipilih berdasarkan kedekatannya dengan karakteristik responden

    yang akan diuji dan dipilih dari beberapa sekolah yang berada di wilayah KotaBogor (Lampiran 4).

    Ketepatan pengujian suatu hipotesa tentang hubungan variabel penelitian

    sangat tergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut.

    Pengujian hipotesa penelitian tidak akan tepat mengenai sasarannya bila data

    yang dipakai untuk menguji hipotesa adalah data yang tidak reliabel dan tidak

    menggambarkan secara tepat konsep yang diukur atau tidak valid (Singarimbun

    dan Effendi, 1995).

    1. Validitas

    Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kelebihan

    suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid bila mampu mengukur

    apa yang ingin diukur atau dengan kata lain mampu memperoleh data yang

    tepat dari variabel yang diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1995). Dari jenis

    pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner, uji validitas hanya dilakukan

    pada pertanyaan yang bersifat tertutup (Lampiran 5). Pengujian validitas

    kuisioner dilakukan dengan menggunakan rumus teknik korelasi product

    moment pada selang 5%, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan akan

    kecil sekali. Adapun rumusproduct momentyang digunakan adalah sebagai

    berikut:

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    33/103

    ( ) ( )

    ( )[ ] ( )[ ]2222 YYNXXNYXXYN

    r

    =

    Keterangan: X = Skor pertanyaan

    Y = Skor total pertanyaan

    N = Banyaknya respondenr = Indeks validitas

    Secara statistik angka korelasi yang dihasilkan untuk tiaptiap

    pertanyaan harus dibandingkan dengan angka kritik tabel nilai korelasi r

    (Tabel 5). Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris N-2.

    Dalam penelitian ini, jumlah N yang digunakan bernilai 30, maka angka

    kritik yang dilihat adalah melihat baris 30 2 = 28. Apabila rhitung lebih

    besar daripada rtabel, maka pertanyaan tersebut dianggap valid. Demikian

    sebaliknya, apabila r hitung lebih kecil daripada r tabel, maka pertanyaantersebut kemungkinan mempunyai susunan kalimat yang kurang baik

    sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi responden

    (Singarimbun dan Effendi, 1995).

    Tabel 5. Nilai angka kritik r*

    Derajat

    bebas

    Taraf

    Kepercayaan Derajat

    bebas

    Taraf

    Kepercayaan

    5 % 1% 5% 1%

    1 0.997 1.000 16 0.468 0.575

    2 0.950 0.990 17 0.456 0.561

    3 0.878 0.959 18 0.444 0.549

    4 0.811 0.917 19 0.433 0.537

    5 0.754 0.874 20 0.432 0.526

    6 0.707 0.834 21 0.413 0.526

    7 0.666 0.798 22 0.404 0.515

    8 0.632 0.765 23 0.396 0.505

    9 0.602 0.735 24 0.338 0.495

    10 0.576 0.708 25 0.381 0.485

    11 0.553 0.684 26 0.374 0.478

    12 0.532 0.661 27 0.367 0.463

    13 0.497 0.623 28 0.361 0.463

    14 0.497 0.606 29 0.355 0.456

    15 0.482 0.590 30 0.349 0.449

    *Singarimbun dan Effendi, (1995)

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    34/103

    2. Reliabilitas

    Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

    alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila alat pengukur tersebut

    digunakan untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukurannya

    relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut dinyatakan reliabel

    (Singarimbun dan Effendi, 1995).

    Teknik pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

    teknik pengukuran ulang (test-retest). Dalam teknik ini, responden yang

    sama menjawab pertanyaan yang sama. Jarak waktu antara pengukuran

    pertama dan pengukuran kedua adalah selama 2 minggu. Pengukuran

    pertama dinyatakan sebagai x dan pengukuran kedua dinyatakan sebagai y.

    Hasil pengukuran pertama dikorelasikan dengan hasil pengukuran kedua

    dengan menggunakan teknik korelasiproduct moment.

    E. ANALISIS DATA

    Kuisioner yang didapat dari responden pertama - tama dipilih dengan

    melihat jawaban yang ada. Kuisioner dinyatakan valid apabila responden

    menjawab semua pertanyaan secara benar, dengan ketentuan sebagai berikut: 1)

    Identitas responden dijawab semua; 2) Untuk jawaban dari pertanyaan-

    pertanyaan tentang persepsi dijawab sesuai perintah; 3) Setiap pertanyaan

    tertutup jawabannya hanya satu; 4) Setiap pertanyaan semi terbuka jawabannya

    hanya satu, apabila dijawab lebih dari satu maka dianggap menjawab

    lainnya; 5) Setiap pertanyaan terbuka diisi sesuai pertanyaan.

    Persepsi terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah diukur

    dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan aspek

    keamanan pangan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dianalisis secara

    deskriptif dan statistik. Pertama-tama data ditampilkan dalam bentuk tabel

    kontingensi yang berupa persentase dari kelompok jawaban yang sama dari

    semua responden pada suatu pertanyaan. Untuk pertanyan yang bersifat terbuka

    dan semi terbuka, pengolahan data hanya sampai disini. Sedangkan untuk

    pertanyaan yang bersifat tertutup (Lampiran 5) analisis dilanjutkan ke program

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    35/103

    SPSS, yaitu Crosstabulation (tabulasi silang). Keluaran dari Crosstabulation

    berupa nilai chi-square.

    Nilai Chi-squareberguna untuk melihat ada tidaknya hubungan antar

    satu parameter dengan parameter yang lain (Santoso, 2001). Dimana hipotesis

    yang digunakan adalah:

    H0 : Tidak ada hubungan antara parameter

    H1 : Ada hubungan antara parameter

    Dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

    (a) Berdasarkan probabilitas

    Jika probabilitas < 0.05, maka tolak H0

    Jika probabilitas > 0.05, maka terima H0

    (b) Berdasarkan perbandingan Chi-square hitung dan tabelJika chi-squarehitung < chi-squaretabel, maka terima H0

    Jika chi-squarehitung > chi-squaretabel, maka tolak H0

    Keterangan:

    chi-square tabel dapat dilihat pada tabel chi-square dengan tingkat

    signifikansi () = 5% dan derajat bebas (df) tertentu.

    Sebelum dimasukkan ke dalam program SPSS, pertanyaan yang bersifat

    tertutup diolah terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat persepsi responden

    terhadap keamanan pangan. Skala yang digunakan untuk menentukan tingkatan

    adalah skala Likert (Khomsan, 2000), masing-masing pertanyaan diberi skor

    sebagai berikut:

    Pertanyaan positif : Ya (3), Kadang-kadang atau sebagian (2),Tidak (1)

    Pertanyaan negatif : Ya (1), Kadang-kadang atau sebagian (2), Tidak (3)

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    36/103

    Untuk beberapa pertanyaan tertutup lainnya dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6. Skor beberapa pertanyaan tertutup

    Responden PersepsiSkor

    1 2 3 4

    Orang tua

    Kebiasaan

    Sarapan

    1-2

    kali/minggu

    3-5

    kali/minggu

    Setiap

    hari-

    Jumlah

    Uang Saku

    < Rp

    1.000,00

    Rp

    1.000,00

    Rp

    5.000,00

    > Rp

    5.000,00

    Rp

    10.000,00

    > Rp

    10.000

    Guru

    Kondisi

    jajanan

    kantin

    KotorKurang

    BersihBersih

    Kondisi

    Jajanan

    Sekitarsekolah

    KotorKurang

    Bersih

    Bersih

    Kemudian pertanyaan tertutup tersebut dibuat klasifikasi menjadi tiga

    kategori, yaitu bagus, sedang dan buruk. Klasifikasi tersebut mengacu pada

    Slamet (1993) dengan mencari rata-rata dan standar devisiasi:

    Bagus = Skor > (+ sd)

    Sedang = (- sd) < Skor < (+ sd)

    Buruk = Skor < ( sd)

    Keterangan : = Nilai rata-rata

    sd = Standar devisiasi

    Setelah diperoleh nilai chi-sguaredan spearman, data tersebut di

    regresi untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel sehingga akan

    diperoleh nilai R square. Nilai R square berkisar pada angka 0 sampai 1,

    dengan catatan semakin kecil angka R squaremaka semakin lemah hubungan

    kedua variabel (Santoso, 2001).

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    37/103

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. KEADAAN UMUM LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN

    Sekolah Dasar (SD) yang menjadi lokasi penelitian berjumlah 12

    sekolah yang berada di 6 kecamatan di wilayah Kota Bogor yaitu Bogor Utara,

    Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah dan Tanah Sareal.

    Sekolah yang menjadi lokasi penelitian adalah sekolah dasar negeri dan sekolah

    dasar swasta dari tiap-tiap kecamatan di Kota Bogor yang distribusi lengkapnya

    ditampilkan pada Tabel 7.

    Tabel 7. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian

    KecamatanSekolah Dasar Keberadaab UKS

    Negeri Swasta Negeri Swasta

    Bogor Utara Bantarjati 5 Bogor Raya Ada Ada

    Bogor Selatan Batu Tulis 2 Mardi Waluya Ada Ada

    Bogor Timur Ciheuleut 2 Advent Ada Tidak Ada

    Bogor Barat Cilendek 1 Insan Kamil Ada Ada

    Bogor Tengah Polisi 4 Regina Pacis Ada Ada

    Tanah SarealPondok

    Rumput 1Bina Insani Ada Ada

    Dari hasil penelitian diketahui bahwa sekolah yang dijadikan lokasi

    penelitian memiliki jumlah siswa sebanyak 464 siswa, kecuali SD Bogor Raya.

    SD Bogor Raya yang dijadikan sampel penelitian memiliki jumlah siswa

    sebanyak 201 siswa. Pengambilan Sampel SD Bogor Raya disebabkan oleh

    letak sekolah yang mewakili kecamatan Bogor Utara untuk SD swasta.Kecamatan Bogor Utara hanya memiliki dua SD swasta yaitu SD Bogor Raya

    (201 siswa) dan SD Hanaeka (58 siswa). Sekolah yang dijadikan lokasi

    penelitian umumnya berada di wilayah yang mudah dijangkau oleh kendaraan

    umum, memiliki tingkat sosial ekonomi berbeda-beda, sebagian besar memiliki

    sarana usaha kesehatan sekolah (UKS) serta jenis pangan jajanan yang dijual

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    38/103

    pedagang di lokasi penelitian baik di kantin sekolah maupun di sekitar sekolah

    bervariasi (Lampiran 6).

    Dari hasil pengambilan data menunjukan bahwa responden yang mengisi

    kuisioner secara lengkap adalah sebanyak 232 orang responden ibu rumah

    tangga dan 160 orang responden guru (Tabel 8). Jumlah tersebut sudah

    memadai, mengingat jumlah minimal yang harus diambil masing-masing 100

    orang ibu rumah tangga dan 98 orang guru. Namun jumlah responden yang

    diperoleh tersebut lebih kecil dari jumlah awal responden yang akan diuji dalam

    penelitian, yaitu sebanyak 250 untuk responden ibu rumah tangga dan 180 untuk

    responden guru. Hal ini disebabkan karena sebanyak 18 responden ibu dan 20

    responden guru sisanya tidak mengembalikan kuisioner dikarenakan hilang dan

    tidak mengisi kuisioner secara lengkap atau tepat sehingga tidak memungkinkan

    dilakukannya pengolahan data.

    Sekolah yang diteliti umumnya memiliki koperasi/kantin sekolah selain

    pedagang yang berjualan di sekitar sekolah. Namun ada satu sekolah yang tidak

    memiliki kantin sekolah yaitu SDN Pondok Rumput 1 yang terletak di

    kecamatan Tanah Sareal. Alasan tidak terdapatnya kantin sekolah pada SDN

    Pondok Rumput 1 tersebut dikarenakan pengelola kantin telah meninggal dunia

    dan belum ada yang melanjutkan usaha pengelolaan kantin tersebut.

    Tabel 8. Responden yang mengisi kuisioner secara lengkap

    Persepsi0rang tua Guru

    Bogor Utara 37 22

    Bogor Selatan 38 24

    Bogor Timur 36 27

    Bogor Barat 41 29

    Bogor tengah 40 26Tanah Sareal 40 32

    Total 232 160

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    39/103

    B. VALIDITAS KUISIONER

    Uji validitas kuisioner dilakukan terhadap 30 responden ibu yang

    mewakili orang tua dan 30 responden guru. Uji tersebut dilakukan terhadap

    pertanyaan yang bersifat tertutup, dimana terdapat 14 pertanyaan untuk orang

    tua dan 15 pertanyaan untuk guru. Nilai korelasi (r) dihitung menggunakan

    metode one shot(pengukuran hanya sekali) (Prastito, 2004). Validitas kuisioner

    menghasilkan nilai rhitung seperti yang terlihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

    Tabel 9.Hasil uji validitas kuisioner responden orang tua

    No. Pertanyaan Nilai r hitung Keterangan

    1 0,578 Valid

    2 0,376 Valid

    3 0,375 Valid

    4 0,478 Valid

    5 0,433 Valid

    8 0,700 Valid

    9 0,495 Valid

    12 0,743 Valid

    14 0,693 Valid

    16 0,634 Valid

    17 0,383 Valid

    19 0,379 Valid

    22 0,550 Valid

    23 0,651 Valid

    Keterangan:

    Jumlah responden = 30 orang Nilai rtabel = 0,361

    Nilai = 0,05

    Hasil uji validitas parameter persepsi orang tua menunjukkan bahwa

    semua pertanyaan yang diajukan dinyatakan valid, karena nilai r hitung lebih

    besar dari nilai rtabel pada selang kepercayaan 95% untuk N-2. Hal ini berarti

    bahwa pertanyaan pada kuisioner yang digunakan dapat diterima oleh orang tua.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    40/103

    Tabel 10.Hasil uji validitas kuisioner responden guru

    No. Pertanyaan Nilai r hitung Keterangan

    1 0,780 Valid

    2 0,138 Tidak Valid

    3 0,780 Valid

    4 0,469 Valid

    6 0,362 Valid

    8 0,504 Valid

    9 0,382 Valid

    10 0,448 Valid

    12 0,591 Valid

    14 0,483 Valid

    15 0,480 Valid

    16 0,661 Valid

    17 0,400 Valid

    18 0,422 Valid

    21 0,780 Valid

    *Keterangan:

    Jumlah responden = 30 orang Nilai rtabel = 0,361 Nilai = 0,05

    Hasil uji validitas parameter persepsi guru terhadap keamanan jajanan

    anak sekolah menunjukkan ada pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan

    nomor 2, dimana nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel. Pertanyaan yang

    tidak valid artinya pertanyaan tersebut tidak mengukur aspek yang sama dengan

    pertanyaan lain, atau menimbulkan penafsiran yang salah bagi responden

    (Singarimbun dan Effendy, 1995). Pertanyaan nomor 2 yang tidak valid

    berbunyi Apakah sekolah memiliki Kantin?. Namun berdasarkan uji validitas

    secara subjektif pertanyaan tersebut telah lulus dari uji validitas dan pertanyaan

    tersebut mudah dimengerti atau tidak menimbulkan bias. Pertanyaan tersebut

    berupa pertanyaan realita (nyata) yang tidak memerlukan pengetahuan guru

    sehingga tidak perlu diganti atau dihilangkan. Hal ini berarti bahwa kuisioner

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    41/103

    responden guru diterima untuk selanjutkan digunakan dalam penyebaran

    kuisioner.

    C. RELIABILITAS KUISIONER

    Reliabilitas kuisoner dilakukan dengan metode yang sama pada uji

    validitas. Responden yang digunakan dalam uji reliabilitas berjumlah 30 orang

    responden dengan teknik pengulangan pertanyaan dalam selang waktu 14 hari

    antara pengukuran pertama dan kedua. Berdasarkan pengujian reliabilitas

    persepsi orang tua dan guru terhadap keamanan pangan jajan anak sekolah

    masing-masing diperoleh nilai r hitung sebesar 0,981 dan 0,975. Nilai r tabel

    pada selang kepercayaan 95% untuk N-2 adalah 0,361. Hasil uji reliabilitas

    terhadap kuisioner orang tua dan kuisioner guru menunjukkan bahwa r hitung

    lebih besar daripada r tabel. Hal ini berarti bahwa kuisioner yang digunakan

    dalam penelitian telah reliabel atau dapat dipercaya. Data hasil perhitungan

    reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.

    D. PROFIL RESPONDEN

    1. Orang Tua

    Profil responden orang tua dibagi menjadi 5 kriteria, yaitu usia,

    pekerjaan, pengeluaran, pendidikan formal terakhir yang ditamatkan, dan

    jumlah anak usia sekolah dasar. Berdasarkan data yang diperoleh sebagian

    besar orang tua berada dalam kisaran usia 36-46 tahun (53,45%). Data

    sebaran orang tua berdasarkan kelompok usia terdapat pada Tabel 11.

    Tabel 11. Sebaran orang tua berdasarkan usia

    Usia N % N

    < 25 tahun 21 9,05

    25 35 tahun 78 33,62

    36 46 tahun 124 53,45

    > 46 tahun 9 3,88

    Total 232 100,00

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    42/103

    Menurut Sumarwan (2003), usia 16-18 tahun termasuk kelompok

    remaja lanjut, 19-24 tahun termasuk kelompok dewasa awal, 25-35 tahun

    termasuk kelompok dewasa lanjut dan 36-50 tahun termasuk kelompok

    paruh baya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa lebih dari 50%

    responden dalam penelitian ini berdasarkan siklus hidupnya termasuk

    kelompok ibu rumah tangga dari dewasa lanjut hingga paruh baya.

    Berdasarkan pekerjaan, lebih dari setengah responden dalam

    penelitian ini adalah ibu rumah tangga tanpa pekerjaan sambilan atau ibu

    rumah tangga penuh (63,79%). Sedangkan sisanya sebanyak 27,59%

    responden ibu rumah tangga memiliki pekerjaan sambilan dan sebanyak

    862% responden ibu rumah tangga lainnya bekerja di luar rumah secara

    penuh. Tabel 12 menyajikan data sebaran orang tua berdasarkan kelompokpekerjaan.

    Tabel 12. Sebaran orang tua berdasarkan pekerjaan

    Pekerjaan N % N

    Ibu RT tanpa pekerjaan sambilan 148 63,79

    Ibu RT dengan pekerjaan sambilan 64 27,59

    Ibu RT dengan pekerjaan penuh di luar

    rumah20 8,62

    Total 232 100,00

    Ibu rumah tangga tanpa pekerjaan sambilan, umumnya

    mendedikasikan dirinya untuk peran sebagai istri dan ibu bagi anak-

    anaknya dalam rumah tangga. Ibu rumah tangga dengan pekerjaan sambilan

    dalam penelitian ini berarti selain menjalani perannya sebagai istri dan ibu

    di keluarga juga memiliki pekerjaan non formal yang menyumbangkan

    pemasokan untuk keluarga, seperti dengan membuka toko atau kios

    (berdagang) di rumah atau pasar, menerima jasa jahitan, membuka salon

    sampai menjadi pembantu atau tukang cuci pakaian. Sedangkan ibu rumahtangga dengan pekerjaan penuh diluar rumah berarti ibu yang bekerja

    selama periode tertentu (Term-Time Working), dimana ibu bekerja penuh

    waktu selama periode/waktu tertentu, setelah itu ada jeda untuk beberapa

    waktu di rumah sebelum kembali bekerja selama periode tertentu.

    Misalnya, menjadi guru sekolah dan pekerja kantoran (Anonim, 2005a).

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    43/103

    Ada perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan bagi anak

    antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah

    tangga penuh. Ibu yang bekerja berarti sebagian waktunya akan tersita,

    sehingga peranannya dalam hal mengurus anak terpaksa dikerjakan oleh

    orang lain (Suhardjo, 1989).

    Para peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan

    data mengenai pendapatan dari responden. Responden merasa tidak nyaman

    jika harus mengungkapkan pendapatan yang diterimanya dan sebagian

    merasa bahwa pendapatan adalah suatu hal yang sangat pribadi sehingga

    sangat sensitif jika diberitahukan pada orang lain. Untuk mengatasi

    kesulitan di atas, penelitian ini menggunakan metode lain dalam mengukur

    pendapatan seseorang konsumen, yakni melalui pendekatan pengeluaransekeluarga perbulan (Sumarwan, 2003).

    Berdasarkan pengeluaran sekeluarga perbulan yang ditampilkan

    pada Tabel 13, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

    pengeluaran sekeluarga perbulan sebesar Rp 1.000.000,00Rp 2.500.000,00

    (45,26%). Badan Pusat Statistik (BPS) (2006), menetapkan penduduk yang

    tergolong sangat miskin pendapatannya setara Rp 480.000 per rumah

    tangga (RT) per bulan, rumah tangga miskin apabila pendapatannya Rp

    600.000 per bulan dan mendekati miskin pendapatannya Rp 700.000 per

    RT per bulan. Dari hasil tersebut diketahui bahwa pendapatan responden

    dalam penelitian ini yang didekati dengan pengeluaran, umumnya berada

    pada kelompok pendapatan menengah keatas.

    Tabel 13. Sebaran orang tua berdasarkan pengeluaran

    Pengeluaran N % N

    < Rp 1.000.000 84 36,21

    Rp 1.000.000 Rp 2.500.000 105 45,26

    > Rp 2.500.000 Rp 5.000.000 36 15,52

    > Rp 5.000.000 7 3,01

    Total 232 100,00

    Apabila dilihat dari tingkat pendidikan responden, sebanyak

    78,45% responden berpendidikan sekolah lanjutan (Tabel 14). Dengan

    demikian dapat dikatakan bahwa responden telah memiliki tingkat

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    44/103

    pendidikan yang cukup memadai. Sebaran tingkat pendidikan responden

    dalam penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua dinilai cukup mampu

    mengakses informasi yang diperlukan untuk kelangsungan dan

    kesejahteraan keluarganya. Selain itu, responden juga dinilai cukup mampu

    memahami instruksi yang diberikan peneliti lewat kuisioner selama

    pengambilan data, sehingga menunjang pencapaian tujuan penelitian

    (Mardiyanti, 2005).

    Tabel 14. Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan

    Pendidikan N % N

    Sekolah Dasar (SD atau sederajat) 30 12,93

    Sekolah lanjutan (SLTP, SLTA atau sederajat) 182 78,45

    Perguruan tinggi (Diploma, S-1, S-2, atau S-3) 20 8,62

    Total 232 100,00

    Menurut Sumarwan (2003), pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran

    sangat terkait satu sama lain. Pendidikan yang rendah akan mencerminkan

    jenis pekerjaan dan pendapatan serta daya beli terhadap pangan. Sedangkan

    menurut Sanjur (1982), pendidikan ibu memiliki hubungan dengan

    perbaikan pola konsumsi pangan keluarga. Dengan semakin tinggi tingkat

    pendidikan ibu dan pengetahuan yang dimiliki maka akan terjadi perbaikan

    kebiasaan makan, serta perhatian pada kesehatan dan makanan yang bergizi

    juga bertambah.

    Pada penelitian dapat dilihat bahwa, responden umumnya memiliki

    satu orang anak yang berada pada usia sekolah dasar (89,66%) sedangkan

    responden yang memiliki dua orang anak pada usia sekolah dasar hanya 24

    orang (10,34%) (Lampiran 9). Anak usia sekolah dasar memerlukan banyak

    gizi dimana mereka masih dalam proses pertumbuhan sehingga diperlukan

    perhatian dari orang tua yang tinggi terhadap kebutuhan pangan baik

    kuantitas maupun kualitasnya. Jumlah anak usia sekolah dasar yang lebih

    sedikit pada satu keluarga menyebabkan perhatian orang tua lebih banyak

    pada anak tersebut sehingga asupan gizi pada anak lebih baik (Khomsan,

    2002). Penyebaran terhadap tingkat kelas anak merata pada semua

    tingkatan yaitu dari kelas 1 sampai kelas 6. Sehingga data yang didapatkan

    mampu mewakili ibu dari anak usia sekolah dasar.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    45/103

    2. Guru

    Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan

    mendidik orang lain (Syah, 2000). Guru sebagai pendidik ataupun pengajar

    merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Seorang

    guru harus mampu menyampaikan pesan-pesan kepada anak didiknya

    tentang segala suatu yang menyangkut nilai-nilai kehidupan disamping hal-

    hal yang terdapat dalam kurikulum pengajaran.

    Selain itu, guru juga dapat berperan sebagai (a) informator, yaitu

    sumber penyampaian informasi berupa ilmu pengetahuan, (b) organisator,

    yaitu menjaga dan mengatur keserasian kegiatan belajar mengajar, (c)

    katalisator, yaitu mengatur kegiatan belajar mengajar kearah tujuan, (d)

    inisiator, yaitu mengambil inisiatif pertama sehingga menimbulkan

    semangat baru untuk melaksanakan semua kegiatan belajar mengajar ke

    tujuan interaksional, (e) moderator, yaitu sebagai pengantar belajar bagi

    siswa (Wahab, 1993).

    Profil responden guru dikelompokkan menjadi usia, jenis kelamin,

    dan pendidikan formal terakhir yang ditamatkan. Berdasarkan Lampiran 10

    dan Lampiran 11 diketahui bahwa profil usia responden guru, yaitu berusia

    kurang dari 25 tahun (6,88%), berusia 25-35 tahun (51,87%), berusia 36-46

    tahun (35.00%), dan berusia diatas 46 tahun (6,25%). Responden tersebut

    dibagi dua berdasarkan jenis kelamin yaitu 58,12% adalah perempuan dan

    41.88% adalah laki-laki. Sebagian besar guru tersebut adalah perempuan

    dengan usia antara 25 tahun hingga 35 tahun (31,87%) (Gambar 2).

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    46/103

    Tabulasi umur g uru

    3.13

    31.87

    19.37

    3.753.75

    20

    15.63

    2.5

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    < 25 tahun 25-35 tahun 36-46 tahun >46 tahun

    Umur

    Persentase(%

    )

    Perempuan

    Laki-laki

    Gambar 2. Tabulasi antara umur dan jenis kelamin guru

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32

    tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa

    umur pensiun bagi guru sekolah dasar adalah 60 tahun dan berdasarkan

    Badan Kepegawaian Negara tahun 2005 diketahui bahwa guru sekolah

    dasar termuda adalah berumur 21 tahun (Anonim, 2005b).

    Menurut Sibarani (2006), berdasarkan tingkat produktivitas kerja,

    kisaran usia produktif adalah 15-64 tahun, sedangkan kisaran usia tidak

    produktif di atas 64 tahun dan dibawah 15 tahun. Dengan demikian

    diketahui bahwa responden guru dalam penelitian ini termasuk dalam

    tangga usia produktif yang cukup tinggi. Usia produktif yang cukup tinggi

    pada guru dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efisien sehingga

    tujuan pendidikan dapat terlaksana.

    Dilihat dari tingkat pendidikan pada Gambar 3, responden guru

    berada pada sebaran pendidikan diploma (34,36%) dan sarjana (65,64%).

    Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik

    Indonesia Nomor 123/U/2001 tanggal 13 Juli 2001, khususnya Pasal 2 ayat

    1, dimana kualifikasi pendidikan untuk guru sekolah dasar minimal adalah

    lulusan D-II PGSD dan dalam situasi kondisi tertentu dimungkinkan

    menerima lulusan PGSD, Penyetaraan, SPG dan SGO. Tingkat pendidikan

    seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara pandang,

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    47/103

    cara berpikir, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Responden yang

    memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap

    informasi (Sumarwan, 2003).

    Pendidikan Guru

    34.36%

    65.64%

    Diploma (D1, D2atau D3)

    Sarjana (S-1, S-2, atau S-3)

    Gambar 3. Sebaran tingkat pendidikan guru

    Responden guru yang diambil dalam penelitian ini menyebar merata

    dari kelas 1 sampai kelas 6 (89,37%) ditambah dengan beberapa guru

    bidang studi (10,63%) ( Lampiran 12).

    E. PERSEPSI ORANG TUA

    1. Rutinitas Sarapan

    Tabel mengenai rutinitas sarapan anak sekolah terdapat pada

    Lampiran 13, sedangkan kebiasaan sarapan dari anak sekolah dapat dilihat

    pada Lampiran 14. Dari kedua Lampiran tersebut dapat diketahui seberapa

    sering anak melakukan sarapan sebelum berangkat ke sekolah serta

    kebiasaan sarapan itu sendiri. Sebagian besar anak hanya kadang-kadang

    saja sarapan sebelum berangkat ke sekolah (64,22%) dan anak yang

    melakukan sarapan setiap hari hanya sebesar 32,76%. Akan tetapi ada pula

    anak yang tidak melakukan sarapan sama sekali sebelum berangkat ke

    sekolah yaitu sebesar 3,02%.

    Setiap anak mempunyai pola dan kebiasaan sarapan yang berbeda-

    beda (Gambar 4). Hal ini dapat juga dilihat pada Lampiran 15 yang

    menunjukkan bahwa anak dari responden yang kadang-kadang sarapan di

    rumah terbagi menjadi dua frekuensi yaitu kadang sarapan dengan

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    48/103

    frekuensi 1-2 kali seminggu (16,38%) dan kadang sarapan dengan frekuensi

    3-5 kali seminggu (47,84%).

    Anak yang melakukan sarapan pagi memiliki stamina yang fit

    selama mengikuti kegiatan di sekolah. Sedangkan anak yang tidak sarapan

    pagi akan mengalami kekosongan lambung sehingga kadar gula akan

    menurun. Gula darah merupakan energi utama bagi otak. Dampak

    negatifnya adalah ketidakseimbangan sistem syaraf pusat yang diikuti

    dengan rasa pusing, badan gemetar atau rasa lelah. Dalam keadaan

    demikian anak akan sulit untuk menerima pelajaran dengan baik (Khomsan,

    2002). Ada banyak alasan yang menyebabkan anak tidak sarapan, misalnya

    tidak disiapkan oleh orang tuanya, bangun kesiangan dan sebagainya. Salah

    satu solusi dari berbagai alasan tersebut adalah dengan membawakan bekal

    kepada mereka. Namun berdasarkan penelitian, orang tua menyatakan

    bahwa jajan lebih praktis daripada membawa bekal dari rumah (83,62%).

    Hal ini memperkuat dugaan bahwa alasan anak untuk jajan adalah tidak

    sarapan di rumah (Lampiran 16).

    Frekuensi Sarapan

    0

    0

    32.76

    16.38

    47.84

    0

    0 10 20 30 40 50 60

    1-2/ minggu

    3-5/minggu

    Setiap hari

    Persentase (%)

    Kadang

    Ya

    Gambar 4. Tabulasi silang antara kebiasaan sarapan dengan rutinitas

    sarapan anak

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    49/103

    2. Kebiasaan Jajan

    Pada Lampiran 17, diketahui bahwa sebagian besar orang tua

    memberikan uang saku kepada anak (98,70%) dan hanya 1,30% orang tua

    yang tidak memberikan uang saku untuk anak. Besarnya uang saku yang

    diberikan orang tua kepada anak yaitu kurang dari Rp 1.000,00 (3,88%), Rp

    1.000,00-Rp 5.000,00 (79,74%) dan Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 (15,08%)

    (Lampiran 18). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

    Pratomo (2002), dimana diketahui bahwa rata-rata besarnya uang saku yang

    diterima oleh siswa sekolah berkisar antara Rp 1.000,00-Rp 5.000,00 per

    hari (58,02%). Kenaikan harga pada berbagai elemen komoditas pada tahun

    2006 tidak merubah besarnya uang saku orang tua kepada anak.

    Dari tabulasi antara pemberian uang saku dan besarnya uang saku

    yang diberikan pada anak (Gambar 5 dan Lampiran 19), dapat diketahui

    bahwa orang tua yang selalu memberikan uang saku tiap hari pada anak

    berbeda-beda yaitu kurang dari Rp 1.000,00 (3,02%), Rp 1.000,00-Rp

    5.000,00 (71,55%), dan lebih dari Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 (13,36%).

    Begitu pula orang tua yang tidak rutin atau kadang-kadang memberikan

    uang saku pada anak, mereka memberikan jumlah yang berbeda pula yaitu

    kurang dari Rp 1.000,00 (0,86%), berkisar antara Rp 1.000,00-Rp 5.000,00

    (8,19%) dan lebih dari Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 (1,72%).

    Frekuensi Uang Saku

    3.02

    71.55

    13.36

    0.86

    8.19

    1.72

    0 20 40 60 80

    < Rp 1000

    Rp1000 Rp

    5.000

    > Rp 5.000 Rp

    10.000

    Persentase (%)

    Kadang

    Ya

    Gambar 5. Frekuensi pemberian dan jumlah uang saku anak

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    50/103

    Uang saku yang diberikan orang tua kepada anak tersebut sebagian

    besar digunakan untuk membeli jajan (80,35%). Sisanya uang saku tersebut

    oleh anak digunakan untuk membeli mainan (17,90%) dan keperluan

    lainnya (1,75%) (Lampiran 20). Keperluan lainnya maksudnya adalah uang

    saku yang diberikan oleh orang tua kepada anak digunakan untuk

    menabung, ongkos angkutan, dan uang kas sekolah. Anak yang

    menggunakan uang saku untuk jajanan umumnya selalu dimonitor oleh

    orang tua (86,96%) (Lampiran 21).

    Menurut Sekarsari (2003), faktor utama penyebab anak sekolah

    membeli jajan adalah mereka merasa lapar lagi walaupun sudah makan di

    rumah (47,10%), tidak sempat sarapan di rumah (13,17%), tidak membawabekal dari rumah (18,12%), dan 2,90% menyatakan bahwa jajan dilakukan

    hanya untuk gengsi atau malu oleh teman jika tidak jajan.

    Jajanan yang dikonsumsi anak berbeda-beda. Menurut Rahayu et al.

    (2005), pangan jajanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah umumnya

    dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu 1) Makanan utama (nasi

    goreng, nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan

    sejenisnya); 2) Penganan atau kue (tahu goreng, cilok, martabak telur,

    apem, keripik, jelly, dan sejenisnya); 3) Minuman (es campur, es sirup, es

    teh, es mambo, dan sejenisnya); 4) Buah-buahan (pepaya potong, melon

    potong, dan sejenisnya). Dari 184 anak yang menggunakan uang saku

    untuk membeli jajanan, diketahui bahwa sebanyak 40,76% anak dari

    responden membeli jajanan berupa penganan, 30,46% anak dari responden

    membeli jajanan berupa makanan utama. Sisanya anak responden membeli

    jajanan berupa minuman (23,37%) dan buah-buahan (5,44%).

    Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    51/103

    Jajanan yang sering d ikonsumsi anak

    30.43%

    40.76%

    23.37%5.44% Makanan utama

    Panganan

    Minuman

    Buah - buahan

    Gambar 6. Jajanan yang dibeli oleh anak sekolah

    Pola makan yang dianjurkan kepada anak seharusnya mengandung

    karbohidrat berkisar 50-60 persen dari total kalori yang dikonsumsi.

    "Sementara asupan lemak tidak lebih dari 30 persen dari total kalori, dan

    protein 20-25 persen. Tambahannya air, mineral, dan vitamin diperlukan

    meski dalam jumlah kecil, karena merupakan unsur yang menjaga

    keseimbangan atau membantu metabolisme makanan yang utama tadi

    (Anonim, 2007). Khusus untuk protein hewani seorang anak dianjurkan

    agar mengkonsumsi kira-kira 5 gram protein asal ternak ditambah 10 gram

    protein ikan (Khomsan, 2002). Namun dari sekian banyak jajanan yang

    dibeli oleh anak umumnya hanya terbuat dari karbohidrat sehingga tidak

    memenuhi standar gizi anak.

    3. Pangan Jajanan di Sekolah

    Pangan jajanan anak sekolah beraneka ragam baik jenis, bentuk,

    warna, rasa dan penampilan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

    menurut orang tua sebanyak 94,97% pangan jajanan yang dikonsumsi anak

    mengandung bahan kimia berbahaya dan sebanyak 65.52% pangan jajanan

    di sekolah tidak higienis atau mengandung kuman (Lampiran 22). Dari data

    tersebut dapat kita ketahui bahwa umumnya orang tua berpendapat bahwa

    pangan jajanan anak sekolah tidak aman untuk dikonsumsi.

  • 7/25/2019 bahanqq.pdf

    52/103

    Pangan jajanan di sekolah sangat berisiko terhadap cemaran

    biologis atau kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan baik jangka

    pendek maupun jangka panjang. Pangan yang baik dalam penampakan

    belum tentu aman untuk dikonsumsi. Dari hasil pengawasan pangan

    jajanan anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan oleh 18 Balai Besar/Balai

    POM, dengan cakupan pengambilan sampel makanan jajanan anak sekolah

    seluruhnya 861 sampel yang memenuhi syarat sebanyak 517 sampel

    (60,04%), dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 344 sampel

    (39,96%), terdiri dari Benzoat10 sampel, Siklamat93 sampel, Sakarin29

    sampel, Rhodamin B 85 sampel, Amaranth 3 sampel, Methanyl yellow 2

    sampel, Boraks 34 sampel, Formalin 7 sampel, ALT 60 sampel, MPN

    Coliform 48 sampel, Kapang/kamir 32 sampel, E. coli 32 sampel,Salmonella thypii12 sampel, Staphylococcus aureus12 sampel, dan Vibrio

    cholerae 2 sampel (Rahayu et al., 2005). Sedangkan berdasarkan hasil

    penelitian Agustina (2002) terhadap pangan jajanan seperti mie ayam, mie

    bakso, mie rebus, pastel, tahu isi, bakso ikan goreng dan sambel di kantin

    sekolah yang berada di wilayah Bogor, hampir semuanya positif

    mengandung Salmonella Paratyphi A, Staphylococ