bahan makalah immunoassay
description
Transcript of bahan makalah immunoassay
Pak Tofan, maaf . Saya belum bisa mengedit lagi untuk mengurangi, minta tolong nggih kalua
sempat njenengan ringkas, biar gak banyak2 amat. Juga formatnya masih acak acakan. Terima
kasih,
PENGERTIAN IMMUNOASSAY
Reaksi antigen dan antibodi bersifat spesifik. Antigen akan bereaksi hanya dengan
antibodi yang khas untuk antigen tersebut. Oleh karena spesifitas yang tinggi ini, reaksi
antara antigen dan antibodi dapat digunakan untuk mengidentifikasi salah satu menggunakan
satu lainnya. Spesifitas ini merupakan dasar reaksi serologis. Reaksi silang yang mungkin
terjadi antara antigen yang berhubungan dapat membatasi spesifitas tes.
Reaksi antigen-antibodi digunakan untuk mengidentifikasi komponen spesifik dalam
gabungan dari salah satu tersebut. Mikroorganisme dan sel yang lain mempunyai antigen
beragam, oleh karena itu dapat bereaksi dengan banyak antibodi yang berbeda. Antibodi
monoklonal merupakan sarana yang sangat baik untuk identifikasi antigen karena
mempunyai spesifitas tunggal yang diketahui dan homogen. Antiserum yang dihasilkan
sebagai bagian dari respon imun mengandung kompleks campuran antibodi, oleh karena itu
heterogen. Ini mengakibatkan antiserum tersebut kurang bermanfaat untuk tes spesifik.
Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel-sel imun dan mampu berikatan
ke situs tertentu pada protein lain yang disebut antigen. Antibodi dihasilkan tubuh sebagai
respon terhadap antigen protein asing yang diintroduksi ke dalam hewan vertebrata (misalnya
mammalia). Antibody terhadap satu antigen protein biasanya amat spesifik dan bisa
dihasilkan serta diourifikasi untuk digunakan dalam immunoassay. Teknik imunodiagnostik
cukup luas dan bervariasi, semuanya berdasarkan reaksi sistim kekebalan dalam tubuh
manusia yang diaplikasikan secara in vitro. Imunoassay merupakan salah satu teknik
immunodiagnostik yang paling banyak digunakan. Teknik ini berdasarkan reaksi biokimia
antara dua jenis analit (antigen dan antibodi) yang dapat memberi hasil bervariasi bergantung
pada jenis indikatornya (Ahyar Ahmad,2005)
Sebuah label atau tag, bisa dilekatkan ke antibody agar bisa dideteksi begitu antibody
telah berikatan dengan antigen yang bersesuaian dengannya. Label paling sensitive adalah
isotop radioaktif yang digunakan bagi radioimmunoassay (RIA) atau label enzim yang
digunakan dalam enzyme-linked immunoabsorbent assay ((ELISA). Label label enzim lebih
sering digunakan daripada isotop radioaktif karena lebh mudah ditangani dan dibuang,
Klasifikasi Immunoassay
System imunoassay dapat dilakukan (diformat) dalam dua sistem, yaitu sistem heterogen
yang memerlukan pemisahan dan sistem homogen yang tidak memerlukan pemisahan
reaktan setelah reaksi terjadi.
Pada sistem heterogen, sifat label sebelum dan sesudah reaksi tetap sama, jadi perlu
pemisahan komponen reaktan yang berlebih dengan kompleks Ag-Ab yang terbentuk, sebab
kuantitas kompleks ini yang akan dihitung. Pada sistem homogen, sifat label sebelum dan
sesudah reaksi sangat berbeda, jadi tidak perlu lagi pemisahan komponen reaktan secara fisik
(Deshpande, 1994). Berdasarkan mekanisme reaksinya, sistem imunoassay dapat
dikategorikan menjadi assay kompetitif dan non kompetitif, system terakhir ini prinsip
dasarnya sama dengan prinsip peran substrat-inhibitor dalam reaksi enzimatik (Stryer, 1988).
Gabungan dari sistem diatas menghasilkan produk-produk imunodiagnostik komersial
dengan enam model reaksi dasar (Goshling, 1990)
1. Assay kompetitif menggunakan antigen terlabel
Gambar 1 bertujuan mendeteksi antigen dengan konsentrasi antibodi yang terbatas dan
mengunakan antigen serupa yang dilabel sebagai kompetitornya.
2. Assay kompetitif menggunakan antibodi berlabel
Gambar 2 dengan tujuan sama seperti model di atas. Assay ini biasanya digunakan jika sifat antigen dapat
mempengaruhi label enzim yang digunakan
Gambar 2.Reaksi model 2: Assay kompetitif dengan antibodi terlabel enzim (E-AB). Antigen (L) terikat pada suatu fasa padat danantigen dari contoh berkompetisi untuk mendapat tempat pada molekul antibodi terlabel enzim yang terbatas
3. Assay kompleks Ag-Ab (Gambar 3) bertujuan mendeteksi antigen atau antibodi; cara ini paling banyak digunakan di bidang diagnostik penyakit atau biomedis. Secara teknis relatif sederhana dan murah. Prosedur seperti reaksi aglutinasi, immunodifusi ganda dan presipitasi berdasarkan model ini. Biasanya dalam model ini tidak menggunakan label dan kepekaannya terbatas, meskipun demikian reaksi imunodifusi dapat mendeteksi 0,005 μg protein/ml suspensi (Silverstein et al., 1963).
Gambar 3.Reaksi model 3; Assay kompleks antigen-antibodi. Antibodi (Y)yang diikatkan pada suatu partikel akan beragregasijika bereaksi dengan suatu antigen homolog
yang multivalen (MVA).
4. Sandwich assay (Gambar 4) merupakan metode yang lebih modern dan luas penggunaannya. Prinsipnya hampir sama dengan model 3, tapi antigen yang digunakan biasanya dapat berikatan dengan dua atau lebih antibodi yang berbeda spesifisitasnya. Salah satu reaktan (biasanya antibodi) terikat (immobilized) pada matrix tertentu seperti polistirene dan pada antibodi lainnya diberi label. Sandwich assay inipun bermacam-macam prinsipnya.
Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) termasuk dalam model ini. Model ini
lebih peka dari model 1, dapat mendeteksi 10 antigen.
Gambar 4.Reaksi model 4; Immunoassay "sandwich"dimana suatu antigen multivalen (L) pertama-tama diikatkanpada suatu antibodi poliklonal (AB-1) yang telah diimobilisasi.Antigen tersebut kemudian dideteksi dengan
antibodi ke dua (AB-2) yang telah diberi label enzim.
1. Assay non kompetitif dengan tujuan mendeteksi antibodi dalam serum (berbeda dengan
model sebelumnya). Antigen yang digunakan biasanya berlebih dan terikat pada matrix
tertentu, serum yang akan dideteksi jenis antibodinya (antibodi primer) direaksikan
dengan antigen tersebut. Reaksi ini memerlukan suatu anti-antibodi (antibodi sekunder)
terhadap antibodi yang akan dideteksi. Antibodi sekunder inilah yang biasanya dilabel
dan dapat bereaksi dengan bagian Fab (Fragment antigen binding) dari molekul antibodi
primer, sehingga kandungan antibodi dalam serum dapat ditentukan.
2. Assay bebas pemisahan pada reaksi (sistim homogen) dengan tujuan sama seperti model
1, 2, dan 3, tapi pembacaan hasil reaksi ditentukan oleh sifat label yang memang berbeda
sebelum dan sesudah reaksi; oleh sebab itu sistim ini tidak memerlukan pemisahan pasca
reaksi .Teknik ini banyak digunakan dalam laboratorium klinik dan forensik seperti kasus
penyalahgunaan obat. Assay ini biasanya kurang peka jika dibandingkan dengan yang
sistim yang lain.
Gambar 5.Reaksi model 5; Immunoassay nonkompetitif berdasarkanikatan antibodi-antibodi. Antigen diikatkan pada suatu fasapadat, dan antibodi homolog (AB-1) akan berikatan dengannya.Antiantibodi (AB-2) terhadap AB-1 yang telah terlabelenzim akan berikatan dengan AB-1 dan jumlahnya dapatditentukan secara kuantitatif.
Gambar 6.Reaksi model 6; Immunoassay bebas pemisahan. Aktivitasenzim yang terikat pada antigen (E-L) akan dihambat, dengankata lain konversi substrat (S) menjadi produk (P) akandicegah jika antigen tersebut berikatan dengan antibodi
.
Prosedur Immunoassay
Ada tiga tahap penting dalam melaksanakan immunoassay (Persulessy: 1999)
1. Reaksi immunology
Pada tahap pertama, cuplikan dianalisa ditambahkan bersama-sama antigen yang diberi Label dengan suatu enzim, kedalam tabung reaksi yang berisikan antibodi yang berikatan dengan partikel magnetik. Pestisida yang ada didalam cuplikan berlomba dengan pestisida berlabel untuk berikatan dengan antibodi. Reaksi immunologi terjadi selama 15 sampai 30 menit (Gambar 1).
Gambar 1. Reaksi Immunologi
2. Reaksi Pemisahan
Pada tahap kedua, suatu medan magnet yang dipakai untuk memisahkan campuran reaksi. Semua partikel akan tertarik dan tertahan oleh dinding tabung sementara kelebihan reagent didekantasi dan partikelnya dicuci dua kali (Gambar 2).
Gambar 2. Proses Pemisahan
1. Proses Pembentukan warna
Pada tahap ketiga, jumlah antigen berlabel enzim ditetapkan dengan menambahkan hidrogen peroksida dan chromogen untuk menghasilkan produk berwarna (Gambar 3). Setelah inkubasi singkat, produksi warna dihentikan dan distabilkan dengan penambahan asam. Karena antigen berlabel berlomba dengan antigen didalam cuplikan untuk berikatan dengan antibodi, maka pengembangan warna sebanding dengan antigen yang berlabelkan enzim dan sebaliknya juga sebanding dengan konsentrasi antigen di dalam cuplikan.
Aplikasi Immuoassay untuk ELISA
Salah satu contoh aplikasi dari immunoassay adalah Uji Elisa. Sel ELISA dikembangkan
untuk mendeteksi antigen atau agen yang terdapat dalam sel. Sehingga pada model ini tidak
diperlukan pelapisan antigen pada mikroplate tetapi dengan cara fiksasi sel yang
diinokulasikan sampel yang dideteksi agennya, kemudian direaksikan dengan antibodi
poliklonal atau monoclonal dan akhirnya direaksikan dengan konjugat fragmen
immunoglobulin anti immunoglobulin yang digunakan untuk mendeteksi antigen. Antibodi
yang sering digunakan untuk mendeteksi agen dalam sel adalah antibodi monoclonal, karena
agen yang terdeteksi di dalam sel belum tentu merupakan antigen yang lengkap, tetapi
merupakan bagian tertentu yang dapat menstimulasi antibodi. Hal inilah yang membuat
metode ini cukup sensitive
1. ELISA untuk Deteksi Virus
- Partikel magnit yang terikat antibody
- Antigen konjugat dalam enzim
- Antigen
- Substrat homogen
- Produk warna
Aplikasi ELISA untuk mendeteksi infeksi virus dapat dilakukan dengan dua cara,
yang pertama adalah mendeteksi reaksi imun (interferon, sitokin, antibodi) dan yang
kedua adalah mendeteksi antigennya.
Model ELISA direct maupun indirect dan sandwich ELISA baik dengan sistem
peroksidase maupun alkali fospatase dapat digunakan.
a. Deteksi Antigen
b. Deteksi Antibodi
2. ELISA untuk Deteksi Antigen dan Antibodi pada Infeksi Bakteri
Bakteri mempunyai struktur yang cukup komplek, sehingga untuk mendeteksi
antigen dari infeksi bakteri dengan ELISA terkadang mendapat kesulitan karena
mempunyai struktur yang homogen seperti kuman golongan gram negatif. Berdasar
kompleksitas tersebut membuat terjadinya reaksi silang satu sama lain. Sebagai
contoh brucellosis dan tuberculosis. Untuk menghindari reaksi yang tidak
dikehendaki maka diperlukan material yang mempunyai spesifitas yang tinggi dengan
cara menyediakan antibodi monoklonal yang dihasilkan dari epitop yang berbeda satu
sama lain. Hal ini karena kebanyakan antigen dari antigen terdapat pada permukaan
sebagai contoh fimbria yang terletak pada permukaan yang berfungsi untuk
penempelan, enzyme ekstra sel untuk penetrasi dan invasi, kapsul untuk
perlindungan, eksotoksin, dan lain-lain.
Dalam mengembangkan ELISA pada diagnostik infeksi bakteri yang perlu
dipertimbangkan adalah menyediakan antigen spesifik. Untuk itu antigen harus
memenuhi syarat-syarat tertentu seperti antigen harus imunogenik dan menginduksi
respon antibodi pada inangnya, respon antibodi harus sedemikian rupa sehingga
infeksi dapat diketahui, dengan kata lain metode uji harus sensitif, antigen harus unik
agar mempunyai spesitifitas yang tinggi.
Secara umum ada beberapa macam antigen dari bakteri.
a. Bakteri utuh.
b. Bakteri utuh yang dirusak secara mekanis, fisik atau kimiawi seperti penggerusan,
pengocokan dengan manik-manik kaca, sonikasi, vorteks homogenizer,
pemanasan dengan suhu tinggi, pendidihan, autoklaf, surfaktan non-ion, anion
atau kation.
c. Ekstrak kasar bakteri yang dirusak dengan cara pemusingan seperti dengan
fraksinasi dengan garam dan kromatografi.
d. Senyawa kimia murni atau setengah murni.
Target antigen yang dapat digunakan untuk ELISA antara lain dinding sel Gram
positif, membran sel Gram negative, lipopolisakarida, glikolipid, peptidoglikan, asam
teikoat, flagella, fimbria (pili), polisakarida, toksin ekstrasel, ribosom, protein
membran luar.
a. Antigen Dinding Sel Bakteri
b. Antigen Membran Bakteri
c. Antigen Lipopolisakarida
d. Glikolipid
e. Flagella
f. Fimbria
g. Protein ekstraseluler (toksin)
h. Antigen non-polisakarida
i. Antigen polisakarida
Penggunaan ELISA untuk deteksi antibody dari bakteri dapat digunakan secara
luas selain untuk deteksi dini juga dapat untuk monitor hasil vaksinasi.
3. ELISA untuk infeksi parasit
Dalam pengembangan teknologi ELISA untuk parasit sedikit lebih rumit
dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya, karena mempunyai sifat yang sangat
berbeda dan komplek satu sama lain. Setiap parasit mempunyai siklus hidup yang
beda sehingga model pengekspresian antigen juga berebeda, sehingga siklus dan
pathogenesis pada infeksi parasit sangat menentukan dalam pengembangan teknologi
ELISA. Hal yang harus dipersiapkan dalam mengembangkan ELISA pada
imunoparasitologi adalah perangkat antigen, antibodi sedang antiglobin yang dilabel
dengan enzim sudah banyak dikomersilkan dan mudah didapatkan.
a. Perangkat antigen
b. Perangkat antibodi
4. ELISA untuk diagnostik hormon
Aplikasi ELISA untuk diagnostik hormon adalah merupakan pengembangan
teknologi diagnostik Radio Immunoassay (RIA). Selain aman tingkat sensitivitasnya
7 kali lebih sensitive dibandingkan dengan RIA. Berkembangnya metode ini sangat
mendukung para ilmuwan reproduksi dalam mengendalikan antara lain siklus estrus
dengan menggunakan prostaglandin dan progesterone, pengukuran hormon
progesterone untuk diagnostik dini kehamilan (20-26 hari), penggunaan
kortikosteroid untuk merangsang kelahiran. Pada pengukuran hormon terutama
progesterone sampel yang dapat digunakan untuk ELISA adalah berasal dari darah
dan dari air susu. Hal ini sudah dapat menggambarkan fungsi luteal yang mempunyai
presisi tinggi. Di samping itu ELISA sering digunakan untuk mengukur Thyroid
Stimulating Hormon dan Human Chorionic Gonadotropin. Selain deteksi estrus,
ELISA sering digunakan untuk melacak kelainan pada ovarium apakah terjadi kista
ovarium atau kista folikular, sehingga dapat dilakukan tindakan sedini mungkin.
5. ELISA untuk aplikasi klinik
Kegunaan ELISA diklinik biasanya sering digunakan untuk memonitor respon
imun terutama untuk diagnostik dini. Sebagai contoh pendeteksian interferon pada
infeksi dini kadang tidak atau belum ditemukan antibodi seperti igM karena
interferon hanya diproduksi secara local bukan sistemik. Kelemahan diagnostic awal
pada interferon kurang bisa menggambarkan secara umum karena interferon hanya
dapat diproduksi pada sel tertentu saja, sedang immunoglobulin secara sistemik.
Model lain yang dikembangkan pada diagnostic klinik adalah sitokin atau pada
bahan komersil lebih banayk yang sudah terspesifikasi seperti interleukin (IL).
Interleukin sekarang memegang peranan penting pada infeksi dini maupun sebagai
barier terutama infeksi yang menyebabkan peradangan seperti interleukin 10 (IL-10).
Perkembangan imunologi yang begitu cepat tidak terlepas dari dorongan perkembangan
cabang ilmu lain serta metode pemeriksaan laboratorium yang ditunjang dengan peralatan yang
semakin canggih. Analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif, terhadap berbagai gambaran
tanggapan kekebalan menyebabkan semakin bertambahnya pemahaman terhadap pathogenesis
berbagai penyakit. Dalam bidang kesehatan, pemahaman semacam ini, ditambah penguasaan
prosedur laboratorium, semakin membuka kemungkinan penerapan imunologi upaya diagnostik
berbagai penyakit.
Pada pengembangan immunoassay banyak pilihan teknik yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk mendapatkan hasil yang optimal, tetapi tidak sedikit yang terbentur pada tingkat
sensitivitasnya.
Sumber Rujukan
Brooks, G.F., dkk., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Salemba Medika; Jakarta
Rantam, F.A., 2003, Metode Imunologi, Airlangga University Press; Surabaya
Sofro, A.S.M, 1994, Imuno Kimia, Penerbit Andi Offset; Yogyakarta
Persulessy, A.E. dan Pramudji.1999. Kemungkinan Pemanfaatan Teknik Immunoassay Dalam Usaha Pemantauan Residu Pestisida Di Kawasan Pesisir Pantai. Jurnal Marina Chimica Acta, Edisi Spesial
Oktober 1999, hal 4 – 11
Ahmad, Ahyar.2005. Teknik Immunoassay Dalam Analisis Keamanan Pangan Dasar-Dasar Reaksi Kimia dan Penerapannya. Jurnal Marina Chimica Acta. Vol. 6 No .1 hal. 21-24