bahan SLE

83
BAB II PENDAHULUAN 2.1 Pengertian SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-binding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibody dalam tubuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. 2.2. Etiologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan

description

medicine

Transcript of bahan SLE

Page 1: bahan SLE

BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Pengertian

SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun

dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-

binding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan

dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui

secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan

atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya

berbagai macam autoantibody dalam tubuh.

Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ

yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan

sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan

jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena.

2.2. Etiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,

hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi

selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar

termal).

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor

genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari

sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan

menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan

dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit

inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan

pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun

Page 2: bahan SLE

lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana

antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini

menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit

menahun.

Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum

sepenuhnya dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan

keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:

Infeksi

Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)

Sinar ultraviolet

Stres yang berlebihan

Obat-obatan tertentu

Hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen

penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen

dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang

tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus.

Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus

yang akan menderita penyakit ini.

Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa

diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria

maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.

Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering

menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum

menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon

(terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.

Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian

pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.

Page 3: bahan SLE

Faktor Resiko terjadinya SLE

1. Faktor Genetik

Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering

daripada pria dewasa

Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun

Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering

dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut

2. Faktor Resiko Hormon

Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen

mengurangi resiko ini.

3. Sinar UV

Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi

menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah

berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan

prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun

secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah

4. Imunitas

Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi

terhadap sel T

5. Obat

Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan

diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus

obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat

yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :

Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin,

metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid

Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin,

penisilamin, dan kuinidin

Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis

antibiotic dan griseofurvin

6. Infeksi

Page 4: bahan SLE

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-

kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi

7. Stres

Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah

memiliki kecendrungan akan penyakit ini.  

2.3. Diagnosis

Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association

(ARA, 1992). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila

memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini :

1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai

rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendian

tidak mengalami kerusakan

2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal

ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupa

jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA

sebelumnya

3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema

berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar

hidung (wilayah malar)

4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV /

matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya

ruam kulit

5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit

6. Salah satu Kelainan darah;

- anemia hemolitik,

- Leukosit < 4000/mm³,

- Limfosit<1500/mm³, 

- Trombosit <100.000/mm³

7. Salah satu Kelainan Ginjal;

- Proteinuria > 0,5 g / 24 jam, 

Page 5: bahan SLE

- Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang

berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal

8. Salah satu Serositis :

- Pleuritis, 

- Perikarditis

9. Salah satu kelainan Neurologis;

- Konvulsi / kejang, 

- Psikosis

10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan

11. Salah satu Kelainan Imunologi

- Sel LE+

- Anti dsDNA diatas titer normal

- Anti Sm (Smith) diatas titer normal

- Tes serologi sifilis positif palsu

2.4. Gejala

Gejala dari penyakit lupus:

- demam

- lelah

- merasa tidak enak badan

- penurunan berat badan

- ruam kulit

- ruam kupu-kupu

- ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari

- sensitif terhadap sinar matahari

- pembengkakan dan nyeri persendian

- pembengkakan kelenjar

- nyeri otot

- mual dan muntah

- nyeri dada pleuritik

- kejang

- psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

Page 6: bahan SLE

- hematuria (air kemih mengandung darah)

- batuk darah

- mimisan

- gangguan menelan

- bercak kulit

- bintik merah di kulit

- perubahan warna jari tangan bila ditekan

- mati rasa dan kesemutan

- luka di mulut

- kerontokan rambut

- nyeri perut

- gangguan penglihatan.

2.5. Manifestasi Klinis

Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan

dengan pada penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya

yang tidak diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang.

Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita.

Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan

sampai penyakit yang berat.

Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas

gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi).

Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di

kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.

Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan

menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada

jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada

tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah

tersebut.

Kulit

Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan

pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena

Page 7: bahan SLE

sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain

yang terpapar oleh sinar matahari.

Ginjal

Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di

dalam sel-sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus

(peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal

sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.

Sistem saraf

Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering

ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan

bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem

saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan

beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.

Darah

Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk

bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke

dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk

antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan

perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit

menahun.

Jantung

Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,

endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi

sebagai akibat dari keadaan tersebut.

Paru-paru

Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura

(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari

keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

2.6. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau

menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit,

Page 8: bahan SLE

terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang

pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu

pengobatan.

6.1. Pemeriksaan Autoantibodi

Antibody Prevalensi,

%

Antigen yang

Dikenali

Clinical Utility

Antinuclear

antibodies (ANA)

98 Multiple nuclear Pemeriksaan

skrining terbaik;

hasil negative

berulang

menyingkirkan SLE

Anti-dsDNA 70 DNA (double-

stranded)

Jumlah yang tinggi

spesifik untuk SLE

dan pada beberapa

pasien berhubungan

dengan aktivitas

penyakit, nephritis,

dan vasculitis.

Anti-Sm 25 Kompleks protein

pada 6 jenis U1

RNA

Spesifik untuk SLE;

tidak ada korelasi

klinis; kebanyakan

pasien juga memiliki

RNP; umum pada

African American

dan Asia dibanding

Kaukasia.

Anti-RNP 40 Kompleks protein

pada U1 RNAγ

Tidak spesifik untuk

SLE; jumlah besar

berkaitan dengan

gejala yang overlap

dengan gejala

rematik termasuk

Page 9: bahan SLE

SLE.

Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein

pada hY RNA,

terutama 60 kDa

dan 52 kDa

Tidak spesifik SLE;

berkaitan dengan

sindrom Sicca,

subcutaneous lupus

subakut, dan lupus

neonatus disertai

blok jantung

congenital; berkaitan

dengan penurunan

resiko nephritis.

Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein

pada hY RNA

Biasanya terkait

dengan anti-Ro;

berkaitan dengan

menurunnya resiko

nephritis

Antihistone 70 Histones terkait

dengan DNA

(pada nucleosome,

chromatin)

Lebih sering pada

lupus akibat obat

daripada SLE.

Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2

glycoprotein 1

cofactor,

prothrombin

Tiga tes tersedia –

ELISA untuk

cardiolipin dan β2G1,

sensitive

prothrombin time

(DRVVT);

merupakan

predisposisi

pembekuan,

kematian janin, dan

trombositopenia.

Page 10: bahan SLE

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes

Coombs’ langsung;

terbentuk pada

hemolysis.

Antiplatelet 30 Permukaan dan

perubahan antigen

sitoplasmik pada

platelet.

Terkait dengan

trombositopenia

namun sensitivitas

dan spesifitas kurang

baik; secara klinis

tidak terlalu berarti

untuk SLE

Antineuronal

(termasuk anti-

glutamate

receptor)

60 Neuronal dan

permukaan antigen

limfosit

Pada beberapa hasil

positif terkait dengan

lupus CNS aktif.

Antiribosomal P 20 Protein pada

ribosome

Pada beberapa hasil

positif terkait dengan

depresi atau psikosis

akibat lupus CNS

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi

adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya

pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1

tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat

berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini

sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan

kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak

Page 11: bahan SLE

ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas

antara pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.

Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA)

spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel

dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60%

sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-

dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih

baik dengan nephritis

6.2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear,

yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi

ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika

menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan

untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari

kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua

penderita lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang

berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi

lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas

dan lamanya penyakit.

Ruam kulit atau lesi yang khas

Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya

gesekan pleura atau jantung

Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis

sel darah

Biopsi ginjal

Pemeriksaan saraf.

2.7. Penatalaksanaan

Page 12: bahan SLE

Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:

Kelompok Ringan

Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,

kelelahan, dan sakit kepala

Kelompok Berat

Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,

trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis,

pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.

Penatalaksanaan Umum :

Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam

infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional.

Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat,

pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup

Hindari Merokok

Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi

Hindari stres dan trauma fisik

Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia

Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai

15.00

Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon

estrogen

Penatalaksanaan Medikamentosa :

Untuk SLE derajat Ringan;

Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,

perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.

Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan

non-steroid

Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.

Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria

(hydroxycloroquine)

Page 13: bahan SLE

Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.

Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai

kebutuhan

Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada

saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun

kacamata

Untuk SLE derajat berat;

Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia

hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal,

penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya

Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis

sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.

Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat

bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan

Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat

pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang

baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada

kortikosteroid dosis tinggi.

Pengobatan Pada Keadaan Khusus

Anemia Hemolitik

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan

sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu

belum ada perbaikan

Trombositopenia autoimun

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon

dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan

dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut

Perikarditis Ringan 

Page 14: bahan SLE

Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif

dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari

Perkarditis Berat

Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari

Miokarditis

Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat

dikombinasikan dengan siklofosfamid

Efusi Pleura

Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi

pleura/drainase

Lupus Pneunomitis

Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu

Lupus serebral

Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil

dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan.

Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-

turut

2.8. PROGNOSIS

Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin

membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan.

Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai

melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun

jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan.

Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%.

Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami

kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

Page 15: bahan SLE

SLE adalah suatu penyakit autoimun multisistem dengan manifestasi dan

sifat yang sangat berubah – ubah (Patologi ,Robbin). Sebelum mempelajari

penyakit SLE, sebaiknya kita mempelajari reaksi hipersensitivitas. Pada dasarnya

hipersensitivitas dapat dibagi 4 yaitu hipersensitivitas tipe I , hipersensitivitas tipe

II , hipersensitivitas tipe III dan hipersensitivitas tipe III.

A.Hipersensitivitas tipe I ( alergi dan anafilaksis)

Hipersensitivitas tipe I merupakan respon jaringan yang terjadi secara cepat

( secara khusus hanya dalam bilangan menit) setelah interaksi dengan antibodi IgE

yang sebelumnya berikatan dengan sel mast dan sel basofil pada penjamu yang

tersensitisasi.

Banyak tipe I yang terlokalisasi mempunyai 2 tahap yang dapat ditentukan secara

jelas :

1. Respon awal, ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular, dan spasme

otot polos yang biasanya muncul dalam rentang 5 hingga 30 menit setelah

terpajan oleh suatu alergen dan menghilang setelah 60 menit.

Page 16: bahan SLE

2. Kedua fase lambat , yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung

selama beberapa hari. Ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel peradangan

akut dan kronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai dengan

penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan epitel mukosa.

Sel mast ( dari sum – sum tulang) tersebar luas dalam jaringan , menonjol

pada daerah didekat pembuluh darah dan saraf serta dalam

subepitel.Sitoplasmanya mengandung granula dilapisi membran yang mempunyai

berbagai mediator yang aktif secara biologis. Sel mast dapat diaktivasi dengan

adanya IgE ( pertautan silang dan terikat melalui Fc afinitas tinggi), komplemen

C5a dan C3a ( berikatan pada reseptor membran sel mast spesifik) , rangsang fisik

(panas, dingin,sinar matahari ) ,obat – obatan ( kodein , morfin ,dll...), dan

sitokin tertentu dari makrofag.

Pada reaksi hipersensitivitas tipe I ada dua jenis mediator yang dilepaskan

yaitu mediator primer dan mediator sekunder. Mediator primer terdiri dari

histamin, adenolin,heparin, faktor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil, dan

protease normal. Histamin akan meningkatkan permeabilitas vaskular,

vasodilatasi,bronkokonstriksi.

dan meningkatnya sekresi mukus. Adrenalin akan menyebabkan bronkokonstriksi

dan mnghambat agregasi trombosit dan protease normal akan memproduksi kinin

dan memecah komplemen yang berfungsi sebagai faktor kemotaksis dan

inflamasi.

Mediator sekunder tediri atas lipid dan sitokin. Mediator lipid berasal dari

aktifasi fosfolipase A2 yang memecah fosfolipid dari membran sel mast menjadi

asam arakhidonat dan selanjutnya akan dipecah menjadi leukotrin dan

prostaglandin.Mediator sekunder adalah leukotrin, prostaglandin , faktor

pengaktivasi trombosit dan sitokin dari sel mast ( TNF,IL-1,IL-4,dll...).

Page 17: bahan SLE

Ringkasan kerja mediator sel mast pada hipersentisivitas tipe I

Kerja Mediator

Infiltrasi sel Sitokin ( misalnya TNF)

Leukotrin B4

Faktor kemotaksis eosinofil pada anafilaksis

Faktor kemotaksis neutrofil pada anafilaksis

Faktor pengaktivasi trombosit

Vasoaktif ( vasodilatasi, Histamin

↑ pemeabilitas

vaskular)

Faktor pengaktivasi trombosit

Leukotrin C4,D4,E4

Protease netral yang mengaktivasi komplemen dan

kinin

Prostaglandin D2

Spasme otot polos Leukotrin C4,D4,E4

Histamin

prostaglandin

Faktor pengaktivasi trombosit

Manifestasi klinis à sistemik dan lokal.

-         gatal

-         urtikaria

-         eritema kulit

-         kesulitan bernafas ( bronkokonstriksi dan hipersekresi mukus)

-         edema laring

-         vomitus

-         kaku perut

-         diare

-         syok anafilaktik

Page 18: bahan SLE

MORE INFO : Ada hubungan dengan gen sitokin pada kromosom 5q yang

mengatur keluarnya IgE dalam sirkulasi.

B. Hipersensitivitas tipe II ( bergantung pada antibodi )

Diperantarai oleh antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen target

pada permukaan sel atau komponen jaringan lain. Hipersensitivitas ada 3 proses

yaitu

tergantung komplemen, ADCC,disfungsi sel yang diperantarai antibodi.

A.tergantung komplemen

à antigen – antibodi à aktivasi komplemen àlisis oleh kompleks penyerang

membran (lisis langsung)

à antigen – antibodi àmakrofag (fagositosis)

(opsonisasi) à tambah komplemen à makrofag ( fagositosis)

B. ADCC, sitotoksisitas selular bergantung antibodi

-Pada sel yang membawa reseptor untuk bagian Fc IgG

- diperantarai oleh leukosit termasuk neutrofil ,eosinofil,makrofag dan sel NK

(natural killer)

Page 19: bahan SLE

C. Disfungsi sel yang diperantarai antibodi

Seperti pada myastenia gravis , dimana antibodi menduduki reseptor

asetilkolin.

Page 20: bahan SLE
Page 21: bahan SLE

C Hipersensitivitas tipe III ( diperantarai kompleks imun)

Diperantarai oleh pengendapan komleks antigen – antibodi (imun), diikuti

dengan aktivasi komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear. Tempat

pengendapan biasanya ginjal,sendi, kulit,jantung,permukaan serosa dan pembuluh

darah kecil.

Faktor yang mempengaruhi apakah dan dimana kompleks imun mengendap

1.muatan kompleks (anion/ kation)

2.ukuran kompleks imun

3.Status sistem fagosit mononuklear à normalnya menyaring keluar kompleks

imun , makrofag >> / disfungsional menyebabkan bertahannya kompleks

imundalam sirkulasi, dan meningkatkan kemungkinan pengendapan jaringan.

4.valensi antigen

5. aviditas antibodi

6.afinitas antigen terhadap berbagai jaringan

7. hemodinamika

8.arsitektur dimensi kompleks tersebut.

 

 

Page 22: bahan SLE
Page 23: bahan SLE

D.Hipersensitivitas tipe IV (selular )

Diperantarai oleh sel T tersensitisasi secara khusus bukan antibodi dan dibagi

lebih lanjut menjadi 2 tipe dasar :

1.hipersensitivitas tipe lambat diinisiasi oleh CD4+ ( DTH, Delayed type of

hipersensitivity).

Antigen – antibodi akan berikatan dengan sel Th1 MHC I à aktivasi komplemen

à melepaskan sitokin, MAF,MIFdll...--> aktivasi makrofag à makrofag akan

melepaskan enzim dan O2 teroksidasi dll...

2.sitotoksisitas sel langsung diperantarai oleh sel T CD8+ ( A cell mediated

immune )

antigen luar – antibodi ( dibantu oleh IL-1) akan berikatan dengan sel Th1

MHC II

yang akan mengeluarkan IL2,IFN – γ,MAF,MIF. IL2 dan IFN – γ akan

mengaktifkan limfosit T.

Tabel perbandingan rekasi hipersensitivitas

karakteristik I II III IV

antibodi IgE IgG/IgM IgG/IgM Tidak ada

antigen eksogen Permukaan sel larut Jaringan, organ

Respon imun 15-30 menit Menit - jam 3-10 jam 48-72 jam

tampilan Weal dan flare

/kemerahan

Lisis dan nekrosis Eritema dan odem Eritema

Yang mengaktifkan Basofil dan eosinofil Ab dan komplemen Komplemen dan

neutrofil

Monosit dan limfosit

Ditransfer dengan Ab Ab Ab Sel T

contoh Asma Transfusi SLE Tes tuberkulin

Hay fever Eritroblastosis fetalis

SLE merupakan penyakit autoimun , maka akan dibahas mekanisme autoimun

sebelum menjelaskan SLE.Autoimunitas menunjukan hilangnya toleransi diri.

Toleransi imunologi adalah suatu keadaan saat seseorang tidak mampu

mengembangkan suatu respon imun melawan suatu antigen yang

spesifik.Toleransi diri secara khusus menunjukkan kurangnya responsivitas imun

terhadap antigen jaringannya sendiri.

Mekanisme penyakit autoimun

Page 24: bahan SLE

- kegagalan toleransi

kegagalan kematian sel yang diinduksi oleh aktivasi.

- gangguan anergi sel T

- pemintasan kebutuhan sel B untuk bantuan sel T

*mengubah epitop sel T dari suatu antigen sendiri

- kegagalan supresi yang diperantarai sel T

- mimikri molekular

beberapa agen infeksius memberikan epitop kepada antigen diri dan respon

imun

yang melawan mikrobatersebut akan menghasilkan respon yang serupa terhadap

antigen diri yang beraksi silang

- aktivasi limfosit poliklonal

autoimunitas dapat terjadi jika klon yang self reaktif terhadap anergik tidak

diaktifkan oleh mekanisme yang tidak tergantung antigen. Contoh superantigen

yang merangsang sel T CD4+ sehingga bertambah banyak tetapi tidak terdapat

antigen maka terjadi penimbunan sel T CD4+ ( autoimun).

- pelepasan antigen terasing

ada antigen yang biasanya disimpan / diasingkan di dalam suatu organ.Pada saat

organ tersebut dibuang maka terjadilah pelepasan antigen.

- pajanan epitop sendiri yang tersembunyi dan penyebaran epitop

sejumlah besar determinan sendiri tidak diproses sehingga tidak dikenali oleh

sistem imun jadi sel T semacam itu dapat menyebabkan penyakit autoimun jika

epitop tersebut kemudian disajikan dalam bentuk suatu imunogenik.

Setelah dijelaskan diatas mekanisme autoimun maka sekarang kita akan

membahas SLE lebih dalam.

SLE adalah penyakit kronik , gangguan autoimun inflamasi yang dapat

mempengaruhi kulit,sendi,ginjal, dan organ – organ lain.( sumber : Medline,

www.nlm.nih.gov/ lupus).

Etiologi

Page 25: bahan SLE

- autoimun ( kegagalan toleransi diri)

- cahaya matahari ( UV)

- stress

- agen infeksius seperti virus, bakteri ( virus Epstein Barr,

Streptokokus,klebsiella)

- obat – obatan : Procainamid,Hidralazin,antipsykotik,Chlorpromazine,Isoniazid

- zat kimia : merkuri dan silikon

- perubahan hormon

Sign dan symptom

- fatigue

biasanya merupakan respon terhadap steroid. Penggunaan anti malaria,dan

untuk latihan.

- perubahan berat badan

SLE biasanya dapat menyebabkan kehilangan berat badan dan kenaikan berat

badan.

Kehilangan berat badan / weight loss akibat :

* kekurangan nafsu makan (IL1)

* efek samping obat

* penyakit gastrointestinal

* kehilangan banyak cairan akibat obat – obatan antidiuretik

Kenaikan berat badan akibat :

* retensi air dan garam yang berhubungan dengan penyakit ginjal

* meningkatnya nafsu makan dengan adanya penggunaan steroid.

- Demam

paling sering pada pasien SLE.

Dapat disebabkan oleh :

* Demam yang berulangkali dapat disebabkan SLE yang aktif / infeksi

* Demam berkepanjangan dapat disebabkan oleh keterlibatan CNS atau efek

samping dari obat.

Demam untuk mengobati aktif SLE biasanya menggunakan NSAIDS/

Acetaminophen.

Page 26: bahan SLE

Demam untuk infeksi ( malaria) menggunakan antimalaria.

Steroid sangat efektif tetapi jarang digunakan untuk demam.

- Arthitis

Limfosit B sinovial à produksi IgG abnormal à produksi faktor rheumatoid à

pembentukan kompleks imun pada sinovial dan atau kartilago à aktivasi

komplemen jalur klasik dan alternatif à respon inflamasi à arthitis.

- ruam dan hipersensitivitas terhadap cahaya ( photosensitivity)

cahaya matahari memiliki sinar ultraviolet (UV), sinar UV merusak sel dari kulit

(keratinosit) dan menyebabkan sel menjadi mati.Pada orang sehat tanpa lupus , sel

yang mati ini akan dibuang dengan cepat dan inflamasi yang diinduksi oleh

matahari akan menginduksi kerusakan kulit dengan cepat (sun burn), dimana pada

pasien lupus , sel kulit lebih sensitif terhadap sunburn dan dengan adanya

peningkatan kejadian yang menyebabkan kematian sel (apoptosis) yang tidak

dibersihkan secara efisien akibatnya isi dari sel yang mati dapat dilepaskan dan

menyebabkan inflamasi.Selain itu sel tersebut memiliki DNA dan molekul-

molekul termasuk Ro yang secara normal tidak terpapar pada sel imun sehingga

menyebabkan reaksi imun.Akibatnya orang yang menderita lupus akan

mengalami ruam photosensitivity.

- Fenomena Raynaud

adalah kondisi yang menurunkan kecepatan aliran darah ke ekstremitas pada

respon terpapar dingin, stress, merokok,dan kafein. Fenomena Raynaud

merupakan problem yang sering pada SLE dan mendahului tampilan

penyakit.Akibatnya jari tangan dan kaki menjadi pucat, biru atau merah.

Fenomena Raynaud dapat terbagi 2 yaitu Fenomena Raynaud primer yang tidak

terkait dengan penyakit lain dan Fenomena Raynaud sekunder yang terkait dengan

penyakit lain.

-Alopecia ( kebotakan)

Ada berbagai macam alopecia tetapi yang berkaitan dengan kondisi autoimun

seperti Lupus dan alergi adalah Alopecia areata. Alopecia areata adalah suatu

penyakit autoimun (sistem imun yang menyerang folikel rambut) dimana folikel

menjadi sangat kecil, produksi rambut lambat dan kehilangan rambut untuk

berbulan-bulan atau bertahun – tahun.Folikel biasanya kembali normal dan

Page 27: bahan SLE

rambut akan tumbuh dalam satu tahun.Selain itu, pengobatan terhadap arthitis

juga dapat menimbulkan kerontokan rambut.Contoh obat- obatan tersebut adalah

methotrexat(Rheumatrex), arava/ leflunomide,plaquenil

(hidroksikloroquin),NSAIDs.Kerontokan rambut pada penyakit arthitis biasanya

sekunder ( telogen effluvium), dimana akar rambut didorong secara prematur pada

resting state(telogen).

-Ginjal

agregat kompleks imun akan disaring di ginjal dan mengendap di membran basal

glomerulus.Kompleks lainnya mungki mengaktifkan komplemen dan menarik

granulosit dan menimbulkan reaksi inflamasi sebagai glomerulonefritis.Kerusakan

ginjal menimbulkan proteinuri dan kadang- kadang pendarahan.Derajat gejala

penyakit dapat berubah – ubah sesuai dengan kadar kompleks imun.Kelainan

ginjal juga dapat menyebabkan kulit gatal,sakit/nyeri dada,susah berpikir,mual

dan muntah.

-GI tract, saluran pencernaan

karena penggunaan steroid dan NSAIDs.

-pulmo, paru- paru

1.pleuritis

nyeri dada yang diperburuk dengan menarik nafas dalam.Pleuritis dapat berasal

dari inflamasi saluran pada pernafasan dan didalam dada.

2. nafas pendek

Penumpukan cairan pada ruang di paru – paru (efusi pleura) dapat turut campur

tangan dengan pengembangan paru – paru.Inflamasi dari kantung udara

( pneumonitis) atau disfungsi dan luka pada jaringan penyokong antara kantung

udara ( penyakit paru – paru intersial) dapat menyebabkan kesulitan

bernafas.Hipertensi pulmonary dapat juga menyebabkan nafas pendek yang

biasanya terjadi pada saat pendesakan.

-Kardiovaskular

1.sakit / nyeri dada selama latihan

Selain ini juga penyakit arteri koroner dapat menyebabkan angina

pectoris.Penyakit nyeri dada tiba – tiba atau tekanan yang tidak terjadi dlam

beberapa menit bisa mengindentifikasikan serangan jantung (miokardiac infark)

Page 28: bahan SLE

2.nyeri dada akibat inflamasi sekeliling jantung (pericarditis)

3.nafas pendek akibat penyakit pada katup jantung

kerusakan atau penyempitan katup jantung dapat terjadi akibat kerusakan lapisan

ruang jantung dan permukaan katup halus(endokardium).Kondisi dikenal dengan

endokarditis verrucous (Libman- sacks endocarditis).

-sistem saraf

cemas, depresi,bingung,kehilangan ingatan, halusinasi,kejang ,lemah, dan

matirasa merupakan akibat SLE pada CNS (Central Nervous Sistem). Lemah dan

matirasa disebabkan karena rusaknya satu atau lebih saraf pada tangan atau kaki

dan juga karena problem di CNS (sum- sum tulang dan otak).Akibat SLE yang

paling sering adalah kesulitan untuk konsentrasi dan berpikir jernih.

4.Mata

Gejala paling sering adalah mata kering dengan perasaan seperti berpasir, tidak

adanya air mata atau penurunan air mata (Keratoconjuctivitis sicca). Jarang terjadi

à inflamasi pembuluh darah di retina à kerusakan penglihatan. Scleritis juga

bisa terjadi pada pasien lupus, dimana scleritis adalah inflamasi pada bagian putih

mata.

5.Darah

Jumlah darah menurun terjadi anemia, leukopenia, trombositopenia.Anemia

menyebabkan nafas pendek dan fatigue.Leukopenia menyebabkan mudah terkena

infeksi.Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan pendarahan.

Page 29: bahan SLE

 

 

Page 30: bahan SLE

Pemeriksaan penunjang pada SLE

-CBC (Complete Blood Cell Count)

mengukur jumlah sel darah, maka terdapat anema, leukopenia,trombositopenia.

-ESR(Erithrocyte Sedimen Rate), laju endap darah

pada lupus akan ESR akan lebih cepat daripada normal.

-fungsi hati dan ginjal (biopsi)

-urinalysis

pengukuran urin à kadar protein dan sel darah merah

- X-ray dada

-ECG(Echocardiogram)

-test Syphilis

false positif bila indikasi antibodi antifosfolipid.

-ANA (antibodi antinuklear)

Pola fluroresensi nukleus menunjukkan jenis antibodi yang terdapat dalam serum

pasien dan dikenal dengan adanya 4 pola dasar:

* persamaan homogen atau difus biasanya mencerminkan antibodi terhadap

kromatin, histon, dan DNA rantai ganda.

* pola perwarnaan melingkar atau perifer paling sering menunjukkan adanya

antibodi terhadap DNA untai ganda

* pola bercak adalah pola yang paling umum dan menunjukkan adanya bercak

yang berukuran seragam atau berbeda – beda.Pola ini menggambarkan adanya

antibodi terhadap unsur nukleus non DNA à antigen sm,RNP(ribonukleiprotein)

serta antigen SSA dan SSb.

*Pola nukleolar menggambarkan adanya sedikit bintik- bintik fluroresensi yang

terputus – putus didalam nukleus yang memperlihatkan antibodi.Paling sering

pada sklerosis sistemik.

Page 31: bahan SLE

 

Uji imunofluroresensi ANA pada setiap pasien SLE + sehingga uji tersebut sangat

sensitif.

- serum globulin elektroforesis

-faktor rheumatoid

-urin protein

-serum protein elektroforesis

-mononukleosis spot test à heterophil antibody test

-Cryoglobulin

-test Coomb

-C3

-antitiroid microsomal body

-antithyroglobulin antibody

Page 32: bahan SLE

-antimitokondrial antibody

-antismooth muscle antibody

-test pitalupus

temuan spesifik pada lupus, menunjukkan adanya pita igG yang khas dan atau

difusi igM pada persambungan pita igG dermo-epidermis pada kulit yang ada dan

yang tidak.(www.nlm.nih.gov/medline)

Penatalaksanaan dan pencegahan (efek samping)

-NSAIDs à menurunkan inflamasi dan sakit pada otot , sendi, dan jaringan lain.

Contoh aspirin,ibuprofen,baproxen dan sulindac.

Efek samping : gangguan perut, ulser,sakit perut,, ulcer bleeding.

Untuk mengurangi efek samping sebaiknya dimakan sesudah makan atau

mencampur obat untuk mencegah ulcer seperti misoprostol yang diberikan

bersama – sama.

-Kortikosteroidà lebih poten untuk menurunkan inflamasi dan memperbaiki

fungsi

penggunaan bisa oral, injeksi ke sendi dan intravena. Contoh : prednison.

Efek samping : meningkatkan berat badan , penipisan kulit dan tulang,

infeksi,diabetes,katarak,nekrosis sendi,wajah bengkak (moon face).

Kelaparan dapat dikontrol dengan banyak minum , antasida, histamin H2

bloker(cimetiden, ranitidin) dan inhibitor pompa proton(omeperazol).

-Hidroksikloroquin(plaquenil)

obat antimalaria , efektif untuk SLE dengan penyakit fatique, kulit dan sendi.Baik

untk mengurangi ruam tapi meningkatkan penipisan pembuluh darah.

Contoh lain obat malaria : Kloroquin

Efek samping: diare, gangguan perut, dan pigmen mata berubah( harus dipantau

oleh ahli mata)

-imunosupresif

seperti methotrexat(rheumatrex),azathioprine(imuran),cyclophosphanid(cytoxan),

cholrambucil, dan cyclosporin.

Efek samping: menurunkan hasil CBC, meningkatkan infeksi dan meningkatkan

pendarahan. Rheumatrexà toksisitas hati

Page 33: bahan SLE

- untuk penyakit ginjal yang berhubungan dengan SLE à mycophenolate

mofetil.

-plasmapheresisà pembuangan antibodi dan substansi imun lain unutk

menurunkan respon imun. Plasmapheresis juga dapat membuang cryoglobulin.

- transplantasi ginjal

-rituximab(rituxan)à i.v antibodi untuk menekan sel darah putih , sel B dan

menurunkan sirkulasinya

-omega 3- minyak ikan à menurunkan aktivitas penyakit dan resiko penyait

jantung.

-vitamin D à karena pasien lupus tidak bisa terpapar matahari (400-800 unit/hari)

-kalsium à ibu hamil dan menopause

- pola makan

- latihan

-imunisasi à influenza, pneumococcal,rubella,varicella,polio dll..

pencegahan

- tidak merokok

- tidak terpapar bahan kimia

- imunisasi

- menyadari symptom awal dan komunikasi dengan dokter dll...

prognosis dan rehabilitasi

prognosis

SLE ada dua yaitu mild dan yang merusak fungsi organ tubuh.

Pasien yang tidak bereaksi dengan terapi standar akan cepat menyebabkan

kegagalan organ dan meninggal.Banyak pasien dalam keadaan remisi dengan

sedikt atau tidak ada masalah problem dan relaps, ketika inflamasi aktif dan

menyebabkan kemerahan(ruam).Keselamatan dari SLE meningkat dari 40% tahun

1950 an jadi 90% dalam 10 tahun.Ini disebabkan diagnostik dini, pengobatan

lebih awal, meningkatkan terapi.Banyak pasien remisi dan tidak memerlukan

pengobatan.Pada suatu studi 667 pasien, diperkirakan 25% mencapai remisi

terakhir pada tahun terakhir.Remisi juga terlihat pada orang yang mengalami

Page 34: bahan SLE

penyakit ginjal parah.Orang hamil juga bisa melahirkan bayi normal jika tidak ada

penyakit ginjal parah dan penyakit jantung.

Rehabilitasi

-terapi fisik untuk menurunkan rasa sakit, kejang, inflamasi, dan meningkatkan

pergerakan sendi.

-latihan aerob

-latihan isometrik

-latihan isotonik

-latihan kekuatan

-es à kompres

-latihan pernafasan

-terapi bekerja

-terapi bicara

-terapi rekreasi

 referensi

www.nlm.nih.com

Ilmu Penyakit Dalam UI

Basic Pathology Robbins

dan berbagai sumber lainnya.

PENDAHULUANSystemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit multisistem yang disebabkan oleh kerusakan jaringan akibat deposisi immune complex . Terdapat spektrum manifestasi klinis yang luas dengan remisi dan eksaserbasi. Respons imun patogenik mungkin berasal dari pencetus lingkungan serta adanya gen tertentu yang rentan.

Dari berbagai penelitian epidemiologik terlihat bahwa angka kejadian penyakit ini semakin meningkat dengan nyata, sebagian mungkin karena bertambah baiknya pemahaman dokter mengenai cara-cara mengdiagnosis SLE. Meskipun harapan hidup penderita SLE di negara-negara barat semakin baik, tetapi di negara berkembang termasuk Indonesia, ternyata masih belum memuaskan

Page 35: bahan SLE

Patogenesis SLE sampai sekarang belum dipahami secara tuntas, meski jelas hal ini berhubungan dengan hilngnya toleransi diri (self tolerance), yang mengakibatkan terbentuknya autoantibody dan selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan. Lebih jauh lagi diketahui bahwa kerusakan jaringan itu tidak hanya diperantai oleh immune complex, tetapi juga oleh sel T, sitokin, kemokin serta molekul radikal oxygen teraktivasi dan produk-produk dari aktivasi komplemen.

Penatalaksanaan SLE tetap merupakan masalah karena sampai saat ini belum ada penamganan yang menghasilkan penyembuhan secara total, dapat terjadi eksaserbasi   setelah masa stabil beberapa bulan dan juga efek samping pengobatan.

KLASIFIKASI

SLE adalah salah satu dari beberapa jenis lupus (tabel 1). Jenis lain adalah lupus kutaneus (dikoid) kronik, lupus karena obat, lupus kutaneus subakut, dan lupus neonatal. Penderita dengan gambaran seperti lupus, tetapi tidak memenuhikriteria biasanya didiagnosa sebagaai undiferentiented connective tissue disease (UCTD).

Tabel 1. tipe lupus Erytematous (koopman, 2000)

1. Systemik lupus erytematous (SLE)

2. Chronik cutaneus (discoid) lupus (CLE)

3. Subacute cutaneus lupus erytematous (SCLE)

4. Drug-induced lupus erytematous (DILE)

5. Neonatal lupus erytematous

Terdapat 14 kriteria untuk SLE,diagnosa dapat ditegakkan jika mempunyai 4 kriteria atau lebih.Pada tahun 1982, kriteria ini di revisi menjadi hanya 11 item. Tahun 1997 kriteria ini juga mengalami  revisi pada kriteria yang ke-10 yaitu adanya sel LE tidak lagi digunakan sebagai salah satu kriteria.

Kriteria SLE dari ARA, tahun 1997:

1. 1. Malar rash.2. 2. Discoid rashi. 3. Fotosensitivitas4. Ulkus oral5. Arthritis .6. Serositis.7. Gangguan Renal .8. Kelainan neorologis.9. Kelainan hematologis.10. Kelainan imunologis.11. Antibodi antinuclear .

Page 36: bahan SLE

Penderita dikatakan mempunyai SLE jika terdapat minimal 4 kriteria terpenuhi, baik secara bersamaan ataupun simultan, selama observasi.

PATOGENESIS

Terjadinya SLE dimulai dengan interaksi antara gen yang rentan serta faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinyaa respons imun yang abnormal. Respon tersebut terdiri dari pertolongan sel T hiperaktif pada sel B yang hiperaktif pula, dengan aktivasi poliklonal stimulasi aantigenik spesifik padaa kedua sel tersebut. Pada penderita SLE mekanisme yang menekan respon hiperaktif seperti itu, mengalami gangguan. Hasil dari respon imun abnormal tersebut adalah produksi autoantibody dan pembentukan immune complex. Subset patogen autoantibody dan deposit immune complex dijaringan serta kerusakan awal yang ditimbulkannya merupakan karakteristik SLE.

Antigen dari luar yang akan di proses makrofag akan menyebabkan berbagai keadaan seperti : apoptosis,aktivasi atau kematian sel tubuh,sedangkan beberapa antigen tubuh tidak dikenal(self antigan) contoh: nucleosomes,U1RP,Ro/SS-A.Antigen tersebut diproses seperti umumnya antigen lain oleh makrofag dan sel B.Peptida ini akan menstimulasi sel T dan akan diikat sel B pada receptornya sehingga menghasilkan suatu antibody yang merugikan tubuh.Antibody yang dibentuk peptida ini dan antibody yang terbentuk oleh antigen external akan merusak target organ (glomerulus,sel endotel,trombosit).Disisi lain antibody juga berikatan dengan antigennya sehingga terbentuk immune complex yang merusak berbagai organ bila mengendap.

Perubahan abnormal dalam system imun tersebut dapat mempresentasikan protein RNA,DNA dan phospolipid dalam system imun tubuh.Beberapa autoantibody dapat meliputi trombosit dan eritrosit karena antibody tersebut dapat berikatan dengan glycoprotein II dan III di dinding trombosit dan eritrosit.Pada sisi lain antibody dapat bereaksi dengan antigen cytoplasmic trombosit dan eritrosit yang menyebabkan proses apoptosis.

Peningkatan immune complex sering ditemukan pada SLE dan ini menyebabkan kerusakan jaringan bila mengendap.Immune complex juga berkaitan dengan complemen yang akhirnya menimbulkan hemolisis karena ikatannya pada receptor C3b pada eritrosit.

Kerusakan pada endotel pembuluh darah terjadi akibat deposit immune complex yang melibatkan berbagai aktivasi complemen ,PMN dan berbagai mediator inflamasi.

Keadaan-keadaan yang terjadi pada cytokine pada penderita SLE adalah ketidakseimbangan jumlah dari jenis-jenis cytokine.Keadaan ini dapat meningkatkan aktivasi sel B untuk membentuk antibody.

Berbagai keadaaan pada sel T dan sel B yang terjadi pada SLE :

Page 37: bahan SLE

Sel T  :

-Lymphopenia

-Penurunan sel T suppressor

-Peningkatan sel T helper

-Penurunan memory dan CD4

-Penurunan aktivasi sel T suppressor

-Peningkatan aktivasi sel T helper

Sel B :

-Aktivasi sel B

-Peningkatan respon terhadap cytokine.

Bagian  terpenting dari patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas.

GEJALA KLINIS

Onset penyakit dapat spontan atau didahului factor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari,infeksi,obat,penghentian kehamilan,trauma fisik/psikis.Setiap serangan biasanya didahului gejala umum seperti demam,malise,kelemahan,anorexia,berat badan menurun,iritabilitas.Demam ialah manifestasi yang paling menonjol kadang-kadang dengan menggigil.

Manifestasi kulit berupa butterfly appearance.Manifestasi kulit yang lain berupa lesi discoid,erythema palmaris,periungual erythema,alopecia.Mucous membran lession cenderung muncul pada periode exacerbasi.pada 20% penderita juga didapatkan fenomena Raynaud.

Manifestasi gastrointestinal berupa nausea,diare,GIT discomfort.Gejala menghilang dengan cepat bila manifestasi sistemiknya diobait dengan adekuat.Nyeri GIT mungkin disebabkan peritonitis sterildan arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus.Arteritis juga dapat menimbulkan pancreatitis.

Manifestasi muskuloskeletal berupa athralgia,myalgia,myopathi.

Joint symptoms dengan atau tanpa aktif sinovitis ada pada 90% penderita.Atritis cenderung menjadi deformasi,dan gambaran ini hampir selalu tidak didapatkan pada pemeriksaan radiografi.

Page 38: bahan SLE

Manifestasi ocular ,termasuk conjungtivitis,fotofobia,transient atau permanent monooculr blindness dan pandangan kabur.Pada pemeriksaan fundus dapat juga ditemukan cotton-wool spots pada retina(cytoid bodies).

Pleurisi , pleural effusion , bronchopneumonia , pneumonitis sering dijumpai.Pleural effusion unilateral ringan lebih sering dijumpai daripada bilateral.Mungkin didapatkan sel LE pada cairan pleura.Pleural effusion menghilang dengan terapi yang adekuat.Restriktif pulmonary disease juga mungkin dijumpai.

Manifestasi di jantung dapat berupa cardiac failure akibat dari micarditis dan hipertensi.Cardiac aritmia juga sering dijumpai.Valvular incompetence yang sering dijumpai adalah mitral regurgitasi.

Vasculitis pada percabangan mesenterica sering muncul dan dihubungkan dengan polyarteritis nodusa ,termasuk ditemukan adanya aneurysma pada percabangannya.Abdominal pain (setelah makan),illeus,peritonitis,perforasi dapat terjadi.

Komplikasi neurologis bermanifestasi sebagai perifer dan central berupa psikosis,epilepsi,sindroma otak organik ,periferal dan cranial neuropathies,transverse myelitis,stroke.Depresi dan psikosis dapat juga akibat induksi dari obat kortikosteroid.Perbedaan antara keduanya dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikan dosis steroid.Psikosis lupus membaik bila dosis steroid dinaikan,dan pada psikosis steroid membaik bila dosisnya diturunkan.

Komplikasi  renal berupa glomerulonefritis dan gagal ginjal kronik.Manifestasi yang paling sering berupa proteinuria.Histopatologi lesi renal bervariasi mulai glomerulonefritis fokal sampai glomerulonfritis membranoploriferatif difus.Keterlibatan renal pada SLE mungkin ringan dan asimtomatik sampai progresif dan mematikan.Karena kasus yang ringan semakin sering dideteksi ,insidens yang bermakna semakin menurun.Ada 2 macam kelainan patologis pada renal berupa nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa.Nefritis lupus difus merupakan manifestasi terberat.Klinis berupa sebagai sindroma nefrotik,hipertensi,gagal ginjal kronik.

Adenopathi menyeluruh dapat ditemukan,terutama pada anak-anak,dewassa muda,dan kulit hitam.Splenomegali terjadi pada 10% penderita.Secara histologis lien menunjukan fibrosis periarterial(onion skin lesion).

Hepatomegali mungkin juga dapat ditemukan ,tetapi jarang disertai icterus.

Kelenjar parotis dapat membesar pada 6% kasus SLE.

Pada Drug Induce Lupus Erythematosus kelainan pada ginjal dan SSP jarang ditemukan.Anti Ds-DNA,hipocomplementemia serta complex immune juga jarang ditemukan.

Page 39: bahan SLE

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan :

1.Hematologi

Ditemukan anemia,leukopenia,trombocytopenia.

2.Kelainan imunologi

Ditemukan ANA,Anti-Ds-DNA,rheumatoid factor,STS false positive,dan lain-lain.

ANA sensitive tapi tidak spesifik untuk SLE.Antibody double-stranded DNA(Anti-Ds DNA) dan anti-Sm spesifik tapi tidak sensitive.Depresi pada serum complement(didapatkan pada fase aktif)dapat berubah menjadi normal pada remisi.Anti-Ds DNA juga berhubungan dengan aktivitas daripada perjalanan penyakit SLE ,tetapi anti-Sm tidak.

Suatu varietas antibody antinuclear lain dan juga anticytoplasmic (Ro,La,Sm,RNP,Jo-1)berguna secara diagnostik pada penyakit jaringan ikat dan kadang ditemukan pada SLE dengan negatif ANA.

Serologi Tes Siphillis false positive dapat ditemukan 5-10% penderita.Mereka disertai antikoagulan lupus,yang manifestasi sebagai perpanjangan Partial Thrombiplastin(PTT).

Kadar complemen serum menurun pada fase aktif dan paling rendah kadarnya pada SLE dengan nefritis aktif.

Urinalisis dapat normal walaupun telah terjadi proses pada ginjal.Untuk menilai perjalanan SLE pada ginjal dilakukan biopsy ginjal dengan ulangan biopsy tiap 4-6 bulan.Adanya silinder eritrosit dan silinder granuler menandakan adanya nefritis yang aktif.

Berikut tabel dibawah, jenis autoantibody yang berperan dalam SLE dan prevalensinya.

Autoantibody pada penderita SLE.

Incidence %

Antigen detected

Clinical importance

Antinuclear antibodies

98 Multiple nuclear

Substrat sel manusia lebih sensitive dari murine. Pemeriksaan negatif yang berturut-turut menyingkirkan SLE.

Anti-DNA 70 DNA(ds) Spesifik untuk SLE;Anti-ssDNA tidak.Titer yang tinggi berkorelasi

Page 40: bahan SLE

dengan nephritis dan tingkat aktivitas SLE.

Anti-Sm 30 Protein complexed to 6 species or small nuclear RNA

Spesifik untuk SLE.

Anti-RNP 40 Protein complexed to U1RNA

Titer tinggi pada sindrom dengan manifestasi polimyositis,scleroderma,lupus dan mixed connective tissue disease.Jika + tanpa anti-DNA,resiko untuk nephritis rendah.

Anti-Ro(SS-A) 30 Protein complexed to y1-y5 RNA.

Berhubungan dengan Sjorgen’s Syndrome,subacute cutaneus lupus,inherited C’ deficiencies,ANA-negative lupus,lupus in eldery,neonatal lupus,congenital heart block.Dapat menyebabkan nephritis.

Anti-La(SS-B) 10 Phosphoprotein

Selalu berhubungan dengan anti-Ro.Resiko nephritis rendah bila +.Berhubungan dengan Sjorgen’s Synd.

Antihistone 70 Histones Lebih banyak pada drug induced lupus(95%) daripada spontaneous lupus.

Antiphospholipid

50 Phospholipid 3 tipe- lupus anticoagulan(LA),anticardiolipin(aCL),dan false-positive test for syphilis(BFP).LA dan aCL berhubungan dengan clotting,fetal loss,thrombocytopenia,valvular heart disease.Antibodi pada β2-glycoprotein I bagian dari grup ini.

Antierythrocyte 60 Erythrocyte Jumlah sedikit dari antibody ini dapat mrnnyebabkan hemolisis.

Antiplatelet 30 Platelet surface + cytoplasma

Berhubungan dengan thrombocytopenia pada 15% penderita.

Antilymphocyte 70 Lymphocyte surface

Kemungkinan berhubungan dengan leukopenia dan abnormal fungsi sel T.

Antiribosomal 20 Ribosomal P protein

Berhubungan dengan psikosis atau depresi dengan CNS SLE.

ANA Anti-Native DNA

Rheumatoid Factor

Anti-Sm

Ani-SS-A

Anti-SS-B

Anti SCL-70

Anti Centromere

Anti-Jo-1

Rheumatoid Arthritis 30-60 0-5 72-85 0 0-5 0-2 0 0 0

Page 41: bahan SLE

SLE 95-10060 20 10-25 15-20 5-20 0 0 0

Sjorgen Syndrome 95 0 75 0 60-70 60-70 0 0 0

Diffuse scleroderma 80-95 0 25-33 0 0 0 33 1 0

Limited scleroderma(CREST syndrome)

80-95 0 33 0 0 0 20 50 0

Polymiositis 80-95 0 33 0 0 0 0 0 20-30

Wegener’s granulomatosis

0-15 0 50 0 0 0 0 0 0

ANA = Antinuclear antibody , ANCA = Anticytoplasmic antibody

Semua angka diatas menunjukan frekwansi dalam %.

Frekwensi pemeriksaan abnormal yang didapatkan pada pemeriksaan laboratorium pad SLE.

Anemia 60%

Leukopenia 45%

Trombocytopenia 30%

False test for syphilis 25%

Lupus anticoagulant 7%

Anti-cardiolipin antibody 25%

Direct coomb test positive 30%

Proteinuria 30%

Hematuria 30%

Hypocomplementemia 60%

ANA 95-100%

Anti-native DNA 50%

Anti-Sm 20%

___________________________________________________________

Page 42: bahan SLE

Beberapa obat dapat menyebabkan ANA tes positf dan kadang-kadang sindroma mirip lupus.Gejala menghilang jika obat dihentikan segera.

Obat-obat yang dapat memicu timbulnya SLE  terhadap orang dengan predisposisi genetic.

Definite ascociation

Chlorpromazine                     Methyldopa

Hydralazine                            Procainamide

Isoniazid                                 Quinidine

Possible ascociation

Beta-blocker                          Methimazole

Captopril                                Nitrofurantion

Carbamazepine                    Penicillinamine

Cimetidine                             Phenitoin

Ethosuximide             Propylthiouracil

Hydrazine                               Sulfasalazine

Levodopa                               Sulfonamide

Lithium                                    Trimethadione

Unlikely ascociation

Allopurinol                              Penicillin

Chlortalidone                         Phenylbutazone

Gold salt                                 Reserpine

Griseofulvin                            Streptomycin

Methysergide             Tetracycline

Oral contraceptive

__________________________________________________________

Page 43: bahan SLE

DIAGNOSIS

Diagnosis SLE harus dipikirkan pada :

1.Wanita muda

2Didapatkan lesi pada area yang terekspose matahari

3.Manifestasi sendi

4.Depresi dari hemoglobin,sel darah putih,sel darah merah,trombosit

5.Tes serologi ynag positif(ANA,anti-native DNA,serum complemen yang rendah).

Diagnosis pasti dapat ditegakan bila 4 atau lebih dari 11 kriteria ARA terpenuhi.

Kriteria SLE dari ARA, tahun 1997:

1.Malar rash

erythema yang fixed,datar/meninggi.Letaknya pada malar,biasanya tidak mengenai lipatan nasolabial.

2.Discoid rash

Lesi erythemetous yang meninggi dengan squama keratotic.Kadang tampak scar yang atofi.

3.Fotosensitivitas.

Diketahui melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik.

4.Ulkus oral

Ulserasi dimulut atau nasofaring,biasanya tidak nyeri.

5.Arthritis

nonerosive arthritis melibatkan 2 atau lebih dari sendi perifer. Ditandai dengan nyeri,bengkak,atau efusi.

6.Serositis

Pada pleuritis didapatkan riwayat nyeri pleural,pleural friction rub,efusi pleura.Pada pericarditis tampak pada ECG,gesekan pericard,efusi pericard.

7.Gangguan Renal

Page 44: bahan SLE

proteinuria >0,5 g/hari atau >3+,atau cellular cast berupa eritrosit,hemoglobin granular,tubular,atau campuran.

8.Kelainan neorologis

psikosis,kejang-kejang (tanpa sebab yang jelas).

9.Kelainan hematologis

anemia hemolitic

leukopenia(<4000/μL)

limfopenia (<1500/μL)

trombositopenia (<100.000/μL).

10.Kelainan imunologis

Anti ds-DNA  , Anti-Sm(antibody terhadap antigen otot polos)  ,Antifosfolipid antibody,STS false positve.

11.Antibodi antinuclear

ANA test +.

Penderita dikatakan mempunyai SLE jika terdapat minimal 4 kriteria terpenuhi, baik secara bersamaan ataupun simultan, selama observasi.

DIAGNOSIS BANDING

-Rheumatoid arthritis dan penyakit jaringan konektif lainnya.

-Endokarditis bacterial subacute.

-Septikemia oleh Gonococcus/Meningococcus disertai dengan arthritis ,lesi kulit.

-Drug eruption.

-Limfoma.

-Leukemia.

-Trombotik trombositopeni purpura.

-Sarcoidosis.

-Lues II

Page 45: bahan SLE

-Bacterial sepsis.

PROGNOSIS

Bervariasi ,tergantung dari komplikasi dan keparahan keradangan.Perjalanan SLE kronis dan kambuh-kambuhan seringkali dengan periode remisi yang lama.

Dengan pengendalian yang baik pada fase akut awal prognosis dapat baik.

TATALAKSANA

Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna(sangat jarang didapatkan remisi yang sempurna).Meskipun begitu dokter  bertugas untuk memanage dan mengkontrol supaya fase akut tidak terjadi.Tujuan pengobatan selain untuk menghilangkan gejala,juga memberi pengertian dan semangat kepada penderita untuk dapat bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari.

Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diit tinggi kalori tinggi protein dan pemberian vitamin.

Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan eksaserbasi pada SLE,yaitu:

1.Monitoring teratur

2.Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup

3.Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan pemberian sun screen lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari

4.Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang adekuat.

5.Rencanakan kehamilan/hindari kehamilan .

Berikut adalah beberapa terapi medikamentosa pada penderita SLE.

1. NonSteroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID):

NSAID berguna karena kemampuannya sebagai analgesik, antiperitik dan antiinflamasi. Obat ini berguna untuk mengatasi SLE dengan demam dan arthralgia/arthritis. Aspirin adalah salah satu yang paling banyak diteliti kegunaannya. Ibuprofen dan indometasin cukup efektif untuk mengobaati SLE dengan arthritis dan pleurisi, dalam kombinasi dengan steroid dan antimalaria. Keterbatasan obat ini adalah efeksamping pada saluran pencernaan terutama pendarahan dan ulserasi. Cox2 dengan efek samping yang lebih sedikit diharapkan dapat mengatasi hal ini, sayang belum ada penelitian mengenai efektivitasnya

Page 46: bahan SLE

pada SLE. Efek samping lain dari OAINS adalah : reaksi hipersensitivitas, gangguan renal, retensi cairan, meningitis aseptik.

2. Antimalaria

Efektivitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama diketahui, dan obat initelah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk SLE kulit terutama LE diskoid dan LE kutaneus subakut. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu pemrosesan antigen di makrofag dan sel penyaji antigen yang lain dengan meningkatkan pH di dalam vakuola lisosomal. Juga menghambat fagositosis, migrasi netrfil, dam metabolisme membran fosfolipid. Antimalaria dideposit didalam kulit dan mengabsorbsi sinar UV. Hidrosiklorokuin menghaambat reaksi kulit karena sinar UV. Bebrapa penelitian melaporkan bahwa antimalaria dapat menurunkan koSLEterol total, HDL dan LDL, pada penderita SLE yang menerima steroid maupun yang tidak.

Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia : hidroksiklorokuin (dosis 200-400mg/hari), klorokuin (250mg/hari), kuinarkrin (100mg/hari). Hidroksiklorokuin lebih efektif daripada klorokuin, dan efek sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah efek pada saluran pencernaan, kembung, mual, dan muntah; efk sam ping lain adalah timbulnya ruam, toksisitas retin, daan neurologis (jarang).

3. Kortikosteroid

Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekaanisme antiinflamasi dan amunosuprefit. Dari berbagai jenis steroid, yang paling sering digunakan adalah prednison dan metilprednisolon.

Pada SLE yang ringan (kutneus, arthritis/arthralgia) yang tidak dapat dikontrol oleh NSAID dan antimalaria, diberikan prednison2,5 mg sampai 5 mg perhari. Dosis ditingkatkan 20% tiap 1 sampai 2 minggu tergantung dari respon klinis. Pada SLE yang akut dan mengancam jiwa langsung diberikan steroid, NSAID dan antimalaria tidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi serius SLE yang membaik dengan steroid antara lain : vaskulitis, dermatitis berat ataau SCLE, poliarthritis, poliserosistis, myokarditis, lupus pneumonitis, glomeruloneftritis (bentuk proliferatif), anemia hemolitik, neuropati perifer dan krisis lupus.

Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa regimen pemberian steroid:

1. Regimen I: daily oral short acting (prednison, prednisolon, metilprednisolon), dosis: 1-2 mg/kg BB/hari dimulai dalam dosis terbagi, lalu diturunkaan secara bertahap (tapering) sesuai dengan perbaikan klinis dan laboratoris. Regimen ini sangat cepat mengontrol penyakit ini, 5-10 hari untuk manifestasi hemotologis atau saraf, serositis, atau vaskulitas; 3-10 minggu untuk glomerulonephritis.

Page 47: bahan SLE

1. Regimen II : methylprednisolone intravena, dosis: 500-1000 mg/hari, selama 3-5 hari atau 30 mg/kg BB/hari selam 3 hari. Regimen ini mungkin dapat mengontrol penyakit lebih cepat dari pada terapi oral setiaap hari, tetapi efek yang menguntungkan ini hanya bersifat sementara, sehingga tidak digunakan untuk terapi SLE jangka lama.

2. Regimen III: kombinasi regimen 1 atau 2 dengan obat sitostatik azayhioprine atau cyclophosphamide.

Setelah kelaainan klinis menjadi tenang dosis diturunkan dengan kecepatan 2,5-5 mg/minggu sampai dicapai maintenance dose.

4. Methoreksat

Methoreksat adaalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk penyaakit rematik efek imunosupresifnya lebih lemah daripada obat alkilating atauazathrioprin. Methorekxate dosis rendah mingguan, 7,5-15 mg, eektif sebagai “steroid sprring agent” dan dapat diterima baik oleh penderita, terutama pada manifestsi kulit dan mukulosketetal. Gansarge dkk. Melakukan percobaan dengan memberikan Mtx 15 mg/minggu pada kegagalan steroid dan antimalaria.

Efek samping Mtx yang paling sering dipakai adalah:lekopenia, ulkus oral, toksisitas gastrointestinal, hepatotoksisitas.untuk pemantauan efek samping diperlukan pemeriksaan darah lengkap,tes fungsi ginjal dan hepar.pada penderita dengan efek samping gastrointestinal,pemberian asam folat 5 mg tiap minggu akan mengurangi efek tersebut.

5. Imunosupresan atau sitostatik yang lain.

Azathhioprine (Imuran AZA)

Cylophosphamide (chitokxan, CTX)

Chlorambucil (leukeran, CHL)

Cyclosporine A

Tacrolimus (FK506)

Fludarabine

Cladribine

Mycophenolate mofetil

6. Terapi hormonal

Dehidroxyepiandrosterone Sulfate (DHEAS)

Page 48: bahan SLE

Danazol

7. Pengobatan Lain

Dapsone

Dapsone, atau 4.4’- diaminophenylsulphone, bekerja dengan cara mengganggu metabolisme folat dan menghambat asam para aminobenzoat, dan menghambat jalur alternative komplemen serta sitotoksisitas netrofil. Tersedia sejak lebih dari 50 tahun  yang lalu untuk pengobatan lepra. Dapson ternyata efektif untuk pengobatan Lupus eritematosus kutaneus. Leukopenia, dan trombositopenia pada SLE, dengan  dosis 50-150 mg/hr. hampir semua penderita yang menerima dapsone akan mengalami anemia hemolitik ringan yang biasanya berhubungan dengan dosis.

Clofazimine (Lamprene)

Clofazimine adalah anti leprosi juga yang telah terbukti untuk LE kutaneus yang refrakter. Digunakan dengan dosis antara 100 sampai 200 mg/hr. efek samping yang terutama adalah warna kulit yang berubah menjadi pink atau coklat gelap, dan menjadi kering.

Thalidomide

Thalidomide dengan dosis50 sampai 100 mg/hr serta dosis pemeliharaan 25 sampai 5o mg/hr, efektif untuk LE kutaneus refrakter. Obat ini bekerja dengan menghambat TNF alfa. Obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan karena banyak laporan mengenai terjadinya malformasi janin (fokomelia).

Immunoglobulin intravena

Immunoglobulin intravena (IVIg) bekerja dengan menghambat reseptor Fc reikuloendotelial. Terapi ini berguna untuk mengatasi trombositopenia iun, dan pada keadaan mengamcam jiwa, dengan dosis 2 k/kgBB/hari. 5 hari berturut-turut setiap bulan. IVIg sangat mahal, oleh karena itu hanya digunakan pada SLE yang resisten terhadap terapi standar, atau pada keadaan SLE yang berat.

External Device

Terdapat beberapa teknik eksternal  yang kegunaannya pada SLE agak terbatas, yaitu: plasmapheresis, photopheresis, immunoadsorption, UVA1light (panjang gelombang: 340-400nm), and iradiasi limfoid total.

8. Transplantasi Sumsum Tulang

Hanya diberikan pada kasus SLE yang paling agresif dan rekfrakter. Terapi ini masih merupakan ekspwrimental untuk saat ini.

Page 49: bahan SLE

Pengobatan Terhadap Komplikasi

Pada komplikasi gagal ginjal dipertimbangkan pemberian diuretic,anti hipertensi,mungkin juga dilakukan dialysis serta transplantasi ginjal.

Terhadap kejang-kejang dapat diberikan antikonvulsan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Symposium National Immunology Week 2004,Surabaya 9-10 Oktober 2004;hal201-213.

2. Current Medical Diagnosis and Treatment 2004;Chapter 20;Arthritis and Musculosceletal disorder ;page 805-807.

3.  Harrisson’s Principle of Internal Medicine 15th Edition;Volume 2;page 1922- 1928.

4.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,Edisi ketiga;hal 150-159.

5. Medical Journal : Cermin Dunia Kedokteran no.142,2004 ; hal.27-30.

6. The Merck Manual Edisi 16 ,Jilid 2 ; hal.878-830.

http://www.internafkui.or.id/?page=article.detail&id=2

Pendahuluan

Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan

berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai

berat. Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena

manifestasinya sering  tidak  terjadi bersamaan. Sampai saat ini penyebab LES

belum diketahui ada dugaan faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan

pada patofisiologi LES.

Prevalensi bervariasi di tiap negara. Di Indonesia sampai saat ini belum pernah

dilaporkan. Pada dekade terakhir terlihat adanya kenaikan kasus yang berobat di

RSCM Jakarta. Salah satu faktor adalah kewaspadaan dokter yang meningkat. 

Untuk peningkatan ini perlu upaya penyebarluasan gambaran klinis kasus LES 

yang perlu diketahui sehingga diagnosa lebih dini dan pengobatan yang lebih

adekuat. Baron dkk  melaporkan keterlibatan ginjal lebih sering ditemukan pada

Page 50: bahan SLE

LES  dengan onset usia kurang dari 18 tahun. Sedangkan penelitian Font dkk  lesi

diskoid dan serositis lebih sering ditemukan sebagai manifestasi awal pasien LES

laki-laki sedangkan artritis lebih jarang. Samanta dkk pada penelitian di Asia dan

kulit putih di Inggris melaporkan  kelainan ginjal lebih sering ditemukan pada

populasi di Asia. Wanita lebih sering terkena dibanding laki-laki dan umumnya

pada  kelompok usia produktif.

Predisposisi Genetik

Predisposisi genetik merupakan faktor terpenting pada terjadinya LES.  Kurang

lebih 75 % LES dari berbagai etnik mempunyai  kelompok  HLA : DR2, DR3,

DR4, atau DR8. Beberapa gen  pada orang Afrika – Amerika  berhubungan 

dengan LES yaitu Fcy reseptor IIA, IIIA dan RHB yang berpredisposisi terjadinya

nefritis lupus. Secara garis besar seperti gambar 2 

Ganbar1 Hubungan antara gen dan terjadinya LES

Pengaruh  Gender

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa umumnya wanita lebih banyak 

menderita  penyakit otoimun seperti tertera di tabel 1

Walaupun wanita  terbanyak menderita penyakit otoimun akan tetapi  pada 

umumnya berbagai penyakit otoimun tidak berbeda tingkat keparahannya dengan

laki-laki. Hormonal endogenous pada wanita tidak selalu dapat menerangkan

terjadinya penyakit otoimun akan tetapi faktor-faktor lainnya  misal hormonal

yang berlebih, faktor kromosom X dan Y , faktor khronobiotik  dan   variasi 

biologis wanita  (kehamilan dan menstruasi) merupakan kondisi yang juga dapat

menerangkan  prevalensi tinggi pada wanita.  

Page 51: bahan SLE

Pengaruh Lingkungan

Pengaruh sinar matahari/ultra violet sebagai faktor yang dapat meningkatkan

eksaserbasi LES   mekanismenya dapat dijelaskan. Dengan cara perubahan pada

struktur DNA dermis yang akan  menginduksi apoptosis  keratinosit dan sel

lainnya di kulit.

Beberapa peneliti mengemukakan adanya hubungan antara Ebstein Barr virys

(EBV) dengan LES. Infeksi EBV akan mengaktivasi sel B limfosit yang secara

genetik akan membentuk otoantibodi Nuklear antigen  pada EBV (EBNA) adalah

salah satu molekul EBV yang dapat membuat  rentetan pada partikel Ro.

Disamping itu  berbagai partikel toksin dan faktor lingkungan dapat 

mempengaruhi  sistem imun serta  respon inflamasi.

Paparan  lingkungan dapat mempengaruhi beberapa tahun sebelum bermanifestasi

LES. Salah satu contoh paparan dengan silika dapat terjadi 13,6 tahun sebelum

manifestasi klinik LES. Berbagai penelitian mengemukakan bahwa terjadinya

onset lupus dapat terjadi pada dekade ke III dan ke IV. Hubungan antara faktor

lingkungan dengan manifestasi klinik lupus seperti terlihat pada gambar 2

Gambar 2.

Perubahan sistem Imun pada lupus

Ada dua sistem imun yang berpengaruh pada sel T dan sel B  untuk pembentukan

otoantibodi yaitu  sistem imun innate dan adaptive). Adanya pengaruh internal

dan eksternal termasuk infeksi dan berbagai antigen (self antigen) akan

mengaktifkan sistem innate immunity melalui sel dendritik yang ada di berbagai

jaringan tubuh misal di kulit, saluran pernapasan, saluran cerna, dan  kelenjar

getah bening perifer. Aktivasi berbagai patogen tersebut  melalui Toll Like

Receptor (TLR) yang tersebar di sel dendritik jaringan sel patogen yang mampu

mengaktifkan sel melalui TLR  disebut Pathogen – associated molecular patterns

Page 52: bahan SLE

(PAMPs). Pada sel dendritik LES sub famili TLR ialah TLR 9 sedangkan sel B

akan mengikat rentetan dari DNA (CpG DNA sequence). Pada sel dendritik LES

di jaringan dan sirkulasi akan diaktivasi oleh CpG DNA, seterusnya imun

kompleks DNA tersebut akan berikatan dengan TLR9 sedangkan anti DNA akan

berikatan  dengan Fc Ry RIIA pada sel dendritik yang akhirnya mekanisme

tersebut akan mengaktifkan sistem imunitas  innate. Berbagai sub famili TLR

mengenal virus ss/ds RNA yaitu TLR 3,7 dan 8. Sedangkan kompleks dari RNA

akan mengikat TLR 7. Ikatan dan mekanisme tersebut akan menghasilkan

penglepasan  IFN alfa dan sitokin lainnya yang akan mengaktifkan sel dendritik

dan monosit / makrofag. Rentetan ini akan mengaktifkan sel T  terutama Th 1

melalui APC (antigen-presenting Cell ) dan mengaktifkan sel B yang akan

memproduksi otoantibodi. Rentetan kejadian  tersebut akan mengaktifkan

imunitas adaptif. Seperti terlihat pada gambar 3

Aktivasi sistem imun adaptif akan  berjalan  dengan cara mengaktifkan CD4 yang

secara bersamaan  dengan sel B (yang menghasilkan antibodi dan kaskade

terbentuknya kompleks imun) yang dapat merusak rentetan kejadian tersebut

seperti yang terlihat pada gambar 4 .

Gambar 4. Aktivasi sistem imun adaptif

Otoantibodi

Data terakhir mengemukakan bahwa  hampir 85 % penderita LES akan diawali

adanya otoantibodi yang diperkirakan telah muncul 2 – 3 tahun sebelum gejala

klinis muncul. Beberapa penulis mengemukakan bahwa urutan pemeriksaan

adalah tes ANA  lalu ds DNA &  antifosfolipid dan bila masih diperlukan  untuk

menunjang diagnosis adalah pemeriksaan anti-Sm dan anti-RNP. ANA sering

dipakai sebagai pemeriksaan penyaring untuk penyakit otoimun. Sering sekali dari

Page 53: bahan SLE

deteksi awal pemeriksaan ANA dapat mengetahui beberapa penyakit otoimun

kususnya penyakit rematik dan LES. Dalam upaya untuk mengetahui beberapa

penyakit maka pemeriksaan yang lebih khusus dengan immunofluorescence dapat

membantu pendekatan penyakit pada penyakit otoimun  seperti yang tertera

dibawah ini .

Gambaran secara menyeluruh alur  tes ANA dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Bagan 2. A practical guide to interpretation of the ANA test

Antibodi ds DNA

Anti ds DNAS  suatu pemeriksaan klasik yang akan  menunjukan spesifitas 

cukup tinggi untuk lupus. Gambaran klinik yang dihungkan dengan ds DNA

seperti  tabel dibawah ini :

Tabel 2. Clinical Utility of Measuring Anti-DNA

High Titers of anti-dsDNA

Have approximately 90% specificity for SLE

Often indicate clinically active disease and increased risk for nephritis

Low titers of anti-dsDNA

Can be detecting anti-ssDNA

Can be found in

Drug induced lupus

Rheumatoid arthritis

Page 54: bahan SLE

Sjogrensyndrome

Other CTD

Chronic infections

Chronic liver disease

Aging

Kepustakaan

1.    Pisetsky DS, Glikeson G, Clair EW. Systemic Lupus Erythematosus.

Diagnosis and treatment. Med Clin North Am, 1997 ; 81 : 113-27.

2.    Mills JA. Systemic Lupus Erythematosus. N Engl J Med, 1994 ; 330 : 1871-6.

3.    Boumpas DT, Austin HA, Fessler BJ, Balow JE, Klippel JH, Locksin MD.

Systemic Lupus Erythematosus : Emerging Concept. Ann Intern Med, 1995 ;

122 : 940-50.

4.    Steinberg AD, Gourley MF, Klinman DM, Tsokos GC, Zscott DE, Krieg

AM. Systemic Lupus Erythematosus. NIH Conference Ann Intern Med, 1991 ;

115 : 548-57.

5.    Lewkonia RM. The clinical genetic of lupus. Lupus, 1992 ; 1 : 55-62.

6.    Pisetsky DS, Gilkeson G. Systemic Lupus Erythematosus. Med Clin North

Am, 1997 ; 81 : 113-127.

7.    Hochberg MC. The epidemiology of Systemic Lupus Erythematosus. Dalam :

Wallace DJ, Hahn BH, eds. Dubois'Lupus Erythematosus, fourth ed.

Philadelphia : William & Wilkins, 1997 : 93-104.

8.    Barron KS, Silverman ED, Gonzales J, Reveile JD. Clinical, Serologic and

ImmuIogenetic Studies in Childhood Onset Systemic Lupus Erythematosus.

Arthritis Rheum, 1993 ; 36 : 348-54.

9.    Font J, Cervera R, Novorro, et al. Systemic Lupus Erythematosus in men ;

Clinical and immunological characteristics. Ann Rheum Dis 1992; 51: 1050-2.

10.    Hahn BH. Review of Pathogenesis of Systemic Lupus Erythematosus 

Dalam : Wallace DJ, Hahn BH, eds. Dubois'Lupus Erythematosus, fourth ed.

Page 55: bahan SLE

Lippincott. William & Wilkins, 2007 ;46-53.

11.    Giles I, Isenberg D. Antinuclear Antibodies: An Overview  Dalam : Wallace

DJ, Hahn BH, eds. Dubois' Systemic Lupus Erythematosus, fourth ed.

Philadelphia : William & Wilkins, 2007 : 432-435.

12.    Lockshin MD. Sex differences in autoimmune disease. Lupus, 2006;15:

753-756.

13.    Harley JB, Harley ITW, Guthridge JM, James JA. The curiously suspicious:

a role for Epstein-Barr virus in Lupus. Lupus, 2006;15: 768-777.

14.    Mohan C. Environment versus genetics in autoimmunity: a geneticist’s

perspective. Lupus, 2006; 791-793.

15.    Edwards CJ, Cooper C. Early environmental exposure and the development

of lupus. Lupus, 2006; 15: 814-819.

The classic malar rash, also known as a butterfly rash, with distribution over the cheeks and nasal bridge. Note that the fixed erythema, sometimes with mild induration as seen here, characteristically spares the nasolabial folds.

Alopecia in SLE often affects the temporal regions or creates a patchy pattern. Oral ulcers may be noted, with palatal ulcers being most specific for SLE.

Page 56: bahan SLE

Photosensitive rash is often macular or diffusely erythematous in sun-exposed areas of the face, arms, or hands, as in the image below. Photosensitive systemic lupus erythematosus (SLE) rashes typically occur on the face or extremities, which are sun-exposed regions. Photo courtesy of Dr. Erik Stratman, Marshfield Clinic.

LE specific lesions fall into one of three categories:

1. Acute Cutaneous LE (ACLE) often presents as a “butterfly rash.” The butterfly rash has an abrupt onset and can last for hours or days, and usually heals without scarring. Typically, it is localized on the face, but it could occur anywhere on the body. Variations of this rash have been observed, including bullous formations or blisters. Systemic manifestations are common with ACLE.

Systemic Lupus ErythematosusAuthor: Christie M Bartels, MD,

http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/06/07/systemic-lupus-

erythematosus-sle/

Page 57: bahan SLE

Clinical Features: General

Epidemiology o Age: 80% > 50 years o Vasculitis: Male > Female 2:1 o Prognosis: Worse with Increased age

Several anatomical patterns of neuropathy

Page 58: bahan SLE

o Mononeuritis Multiplex o Onset

Abrupt: Most common Slow progression: In elderly

o Asymmetric o Motor & Sensory o Nerves commonly affected

Peroneal (Sciatic) nerve: Most common (90%) Posterior tibial (40%) Ulnar (35%) Median (25%) Radial

o Confluent Mononeuritis Multiplex o Distal; Asymmetric; Motor & Sensory Loss o Other asymmetry by symptoms or signs

o Distal ± Symmetric: In small vessel vasculopathy o Plexopathy : Lumbosacral > Brachial o ? Small fiber neuropathy

Pain: Common (50%); Burning Dysesthesias Systemic features

o Fever; Weight loss; Arthralgias; Fatigueo May be related to associated connective tissue disease

Specific connective tissue disorders associated with vasculitis

BehçetChurg-StraussCRESTCryoglobulinemia 

DrugsGiant cell arteritis  ? GVHDInfections

Peripheral Nerve SpecificPolyarteritis NodosaRheumatoid ArthritisSjögren'sSpanish toxic oilSystemic lupus erythematosisWegener's

Pathology Biopsy necessary for diagnosis: Indications & procedure

o Asymmetric or disabling neuropathy o Biopsy both nerve & muscle o Perform total, not fascicular, nerve biopsy

Pathological findings o Epineurial inflammation

o Associated with vesselso Mononuclear cell types: T-cells > Macrophageso Polymorphonuclar leukocytes: Acute disease o Cell fragments

o Vessel Pathology o Active: Necrosis of vessel wall; Inflammation o Size & location of vessel changes has some disease

specificity o Chronic vasculitis

Page 59: bahan SLE

Luminal narrowing Vessel recanalization Focal calcification of walls Increased number of epineurial vessels

o Immunostaining: IgM, IgG or C3 deposits on vessel walls12

Lumpy, often itchy rash, quite intense in colour.