BAHAN AJAR SK 5

download BAHAN AJAR SK 5

of 18

description

Bahan ajar

Transcript of BAHAN AJAR SK 5

BAHAN AJARBAHASA INDONESIA

KELAS: XII IPA 3SEMESTER: II (dua)TAHUN AJARAN: 2014/2015

Disusun oleh:1. Adam Mahesa Putra (01)2. Aida Nadia (03)3. Maulana Ichsan (16)4. Nurul Maulidya (21)

Jl. Seroja No. 1 Rawa Badak Utara, KojaJakarta Utara 14230Telp. 021-4303676 Fax. 021-4304580Website: http://sman13jkt.sch.idEmail: [email protected] PROVINSIDAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTADINAS PENDIDIKAN

SMA NEGERI 13 JAKARTAJl. Seroja No. 1 Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara 14230Telp. 021-4303676 Fax. 021-4304580Website: http://sman13jkt.sch.id Email: [email protected]

Sekolah: SMA Negeri 13 JakartaMata Pelajaran: Bahasa IndonesiaKelas/Semester: XII IPA 3/2Alokasi Waktu: menit

Standar Kompetensi: Mendengarkan13. Memahami pembacaan teks drama.

Kompetensi Dasar13.1 Menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang didengar melalui pembacaan.13.2 Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama.

13.1 Menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang didengar melalui pembacaan.

1. Pengertian DramaDrama merupakan salah satu jenis karya sastra selain puisi dan prosa. Karya drama diciptakan pengarang berdasarkan pikiran atau imajinasi, perasaan dan pengalaman hidupnya. Drama sebagai karya sastra merupakan objek yang terikat pada pengarang, realitas, dan penikmat. Drama berasal dari bahasa YunaniDramyang berarti gerak. Pementasan drama memang lebih kepada dialog dan gerak-gerik para pemainnya di panggung. Penonton dapat menyaksikan secara langsung peristiwa-peristiwa yang terjadi melalui gerak-gerik tokoh dan percakapannya.Bagian dari seni drama yang termasuk ke dalam karya sastra adalah naskah ceritanya. Sebagai karya sastra, drama memiliki keunikan tersendiri. Dia diciptakan tidak untuk dibaca saja, namun juga harus memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Karya drama sebagai karya sastra dapat berupa rekaman dari perjalanan hidup pengarang yang menciptakannya. Pengarang dapat diilhami pengarang lain, disamping masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.Karya drama merupakan karya humaniora. Karya drama merupakan objek manusia, faktor kemanusiaan atau fakta kultural, sebab merupakan hasil ciptaan manusia. Fakta drama merupakan fakta budaya. Pengalaman pribadi di dalam drama dapat dikatakan benar sebagai dasar sastra yang nyata. Seorang penulis drama memang tidak sebebas penulis karya sastra yang lain, karena dalam menulis drama pengarang harus memikirkan kemungkinan- kemungkinan agar drama itu dapat di pentaskan.Saat menyaksikan sebuah drama yang dilakonkan, emosi penonton pun terlibat dalam cerita yang diperankan tersebut. Itu artinya, penulis naskah drama tersebut mampu membangun sebuah cerita menjadi konflik pada masing-masing tokoh sehingga cerita mengalir sebagaimana kejadian sesungguhnya. Hal itu tidak terlepas dari kemahiran penulis naskah untuk menghidupkan drama tersebut. Untuk dapat menulis naskah drama yang baik dan menarik, diperlukan latihan dan pemahaman tentang unsur-unsur yang dapat membangun sebuah naskah drama. Unsur-unsur tersebut disebut juga dengan unsur intrinsik drama.2. Unsur IntrinsikUnsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita.Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama. Yang termasuk dalam unsur intrinsik drama adalah judul, tema, alur, perwatakan, dialog, petunjuk laku, latar, amanat, bahasa dan interpretasi.3. Unsur Intrinsik DramaNaskah drama yang telah dibuat akan berlanjut pada pementasan drama. Untuk dapat membawa pembaca naskah atau penonton lakon drama dalam cerita yang disajikan, maka penulis naskah drama harus mampu membangun cerita dan menghidupkan drama tersebut melalui unsur-unsur pembangunnya termasuk unsur-unsur intrinsik drama. Unsur-unsur instrinsik drama merupakan pembangun drama dari dalam cerita itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik inilah yang akan menghidupkan cerita yang disajikan dalam drama. Yang termasuk dalam unsur intrinsik drama adalah: JudulJudul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan merupakan cabang seni tergolong sebagai karya fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya :1. Dapat menunjukan tokoh utama2. Dapat menunjukan alur atau waktu3. Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam suatu cerita4. Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita

TemaTema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang lebih menarik. Tema dikembangkan melalui alur dramatik melalui dialog tokoh-tokohnya.Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi dua, yaitu tema mayor ( tema pokok cerita yang menjadi dasar karya sastra itu) dan tema minor (tema tambahan yang menguatkan tema mayor). AmanatAmanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama. Pesan ini tidak disampaikan secara langsung, tapi lewat naskah drama yang ditulisnya atau lakon drama itu sendiri. Penonton atau pembaca harus menyimpulkan sendiri pesan moral apa yang diperoleh dari membaca naskah atau menonton drama tersebut. Plot/AlurAlur/plot cerita atau jalan cerita ialah rangkaian peristiwa yang membentuk suatu kesatuan cerita. Menurut Sudjarwadi (2005), plot atau alur dalam drama tidak jauh berbeda dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama juga mengenal tahapan plot yang dimulai dari tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan akhir.Alur menurut Akhmah Saliman (1996 : 24) adalah jaringan atau rangkaian yang membangun atau membentuk suatu cerita sejak awal hingga akhir. Alur dalam drama dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan. Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau latar. Sedangkan adegan merupakan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang dibicarakan. Alur cerita ini dapat dibagi menjadi beberapa, pengenalan, pertikaian/konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan, penyelesaian.1. Pengenalan/Eksposisi. Pengenalan adalah bagian yang mengantarkan atau memaparkan tokoh, menjelaskan latar cerita, dan gambaran peristiwa yang akan terjadi. Pada tahap ini penonton diperkenalkan dengan tokoh-tokoh drama beserta wataknya, dan fakta-fakta tertentu, baik secara eksplisit maupun implisit2. Konflik. Konflik adalah persoalan-persoalan pokok yang mulai melibatkan para pemain drama. Dalam tahap ini mulai ada kejadian (insiden) atau peristiwa yang merupakan dasar dari drama tersebut.3. Komplikasi. Komplikasi merupakan tahap dimana insiden yang terjadi mulai berkembang dan menimbulkan konflik-konflik yang semakin banyak dan ruwet. Banyak persoalan yang kait-mengait, tetapi semuanya masih menimbulkan tanda tanya.4. Klimaks. Klimaks adalah tahapan puncak dari berbagai konflik yang terjadi dalam drama tersebut. Bila dilihat dari sudut pembaca naskah atau penonton drama maka klimaks adalah puncak ketegangan. Bila dilihat dari sudut konflik maka klimaks adalah titik pertikaian paling ujung antar pemain drama.5. Resolusi/Peleraian. Dalam tahap ini dilakukan penyelesaian konflik. Jalan keluar penyelesaian konflik-konflik yang terjadi sudah mulai tampak jelas.6. Penyelesaian. Penyelesaian merupakan tahap terakhir dari sebuah drama. Dalam tahap terakhir ini semua konflik berakhir dan cerita selesai.

Perwatakan/Karakter TokohPerwatakan atau karakter tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Karakter ini diciptakan oleh penulis lakon untuk diwujudkan oleh para pemain drama. Tokoh-tokoh drama disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan.Menurut Akhmad Saliman (1996:25: 27) berdasarkan peranannya di dalam alur cerita tokoh dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yakni:1. Antagonis, tokoh utama berprilaku jahat2. Protagonis, tokoh utama berprilaku baik3. Tritagonis, tokoh yang berperanan sebagai tokoh pembantuSelain itu, masih menurut Akhmad Saliman (1996 : 27) berdasarkan fungsinya di dalam alur cerita tokoh dapat diklasifikasi menjadi 3 macam juga, yaitu:1. Sentral, tokoh yang berfungsi sebagai penentu gerakan alur cerita2. Utama, tokoh yang berfungsi sebagai pendukung tokoh antagonis atau protagonis3. Tokoh pembantu, tokoh yang berfungsi sebagai pelengkap penderita dalam alur cerita.Tokoh-tokoh drama biasanya disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan. DialogCiri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antartokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif.Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapkan pemeran utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut. Latar/SettingMenurut Akhmad Saliman (1996 : 66), latar adalah tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah drama. Latar tidak hanya merujuk kepada tempat, tetapi juga ruang, waktu, alat-alat, benda-benda, pakaian, sistem pekerjaan, dan sistem kehidupan yang berhubungan dengan tempat terjadinya peristiwa yang menjadi latar ceritanya.Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995). Petunjuk LakuPetunjuk laku atau catatan pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan unsur-unsur cerita lainnya. Petunjuk laku sangat diperlukan dalam naskah drama. Petunjuk laku berisi petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana, pentas, suara, keluar masuknya aktor atau aktris, keras lemahnya dialog, dan sebagainya. Petunjuk laku ini biasanya ditulis dengan menggunakan huruf yang dicetak miring atau huruf besar semua. Di dalam dialog, petunjuk laku ditulis dengan cara diberi tanda kurung di depan dan di belakang kata atau kalimat yang menjadi petunjuk laku. BahasaMenurut Akhmad Saliman (1996: 68), bahasa yang digunakan dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya sebagai sarana komunikasi. Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa (style).Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan keseharian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budaya, dan pendidikan.Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa dengan tujuan untuk menghidupkan cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog yang terjadi di antara para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini seorang pengarang drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada dalam tata bahasa baku. InterpretasiPenulis naskah drama selalu memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan dalam menulis naskah drama. Naskah yang ditulisnya dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara nalar. Artinya ketika naskah drama tersebut dipentaskan akan terasa wajar, logis, tidak janggal dan tidak aneh. Bahkan harus diupayakan menyerupai kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat.4. Contoh Teks/Naskah Drama Unsur Intrinsik

A. TemaDalam naskah drama Sepasang Merpati Tua temanya adalah sosio-politik. Ini bisa dilihat dari kutipan dialog berikut:

Nenek : Nah, paling terhormat jadilah diplomat wakil republik kita tercinta di PBB (Kakek geleng kepala)Nenek : Aku sungguh tidak mengerti cita-citamu, Pak.Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan sajaNenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.Nenek : Tapi kau akan terhinaKakek : Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama saja mulianyaNenek : Aku tidak rela kalau kau ditempatkan di pos terhina itu.Kakek : Kau belum tahu, justru paling mulia di antara pos-pos di manapun juga.Nenek : Kau sudah tidak waras.Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolongjembatan itu perlu dibujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk.

B.Alur/PlotAdapun alur yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua adalah alur maju. Hal ini dapat kita lihat pada pengaluran berikut ini:

1. Nenek menyinggung pekerjaan kakek yang tidak lain hanyalah bersolek.2. Kakek membaca koran menyendiri dan nenek merasa diabaikan3. Nenek menghampiri kakek lalu duduk di sebelahnya dan menyandarkan kepalanya di bahu kakek sebelah kiri.4. Kakek merasa tindakan nenek adalah suatu demonstrasi5. Nenek merasa diolok-olok6. Kakek menyangkal prasangka nenek bahkan memuji tindakan nenek dengan membandingkan keberanian nenek dengan Ibu Kartini.7. Nenek mengatakan bahwa kakek berbicara seperti professor8. Kakek mengatakan memang dulunya dia bercita-cita ingin menjadi professor malah dikatakannya pula bahwa ia sudah berhasil meskipun tidak secara formal.9. Kakek merasa menjadi professor karena seringnya didatangi mahasiswa dan guru besar untuk mengajaknya diskusi.10. Nenek tidak setuju dengan cita-cita kakek menjadi professor, bahkan menyarankan agar kakek menjadi seirang diplomat.11. Kakek bersedia menjadi diplomat dan dia bersedia ditugaskan di pos mana saja.12. Nenek mengharapkan kakek ditempatkan di pos yang terhormat seperti di PBB.13. Kakek lebih bersedia jika ditempatkan sebagai wakil pemerintah untuk berbicara kepada mereka di bawah kolong jembatan.14. Nenek tidak mau karena gengsi.15. Nenek tiba-tiba tidak setuju kalau kakek menjadi diplomat16. Kakek pergi mengambil teko, menuang kopi, lalu meminumnya.17. Nenek memandang tindakan kakek yang membuka toples lalu memakan makanannya.18. Nenek mengomentari tndakan kakek yang kurang sopan dan menganggap kakek sudahingin pindah pekerjaan19. Kakek ingin menjadi teknokrat20. Nenek menyarankan teknkrat dalam bidang ekonomi, politik, dan militer.21. Kakek lebih memilih menjadi teknokrat dalam bidang persampahan22. Nenek mempertanyakan pikiran kakek yang bukan-bukan.23. Kakek mengatakan bahwa tak sanggup lagi melihat kenyataan-kenyataan yang hanya tipuan belaka.24. Nenek semakin pusing mendengar bicara kakek.25. Kakek menjelaskan bahwa tokoh-tokoh seperti Aristoteles, Chairil Anwar dan lain-lain harus dipancarkan kembali karya mereka.26. Nenek menyuruh kakek menyudahi bicara kakek yang bukan-bukan nanti penyakit napas kakek kambuh lagi.27. Nenek bertanya kepada kakek kapan mereka akan mati28. Kakek mengatakan mereka harus bersiap-siap.29. Lonceng berbunyi dua belas kali.30. Nenek tidak mengerti dengan loceng yang berbunyi31. Kakek mengatakan bahwa kebiasaan, ukuran, dan konsep tidak terlalu cocok.32. Nenek tidak paham dan menanyakan cara untuk mengerti maknanya

C. Tokoh dan PenokohanAdapun tokoh yang terdapat dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua ada dua orang, yaitu kakek dan nenek.

1.Penokohan kakekPenokohan dalam drama ini yaitu tokoh kakek digambarkan sebagai lelaki yang cerdas, kritis terhadap pemerintah, peduli terhadap rakyat kecil dan masyarakat sekitar. Agar lebih jelasnya saya akan memaparkan kutipan dialog yang memperkuat argumen saya tentang karakter kakek satu persatu.

1.1Karakter kakek yang cerdas dapat dibuktikan pada kutipan dialogberikut:Nenek : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini? Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh. Huhu huKakek : Bukan maksudku memperolok-olok kau, Bu. Aku justru memuji tindakanmu yang berani.Nenek : (Tiba-tiba berhenti manangis). Berani? Aku pemberani?Kakek : Ya, kau pantas disejajarkan dengan ibu kita kartini.Nenek : Ibu Tin?Kakek : Bukan, bukan bu tin, Ibu kita Kartini.Nenek : Tetapi, kan ibu kita Kartini juga bisa kita sebut Bu Tin, kan. Apa salahnya?Kakek : Hush, diam! Ingat ini di depan orang banyak. Maka jangan mainsemborono dengan sebutan-sebutan yang multi interpretable.

1.2Karakter kakek yang kritis terhadap pemerintah dapat dibuktikan pada dialog berikut:Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan sajaNenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.

1.3Karakter kakek yang peduli terhadap masyarakat dapat dibuktikan pada kutipan dialog berikut:Nenek : Tapi kau akan terhinaKakek : Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama saja mulianyaNenek : Aku tidak rela kalau kau ditempatkan di pos terhina itu.Kakek : Kau belum tahu, justru paling mulia di antara pos-pos di manapun juga.Nenek : Kau sudah tidak waras.Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu dibujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tidakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yangbisa membujuk

1.4Karakter kakek yang peduli terhadap lingkungan sekitar dapat dibuktikan pada dialog berikut:Nenek : Mau pindah pekerjaan?Kakek : Ya.Nenek : Apa?Kakek : Teknokrat.Nenek :Gila.Kakek : Aku mau jadi teknokrat dalam bidang.Nenek : Ekonomi?Kakek : Bukan!Nenek : Politik?Kakek : BukanNenek : Militer?Kakek : BukanNenek : Lalu apa?Kakek : Bidang persampahanNenek : Apa?Kakek : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya(Nenek termenung)

2. Penokohan nenek2.1 karakter tokoh nenek digambarkan sebagai wanita yang romantis, gengsi, dan cengeng. Sama halnya dengan karakter kakek, agar lebih jelasnya akan saya uraikan pembuktiannya satu persatu melalui kutipan dialog.2.1 Karakter nenek yang romantis, tergambar pada dialog berikut:Nenek : (Berdiri menghampiri Kakek, lalu duduk di sebelahnya, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek sebelah kiri).Kakek : Gila. Malah demonstrasi.Nenek : Sekali waktu memang perlu.Kakek : Ya, tapi kan bukan untuk saat ini?Nenek : Kukira justru!Kakek : Duilah apa-apaan ini.Nenek : Agar orang tetap tahu, aku milikmu.Kakek : Siapa mengira kita sudah cerai?Nenek : Ah, wanita. Bagaimanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.

2.2 Karakter nenek yang cengeng dapat dibuktikan pada dialog berikut :Nenek : Ah, wanita. Bagaiamanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takutkehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.Kakek : Bagus!Nenek : Apa maksudmu?Kakek : Tindakan terpuji, itu namanya.Nenek : He, apa sih maksudmu, Pak?Kakek : Mengaku dosa di depan orang banyak!Nenek : Hu hu hu (Menangis)Kakek : He, ada apa kau, Bu? Ada apa? Digigit namuk rupanya?Nenek : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini? Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh. Huhu hu

2.3Karakter gengsi nenek dapat dibuktikan pada dialog berikut :Nenek : Ah bagaimana, nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman bagaiamana jawabku, Pak. Coba bayangkan, bayangkanKakek : Istriku, aku mengerti, bagaimana kau akan turun gengsi nanti. Tapi kau tidak usah khawatir, kalau kau datang ke arisan yang lima ribuan, dan kau ditanya orang-orang apa pekerjaanku jawab saja diplomat, titik. Kolong jembatannya tidak usah disebut, kalau kau datang ke arisan yang seratusan, saya kira tak ada salahnya kalau kau ngomong diplomat kolong jembatanNenek : Tapi kalau teman-teman arisan lima ribuan tanya, di mana posnya?Kakek : Ah (memegangi kepala). Begini, diplomat bagian sosial hebat toh?Nenek : Masak ada diplomat sosial?Kakek : kau ini bagaimana, diplomat itu serba mungkin asal kau pintar main lidah, beres. Coba, kau kan tahu ada diplomat pimpong, ada diplomasi SPP, diplomasi macam-macam saja ada.

D.Latar/SettingAdapun latar (latar waktu dan tempat) yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua adalah di ruang tengah menjelang malam. Ini dapat dibuktikan pada penggalan narasi drama di bawah ini yaitu:

Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak di tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela. Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-bentar ia menengok ke belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam.

E.Sudut Pandang (Point of View)Adapun sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto adalah sudut pandang orang ketiga tunggal dimana pengarang menggunakan sapaan ibu-bapak. Ini dapat dilihat pada kutipan dialog-dialog bercetak tebal berikut :

Kakek : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?Nenek : Astaga! Tuan rumah mau pesiar ke mana menjelang malam begini?Kakek : tidak kemana-mana. Cuma mau duduk-duduk saja, sambil baca koran.Nenek : mengapa membaca koran mesti pakai kopiah segala?Kakek : Agar komplit, BuNenek : yaaah. Waktu dulu kau jadi juru tulis, empat puluh tahun lampau. Tapi sekarang, kopiah hanya bernilai tambah penghangat belaka.Kakek : (Berjalan menuju ke meja, mengambil koran, lalu pergi ke sofa, membuka lembarannya)

Dan pada dialog lain berikut:

Kakek : Bagus!Nenek : Apa maksudmu?Kakek : Tindakan terpuji, itu namanya.Nenek : He, apa sih maksudmu, Pak?

Selanjutnya kedudukan tokoh adalah sudut pandang pengarang serba tahu di mana pengarang mengetahui segala seluk-beluk dan isi rumah, aktivitas nenek dan seluk-beluk kehidupan tokoh. Ini dapat dilihat pada narasi pengenalan cerita. Kutipannya yaitu:

Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak di tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela. Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-bentar ia menengok ke belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam.

F.AmanatAdapun amanat yang dapat diambil dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto adalah seperti pada petikan dialog yang tercetak tebal berikut:

Kakek : Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati itudoktrin-doktrin itu harusharusNenek : Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi. Kalau kau terlalu semangat begituKakek : Kreatifitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnyadengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang cuma meniru, meniru, meniru(kakek rebah, nenek menjerit).

Unsur Ekstrinsik

Adapun unsur-unsur yang membangun naskah drama Sepasang Merpati Tua dari luar (unsur ekstrinsik) adalah memuat nilai-nilai sosio-politik. Nilai-nilai ini dapat dilihat pada kutipan-kutipan dialog berikut:

Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan sajaNenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.

13.2 Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama.

Setelah mempelajari bagian ini, kemampuan yang seharusnya dapat dikuasai adalah mengenal bentuk teks drama, dapat mendengarkan pembacaan teks drama, mengenal unsur-unsur drama, dan menyimpulkan isi teks drama melalui diskusi.Drama merupakan salah satu seni yang dapat memberikan hiburan yang menarik. Di samping itu, drama mempunyai nilai pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain menikmati drama, pada bagian ini kalian dapat belajar tentang kehidupan dari drama.

Dari sebuah drama yang kita tonton/saksikan, kita akan mendapatkan hal-hal penting sebagai informasi mengenai isi drama, dan isi drama tersebut dapat kalian ambil hikmahnya dalam kehidupan kalian sehari-hari. Dalam kegiatan ini, kita dapat menyimpulkan isi teks drama, tetapi sebelumnya, perhatikanlah cara-cara dalam menyimpulkan teks drama berikut:a. Mambaca naskah asli secara berulang-ulangb. Mencatat isi drama yang dianggap pentingc. Menyimpulkan isi drama

DAFTAR PUSTAKA

Cipta Waluyo, Herman. 2001. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita.

Dwi Lestari, Endang, Y. Budi Artati, Wendi Widya R.D. 2005. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas IX. Klaten: Intan Pariwara.

Keraf, Gorys. 1973. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah

Kosasih, E. 2003. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan Cermat Berbahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Roekhan, Aminuddin. 2003. Apresiasi Drama. Depdiknas.

Suharianto, S. 2005. Dasar-dasar Teori Sastra. Semarang: Rumah Indonesia.

Welek, Rene, dan Austin Warre diterjemahkan Melani Budianta. Teori Kesusastraan. 1995. Jakarta: Gramedia.

Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

WS, Hasanuddin. 1996. Drama Karya Dalam Dua dimensi Kajian Teori, Sejarah dan Analisis. Bandung: Angkasa.

Zainuddin. 1991. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.16