Bahan Forensik P2

4
4. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh seorang dokter pada kondisi gawat darurat dari segi prosedur ? (citra,anto, nano) Pertolongan gawat darurat melibatkan dua komponen utama yaitu pertolongan fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. Kedua komponen tersebut sama pentingnya dalam upaya pertolongan gawat darurat. Pertolongan gawat darurat memiliki sebuah waktu standar pelayanan yang dikenal dengan istilah waktu tanggap (respon time) yaitu maksimal 10 menit. Waktu tanggap gawat darurat merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yang diperlukan pasien sampai selesai proses penanganan gawat darurat. Waktu tanggap tersebut harus mampu dimanfaatkan untuk memenuhi prosedur utama dalam penanganan kasus gawat darurat atau prosedur ABCD (Airway, Breathing, Circulation dan Disability). Airway berarti penanganan pada saluran nafas yang terhambat karena kecelakaan/penyakit. Breathing berarti penanganan terhadap kemampuan paru-paru dalam memompa keluar-masuk udara. Circulation yang berarti penanganan terhadap kemampuan jantung untuk memompa darah dan disability yang berarti penanganan terhadap kemungkinan terjadinya cacat permanen akibat kecelakaan. Prosedur ABCD harus secepat mungkin dilakukan karena semakin lama rentang waktu antara kejadian gawat darurat dengan penanganan prosedur tersebut maka akan semakin kecil peluang keselamatan pasien khususnya untuk pasien dengan masalah pada Airway, Breathing dan Circulation. Keberhasilan dalam penanganan gawat darurat tidak hanya ditentukan dengan keberhasilan dalam memaksimalkan waktu tanggap untuk menjalankan prosedur ABCD pada fase rumah sakit, tetapi

description

Kuliah

Transcript of Bahan Forensik P2

Page 1: Bahan Forensik P2

4. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh seorang dokter pada kondisi gawat darurat

dari segi prosedur ? (citra,anto, nano)

Pertolongan gawat darurat melibatkan dua komponen utama yaitu pertolongan fase pra rumah

sakit dan fase rumah sakit. Kedua komponen tersebut sama pentingnya dalam upaya pertolongan

gawat darurat. Pertolongan gawat darurat memiliki sebuah waktu standar pelayanan yang dikenal

dengan istilah waktu tanggap (respon time) yaitu maksimal 10 menit. Waktu tanggap gawat darurat

merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat

respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yang diperlukan pasien sampai

selesai proses penanganan gawat darurat. Waktu tanggap tersebut harus mampu dimanfaatkan untuk

memenuhi prosedur utama dalam penanganan kasus gawat darurat atau prosedur ABCD (Airway,

Breathing, Circulation dan Disability). Airway berarti penanganan pada saluran nafas yang terhambat

karena kecelakaan/penyakit. Breathing berarti penanganan terhadap kemampuan paru-paru dalam

memompa keluar-masuk udara. Circulation yang berarti penanganan terhadap kemampuan jantung

untuk memompa darah dan disability yang berarti penanganan terhadap kemungkinan terjadinya cacat

permanen akibat kecelakaan. Prosedur ABCD harus secepat mungkin dilakukan karena semakin lama

rentang waktu antara kejadian gawat darurat dengan penanganan prosedur tersebut maka akan

semakin kecil peluang keselamatan pasien khususnya untuk pasien dengan masalah pada Airway,

Breathing dan Circulation. Keberhasilan dalam penanganan gawat darurat tidak hanya ditentukan

dengan keberhasilan dalam memaksimalkan waktu tanggap untuk menjalankan prosedur ABCD pada

fase rumah sakit, tetapi penanganan fase pra rumah sakit berupa sistem mobilisasi (transportasi)

pasien menuju fasilitas pelayanan gawat darurat juga memegang peranan sangat penting.

Sumber:

Arief, M., Kuspuji, T.& Rakhmi, S.(2007).Kapita selektra kedokteran.Edisi ke-3.Jakarta:Media

Aesculapius.

Page 2: Bahan Forensik P2

10 Jelaskan mengenai informed concent ! (siska,anto )

Secara harfiah  Informed Consent  merupakan padanan kata dari: Informed artinya telah

diberikan penjelasan atau informasi, dan  Consent artinya persetetujuan yang diberikan kepada

seseorang untuk berbuat sesuatu. “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang

berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan

atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan

setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai

persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan

medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya. Menurut D.

Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai suatu kesepakatan atau

persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh

informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai

informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi. Definisi operasionalnya adalah suatu

pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa

izin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak

tersebut diberi informasi secukupnya. Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang

klien untuk menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk risiko

terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh dokter. Oleh karena itu,

persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan dokter. Biasanya, klien menandatangani

formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah suatu catatan mengenai persetujuan

tindakan, bukan persetujuan tindakan itu sendiri. Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi

medis dan bedah spesifik adalah tanggung jawab dokter. Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan

kepada perawat di beberapa institusi dan tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk menjadi

bagian dalam proses pemberian informasi tersebut, praktik tersebut sangat tidak dianjurkan.

Sumber:

1. Idries AB. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara;

1997.

2. Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di

RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009