Bahan Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Lowry

47
Bahan penentuan kadar protein dengan metode lowry Penentuan Kadar Protein metode Kjeldahl dan Lowry A. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan kadar nitrogen dengan metoda Kjeldahl dan metode Lowry. 2. Mampu menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metoda Kjeldahl dan metode Lowry . B. Dasar Teori Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih “mentah”, hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.

description

biokim

Transcript of Bahan Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Lowry

Bahan penentuan kadar protein dengan metode lowry

Penentuan Kadar Protein metode Kjeldahl dan LowryA.   Tujuan Praktikum       

1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan kadar nitrogen dengan metoda

Kjeldahl dan metode Lowry.

2. Mampu menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metoda Kjeldahl dan

metode Lowry .

 

B.   Dasar Teori

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah

senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari

monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan

peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup

dan virus.

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan

dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk

batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai

antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam

biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan

sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam

amino tersebut (heterotrof).

Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan

polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein

merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein

ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.

Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA

ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan

ribosom. Sampai tahap ini, protein masih “mentah”, hanya tersusun dari asam amino

proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki

fungsi penuh secara biologi.

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini

berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn

pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan

peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang

mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).

Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan selain

lemak dan karbohidrat. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat

pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak

mudah rusak.

Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya protein

menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang dewasa

harus sedikitnya mengonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya. Kebutuhan akan

protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan atlet-atlet.

Kekurangan Protein bisa berakibat fatal:

·Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein -Keratin)

·Yang paling buruk ada yang disebut dengan Kwasiorkor, penyakit kekurangan protein.

Biasanya pada anak-anak kecil yang menderitanya, dapat dilihat dari yang namanya

busung lapar, yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga

menimbulkan odem.Simptom yang lain dapat dikenali adalah:

hipotonus

gangguan pertumbuhan

hati lemak

·Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berkibat

kematian.

Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl  disebut sebagai kadar protein

kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein, misalnya urea, asam

nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin.

Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris yaitu pH

dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein

berubah wujud menjadi padatan dan kehilangan daya kelarutannya.

 Metode Kjeldahl

Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode

kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl 

disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan

protein.

Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel

didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan

dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam

larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan

menggunakan larutan HCl.

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total

pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel

didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga

akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia

yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan

ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini

cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan

pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan

secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya.

Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai

protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi

berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka

konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis

Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat

menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi

ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat

dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl

digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang

semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari

bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen

dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang

besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin,

asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen

protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti

untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu

proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi

menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O.

Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat

proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO

(20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan

katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan

lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan

Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain

menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi

rendah atau sebaliknya.

2. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan

penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak

terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang

besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan

selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang

berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan

ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam

dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.

3. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang

bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai

dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama

30 detik bila menggunakan indikator PP.

%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang

bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida

0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna

larutan dari biru menjadi merah muda.

%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu

faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N

yang menyusun protein dalam suatu bahan.

Metode Lowry

Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi

preotein, yaitu metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya.  Masing-masing metode

mempunyai kekurangan dan kelebihan.  Pemilihan metode yang terbaik dan tepat

untuk suatu pengukuran bergantung pada beberapa faktor seperti misalnya, banyaknya

material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran,

alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV).

Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah

digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian

dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen folin

ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik

dalam residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan fosfomolibdat, yang

merupakan konstituen utama reagen folin ciocalteu, menjadi tungsten dan molibdenum

yang berwarna biru.  Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi yang lebar pada

daerah merah. Sensitifitas dari metode folin ciocalteu ini mengalami perbaikan yang

cukup signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu.

Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-

fosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH

0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%.  Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml larutan

protein ditambah 5 ml Lowry B, digojong dan dibiarkan selama 10 menit.  Kemudian

ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan dibiarkan 20 menit.  Selanjutnya diamati OD-nya.

Dalam metode ini terlibat 2 reaksi.  Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk

sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi

Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks

phosphomolibdat phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan

heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping

asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi

secara kolorimetri.

Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-

Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein.

Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 – 750 nm,

tergantung sensitivitas yang dibutuhkan.  Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm

yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah

puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein

dengan konsentrasi rendah.

Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah

penyerapan zat suatu senyawa.  Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut,

dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam

penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara kuantitatif.  Dalam pratikum ini

penggunaan KMnO4 bertujuan untuk memudahkan dalam pengenalan dan latihan awal

spektrofotometri.  Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu

tryptophan dan tyrosine-nya.  Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali)

daripada metode Biuret

Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry

ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine,

EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin,

xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan

dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan

blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen,

sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan

preparasi sampel dengan pengendapan protein.

C.   Alat dan Bahan

Alat jumlah Bahan

Spektrofotometer Visible (Labo) 1 unit Lar. H2SO4 pekat

Tabung reaksi 8 buah Garam Kjeldahl

Tabung Kjeldahl 4 buah Lar. Asam Borat

Pemanas Kjeldahl 1 unit Dedak (pakan ternak)

Alat distilasi 1 unit Bakso

Buret 50 ml 1 buah Lar. Protein standar

Erlenmeyer 250 ml 5 buah Aquades

Spatula 2 buah Lar.HCl 0,02 N

Kertas timbang

Batu didih 15 buah

Gelas ukur 25 ml 1 buah

Pipet tetes 2 buah

Corong gelas 1 buah

 

D.   Langkah Kerja

Metode Kjehdahl

Metode Lowry

Pembuatan larutan standar protein

Pengukuran larutan standar protein dan sampel

E.   Pengolahan Data

Metode Kjeldahl

Kadar Air Sampel Bakso

Berat Cawan Konstan              = 33,1540 gram

Berat Cawan + Sampel            = 38,1597 gram

Berat Sampel (w1)                     = 38,1597 – 33,1540 = 5,0057 gram

Setelah cawan di oven pada suhu 110oC selama 90 menit

Penimbangan 1                        : 34,6795 gram

Penimbangan 2                        : 34,4198 gram

Penimbangan 3                        : 34,3935 gram

Berat sampel setelah dikeringkan (w2): 34,3935 – 33,1540 = 1,2395 g

Kehilangan berat (w3)  : 5,0057 – 1,2395 = 3,7662 g

Persen kadar air (wet basis): = 75,24 %

 

Pembakuan HCl

Berat Boraks       = 1,9037 gram

Mr Boraks            = 381,37 gram/mol

BE Boraks           = 381,37/2 = 190,685

Volume larutan  = 50 ml

Volume analit     = 10 ml

Volume titran      = 21,8 ml

Kadar Protein Bakso 1 (1,0776 g bakso)

Penentuan absorbansi larutan standar

Konsentrasi larutan       = 20 ppm

Volume larutan              = 10 mL

Larutan standar merupakan 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mL larutan 20ppm protein yang

diencerkan dengan air, NaCO3, CuSO4, dan pereaksi fenol sampai volume 10mL

 

Pengukuran Absorbansi larutan standar pada panjang gelombang 670nm

 

Standa

r No

V

(mL) A

1 0,00 0,000

2 0,10 0,013

3 0,20 0,031

4 0,40 0,073

5 0,60 0,120

6 0,80 0,162

7 1,00 0,190

 

Perhitungan ppm protein  dalam larutan standar

1. a.      Blanko :  0 ppm

1. b.      0,10 ml lar. Standar protein 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

0,10 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 0,20 ppm

1. c.       0,20 ml lar. Standar protein 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

1. d.      0,40 ml lar. Standar protein 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

0,20 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 0,4 ppm

0,40 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 0,8 ppm

1. e.       0,60 ml lar. Standar protein 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

0,60 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 1,2 ppm

1. f.       0,80 ml lar. Standar protein 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

0,80 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 1,6 ppm

1. g.      1,00 ml lar. Standar protein 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

1,00 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 2 ppm

 

Dengan perhitungan, diperoleh data seperti pada tabel dibawah

Kons. protein (ppm) A

0,0 0,000

0,2 0,013

0,4 0,031

0,8 0,073

1,2 0,120

1,6 0,162

2,0 0,190

Dari data larutan standar tersebut dibuat grafik linear seperti berikut

 

 

Perhitungan Konsentrasi Analit/sampel

F.    Pembahasan

Pada praktikum penentuan kadar protein dan senyawa bernitrogen dari suatu bahan

pangan dilakukan dengan dua metode yaitu metode Kjeldahl dan Lowry. Sampel yang

digunakan pada praktikum ini adalah sampel bakso.

Metode Kjeldahl

Metode kjeldahl merupakan metode yang sering digunakan untuk menentukan kadar

nitrogen total, tidak hanya bahan pangan namun bahan non pangan pun dapat

menggunakan metode ini. Prinsip dari penentuan kadar protein dengan metode kjedahl

adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara

mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk

menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang

terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan

mengalikannya dengan konstanta tertentu. Analisa protein dengan metode kjeldahl

pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses

destilasi, dan tahap titrasi.

Pada percobaan ini, akan dianalisis kadar protein pada bakso. Sampel terlebih dahulu di

tumbuk atau di gerus untuk memperluas permukaan sehingga reaksi destruksi dapat

berjalan maksimal.

-          Destruksi

Sampel di destruksi dengan memanaskan sampel dalam asam sulfat pekat sehingga

terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan

P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu

bahan. Hasil destruksi adalah ion NH4+ yang menunjukkan keberadaan protein. Ion

ammonium bereaksi dengan ion sufat dari asam sulfat membentuk ammonium sulfat.

Reaksi di katalisis dengan adanya garam kjeldahl.

Garam kjeldahl berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik

didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat, serta mempercepat

kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat dan lebih sempurna.

Garam kjeldahl tersebut terdiri dari campuran Na2SO4 anhidrad dan CuSO4. Ion logam Cu

akan menaikkan titik didih H2SO4 sedangkan Na2SO4 anhidrad akan menarik air yang

terdapat pada sampel. Karena titik didih menjadi lebih tinggi, maka asam sulfat akan

membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini, kontak asam sulfat

dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif.

Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-

unsurnya.

Selama proses destruksi, terjadi reaksi berikut:

Cu2SO4 + 2H2SO4 à 2CuSO4 + 2 H2O + SO2

protein / (CHON) + On + H2SO4 à CO2 + H2O + (NH4)2SO4

Proses destruksi di tandai dengan perubahan warna larutan menjadi warna biru dan

bening. Setelah itu larutan di dalam labu kjeldahl didinginkan terlebih dahulu dan

kemudian diencerkan dengan penambahan 100 ml aquades.

-          Destilasi

Pada dasarnya tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan

memecah amonium sulfat menjadi amonia (NH3) dengan menambah beberapa mL

NaOH hingga tepat basa, kemudian larutan sampel ini dipanaskan. Prinsip destilasi

adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi

penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat

berlangsung dalam keadaan asam.

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan

penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat destilasi

melalui steam. Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest

menghasilkan panas, meski energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan

dari alat destilasi, ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi

yang dihasilkan alat destilasi juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan

(NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat

tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam

standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat..

Erlenmeyer yang berisi 100 ml asam borat 2 % + BCG-MR (campuran brom cresol green

dan methyl red) ditempatkan di bagian kanan bawah alat destilasi. Erlenmeyer ini

digunakan untuk menangkap amoniak hasil reaksi NaOH dengan (NH4)2SO4.  BCG-MR

merupakan indikator yang bersifat amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun

basa. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain

itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana

asam dan basa / dapat bekerja pada suasana asam dan basa), yang berarti memiliki

rentang trayek kerjanya yang luas (meliputi asam-netral-basa). Pada suasana asam,

indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana basa akan berwarna hijau-

biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada

dalam kondisi asam.

Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang

bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya

ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat

ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan.

Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah warna

menjadi hijau kebiruan, hal ini karena larutan menangkap adanya ammonia dalam

bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.

Reaksi yang terjadi :

(NH4)2SO4 + NaOH à Na2SO4 + 2 NH4OH

2NH4OH à 2NH3 + 2H2O

4NH3 + 2H3BO3 à 2(NH4)2BO3 +H2

Reaksi destilasi akan berakhir bila terjadi perubahan warna larutan dalam erlenmeyer

menjadi hijau muda akibat reaksi indicator pada suasana basa akibat menangkap

ammonia. Ini menunjukkan larutan telah bersifat basa dan distilasi dihentikan. Selain

perubahan visual yang terlihat, seharusnya dilakukan pengujian keberadaan ammonia

di ujung pipa aliran distilat. Pengujian dilakukan dengan menempelkan lakmus merah

ke ujung pipa, bila lakmus merah tidak berubah menjadi biru menunjukkan tidak ada

lagi amoniak yang dihasilkan dari destilasi, dengan demikian, destilasi dihentikan.

Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan larutan asam dalam

erlenmeyer berwarna hijau kebiruan karena dalam suasana basa akibat menangkap

ammonia. Ammonia yang terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat

setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik di bagian belakang alat destilasi

dan dialirkan ke dalam erlenmeyer.

-          Titrasi

Langkah terakhir dalam proses analisis protein adalah titrasi. Titrasi asam-basa

digunakan untuk menentukan kadar protein dalam sampel. Karena NH3 yang terbentuk

adalah asam lemah, digunakan HCl baku 0,1N untuk menitrasi asam borat yang sudah

menangkap ammonia hasil destilasi, titik akhir di tandai dengan perubahan warna

menjadi merah muda karena adanya indicator Phenolptalein pada kondisi sedikit basa

(mendekati netral).

Reaksi yang terjadi

4NH3 + 2H3BO3 à 2(NH4)2BO3 +H2            ……………………….(1)

(NH4)2BO3 + 2 HCl à 2 NH4Cl + H2BO3        ……..…………………(2)

Reaksi 1 adalah reaksi penangkapan ammonia distilat oleh asam borat, dan reaksi (2)

adalah reaksi penetralan pada titrasi asam-basa. Dari reaksi di (2) diatas, bahwa 1 mol

HCl akan bereaksi dengan 1 mol ammonia (dalam bentuk NH4Cl). Sehingga banyaknya

protein dalam sampel dapat dihitung dari konversi HCl yang digunakan dikali dengan

factor konversi nitrogen protein.

Dari metoda yang dilakukan untuk menentukan kadar protein dari suatu bahan pangan

yaitu bakso, maka didapatkan kadar protein bakso sebesar 2,66% pada keadaan bakso

kering (bebas air).

Metode Lowry

Selain metode Kjeldahl, protein dalam bahan pangan dapat ditentukan kadarnya

dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Protein merupakan kumpulan

dari beberapa asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida antara satu asam

amino dengan asam amino lainnya. Adanya ikatan peptida ini akan menyebabkan

sampel yang mengandung protein akan berwarna biru bila ditambahkan

Cu2+ kedalamnya. Warna biru juga dihasilkan akibat terjadinya redukti asam

fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan yang merupakan residu

protein. Asam fosfotungstat, fospomolibdat dan Cu2+ terdapat pada reagen folin-

ciocalteu yang ditambahkan pada sejumlah tertentu sampel.

Pada metode lowry ini, Cu2+ pada suasana basa akan tereduksi menjadi Cu+.

Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat –

phosphotungstat, menghasilkanheteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi

gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang menghasilkan warna

biru.

Warna biru yang di hasilkan bergantung pada kandungan residu tryptophan dan

tyrosine-nya. Sehingga pengukuran kadar sampel dapat dilakukan dengan pengukuran

absorbansi sampel pada panjang gelombang maksimal pada panjang gelombang

670nm. Metode ini sangat sensitif pada kadar protein yang kecil, limit deteksinya

kurang lebih 2 ppm.

Sampel bakso dilarutkan dalam sejumlah tertentu aquades, dan disaring. Filtratnya

merupakan larutan yang mengandung protein. Sampel ini diperlakukan sama dengan

sampel dan dilakukan pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang 670nm

menggunakan spektrofotometer visible.

Dari pengukuran deret standar protein yang diperoleh dari standar albumin terhadap 7

standar yang dibuat, didapat kurva kalibrasi dengan persamaan y = 0,1x –

0,0044. Sedangkan serapan sampel bakso pada panjang gelombang 670nm sebesar

0,058. Sehingga didapatkan kadar protein sampel sebesar 1248 ppm. Kadar tersebut

dikalikan dengan pengenceran (2000x) sehingga diperoleh kadar protein sampel bakso

mengunakan metode lowry pada kadar kering bakso sebesar 0,51%.

Jika dibandingkan dengan metode Kjeldahl, kadar protein yang diukur melalui dua

metode tersebut memberikan hasil yang berbeda. Metode lowry memberikan hasil 5

kali lebih kecil dibandingkan metode kjeldahl. Ini disebabkan karena kelarutan bakso

yang sangat kecil dalam air. Seharusnya bakso dilarutkan terlebih dahulu sampai benar

benar larut dalam air kemudian di reaksikan dengan metode lowry.

1. G.   Kesimpulan

2. Kadar protein bakso kering yang diperoleh dengan pengukuran kadar protein

menggunakan metode kjeldahl sebesar 2,66 %

3. Kadar protein bakso kering yang diperoleh dengan pengukuran kadar protein

menggunakan metode Lowry sebesar 0,51%

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Isi Kandungan Gizi Bakso-Komposisi Bahan

Makanan.http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-

bahan-makanan.html (online). Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013

Kurniawan, Gigih. 2013. Protein Analysis Kjeldahl

Metodh.http://chemistryinorganic.blogspot.com/2013/03/Protein-Kjeldahl.html (online).

Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013

Wahyudi, Imam. 2013. Laporan Praktikum Analisa Kadar

Protein.http://wahyudi93.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-analisa-kadar-

protein.html(online). Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013

Anonym. 2013. Protein. http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (diunduh pada tanggal 2

November 2013 pkl 08.28 WIB)

Sari, Indah. 2013. Penentuan Kadar Protein secara

Lowry.http://indhpsari.blogspot.com/2013/06/penentuan-kadar-protein-secara-

lowry.html (diunduh pada tanggal 2 November 2013 pkl 09.07 WIB)

Riani. 2013. Penentuan Kadar Protein dengan Metode

Kjeldahl. http://rianitusaya.blogspot.com/2012/10/protein-metode-kjeldahl.html (diundu

h pada tanggal 2 November pkl 09.33 WIB)http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-pangan/penentuan-kadar-protein-metode-kjeldahl-dan-lowry/

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini

disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun

dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O,

dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor,

belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga

(Winarno, 1990).

Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh tidak

terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik

langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh.

Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter

protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa

dalam tubuh (Winarno, 1990).

Kadar protein yang terkandung dalam setiap bahan berbeda-beda. Karena itu, pengukuran

kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Secara umum analisa protein dapat dilakukan

dengan berbagai metode, yaitu metode Kjeldahl, metode Biuret, dan metode LowryPada

praktikum kali ini analisa protein dilakukan dengan metode Lowry.

1.2  Tujuan

a. Untuk mengetahui cara analisis kadar protein metode Lowry pada bahan pangan dan hasil

pertanian

b. Untuk  menetapkan kadar protein dengan metode Lowry.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein                                                

Protein  adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein terdiri dari karbon, hydrogen,

oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering disebut sebagai zat

makanan bernitrogen karena protein merupakan satu-satunya zat  makanan yang mengandung

unsur nitrogen. Protein esensial untuk pembangunan protoplasma hidup karena terdiri dari

unsure karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Protein terkandung dalam makanan

nabati dan hewani, tetapi protein hewani paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi

pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Di lain pihak protein nabati

lebih murah. Protein ini lebih bermanfaat sebagai bahan bakar tubuh daripada sebagai

pembangun tubuh, tetapi menyediakan asam amino lebih murah yang dibutuhkan tubuh untuk

membangun jaringan (Watson, 2002).

Semua protein dibuat dari substansi lebih sederhana, yang disebut asam amino. Terdapat

kira-kira 20 asam amino, tetapi masing-masing protein mengandung hanya beberapa asam amino

tersebut. Asam amino seperti huruf yang dapat membentuk kata.Setiap kata merupakan

kombinasi huruf yang berbeda-beda. Protein dalam bahan makanan yang berbeda mengandung

kombinasi asam amino yang berbeda.Sepuluh asam amino esensial ditemukan dalam protein

manusia. Asam amino tersebut merupakan asam amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh.

Protein yang mengandung ke- 10 asam amino tersebut disebut protein lengkap, misalnya

albumin, myosin, dan kasein. Protein yang tidak mengandung ke-10 asam amino itu disebut

protein tidak lengkap, misalnya gelatin yang terkandung dalam semua jaringan fibrosa dan

diekstraksi dari tulang dan kaki anak sapi dalam pembuatan sup dan agar-agar. Protein hewani

seperti telur, susu, dan daging tidak hanya mengandung semua asam amino yang dibutuhkan

tubuh, tetapi juga semua asam amino dalam proporsi yang baik, yang disebutprotein kelas

pertama dan merupakan materi pembangun paling baik untuk jaringan tubuh. Protein nabati,

seperti ketan dan polong-polongan, mengandung hanya sejumlah kecil asam amino, yakni satu

atau asam amino dari sepuluh yang esensial untuk tubuh, dan dengan demikian disebut protein

kelas kedua, karena asam amino tersebut bukan merupakan zat pembangun yang baik (Watson,

2002).

2.2 Penjelasan Bahan Baku

     2.2.1 Susu

Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar

mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi

anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu tersebut

diproduksi dari unsure darah pada kelenjar susu sapi. Sedangkan menurut Buckle (1985), susu

didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya.

Untuk keperluan komersial, sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi.

Namun ada juga yang menggunakan ternak lain seperti domba, kambing, dan kerbau. Alat

penghasil susu pada sapi biasanya disebut ambing. Ambing terdiri dari 4 kelenjar yang berlainan

yang dikenal sebagai perempatan (quarter). Masing – masing perempatan dilengkapi dengan satu

saluran ke bagaian luar yang disebut putting. Saluran ini berhubungan dengan saluran yang

sebenarnya menyimpan susu. Klelenjar tersebut terdiri dai banyak saluran cabang yang lebih

kecil yang berakhir pada suatu pelebaran yang disebut alveoli, di alveoli itu susu dihasilkan

(Buckle, 1985).

Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor,

vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena di

samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu di dalam

saluran cerna (Almatsier, 2002). Komposisi susu sangat beragam, bergantung pada beberapa

factor antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, suhu dan umur sapi.

Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan

beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K.

       Menurut Winarno (1993), Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%.

Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak manis. Daya

kemanisan hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan

garam bertanggung jawab erhadap rasa susu yang spesifik.

Karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu adalah laktosa. Laktosa adalah disakarida

yang terdiri dari glukosa dan galaktosa.Enzim lactase bertugas memecah laktosa menjadi gula –

gula sederhana yaitu glukosa galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim lactase

dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring dengan

bertambahnya usia,keberadaan enzim lactase semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan

menderita diare bila mengonsumsi susu (Khomsan, 2004).

Kandungan Zat Gizi KomposisiEnergi (kkal)Protein (g)Lemak (g)Karbohidrat (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)

613.23.54.314360

Besi (mg)Vitamin A (µg)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Air (g)

1.739

0.031

88.3

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)

       Selain Selain zat – zat gizi tersebut di atas, pada susu sapi juga terkandung unsure gizi yang

mampu menjaga kestabilan kualitas dan berat tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena di dalam

susu terdapat tiga kandungan gizi dan asm lemak susu yang cucup penting untuk tubuh manusia,

yakni asam butirat, asam linoleat terkonjugasi (ALT), dan fosfolipid mampu menhindarkan

tumor, menurunkan resiko kanker, hipertensi dan diabetes. Dua asam lemak susu tersebut juga

mampu mengontrol lemak dan perkembangan berat badan. Dengan demikian jumlah lemak yang

masuk ke dalam tubuh akan tersaring oleh ALT dengan sendirinya (Siswono, 2005).

     2.2.2 Tempe

Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses pembuatannya dengan

cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya oleh kapang Rhizopus

oligosporus. Tempe merupakan sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi yang tinggi

daripada bahan dasarnya. Tempe dibuat dengan cara fermentasi, yaitu dengan menumbuhkan

kapang Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulitnya. Inkubasi /

fermentasi dilakukan pada suhu 25˚-37˚C selama 36-48 jam. Selama inkubasi terjadi proses

fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Persyaratan

tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalah kelembaban, kebutuhan oksigen dan

suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur (Hidayat, dkk. 2006).

Tempe mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tempe dapat diperhitungkan sebagai sumber

makanan yang baik gizinya karena memiliki kandungan protein, karbohidrat, asam lemak

esensial, vitamin, dan mineral. Gizi utama yang hendak diambil dari tempe adalah proteinnya

karena besarnya kandungan asam amino (Muhajirin, 2007). Kadar protein dalam tempe 18,3

gram per 100 gram. Tempe juga mengandung beberapa asam amino yang dibutuhkan tubuh

manusia. Secara  umum komposisi zat gizi kedelai kuning kering dan tempe dapat dilihat pada

tabel berikut:

Komponen Kimia KomposisiKalori (kal)Protein (g)Lemak (g)Hidrat arang (g)Kalsium (mg)Besi (mg)Vitamin B1 (mg)Air (g)

14918,34,012,712910

0,1764

Sumber: (Santoso, 1993)

2.2.3 Daging Ayam

Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan utama mayoritas masyarakat

Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena harga daging ayam dapat dijangkau oleh masyarakat

luas. Daging ayam mengandung protein yang tinggi serta berlemak rendah. Murtidjo (2003)

memaparkan bahwa daging ayam juga memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih lunak jika

dibandingkan dengan daging sapi dan ternak lain sehingga lebih mudah dicerna.Namun, sebelum

mendapatkan mutu daging ayam yang baik dan layak untuk dimakan oleh masyarakat, perlu

diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daging ayam tersebut. Beberapa faktor

yang berpengaruh dalam budidaya ayam pedaging komersil diantaranya pengelolaan

pemeliharaan, pemberian pakan, pencegahan dan penanggulangan terhadap penyakit,

pengangkutan, pemotongan, dan faktor-faktor lain. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada

daging ayam dapat dilihat pada tabel berikut:Komposisi Jumlah

Protein (g)Lemak (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)Besi (mg)Vitamin B1(mg)Air (g)Kalori (kkal)

18,2025,0014,00200,001,500,0855,90302,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)

     2.2.4 Kuning Telur

Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) & setengahnya adalah

kuning padat (yolk solid). Semakin bertambah umurnya telur, kuning telur akan mengambil uap

basah dari putih telur yang mengakibatkan kuning telur semakin menipis dan menjadi rata ketika

telur dipecahkan ke permukaan yang rata (berpengaruh kepada grade dari telur itu sendiri).

Selengkapnya akan dibahas di bagian grade telur. Persentase kuning telur sekitar 30%-32% dari

berat telur. Kuning telur terdiri atas membran kuning telur (vitellin) dan kuning telur sendiri.

Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak bagi perkembangan embrio. Komposisi

kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak

yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Telur konsumsi

diproduksi oleh ayam betina tanpa adanya ayam jantan (Bell dan Weaver, 2002). Warna kuning

telur dipengaruhi oleh pakan. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaitu santofil,

maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al., 1997).

2.3 Macam-Macam Penyebab Kerusakan Protein

2.3.1 Koagulasi Protein

Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang

didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah menjadi padat atau

setengah padat (gel) dengan proses air yang keluar dari struktur membentuk spiral-spiral yang

membuka dan melekat satu sama lain. Koagulasi ini terjadi selama rentang waktu temperatur

yang lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya seperti panas,

pengocokan, pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi protein

biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang mungkin

terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi. Kekentalan hasil campuran telur

mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau menjadi lebih kuat. (Vickie, 2008)

2.3.2 Denaturasi Protein

Menurut Winarno (2002), denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan Hidrogen,

interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win molekul. Ada dua macam

denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih

kecil tanpa disertai pengembangan molekul ikatan. Ikatan yang dipengaruhi oleh proses

denaturasi adalah :

a.       Ikatan Hidrogen

b.      Ikatan hidrofobik

c.       Ikatan ionik

d.      Ikatan intramolekuler.

Denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener. Denaturasi

struktur merupakan fenomena dimana terbentuk konformasi batu dari struktur yang telah ada.

Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivias biologi, peningkatan

viskositas dan protein mudah diserang oleh enzim proteolitik (Oktavia, 2007).

2.4  Macam-Macam Analisa Protein

2.4.1   Metode Lowry

          Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2

reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang

dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi

reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-

molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis

Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan

warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya.

Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga

memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01

mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya

(Lowry, dkk, 1951).

Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini,

diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris,

senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin,xanthine, magnesium,

dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferensi

tersebut. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.

Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan

penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry dkk

1951).

Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat

mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen

Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+

bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru,

sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).

2.4.2 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran

serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg

spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan

detektor fototube (Yoky, 2009).

          Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu

sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan

spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.

Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR

(> 750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah

(sinar tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan kisi atau

prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornya menggunakan tabung

penggandaan foton atau fototube (Yoky, 2009).

          Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas,

monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator.Spektrofotometri dapat

dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam

dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang

gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang

khas untuk komponen yang berbeda (Yoky, 2009).

2.4.3 Metode Kjeldahl

 Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat

kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu. Kelebihan

metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga mempunyai kebolehulangan

(Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya tidak memiliki

kekurangan. Kekurangan metode ini adalah memakan waktu lama (Time Consuming),

membutuhkan biaya besar dan ketermpilan tekhnis tinggi (Juiati dan Sumardi, 1981)

2.4.4 Metode Titrasi Formol

Metode Titrasi Formol merupakan cara lain dalam menentukan kadar protein. Metode

ini secara ekonomis murah, cep, dan idak memerlukan keahlian khusus, walaupun metode

ini kurang praktis dalam penentuan kandungan protein secara absolut akibat dari

keseimbangan nitrogen (N) yang berbeda (Davide, 1977).

Tahap Titrasi Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui

dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N % N

= ���������� ( ������������−������������)���������� ������������ (��)

�� 1000 x N HCl x 14,008 x 100 % Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar

proteinnya dengan mengalikan suatu faktor : % P = % N x faktor konversi ( Slamet

Sudarmadji, 1989 ).

2.4.5 Metode Turbodimetri

Menurut Moulyono (2007 :891) turbodimetri merupakan analisis berdasarkan

pengukuran berkurangnya kekuatan sinar melalui larutan yang mengandung partikel

tersuspensi. Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila

ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA, K4Fe(CN)6 atau asam sulfosalisilat.

Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.

Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai

perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang

dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya

konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan. Yaitu

pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas yang

datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman di mana cahaya yang mulai tidak

tampak di dalam lappisan medium yang keruh. Instrumen pengukuran perbandingan tyndall

disebut sebagai tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung.

Sedangkan pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar.

Turbidineter mliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbandinglurus

terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk

partikel yang lebih kecil, rasio tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel

dan berbanding terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombang (Khopkhar,2003 : 7)

2.5  Prinsip Analisa Protein Metode Lowry

                 Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-

Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini

menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas

yang dibutuhkan.  Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk

menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang

dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.  Metode ini lebih

sensitif untuk protein konsentrasi rendah dibanding metode biuret          (Soeharsono, 2006).

                 Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret.  Dalam metode ini

terlibat 2 reaksi.  Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret,

yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan

mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat

(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi

gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif

yang dapat dideteksi secara kolorimetri (Sudarmaji, 1996)

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1    Alata. Pisau

b. Telenan

c. Mortar

d. Wajan

e. Kompor

f. Spatula

g. Sendok

h. Serok

i. Wadah

j. Neraca analitik

k. Penjepit

l. Pipet

m. Bulp pipet

n. Pipet ukur

o. Pipet mikro

p. Labu ukur 100 ml (2 buah)

q. Beaker glass 150 ml (2 buah)

r. Labu ukur 10 ml (9 buah)

s. Spektrofometer

t. Botol sentrifugasi (AM) (2 buah)

u. Sentrifugator

v. Corong

3.1.2    Bahana. Ayam goreng

b. Ayam mentah

c. Susu

d. Kuning telur

e. Tempe

f. Minyak goreng

g. BSA (50,100,150,200,250,300) µ mL

h. Folin

i. Lowry

j. Aquades

k. Plastik

l. Tissue

m. Kertas saring (2 buah)

n. Aluminium voil

3.2 Prosedur Analisa

Pada analisa protein terdapat beberapa bahan pangan yang diamati, misal daging ayam,

susu, tempe, dan kuning telur. Sebagai contoh bahan untuk dianalisa, kita ambil tempe untuk

dijadikan sampel. Pertama, tempe dicacah untuk memperkecil ukuran dan agar lebih mudah

untuk dihaluskan. Kemudian ditumbuk atau dihaluskan  untuk memperluas permukaan bahan

dan mempermudah ekstraksi. Selanjutnya ditimbang 15 gram untuk mengetahui berat sample.

Masukan ke dalam labu ukur 100 ml untuk proses ekstraksi dan tera hingga tanda batas dengan

aquades untuk melarutka protein. Kemudian diamkan hingga air berwarna keruh untuk

mengoptimalkan proses ekstrasi. Ambil filtrat untuk dianalisa dan masukan ke dalam botol

sentrifugasi untuk memudahkan proses sentrifugasi. Tahap selanjutnya sentrifugasi 10 menit

untuk mengoptimalkan pemisahan berdasarkan sentrifugasi (berat jenis). Selanjutnya disaring

dengan kertas saring untuk memisahkan protein terlarut dan tidak terlarut. Setelah itu ambil

sample 0,5 gram agar mudah untuk dianalisa. Masukkan ke dalam labu ukur 10 ml untuk

mempermudah campuran antara lowry dan folin. Tambahkan 2 ml mix lowry sebagai indikator

dan inkubasi selama 10 menit untuk memberikan waktu reaksi antara lowry dengan ikatan

peptida. Tambahkan 0,2 ml larutan folin untuk menunjukan perubahan warna agar mudah di

spektrofotometer. Kemudian ditera sampai tanda batas dengan aquades untuk mempermudah

pembacaan spektrofotometer dan inkubasi selama 60 menit untuk memberikan waktu reaksi

antara folin dengan ikatan peptida. Langakah terakhir, lakukan absorbansi 750 nm untuk

mengetahui nilai absorban dengan menggunakan spektrofotometer.

Tahap awal pada kurva standart menyiapkan BSA (0,50,100,150,200,250,300) dengan

tujuan unutk membuat titik bantu pada kurva standart. Kemudian masukan ke dalam labu ukur

10 ml untuk mempermudah campuran antara lowy dan folin. Tambahkan 2 ml mix lowry sebagai

indikator dan di inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang untuk memberi waktu reaksi antara

lowry dengan ikatan peptida (reaksi optimal). Tambahkan 2 ml larutan folin untuk menunjukan

perubahan agar mudah di spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan peneraan untuk

mempermudah pembacaan spektrofotometer. Kocok hingga homogen untuk mengoptimalkan

pencampuran dan inkubasi 60 menit untuk memberi waktu reaksi antara folin dengan ikatan

peptida. Dan tahap terakhir absorbansi 750 nm untuk mengetahui nilai absorbansi sample pada

panjang gelombang 750 nm.

BAB 4. PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menghasilkan data analisa kurva standart

BSA ( Bovine Albumin Serum) dan grafik hasil analisa protein seperti ada diatas. Analisa yang

dilakukan yaitu dengan menggunakan metode lowry. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga

konsentrasi sampel dapat diketahui. Dari kurva standart BSA didapatkan persamaan y = 0.082x +

0.086 dan nilai sebesar R² = 0.995. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai pembacaan

absorbansi cukup presisi (akurat) karena nilai R2nya mendekati 1.

Pada diagram analisa kadar protein hanya terdapat tiga bahan yang dianalisa yaitu kuning

telur, tempe dan susu. Daging ayam tidak di analisa karena tidak dilakukan pengulangan. Kadar

protein pada kuning telur, tempe dan susu secara berturut-turut yaitu 1,022%; 2,087%; dan

1,583%.

Pada bahan kuning telur diperoleh kadar protein sebesar 1,022%. Sedangkan

menurut  Yamamoto et al.( 1997), kadar protein pada kuning telur adalah sebesar 16 %.

Perbedaan kadar protein ini dapat disebabkan oleh perbedaan pakan ternak yang diberikan. Jika

pakan ternak yang diberikan  kurang mengandung protein maka telur yang dihasilkan kurang

mengandung protein yang tinggi. Untuk nilai SD pada kuning telur yaitu 0,082 dan nilai RSD

sebesar 8,02. Hal ini menunjukkan keakuratan pada data karena nilai SD < 1.

Pada bahan tempe diperoleh kadar protein sebesar 2,087% sedangkan menurut Santoso

(1993), kadar minimal protein pada tempe adalah 18,3 %. Hal ini menunjukkan terjadinya

penyimpangan. Penyimpangan dapat disebabkan karena tempe yang digunakan saat praktikum

memiliki kualitas yang kurang bagus misalnya tempe yang digunakan dalam keadaan hampir

busuk sehingga kadar proteinnya rendah. Selain itu penyimpangan dapat disebabkan oleh alat

yang digunakan saat praktikum kurang memadai atau kurang akurat. Seperti  pada alat

spektrofotometer yang tingkat sensitivitas terhadap warnanya kurang sehingga nilai yang

diperoleh kurang akurat. Untuk nilai SD pada tempe sebesar 0,0066 dan nilai RSD sebesar 3,16.

Nilai SD tersebut menunjukkan data yang akurat karena nilainya < 1.

Pada bahan susu bubuk diperoleh kadar protein sebesar 1,583%, sedangkan menurut

Departemen Kesehatan RI (2005), kadar protein pada susu bubuk adalah sebesar 32 %.

Perbedaan yang cukup signifikan tersebut  dapat disebabkan karena alat yang dipakai untuk

mengukur nilai absorbansi yaitu spektrofotometer sudah tidak sesuai standar sehingga nilai yang

dihasilkan tidak akurat. Nilai SD pada bahan susu bubuk ini adalah sebesar 0, 348 dan RSD

sebesar 21,9. Hal tersebut menunjukkan bahwa yang diperoleh sudah akurat karena nilainya < 1.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

a. Protein  adalah zat makanan yang paling kompleks karena terdiri dari karbon, hydrogen,

oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor

b. Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya.

c. Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses pembuatannya dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya oleh kapang Rhizopus oligosporus

d. Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) & setengahnya adalah kuning padat (yolk solid).

e. Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang didenaturasi membentuk suatu massa yang solid.

f. Denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan Hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win molekul

g. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektorfototube

h. Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu

i. Turbodimetri merupakan analisis berdasarkan pengukuran berkurangnya kekuatan sinar melalui larutan yang mengandung partikel tersuspensi.

j. Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba.

5.2 Saran

a. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham

b. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.

  DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Buckle,  K.A. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI.Press.

Davide CL. 1977. Laboratory Guide in Dairy Chemistry Practical. Laguna: FAO RegionalDairy Deveploment adn Training and Reserch Inst Univ of Philiphines at Los Banos Coll.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta. 57pp.

Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Hidayat, Nur dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Julianti, J dan Sumardi. 1981. Sedikit Modifikasi Dalam Metode Analisa N (Protein) Dalam Bahan Makanan Dengan Cara Kjeldahl. Bandung: Seminar Nasional Metode Analisa Kimia

Khopkhar,S.M. 2003. Dasar-dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: GramediaWidiasarana Indonesia.

Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol Reagent. New York: Kluwer Academic Publishers.

Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta : Kanisius.Mulyono. 2007. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.

Oktavia. Devi. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan Ekstrudat. Jurnal Standarisasi Vol 9 No.1.Santoso, H.B., 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai. Kanisius, Yogyakarta.

Sudarmadji, Slamet. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti.

Soeharsono. 2006. Biokimia 1. Yogyakarta: UGM Press.

Sudarmaji. 1996. Analisa Bahan. Yogyakarta: Liberty.

Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science Third Edition. New York : Springer Science + Business Media.

Watson, Roger.  2002. Anatomi Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : ECG

Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.Yamamoto M, Matsumoto R, Okudai N, and Yamada Y. 1997. Abortedanthers of Citrus result from gene-cytoplasmic male sterility. Sci Hortic 70:9-14.http://nuruszahro.blogspot.com/2013/10/laporan-analisa-protein.html

SPEKTROFOTOMETER UNTUK PENENTUAN KADAR PROTEIN

II. SPEKTROFOTOMETER UNTUK PENENTUAN KADAR PROTEIN

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Protein merupakan zat yang sangat berguna bagi kehidupan manusia serta merupakankomponen utama dalam sel hidup dan memegang peranan penting dalam proses kehidupan. Fungsi utama dari protein yaitu sebagai pembentuk struktur sel, membangun sel tubuh baru dan mengganti sel lama yang telah rusak, serta sebagai enzim dan katalisator segala macam proses biokimia dalam sel, disamping fungsi-fungsi yang lain. Contoh pada bahan makanan, protein terdapat pada susu, kedelai dan sebagainya.

Tiap bahan makanan yang dikonsumsi memiliki kandungan protein yang berbeda-beda besarnya. Maka dari itu, pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Cara Menentukan suatu kadar protein yang terkandung pada bahan makanan dengan menggunakan metode spektrofotokopi.

Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu suatu alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi.

Menguji protein dengan menggunakan spektrofotokopi atau spektrometer itu merupakan metode dari lowry. Mengukur kadar protein menggunakan spektrofotokopi pada dasarnya analisis kualitatif atau kuantitatif, dengan suatu prinsip kerja reaksi antara radiasi elektromaknetik dengan elektro bahar. Memiliki suatu fungsi sebagai gelombang sekaligus materi radiasi elektromagnetik menjadi bermanfaat.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan melakukan praktikum spektrofotometer untuk menentukan kadar

protein yaitu :

a. Menentukan kadar protein suatu bahan dengan spektrofotometer.

b. Mengetahui hasil kadar protein dari masing-masing sampel.

B. Tinjauan Pustaka

Konsentrasi protein diukur berdasarkan atas optical dencity pada panjang gelombang tertentu untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan. Protein dengan garam fosfofungsat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya tergantung pada konsentrasi protein tertera. (Arthur, 1996)

Kurva standart adalah kurva Alibrasi dari sederet larutan standart larutan-larutan itu. Larutan itu sebaiknya mempunyai komposisi cuplikan. Hasil tidak pernah didasarkan pada literature absortivitas molar.(Polling, 1996)

Analisa Kjeldahl dapat dipakai untuk menganalisis kadar protein dalam bahan makanan secara tidak langsung. Analisa ini dipakai untuk mengetahui kadar protein dengan menggunakan asam sulfat pekat dengan katalis selenium oksiklorida. Cara ini merupakan cara yang sederhana dan mudah dilakukan. (Basari, 1997)

Protein pada setiap bahan kadarnya berbeda-beda. Pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan karena erat kaitannya dengan tingkat konsumsi manusia. Pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode Lowry adalah dasar dari penggunaan spektrofotometer. Warna biru yang terjadi oleh pereaksi Ciocalteau disebabkan reaksi antara protein dan Cu dalam larutan alkalis dan terjadi reaksi garam fosfotungstat dan garam fosfomoliddat oleh tirosin dan triptopan (Ahmad, 1997)

Protein merupakan makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida dan mempunyai bobot molekul 5000 sampai berjuta-juta. Satu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino tertentu dengan susunan tertentu pula dan bersifat turunan (Aisyah , 1998)

C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja

1. Alat

a. Tabung reaksi

b. Rak tabung reaksi

c. Pipet

d. Gelas ukur

e. Spektrofotometer

2. Bahan

a. Larutan BSA susu dan kedelai

b. Reagen A (Na2CO3 dalam NaOH)

c. Reagen B (CuSO4 dalam aquades)

d. Reagen C (K-tartat dalam aquades)

e. Reagen D (campuran A; B; C = 20: 1: 1)

f. Reagen E (Fiolin Ciocalteu dalam eter)

g. Larutan bovine serum albumin dalam buffer pH 6

3. Cara Kerja

a. Memasukkan 1 ml larutan BSA susu dalam tabung reaksi, dan 2 ml

sampel kedelai dalam tabung reaksi berbeda.

b. Menambahkan 1 ml reagen D dalam masing-masing tabung reaksi,

kemudian menggojoknya dan mendiamkannya pada suhu ruangan

selama 15 menit.

c. Setelah 15 menit, menambahkan reagen E ke dalam masing-masing

sampel, kemudian menggojok dan mendiamkannya selama 45 menit.

d. Menembak kedua larutan tersebut dengan menggunakan Spektrometer.

e. Mengukur absorbansinya pada 540 nm.

D. Hasil dan Analisis Hasil Pengamatan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 1.1 Pengukuran absorbansi larutan BSA

Absorbansi (A°)

Konsentrasi

0 0

0,055 0,2

0,097 0,4

0,131 0,6

0,177 0,8

0,219 1

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 1.2 Pengukuran absorbansi sampel

SampelAbsorbansi

(A°)

Susu 0,203

Kedelai 0,119

Sumber : Laporan Sementara

2. Analisis Hasil Pengamatan

Analisis Absorbansi Sampel

a. Susu

y = a+bx

0,203 = 0,028+4,665x

0,203-0,028 = 4,665x

0,175 = X

4,665

0,037 = X

Kadar Sampel = 0,74%

b. Kedelai

y = a+bx

0119 = 0,028+4,665x

0,119-0,028 = 4,665x

0,091 = 4,665x

0,091 = X

4,665

0,019 = X

Kadar Sampel = 0,38%

E. Pembahasan dan Kesimpulan

1. Pembahasan

Protein merupakan komponen utama pada sebagian besar jaringan pada tubuh manusia. Protein terdiri dari unsur-unsur Karbon, Nitrogen, Oksigen, dan Hidrogen. Fungsi protein sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur sel, serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.

Untuk menghitung kadar protein, dapat dilakukan dengan cara mengukur kadar protein berdasarkan metode Lowry Folin Ciocalteu dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Oleh karena itu, pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk menentukan hasil kadar protein dalam setiap bahan yang berbeda.

Prinsip kerja dari spektrofotometer berprinsip kerja reaksi antara reaksi elektromagnetik dengan partikel bahan. Spektrofotometer bekerja berdasarkan pada prinsip penyerapan gelombang cahaya (radiasi) yang dilewatkan pada suatu larutan. Spektrofotometer yang digunakan adalah visible atau menggunakan cahaya tampak yang panjang gelombang terukurnya yang berkisar antara 340 nm – 1000 nm. Panjang gelombang maksimum dicari untuk mengetahui seberapa besar energi cahaya tertinggi yang diserap oleh suatu larutan.

Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui zat yang terkandung dalam makanan atau minuman seperti micro nutrient, zat pewarna, dan lain-lain. Tergantung panjang gelombang yang telah diatur pada spektrofotometer. Warna biru kehitaman terjadi karena terdapatreaksi antara protein dengan Cu2+ dalam larutan alkalis.

2. Kesimpulan

Dari hasil praktikum spektrofotometer untuk penentuan kadar protin, dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Penentuan kadar protein menurut metode Lowry Folin Ciocalteau menunjukkan jumlah protein yang terkandung dalam larutan

b. Hasil analisis absorbansi kadar sampel pada susu adalah 0,74 %

c. Hasil analisis kadar sampel pada kedelai adalah 0,38%

d. Dari kurva dapat dilihat bahwa kadar protein akan semakin tinggi seiiring dengan semakin besarnya konsentrasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur. 1996. Illustrated Dictionary of Chemistry. Science Press Singapore. Singapore.

Polling. 1996. Intisari Kimia III. UT. Depdikbud. Jakarta.

Basari. 1997. Ilmu Kimia SMU. Depdikbud RI. Jakarta.

Achmad. 1997. Buku Materi Pokok Kimia. UT. Depdikbud RI. Jakarta.

Aisyah. 1998. Kimia Untuk Universitas. Bumi Aksara. Jakarta

http://siskannajwa.blogspot.com/2014/02/spektrofotometer-untuk-penentuan-kadar.html