bahan wereng

11
Pendahuluan Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal)adalah salah satu hama utama tanaman padi di Indonesia. Berdasarkan catatan yang ada wereng coklat diketahui sudah menyerang tanaman padi sejak tahun 1931 pada lahan sawah di daerah Dramaga Bogor. Serangan wereng coklat secara luas terjadi pada tahun 1976/1977, dimana hampir seluruh wilayah Indonesia dilaporkan terjadi serangan hama ini. Selanjutnya dilaporkan pada tahun 1982/1983 terjadi lagi ledakan wereng coklat disertai dengan munculnya wereng coklat biotipe 3 dan biotipe Sumatra Utara. Di Jawa Barat ledakan serangan wereng coklat terjadi di Jalur Pantura pada tahun 1998 dan pada tahun 2005, kemudian menyerang pertanaman padi di Kabupaten Cirebon pada awal bulan Juli 2005, sedangkan serangan terkini terjadi pada musim hujan 2009/2010. Demikian pula para petani dan petugas pertanian tanaman pangan di kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu kembali dikejutkan oleh eksplosi serangan hama wereng coklat pada pertanaman padi sawah musim hujan 2009/2010. Serangan wereng coklat yang terjadi di Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu menyerang pada semua varietas padi yang ditanam termasuk Varietas Ciherang, dengan tingkat kerusakan berkisar dari ringan sampai dengan berat, bahkan puso. Serangan wereng coklat sangat berpotensi mengganggu kestabilan produksi padi. Provinsi

description

lalal

Transcript of bahan wereng

Page 1: bahan wereng

Pendahuluan

Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal)adalah salah satu hama utama tanaman padi di

Indonesia. Berdasarkan catatan yang ada wereng coklat diketahui sudah menyerang tanaman

padi sejak tahun 1931 pada lahan sawah di daerah Dramaga Bogor. Serangan wereng coklat

secara luas terjadi pada tahun 1976/1977, dimana hampir seluruh wilayah Indonesia

dilaporkan terjadi serangan hama ini. Selanjutnya dilaporkan pada tahun 1982/1983 terjadi

lagi ledakan wereng coklat disertai dengan munculnya wereng coklat biotipe 3 dan biotipe

Sumatra Utara.

Di Jawa Barat ledakan serangan wereng coklat terjadi di Jalur Pantura pada tahun 1998 dan

pada tahun 2005, kemudian menyerang pertanaman padi di Kabupaten Cirebon pada awal

bulan Juli 2005, sedangkan serangan terkini terjadi pada musim hujan 2009/2010. Demikian

pula para petani dan petugas pertanian tanaman pangan di kabupaten Subang, Karawang dan

Indramayu kembali dikejutkan oleh eksplosi serangan hama wereng coklat pada pertanaman

padi sawah musim hujan 2009/2010. Serangan wereng coklat yang terjadi di Kabupaten

Subang, Karawang dan Indramayu menyerang pada semua varietas padi yang ditanam

termasuk Varietas Ciherang, dengan tingkat kerusakan berkisar dari ringan sampai dengan

berat, bahkan puso.

Serangan wereng coklat sangat berpotensi mengganggu kestabilan produksi padi. Provinsi

Jawa Barat merupakan salah satu pemasok padi terbesar secara nasional. Dengan demikian

serangan wereng coklat dikhawatirkan dapat mengganggu program ketahanan pangan

utamanya dalam hal ketersediaan beras di Jawa Barat. Olehckarena itu perlu dilakukan

tindakan antisipasi untuk mencegah terjadinya serangan wereng coklat yang lebih luas.

Wereng coklat merupakan hama tanaman padi yang paling berbahaya dibandingkan dengan

hama lainnya. Hal itu disebabkan wereng coklat mempunyai sifat plastis, yaitu mudah

beradaptasi pada keadaan atau kondisi lingkungan baru. Disamping itu wereng coklat juga

merupakan vektor (penular) virus penyakit kerdil rumput (grassy stunt) dan kerdil hampa

(ragged stunt). Di Indonesia Wereng Coklat tersebar luas hampir di seluruh kepulauan,

kecuali di daerah Maluku dan Papua.

Page 2: bahan wereng

Lingkungan tumbuh dan morfologi padi

Padi membutuhkan curah hujan pertahun + 200 mm/bulan, dengan distribusi selama empat

bulan atau 1.500–2.000 mm. Padi dapat tumbuh baik pada suhu di atas 23oC. Pada ketinggian

0– 65 m dpl, dengan suhu 26,5–22,5 oC. Tanaman padi memerlukan sinar matahari untuk

proses fotosintesis, terutama pada saat berbunga sampai proses pemasakan. Pada tekstur

tanah membutuhkan adanya lumpur, tumbuh baik pada tanah dengan ketebalan atasnya antara

18–22 cm, terutama tanah muda pH 4–7 (Prihatman, 2000).

Padi dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia kebanyakan

padi padi sawah (85–90%), sedangkan sebagian kecil lainnya (10–15%) diusahakan sebagai

padi gogo (Taslim dkk, 1988). Pertumbuhan padi dibagi menjadi 3 fase yaitu fase vegetatif,

fase reproduktif dan fase pemasakan. Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman mulai

saat berkecambah sampai inisiasi primordial malai. Pada fase reproduktif dimulai dari inisiasi

primordia malai sampai tanaman berbunga dan fase pemasakan dimulai dari masa berbunga

sampai masak panen. (Yoshida, 1981).

Perkembangan Populasi Wereng Coklat

Pada tahap permulaan wereng datang pada pertanaman padi yang sudah mulai tumbuh yaitu

pada umur 15 hari setelah tanam atau pada umur 10-20 hari setelah tanam. Di daerah beriklim

sedang, pada awalnya populasi wereng coklat rendah, kemudian berkembang dengan cepat.

Perkembangan populasi wereng juga tergantung pada inangnya (varietas) padi yang cocok

untuk

perkembangannya. Dilapangan wereng coklat bergerak dari tanaman satu ke tanaman

lainnya. Pergerakan dilakukan oleh wereng makroptera. Gerakan penyebaran ini

menunjukkan adanya wereng coklat yang meninggalkan tanaman tua atau menyebar pada

akhir generasi ke-3 menuju tanaman muda. Sebenarnya wereng coklat sudah mulai menyebar

pada generasi ke-2 dan mencapai puncaknya padagenerasi ke-3.

Vektor Penyakit Kerdil Rumput dan Kerdil Hampa

Wereng coklat juga berperan sebagai vektor (penular) penyakit kerdil rumput (grassy stunt)

dan kerdil hampa (ragged stunt). Oleh karena itu serangan wereng coklat biasanya diikuti

dengan serangan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa yang dapat menimbulkan kerugian

pada tanaman padi. Kerdil Rumput Tanaman yang terinfeksi berat pada penyakit kerdil

rumput akan menjadi kerdil dengan anakan yang berlebihan, sehingga tampak seperti rumput.

Daun tanaman padi menjadi sempit, pendek, kaku, berwarna hijau kekuningan dan penuh

Page 3: bahan wereng

dengan bercak coklat seperti karat. Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan (peka)

adalah pada saat tanaman muda berumur sekitar 2 minggu setelah tanam sampai 17 fase

primordia umur 40-50 hst). Penyakit kerdil rumput disebabkan oleh virus (rice grassy stunt

virus/RGSV) berbentuk seperti benang lentur, berdiameter 6 - 20 nm dan panjangnya 900-

1350 nm. Hubungan virus dengan vektornya adalah secara persisten. Periode makan akuisisi

terpendek 30 menit dan periode laten dalam serangga 5 sampai 28 hari, rata-rata 10,6 hari.

Periode inkubasi dalam tanaman 10 sampai 19 hari. Kebanyakan serangga yang infektif tetap

infektif sampai mati, beberapa dapat mempertahankan infektivitasnya hanya untuk

beberapa hari atau menjadi tidak infektif dalam sisa hidupnya. Periode retensi yang

terpanjang adalah 40 hari. Virus ini masih dapat ditularkan setelah serangga ganti kulit

(transtadial), tetapi tidak dapat ditularkan melalui telurnya (tidak transovarial). Lama hidup

rata-rata wereng coklat yang mengandung virus (16,1 hari), lebih pendek bila dibandingkan

dengan serangga yang bebas virus (20,4 hari).

Gambar 10. Gejala serangan kerdil rumput

Kerdil Hampa

Tanaman yang sakit kerdil hampa akan tumbuh menjadi kerdil. Gejala lain bervariasi

tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Pada awalnya, tanaman sehat dan sakit

mempunyai anakan yang sama. Akan tetapi pada fase menjelang panen tanaman sakit

mempunyai lebih banyak anakan dibandingkan dengan tanaman sehat. Daundaun bergerigi

merupakan gejala awal yang cukup jelas pada fase awal tanaman muda. Pinggir daun yang

tidak rata atau pecah-pecah dapat terlihat sebelum daun menggulung. Bagian helai daun yang

rusak menunjukkan gejala khlorotik, menjadi kuning atau kuning kecoklatan dan terpecah-

pecah. Infeksi pada daun bendera menyebabkan daun melintir, berubah bentuk dan

memendek pada fase primordia (bunting). Penyakit kerdil hampa disebabkan oleh virus (rice

Page 4: bahan wereng

ragged stunt virus/RRSV) berbentuk polihedral berdiameter 50 - 70 nm dan banyak

ditemukan dalam sel-sel floem dan sel-sel puru. Hubungan virus dengan vektornya adalah

secara persisten. Periode makan akuisisi terpendek lebih kurang delapan jam dan periode

latennya 2 - 33 hari (rata-rata sembila hari). Periode makan inokulasi minimum lebih kurang

satu jam dan bila periode makan inokulasinya diperpanjang sampai satu hari, maka tanaman

yang terinfeksi akan bertambah banyak.

Pengendalian Kerdil Rumput dan Kerdil Hampa

Sampai saat ini belum ada varietas padi tahan terhadap penyakit kerdil rumput dan kerdil

hampa.

Pengendalian yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara:

1. Memutus hubungan antara wereng coklat

dengan virus kerdil rumput dan kerdil hampa dan

tanaman padi dengan cara pengaturan pola

tanam.

2. Eradikasi tanaman padi atau ratun yang tertular

virus dan tidak menanam padi untuk beberapa

saat (1-2 bulan).

Periode retensinya berkisar antara 3 sampai 35 hari (rata-rata 15 hari) atau 13% sarnpai 35%

dari lama hidupnya. Penularan virus ini adalah transtadial tetapi tidak transovarial. Periode

inkubasinya dalam tanaman 2-3 minggu. Tanaman yang terserang kerdil hampa menunjukkan

suatu penyembuhan sementara, karena gejala dapat hilang tetapi akhirnya akan timbul

kembali.

Page 5: bahan wereng

Gulma yang Berperan sebagai Inang Predator, Hama dan Patogen

Secara umum, gulma merupakan tumbuhan yang di pada suatu sistem budidaya tanaman keberadaannya lebih bersifat merugikan daripada bersifat menguntungkan. Salah satu sifat merugikan yang ditimbulkan gulma secara tidak langsung adalah gulma dapat berperan sebagai inang untuk berbagai macam hama dan patogen penyebab penyakit. Walaupun demikian, keberadaan gulma sebagai inang organisme lain tidak selalu merugikan, ada beberapa gulma yang digunakan sebagai inang hewan predator sehingga hama dapat dikendalikan oleh predator dengan sendirinya. Keberadaan gulma sebagai inang bagi hama dan patogen terkadang juga memberikan keuntungan misalnya pengendalian hama dan patogen menjadi lebih mudah ketika hama dan patogen yang menyerang hanya berkumpul pada tumbuhan gulma. 

Berikut adalah beberapa contoh gulma yang menjadi inang predator, hama, dan patogen tumbuhan: 

1. Gulma sebagai inang predator 

a. Ludwigia hyssopifolia (G.Don) Exell sebagai inang Coccinella arquata yang merupakan pemangsa wereng coklat b. Vernonia cinerea (L.) Less. adalah inang Diadegma eucerophaga yang merupakan parasitoid pada Plutella xylostella (serangga pemakan kubis) c. Ageratum conyzoides L adalah inang Platigaster oryzae yang merupakan parasitoid hama ganjur yang menyerang padi. 

Gulma yang menjadi inang

Gulma yang dapat menjadi inang alternatif bagi serangga hama dan patogen, secara tidak

langsung menjadi faktor pembatas produksi padi. Gulma dapat menyediakan makanan serta

menjadi tempat berlindung (shelter) dan berkembangbiak bagi serangga, nematoda, patogen,

dan tikus (Ampong-Nyarko and de Datta 1991, Norris and Kogan 2005). Beberapa serangga

hama padi, seperti pelipat daun, wereng daun, dan kumbang daun dapat berkembangbiak

Page 6: bahan wereng

pada beberapa gulma yang umum ditemukan pada pertanaman padi, umumnya jenis rumput

(grasses), yang terdapat pada saat sawah bera, di pematang, dan dalam petakan sawah (Norris

and Kogan 2005), seperti Cyperus rotundus, Fimbristylis miliaceae, Oryza longistaminata,

dan O. barthii (Ampong-Nyarko and de Datta 1991).

Uji Gulma Inang Alternatif Virus Tungro

Sampel tanaman gulma yang banyak ditemukan pada areal persawahan di Lolit Tungro,

dikoleksi pada bulan Maret 2010. Masing-masing sampel gulma ditanam dan dipelihara di

rumah kaca dengan menanam masingmasing secara terpisah pada ember diameter 15 cm

yang berisi tanah sawah, satu tanaman per ember.

Wereng hijau Nephotettix virescens yang digunakan sebagai vektor virus tungro dan sumber

inokulum pada pengujian ini berasal dari koleksi di rumah kaca Lolit Tungro. Perbanyakan

wereng yang viruliferous dilakukan dengan cara memasukkan sejumlah wereng hijau ke

dalam kurungan yang berisi tanaman padi bergejala tungro (sumber inokulum) selama 24 jam

untuk proses acquisition feeding. Selanjutnya, masing-masing spesies gulma dalam ember

disungkup dengan sungkup plastik dan diinokulasi dengan wereng hijau yang viruliferous

(10 ekor/ember) selama 48 jam untuk proses inoculation feeding. Tanaman gulma yang telah

diinokulasi dengan virus tungro dipindahkan ke sungkup yang lain yang berisi wereng hijau

non-viruliferous (10 ekor/ember) agar menjadi viruliferous.

Uji gulma sebagai inang alternatif virus tungro dilakukan dengan metode tabung reaksi ( test

tube) menggunakan varietas padi Taichung Native 1 (TN1). Benih TN1 disemai dan

dipelihara dalam baki plastik berisi tanah sampai berumur 14 hari setelah semai (HSS). Setiap

bibit TN1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang telah diisi 2 ekor wereng hijau viruliferous, kemudian direinokulasikan ke tanaman padi

umur 14 HSS. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 ulangan.

Parameter yang diamati adalah persentase tanaman padi yang terinfeksi tungro berdasarkan

gejala visual penyakit. Pengamatan dilakukan setiap hari sejak tanaman berumur 7 HSI

hingga 28 HSI. Selanjutnya, tanaman padi dan gulma yang terinfeksi virus tungro dan dapat

menginfeksi tanaman padi diperbanyak di rumah kaca dan dijadikan sebagai sumber

inokulum untuk percobaan di lapangan.

Page 7: bahan wereng

jenis yang mampu menularkan virus tungro, yaitu Cyperus rotundus Phyllanthus niruri,

Fimbristylis miliaceae, dan Eulisine indica, dengan persentase penularan yang cukup rendah

(15-25%). Selain sebagai inang alternatif RTV, gulma tersebut juga menjadi inang alternatif

bagi serangga vektor (wereng hijau). Tiga dari empat gulma yang terindikasi sebagai inang

alternatif virus tungro termasuk dalam golongan sedges (teki-tekian), yaitu C. rotundus, F.

miliaceae, dan E. indica. Jenis teki-tekian ini sulit dimusnahkan karena memproduksi umbi

yang memiliki masa dormansi, sehingga dapat bertahan pada kondisi stres lingkungan

(Ampong-Nyarko and de Datta 1991).

Oleh sebab itu, untuk menekan perkembangan penyebaran virus tungro oleh wereng hijau

secara dini, maka harus dilakukan eradikasi sumber inokulum virus tungro, termasuk gulma

sebagai inang alternatifnya. Dengan mengendalikan gulma, berarti juga mengendalikan

serangga vektor sekaligus virus tungro yang terbawa oleh wereng hijau.

Ampong-Nyarko, W. and S.K. De Datta. 1991. A Handbook for Weed Control in Rice. IRRI,

Manila, Philippines. 113 pp.

Herlinda, Siti. 2004. Jenis Tumbuhan Inang, serta Populasi dan Kerusakan oleh Pengorok Daun, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) pada Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.). Jurnal Tanaman Tropika 7:59-68 

Sitompul, Y. F. 2003. Nematoda Parasit pada Gulma Padi Sawah di Desa Karyasari, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor. 

Soejono, A.T. 2006. Gulma dalam Agroekosistem: Peranan, Masalah, dan Pengelolaanya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. 

pangan.litbang.deptan.go.id/files/Fauziah-PP32-03.pdf