BAHAN REFERENSI

67
BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang. Salah satu bentuk usaha peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah ternak sapi potong, ini disebabkan karena ternak unggas sedang mengalami virus flu burung, maka sebagian masyarakat takut untuk mengkonsumsi daging unggas dan masyarakat pada saat sekarang ini lebih cenderung untuk memilih daging ternak besar terutama sapi potong. Usaha peternakan sapi potong sekarang ini sudah merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga ataupun suatu usaha. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu dari beberapa daerah yang potensial untuk pengembangan usaha sapi potong dimana Potensi areal untuk pengembangan ternak kurang lebih 125.100 Ha, secara umum belum termanfaatkan dengan baik, terutama untuk ternak besar (sapi dan Kerbau), sebab pada umumnya masyarakat memelihara 1

description

PERLU

Transcript of BAHAN REFERENSI

Page 1: BAHAN REFERENSI

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.

Salah satu bentuk usaha peternakan yang cukup potensial

untuk dikembangkan adalah ternak sapi potong, ini disebabkan karena

ternak unggas sedang mengalami virus flu burung, maka sebagian

masyarakat takut untuk mengkonsumsi daging unggas dan masyarakat

pada saat sekarang ini lebih cenderung untuk memilih daging ternak

besar terutama sapi potong. Usaha peternakan sapi potong sekarang

ini sudah merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga ataupun suatu usaha.

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu dari beberapa daerah

yang potensial untuk pengembangan usaha sapi potong dimana

Potensi areal untuk pengembangan ternak kurang lebih 125.100

Ha, secara umum belum termanfaatkan dengan baik, terutama

untuk ternak besar (sapi dan Kerbau), sebab pada umumnya

masyarakat memelihara ternak besar masih menggunakan

halaman pekarangan atau perkebunan kelapa dan mete.

Sulawesi Tenggara terdapat 7 (tujuh) kabupaten yang menjadi sentra

produksi sapi yakni Kabupaten Buton, Muna, Konawe, Konawe

Selatan, Bombana, Kolaka, dan Kolaka Utara.

Klaster peternakan Sapi cocok dikembangkan di Kabupaten

Konawe dan Konawe Selatan. Distribusi populasi ternak sapi

menurut Kabupaten/Kota adalah 29,48 % terdapat di Kabupaten

1

Page 2: BAHAN REFERENSI

Konawe Selatan, 25,64 persen; Kabupaten Konawe, 15,93

persen; Kabupaten Kolaka, 14,71 persen Kabupaten Muna,

10,21 persen, Kabupaten Bombana 4,03 persen, dan sisanya tersebar

di Buton, Kolaka Utara, Wakatobi, Kota Bau-Bau dan Kota Kendari,

(Dinas Pertanian Sultra, 2010), ini berarti bahwa Kabupaten Konawe

Selatan sangat potensial untuk pengembangan usaha sapi

potong ditingkat petani.

Salah satu upaya untuk mendukung program pemerintah

mewujudkan swasembada daging nasional 2014 yaitu dengan

pemberian bantuan penguatan modal kepada peternak, dan melalui

wadah kelompok usaha ternak sapi yang ada di Desa diharapkan bisa

dimanfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan produksi dan mutu

hasil ternak mereka. Oleh karena itu, ketujuh sentra produksi

sapi Sultra tersebut mendapatkan alokasi bantuan penguatan modal

sekitar Rp 1 miliar untuk sejumlah kelompok usaha ternak sapi yang

terbentuk disetiap Desa.

Berdasarkan potensi diatas bahwa Kabupaten Konawe

Selatan khususnya Kecamatan Tinanggea yang memiliki

keunggulan dibanding Kecamatan lain dalam pengembagan usaha

sapi potong. Namun yang menjadi pusat perhatian dengan

keunggulan tersebut apakah masyarakat Kecamatan Tinanggea

dalam hal ini Rumah Tangga Peternak (RTP) dapat merasakan

manfaat ekonomis secara berkelanjutan yang jika dilihat dari struktur

2

Page 3: BAHAN REFERENSI

masyarakatnya rata-rata masih tergolong kelas ekonomi menengah

kebawah. kemudian permasalahan selanjutnya adalah belum

teridentifikasinya potensi Sumber daya alam (SDA) dan potensi

ekonomi untuk pengembangan usaha tersebut. Untuk menjawab

permasalahan tersebut tentu perlu menganalisis bagaimana potensi

wilayah yang mendukung pengembangan usaha sapi potong serta

bagaimana kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan

Manajemen Usaha tani.

Dengan demikian melihat potensi Kabupaten Konawe

selatan untuk pengembangan usaha sapi potong serta

mendukung program-program pemerintah maka penulis

menganggap penting melakukan kajian penelitian dengan judul

"Analisis Potensi Wilayah Untuk Pengembangan Usaha Sapi

Potong di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

Provinsi Sulawesi Tenggara".

2. Perumusan Masalah

Dari urain diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai Berikut :

1. Bagaimana potensi Sumber Daya Alam (daya

dukung/ketersediaan lahan, daya dukung produksi limbah

pertanian/padang rumput/hijauan, dan ketersediaan air) di

Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan untuk

pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa mendatang.

3

Page 4: BAHAN REFERENSI

2. Bagaimana potensi Sumber Daya Manusia (potensi kemampuan

pemeliharaan dan manajemen usaha rumah tangga peternak) di

Kecamatan Tinanggea dalam pemeliharaan sapi potong.

3. Bagaimana kondisi kelembagaan yang mendukung dalam

pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa mendatang.

4. Bagaimana potensi ekonomi (prospek usaha masa mendatang)

Rumah Tangga Peternak (RTP) sapi Potong di Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui potensi Sumber Daya Alam di Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan untuk

pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa

mendatang.

2. Mengetahui potensi Sumber Daya Manusia di Kecematan

Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dalam pemeliharaan

sapi potong.

3. Mengetahui kondisi kelembagaan yang mendukung dalam

pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa

mendatang.

4. Mengetahui prospek usaha Rumah Tangga Peternak (pasar,

permintaan Sapi potong) di Kabupaten Konawe Selatan

4. Manfaat Penelitian

4

Page 5: BAHAN REFERENSI

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang Kecematan Tinanggea sebagai salah satu wilayah

alternati f basis pengembangan usaha sapi potong dimasa

mendatang, terutama bagi para pengambil keputusan dan Para

pembuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah yang

bersangkutan.

5. Luaran/target yang diharapkan

Adapun luaran yang dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Tepublikasinya hasil penelitian pada jurnal nasional terakreditasi

serta bahan kajian pada seminar-seminar lokal.

2. Terpublikasinya potensi suber daya dan kelompok usaha

pemeliharaan sapi potong dalam rangka membangun wirausaha

tani yang berkelanjutan

3. Terciptanya kemandirian dikalangan petani dalam usaha

pemeliharaan sapi sebagai pendukung utama dalam

peningkatan pendapatan (ekonomi rumah tangga peternak)

4. Optimalnya pemberdayaan masyarakat melalui pola

pendampingan kepada petani sebagai upaya penguatan

kapasitas SDM Peternak sapi potong di Kecamatan Tinaggea

Kab. Konawe Selatan.

5

Page 6: BAHAN REFERENSI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Usaha Perkembangan Sapi Potong

Menurut Sugeng (2004), Usaha ternak sapi potong merupakan

usaha yang lebih menarik sehingga mudah merangsang

pertumbuhan usaha, sebaliknya hewan ternak yang punya nilai

kemanfaatan dan ekonominya rendah pasti mudah terdesak

mundur dengan sendirinya, hal ini dapat dilihat dari manfaat sapi

yang luas dan nilai ekonomi tinggi.

1. Mutu dan Harga Daging / Kulit Menduduki Peringkat Atas.

2. Sapi Merupakan Salah Satu Sumber Daya Masyarakat.

3. Sapi Sebagai Tabungan.

4. Hasil Ikutannya Masih Berguna

5. Memberikan Kesempatan Kerja

Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak,

Soehadji dalam Anggraini (2003) mengklasifikasikan usaha peternakan

menjadi empat kelompok,yaitu:

1. peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan

komoditas pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak

hanya sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan

keluarga (subsisten) dengan tingkat pendapatan usaha dari

peternakan < 30%,

6

Page 7: BAHAN REFERENSI

2. peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan

pertanian campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dari

usaha ternak mencapai 30−70%,

3. peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan

ternak sebagai usaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar

antara 70−100%. (Suryana: 2009).

Peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara

khusus (specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha

peternakan mencapai 100%. Usaha peternakan komersial umumnya

dilakukan oleh peternak yang memiliki modal besar serta menerapkan

teknologi modern (Mubyarto dalam Anggraini 2003)

Menurut Rahardi dan Hartono (2005) Usaha Peternakan

dapat dirumusakan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara

teratur dan terns menerus pada suatu tempat dan dalam jangka

waktu tertentu untuk tujuan komersil, kegiatan dalam usaha ini

meliputi : (1) Penghasil Temak (temak bibit/potong), telur dan

susu. (2) Penggemukan suatu jenis ternak. (3) Pengumpulan,

Pengedaran dan pemasaran produk-produk peternakan.

Program peningkatan usaha peternakan sapi potong tradisional

kearah peternakan yang lebih maju dan menguntungkan tidak lepas

dari :

1. Penggunaan bibit sapi potong yang baik dan unggul

2. Perbaikan makanan, baik kuwalitas maupun kuantitasnya

7

Page 8: BAHAN REFERENSI

3. Menerapkan cara pengelolaan dan pemeliharaan yang baik

4. Penjagaan dan perawatan temak sapi potong, terutama

penjagaan kesehatan

5. Menciptakan pemasaran hasil ternak sapi potong yang

menguntungkan. (Murtidjo, 1992).

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang SULTRA:2010),

merencanakan untuk mengembangkan usaha terpadu peternakan dan

pertanian menjadi satu unit usaha karena dinilai sangat efektif dan

menguntungkan bagi masyarakat, salah satunya adalah usaha

pengembangan sapi terpadu. Dampak dar i faktor- faktor yang

merupakan potensi untuk pengembangan petemakan adalah

faktor sosial dan faktor ekonomi. Yang termasuk faktor sosial

adalah meningkatnya jumlah penduduk, pendidikan, dan

kesehatan (sadar gizi) sedangkan faktor ekonomi adalah

perbaikan ekonomi dan naiknya harga daging dipasaran.

Zainal Abidin (2002) menyatakan bahwa peningkatan

jumlah penduduk yang diikuti oleh peningkatan penghasilan perkapita

menjadikan masyarakat semakin menyadari arti gizi. Hal ini

membuat pergeseran pola makan masyarakat dari mengkonsumsi

karbohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan susu.

Di Indonesia, pemeliharaan ternak dilakukan secara ekstensif,

semi intensif, dan intensif. Pada umumnya sapi-sapi dipelihara

secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan

8

Page 9: BAHAN REFERENSI

diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga temak

tersebut cepat gemuk. Sedangkan secara ekstensif, sapi-sapi

tersebut dilepaskan dipadang pengembalaan dan digembalakan

sepanjang hari, mulai dari pagi hingga sore hari (Sugeng, 1999).

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Konawe Selatan

(2010) melaporkan bahwa produksi temak sapi di Kabupaten

Konawe Selatan mengalami peningkatan. Kecamatan Tinanggea

menempati posisi teratas produksi temak sapi menurut kecamatan

di Kab. Konawe Selatan. hal ini tergambar dari tabel berikut :

Tabel 2.1. Populasi Ternak menurut Kecamatan 2009

KecamatanSub district

SapiCow

KerbauBuffalo

KudaHorse

KambingGoat

Dombasheep

BabiPig

1 2 3 4 5 6 7

1. Tinanggea 5.791 10 4 390 0 1.147

2. Lalembuu 2.639 0 0 560 0 03. Andoolo 4.618 5 2 373 0 1.0774. Buke 4.409 0 0 349 0 05. Palangga 2.406 40 2 164 0 06. Palangga Selatan 3.186 0 0 328 0 07. Baito 1.645 0 0 180 0 08. Lainea 2.627 0 0 565 0 09. Laeya 3.676 0 0 327 0 24710.Kolono 1.806 72 0 458 0 011.Laonti 785 0 0 0 0 012. Moramo 3.722 12 4 867 0 13513.Moramo Utara 2.819 0 0 584 0 014. Konda 4.527 13 2 184 0 23815. wolasi 3.410 0 0 109 0 016. Ranomeeto 2.082 0 0 277 0 97817. Ranomeeto barat 4.181 0 0 324 0 95618.Landono 3.642 39 0 220 0 ` 83619.Mowila 4.488 0 0 336 0 88920.Angata 1.873 246 0 124 0 50921.Benua 1.449 0 0 180 0 022. Basala 2.295 0 0 118 0 0Jumlab 2009 68.076 437 14 7.017 0 7.012Total 2008 166.836 363 14 6.358 0 6.382

Sumber : Diperta dan BPS Kab. Konawe Selatan.

9

Page 10: BAHAN REFERENSI

Dalam meningkatkan potensi sapi potong ke arah yang lebih baik,

maju dan menguntungkan, pemerintah berusaha mengenalkan program

usaha peternakan yaitu 5 aspek:

1. Kegunaan dan pemilihan bibit yang berkualitas baik,

terutama bibit unggul.

2. Perbaikan makanan baik Kualitas maupun kuantitas.

3. Melaksanakan pola pemeliharaan yang baik

4. Perbaikan pola kesehatan

5. Pola pemasaran hasil peternakan dengan memperlihatkan

peluang pasar dan menguntungkan

2. Sumber Daya Manusia

Rahardi dan Hartono (2005), menyatakan ternak adalah sebagai

subjek dalam usaha petemakan. Peternak menjadi manejer bagi

Sumber Daya Peternakan lainnya, keberhasilan usaha ternak sapi

potong ditentukan oleh sedikit banyaknya oleh kemampuan peternakan

dalam mengelola usahanya. Oleh karena itu, pengembangun

Sumber Daya Manusia menjadi sangat penting bagi usaha

peternakan untuk dapat bersaing dengan usaha lainnya.

Sumber Daya manusia merupakan hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pembangunan peternakan, karena sumber daya

manusia tidak hanya sekedar faktor produksi melainkan lebih

penting lagi yaitu pelaku langsung dari pembangunan petemakan

10

Page 11: BAHAN REFERENSI

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai

pelaksana pembangunan atau sering dikatakan sebagai

pengembangan sumber daya manusia pada dasarya dapat

dilakukan mulai dari program keluarga berencana dan

pembinaan keluarga, perbaikan gizi dan kesehatan, latihan kerja dan

lingkungan masyarakat, dimana peningkatan kualitas masyarakat

sebagai salah satu tujuan akhir pembangunan itu sendiri.

Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat

dicurahkan dalam kegiatan usaha tani terdiri dari bapak, ibu, anak dan

tenaga kerja yang dipunyai. Satuan kerja yang dipunyai dihitung

berdasarkan tenaga kerja pria (HKP) yaitu : pria dewasa umur 15-64

tahun adalah 1 HKP, wanita dewasa umur 15-64 tahun 0,8 HKP,

anak-anak umur 10-14 tahun 0,5 HKP (Adiwilaga, 1975)

sedangkan kemampuan 1 HKP tenaga pria untuk memelihara

sapi potong secara intensif adalah sebesar 29 ekor dan secara

extensif 67 ekor (Direktorat Bina tlsaha Tani, 1985).

3. Sumber Daya Alam

Sumber Daya Alam ialah suatu sumber daya yang terbentuk

karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air, dan perairan, biotis,

udara, dan ruang, mineral, tentang alam (landscape), panas bumi dan

gas bumi, angin, pasang surut/arus laut.

11

Page 12: BAHAN REFERENSI

1. Ketersediaan Air

Air merupakan salah satu fakor utama dalam usaha

pengembangan sapi potong. Air sangat penting untuk mengatur

suhu tubuh, untuk distribusi zat-zat makanan keseluruh jaringan

tubuh, penguapan air dari kulit dan paru-paru akan mengurangi panas

badan. Aspek potensi wilayah suatu komoditas pertanian sangat

diperlukan dalam program diversifikasi pertanian, sehingga lokasi

yang dipilih untuk usaha pengembangan suatu komoditas pertanian

adalah wilayah yang benar-benar potensial. Hal ini juga membantu

dalam penentuan kebijaksanaan dalam penetapan harga output dan

Input (Soekartawi, 1996).

Menurut Siregar (2005) mengatakan kual i tas hi jauan

dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Kelompok hijauan berkualitas rendah, seperti jerami padi, dan

jagung, pucuk tebu, dan lain-lain.

b. Kelompok hijauan berkualitas sedang, seperti rumput lapangan,

rumput kultur dan lain-lain.

2. Potensi Lahan dan Ketersediaan Hijauan

Secara umum bahan makanan ternak Ruminansia terdiri dari

hijauan dan konsentrat. Makanan hijauan adalah makanan yang

memiliki serat kasar yang tinggi, sedangkan konsentrat adalah

makanan yang memiliki serat kasar yang rendah dan mudah

dicerna. Pakan ternak sapi berasal dari hijauan atau rumput dan

12

Page 13: BAHAN REFERENSI

pakan penguat sebagai tambahan, basanya bahan pakan hijauan

diberikan kurang lebih 10 % dari bobot badan serta bahan penguat

cukup diberikan 1 % dari bobot badan (Sugeng, 2004).

4. Lembaga Pendukung

Pengertian kelembagaan secara operasional dimengerti dan

dijumpai di lapangan adalah yang dikemukakan oleh Wariso

(1998), bahwa kelembagaan dikelompokkan dalam dua

pengertian,yaitu institut dan institusi. Institut merujuk pada

kelembagaan formal, misalnya organisasi, badan, dan yayasan

mulai dari tingkat keluarga, rukun keluarga, desa sampai

pusat. Sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan norma-

norma atau nilai-nilai yang mengatur perilaku manusia untuk

memenuhi kebutuhannya.

Menurut Dirjen Peternakan (2003), kelembagaan pendukung

yang harus ada di suatu wilavah bagi pengembangan usaha

ternak sapi potong adalah dinas peternakan, kelompok peternak,

dan kelembagaan keuangan. Sedangkan kelembagaan

pendukung lain seperti pos keswan, penyalur sapronak,

pembibitan RPH dan pasar temak hares memiliki akses yang balk

terhadap wilayah pengembangan usaha sapi potong.

Lembaga memiliki Visi. Misi, tujuan dan fungsi. Untuk

mengemban mini, mewujudkan visi, mencapai tujuan dan

menjalalankan fungsinya suatu Lembaga memerlukan tenaga,

13

Page 14: BAHAN REFERENSI

organisasi, tata kerja, dan sumber-sumber yang mendukungnya

(financial maupun non financial).Lembaga-lembaga yang

bersinergi dengan usaha peternakan berperan dalam menjamin :

1. Tersedianya fasilitas untuk menyusun program dan rencana

kerja penyuluhan peternakan yang tertib.

2. Tersedianya fasilitas untuk menyediakan dan menyebarkan

informasi teknologi dan pasar.

3. Terselenggaranya kerjasama antara peneliti, penyuluh peternakan,

petani peternak dan pelaku agribisnis lainnya.

4. Tersedianya fasilitas untuk kegiatan belajar dan forum-forum

pertemuan bagi petani peternak dan bagi penyuluh pertanian.

5. Tersedianya fasilitas untuk membuat percontohan dan

pengembangan model-model usaha tani dan kemitraan agribisnis

dan kemitraan agribisnis dan ketahanan pangan.

Menurut Dirjen Peternakan (1998), pengembangan

kelembagaan penopang usaha peternakan dimasa

mendatang mengarah kepada pemberdayaan balai penelitian

ternak untuk menghasilkan bibit unggul peternak yang sesuai

dengan ketersediaan lahan. ketersediaan jenis nakan ternak. dan

pada tenaga kerja untuk usaha peternakan di setiap lokasi

pengembangan ternak, Pemberian insentif dan kemudahan dari pihak

swasta untuk melakukan investasi dalam usaha menghasilkan bibit

sebar ternak unggul dan kewajiban penivalannya disertai dengan jasa

14

Page 15: BAHAN REFERENSI

teknis pembinaan (teknical service) bagi pembelinya (petemak),

pemberian insentif dan kemudahan bagi pihak swasta untuk

menyelenggarakan jasa inseminasi buatan dan pelayanan

kesehatan hewan dengan menggunakan tenaga profesional, dan

pemberdayaan kelompok petani peternak/ koperasi peternak untuk

menekan biaya pemasaran dan sarana produksi serta meningkatkan

posisi selling poin.

15

Page 16: BAHAN REFERENSI

BAB III. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan wilayah observasi khusus terdiri dari 3 (tiga)

Desa yaitu Desa Bomba-Bomba, Desa Asingi, dan Desa Telutu

Jaya. wilayah observasi ini berdasarkan luas wilayah dan jumlah

populasi ternak sapi terbesar.

2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode survey, dokumentasi dan

observasi. Survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari

salah satu populasi dan menggunakan wawancara langsung, atau

wawancara terpadu (guide interview). Selain itu

pengumpulan data dilakukan dengan menetapkan key

informan (seorang informasi kunci).

Simamora (2004), menyatakan bahwa survei adalah metode

riset dalam pengumpulan data primer melakukan tanya jawab dengan

responden. Metode survei yang dilakukan yaitu tidak mewawancarai

secara langsung peternak, tetapi menetapkan key informan yang

dianggap mengetahui secara jelas rumah tangga peternak setempat.

3. Populasi Penelitian.

Populasi dari penelitian ini adalah rumah tangga peternak

(RTP) sapi potong yang ada di Kecamatan Tinanggea. Jumlah

populasi tersebut tidak menetapkan sampel/responden, tetapi

16

Page 17: BAHAN REFERENSI

dilakukan dengan menetapkan key informan dan sampel khusus secara

Accidental (kebetulan) di setiap Desa yaitu Desa Bomba-Bomba,

Desa Asingi, dan Desa Telutu Jaya. Penetapan sampel khusus ini

untuk mendapatkan data primer penelitian.

4. Variabel yang di Teliti

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Potensi

Sumber Daya Alam dilihat dari ketersediaan lahan hijauan(daya

dukung lahan, limbah pertanian,Produksi tanaman pangan) dan

ketersediaan air, Potensi Sumber Daya Manusia kita melihat

karakteristik peternak ( pengalaman peternak, jumlah sapi yang

dipelihara serta kemampuan dan manajemen usaha sapi), untuk

peranan dan keberadaan kelembagaan pendukung meliputi

beberapa hal yaitu harus ada dan berperan pada wilayah (Dinas

Peternakan, Kelompok Peternak, Lembaga Keuangan (bank dan

koperasi). Sedangkan potensi ekonomi meliputi peluang

keberlangsungan usaha, prospek pemasaran dan penjualan hasil

budidaya sapi.

5. Metode Analisis Data

Metode Analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis

deskriptif dengan pendekatan antar disiplin (inter discipline approach)

adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam analisis. Untuk menjawab

tujuan pertama dan kedua yaitu melihat potensi SDA dan SDM

dilakukan analisa sebagai berikut :

17

Page 18: BAHAN REFERENSI

1. Analisa Sumber Daya Alam

Untuk menganalisa potensi pengembangan usaha sapi potong di

Kecamatan Tinanggea, dengan melihat potensi geografis,

kondisi kecocokan suhu udara, daya dukung lahan pertanian

yaitu kontribusi padang rumput dan non padang rumput

(sawah, perkebunan, hutan, tegalan), Daya dukung tamanan

pangan diperoleh dari kontribusi produksi limbah pertanian

tanaman pangan (padi, jagung dan sebagainya)

2. Analisis Potensi Sumber Daya Manusia.

Potensi sumber daya manusia dalam pengembangan usaha sapi

potong dilihat dari kemampuan pemeliharaan dan manajemen usaha

ternak rumah tangga peternak (RTP).

3. Analisis Potensi Kelembagaan dan potensi ekonomi

Sedangkan untuk menjawab tu juan ket iga untuk

mel ihat kond is i kelembagaan pendukung dan potensi

ekonomi pengembangan usaha sapi potong menggunakan

analisa diskriptif kualitatif yaitu menjelaskan kondisi faktual

berdasarkan kebutuhan penelitian (potensi pasar dan pemasaran

sapi, potensi pendapatan petani).

18

Page 19: BAHAN REFERENSI

BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Jadwal kegiatan penelitian terdiri dari tahap persiapan,

pelaksanaan sampai pelaporan direncanakan selama 10 (bulan) bulan,

Adapun tahapan-tahapan kegiatan penelitian ini dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Tahap I : Tahap pra-survey dan identifikasi yaitu tahap uji coba

pengenalan instrument dan lokasi penelitian yang telah

ditetapkan sebagai penyempurnaan instrument.

2. Tahap II : tahap survey dan pelaksanaan penelitian sesuai

dengan kepentingan penelitian. Hasilnya adalah perolehan

data primer dan data sekunder untuk bahan analisis

3. Tahap III : analisis dan penyusunan laporan penelitian. Hasilnya

adalah informasi lengkap mengenai potensi wilayah da potensi

ekonomi untuk pengembangan usaha sapi potong Di

Kecamatan Tinanggea Kab. Konawe Selatan.

4. Tahap IV : Pelaporan yaitu pelaporan hasil penelitian dan

publikasi ilmiah.

19

Page 20: BAHAN REFERENSI

Adapun jadwal kegiatannya adalah sebagai berikut:

Tabel : 4.1. jadwal kegiatan Penelitian. Uraian Kegiatan Bulan Ke -

I II III IV V VI VII VIII IX XPersiapann (Assessment):survey lokasi & Koordinasi di 3 desaSosialisasi dan Pemetaan Lokasi Penetapan Sumber Informasi Penelitian. Pelaksanaan Penelitian: Analisa Kelompok KK RTP di 3 desa Pengambilan Data, Wawancara KK RTP melalui Key informanAnalisa SDM & Kelembagaan Pendukung Perampungan Data dan pemutakhiran data penelitianPenuyusunan Hasil & Pelaporan:Penyusunan laporan hasil penelitianSeminar Hasil PenelitianPerbaikan Hasil LaporanLaporan Akhir

Catatan : KK RTP = Kepala Keluarga Rumah Tangga Peternak

20

Page 21: BAHAN REFERENSI

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Tinanggea.

4.1.1. Kondisi Geografis.

Kecamatan Tinanggea dengan Ibukota Kelurahan Tinanggea

sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Andoolo dan Kecamatan

Lalembuu ,sebelah selatan berbatasan dengan selat Tiworo sebelah timur

berbatasan dengan Kecamatan Palangga dan Palangga Selatan dan

sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bombana.

Luas wilayah Kecamatan Tinanggea adalah 37,904 Ha atau 354,74

km2 atau 7,04 Persen dari luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa Kecamatan Tinaggea merupakan

daerah terluas se Kabupaten Konawe Selatan. Untuk data Ketinggian

desa di atas permukaan laut (dpl). Kecamatan Tinanggea dilihat dari letak

Geografisnya dan topografisnya sebagian besar desanya adalah bukan

Pantai dan Bukit. Letak Geografisnya dan Topografisnya untuk masing-

masing desa/kelurahan dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1.Persentase Wilayah Desa/Kelurahan

Menurut Letak Topografis 2011

21

65.38%

11.54%

23.08%

Dataran

Lereng/Punggung Bukit

Pesisir/Tepi laut

Page 22: BAHAN REFERENSI

4.1.2. Kondisi Penduduk dan Mata Pencaharian

Komposisi penduduk Kecamatan Tinanggea didominasi oleh

penduduk muda/dewasa. Hal menarik yang dapat diamati pada

piramida penduduk adalah adanya perubahan arah perkembangan

penduduk yang ditandai dengan jumlah penduduk usia 0-4 tahun yang

cukup besar. Untuk itu pemerintah perlu menekan laju pertumbuhan

penduduk dengan memperhatikan kebijakan kependudukan. Jumlah

penduduk Kecamatan Tinanggea pada tahun 2010 sebesar 21.320

jiwa, kemudian meningkat di tahun 2011 menjadi 21.772 jiwa. Tingkat

pertumbuhan penduduk Kecamatan Tinanggea pada tahun 2011

sebesar 2,12% per tahun.

penduduk usia kerja yang didefinisikan sebagai penduduk

berumur 10 tahun ke atas, yang bekerja sebanyak 8.384 orang, yang

terdiri atas 5.563 laki-laki dan 2.821 perempuan.Penduduk yang tidak

bekerja dirinci lagi menjadi penduduk yang sedang mencari pekerjaan

atau mempersiapkan suatu usaha dan yang sedang tidak mencari

pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha. jumlah penduduk usia 10

tahun ke atas yang mencari pekerjaan sebanyak 272 orang, yang

terdiri atas 112 laki-laki dan 160 perempuan.

Rata-rata penduduk Kabupaten Konawe Selatan bekerja pada

sektor pertanian, peternakan dan perikanan sebesar 64,28% dari

jumlah penduduk Kabupaten Konawe selatan.

22

Page 23: BAHAN REFERENSI

4.2. Deskripsi Populasi Ternak Sapi Kecamatan Tinanggea.

Perkembangan populasi ternak sapi di Kecamatan Tinanggea

masih tergolong tinggi dibandingkan dengan populasi ternak sapi di

Kecamatan lainnya. Yaitu sebanyak 3.577 ekor pada tahun 2011.

Pada tahun 2009- 2010 populasi ternak sapi di Kecamatan Tinanggea

merupakan populasi sapi terbanyak di Kabupaten Konawe Selatan.

Kondisi ini dapat dikatakan bahwa secara umum usaha

pengembangan sapi potong wilayah Kabupaten Konawe Selatan

cukup potensial dikembangkan di Kecamatan Tinanggea.

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian.

Hasil sesus yang dilaksanakan BPS tahun 2011  menghasilkan

populasi sapi di sultra mencapai 213.736 ekor. Ini merupakan angka

yang harus diterima oleh seluruh jajaran perternakan di sultra. (BPS

SULTRA, 2011). Data BPS mencatat, dari hampir 250 ribu populasi

ternak sapi di Sultra, sekitar 52 ribu lebih ada di Konawe Selatan atau

merupakan populasi tertinggi dari 12 kabupaten/kota di Sultra. Sektor

pertanian telah memberikan kontribusi terbesar dari total PDRB

Konawe Selatan. Distribusi persentase PDRB untuk sektor pertanian

mencapai 36,22 persen yang mencakup bidang pertanian,

peternakan, kehutanan dan perikanan. peternakan cukup memberikan

kontribusi pada peningkatan PDRB di Konawe Selatan.

23

Page 24: BAHAN REFERENSI

Peternakan sapi potong di Konawe Selatan cukup besar. Hal ini

diketahui melalui Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau

yang dilakukan pada bulan Juni 2011. Hasilnya menunjukkan jumlah

rumah tangga pemelihara sapi potong cukup banyak, yaitu 15.089

rumah tangga dan ada 28 rumah tangga yang berprofesi sebagai

pedagang sapi potong.  Adapun jumlah sapi potong keseluruhan yang

terdata yaitu 52.401 ekor.

1. Potensi Wilayah Sumber Daya Alam Kec. Tinanggea

Kondisi geografis Kabupaten Konawe Selatan sangat cocok untuk

pengembangan ternak sapi potong. Hal ini didukung dengan

ketersediaan lahan padang rumput, kontribusi limbah produksi

pertanian, maupun hutan produksi masyarakat.

Kecamatan Tinanggea memiliki luas wilayah 37.904 Ha (8%) dari

luas Wilayah kabupaten Konawe Selatan, 76 persen dari 25 Desa

adalah daratan dan 24 persen adalah wilayah pesisir/tepi pantai.

Apabila dilihat dari segi klasifikasi wilayah daratan tersebut maka

dapat dikelompokan atas hutan rakyat (29,64%), lahan perkebunan

(19,89%), lahan sawah (4,55) lahan tegal (9,25%) dan lahan lainnya

(9,12%). Berdasarkan data tersebut bahwa masyarakat Kecamatan

Tinanggea (terutama desa Telutu Jaya) memanfaatkan hutan rakyat

sekitar kawasan sebagai ternak sapi lepas, dimana jumlah sapi milik

warga sekitar 400 ekor dilepas di wilayah tersebut (wawancara,

informan Desa Telutu Jaya,2011).

24

Page 25: BAHAN REFERENSI

Suhu udara di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

merupakan suhu yang cocok untuk pengembangan usaha

penggemukan sapi potong, dimana suhu udara rata-rata Kecamatan

Tinaggea adalah sebesar 21°C - 32°C. hal ini dapat dilihat pada tabel

4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3. Suhu Udara Maksimum Dan Minimum Dikecamatan Tinanggea Tahun 2010 – 2011

Sumber : Kantor Kecamata Tinanggea (KCDA), 2012

Berdasarkan tabel diatas bahwa kecamatan Tinaggea

merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan usaha sapi

potong baik pengembang biakan maupun penggemukan dengan suhu

rata-rata tersebut diatas. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten

Muna Misalnya yang telah menjadi pulau penyangga swasembada

daging nasional 2014 banyak tempat-tempat penggemukan sapi yang

mengalami kematian karena suhu udara panas.

25

B U L A N2010 2011

Maks. Min. Maks. Min.( 0 C ) ( 0 C ) ( 0 C ) ( 0 C )

(1) (2) (3) (4) (5)1.       Januari 34 21 32 212.       Februari 34 22 34 223.       Maret 33 21 32 214.       April 32 22 32 235.       M e i 32 21 34 206.       J u n i 31 20 31 207.       J u l i 31 18 31 188.       Agustus 30 20 35 209.       September 32 19 32 2010.   Oktober 33 20 32 2011.   Nopember 33 20 32 2112.   Desember 34 22 31 22

RATA – RATA 32 21 32 21

Page 26: BAHAN REFERENSI

Kontribusi limbah produksi hasil pertanian (padi sawah, jagung,

ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan sejenisnya) memberikan

kontribusi besar dalam pengembangan usaha sapi bagi RTP di

Kecamatan Tinanggea. Produksi limbah pertanian berdasarkan luas

panen di Kecamatan Tinaggea dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 4.3.1. Produksi limbah pertanian berdasarkan luas panen di Kecamatan Tinaggea tahun 2011.

No. Jenis Tanaman

Luas Panen (Ha)

Persentase Kontribusi

Kontribusi (%)

1 Padi sawah 2.196 0,23 ton/ha/thn 5,052 Jagung 140 10,9 ton/ha/thn 15,263 Ubi kayu 86 5,05 ton/ha/thn 4,344 Ubi jalar 23 1,2 ton/ha/thn 0,275 Kacang tanah 85 1,44 ton/ha/thn 1,226 Kacang kedelai 53 1,07 ton/ha/thn 0,56Jumlah (ton) 2.583 26,7

Sumber : Data Sekunder (diolah,2012)

Berdasarkan tabel diatas dikatakan bahwa tanaman pangan

dapat menghasilkan limbah pertanian yang dimanfaatkan sebagai

pakan ternak untuk pengembangan sapi potong di Kecamatan

Tinanggea adalah sebanyak 26,7 ton/tahun. Produksi limbah

pertanian paling banyak adalah limbah pertanian dari jerami padi

sawah (hijauan) sebanyak 5,05 ton/tahun dan jerami jagung (hijauan)

sebanyak 15,26 ton/tahun.

Hasil survey menunjukan bahwa masyarakat Kecamatan

Tinanggea (Lapoa, Bomba-bomba dan Telutu Jaya) selain

memproduksi padi sawah juga memproduksi jagung dengan bantuan

bibit dari PT. Pertani Cab. Kendari, sehingga dapat menghasilkan

26

Page 27: BAHAN REFERENSI

produksi limbah pertanian yang cukup untuk pakan ternak sapi

potong.

Sedangkan ketersediaan air Kabupaten Konawe selatan pada

umumnya dan Kecamatan Tinanggea pada khususnya memiliki

ketersediaan air yang cukup dan mendukung pengembangan usaha

ternak sapi (baik pengembang biakan maupun penggemukan). Hal ini

didukung dengan rata-rata ketinggian Kecamatan Tinanggea diatas

1,5 – 4 m diatas permukaan laut dan curah hujan rata-rata 121,2 –

466,4 mm/tahun dengan jumlah 204 – 242 hari/pertahun sepanjang

tahun 2010 – 2011 (Data KCDA Tinanggea, 2012). Kondisi ini

menunjukan bahwa ketersediaan air tanah dan air hujan yang dapat

mengalir di irigasi adalah dalam kondisi cukup. Selain itu,

ketersediaan air merupakan kontribusi dari air irigasi sawah dan

sumur rumah tangga dan kali.

2. Potensi Sumber Daya Manusia

Jenis rumpun sapi potong yang dipelihara rumah tangga (RTP)

sebagian besar berasal dari jenis Sapi Bali (99,5 %), jenis rumpun lain

yang dipelihara diantaranya sapi Ongole/PO dan Sapi Aceh. Adapun

cara pemeliharaan sapi potong mayoritas dengan cara dikandangkan

dan dilepas (49,96 %) dengan tujuan pemeliharaan mayoritas untuk

pengembangbiakan. Ternak sapi potong yang dipelihara sebagian

besar milik sendiri (65,2%), dan 34, 2% berasal dari pihak lain yang

dipelihara. Mayoritas sumber perolehan jenis ternak yang dipelihara

27

Page 28: BAHAN REFERENSI

berasal dari dalam kabupaten Konawe Selatan (99,67%) dan sisanya

berasal dari luar kabupaten maupun luar propinsi. Ini menunjukan

bahwa kepemilikan sapi Di Kecamatan Tinanggea sebagian Besar

adalan milik sendiri.

Berdasarkan data tersebut diatas maka dapat disajikan

klasifikasi rumah tangga peternak berdasarkan jenis dan tujuan

pemeliharaan sapi sebagai berikut:

Tabel 4.3.2. Klasifikasi RTP menurut Kecamatan dan tujuan Pemeliharaan.

Sumber: BPS Konawe Selatan, 2012.

Pengalaman ternak berdasarkan hasil survey dan observasi

bahwa rata-rata masyarakat Kecamatan Tinanggea terutama Desa

Telutu Jaya memiliki pengalaman ternak yang lama rata-rata diatas 2

tahun. Dimana usaha atau ternak sapi terutama pengembangbiakan

merupakan tradisi masyarakat setempat.

28

Page 29: BAHAN REFERENSI

Dilihat dari rata-rata penduduk per rumah tangga menurut desa

di Kecamatan Tinanggea adalah berkisar 3-5 0rang, dengan jumlah

rumah tangga sebanyak 4.890 KK. khusus untuk desa Asingi (304

KK/rumah tangga), Telutu Jaya (481 KK) dan Bomba-bomba memiliki

174 rumah tangga (BPS Konawe Selatan, 2011). Karena memelihara

sapi bagi masyarakat setempat merupakan tradisi sehingga rata-rata

penduduk per rumah tangga memiliki minimal 2 ekor sapi peliharaan.

Sapi peliharaan tersebut dengan cara kandang dan lepas dan

beranggapan setelah musim panen selesai dilepas disawah dan

limbah produksi pertanian lainnya.

Dengan demikian, rumah tangga peternak (RTP) di Kecamatan

Tinanggea dalam pengembangan usaha sapi potong pada umumnya

telah berpengalaman walaupun rata-rata pendidikan SMU dan

Sederajat serta manajemen usaha masih sederhana atau alamiah.

Rata-rata tujuan pemeliaharaan sapi potong adalah

pengembangbiakan (sebagaimana pada tabel 4.3.2 diatas), sehingga

populasi ternak di Kecamatan Tinanggea masih memiliki potensi

strategis.

3. Pontensi Lembaga Pendukung.

Salah satu kriteria suatu daerah dikatakan berkembang apabila

diwilayah tersebut terdapat lembaga keuangan (Bank dan Non bank).

Berdasarkan observasi Kabupaten Konawe Selatan memiliki potensi

kelembagaan yang cukup dalam pengembangan usaha UMKM

29

Page 30: BAHAN REFERENSI

termasuk pengembangan usaha sapi. Potensi tersebut meliputi

keberadaan lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan

lainnya, keberadaan lembaga Bank dan koperasi sebagian besar

berada di Kecamatan Konawe Selatan.

Jumlah lembaga bank di Kabupaten Konawe Selatan berada

diurutan ke 7 (tujuh) dari 12 kabupaten/Kota yaitu Kendari (41 bank),

Kolaka (21 bank), Muna (15 bank), Bau-bau (13 Bank), Konawe (11

bank), Kolut (7 bank) dan Kabupaten Konawe selatan memiliki 6

bank yang terdiri dari BRI (3), BPD (1) dan BPR (2). Dari beberapa

kecamatan, Kecamatan Tinaggea terdapat bank BRI dan BPR

sehingga merupakan lembaga pendukung dalam pengembangan

usaha sapi potong yang dapat diakses masyarakat melalui dana

KUR, kredit mikro dan sebagainya.

Sedangan untuk jumlah koperasi di Kecamatan Konawe

Selatan menduduki posisi ke empat dari 12 Kabupaten/Kota Se

Sultra. Dimana perkembangan Jumlah Koperasi Menurut

Kabupaten/Kota adalah Kota Kendari (16%), Kolaka (15%),

Konawe (12%), Konawe Selatan (9%), Muna (8%), Bau-bau (7%),

Buton dan Bombana (6%), Waakatobi (5%), Kolut (3%), Butur (2%),

Konut (1%). Apabila dilihat dari segi perkembangan profit rata-rata

Kabupaten Konawe Selatan menduduki posisi ke tiga dengan profit

rata-rata 8,184 (Milion Rupiah), setelah Kab. Kolaka sebesar

33,122 (Milion Rupiah) dan Kota Kendari sebesar 10,312 (Milion

30

Page 31: BAHAN REFERENSI

Rupiah), sedangkan Kab. Konawe Hanya sebesar 3,934 (Milion

Rupiah).

Berdasarkan kondisi diatas menunjukan bahwa kontribusi

kelompok usaha koperasi di Kabupaten Konawe Selatan cukup

besar sehingga mendukung kegiatan usaha lainnya termasuk

pengembangan usaha sapi potong. Dari persentase tersebut

keberadaan koperasi sebagian besar beada di Kecamatan

Tinanggea karena Kecamatan Tinanggea adalah pasar yang paling

strategis di Kabupaten Konawe Selatan.

Selain itu Kecamatan Tinanggea memiliki 1 (satu) unit Kantor

Peternakan Kecamatan yang memberikan penyuluhan dan

pendampingan kepada rumah tangga peternak (RTP) maupun

kelompok usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tinanggea.

4. Potensi Jangka Panjang (Pasar & pemasaran).

Potensi jangka panjang merupakan potensi ekonomi dalam

mengembangkan usaha sapi potong yang meliputi potensi pasar

(nilai jual tinggi) serta pemasaran hasil ternak sapi potong baik hasil

penggemukan maupun hasil ternak peliharaan/pengembangbiakan.

Potensi besar pada produk ternak sapi adalah semua

dimanfaatkan secara ekonomis dan bernilai guna yang tinggi

(daging, kulit dan kotoran). Ketiga potensi ini yang memiliki peluang

besar dalam mengembangkan sapi potong di wilayah yang memiliki

31

Page 32: BAHAN REFERENSI

ketersediaan lahan, padang rumput, hijauan lainnya dan

ketersediaan air.

Untuk potensi daging sapi akan semakin tinggi seiring

tingginya permintaan pasar terhadap sapi potong pada saat hari

raya dan musim qurban, dimana pada musim tersebut lebih banyak

melirik dan membeli sapi di pedesaan termasuk Konawe Selatan

karena harga rata-rata sapi berkisar Rp 7 jutaan lebih murah dari

harga sapi di Kota. (informan, Desa Bomba-Bomba dan Telutu

Jaya). Kemudian potensi lainnya adalah dimungkinkan nilai tukar

peernak sapi akan meningkat pada tahun 2014 seiring dengan

program pemerintah Swasembada daging Nasional dimana

Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Muna dijadikan

sebagai pulau penyangga Swasembada Daging Nasional 2014).

Potensi Kulit sapi sangat menjanjikan dalam usaha kerajinan

kulit maupun bahan makanan jadi. Dimana telah banyak lembaga

usaha mikro yang menekuni usaha kerupuk yang berasal dari kulit

sapi. Khusus kotoran sapi juga memiliki multi guna sebagai pupuk

alami dan biogas rumah tangga.

Potensi penggunaan kotoran sapi sebagai biogas sebagai

bahan bakar alternatif sangat besar dimana pasar dan

pemasarannya adalah lokal, dimana Kecamatan Konda Kabupaten

Konawe Selatan telah mengembangkan usaha pembuatan Biogas

dari kotoran sapi sebagai bahan bakar alternatif dan murah bagi

32

Page 33: BAHAN REFERENSI

rumah tangga. Oleh karena itu, salah satu strategi dalam

mengembangkan usaha sapi di Kecamatan Tinanggea adalah

membuat usaha pemotongan sapi potong sehingga dapat meraih

nilai ekonomi multi profit dengan tiga produk utama dari sapi

(daging, kulit dan kotoran).

4.4. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diatas dengan menganalisa

potensi ketersediaan lahan, limbah produksi hasil pertanian,

ketersediaan air, potensi sumber daya, pengalaman ternak,

lembaga pendukung dan potensi ekonomi (pasar dan pemasaran)

maka dapat dikatakan bahwa Kecamatan Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan

usaha sapi potong, walaupun secara geografis masih ada 3 (tiga)

Kecamatan yang memiliki potensi pengembangan usaha sapi baik

penggemukan maupun pengembangbiakan yaitu Kecamatan

Konda, Kecamatan Andoolo dan Kecamatan Mowila, akan tetapi

masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya

Dinas Pertanian Sultra tahun 2012 menjadikan Kecamatan Mowila

sebagai sentra Penggemukan Sapi, tetapi Kecamatan Tinanggea

masih unggul dari segi keberadaan lembaga pendukung.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tujuan pemeliharaan sapi

di Kecamatan Tinanggea adalah sekitar 79,22 persen adalah

pengembangbiakan, dan sekitar 65,20 persen milik sendiri serta

33

Page 34: BAHAN REFERENSI

metode yang digunakan adalah dengan cara lepas dan

dikandangkan. Kemudian didukung dengan kontribusi ketersediaan

padang rumput dan limbah produksi hasil pertanian adalah sebesar

26,7 ton/tahun.

Potensi Sumber daya alam tersebut ditopang dengan potensi

Sumber daya manusia dan potensi daya dukung lembaga

keuangan bank dan usaha koperasi, serta pengalaman usaha

ternak sapi potong yang rata-rata telah diatas 2 tahun, dimana

memelihara atau mengembangbiakan sapi merupakan kegiatan

sampingan bagi masyarakat setempat. Namun yang perlu dicatat

bahwa keberadaan lembaga/kelompok usaha sapi dan jual beli sapi

belum teridentifkasi secara detail.

Berdasarkan potensi dan keunggulan tersebut maka

Kecamatan Tinanggea merupakan daerah yang potensial dan

strategis dalam mengembangkan usaha ternak sapi baik

penggemukan maupun pengembangbiakan. Bahkan memiliki

potensi untuk menembangkan usaha pemotongan sapi di daerah

tersebut yang sebelumnya telah dikembangkan di Desa Telutu

Jaya. Sehingga dengan demikian Kecamatan Tinanggea memiliki

keunggulan dalam mengembangkan, memasarkan produk sapi

(daging, kulit dan kotoran) yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi

yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan

mengangkat taraf hidup rumah tangga.

34

Page 35: BAHAN REFERENSI

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Secara umum Kecamatan Tinanggea merupakan daerah yang

memiliki potensi sumber daya alam yang cukup untuk

pengembangan sapi potong di Kabupaten Konawe Selatan yang

berasal dari kontribusi lahan hutan rakyat dan limbah produksi

hasil pertanian sebesar 26,7 ton/tahun, serta suhu udara antara

21°C - 32°C.

2. Rumah tangga peternak (RTP) rata-rata memiliki pengalaman

ternak diatas 2 (dua) tahun dan sekitar 65,20 persen sapi

peliharaan adalah milik sendiri.

3. Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan memiliki

lembaga pendukung dalam pengembangan usaha sapi yaitu

Bank, Koperasi, lembaga Penyuluh (Kantor Peternakan

Kecamatan) dan memiliki potensi pasar yang luas (lokal dan

regional) serta pemasaran yang jelas, sehingga memberikan

jaminan jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.

35

Page 36: BAHAN REFERENSI

5.2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelian dan kesimpulan tersebut diatas

maka perlu beberapa rekomendasi strategis:

1. Bagi masyarakat Kecamatan Tinanggea dan RTP pada

umumnya agar mengembangkan usaha sapi potong tidak

sekedar usaha sambilan dan/atau naturalistik.

2. Agar kembali mengembangkan usaha pemotongan sapi di

Kecamatan Tinanggea untuk mendapatkan multi benefit dari

usaha sapi melalui pemanfaatan nilai ekonomis daging, kulit dan

kotoran sapi.

3. Pemerintah sedapat mungkin menetapkan rencana strategis

untuk pengembangan usaha sapi dengan memperhatikan

keunggunan potensi sumber daya demi tumbuhnya UMKM di

Kabupaten Konawe Selatan dan tercapainya swasembada

daging nasional 2014 karena penduduk Kec. Tinanggea sekitar

62,28 persen bekerja pada sektor pertanian, perikanan dan

peternakan.

4. Untuk peneliti selanjutnya dapat mengkaji pola-pola

pengembangan usaha sapi baik pengembangbiakan maupun

penggemukan sapi dengan menggunakan teknologi tepat guna.

36

Page 37: BAHAN REFERENSI

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal . 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.

BPS Kabupaten Konawe Selatan. 2010. Kab. Konawe Selatan dalam Angka. BPS, Kabupaten Konawe Selatan.

BPS Kabupaten Konawe Selatan. 2011. Kab. Konawe Selatan dalam Angka. BPS, Kabupaten Konawe Selatan

Direktorat Jenderal Peternakan. 1992. Petunjuk Tanis Pelaksanaan Panca Usaha Ternak potong Direktorat Jendral Peternakan. Proyek Usaha Sapi potong, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1998. Kajian Pola Pengembangan Peternakan Rakyat Berwawasan Agribisnis. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2003. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Bina Penyebaran Peternakan, Jakarta.

Dwiyanto, K. 2002. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi teknologi dalam Mendukung usaha agribisnis yang berdaya saing, Berkelanjutan, dan berkarakyatan. Wartozoa 12 (1) : 1-8.

Murtidjo, B.A. 1992. Beternak Sapi Potong, Penerbit Kanisius, Jakarta.

Nell, A.J dan D.H.I. Rollinson. 1974. The requirent and availability of live Stock Feed In Indonesia. UNDP Projed INS/72/009.

Rahardi, F dan Rudi Hartono. 2005. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahardi, F, Imam, S dan R.N. Styowati.1999. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sim!amora, B. 2004. Riset Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.

Siregar, S.B. 2005. Penggemukan Sapi, Penebar Swadaya, Jakarta.

37

Page 38: BAHAN REFERENSI

Soekartawi. 1996. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers, Jakarta.

Sugeng. 2004. Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta.

Suriana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak sapi Potong Berorientasi Agribisnis dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian. Kalimantan Timur.

War i so , R .M .1998 . Pene l i t i an Pemberdayaan Ke r j a Sama Ke lembagaan . Integrated Swamp Development Project, Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

38

Page 39: BAHAN REFERENSI

Lampiran 1. Rincian Anggaran Biayan (RAB) Penelitian

Usulan Anggaran kegiatan yang diusulkan dalam penelitian ini

dengan term waktu selama 10 bulan dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

No Uraian kegiatan Unit Satuan Satuan Harga

Total (Rp)

1. Honorarium Penelitia. Ketua Peneliti 1 Paket 1.000.000 1.000.000b. Anggota 1 Paket 800.000 800.000c. Anggota 1 Paket 800.000 800.000

Jumlah. 2.600.0002. Biaya Bahan Habis Pakai & Prlt.

a. Biaya Administrasi Penelitian:- ATK (Kertas, Amplop, Tinta, Id Card,

surat-menyurat, ketris printer dll)1 Paket 750.000 750.000

- Dokumentasi Keg. Penelitian camera digital), cetak foto lokasi)

1 Paket 250.000 250.000

- Foto Copy & perjilidan sampai pelaporan 1 Paket 600.000 600.000b. Biaya Operasional:

Biaya pengambilan data sekunder 1 paket 250.000 250.000- Pengambilan data primer di 3 Desa 3 Lokasi 250.000 1.250.000- Konsumsi & Akomodasi (seminar) 1 Paket 750.000 750.000- Biaya perampungan dan pemutakhiran

data1 paket 150.000 150.000

- Peralatan pendukung (Baterai kamera, tape recorder, dll)

1 paket 250.000 250.000

Jumlah 4.250.0003. Transportasi:

- Transportasi pra- Survey & Identifikasi Lokasi di 3 Desa.

1 Paket 250.000 250.000

- Transportasi Survey, Pengambilan & Pengumpulan Data.

15

Kali 75.000 1.225.000

Jumlah 1.475.0004. Hasil penelitian &Pelaporan dan lain-lain:

- By. Penggandaan hasil penelitian 1 paket 300.000 300.000- By. Publikasi jurnal nasioal terakreditasi 1 paket 750.000 750.000- By. Laporan kemajuan & Akhir 1 paket 300.000 300.000

Jumlah 1.350.000Total Rekapitulasi 1 + 2 + 3 + 4 9.675.000

Terbilang: Sembilan Juta Enam Ratus Tujuh puluh Lima Ribu Rupiah

39

Page 40: BAHAN REFERENSI

Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian

tugas

No Nama NIDN Bidang Ilmu

Alokasi Waktu

Jam/Minggu

Uraian Tugas

1 La Ode Alimusa, SE

0903078402

Manajemen

12 jam/Minggu

- Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian- Melakukan

survey, pengambilan data - Koordinasi denga

RTP Peternak- Melakukan

proses pubikasi- Bertanggung

jawab pada pelaporan hasil penelitian.

2 Siti Zakiah M, SE

0924047101

IESP 8 jam/Minggu

- Pengolahan data, penulisan dan Pengimputan dan administrasi- Bertanggung

jawab terhadap adm. Keuangan- Membuat laporan

penggunaan anggaran dan hasil

3 Murini, SE Akuntansi

12 jam/Minggu

- Memabantu ketua dan kegiatan lapangan- Melakukan

wawancara- Pengambilan

data sekunder- Membantu

membuat laporan penelitian

40

Page 41: BAHAN REFERENSI

Lampiran 3. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia sebagai pendukung

kegiatan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Sarana perlengkapan berupa fasilitas komputer beserta printer

sebagai fasilitas utama dalam melakukan kegiatan penelitian.

2. Sarana transportasi berupa motor 1 (satu) unit.

3. Prasarana data sekunder (peta lokasi, profil wilayah) serta prasarana

pendukung penelitian lainnya.

41

Page 42: BAHAN REFERENSI

Lampiran 4. Biodata Tim Peneliti

2. Biodata Ketua Tim Peneliti

CURRICULUM VITAE1. Nama2. NIP/NIDN3. Tempat tanggal lahir4. Program Studi

FakultasPerguruan tinggi

5. Alat kantorAlamat rumah

::::::::

La Ode Ali Musa, SE0903078402Masara, 3 Juli 1984ManajemenEkonomiUniversitas Muhammadiyah KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan Lorong Cendana II Kel. Bonggoeya Kec. Wua-Wua Kendari 93117

6. Mata Kuliah Yang Diampu:

1. Bisnis & Lembaga Ek. Islam 3. Manajemen Pemasaran4. Manajemen Koperasi & UMKM

7. Pendidikan

No. Nama Perguruan Tinggi

Gelar Tahun Selesai

Bidang Studi

1. Universitas Haluoleo Kendari

SE 2009 Manajemen

8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir)

No. Judul Tahun Kedudukan1. Analisis Alur Distribusi dan Volume Penjualan Beras

di Kota Kendari Prov. Sulawesi Tenggara2009 Peneliti

9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir)

No. Judul Tahun Kedudukan

Program Penguatan Kapasitas dan pendampingan Kasus 2009 Fasilitat

42

Page 43: BAHAN REFERENSI

Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Anak Kota Kendari or

10.Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini

No. Institusi Jabatan

Periode Kerja

1. Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Potensi Ekonomi Masyarakat Sultra (Lekppem-Sultra)

Direktur 2010-sekarang

11.Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir)

No. Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit

1. Analisis Alur Distribusi dan Volume Penjualan Beras di Kota Kendari Prov. Sulawesi Tenggara

Mega Aktiva 2009

Kendari, 19 Maret 2012Ketua Peneliti,

La Ode Ali Musa, SE.NIDN. 0903078402

43

Page 44: BAHAN REFERENSI

2. Anggota Peneliti

CURRICULUM VITAE1. Nama2. NIP3. Tempat tanggal lahir4. Program Studi

FakultasPerguruan tinggi

5. Alat kantorAlamat rumah

::::::::

Siti Zakiah Ma’mun, SE.0924047102Bau-Bau, 24 April 1971.ManajemenEkonomiUniversitas Muhammadiyah KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari.Jl. Bunga Tanjung No. 132 C Kendari.

6. Mata Kuliah yang Diampu:1. Studi Kelayakan Bisnis2. Ekonomi Manajerial3. Perpajakan

7. PendidikanNo. Nama Perguruan

TinggiGelar Tahun

SelesaiBidang Studi

1. Universitas Haluoleo Kendari

SE 1994 IESP

8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir)No.

Judul Tahun Kedudukan

1 Analisis Hubungan & Produksi dengan Produktivitas Usaha Tani Di Kecamatan Pondidaha

2010 Peneliti

9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir)

No. Judul Tahun Kedudukan

10.Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini

No. Judul Tahun Kedudukan1. Analisis Hubungan & Produksi dengan

Produktivitas Usaha Tani Di Kecamatan Pondidaha2010 Peneliti

44

Page 45: BAHAN REFERENSI

11.Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir)

No. Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit

1

Kendari, 19 Maret 2012Anggota Peneliti,

Siti Zakiah Ma’mun, SENIDN. 0924047102

45

Page 46: BAHAN REFERENSI

3. Anggota Peneliti

CURRICULUM VITAE1. Nama2. NIP3. Tempat tanggal lahir4. Program Studi

FakultasPerguruan tinggi

5. Alat kantorAlamat rumah

::::::::

Murini, SE.0917038102Sempa-Sempa, 17 Maret 1981.ManajemenEkonomiUniversitas Muhammadiyah KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari.

6. Mata Kuliah Yang diampu:1. Akuntansi Manajemen2. Pengantar Akuntansi 3. Manajemen Keuangan

7. Pendidikan

No. Nama Perguruan Tinggi

Gelar Tahun Selesai

Bidang Studi

1. Universitas Haluoleo Kendari

SE 2004 Akuntansi

8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir)

No. Judul Tahun KedudukanHubungan system penggajian dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Nusantara Surya Sakti Kendari

2010 Anggota Peneliti

9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir)

No. Judul Tahun Kedudukan1 Program Pembangunan sarana Air Bersih, Sanitasi

dan Mikro Kredit di 7 Desa/ Kel. Kec. Puriala Kab. Konawe

2010-2012

Co. Field Officier

46

Page 47: BAHAN REFERENSI

10.Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini

No. Judul Tahun Kedudukan1 Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan

Perempuan Dan Anak (LSM-Perak)2010-sekarang

Co. Field Officier

11.Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir)

No. Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit

Kendari,19 Maret 2012

Anggota Peneliti,

M u r i n i , SENIDN. 0917038102

47

Page 48: BAHAN REFERENSI

48