Bahan AJAR Ke NU an

95
AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH Ahlussunnah Wal Jama'ah, disingkat Aswaja, sering dinamakan pula dengan Sunni. Terminologi ini, sesungguhnya sederhana, singkat dan sudah tidak asing lagi di telinga kita bahwa diakui atau tidak masih banyak mengundang persepsi. Sebagian memahami Aswaja identik dengan "Islam". Sebagian yang lain melihat Aswaja hanya sebagai "madzhab". Ada pula yang yang mengartikan Aswaja sebagai karakteristik komunitas kaum muslimin yang mengamalkan aktifitas tertentu, seperti tahlilan, selamatan, berjanjenan (Maulud Nabi Muhammad SAW), baca doa qunut, dan sebagainya. Bagaimanakah kita memahami Aswaja yang relevan? Apakah kita juga memahami Aswaja seperti salah satu pemahaman di atas? Bagaimana dengan Aswaja dalam NU? Dan masih banyak lagi pertanyaan mengenai Aswaja. Pengertian Aswaja Terminologi Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) secara baku belum dijumpai dalam referensi lama (maraji' awwaliyyah). Bahkan pada masa al Asy'ari yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai pendiri Madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah, belum juga ditemukan istilah tersebut. Pengenalan istilah tersebut sebagai suatu aliran dalam Islam baru nampak pada ashab al Asy'ary atau sering disebut Asy'ariyyah (sunni) Defisini Aswaja sering diungkapkan adalah "maa ana 'alaihi wa ashhaabi" (terjemah bebasnya : jalan yang kami tempuh). Tentu ini bukanlah definisi, karena cakupannya bisa diklaim oleh madzhab dan aliran Islam yang ada di dunia. Namun, secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa Aswaja adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, keseimbangan dan toleran. Definisi ini mungkin berlainan dengan definisi yang selama ini berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, reorientasi terhadap konsep Aswaja perlu dikaji kembali dengan tidak mengesampingkan sumbangan pemikiran dari ulama-ulama terdahulu Aswaja dalam NU Paham Aswaja yang dikembangkan NU secara umum bepangkal pada tiga pandangan pokok, yaitu mengikuti al Asy'ari dan al 1

Transcript of Bahan AJAR Ke NU an

Page 1: Bahan AJAR Ke NU an

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Ahlussunnah Wal Jama'ah, disingkat Aswaja, sering dinamakan pula dengan Sunni. Terminologi ini, sesungguhnya sederhana, singkat dan sudah tidak asing lagi di telinga kita bahwa diakui atau tidak masih banyak mengundang persepsi.

Sebagian memahami Aswaja identik dengan "Islam". Sebagian yang lain melihat Aswaja hanya sebagai "madzhab". Ada pula yang yang mengartikan Aswaja sebagai karakteristik komunitas kaum muslimin yang mengamalkan aktifitas tertentu, seperti tahlilan, selamatan, berjanjenan (Maulud Nabi Muhammad SAW), baca doa qunut, dan sebagainya.

Bagaimanakah kita memahami Aswaja yang relevan? Apakah kita juga memahami Aswaja seperti salah satu pemahaman di atas? Bagaimana dengan Aswaja dalam NU? Dan masih banyak lagi pertanyaan mengenai Aswaja.Pengertian Aswaja

Terminologi Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) secara baku belum dijumpai dalam referensi lama (maraji' awwaliyyah). Bahkan pada masa  al Asy'ari yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai pendiri Madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah, belum juga ditemukan istilah tersebut.

Pengenalan istilah tersebut sebagai suatu aliran dalam Islam baru nampak pada ashab al Asy'ary atau sering disebut Asy'ariyyah (sunni)

Defisini Aswaja sering diungkapkan adalah "maa ana 'alaihi wa ashhaabi"  (terjemah bebasnya : jalan yang kami tempuh). Tentu ini bukanlah definisi, karena cakupannya bisa diklaim oleh madzhab dan aliran Islam yang ada di dunia.

Namun, secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa Aswaja adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, keseimbangan dan toleran.

Definisi ini mungkin berlainan dengan definisi yang selama ini berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, reorientasi terhadap konsep Aswaja perlu dikaji kembali dengan tidak mengesampingkan sumbangan pemikiran dari ulama-ulama terdahuluAswaja dalam NU

Paham Aswaja yang dikembangkan NU secara umum bepangkal pada tiga pandangan pokok, yaitu mengikuti al Asy'ari dan al Maturidi dalam bertauhid(teologi), menganut salah satu madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) dalam fiqh, dan mengikuti faham al Junaidi dan al Ghazali dalamtasawwuf. Dengan berpangkal pada tiga pandangan pokok tersebut, NU mengantisipasi perubahan zaman, terutama bidang hukum dan politik, disamping menggunakan empat sumber hukum Islam (al Quran, Hadits, Ijma' dan Qiyas), juga mengacu pada lima pokok tujuan syari'ah, sebagaimana dikemukakan oleh imam asy Syatibi, yaitu melindungi agama, jiwa, keturunan atau kehormatan, harta dan akal sehat.

Lima pokok tujuan syari'ah tersebut masih ditopang lagi dengan kaidah-kaidah fiqh (argumen-argumen rasional, misalnya  al umuuru bimaqaashidiha, al yaqiinu laa yuzaalu bisysyak,  adldlaruru yuzaalu,  al masyaqqah tajliibuttaisiir danal 'aaddah al muhakkamah.

Dari kelima kaidah tersebu, kemudian lahir kaidah-kaidah fiqh lainnya sebagai cabang-cabangnya, misalnya dar ul mafaasid muqaddamun 'alaa jalbil mashaalih, al muhaafadlatu 'alal qadiimishshalih wa al akhdzu bil jadiidil ashlah, dan lain-lain.

Dengan berpijak pada kaidah tesbut, dalam aspek sosial kemasyarakatan, NU mencoba mengembagkan sikap-sikap sebagai berikut, yakni tawassuth (moderat/bersikap tengah), tasammuh (toleran), tawazzun (seimbang), dan amar ma;ruf nahi munkar  (mendorong berbuat baik dan mencegah berbuat munkar).Formulasi Baru Aswaja : Aswaja seabagai Madzhab Berfikir

1

Page 2: Bahan AJAR Ke NU an

Formulasi baru Aswaja, format atau coraknya bebeda dengan rumusan deinitif Aswaja yang difahami selama ini dalam konteks fiqh. Pergeseran pemahaman akan terlihat cukup tajam antara generasi tua dan generasi muda. Jika yang petama meletakkan fiqh sebagai kebenaran "ortodoksi", sedanghkan yang kedua menempakan fiqh sebagai paradigma "interpretasi sosial". Oleh karena iu, apabila kelompok yang pertama selalu menundukkan realitas kepada kebenaran fiqh, maka untuk kelompok kedua justru menggunakan fiqh sebagaicounter discourse dalam belantara drama sosial yang tengah berlangsung.

Ada lima ciri yang menjonol dalam "paradigma berfiqh yang baru"petama, selalu diupayakan interpretasi ulang dalam mengkaji teks-teks fiqh untuk mencari konteksnya yang baru, Kedua, makna bermadzhab diubah dari bermadzhab scara tekstual (madzhab Qouli) menjadi bermadzhab secara metodologis (madzhab manhaji). Ketiga, verifikasi mendasar terhadap mana ajaran yang pokok (ushul) dan mana yang cabang (furu'). Keempat, fiqh dihadirkan sebagai etika sosial, bukan sebagai hukum positif negara. Kelima, pengenalan metodologi pemikiran filosofis teutama dalam masalah sosial budaya.

Dari kelima siri paradigma tersebut, ciri kedua (bermadzhab secaramanhaji), merupakan paradigma paling fundamental dan strategis. Gus Dur, secara tegas penah mengugkapkan betapa pentingnya madzhab manhaji.

Dengan menggunakan madzhab manhaji jalan masuk untuk melakukan terobosan-terobosan baru dalam setting transformasi sosial, ekonomi, politik maupun budaya menjadi terbuka lebar.

Wallahu A'lam.......

BAB I

MASUKNYA ISLAM DAN BERKEMBANGNYA KEI INDONESIA

Standar Kompetensi :Kemampuan mengidentifikasi, mengenal dan merekontruksi sejarah penyebaran dan dakwah Islam di Indonesia.

Kompetensi Dasar :Mendiskripsikan proses masuknya islam ke indonesia dan perkembangannya

Indikator :a. Menjelaskan sejarah masuknya Islam di Indonesiab. Menyebutkan daerah yang pertama kali kedatangan Islamc. Menyebutkan tahun masuknya islam ke Indonesiad. Menyebutkan cara-cara yang dilakukan dalam penyebaran Islam di Indonesiae. Menyebutkan tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesiaf. Menyebutkan Negara asal pembawa Islam di Indonesiag. Menyebutkan gelar yang diberikan kepada penyebar Islam di Indonesiah. Menyebutkan kerajaan Islam yang pertama di Indonesia

i. Menyebutkan ajaran/paham ke-Islaman yang berkembang di Indonesia dan madzhab yang dianut oleh paham tersebut

A. SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Ada tiga teori yang menyatakan masuknya Islam di Indonesia, yaitu :

2

Page 3: Bahan AJAR Ke NU an

a) Teori GujaratTeori Gujarat adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Snouck Hurgronje (1857-1936)

yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya  Islam di Nusantara.

Dalam L’arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan India.

Hal ini dibuktikan dengan :1. Adanya persamaan Batu Nisan di Cambay, Gujarat dangan Batu Nisan yang ada di Pasai (Aceh) bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H / 27 September 1428 M dan Batu Nisan di Gresik (makam Maulana Malik Ibrahim) bertanggal 822 H / 1419 M.2. Pada waktu itu para pedagang Arab yang singgah di Gujarat dalam rangka perdagangan timur tengah dengan Indonesia.

Namun betul memang, Teori gujarat yang katanya dicetuskan oleh Hugronje -yang juga mengaku-aku masuk Islam, bukanlah murni temuannya. Hugronje hanya mengambil pendapat DR. Jan Pijnappel (1822-1901) seorang sejarawan Leiden yang menyatakan hal tersebut terlebih dahulu.

Jan Pijnappel sendiri adalah seorang orientalis Leiden yang concern pada manuskrip melayu. Diantaranya ia pernah menulis ulang Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan untuk Pelajar Melayu. Dia juga mengedit naskah Maleisch-hollandsch woordenboek atau Kamus Belanda-Melayu yang kemudian diterbitkan pada tahun 1875. Sarjana Belanda ini juga menulis kajian tentang Pantun Melayu yang diterbitkan tahun 1883 dengan judul Over de Maleische Pantoens.Selain menerbitkan karya sendiri, Pijnappel juga menerbitkan karya penelitian tentang Kalimantan yang ditulis oleh Carl A.L.M. Schwaner, yang pernah ditunjuk Kerajaan Leiden mejadi Anggota Dewan Sains di Hindia-Belanda

Orientalis yang wafat tahun 1901 itu menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara lewat pedagang dari Gujarat. Penjelasan ini didasarkan pada seringnya kedua wilayah India dan Nusantara ini disebut dalam sejarah Nusantara klasik.. Dalam penjelasan lebih lanjut, Pijnapel menyampaikan logika terbalik, yaitu bahwa meskipun Islam di Nusantara dianggap sebagai hasil kegiatan orang-orang Arab, tetapi hal ini tidak langsung datang dari Arab, melainkan dari India, terutama dari pesisir barat, dari Gujarat dan Malabar. Jika logika ini dibalik, maka dapat dinyatakan bahwa meskipun Islam di Nusantara berasal dari India, sesungguhnya ia dibawa oleh orang-orang Arab.

Namun sekalipun selangkah lebih maju dari ketidakjujuran Hugronje, yang meminorkan peran Arab atas masuknya Islam ke Nusantara, teori Pijnappel ini pun juga sarat kritik.

Salah satu sanggahan yang mengkritik Teori Gujarat ini salah satunya datang dari Buya Hamka. Ulama Kharismatik ini malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata Buya Hamka, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri

3

Page 4: Bahan AJAR Ke NU an

Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan Buya Hamka, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.

Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan Buya Hamka adalah sumber lokalIndonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaranagama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi

Sedangkan, Sayyed Naquib Al Attas dalam bukunya “Islam dan Sejarah Kebudayaan Melayu” menyatakan bahwa sebelum abad XVII seluruh literatur Islam yang relevan tidak mencatat satupun penulis dari India. Pengarang-pengarang yang dianggap oleh Barat sebagai India ternyata berasal dari Arab atau Persia, bahkan apa yang disebut berasal dari Persia ternyata berasal dari Arab, baik dari aspek etnis maupun budaya. Nama-nama dan gelar pembawa Islam pertama ke Nusantara menunjukkan bahwa mereka orang Arab atau Arab-Persia. Diakui, bahwa setengah mereka datang melalui India, tetapi setengahnya langsung datang dari Arab, Persia, Cina, Asia Kecil, dan Magrib (Maroko). Meski demikian, yang penting bahwa faham keagamaan mereka adalah faham yang berkembang di Timur Tengah kala itu, bukan India. Sebagai contoh adalah corak huruf, nama gelaran, hari-hari mingguan, cara pelafalan Al-Quran yang keseluruhannya menyatakan ciri tegas Arab.

Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:

a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran  Islam diIndonesia.

b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.

c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa diPerlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.

Akhirnya dari berbagai data-data itu, sumber sejarah banyak menginformasikan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi, bukan abad 13 seperti kata Pijnappel. Untuk menunjang hal itu ada beberapa fakta diantaranya berita dari Cina Zaman Dinasti Tang yang menerangkan bahwa pada tahun 674 M, orang-orang Arab telah menetap di Kanton.

b) Teori Arabia :Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama

yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).

Dasar teori ini adalah:

4

Page 5: Bahan AJAR Ke NU an

a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.

b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.

c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politikIslam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

d. Adanya perkampungan arab (Pekojan) di pesisir utara pantai Sumatra (Aceh) pada tahun 684 M.

e. Pada tahun 632 M para saudagara arab melakukan ekspedisi perdagangan ke Cina, namun sebelumnya singgah dulu di Aceh, sejak saat itulah awal Islam masuk ke Indonesia.

Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA,salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.

Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab

sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan. PandanganHAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.

c) Teori Persia:Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya

berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:

a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.

b. Ada persamaan ajaran Wahdatul Wujudi Hamzah Fansuri dan Syeikh siti Jenar dengan ajaran Sufi Pesia, Al Hallaj (wafat 922 M)

5

Page 6: Bahan AJAR Ke NU an

c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.

d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah

satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.f. Penggunaan istilah Persia dalam tanda bunyi harokat dalam pengajian Al Qur’ang. Mayoritas bermadzhab Syafi’i.

Daerah lain yang pertama menerima islam adalah Jawa, hal ini didasarkan bukti-bukti sebagai berikut :

1. Pada tahun 674 M raja Ta-cheh (Muawiyah) mengirim utusan ke kerajaan Kalingga untuk mengetahui keadaan kerajaan tersebut. Berdasarkan utusan tersebut diketahui bahwa pada waktu itu sudah ada penduduk yang beragama Islam.2. Di desa Leran, Manyar, Gresik ditemukan makam Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475-495 H (1082-1101 M)

Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islammasuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islamadalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya  Islam  ke Indonesia.

Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yangdilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran  Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan

ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.

Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.

Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas,Islam

juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.

Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:

1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam diJawa Timur.

2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.

3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).

6

Page 7: Bahan AJAR Ke NU an

4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.

5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)

6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.

7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaranIslam di daerah Demak.

8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.

9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)

Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah.

d). Teori CinaTeori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di

Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.

Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima. Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.

Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina. Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra, sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas; artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.

Berdasarkan pemaparan teori di atas dapat disimpulkan bahwa, Islam pertama kali masuk ke Indonsia pada abad 1 H /7-8 M langsung dari Arab, namun dapat berkembang dengan pesat pada abad ke 12-13 M, hal ini ditandai dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai, dimana budaya Islam yang berkembang adalah budaya Islam Persia.

B. TOKOH - TOKOH PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA

7

Page 8: Bahan AJAR Ke NU an

Pada awalnya, tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesia adalah para pedagang. Selain membawa dan menawarkan dagangan, mereka juga memperkenalkan dan menyiarkan Islam kepada para penduduk.

1. Sumatraa) Syeikh Ismail, Seorang ulama Makkah yang tinggal di Pasai. Beliau berhasil

mengislamkan Meurah Silu yang berganti nama Malikus Shalih (raja Samudra Pasai pertama).

b) Syeikh Abdullah Al Yamani, ulama Makkah, berhasil mengislamkan penguasa Kedah yang berganti nama Sultan Muzahffar Syah.

c) Said Mahmud Al Hadramut, berhasil mengislamkan Raja Guru Marsakot dan rakyatnya yang berada di wilayah Barus (Sumatra Utara)

d) Syeikh Burhanudin Ulakan, Ulama Minangkabau penganut tarekat Syatariyahe) Sayyid Usman Syahabudin, Ulama Riau yang menyiarkan Islam di kerajaan Siak.

2. JawaPenyebar Islam di Jawa dikenal dengan sebutan wali songo, yaitu :a) Maulana Malik Ibrahimb) Sunan Ampel (Raden Rahmat) c) Sunan Giri (Raden Paku)d) Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) e) Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) f) Sunan Drajat (Syarifudin Hasyim)g) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullahh) Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid)i) Sunan Muria (Raden Prawoto)

3. Madura Madura baru terislamkan pada abad ke-15 M. adapun tokokh yang berjasa adalah

1. sunan Padusan, (Raden Bendoro Diwiryopodho/Usman Haji) di daerah Sumenep,2. Buyut Syeikh dan empu Bageno yang berdakwah di Sampang.

Daerah Lain4. Kalimantan : Tuan Tunggang dan Datuk ri Bandang5. Sulawesi :

a) Maulana Husain (ternate), b) Syeikh Mansur (Tidore), c) Katib Sulung, Datuk ri Patimang, (Goa), d) Sayyid Zeun al Alydrus e) Syarif Ali (Bugis).

6. Nusa Tenggara :a) Sunan Prapen, b) Habib Husain bin umar dan Habib Abdullah Abbas (Lombok), c) Syarif Abdurrahman Al Gadri (Sumba), d) Syeikh Abdurrahman (Sumbawa dan Timor), e) Pangeran Suryo Mataram (Kupang).

RANGKUMAN

8

Page 9: Bahan AJAR Ke NU an

1.    Dari pembahas di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah Islam masuk ke Indonesia mempuyai tiga teori :

Teori pertama : Yaitu teori Gujarat, India, Islam di percayai datang dari wilayah Gujarat (India), melalui peran para pedagang muslim India sekitar abad ke 13 M.

Teori Kedua : Yaitu teori Makkah, Islam dipercayai masuk ke Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jara pedagang muslim arang sekitar abad ke 7 M.

Teori Ketiga : Yaitu teori Persia, Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah di Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke 13 M.

Teori keempat : Yaitu teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina, yang mana Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M

2. Tokoh-tokoh penyebar islam di indonesia :Sumatra : Syeikh Ismail, Syeikh Abdullah Al Yamani, Said Mahmud Al

Hadramut, Syeikh Burhanudin Ulakan, dan Sayyid Usman Syahabudin, Jawa : Tokoh-tokoh yang dikenal dengan sebutan Wali songoMadura : a). sunan Padusan, (Raden Bendoro Diwiryopodho/Usman Haji) di

daerah Sumenep, b)Buyut Syeikh dan empu Bageno yang berdakwah di Sampang.Kalimantan : Tuan Tunggang dan Datuk ri Bandang Sulawesi : Maulana Husain (ternate), Syeikh Mansur (Tidore), Katib Sulung,

Datuk ri Patimang, (Goa), Sayyid Zeun al Alydrus dan Syarif Ali (Bugis).Nusa Tenggara : Sunan Prapen, Habib Husain bin umar dan Habib Abdullah

Abbas (Lombok), Syarif Abdurrahman Al Gadri (Sumba), Syeikh Abdurrahman (Sumbawa dan Timor), dan Pangeran Suryo Mataram (Kupang).

EVALUASI

BAB IISTRATEGI DAN PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

STANDAR KOMPETENSI :

Kemampuan memahami strategi dakwah islam dan menerapkannya di Indonesia.

Kompetensi Dasar :Menganalisis stategi dan media yang digunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia

Indikator :a. Menjelaskan strategi penyebaran Islam di Indonesiab. Menyebutkan media yang digunakan dalam penyebaran Islamc. Menyebutkan bentuk perekonomian masyarakat pada masa penyebaran Islamd. Menyebutkan aspek kebudayaan local yang dimanfaatkan dalam penyebaran Islame. Menyebutkan pendekatan politik yang dilakukan dalam penyebaran Islam di Indonesia

9

Page 10: Bahan AJAR Ke NU an

A. STRATEGI DAKWAH ISLAMIYAHIslam dalah agama yang membawa rahmat kepada seluruh alam semesta, bukan hanya

umat Islam semata. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT …

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”

Dalam mengemban dakwah Islamiyah, para Da’i atau Mubaligh tidak menempuh jalan kekerasan, namun lebih memilih jalan damai. Metode dakwah dengan jalan kekerasan hanya akan memimbulkan dampak negatif baik dari segi Da’i maupun dari segi dakwah Islamiyah itu sendiri.

Karena tugas dakwah adalah tugas setiap umat Islam, maka kegiaytan dakwah Islamiyah dilaksanakan oleh semua pihak dengan berbagai kegiatannya masing-masing. Para pedagang melaksanakan dakwahnya dalam kegiatan perdagangan, para seniman melaksanakan dakwahnya dalam kegiatan seni dan budaya, dan para penguasa (pemimpin) melaksanakan dakwahnya dalam kegiatan pemerintahan.

1. Dakwah Melalui Kegiatan PerekonomianSalah satu proses Islamisasi di Indonesia melalui jalur perdagangan, hal ini sesuai

dengan kesibukan jalur perdagangan di selat Malaka pada abad 7-12 M. Para pedagang Arab mempunyai peranan yang penting dalam aktfitas perdagangan Timur-Barat.Kegiatan perdagangan tersebut digunakan untuk berdakwah dan berinteraksi dengan para penguasa setempat. Keuntungan lainya ialah status social yang tinggi para pedagang, dengan menduduki golongan elit tersebut dapat dimanfaatkan untuk berdakwah di pusat-pusat pemerintahan.

2. Dakwah Melalui Kegiatan Seni dan BudayaSelain perdagangan, para mubaligh Islam juga menggunakan bentuk-bentuk seni

dan budaya sebagai media dakwah. Cara ini lebih mengutamakan isi daripada bentuk lahiriyah dan mudah menarik simpati rakyat sehingga mudah pula merek masuk Islam.

Bentuk-bentuk seni dan budaya yang digunakan sangat beragam, ada yang memanfatkan yang sudah ada namun ada yang memunculkan hal yang baru. Cabang seni yang popular digunakan adalah Wayang, Gamelan, Gending, dan seni ukir.

Inisiatif penggunaan Wayang adalah Sunan Kalijaga dengan memodifikasi bentuk dan isi ceritanya. Di dalamnya diselingi gending-gending yang berupa syair-syair yang berisi ajaran agama, pendidikan, dan falsafah kehidupan. Budaya yang masih dipeertahankan sebagai media dakwah ialah Kenduri dan Selametan, dimana niat dan isinya diubah dan diaganti nilai-nilai keislaman.

3. Dakwah Melalui PerkawinanBeberapa factor yang mendorong terjadinya perkawinan pendatang muslim dan

wanita setempat, antara lain :1. Karena Islam tidak membedakan status masyarakat.2. Kebutuhan biologis, para pedagang biasanya tidak membawa istri dalam

muhibahnya. Para pribumi juga membiarkan perkawinan anak-anakya dengan pedagang muslim untuk memperoleh status social dan ekonomi yang kuat.

3. Faktor politik, dengan menikahi putri bangsawan maka akan meningkatkan status social dan ekonomi sehingga memudahkan untuk berdakwah.

4. Melalui perkawinana ini nantinya akan membentuk inti masyarkat muslim yang menjadi titik tolak perkembangan Islam di Indonesia.

10

Page 11: Bahan AJAR Ke NU an

4 Dakwah Melalui Politik dan PemerintahanBerdakwah dilakukan pula di lingkungan kerajaan, sasaran utamanya adalah para

raja, keluarga raja, dan para pembesar kerajaan. Tujuan utamanya adalah apabila sang raja telah masuk Islam, maka rakyatnya akan setia mengikutinya.

Di antara para tokoh yang berhasil ialah Syeikh Ismail yang berhasil mengislamkan Merah Silu (Malikus Shaleh raja Samudra Pertama). Di Jawa; Raden Rahmatullah (Sunan Ampel) berhasil berdakwah di lingkungan kerajaan majapahit. Walaupun prabu brawijaya tidak mau masuk Islam, namun Sunan Ampel diberi kebebasan untuk berdakwah sampai ia mendirikan Pesantren di Randukuning Surabaya yang bernama Ampel Dento .

Salah satu kader Sunan Ampel adalah Raden Patah, beliau adalah putra Brawijaya V dari ibu Dharawati. Pada tahun 1462 Raden Patah diangkat menjadi adipati Bintoro (Demak), meskipun demikian beliau tetap berdakwah dan mendidik para santri di pesantren Glagahwangi. Demak berkembang dengan pesat, selain sebagai pusat pemerintahan tetapi juga sebagai pusat dakwah Islamiyah dan berkumpulnya para wali songo. Di Kota ini para wali mendirikan sebuah masjid agung pada tahun 1468 M. Melalui musyawarah para Wali maka Raden Patah diangkat menjadi Sultan di Demak, sejak saat itu berdirilah kerajaan Islam di Jawa, yaitu kerajaan Demak.

Dengan berdirinya kerajaan (pemerintahan) Islam, maka penyebaran Islam akan lebih kokoh, sehingga Islam berkembang dengan pesat di Indonesia.

5. Dakwah melalui PendidikanPendidikan agama Islam dilakukan melalui lembaga pesantren (pondok

pesantren), perguruan khusus agama Islam. Penybaran agama Islam melalui pondok pesantren berarti penyebaran melalui perguruan Islam. Perguruan ini mendidik para santri dari berbagai daerah , stelah tamat mereka mendirikan lembaga atau pondok pesantren didaerah asal mereka. Dengan demikian, agama Islam berkembang dan menyebar keseluruh Indonesia.

Sebelum menjadi lembaga pendidikan resmi pada tahun 1800-an, pesantren berawal dari kegiatan guru agama di masjid atau istana, yang mngajarkan tasawuf di pertapaan atau dekat makam keramat, pada abad XVI dan XVII, sebuah sumber sejarah tradisional yaitu Srat Centhini menyebutkan bahwa cikal bakal pesantren terdapat di Karang, Banten. Pesantren Karang ini berdiri sekitar tahu 1520-an.

RANGKUMAN

Penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan melalui beberapa cara seperti berikut : Perdagangan : Dalam hal ini penyebaran ajaran agama islam dilakukan oleh pedagang

Islam kepada pedagang-pedagang lain. Pada waktu berdagang saudagar-saudagar dari Gujarat, Persia dan Arab berhubungan atau bergaul dengan penduduk setempat (Indonesia). Mereka berhasil mmpengaruhi penduduk setempat hingga tertarik untuk mengant agama Islam.

Alkulturasi dan Asimilasi Kebudayaan : Untuk mempermudah dan mempercepat perkembangan agama Islam, peyebaran agama Islam juga dilakukan melalui penggabungan dengan unsure-unsur kebudayaan yang ada pada suatu daerah tertentu. Misalnya penggunaan doa-doa islam dalam upacara adat, sperti kelairan, selapanan (peringatan bayi berusia 35 hari), perkawinan, seni wayang kulit, beberapa bangunan, ragam hias dan kesusastraan.

Perkawinan : Seorang penganut Islam menikah dengan sorang penganut agama lai, sehingga pasangannya masuk Islam. Contoh : pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab menetap di Indonesia dan menikahi wanita Indonesia. Di antara wanita yang mereka nikahi

11

Page 12: Bahan AJAR Ke NU an

adalah putri raja dan bangsawan. Berkat perkawinan it, agama Islam menjadi cepat berkembang. Keturunan-keturunan mereka pasti memeluk agama Islam. Sesudah raja-rajanya memeluk Islam, suda tentu rakyatnya dengan dapat terpengaruh, sehingga mereka memeluk agama Islam.

Politik dan Pemerintahan : Berdakwah dilakukan pula di lingkungan kerajaan, sasaran utamanya adalah para raja, keluarga raja, dan para pembesar kerajaan. Tujuan utamanya adalah apabila sang raja telah masuk Islam, maka rakyatnya akan setia mengikutinya.

Pendidikan : Pendidikan agama Islam dilakukan melalui lembaga pesantren (pondok pesantren), perguruan khusus agama Islam. Penybaran agama Islam melalui pondok pesantren berarti penyebaran melalui perguruan Islam. Perguruan ini mendidik para santri dari berbagai daerah , stelah tamat mereka mendirikan lembaga atau pondok pesantren didaerah asal mereka. Dengan demikian, agama Islam berkembang dan menyebar keseluruh Indonesia.

Sebelum menjadi lembaga pendidikan resmi pada tahun 1800-an, pesantren berawal dari kegiatan guru agama di masjid atau istana, yang mngajarkan tasawuf di pertapaan atau dekat makam keramat, pada abad XVI dan XVII, sebuah sumber sejarah tradisional yaitu Srat Centhini menyebutkan bahwa cikal bakal pesantren terdapat di Karang, Banten. Pesantren Karang ini berdiri sekitar tahu 1520-an.

EVALUASI

BAB IIIPONDOK PESANTREN

Standar Kompetensi :Kemampuan menganalisis sejarah dan peran pondok pensantren dalam penyebaran Islam di Indonesia

Kompetensi Dasar :Memahami peran dan fungsi pondok pesantren dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia

Indikator :a. Menjelaskan latar belakang berdirinya pondok pesantrenb. Menyebutkan kapan berdirinta pondok pesantrenc. Menjelaskan strategi, fungsi dan peran pondok pesantren dalam penyebaran Islamd. Menyebutkan model kajian yang dilakukan dilingkungan pondok pesantrene. Menyebutkan bentuk pendidikan yang dikembangkan pada awal berdirinya pondok

pesantrenf. Menjelaskan perbedaan pondok pesantern dengan lembaga pendidikan lainyag. Menyebutkan hal-hal yang menjiwai pondok pesantren

A. Latar belakangMembahas tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia tidak bisa terlepas dari sebuah

lembaga pendidikan tradisional yang bernama pesantren. Sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh bersama nafas dinamika masyarakat Islam disekitarnya, pesantren mampu

12

Page 13: Bahan AJAR Ke NU an

menempatkan dirinya sebagai salah satu agen perubahan masyarakat dengan mengusung idealitas teologis yang menjadi dasar pergerakannya.

Abdurrahmad Wahid, menyatakan bahwa pesantren nyaris menjadi kekuatan subkultur masyarakat Islam di Indonesia, dengan melalui proses pembentukan tata nilai tersendiri di dalam pesantren, lengkap dengan simbol-simbolnya, adanya daya tarik ke luar, sehingga memungkinkan masyarakat sekitar menganggap pesantren sebagai alternatif ideal bagi sikap hidup yang ideal dalam masyarakat itu sendiri, dan berkembangnya suatu proses pengaruh mempengaruhi dengan masyarakat di luarnya, yang akan berkulminasi pada pembentukan nilai-nilai baru yang secara universal diterima oleh kedua belah pihak (Wahid, 1974:40). Sehingga praktis sejarah penyebaran nilai Islam dalam masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung akan bersentuhan dengan tradisi pesantren.

Selaras dengan penyebaran Islam ini, ada sebuah implikasi penting yang layak untuk menjadi bahan kajian, yaitu penyebaran bahasa Arab, sebagai bahasa kitab suci Al-Quran, bahasa ibadah, dan khasanah keilmuan Islam yang menurut Dr. Hidayatulloh Zarkasiy, bahasa Arab dan penyebaran Islam di Indonesia merupakan dua bagian yang tidak bisa dipisahkan, karena bahasa ini selalu melekat dalam aktivitas ibadah yang dilakukan seorang muslim, terutama dalam sholat, inilah untuk pertama kali umat Islam memiliki keinginan mempelajari bahasa Arab, dimulai dari pelafalan huruf-huruf Hijaiyah hingga pada tahap pemahaman makna kata dan struktur kalimat (Zarkashiy, 1991:73).

Eksistensi pesantren tradisional juga menempati posisi penting dalam penyebaran bahasa Arab di Indonesia melalui halaqoh-halaqoh keilmuan Islam yang dikembangkan di dalamnya. Pesantren juga membekali para santri dengan disiplin ilmu kebahasaan Arab sebagai alat untuk memahami Al-Quran dan literatur keagamaan Islam yang berbahasa Arab, sehingga terjadi sebuah perjumpaan antara pesantren tradisional, penyebaran Islam, dan penyebaran bahasa Arab dalam pembentukan peradaban Islam Indonesia yang khas.B. Pengertian Pesantren Tradisional

Kata pesantren sebenarnya berakar dari kata santri yang menurut Prof. A.H. Johns, kata tersebut adalah bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Sedangkan CC.Berg berpendapat bahwa istilah tesebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata Shastri berasal dari shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku agama atau buku-buku pengetahuan (Dhofier, 1994:18). Tetapi, walaupun istilah santri berdekatan dengan bahasa agama Hindu, namun di Indonesia kata yang kemudian berubah menjadi kata pesantren ini lazim digunakan dalam khasanah kelembagaan pendidikan Islam.

Secara terminologis, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam.Umumnya, proses pendidikan pesantren berlangsung secara non klasikal, dimana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Isalam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. (Prasodjo, 1982:6). Kyai di sini adalah seorang guru yang menjadi tokoh sentral dalam pesantren, yang dari kemampuan pribadinya, pertumbuhan suatu pesantren tergantung padanya (Dhofier, 1994:55). Santri adalah murid-murid yang sengaja menuntut ilmu di pesantren, baik ia bermukim di sana ataupun tidak.

Adapun istilah tradisional, ia berasal dari kata tradisi yang dalam khasanah bahasa Indonesia berarti segala sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran dan sebagainya, yang turun temurun dari nenek moyang (Poerwadarminta, 1982:1088). Ada pula yang menuturkan bahwa tradisi berasal dari kata traditum, yaitu segala sesuatu yang ditranmisikan, diwariskan oleh masa lalu ke masa sekarang. Dan ketika kata ini berubah menjadi kata tradisional yang berarti menurut adat, turun-temurun, maka sebagaimana diketahui kata tradisional dipergunakan untuk mensifati sesuatu, misalnya kata tari atau pakaian tradisional, yaitu tari atau pakaian menurut adat atau yang diwarisi turun temurun. Dalam aspek-aspek yang lain

13

Page 14: Bahan AJAR Ke NU an

kita mengenal istilah-istilah upacara tradisional, pengobatan tradisional dan sebagainya (Bawani, 1993:24).

Merujuk kepada pengertian-pengertian di atas, pesantren tradisional bisa didefinisikan sebagai lembaga pendidikan Islam yang dikelola berdasarkan pola-pola lama yang sengaja dilestarikan, pengajarannya menggunakan kurikulum yang diadopsi dari warisan masa sebelumnya dan dilakukan secara turun temurun.C. Sejarah Pondok Pesantren Tradisional

Pendidikan Islam, secara kelembagaan, dalam catatan sejarah tampak dalam bentuk yang bervariasi. Di samping lembaga yang bersifat umum seperti masjid, terdapat lembaga-lembaga lain yang mencerminkan kekhasan orientasinya. Secara umum, pada abad keempat Hijrah dikenal beberapa sistem pendidikan (Madaris Al-Tarbiyah) Islam.

Hasan Abdul Al-‘Al, menyebutkan lima sistem dengan klasifikasi sebagai berikut; Sistem Pendidikan Mu’tazilah, Sistem Pendidikan Ikhwan Al-Shafa, Sistem Pendidkan Bercorak Filsafat, Sistem Pendidikan Bercorak Tasawwuf, dan Sistem Pendidikan Bercorak Fiqh. Adapun Hassan Muhammad Hassan dan Nadiyah Muhammad Jamaluddin juga menyebutkan lima sistem, masing-masing; sistem pendidikan bercorak teologi, sistem pendidikan bercorak syiah, sistem pendidkan bercorak filsafat, sistem pendidikan bercorak tasawwuf, dan sistem pendidikan bercorak fiqh dan al-hadis.

Institusi yang dipakai masing-masing golongan yaitu: (1) Failusuf, memakai nama Dar Al-Hikmah, Al-Muntadiyat, Hawanit dan Warraaqiin. (2) Syi’iyyun, memakai nama Dar Al-Hikmah, Masaajid, (3) Mutashawwif, memakai nama Al-Zawaaya, Al-Ribath, Al-Masaajid, dan Halaqat Al-Dzikr, (4) Mutakallimin, memakai nama Al-Masajid, Al-Maktabat, Hawanit, Al-warraqin, dan Al-Muntadiyat, dan (5) Fuqaha’ dan Al-Muhadditsin, mereka memakai nama Al-Katatib, Al-Madaris, dan Al-Masajid.

Masing-masing sistem di atas memiliki institusi yang khusus walaupun umumnya memanfaatkan masjid. Menurut Hassan dan Nadiyah institusi-institusi itu terkait dengan pendidikan-pendidikan yang dilakukan dan aliran-aliran pemikiran Islam yang berkembang di dalamnya (Maksum, 1999:52).

Cyril Glasse, dalam ensiklopedi Islamnya menulis bahwa dar Al-hikmah adalah sebuah akademi yang didirikan khalifah Fathimiyah , Al-Hakim (w.411/1021), di Kairo sebagai perluasan istananya, tempat ini juga tempat berkumpulnya kalangan cendekiawan dan sekaligus sebagai pusat penyiapan para da’i (propagandis) untuk menyebarkan ajaran Syiah Ismailiyah (Glasse, 1999:71).

Adapun Zawiyah/Zawaya, di Afrika Utara istilah ini berarti sebuah tempat ibadah/sebuah masjid kecil, sebuah tempat pengasingan untuk kegiatan keagamaan, atau secara khusus tempat pertemuan para sufi untuk melaksanakan doa dan dzikir (Glasse, 1999:447). Sedangkan Ribathbersesuaian dengan zawiyah, tempat pertemuan para sufi. (Glasse, 1999:343).

Tempat-tempat di atas kalau dicermati, awalnya bukan sebagai tempat yang secara khusus dibangun untuk sarana pendidikan, namun lebih dari sebuah implikasi dari fungsi masjid sebagai sentrum kegiatan masyarakat muslim, karena implikasi itu terus bertambah sehingga masjid menjadi multifungsi. Seiring dengan perkembangan itu peribadatan di masjid menjadi terganggu oleh suara bising dan kegaduhan yang ditimbulkan oleh proses pengajaran, sehingga dibangunlah kuttab-kuttab sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan model inilah yang diadopsi oleh penyebar agama Islam di Indonesia menjadi pondok pesantren. Sebagaimana dikatakan George Makdisi, bahwa pesantren di Indonesia menyerupai madrasah-madrasah di Baghdad pada abad 11-12 M, terdiri dari masjid, asrama/pondok, dan kelas belajar (Maksum, 1999:80).

Dengan akar sejarah seperti itu, sebagian sarjana di Indonesia berasumsi bahwa tradisi pendidikan Islam di Indonesia tidak sepenuhnya khas Indonesia, kecuali hanya

14

Page 15: Bahan AJAR Ke NU an

menambahkan muatan dan corak keislaman terhadap terhadap tradisi pendidikan yang sudah ada. Bahkan masuknya Islam tidak mengubah format penyelenggaraan yang sebelumya sudah ada dan mentradisi, namun yang paling pokok adalah materi yang dipelajari, bahasa, dan latar belakang pelajar-pelajar (Sumanjuntak, 1973:24). Namun satu hal yang sepertinya sangat tersepekati adalah bahwa sejarah berdirinya pesantren sangat erat hubungannya dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia (Bimbaga, 2003:7).D. Pengajaran Bahasa Arab di Pesantren Tradisional

Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak hanya unik dalam pendekatan pengajarannya, tapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, struktur kewenangan, serta semua aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Dari perbagai corak dan model pesantren yang ada yang di Indonesia, secara umum paling tidak ada 5 (lima) unsur pembentuk pesantren, yaitu: 1) kyai, 2) santri, 3) pengajian, 4) asrama/pondok, dan 5) masjid.

Kelima unsur pembentuk pesantren itu biasanya tersentral kepada figur kyai yang memimpin/mendirikan pesantren itu, segala macam aktivitas yang ada dalam pesantren harus atas sepengetahuan dan persetujuan sang kyai, termasuk pembelajaran yang ada di dalamnya semua terpusat pada kyai, kalaupun ada sistem klasikal yang berjenjang, yang setiap kelas diajar oleh ustadz-ustadz muda, maka semua pengajar di kelas itu adalah orang-orang yang direkomendasiakan sang kyai. Di sini, kyai adalah pusat dari gerakan kelompok yang terwadahi dalam pesantren tersebut. Dalam subbab ini penulis akan menguraikan beberapa hal yang terkait dengan pembelajaran agama Islam dan bahasa Arab di pesantren antara lain: kurikulum/manhaj, masa pembelajaran dan syahadah,serta metode pembelajaran.E. Kurikulum/Manhaj

Sebenarnya pesantren tradisional tidak memiliki kurikulum formal seperti yang dipakai dalam lembaga pendidikan modern, karena kurikulum yang ada di dalamnya tidak memiliki silabus, tapi berupa funun kitab-kitab yang diajarkan pada santri. Kitab-kitab dari berbagai disiplin ilmu yang telah ditentukan oleh sang kyai harus dipelajari sampai tuntas, sebelum naik ke kitab lain yang tingkat kesukarannya lebih tinggi.

Tamatnya program pembelajaran tidak diukur oleh satuan waktu, juga tidak diukur pada penguasaan tehadap topik-topik tertentu, namun diukur dari ketuntasan dan kepahaman santri pada kitab yang dipelajarinya. Kompetensi standar bagi tamatan sebuah pesantren adalah kemampuan menguasai, memahami, menghayati, mengamalkan, dan mengajarkan isi kitab tertentu yang telah ditetapkan. Kompetensi standar ini tercermin pada penguasaan kitab-kitab secara graduatif, berurutan dari yang ringan sampai yang berat, dari yang mudah sampai yang sukar, dari kitab yang tipis sampai yang tebal dan berjilid-jilid. Kitab-kitab itu disebut kitab kuning, disebut demikian karena dicetak di atas kertas berwarna kuning, juga disebut kitab “gundul” (botak) karena huruf-hurufnya tidak ber-syakal (ber-harakat) (Bimbaga, 2003:32).

Zarkashy (1991:84) menjelaskan jenis fan dan kitab yang diajarkan di pesantren-pesantren tradisional berdasarkan tingkatan/level pendidikan. Pada strata pendidikan tingkat dasar –misalnya- terdapat kitab: Al-Jawahir Al-Kalamiyah (Tauhid), Safinah Al-Najah (Fiqih), Al-Washaya Al-Abna (Akhlak), Al-Nahwu Al-Wadhih (Nahwu), Al-Amtsilah Al-Tashrifiyah (Sharaf). Pada tingkat menengah pertama, kitab-kitab yang biasa dipergunakan diantaranya: Tuhfah Al-Athfal (Tajwid), Aqidah Al-Awwam (Tauhid), Fath Al-Qarib (Fiqih), Ta’lim Al-Muta’allim (Akhlak), Nurul Yaqin (Tarikh). Sedangkan pada tingkat menengah atas, digunakan kitab-kitab seperti: Tafsir al-Qur'an al-Jalalain (Tafsir), Al-Arbain Al-Nawawi (Hadis), Minhah Al-Mugits (Musthalahul Hadis), Tuhfah Al-Murid (Akhlak), Al-Waraqat (Usul Fiqh), Al-Jawhar Al-Maknun (Balaghah). Di tingkat tinggi, kitab yang biasa dipelajari, antara lain: Fath Al-Wahhab (Fiqh), al-Itqan fi Ulum al-Qur'an (tafsir), Jami’ al-Jawami’ (Ushul Fiqh), dan lain-lain.

15

Page 16: Bahan AJAR Ke NU an

Dalam pelaksanaannya, perjenjangan diatas tidaklah mutlak. Dapat saja pondok pesantren memberikan tambahan atau melakukan langkah-langkah inovasi, misalnya mengjarkan kitab-kitab yang populer, tetapi lebih mudah dalam penyajiannya, sehingga lebih efektif para santri menguasai materi.

Dengan jenis materi seperti di atas, terlihat bahwa pesantren tradisional memegang peranan penting dalam penyebaran Islam dan bahasa Arab di Indonesia, ditambah lagi dengan penerapan metode pengajaran khas yang memungkinkan seorang santri menguasai bahasa Arab melalui pengayaan mufrodat dan penguasaan tata bahasa Arab (Nahwu dan Sharaf).F. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ke tujuan. Dalam kaitannya dengan pondok pesantren salafiyah, ajaran adalah apa yang terdapat dalam kitab kuning, kitab rujukan, refrensi yang dipegang oleh pondok pesantren tersebut. Pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersebut dapat dicapai melalui metode paembelajaran tertentu yang bisa digunakan oleh pondok pesantren. Selama kurun waktu panjang pondok telah memperkenalkan dan menerapkan beberapa metode pembelajaran.

Metode pembelajaran di pondok pesantren salafiyah ada yang bersifat tradisional, yaitu pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan pada pesantren atau dapat juga disebut metode pembelajaran asli (original) pondok pesantren. Namun karena perkembangan jaman dimasa-masa selanjutnya sudah mulai ditemukan di beberapa pesantren tradisional metode pembelajaran modern (tajdid). Metode pembelajaran modern merupakan metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pondok pesantren dengan memaksukkan metode yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak selalu diikuti dengan menerapkan sistem modern, yaitu sistem sekolah atau madrasah. Beberapa Pondok pesantren tradisional sebenarnya telah pula menyerap sistem klasikal. Tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang tegas sebagaimana sistem klasikal pada persekolahan modern (Bimbaga, 2003:37).

Berikut ini beberapa metode pembelajaran tradisional yang menjadi ciri utama pembelajarn di pondok pesantren tradisional

Pertama, Metode Sorongan. Sorongan, berasal dari kata sorog (bahasa jawa), yang berarti menyodorkan (Bimbaga, 2003:38), sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai atau pembantunya (badal, asisten kyai). Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat lebih efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan menimbang secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materi pembelajaran. Sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perorangan (individual), dibawah bimbingan seorang kyai atau ustadz.

Pembelajaran dengan sistem sorogan diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kyai atau ustadz, didepannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun kitab yang berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil.

Sistem ini memiliki satu kaidah penerjemahan yang khas dari bahasa Arab setiap jabatan kata dalam kalimat berbahasa Arab memiliki kode tertentu sehingga secara tidak langsung ada proses internalisasi pemahaman tata bahasa Arab. Kalimat demi kalimat diterjemahkan ke bahasa daerah, dibawah setiap kata Arab biasanya ada terjemahan dengan bahasa lokal daerah, dengan menggunakan huruf “Arab Pegon”.

16

Page 17: Bahan AJAR Ke NU an

Kyai atau ustadz mendengarkan dengan tekun pula apa yang dibacakan santrinya sambil melakukan koreksi-koreksi seperlunya. Setelah tampilan santri dapat diterima, tidak jarang juga kyai memberikan tambahan penjelasan agar apa yang dibaca oleh santri dapat lebih dipahami. Metode pembelajaran ini termasuk metode pembelajaran yang sangat bermakna karena santri merasa berhubungan khusus ketika berlangsung pembacaan kitab dihadapan kyai. Mereka tidak saja senantiasa dapat dibimbing dan diarahkan cara membacanya tetapi dapat dievaluasi perkembangan kemampuannya. Berdasarkan penelitian Zamakhsyari Dhofier, sistem ini sangat efektif pada taraf awal pendidikan santri terutama dalam penguasaan bahasa Arab (Dhofier, 1994:29).

Namun sekalipun kelihatannya metode ini hanya cocok untuk pemula tetapi dapat juga dipakai untuk tingkat kelanjutan bahkan tingkat tinggi. Untuk tingkat lanjutan dapat saja yang memulai membaca adalah santri, kyai atau ustadz hanya mendengarkan dan memperhatikan kefasihan, ketepatan ucapan, sekaligus memparhatikan tingkat pemahaman santri terhadap apa yang dibacanya (Bimbaga, 2003:39).

Kedua, Metode Wetonan/Bandongan. Wetonan, istilah wetonan ini berasal dari kata wektu(bahasa Jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diiberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan sesudah melakukan shalat fardhu. Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkanpelajaran kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan (Bimbaga, 2003:40).

Metode bandongan dilakukan oleh kyai atau sekelompok santri untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacakan oleh kyai dari sebuah kitab. Kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harokat (gundul). Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhabithan harakat kata langsung dibawah kata yang dimaksudagar dapat memnbantu memahami teks. Posisi para santri pada pembelajaran dengan metode ini adalah melingkari dan mengelilingi kyai atau ustadz sehingga dapat membentuk halaqah (lingkaran). Dalam penerjemahannya, kyai atau ustadz dapat juga menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para santrinya, misalnya ke dalam bahasa Jawa, Sunda atau bahasa Indonesia.

Hampir disemua pesantren tradisional menggunakan sistem ini secara maksimal dengan pengajaran yang yang berkesinambungan dari bab ke bab selanjutnya dengan menerjemahkan arti per-kata dan saat tertentu kyai juga menyinggung kaidah-kaidah ilmu nahwu yang terkait dengan kalimat yang sedang beliau terjemahkan, dan santri akan menirukan seperti apa yang dibacakan oleh kyai (Yunus, 1979:56).

Berkaitan dengan kegiatan penilaian, biasanya kyai atau ustadz memiliki catatan-catatan khusus sehingga para santri belajar belajar sungguh-sungguh karena merasa diawasi dan dimonitor perkembangan kemampuannya (Bimbaga, 2003:43).

Ketiga, Metode Musyawarah atau Bahtsul Masa’il. Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il merupakan metode pembelajaran yang mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dalam jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, atau mungkin santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalanyang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaanya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan atau pendapatnya. Dengan demikian metode ini menitik beratkan pada kemampuan perseorangan didalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu. Musyawarah pada bentuk kedua ini bisa digunakan oleh santri tingkat menengah atau tinggi untuk membedah topic materi tertentu.

Untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode musyawarah kyai atau ustadz biasanya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan, yaitu: 1) Peserta musyawarah

17

Page 18: Bahan AJAR Ke NU an

adalah para santri yang berada pada tingkat menengah atau tinggi. 2) Peserta musyawarah tidak memiliki perbedaan kemampuan mencolok. Ini untuk mengurangi kegagalan musyawarah. 3) Topik atau persoalan (materi) yang dimusyawarahkan biasanya ditentukan terlebih dahulu oleh kyai atau ustadz pada pertemuan sebelumnya. 4) Pada beberapa pesantren yang memiliki santri yang tingkat tinggi, musyawarah dapat dilakukan secara terjadwal sebagai latihan untuk para santri.

Langkah persiapan terpenting pada metode ini adalah terlebih dahulu memberikan topic-topik materi yang akan dimusyawarahkan. Pilihan topic itu sendiriamat menentukan. Topic yang menarik umumnya mendapat respon yang baik danmemberikan dorongan yang kuat kepada para santri untuk belajar. Penentuan topic secara lebih awak ini dimaksudkan agar para peserta dapat mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan. Selain itu juga disampaikan penjelasan tentang cara-cara yang dilakukan berkenaan dengan dipihnya metode musyawarah.

Sebagai permulaan, kyai atau ustadz, atau salah satu santri senior menjelaskan secara singkat permasalahan yang akan dibahas. Pada pesantren yang memiliki ma’had ‘aly (takhosus tingkat tinggi) penyaji adalah para santri yang telah disusun secara terjadwal dengan topic tertentu untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran atau persoalan-persoalannya. Para santri yang berfungsi sebagai penanggap yang berkesempatan untuk menaggapi apa yang disajikan oleh penyaji yang mendapat tugas.

Kegiatan penilaian dilakukan oleh kyai atau ustadz selama kegiatan musyawarah berlangsung. Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah kualitas jawaban yang diberikan oleh peseta yang meliputi : kelogisan jawaban, ketepatan, dan kevalidan refrensi yang disebutkan serta bahasa yang disampaikan dapat dengan mudah dapat sifahami santri lain, serta kualitas pertanyaan atau sanggahan yang dikemukakan. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan, juga kebenaran dan ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi teksyang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.

Keempat, Metode Pengajian Pasaran. Metode pengajian pasaran adalah kegiatan pembelajaran para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai/ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (marathon) selama tenggang waktu tertentu. Pada umumnya dilakukan pada Bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada kitabnya yang dikaji. Metode ini mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya adalah “selesai”nya kitab yang dipelajari. Pengjian Pasaran ini dahulu banyak dilakukan dipesantren-pesantren tua di Jawa, dan dilakukan oleh kyai-kyai senior dibidangnya. Titik beratnya pada pembacaan bukan pada pemahaman sebagaimana pada metode bandongan. Sekalipun dimungkinkan bagi para pemula untuk mengikuti pengajian ini, namun pada umumnya pesertanya terdiri dari mereka-mereka yang telah belajar atau membaca kitab tersebut sebelumnya. Kebanyakan pesertanya justru para ustadz atau para kyai yang datangdari tampat lain yang sengaja dating untuk itu. Dengan kata lain, pengajian ini lebih banyak untuk mengambil berkah atau ijazah dari kyai-kyai yang dianggap senior.

Dalam perspektif lebih luas, pengajian ini dapat dimaknai sebagai proses pembentukan jaringan kitab-kitab tertentu diantara pesantren-pesantren yang ada. Mereka yang mengikuti pengajian pasaran di tempat tertentu akan menjadi bagian dari jaringan pengajian pesantren itu. Dlam konteks pesantren hal ini amat penting karena akan memperkuat keabsahan pengajian dipesantren-pesantren para kyai yang telah mengikuti pengajian pasaran ini.

Sebelum memasuki bulan ramadhan, beberapa pesantren biasanya mengeluarkan jadwal, jenis kitab, dan kyai yang akan melakukan balagh pasaran di bulan itu. Berdasarkan itu, santri, ustadz atau kyai yang berminat akan merencanakan sendiri kemana ia akan menuju dan kitab apa yang ia pilih. Biasanya kitab yang akan dipilih ialah kitab yang pernah ia pelajarinya, namun membutuhkan penguatan, atau ada kalanya kitab yang sulit sekali

18

Page 19: Bahan AJAR Ke NU an

diperoleh pengajiannya ditempat lain pada waktu-waktu biasa. Memang ada kalanya untuk pasaran seorang kyai sengaja membaca kitab yang jarang dibaca kyai lainnya. Untuk mereka yang sengaja datang untuk pasaran, pesantren biasanya menyediakan tempat khusus.

Kegiatan pengajian itu sendiri biasanya dilakukan sepanjang hari. Waktu istirahat biasanya hanya shalat, waktu beruka puasa, dan setelah jam dua belas malam. Kitab yang telah ditentukan dibaca dan diterjemahkan oleh seoarang kyai secara cepat, sedangkan santri menyimak untuk memberikan catatan pada bagian-bagian tertentu saja atau mencatat penjelasan-penjelasan singkat yang biasanya memang diberikan.

Setelah pembacaan selesai (khatam), para santri kembali pesantrennya semula. pengajian berakhir biasanya beberapa menjelang datangnya Idul Fitri. Disini tidak dilakukan sama sekali konfirmasi ulang kepada kyai sekalipun, misalnya sebagian santri memerlukan tambahan keterangan atau penjelasan.

Pengajian pasaran ini sesungguhnya amat besar maknanya, mengingat kebanyakan yang mengikutinya ialah mereka-mereka yang memiliki pengalaman atau kemampuan tertentu, khususnya kitab yang akan dibaca atau dikaji. Salah satu cara untuk meningkatkan efektifitasnya ialah dengan meniadakan pengertian harfiah sebagai pengajian sorogan tingkat awal, hanya membacanya secara benar dan memberikan ulasan-ulasan singkat pada topik yang dianggap penting.

Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pengajian pasaran merupakan pengajian yang hampir sulit dievaluasi. Tanda keberhasilanya yang paling dapat diukur adalah apabila pengajian itu dapat diselesaikan, atau kitab dapat dibaca hingga selesai (khatam). Kebanggaan santri adalah selama dalam bulan Ramadhan itu merampungkan kegiatan pengajian pasarannya dengan beberapa buah kitab yang banyak halamannya (tabal).

Kelima, Metode Hafalan (Muhafazhah). Metode hafalan ialah kegiatan para santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan kyai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan salam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihafalkan dihadapan kyai/ustadz secara periodic atau incidental tergantung pada suatu petunjuk kyai/ustadz yang bersangkutan. Materi pembelajaran dengan metode hafalan umumnya berkenaan dengan Al-Qur’an, nazham-nazham untuk nahwu, sharaf, tajwid, ataupun untuk teks-teks nahwu sharaf dan fiqh.

Dalam pembelajarannya metode ini seorang santri ditugasi oleh kyai untuk menghafalkan satu bagian tertentu atau keseluruhan dari sesuatu kitab. Titik tekan metode ini santri mampu mengucapkan/menghafalkan kalimat-kalimat tertentu secara lancar tanpa teks. Pengucapan tersebut dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Metode ini dapat juga digunakan dengan metode bandongan atau sorogan. Untuk mengevaluasi kegiatan belajar dengan metode hafalan ini dilakukan dengan dua macam evaluasi yaitu: pertama, dilakukan pada setiap kali tatap muka, dan yang kedua pada waktu yang telah dirampungkan/diselesaikannya seluruh hafalan yang ditugaskan kepada santri.

Keenam, Metode Demontrasi/Praktek Ibadah. Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan (mendemontrasikan) suatu ketrampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah bimbingan dan petunjuk kyai atau ustadz, dengan beberapa kegiatan, yaitu: 1) para santri mendapatkan penjelasan/teori tentang tata cara (kaifiat) pelaksanaan ibadah yang akan dipraktekkan sampai meraka betul-betul memahaminya. 2) Para santri berdasarkan bimbingan kyai/ustadz mempersiapkan segala perlengkapan atau peralatan yang diperlukan kegiatan praktek. 3) Setelah menentukan waktu dan tempat para santri berkumpul untuk menerima penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan yang akan dilakukan serta pembagian tugas kepada para santri berkenaan dengan pelaksanaan praktek. 4) Para santri secara bergiliran/bergantian memperagakan pelaksanaan praktek ibadah tertentu dengan dibimbing dan diarahkan oleh kyai atau ustadz sampai benar-benar sesuai kaifiat (tata cara

19

Page 20: Bahan AJAR Ke NU an

pelaksanaan praktek ibadah sesungguhnya). 5) Setelah selesai kegiatan praktek ibadah para santri diberikan kesempatan mempertanyakan hal-halyang dipandang perlu selama berlangsung kegiatan.G. Masa Pembelajaran dan Syahadah (Ijazah)

Masa pembelajaran adalah jangka waktu yang tertentu yang dihabiskan untuk menempuh pendidikan dipondok pesantren. Masa pembelajaran sangat bergantung pada model pembelajaran yang ada. Karena model pondok pesantren yang secara langsung berhubungan dengan model pembelajarannya yang bermacam-macam bentuknya, maka masa atau waktu belajar yang dimanfaatkan oleh para santri dipondok pesantren menjadi berbeda-beda pula.

Masa pembelajaran di pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal lebih tampak dalamsatuan waktu. Satuan waktu tersebut dapat berupa semester, catur wulan, tahun, dan keseluruhan program dalam kurun waktu tertentu, seperti enam tahun untuk MI, tiga tahun untuk MTs dan seterusnya. Satu tahun. Nama masing-msing pembelajaran yang berbeda-beda, misalnya kelas,marhalah, fashal, thabaqah, sanah, dan sebagainya.

Rata-rata pembelajaran pondok pesantren tergantung pada pimpinan yang bersangkutan, dewan Pembina atau dewan pengajarnya. Bisa mencapai tiga atau enam tahun, atau tergantung kelulusannya pada lembaga pendidikan formal yang juga diselenggarakan oleh pondok pesantren. Pengjian ini tidak dibatasi dengan batas waktu tertentu dan tanpa perjanjian khusus. Selesainya masa pelajaran adalah jika ia sudah merasa cukup atau kyai menganggap dirinya cukup memiliki pengetahuan atau ajaran agama Islam.

Pada saat santri selesai atau dianggap cukup dalam menerima pendidikan, baik itu berupa pengajian dan pendidikan ketrampilan biasanya, ia akan menerima ijazah, sebagaimana halnya yang terjadi pada sekolahan umum, madrasah atau lembaga pendidikan lainnya. Ijazah (syahadah), merupakan lembaran yang menunjukkan atau tanda bukti bahwa telah selesainya pendidikan seseorang disuatu perguruan untuk masa pembelajaran tertentu. Tidak seragam dengan kata ijasah. Ada yang menyebutnya dengan syahadah dan lainnya (Bimbaga, 2003:43-48).H. HAL-HAL YANG MENJIWAI DI PESANTREN

Sebagai lembaga Tafaqquh fiddin (memperdalam agama) pondok pesantren mempunyai jiwa yang membedakan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainya. Jiwa pondok pesantren tersebut dinamakan “Panca Jiwa Pesantren”, yaitu :

a. Jiwa keikhlasan , jiwa ini terbentuk oleh suatu keyakinan bahwa semua perbuatan (baik atau buruk) pasti akan di balas oleh Allah SWT, jadi beramal tanpa pamrih tanpa mengahrapkan keuntungan duniawi.

b. Jiwa Kesederhanaan, sederhana bukan berarti pasif tetapi mengandung unsur kekuatan dan kaetabahan hati serta penguasaan diri dalam mengahadapi dalam mengahdapi segala kesulitan.

c. Jiwa Persaudaraan yang Demokratis, segala perbedaan dipesantren tidak menjadi penghalang dalam jalinan ukhuwah (persaudaraan) dan Ta’awun (saling menolong).

b. Jiwa kemandirian, pesantren harus mampu mandiri dengan kekuatannnya sendiri.c. Jiwa Bebas, bebas dalam membentuk jalan hidup dan menetukan masa depan

dengan jiwa besar dan sikap optimis mengahadapi berbagai problematika hidup berdaqsarkan nilai-nilai ajaran Islam. Kebebasan jiwa pondok pesantren juga berarti tidak terpengaruh dan didikte oleh dunia luar.

I. PenutupIndonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, tidak lepas dari akar

sejarah pengkajian agama Islam dan bahasa Arab yang kokoh di berbagai elemen masyarakat

20

Page 21: Bahan AJAR Ke NU an

muslim Indonesia, utamanya masyarakat berbasis pesantren tradisional yang dari masa ke masa terus berkembang dan berimprovisasi seiring dengan kemajuan jaman.

Dengan sistem pengajaran yang khas, pesantren tradisional telah mampu memproduk ulama-ulama besar di Indonesia yang lewat tangan-tangan dingin mereka Islam dan bahasa Arab akan selalu menyertai dinamika berbangsa dan bernegara dalam rentangan sejarah bangsa dari masa ke masa. Jika tradisi pengkajian agama Islam dan pelestarian kitab-kitab turats (tradisional) di pesantren-pesantren yang ada di Indonesia terus berlangsung dan selalu berkembang, maka tidak mustahil, apabila di kemudian hari nanti, Indonesia menjadi pusat pengembangan Islam dan bahasa Arab di dunia

RANGKUMAN

EVALUASI

BAB IV

Latar Belakang Lahirnya Nahdlatul Ulama

Kompetensi Dasar :Menganalisis proses kelahiran Nahdlatul Ulama

Indikator :a. Menjelaskan pola kehidupan beragama dan kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia

sebelum lahirnya NUb. Menjelaskan latar belakang lahirnya NUc. Menyebutkan tahun berdirinya NUd. Menjelaskan dasar pemikiran lahirnya NUe. Menyebutkan tokoh-tokoh pendiri NUf. Menjelaskan perjuangan politik kebangsaan NU, bentuk pemberdayaan ekonomi NU dan

strategi peningkatan sumber daya manusia yang dikembangkan oleh para ulamag. Menyebutkan tujuan pembentukan syirkah-syirkah di lingkungan NUh. Menyebutkan kapan lahirnya KH. Hasyim Asy’arii. Menyebutkan pola pemikiran KH. Hasyim Asy’ari untuk NUj. Menyebutkan karya-karya KH. Hasyim Asy’ari

A.    Motivasi kelahiran Nahdlatul Ulama’

pada awal abad ke-20 di Nusantara, yaitu madhabiyah traditionalism dan salafiyah

ortodoxy. Yang pertama menunjuk pada ekpresi keagamaan muslim Nusantara sejak era awal

penyebaran Islam, sedangkan yang kedua menunjuk pada kelanjutan gerakan pembaharuan

Islam di Timur Tengah yang mengkoreksi orientasi idiologi yang sudah mapan (establish)

sebelumnya.

Namun secara organisatoris Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah mengalami pelembagaan di

tengah-tengah Muslim Nusantara sejak kehadiran Kyai Hasyim dan generasi Muslim pada

Zamannya. Bersama kolega-koleganya, Kyai  Hasyim berhasil mempelopori berdirinya

21

Page 22: Bahan AJAR Ke NU an

organisasi Islam Nahdlatul Ulama’ yang secara legal mengklaim berbasis pada Ahl al-Sunnah

wa al-Jama’ah.  

Berdirinya Jamiyah Nahdlatul Ulama’, tidak lepas dari peran Kyai Hasyim. Ia dikenal

sebagai ideolog, peletak dasar-dasar pemahaman keagamaan dan sendi sendi sosial

kemasyarakatan komunitas NU. Posisi Kyai Hasyim yang sangat sentral di komunitas Nu

tergambar dari gelar kulturnya sebagai “ Hadrat al-Syaikh” (yang mulia tuan guru) dan

jabatan Rais Akbar(pemimpin besar) dalam struktur organisasi Nahdlatul Ulama’.   

Nahdlatul ulama sebagai organisasi lahir pada tanggal 16 Rajab     1344 H atau 31

Januari 1926 M. Saat itu masih dalam suasana kebangkitan nasional. Secara tegas dinyatakan

bahwa kehadiran Nahdlatul Ulama’ dilatar belakangi dengan beberapa faktor, antara lain :

1.    Faham Keagamaan

Pada awal abad ke-19 M, banyak muncul gerakan pembaruan Islam yang dipimpin H.

Miskin. Disinilah muncul perang padri, terjadinya perang padri ini karena antara 2 saudara

tidak sepaham dengan paham Wahabi yang menerapkan melalui jalan kekerasan. Sehingga

kejadian ini semua melibatkan pihak Belanda. Hampir 30 tahun kekacauan ini terjadi di

minangkabau (sumbar). Bantuan berakhir setelah ditaklukkannya daerah tersebut oleh

pemerintah kolonial Belanda.

Selanjutnya terjadi pada akhir abad ke-19 M, muncul arus gerakan reformasi yaitu

gerakan “SALAFIYAH” yang berarti kembali ke jalan para pendahulu, yang pelopori oleh

Thahir Jalaluddin, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyim dan Muhammad Bin Abdul Wahab.

Pulau Jawa baru mengalami arus gerakan reformasi ini pada awal abad 20 dengan

berdirinya beberapa organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah (1912), Al-Irsyad (1915),

dan Persatuan Islam (1923). Dengan mengaku sebagai pembaru, mereka menentang upacara-

upacara keagamaan seperti tahlilan, ziarah ke makam wali, selamatan untuk berkirim do’a

kepada orang muslim yang sudah meninggal dan lain-lain. Mereka juga menentang

bermadzhab dan lebih parahnya meraka dengan lantang mempersoalkan masalah-masalah

khilafiyah yang sebenarnya merugikan bagi persaudaraan antara sesama muslim.

2.    Politik Kebangsaan

Sejak kedatangan kolonial Belanda ke Indonesia pada awal abad ke-17 M, umat Islam

menyambut dengan sikap perlawanan. Segala usaha yang dilakukan Belanda untuk

memperluas wilayah kekuasaannya selalu dihadang oleh umat Islam. Kolonial Belanda terus

melakukan pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan tersebut masih dilakukan secara

22

Page 23: Bahan AJAR Ke NU an

sporadic, terpisah dan tidak terkoordinasi. Akibatnya dengan mudah pemerintahan kolonial

Belanda mematahkannya.

Ketidaksukaan umat Islam tidak semata-mata karena mereka merasa ditindas tetapi

lebih pada persoalan ajaran agama. Ketidaksukaan umat Islam terhadap penjajah itu begitu

dalam, sehingga segala sesuatu yang berbau Belanda dipandang kotor dan haram.

Para ulama pesantren memilih sikap isolatif dengan mendirikan pondok pesantren

sebagai pusat perlawanan kultural keagamaan terhadap segala sesuatu yang berbau barat.

Inilah salah satu bentuk benteng pertahanan.

Awal abad ke-20 M, mulailah muncul perjuangan baru bangsa Indonesia menentang

kolonialisme Belanda. Para ulama menggunakan cara sistematis, teratur dan berencana.

Dibentuklah organisasi-organisasi modern yang bergerak dibidang pendidikan, kebudayaan,

ekonomi, sosial, politik maupun agama.

Organisasi-organisasi modern tersebut dibentuk berdasarkan hasrat yang mulai tumbuh

sejak kedatangan KH. Abdul Hasbullah dari menuntut ilmu ditanah suci makkah.

Pengetahuannya yang luas dan pandangannya yang jauh beliau menangkap tanda-tanda

jaman sedang berubah. Beliau membentuk sebuah forum diskusi yang diberi nama “Taswirul

Afkar” pada tahun 1914. Setelah itu disusul dengan “Nahdlatul Wathan” (kebangkitan Tanah

Air). Tidak kalah lagi muncullah program dibidang pendidikan “Jammiyah Nasihin” dan

madrasah “Khitabul Wathan” (Mimbar Tanah Air) dan masih banyak lagi program-program

yang didirikan para ulama-ulama.

Dilihat dari segi nama-nama proyek yang lahir dari forum diskusi taswirul afkar yang

kesemuanya memakai predikat “Wathan” (Tanah Air). Terlihat jelas bahwa semangat

nasionalisme merupakan api yang mewarnai pemikiran para ulama dalam Pergerakan

Nasional Indonesia.

3.    Pemberdayaan Ekonomi

Nahdlatul Ulama didirikan oleh ulama pengasuh pesantren didalam komunitas Islam

dikenal mempunyai pandangan dan wawasan maupun kemasyarakatan. Meraka juga dikenal

akrab dengan semua masyarakat sehingga berhasil membangun sikap dan watak santri

dengan penuh antisipasi atas kemaslahatan umat. Pada Tahun 1918 dimanifestasikan dalam

kegiatan nyata dengan membentuk “Syirkah ini Murabathah Nahdlatul Tujjar”. Tiga motivasi

yang cukup mendatar sebagai alasan pembentukan syirkah ini yaitu :

23

Page 24: Bahan AJAR Ke NU an

a. Banyak pengikut Islam ahlussunnah wal jama’ah bahkan sebagian ulama waktu itu

memaksa dirinya bersikap tawakal total (tajrid) tanpa berikhtiar untuk peningkatan

kualitas hidupnya, sehingga menjadi orang-orang yang serba thama’ dari kaum elite.

b. Banyak para ulama dan aqhniya’ ahlussunnah wal jama’ah yang tidak

memperdulikan tetangga-tetangganya yang lemah agamanya terutama dari kalangan

yang lemah agamanya.

c. Sebagian besar para santri dan kyai hanya mencukupkan pergumulannya terhadap

aktivitas tafaquh fiddin dan tidak menghiraukan ilmu-ilmu lain. Sehingga ada

kesenjangan antara ulama’uddin dengan cendikiawan muslim ahlussunna wal

jama’ah.

Dengan ketiga motivasi tersebut, pembentukan syirkah ini dimaksudkan sebagai upaya

ulama pesantren menggugah semangat keikhlasan, persaudaraan, kebersamaan dan

keperdulian seluruh pengikut Islam ahlussunnah wal jama’ah dalam membangun kehidupan

yang bermanfaat dan bermaslahah, terutama dalam bidang perekonomian. Dengan demikian

kepedulian untuk membangun kehidupan umat dengan titik sentralnya adalah “Mashalihil

amah” (kemaslahatan umum).

4.    Peningkatan Sumber Daya Manusia

Kehadiran pondok pesantren sebagai wujud kebangkitan ulama sejak semula telah

dipercaya oleh masyarakat sebagai udaha membentuk sebuah moral dan intelektual muslim

disamping keberhasilannya dalam proses islamisasi di Indonesia.

Pada awalnya pondok pesantren bersifat isolatif (menutup diri), akan tetapi sejak awal

abad ke-20, pondok pesantren mulai menerima kehadiran lembaga pendidikan formal dalam

bentuk madrasah. Langkah para ulama pesantren mendirikan lembaga-lembaga pendidikan

dengan sistem berkelas semakin berkembang dengan pesat setelah hadratus Syekh KH.

Hasyim Asy’ari membuka “Madrasah Salafiyah” dipondok pesantren. Karena posisi KH.

Hasyim Asy’ari yang sangat sentral dalam jaringan ulama pesantren di jawa dan madura,

maka pembaruan pendidikan pondok pesantren dengan cepat menyebar ke pondok-pondok

pesantren lainnya.

Memperhatikannya alur perkembangan pondok pesantren tersebut, terutama pengaruh

Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, diketahui bahwa berdirinya Nahdlatul Ulama erat

kaitannya dengan hasrat para ulama pesantren untuk menyatukan diri melakukan

pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pembaruan system

24

Page 25: Bahan AJAR Ke NU an

pendidikan sesuai tuntutan jamannya. Dan ini harus dibaca sebagai gambaran rasa tanggung

jawab para ulama pesantren yang mendalam atas kelestarian “izzul islam wal muslimin”

B.   Peristiwa Menjelang Kelahiran Nahdlatul Ulama

Pada dasarnya ide pendirian Nahdlatul Ulama atau sebuah jamiyah (organisasi) untuk

para ulama pesantren, sudah dimunculkan sejak tahun 1924 yaitu ketika pertahanan Syarif

Husen (raja hijaz) mulai goyah dan kemudian jatuh ke tangan Ibnu Saud (raja nejed).

Sementara kondisi dalam negeri khususnya yang berkaitan dengan Central Comite Chilafat

kurang menguntungkan bagi aspirasi ulama penganut madzhab. Ide itu disampaikan oleh KH.

Abdul Wahab Hasbullah kepada gurunya Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari namun beliau

belum bisa menyetujuinya sebelum mengkorfimasikannya terlebih dahulu kepada Allah SWT

melalui istikhara’, sebenarnya ide kyai wahab itu diterima oleh Kyai Hasim Asy’ari tetapi

masih dalam batas sebagai gagasan cemerlang. Petunjuk pertama diterima pada tahun 1924

dimana KH. Khalil mengutus KH. As’ad Syamsul Arifin yang saat itu masih menjadi

muridnya untuk menyampaikan sebuah tongkat kepada KH. Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng

Jombang disertai ayat Al-Qur’an yang menceritakan Mu’jizat Nabi Musa AS yaitu Surat

Thaha Ayat 17-23.

Artinya : “Apakah itu yang ditangan kananmu wahai musa? Ini adalah tongkatmu

aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku dan bagiku ada lagi keperluan lain padanya. Allah berfirman “Lemparkanlah ia hai musa!” maka lalu dilemparkannya tongkat itu, tiba ia menjadi seekor ular yang merayapo dengan cepat. Allah berfirman “Peganglah ia dan jangan takut kami akan kembalikan kepada keadaan semula” dan kepitlah tanganmu keketiakmu, niscaya ia akan keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat sebagai mu’jizat yang lain pula, untuk kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan kami yang sangat besar”.

Petunjuk kedua juga datang dari Kyai Kholil yang disampaikan kepada Kyai Hasyim

melalui Kyai As’ad pada tahun 1925. Kyai As’ad membawa tasbih yang dikalungkan

dilehernya. Tasbih itu disampaikan kepada Kyai Hasyim dengan disertai bacaan “Ya Qohhar

25

Page 26: Bahan AJAR Ke NU an

Ya Jabbar” tiga kali. Setelah itu baru Kyai Hasyim mengatakan bahwa Allah SWT telah

mengizinkan untuk mendirikan jam’iyah (organisasi) dan beliau memerintahkan Kyai Wahab

untuk mempersiapkan berdirinya sebuah organisasi.

C.    Proses Kelahiran Nahdlatul Ulama

Bersamaan dengan perintisan kelahiran organisasi para ulama pesantren ini, terjadi

peristiwa penting di Makkah dan di Madinah. Ibnu Saud seorang pemimpin suku yang taat

kepada Muhammad Bin Abdul Wahab dari Nejed (pengikut aliran Wahabi yang ajaran-

ajarannya sangat konservatif) berhasil menggulingkan Syarif Husen raja yang berkuasa

sebagai wakil kesultanan Turki. Penguasa hijaz yang baru ini bermaksud menyelenggarakan

muktamar Islam untuk membahas masalah khilafah islam sedunia dengan mengundang para

pemimpin islam seluruh dunia pada bulan Juni 1926 untuk keperluan tersebut. Indonesia

dibentuk Central Comite Chilafat (CCC) disingkat “Komite Khilafat”.

Pada tanggal 21-27 Agustus 1925 diselenggarakan kongres al-islam di Yogyakarta.

Pada kesempatan tersebut KH. Abdul Wahab mengusulkan agar delegasi umat Islam

Indonesia yang dikirim CCC ke muktamar dunia Islam dimakkah nanti mendesak raja Ibnu

Sa’ud supaya tetap melindungi kebebasan bermadzhab di Makkah dan di Madinah.

Menanggapi hasil keputusan kongres al-Islam dibanding tersebut, KH. Abdul Wahab

Hasbullah bersama ulama’ yang tergabung dalam taswirul afkar dan Nahdlatul Wathan

dengan restu   KH. Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri yang

diberi nama komite Hijaz. Susunan komite Hijaz terdiri atas :

Penasehat                 : KH. Abdul Wahab Hasbullah

                                   KH. Cholil Masyhuri (lasem)

Ketua                       : H. Hasan Gipo

Wakil Ketua             : H. Sholeh Syamil

Sekretaris                 : Muhammad Sodiq

Pembantu                 : KH. Abdul Halim

Pada Tanggal 31 Januari 1926 komite hijaz mengadakan rapat di Surabaya dengan

mengundang para ulama terkemuka dijawa dan madura, yang juga dihadiri oleh KH. Hasyim

Asy’ari dan KH. Asnawi Kudus. Rapat telah memutuskan untuk menunjuk KH. Asnawi

sebagai delegasi komite hijaz untuk menghadap langsung kepada raja Ibnu Sa’ud dimakkah,

maka rapat itupun dengan mufakat bulat Alwi Abdul Aziz diberi nama “Nahdlatul Ulama”

(bangkitnya / bergeraknya ulama). Maka sejak tanggal 16 Rajab 1344 / 31 Januari 1926

berdirilah jam’iyah Nahdlatul Ulama di Surabaya. Pada saat itu juga konsep anggaran dasar

26

Page 27: Bahan AJAR Ke NU an

yang sudah disiapkan dapat disetujui bersama, kemudian disusunlah kepengurusan lengkap

yang terdiri dari syari’ah dan tanfidziyah. Adapun pengurus besar Nahdlatul Ulama’ yang

pertama susunannya sebagai berikut :

Syuriah

Rois Akbar               : KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)

Wakil Rois               :  KH. Dahlan Achyad (Surabaya)

Katib                        :  KH. Abdul Wahab Hasbullah (Surabaya)

Naibul Katib            :  KH. Abdul Halim (Surabaya)

A’wan                      :  KH. Mas Alwi Bin Abdul Aziz (Surabaya)

KH. Ridwan Abdullah (Surabaya),

KH. Amin Abdus Syukur (Surabaya)

KH. Amin (Surabaya) ,     

KH. Nahrawi Thahir (Surabaya)

KH. Hasbullah (Surabaya),   

KH. Hasbullah (Surabaya)

KH. Syarif (Surabaya

KH. Yasin (Surabaya)          

KH. Nawawi Amin (Surabaya)

KH. Bisyri Syansuri (Jombang)    KH. Abdul Hamid (Jombang)

KH. Abdullah Ubaid (Surabaya)    

KH. Dahlan Abdul Kahar (Mojokerto)

KH. Abdul Majid (Surabaya)      

KH. Masyhuri (Lasem)

Musytasyar             :  KH. Moh. Zubair (Gresik)

KH. Raden Muntaha (Madura) ,  

KH. Mas Nawawi (Pasuruan)KH.

Ridwan Mujahid (Semarang) ,

KH. R. Asnawi (Kudus)

KH. Hanbali (Kudus) ,    

 Syekh Ahmad Ghanaim Al Misri (Surabaya)

Tanfidziyah

27

Page 28: Bahan AJAR Ke NU an

Ketua                       :  H. Hasan Gipo (Surabaya)

Wakil Ketua             :  H. Sholeh Syamil (Surabaya)

Sekretaris                 :  Moh. Shiddiq (Surabaya)

Wakil Sekretaris       :  H. Nawawi (Surabaya)

Bendahara                :  H. Muhammad Burhan (Surabaya)

Wakil Bendahara      : H. Ja’far (Surabaya)

Setelah pengurus lengkap terbentuk, giliran selanjutnya adalah masalah lambang

organisasi untuk menentukan lambang ini diserahkan sepenuhnya kepada KH. Ridwan

Abdullah. Lambang Nahdlatul Ulama yang berupa bola dunia dilingkari tali dan sembilan

bintang diciptakan oleh KH. Ridwan Abdullah berdasarkan mimpi setelah beliau

beristikharah minta petunjuk kepada Allah menjelang muktamar Nahdlatul Ulama yang

pertama. Adapun tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf arab adalah tambahan KH. Ridwan

Abdullah sendiri.

Program pertama yang dilaksanakan oleh pengurus besar NU adalah menyukseskan

misi komite hijaz delegasinya KH. R. Asnawi Kudus, akan tetapi utusan ini gagal berangkat

ke Makkah karena kesulitan transportasi. Kemudian pengurus besar NU mengirim KH.

Abdul Wahab Hasbullah dan Syekh Ghonaim Al Misri mereka berdua berangkat ke Makkah

pada tahun 1928 melalui Singapura untuk menghadap langsung ke raja Ibnu Saud agar raja

mau menjamin diberlakukan kebebasan bermadzhab ditanah hijaz dan permintaan ini

diterima oleh raja dengan baik dan akan menyanggupinya.

D.    Respon Atas Kelahiran Nahdlatul Ulama

1.   Respon Masyarakat Pesantren

Keberadaan Nahdlatul Ulama merupakan upaya peneguhan kembali sebuah tradisi

keagamaan dan sosial yang sebenarnya telah melembaga dalam jaringan struktur dan pola

kepemimpinan yang mapan. Lembaga-lembaga pesantren, Kyai, Santri dan Jama’ah mereka

tersebar diseluruh tanah air sebagai unit-unit komunitas sosial budaya masyarakat Islam

menjadikan NU tanpa kesulitan menyebarkan sayap organisasinya. Apalagi pengaruh KH.

Hasyim Asy’ari dan Kyai Abdul Wahab Hasbullah dilingkungan pesantren cukup kuat,

28

Page 29: Bahan AJAR Ke NU an

sehingga NU pertama kali diperkenalkan, begitu mudah menarik minat dan simpati serta

dukungan para Kyai yang memimpin pesantren.

Disamping itu hubungan kekerabatan antara Kyai dalam lingkungan pesantren dijawa

sangat membantu menyebarkan NU ke daerah-daerah pada awal berdirinya, Nahdlatul Ulama

memang seperti koordinator pesantren pengurus Nahdlatul Ulama merupakan gabungan dari

para pengasuh pesantren, sehingga batas antara pesantren dengan Nahdlatul Ulama sangat

tipis dan nyaris tindak bisa dipisahkan. Dalam pada itu, sebagian besar pada kyai pesantren

masih menyimpan sisa-sisa kemandiriannya dan belum dapat meleburkan diri sebagai

anggota organisasi NU. Kemandirian mereka ini meskipun adakalanya menyulitkan pengrus

strukturan tetapi ada hikmanya yang besar. Yakni ketika jalur structural “tidak mampu

mengatasi masalah besar” biasanya para ulama non struktural yang mengatasinya.

Hampir semua pesantren tidak ada yang menolak kehadiran Nahdlatul Ulama dan

semua organisasi atau perkumpulan yang telah dibentuk meleburkan dan bergabung dengan

Nahdlatul Ulama. Sikap para ulama ini kemudian diikuti oleh masyarakat sekitarnya, karena

masyarakat pesantren sangat tunduk pada ulamanya. Dengan demikian NU benar-benar

menjadi organisasinya para ulama dan masyarakat pesantren. Ada ungkapan yang

mengatakan bahwa “NU adalah pesantren besar, sedangkan pesantren adalah NU kecil”

2.   Respon Umat Islam

Berbeda dengan organisasi-organsasi lain yang sebelum dibentuk, para perintisnya

mengadakan serangkaian pembicaraan untuk mencari kesamaan-kesamaan dalam cita-cita,

program dan lain-lain. Kemudian mensosialisasikannya kepada orang-orang yang diharpakan

menjadi anggotanya Nahdlatul Ulama tidak melakukannya hal ini disebabkan:

a. Kesamaan-kesamaan dimaksud sudah dimiliki kaum muslimin Indonseia yaitu

paham ahlussunnah wal jama’ah dengan berhaluan madzhab yang menjadi modal

dasar NU

b. Para calon anggota adalah pada umumnya adalah mereka yang berada dibawah

bimbingan para ulama pesantren yang mendirikan NU sehingga dengan mudah dan

cepat menerimanya.

Disamping itu lahirnya NU merupakan langkah pembaruan terhadap aspirasi dan

realitas sosial masyarakat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang memperlihatkan adanya

gerak maju dengan kelahiran NU yaitu :

29

Page 30: Bahan AJAR Ke NU an

a. Masyarakat Islam yang ketika itu relative tertutup dengan lahirnya NU telah berhasil

membuka komunikasi dengan dunia luar serta mampu menciptakan antisipasi

terhadap masalah-masalah nasional maupun internasional.

b. Dengan ciri pendekatan yang luwes NU berhasil mendorong terjadinya proses

pembaruan dalam usaha-usaha pendidikan Islam melalui pengaruh para kyai

c. Karena NU memang lahir dari realitas sosial yang ada dengan sendirinya NU telah

memberikan andilnya yang sangat besar terhadap usaha perawatan dan

pengambangan nila-nilai nasional dan warisan budaya bangsa.

Masyarakat umum nahdlatul ulama lebih banyak dikenal sebagai jama’ah bukan

jam’iyah. Mereka memahami nahdlatul ulama sebagai identitas diri dan legalitas atas amalan-

amalannya. Acara-acaranyapun tidak banyak mengalami perubahan hanya beberapa

penambahan yang bersifat organisasi. Sehingga dalam perjalanannya sehari-hari, lebih

dikendalikan oleh kyai atau tokoh setempat dari pada instruksi organisasi diatasnya. Respon

masyarakat yang demikian ini terus berlanjut sampai sekarang. Cepatnya perkembangan NU

terutama dalam jumlah anggota yang bergabung dari satu sisi amat menggembirakan, tetapi

dari sisi lain agak memprihatinkan karena sekian banyak orang yang mendadak bergabung ke

dalam NU ternyata tidak mampu diurus secara organisatoris-administratif pada dasarnya NU

jam’iyah menjadikan kader-kader militan dengan tugas-tugas yang lebih berat. Antara lain

untuk membimbing kelompok-kelompok yang terdiri dari NU jama’ah. Semuanya berada

pada jaringan yang tidak terputus, saling mendukung dan saling melengkapi.

3.   Respon Pemerintahan Hindia Belanda

Sejak awal belanda memperoleh perlawanan rakyat Indonesia dan dalam perlawanan

tersebut peranan para ulama cukup besar ketidaksukaan rakyat Indonesia terhadap Belanda

bukan semata-mata karena mereka tertekan secara politik dan ekonomi tetapi terlebih dari itu

juga soal agama. Ketidaksukaan rakyat khususnya kalangan santri terhadap belanda

memunculkan istilah “Londo Kapir”

Sebenarnya sikap politik belanda terhadap umat Islam lebih netral dibanding penjajah

spanyol dan portugis, akan tetapi sejak akhir abad ke-19 sikap ini berubah yang ditandai

antara lain dengan pemberian subsidi kepada umat Kristen yang melebihi subsidi yang

diterima umat Islam. Belanda sendiri juga mencurigai hubungan umat Islam Indonesia

dengan timur tengah yang semakin intensif, baik melalui jama’ah haji maupun para pelajar

yang studi di Makkah, Madinah, Mesir dan lain-lain.

30

Page 31: Bahan AJAR Ke NU an

Atas pengesahan ini lantas timbul teori mengenai lahirnya NU yang dikaitkan dengan

keterlibatan Belanda. Namun teori ini tidak benar karena kelahiran NU tidak semata-mata

terdorong oleh arus gerakan pembaruan Islam, tetapi lebih dari itu adalah keinginan untuk

menciptakan semangat nasionalisme dan mewujudkan kemaslahatan umat, memang

Nahdlatul Ulama adalah organisasinya para ulama pesantren, tetapi untuk kepentingan umat

Islam dan seluruh bangsa Indonesia. Dari sisi faham keagamaan, Nahdlatul Ulama didirikan

untuk melestarikan dan mempertahankan ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah dari sisi

nasionalisme untuk mewujudkan bangsa yang merdeka dan mandiri sedangkan dari sisi

ekonomi adalah untuk memberdayakan dan meningkatkan kemaslahatan umat manusia. Oleh

sebab itu yang diharapkan dari Nahdlatul Ulama adalah kesejahteraan dan kemaslahatan umat

(maslahatul ammah).

RANGKUMAN

EVALUASI

BAB V

Keorganissian Nahdlatul Ulama’

Kompetensi Dasar :Memahami organisasi (jam’iyyah) NUIndikator :a) Menyebutkan pembagian tugas dalam keorganisasian NUb)  Menyebutkan sistem dan fungsi kepengurusan NUc) Menyebutkan sistem dan perangkat organisasi NUd) Menyebutkan jenis-jenis pemusyawaratan dan cara pemusyawaratan NU

A.Sistem Keorganissian

 Selain tujuan dan pilihan ikhtiyar yang dilakukan, sejak awal berdirinya Nahdlatul Ulama’ telah menetapkan pola organisasi yang menjadi ciri khasnya. Pola organisasi ini sampai sekarang belum pernah mengalami perubahan. Akan tetapi penambahan dan penyempurnaan selalu dilakukan sesuai kebutuhan dan ketentuan kemajuan jaman. Beberapa perubahan dan penyempurnaan itu biasanya dilakukan sebagai hasil evaluasi yang dilakukan setiap lima tahun sekali dalam forum muktamar. Materi perubahan dan penyempurnaan pada umumnya berkisar pada beberapa hal yang bersifat penunjang, seperti perubahan status badan otonom, lembaga dan lajnah yang menjadi perangkat organisasi.            Pada dasarnya, pola organisasi yang telah disepakati dalam Nahdlatul Ulama’ terpusat pada pola hubungan kerja, lalu lintas wewenang dan tanggung jawab antara Syuriyah dan

31

Page 32: Bahan AJAR Ke NU an

Tanfidziyah mulai dari Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Penngurus Cabang, Pengurus Majelis Wakil Cabang sampai Pengurus Ranting. Pengurus syuriyah dalam berbagai tingkat kepengurusan adalah perumus dan pengendali program – program Nahdlatul Ulama’.            Sementara pengurus Tanfidziyah adalah pelaksana dari seluruh program. Karena itu dalam kepengurusan NU pengurus Syuriyah merupakan pimpinan tertinggi yang semua petunjuk dan pendapatnya mengikat seluruh jajaran kepengurusan sampai ke tingkat yang paling bawah. Dalam terminologi organisasi modern pola semacam ini disebut sebagai bentuk “ organisasi lini “. Akan tetapi jika dilihat dari tugas pokok dan fungsi ( Tupoksi ) ketua Tanfidziyah yang karena jabatannya termasuk anggota pleno pengurus Syuriyah, maka ketua Tanfidziyah dapat mengambil keputusan. Dengan demikian NU dapat dikategorikan sebagai “ organisasi staf “.            Kemudian jika dilihat dari sisi pembagian tugas ( job discribtion ) sesui bidangnya, sehingga melahirkan badan otonom yang diberi wewenang mengat rumah tangganya sendiri, NU dapat disebut sebagai “ organisasi fungsional “. Dengan demikianpola organisasi NU merupakan pola gabungan antara bentuk organisasi “ lini, staf, dan fungsional “. 

B. Tingkat Kepengurusan NU

Adapun tingkat kepengurusan NU terdiri atas :1. Mustasyar yang bertugas menyelenggarakan pertemuan setiap kali dianggap perlu

untuk secara kolektif memberikan nasihat kepada Pengurus NU menurut tingkatannya, dalam rangka menjaga kemurnian Khittah Nahdliyyah islahudzati bain ( arbitrase ).

2. Syuriyah sebagai pimpinan tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengendali, pengawas dan penentu kebijaksanaan NU. Secara rinci tugas pokok Syuriyah adalah :

a) Menentukan arah kebijakan NU dalam melakukan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan NU.

b) Memberikan petunjuk, bimbingan dan pembinaan, memahami, mengamalkan dan mengembangkan ajaran islam menurut paham Ahlussunnah Waljama’ah, baik di bidang aqidah, Syari’ah maupun tasawuf.

c) Mengendallikan, mengawasi dan memberi koreksi terhadap semua perangkat NU agar berjalan di atas ketentuan jamiyah dan agama islam.

d) Membimbing, mengarahkan dan mengawasi Badan Otonom, Lembaga dan Lajnahyang langsung berada di bawah Syuriyah.

e) Jika keputusan suatu perangkat Organisasi NU dinilai bertentangan dengan ajaran islam menurut faham Ahlussunnah Waljama’ah, maka pengurus Syuriyah yang berdasarkan keputusan rapat dapat membatalkan keputusan atau langkah perangkat tersebut.

3. Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas sehari - hari mempunyai kewajiban tugas – tugas sebagain berikut :

32

Page 33: Bahan AJAR Ke NU an

a) Memimpin jalannya organisasi sehari – hari sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh pengurus Syuriyah.

b) Melaksanakan program jamiyah NU.c) Membina dan mengawasi kegiatan semua perangkat jamiyah yang berada di

bawahnya.d) Menyampaikan laporan secara periodik kepada pengurus Syuriyah tentang

pelaksanaan tugasnya.C. Perangkat Organisasi NU

            Untuk melaksanakan tugas – tugas pokok Organisasi dalam rangka mencapai tujuan, selain Pengurus Inti yang terdiri atas : Musytasyar, Syuriyah dan Tanfidziyah, telah dibentuk Perangkat Organisasi yang meliputi : Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan Organisaturis Jam’iyah Nahdlatul Ulama’.

1. Lembaga : Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama’ yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama’ untuk melaksanakan program NU yang memerlikan penanganan khusus. Sedangkan Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama’ yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu yang beranggotakan perseorangan.

Lembaga dapat dibentuk disemua tingkatan kepengurusan NU sesuai kebutuhan penanganan program dan ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi. Ditingkat Pengurus Besar, lembaga – lembaga yang ditetapkan oleh Muktamar NU ke- 30 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur adalah :

a) Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ ( LDNU )b) Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama’ ( LP Ma’arif NU )c) Lembaga Sosial Mabarrat Nahdlatul Ulama’ ( LS Mabarrat NU )d) Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama’ (LPNU)e) Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama’ ( LP2 NU )f) Rabithah Ma’ahid Al-Islamiyah ( RMI )g) Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama’ ( LKKNU )h) Haiah Ta’miril Masajid Indonesia ( HTMI )i) Lembaga kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia ( Lakpesdam )j) Lembaga Seni Budaya Nahdlatul Ulama’ ( LSBNU )k) Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja ( LPTK )l) Lembaga Penyuluhan  dan Bantuan Hukum ( LPBHNU )m) Lembaga Pencak Silat ( LPS Pagar Nusa )n) Jam’iyyatul Qurra’ Wal Hufadz

2. Lajnah : Lajnah dapat di bentuk ditingkat Pengurus Besar, Wilayah, Cabang dan Majelis Wakil Cabang dan ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing – masing tingkat kepengurusan. Lajnah yang di bentuk di tingkat Pengurus Besar pada Muktamar ke- 30 adalah :

33

Page 34: Bahan AJAR Ke NU an

a) Lajnah Falakiyahb) Lajnah Ta’lif wan Nasyrc) Lajnah Auqof Nahdlatul Ulama’d) Lajnah Zakat, Infaq dan Shadaqahe) Lajnah Bahsul Masail Diniyah

A. Badan Otonom (BANOM) : BANOM ini  diberi hak mengatur rumah tangganya sendiri sesuai Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga masing – masing. Akan tetapi sebagai bagian integral organisatoris Nahdlatul Ulama’, maka keberadaan Badan Otonom harus sesuai dengan NU baik aqidah, asas, maupun tujuannya. Apabila ditemukan penyimpangan atau hal – hal yang bertentangan dengan garis kebijaksanaan NU, pengurus Nu dapat mengadakan perubahan – perubahan. Badan Otonom dapat dibentuk di masing – masing tingkat kepengurusan. Adapun Badan Otonom yang ditetapkan berdasarkan hasil Muktamar ke- 30 adalah :

a) Jam’iyah Ahli Thariqat Al- Mu’tabarah An- Nahdliyahb) Muslimat Nahdlatul Ulama’ ( Muslimat NU )c) Fatayat Nahdlatul Ulama’ ( Fatayat NU )d) Gerakan Pemuda Ansor ( GP Ansor )e) Ikatan Putera Nahdlatul Ulama’ ( IPNU )f) Ikatan Puteri – puteri Nahdlatul Ulama’ ( IPPNU )g) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama’ ( ISNU )

D. Sistem Permusyawaratan dalam NUPrinsip musyawarah merupakan unsure essensial dalam Nahdlatul Ulama’. Lembaga

Syuriyahpun terikat dengan prinsip musyawarah sehingga dominasi kepemimpinannya baru mengikat seluruh jam’iyah ( organisasi ) jika sudah ditetapkan melalui musyawarah. Pendapat individu ( seseorang ) dari pengurus Syuriyah belum merupakan kekuatan yang mengikat.

Musyawarah dalam Nahdlatul Ulama’ dilakukan dengan maksud mencari kebenaran, bukan mencari kekuatan berdasarkan wibawa atau jumlah suara terbanyak. Kalau sesuatu sudah diputuskan berdasarkan musyawarah dan sesuai dengan norma agama, maka seluruh komponen organisasi terikat dengan keputusan tersebut.

Dengan berpegang pada prinsip tersebut, seluruh hasil keputusan dalam NU baik yang menyangkut perubahan struktur dan perangkat organisasi, kebijakan program maupun penetapan kepengurusan, dan bahkan penetapan hokum atas suatu persoalan, ditetapkan melalui proses musyawarah.

Dalam Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama’ ditetapkan bahwa jenis dan tingkat permusyawaratan meliputi : Permusyawaratan Tingkat Nasional, Permusyawaratan Tingkat Daerah dan Permusyawaratan bagi perangkat organisasi Nahdlatul Ulama’.

Mengenai jenis – jenis Permusyawaratan dalam Nahdlatul Ulama’ dapat dijelaskan sebagai berikut :                                    

34

Page 35: Bahan AJAR Ke NU an

1. Muktamar adalah instansi permusyawaratan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama’, diselenggarakan oleh Pengurus Besar NU sekali dalam 5 (lima) tahun. Muktamar membicarakan dan memutuskan masail diniyah, pertanggung jawaban kebijaksanaan Pengurus Besar, program dasar NU untuk jangka waktu lima tahun masalah – masalah yang bertalian dengan agama, umat dan maslahatil ‘ammah, menetapkan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta memilih Pengurus Besar.

2. Konferensi Besar  merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah muktamar yang diadakan oleh Pengurus Besar Konferensi Besar, dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang – kurangnya separoh dari jumlah wilayah yang sah. Agenda utama dalam Konferensi Besar adalah; membicarakan pelaksanaan keputusan – keputusan Muktamar, mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah – masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Meskipun demikian, Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus Baru.

3. Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan dengan ketentuan :a) Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah – masalah kepentingan umum

secara nasional atau mengenai keberadaan jam’iyah Nahdlatul Ulama’,b) Menyelesaikan masalah – masalah dimaksud tidak dapat diselesaikan dalam

permusyawaratan lain, danc) Permintaan Pengurus Besar lengkap Syuriyah atau atas rekomendasi

Musyawarah Nasional Alim Ulama’.4. Musyawarah Nasional alim-ulama’  ialah musyawarah para ulama’ yang

diselenggarakan oleh Pengurus Besar Syuriyah, sekurang – kurangnya satu kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan untuk membicarakan masalah keagamaan.

5. Konferensi Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah. Konferensi ini diselenggarakan 5 (lima) tahun sekali atas undangan Pengurus Wilayah atau atas permintaan sekurang – kurangnya separoh jumlah cabang yang ada di daerahnya.

6. Musyawarah Kerja Wilayah dapat diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah sewaktu – waktu di anggap perlu dan sekurang – kurangnya  sekali dalam 2 (dua) tahun

7. Konferensi Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Cabang. Konferensi ini diadakan atas mundangan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang – kurangnya ½  (separoh) dari jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting didaerahnya. Konferensi Cabang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun

8. Rapat Kerja Cabang diadakan oleh pengurus Cabang sewaktu – waktu dianggap perlu dan sekurang – kurangnya dua tahun seskali untuk membicarakan pelaksanaan hasil keputusan Konferensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan perananya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam Rapat Kerja Cabang tidak diadakan acara pemilihan pengurus.

9. Konfefrensi Majelis Wakil Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Majelis Wakil Cabang. Konferensi ini diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun

35

Page 36: Bahan AJAR Ke NU an

atas undangan pengurus Majelis Wakil Cabang atau atas permintaan sekurang – kurangnya setengah dari jumlah Ranting didaerahnya .

10. Rapat Kerja MWC diselenggarakan sewaktu – waktu bila dianggap perlu dan sekurang – kurangnya sekali dalam dua setengah tahun.

11. Rapat Anggota adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Ranting yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali, dihadiri oleh anggota – anggota Nahdlatul Ulama’ di daerah Ranting, atas undangan Pengurus Ranting atau atas permintaan sekurang – kurangnya separoh dari jumlah anggota NU di ranting bersangkutan.

Sedangkan permusyawaratan untuk lingkungan Lembaga dan Badan Otonom diatur dalam ketentuan interen Lembaga dan Badan Otonom yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1) Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom diselenggarakan segera sesudah Muktamar NU berlangsung dan selambat – lambatnya 1 (satu) tahun setelah Muktamar berakhir.

2) Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom merujuk kepada Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan program – program NU.

3) Segala hasil permusyawaratan dan kebijakan Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku jika bertentangan dengan keputusan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim-ulama’ dan Konferensi Besar.

RANGKUMAN

EVALUASI

BAB VIPERANAN NAHDLATUL ULAMA

DALAM MEMPERJUANGKAN BERDIRINYA NEGARA RI

Kompetensi Dasar :Mendiskripsikan peran perjuangan Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan berdirinya Negara RI

Indikator :1    . Siswa mampu menunjukkan peran Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda2    . Siswa mampu mengidentifikasi peran Nahdlatul Ulama pada masa pendudukan Jepang3    . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam membentuk dasar Negara

A. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Penjajahan Belanda

36

Page 37: Bahan AJAR Ke NU an

            Nahdlatul Ulama dalam setiap langkahnya selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Selain dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an, juga didasari nilai-nilai ke-Indonesia-an dan semangat nasionalisme yang tinggi.

            Peranan Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda dapat dilihat pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-II di Banjarmasin pada tahun 1936. Pada saat itu ditetapkan kedudukan Hindia Belanda (Indonesia) sebagai Dar al-Salam, yang menegaskan keterikatan Nahdlatul Ulama dengan nusa-bangsa. Meskipun disadari peraturan yang berlaku tidak menggunakan Islam sebagai dasarnya, akan tetapi Nahdlatul Ulama tidak mempersoalkan, karena yang terpenting adalah umat Islam dapat melaksanakan syariat agamanya dengan bebas.

            Pada pekembangan selanjutnya, tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama mulai terlibat secara aktif dalam dunia politik. Hal ini terlihat pada saat tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama ikut memprakarsai lahirnya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1937, yang kemudian dipimpin oleh KH. Abdul Wachid Hasyim. Ide mendirikan MIAI tidak bisa lepas dari kerangka usaha pengembangan Nahdlatul Ulama dalam perjuangan bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan. Sebab baik dilihat dari sudut historis maupun semangat yang membentuk diri MIAI menjadi besar, tidak pernah lepas dari peranan Nahdlatul Ulama.

            MIAI pada dasarnya bergerak di bidang keagamaan, namun dalam setiap aktivitasnya sarat dengan muatan politik. MIAI berusaha mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik, melalui pengajuan tuntutan kepada penguasa, baik mengenai hal-hal yang secara langsung terkait dengan masalah keagamaan maupun tidak, bahkan masalah internasional. Tuntutan tersebut antara lain : Indonesia berparlemen, persoalan Palestina dan mencabut Guru Ordonantie tahun 1925.

            Pada masa penjajahan Belanda sikap Nahdlatul Ulama jelas, yaitu menerapkan politik non cooperation (tidak mau kerja sama) dengan Belanda. Untuk menanamkan rasa benci kepada penjajah, para ulama mengharamkan segala sesuatu yang berbau Belanda, sehingga semakin menumbuhkan rasa kebangsaan dan anti penjajah.Hal ini terlihat ketika Nahdlatul Ulama menolak mendudukkan wakilnya dalam Volksraad (DPR masa Belanda).

            Di samping itu para ulama Nahdlatul Ulama juga memberikan fatwa kepada umat Islam untuk tidak meniru pakaian model Belanda, seperti celana panjang atau pakaian berdasi, dengan sebuah landasan (qaul)

Artinya : Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi bagian dari mereka.

Fatwa para ulama tersebut sangat ditaati oleh para santri, sehingga mereka lebih suka memakai sarung daripada celana panjang, meskipun sebenarnya tidak ada larangan dalam Islam untuk memakai celana panjang.

            Di saat Belanda datang lagi dengan membonceng tentara sekutu sambil mengultimatum agar Indonesia menyerah, Nahdlatul Ulama mengeluarkan mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 untuk

37

Page 38: Bahan AJAR Ke NU an

mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Adapun isi Resolusi Jihad tersebut adalah :1.   Kemerdekaan RI yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan.2.   Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintah wajib dibela dan dipertahankan.3.   Umat  Islam  Indonesia terutama warga Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata melawan penjajah Belan      da  dan kawan-kawannya yang hendak menjajah Indonesia kembali.4.   Kewajiban itu adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban umat Islam yang berada pada radius 94 km (jarak      diperbolehkannya menjama’ shalat). Adapun yang berada di luar radius itu berkewajiban membantu saudara      saudaranya yang berada dalam radius km tersebut.

            Resolusi jihad yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama berdampak besar di Jawa Timur. Pada tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya, terjadi sebuah pemberontakan massal, yang di dalamnya terdapat banyak pengikut Nahdlatul Ulama ikut terlibat aktif, di bawah pimpinan Bung Tomo. Peristiwa inilah yang kemudian dikenal dengan Hari Pahlawan. 

            Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan tersebut, terbentuklah organisasi-organisasi perlawanan terhadap Belanda, antara lain Hizbullah di bawah pimpinan KH. Zainul Arifin dan Sabilillah di bawah pimpinan KH. Masjkur. B. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Pendudukan Jepang

            Sejarah bangsa Indonesia mencatat perkembangan baru setelah Maret 1942 Jepang menggantikan kedudukan Belanda. Pada mulanya kedatangan Jepang disambut dengan baik oleh bangsa Indonesia, tetapi berubah menjadi kebencian setelah diketahui bahwa Jepang tidak lebih baik dari Belanda.

            Rezim baru ini segera tampak lebih represif (menekan). Jendral Imamura (Panglima Jepang pertama di Jawa) mengeluarkan dekrit yang membekukan aktivitas organisasi politik dan organisasi sosial kemasyarakatan. Larangan ini sama artinya dengan membunuh aktivitas organisasi politik dan organisasi sosial kemasyarakatan, termasuk Nahdlatul Ulama dan MIAI. Bahkan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mahfudz Shiddiq ditahan oleh Jepang.                       Ketika aktivitas organisasi sosial kemasyarakatan dibekukan, perjuangan ulama Nahdlatul Ulama difokuskan melalui jalur diplomasi. KH. Abdul Wahid Hasyim dan beberapa ulama lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi-In (parlemen buatan Jepang). Melalui parlemen ini KH. Abdul Wahid Hasyim meminta Jepang mengizinkan Nahdlatul Ulama diaktifkan kembali dan pada bulan September 1943 permintaan tersebut dikabulkan.

            Pada akhir Oktober 1943 perjuangan diplomasi terus ditingkatkan melalui berdirinya wadah perjuangan baru bagi umat Islam Indonesia yang bernama Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). KH. Hasyim Asy’ari diangkat sebagai pemimpin tertinggi dan KH.

38

Page 39: Bahan AJAR Ke NU an

Abdul Wahid Hasyim duduk sebagai wakilnya. Masyumi adalah kelanjutan dari MIAI yang dibubarkan Jepang.

            Melalui Masyumi KH. Abdul Wahid Hasyim meminta Jepang melatih kemiliteran para santri di pesantren secara khusus dan terpisah. Pada 14 Oktober 1944 permintaan itu dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah dan Sabilillah. Permintaan ini merupakan akal cerdik KH. Abdul Wahid Hasyim, sebab pada akhirnya nanti, justru akan mengadili   Jepang dengan pucuk senjata.

            Sementara di bidang politik, selain aktif dalam Masyumi KH. Abdul Wahid Hasyim juga duduk sebagai pimpinan tertinggi Shumubu (Kantor Urusan Agama) menggantikan KH. Hasyim Asy’ari. Shumubu pada awalnya dipimpin oleh Kolonel Horrie yang bertugas mengawasi secara ketat organisasi-organisasi Islam, terutama terhadap pendidikan Islam.

            Sikap menentang keras Nahdlatul Ulama terhadap Jepang terlihat ketika ada perintah untuk melakukan seikere(ritual penghormatan kepada Tenno Heika dengan posisi siap membungkukkan badan 90 derajat semacam ruku’ dalam shalat). Perintah ini diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, setiap pagi sebelum melakukan aktivitas. KH. Hasyim Asy’ari menyerukan kepada seluruh umat Islam khususnya warga Nahdlatul Ulama untuk tidak melakukan seikere karena hukumnya haram.

            Semasa pendudukan Jepang aktivitas Nahdlatul Ulama terpusat pada perjuangan membela tanah air baik secara fisik maupun politik. Nahdlatul Ulama sudah tidak lagi mengkhususkan diri pada urusan sosial kemasyarakatan dan keagamaan saja, melainkan juga melibatkan diri pada urusan politik.

C. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Membentuk Dasar Negara

            Bahwa perjuangan umat Islam Indonesia untuk menolak penjajahan dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari tangan penjajah telah berlangsung sejak lama. Begitu pula ketika perjuangan merebut kemerdekaan sudah mendekati keberhasilannya. Umat Islam memberikan saham yang sangat besar dalam mempersiapkan lahirnya Negara Indonesia merdeka, yaitu melalui para pemimpinnya, umat Islam ikut menentukan wujud, asas dan hukum negara yang akan lahir itu.

            Untuk mematangkan persiapan Indonesia menyambut kemerdekaannya, pada tanggal 29 April 1945 dibentuklah Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, BPUPKI) yang anggotanya berjumlah 62 orang diketuai oleh Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya juga di dalamnya KH. Abdul Wahid Hasyim sebagai anggota.

            Selanjutnya KH. Abdul Wahid Hasyim juga terlibat aktif dalam perumusan konstitusi dan  dasar negara bersama tokoh lain, yaitu : Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Achmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, H. Agus Salim, A.A. Maramis dan

39

Page 40: Bahan AJAR Ke NU an

Abdul Kahar Muzakkir yang disebut Panitia Sembilan. Mereka membubuhkan tanda tangannya pada Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.

            Piagam Jakarta sendiri merupakan kesepakatan awal antara golongan Islam dengan golongan nasionalis dalam hal perumusan Undang-Undang Dasar. Kesepakatan itu termaktub dalam suatu naskah yang akan dijadikan sebagai preambul atau pembukaan Undang-Undang Dasar. Dalam naskah pembukaan itulah disebutkan bahwa Pancasila menjadi dasar negara Indonesia.

            Bagi Nahdlatul Ulama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan bentuk final dari sistem kebangsaan dan akan terus dipertahankan kelestariannya, telah menjadi salah satu bukti bahwa Nahdlatul Ulama memiliki semangat nasionalisme yang tinggi.

RAGKUMAN1.   Keterlibatan Nahdlatul Ulama dalam mewujudkan Indonesia merdeka keberadaannya tidak bisa dipungkiri. Nahdlatul Ulama menganggap bahwa kewajiban berbangsa dan bernegara adalah merupakan sesuatu yang final.

2.   Sikap dan pandangan Nahdlatul Ulama terhadap penjajah terbaca dari perjalanannya yang kemudian disebut sikap non cooperation, yaitu sikap menentang atau tidak mau bekerja sama berkaitan dengan kebijakan-kebijakan penjajah yang merugikan atau bahkan mengancam bangsa, terutama umat Islam.

3.   Peran yang diperlihatkan Nahdlatul Ulama baik pada masa penjajah Belanda maupun Jepang, menunjukkan suatu bukti bahwa Nahdlatul Ulama mempunyai nasionalisme yang tinggi, karena menyadari sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

4.   Nahdlatul Ulama juga turut berperan dalam membentuk dasar Negara melalui keikutsertaan KH. Abdul Wahid Hasyim sebagai salah satu anggota panitia sembilan yang merumuskan undang-undang dasar.

EVALUASI

A.  Pilihlah jawaban a, b, c atau d  pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1.   Muktamar Nahdlatul Ulama ke-II di Banjarmasin pada tahun 1936 memutuskan Indonesia sebagai ….       a.   Negara Kesatuan Republik Indonesia      b.   Negara Federal      c.   Dar al-Salam      d.   Dar al-Ulum

2.   Nahdlatul Ulama ikut memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia pada tahun ….

40

Page 41: Bahan AJAR Ke NU an

      a.   1935      b.   1936      c.   1937      d.   1938

3.   Pada masa penjajah Belanda Nahdlatul Ulama bersikap non cooperation, yang berarti ….      a.   tidak mau bekerja sama      b.   bersedia bekerja sama      c.   bekerja sama dalam hal tertentu      d.   menolak penjajahan

4.   Resolusi Jihad yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama pada tanggal 22 Oktober 1945 memberi inspirasi lahirnya peristiwa ….      a.   Hari Pahlawan      b.   Palagan Ambarawa      c.   Sumpah Pemuda      d.   Proklamasi Kemerdekaan

5.   Pemimpin laskar Hizbullah dan Sabilillah adalah …      a.   KH. Zainul Arifin dan KH. Masjkur      b.   KH. Zainul Arifin dan KH. Abdul Wahid Hasyim      c.   KH. Masjkur dan KH. Abdul Wahid Hasyim      d.   KH. Masjkur dan KH. Abdul Wahab Hasbullah

6.   Tokoh Nahdlatul Ulama yang pernah ditahan oleh Jepang adalah ….      a.   KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahid Hasyim      b.   KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mahfudz Shiddiq      c.   KH. Abdul Wahid Hasyim dan KH. Mahfudz Shiddiq      d.   KH. Abdul Wahid Hasyim dan KH. Ahmad Shiddiq

7.   Pada masa Jepang perjuangan diplomasi Nahdlatul Ulama dilakukan melalui ….      a.   MIAI      b.   Volksraad      c.   Majelis Syura Muslimin Indonesia      d.   Shumubu.    8.   Hizbullah dan Sabilillah dibentuk pada tanggal ….      a.   11 Oktober 1944      b.   12 Oktober 1944      c.   13 Oktober 1944      d.   14 Oktober 1944

9.   Tokoh Nahdlatul Ulama yang menjadi salah satu anggota Panitia Sembilan adalah ….      a.   KH. Hasyim Asy’ari      b.   KH. Abdul Wahid Hasyim      c.   KH. Abdul Wahab Hasbullah

41

Page 42: Bahan AJAR Ke NU an

      d.   KH. Ahmad Shiddiq

10. Piagam Jakarta yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan ditandatangani pada tanggal ….      a.   22 Juni 1945      b.   23 Juni 1945      c.   24 Juni 1945      d.   25 Juni 1945

B.   Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1.   Jelaskan sikap Nahdlatul Ulama terhadap penjajah Belanda !2.   Sebutkan landasan (qaul) yang digunakan Nahdlatul Ulama yang memberikan fatwa kepada umat Islam untuk tidak meniru pakaian model Belanda !

3.   Sebutkan isi dari Resolusi Jihad !4.   Apakah yang dimaksud seikere ?5.   Sebutkan anggota dari Panitia Sembilan !

BAB VIIPERANAN NAHDLATUL ULAMA

DALAM MEMPERJUANGKAN KEBERADAAN NEGARA RI

Kompetensi Dasar :Mendiskripsikan peran perjuangan Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan keberadaan Negara RI

Indikator :1    . Siswa mampu menunjukkan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang keagamaan dan

ekonomi2    . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang pendidikan3    . Siswa mampu mengidentifikasi peran Nahdlatul Ulama pada masa reformasi4    . Siswa mampu menjelaskan peran Nahdlatul Ulama dalam bidang politik

A.  Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Keagamaan Dan Ekonomi

      1.   Bidang Keagamaan            Sejak berdiri Nahdlatul Ulama menegaskan dirinya sebagai organisasi keagamaan Islam (Jam’iyyah Diniyyah Islamiyah). Nahdlatul Ulama didirikan untuk meningkatkan mutu pribadi-pribadi muslim yang mampu menyesuaikan hidup dan kehidupannya dengan ajaran agama Islam serta mengembangkannya, sehingga terwujudlah peranan agama Islam dan para pemeluknya sebagai rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam) sebagaimana firman Allah SWT :

وما أرسلناك إال رحمة للعالمين

42

Page 43: Bahan AJAR Ke NU an

Artinya : Tidaklah  Kami  mengutusmu  (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam. (QS. Ali Imran107)

                        Sebagai organsasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan (ukhuwah), toleransi (tasamuh), kebersamaan dan hidup berdampingan antar sesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai keyakinan atau agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.

            Sebagai organisasi keagamaan, tentunya Naahdlatul Ulama memiliki ciri keagamaan yang dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain :1    .     Didirikan karena motif keagamaan, tidak karena dorongan politik, ekonomi atau lainnya.2    .     Berasas keagamaan sehingga segala sikap tingkah laku dan karakteristik perjuangannya selalu disesuaikan dan diukur dengan norma hukum dan ajaran agama.3    .     Bercita-cita keagamaan yaitu Izzul Islam wal Muslimin(kejayaan Islam dan kaum muslimin) menuju Rahmatan lil ‘Alamin (menyebar rahmat bagi seluruh alam).4    .     Menitikberatkan kegiatannya pada bidang-bidang yang langsung berhubungan dengan keagamaan, seperti masalah ubudiyyah, mabarrat, dakwah, ma’arif, muamalah dan sebagainya.

                        Ciri keagamaan tersebut dijabarkan dalam strategi dan wujud kegiatan-kegiatan pokok, dengan mengutamakan :1. Pembinaan pribadi-pribadi muslim supaya mampu menyesuaikan hidup dan

kehidupannya menuju terwujudnya Jama’ah Islamiyah (masyarakat Islam).2. Dorongan dan bimbingan kepada umat terutama pada warganya untuk mau dan mampu

melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan rangkaian perjuangan besar meluhurkan kalimah Allah SWT.

3. Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan tersebut dalam wadah perjuangan dengan tata kerja dan tata tertib berdasar musyawarah.

2.      Bidang Ekonomi

Bagi semua orang, berekonomi dalam pengertian berbuat untuk mendapat nafkah hidup adalah suatu kebutuhan mutlak. Bagi orang beragama, berekonomi adalah perintah Allah SWT dan pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ajaran dan hukum agama. Berekonomi adalah sarana mutlak untuk memelihara kelangsungan hidup dan di dalam hidup itulah orang dapat ibadah, berbuat sesuatu untuk kepentingan agama, bangsa dan Negara.

Berekonomi dalam Islam adalah sekedar memenuhi kebutuhan pokok bagi diri sendiri dan keluarga. Tetapi Islam tidak membiarkan pemeluknya hanya sekedar mampu memenuhi kebutuhan yang paling minim bagi diri dan keluarganya saja.

Islam mendorong secara tegas supaya para pemeluknya memiliki harta benda yang berlebih dari kebutuhan pokoknya, sehingga mampu melaksanakan kewajiban berzakat.

43

Page 44: Bahan AJAR Ke NU an

Mampu berzakat berarti memiliki harta benda sedikitnya satu nisab. Orang baru terlepas dari kewajiban itu setelah ternyata tidak mampu, Islam tidak menyenangi kemiskinan, bahkan mengajarkan pemberantasan kemiskinan antara lain dengan kewajiban membayar zakat.

Nahdlatul Ulama tidak melupakan aspek ekonomi dalam program kerjanya yang permanen, karena seluruh warganya berekonomi dan dalam berekonomi itu harus ditaati dan diikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh agama.

Dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama pasal 6 huruf d ditegaskan bahwa di bidang ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan. Dengan demikian jelas bahwa kesejahteraan umat merupakan masalah yang menjadi perhatian utama Nahdlatul Ulama dalam kiprahnya di bidang ekonomi.

Program berekonomi Nahdlatul Ulama dibatasi tidak lebih dari pokok-pokok ajaran agama dalam berekonomi, yaitu :1. Mendorong para anggotanya untuk meningkatkan kegiatannya berekonomi demi

meningkatkan kemampuan ekonominya.2. Membimbing para anggotanya supaya dalam berekonomi selalu mentaati dan mengikuti

hukum dan ajaran Islam.

            Berangkat dari pokok-pokok di atas, maka Nahdlatul Ulama dapat mewujudkannya dengan cara :1. Membentuk koperasi tingkat bawah yang tumbuh dari kebutuhan nyata.2. Menciptakan jaringan-jaringan kerja ekonomi antara tingkat pedesaan dengan pedesaan,

perkotaan dengan perkotaan dan pedesaan dengan perkotaan.3. Nahdlatul Ulama selalu mengajukan gagasan, ajakan dan pengawasan tentang penentuan

skala prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

                     Nahdlatul Ulama juga mengembangkan ekonomi melalui peran serta pesantren, karena terbukti sangat efektif. Letak pesantren yang pada umumnya di pedesaan memungkinkan lembaga ini memahami persoalan-persoalan desa, sehingga gagasan-gagasan pengembangan kesejahteraan yang datang dari luar dapat diserap dengan baik oleh masyarakat setelah diolah dan disampaikan oleh pesantren. Disamping itu Nahdlatul Ulama juga memiliki perangkat organisasi yang mendukung program ekonominya, seperti : lembaga perekonomian dan lembaga pengembangan pertanian.

B.   Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Pendidikan

            Nahdlatul Ulama memaknai pendidikan tidak semata-mata sebagai sebuah hak, melainkan juga kunci dalam memasuki kehidupan baru. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama dan harmonis antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Ketiganya merupakan komponen pelaksana pendidikan yang interaktif dan berpotensi untuk melakukan tanggung jawab dan harmonisasi.

44

Page 45: Bahan AJAR Ke NU an

            Fungsi pendidikan bagi Nahdlatul Ulama adalah, satu, untuk mencerdaskan manusia dan bangsa sehingga menjadi terhormat dalam pergaulan bangsa di dunia, dua, untuk memberikan wawasan yang plural sehingga mampu menjadi penopang pembangunan bangsa.

            Gerakan pendidikan Nahdlatul Ulama sebenarnya sudah dimulai sebelum Nahdlatul Ulama sebagai organisasi secara resmi didirikan. Cikal bakal pendidikan Nahdlatul Ulama dimulai dari berdirinya Nahdlatul Wathan, organisasi penyelenggara pendidikan yang lahir sebagai produk pemikiran yang dihasilkan oleh forum diskusi yang disebut Tashwirul Afkar, yang dipimpin oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah. Organisasi ini mempunyai tujuan untuk memperluas dan mempertinggi mutu pendidikan sekolah atau madrasah yang teratur.

            Dalam mengusahakan terciptanya pendidikan yang baik, maka Nahdlatul Ulama memandang perlunya proses pendidikan yang terencana, teratur dan terukur.Sekolah atau madrasah menjadi salah satu program permanen Nahdlatul Ulama, disamping jalur non formal seperti pesantren.

            Sekolah atau madrasah yang dimiliki Nahdlatul Ulama memiliki karakter yang khusus, yaitu karakter masyarakat. Diakui sebagai milik masyarakat dan selalu bersatu dengan masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Sejak semula masyarakat mendirikan sekolah atau madrasah selalu dilandasi oleh mental, percaya pada diri sendiri dan tidak menunggu bantuan dari luar. Pada masa penjajahan, Nahdlatul Ulama secara tegas menolak bantuan pemerintah jajahan bagi sekolah atau madrasah dan segala bidang kegiatannya.

            Lembaga Pendidikan Ma’arif (LP Ma’arif) yang berdiri pada tanggal 19 September 1929 M atau bertepatan dengan 14 Rabiul Tsani 1347 H adalah lembaga yang membantu Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan yang selalu berusaha meningkatkan dan mengembangkan sekolah atau madrasah menjadi lebih baik.

            Sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama, LP Ma’rif mempunyai visi dan misi yang selalu diperjuangkan demi meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama. Visi dan misi yang dimaksud adalah :

1.   Visia. Terciptanya manusia unggul yang mampu berkompetisi dan sains dan teknologi serta

berwawasan Ahlussunnah Wal Jama’ah.b. Tersedianya kader-kader bangsa yang cakap, terampil dan bertanggung jawab dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara yang berakhlak karimah.c. Terwujudnya kader-kader Nahdlatul Ulama yang mandiri, kreatif dan inovatif dalam

melakukan pencerahan kepada masyarakat.

2.   Misia. Menjadikan lembaga pendidikan yang berkualitas unggul dan menjadi idola

masyarakat.

45

Page 46: Bahan AJAR Ke NU an

b. Menjadikan lembaga pendidikan yang independen dan sebagai perekat komponen bangsa.

                        Selain sekolah atau madrasah, pendidikan lain yang dikelola Nahdlatul Ulama adalah pesantren. Dengan segala dinamikanya, keberadaan pesantren telah memberikan sumbangan besar yang tidak ternilai harganya dalam mencerdaskan anak bangsa, menyuburkan tradisi keagamaan yang kuat serta menciptakan generasi yang berakhlak karimah.

            Pendidikan pesantren dirancang dan dikelola oleh masyarakat, sehingga pesantren memiliki kemandirian yang luar biasa, baik dalam memenuhi kebutuhannya sendiri, mengembangkan ilmu (agama) maupun dalam mencetak ulama.Para lulusan pesantren tidak sedikit yang tampil dalam kepemimpinan nasional, baik dalam reputasi kejuangan, keilmuan, kenegaraan maupun kepribadian.

            Tradisi keilmuan dan keahlian dalam pesantren ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut :1. Adanya tahapan-tahapan materi keilmuan.2. Adanya hirarki kitab-kitab yang menjadi bahan kajian.3. Adanya metodologi pengajaran yang bervariasi (pola terpimpin, pola mandiri dan

ekspresi).4. Adanya jaringan pesantren yang menggambarkan tingkatan pesantren.

            Salah satu tugas besar yang menjadi tanggung jawab Nahdlatul Ulama dalam pengembangan pendidikan pesantren adalah bagaimana menggali nilai-nilai tradisi yang menjadi ciri khasnya dengan ajaran Islam untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Hanya dengan demikian Nahdlatul Ulama akan mampu memberikan arti keberadaan dan kebermaknaannya dalam masyarakat, bangsa dan kemanusiaan.

C.  Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa ReformasiMasa reformasi yang menjadi tanda berakhirnya kekuasaan pemerintahan orde baru

merupakan sebuah momentum bagi Nahdlatul Ulama untuk melakukan pembenahan diri. Selama rezim orde baru berkuasa, Nahdlatul Ulama cenderung dipinggirkan oleh penguasa saat itu. Ruang gerak Nahdlatul Ulama pada masa orde baru juga dibatasi, terutama dalam hal aktivitas politiknya.

Pada masa reformasi inilah peluang Nahdlatul Ulama untuk memainkan peran pentingnya di Indonesia kembali terbuka. Nahdlatul Ulama yang merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia, pada awalnya lebih memilih sikap netral menjelang mundurnya Soeharto. Namun sikap ini kemudian berubah, setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan sebuah pandangan untuk merespon proses reformasi yang berlangsung di Indonesia, yang dikenal  dengan Refleksi Reformasi.

Refleksi reformasi ini berisi delapan butir pernyataan sikap dari PBNU, yaitu :1. Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab moral untuk turut menjaga agar reformasi

berjalan kea rah yang lebih tepat.

46

Page 47: Bahan AJAR Ke NU an

2. Rekonsiliasi nasional jika dilaksanakan harus ditujukan untuk merajut kembali ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan dirancang kea rah penataan sistem kebangsaan dan kenegaraan yang lebih demokratis, jujur dan berkeadilan.

3. Reformasi jangan sampai berhenti di tengah jalan, sehingga dapat menjangkau terbentuknya sebuah tatanan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4. Penyampaian berbagai gagasan yang dikemukakan hendaknya dilakukan dengan hati-hati, penuh kearifan dan didasari komitmen bersama serta dihindari adanya pemaksaan kehendak.

5. Kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus disikapi secara arif dan bertanggung jawab.

6. TNI harus berdiri di atas semua golongan.7. Pemberantasan KKN harus dilakukan secara serius dan tidak hanya dilakukan pada

kelompok tertentu.8. Praktik monopoli yang ada di Indonesia harus segera dibasmi tuntas dalam setiap praktik

ekonomi.Pada perkembangan selanjutnya, PBNU kembali mengeluarkan himbauan yang isinya

menyerukan agar agenda reformasi diikuti secara aktif oleh seluruh lapisan dan jajaran Nahdlatul Ulama. Himbauan itu dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1998 yang ditandatangani oleh KH. M. Ilyas Ruhiyat, Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A., Ir. H. Musthafa Zuhad Mughni dan Drs. Ahmad Bagdja.

Menjelang Nopember 1998, para mahasiswa yang merupakan elemen paling penting dalam gerakan reformasi, makin menjadi tidak sabar dengan tokoh-tokoh nasional yang enggan bergerak cepat dalam gerakan reformasi ini. Pada tanggal 10 Nopember 1998 para mahasiswa merancang sebuah pertemuan dengan mengundang KH. Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Prof.Dr. Amien Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tempat pertemuan ini dipilih di Ciganjur (rumah KH. Abdurrahman Wahid), karena kondisi kesehatan KH. Abdurrahman Wahid saat itu belum sembuh total dari serangan stroke yang menimpanya.

Keempat tokoh nasional pro reformasi tersebut membentuk sebuah kelompok yang sering disebut Kelompok Ciganjur. Kelompok ini kemudian mengeluarkan sebuah deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Ciganjur, yang berisi delapan tuntutan reformasi, yaitu :1. Menghimbau  kepada semua pihak agar tetap menjunjung tinggi kesatuan dan pesatuan

bangsa.2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan memberdayakan lembaga perwakilan 

sebagai penjelmaan aspirasi rakyat.3. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat sebagai asas perjuangan di dalam proses

pembangunan bangsa.4. Pelaksanaan reformasi harus diletakkan dalam perspektif kepentingan yang akan datang.5. Segera dilaksanakan pemilu oleh pelaksana independent.6. Penghapusan dwi fungsi ABRI secara bertahap, paling lambat 6 tahun dari tanggal

pernyataan ini dibacakan.7. Menghapus dan mengusut pelaku KKN, yang diawali dari kekayaan Soeharto dan kroni-

kroninya.8. Mendesak untuk segera dibubarkannya PAM Swakarsa.

Gerakan reformasi harus dijalankan dengan cara-cara yang damai dan menolak segala bentuk tindakan kekerasan atas nama reformasi. Di berbagai wilayah Indonesia digelar

47

Page 48: Bahan AJAR Ke NU an

istighosah yang bertujuan untuk memohon kepada Allah SWT agar bangsa Indonesia dapat segera terbebas dari krisis yang sedang melanda. Istighosah terbesar yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama diadakan di Jakarta pada bulan Juli 1999, yang dihadiri tokoh-tokoh nasional. Dengan penyelengaraan istighosah, diharapkan dapat mempererat silaturahim dan mengurangi ketegangan antar komponen bangsa.

D.  Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang PolitikMenurut KH. Ahmad Mustofa Bisri, setidaknya ada 3 jenis politik dalam pemahaman

Nahdlatul Ulama, yaitu politik kebangsaan, politik kerakyatan dan politik kekuasaan. Nahdlatul Ulama sejak berdiri memang melakukan aktivitas politik, terutama dalam pengertian yang pertama, yakni politik kebangsaan, karena Nahdlatul Ulama sangat berkepentingan dengan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Dalam sejarah perjalanan Indonesia, tercatat bahwa Nahdlatul Ulama selalu memperjuangkan keutuhan NKRI. Selain dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Nahdlatul Ulama juga didasari oleh nilai-nilai ke-Indonesia-an dan semangat nasionalisme yang tinggi

Politik jenis kedua yang dijalankan oleh Nahdlatul Ulama yaitu politik kerakyatan. Politik kerakyatan bagi Nahdlatul Ulama sebenarnya adalah perwujudan dari prinsip amar ma’ruf nahi munkar yang ditujukan kepada penguasa untuk membela rakyat. Hal itulah yang kemudian diambil alih oleh generasi muda Nahdlatul Ulama melalui LSM-LSM, ketika melihat Nahdlatul Ulama secara structural kurang peduli terhadap permasalahan yang menyangkut kepentingan rakyat kecil.

Nahdlatul Ulama juga menjalankan politik jenis ketiga, yaitu politik kekuasaan atau yang lazim disebut politik praktis. Politik kekuasaan merupakan jenis politik yang paling banyak menarik perhatian orang Nahdlatul Ulama. Dalam catatan sejarah, terlihat bahwa Nahdlatul Ulama pernah mendapatkan kesuksesan dalam pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955. Pada saat itu, dalam waktu persiapan yang relative sangat pendek, Partai Nahdlatul Ulama yang baru keluar dari Masyumi dapat menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi yang sangat siap waktu itu. Disusul pada pemilu pertama orde baru pada tahun 1971, dimana Partai Nahdlatul Ulama menduduki posisi kedua setelah Golongan Karya. Sejak saat itu banyak tokoh Nahdatul Ulama yang terjun ke dunia politik praktis. Hal ini membawa dampak negatif pada aktivitas penting Nahdlatul Ulama lainnya seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan dakwah yang menjadi terbengkalai.

Menyadari bahwa Nahdlatul Ulama merupakan satu kesatuan yang integral dari para anggotanya dengan aneka ragam latar belakang dan aspirasi masing-masing dan demi mengembangkan budaya politik yang bertanggung jawab, maka Nahdlatul Ulama memberikan pedoman berpolitik sebagai berikut :1. Berpolitik mengandung arti keterlibatan warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.2. Berpolitik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan

menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.3. Berpolitik dengan mengembangkan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis,

menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.4. Berpolitik harus dilakukan dengan moral, etika dan budaya sesuai dengan nilai-nilai sila-

sila Pancasila.5. Berpolitik harus dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama.

48

Page 49: Bahan AJAR Ke NU an

6. Berpolitik dilakukan untuk memperkokoh consensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah.

7. Berpolitik dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.

8. Perbedaan pandangan harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan dan saling menghargai.

9. Berpolitik menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional.

Dengan berpedoman pada etika politik di atas, menurut Ir. KH. Salahuddin Wahid, Nahdlatul Ulama dapat mewujudkan peran politik yang ideal dengan selalu berpegang pada prinsip-prinsip, pertama, memperhatikan kepentingan bangsa dan negara serta agama, kedua, memperhatikan kepentingan Nahdlatul Ulama, baik secara jama’ah (komunitas) maupun jam’iyyah (organisasi), ketiga, orang-orang Nahdlatul Ulama yang memiliki jabatan dalam structural organisasi Nahdlatul Ulama tidak masuk ke dalam wilayah politik praktis.

Selanjutnya dalam merespon perkembangan politik pada masa reformasi, Nahdlatul Ulama memfasilitasi pendeklarasian sebuah partai politik. Pendeklarasian partai tersebut bertujuan untuk menyalurkan dan memproses warga nahdliyin yang ingin berkiprah dalam politik praktis agar menjadi politisi sejati, yang pada gilirannya menjadi negarawan

Pada sisi lain, Nahdlatul Ulama memberikan kebebasan pada warganya untuk memasuki partai politik manapun yang diyakininya dapat menjadikan dirinya sebagai politisi sejati dan negarawan. Dengan catatan senantiasa mengacu pada etika berpolitik nahdliyin yang didasarkan pada nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jama’ah dan tidak kehilangan kesetiaan kepada cita-cita dan kepentingan Nahdlatul Ulama.

RANGKUMAN

1.      Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang kegiatannya sebagai usaha untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan, seperti peningkatan bidang keilmuan, peningkatan kegiatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial serta peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat.

2.   Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan, Nahdlatul Ulama senantiasa berusaha secara sadar untuk menciptakan warga negara yang menyadari akan hak dan kewajibannya terhadap bangsa dan negara.

3.   Nahdlatul Ulama secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun juga. Setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang dan harus dilakukan secara bertanggung jawab.

EVALUASI

49

Page 50: Bahan AJAR Ke NU an

A.  Pilihlah jawaban a, b, c atau d  pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1.    Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah Diniyyah Islamiyah artinya ….      a.    organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan      b.    organisasi keagamaan Islam      c.    organisasi keagamaan dan ekonomi      d.    organisasi keagamaan dan politik

2.    Nahdlatul Ulama senantiasa berusaha memegang teguh prinsip ukhuwah dan tasamuh. Makna arti ukhuwah  dan tasamuh adalah ….      a.    persaudaraan dan toleransi      b.    persaudaraan dan bersikap adil      c.    saling menghargai dan menghormati      d.    saling menghargai dan tepo seliro

3.    Tujuan Nahdlatul Ulama dib dang ekonomi disebutkan dalam anggaran dasar ….      a.    pasal 6 huruf a      b.    pasal 6 huruf b      c.    pasal 6 huruf c      d.    pasal 6 huruf d

4.    Inti dari usaha yang dilakukan Nahdlatul Ulama di bidang ekonomi adalah ….      a.    adanya pemerataan kesempatan dalam berusaha      b.    menciptakan lapangan kerja      c.    memberikan pelatihan kerja     d.    menyiapkan tenaga kerja siap pakai

5.    Cikal bakal Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan adalah ….     a.    Nahdlatul Wathan     b.    Nahdlatut Tujjar     c.    Syirkah Inan     d.    Tashwirul Afkar

6.    Pendiri Nahdlatul Wathan adalah ….     a.    KH. Hasyim Asy’ari     b.    KH. Abdul Wahab Hasbullah     c.    KH. Abdul Wahid Hasyim     d.    KH. Ridlwan

7.    Lembaga Pendidikan Ma’arif yang diberi kewenangan Nahdlatul Ulama untuk mengatur pendidikan di       lingkungan Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal ….      a.    19 September 1929      b.    20 September 1929      c.    21 September 1929     d.    22 September 1929

50

Page 51: Bahan AJAR Ke NU an

8.   Awal dimulainya masa refoemasi ditandai dengan ….     a.    runtuhnya orde lama     b.    runtuhnya orde baru     c.    penyerahan kekuasaan dari Sukarno kepada Suharto     d.    penyerahan kekuasaan dari Suharto kepada KH. Abdurrahman Wahid

9.   Di bawah ini yang tidak termasuk tokoh reformasi adalah ….     a.    KH. Abdurrahman Wahid     b.    Megawati Soekarnoputri     c.    Prof. Dr. Amien Rais     d.    Susilo Bambang Yudoyono

10. Nahdlatul Ulama menjadi peserta pemilu pada tahun …     a.     1955 dan 1971     b.     1955 dan 1978     c.     1971 dan 1978     d.     1971 dan 1983

             B.   Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1. Sebutkan 3 jenis politik menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri !2. Bagaimana peran Nahdlatul Ulama pada masa reformasi ?3. Jelaskan peran pesantren dalam pengembangan pendidikan di lingkungan Nahdlatul

Ulama !4. Sebutkan visi dan misi Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan !5. Sebutkan lembaga-lembaga yang mendukung program ekonomi Nahdlatul Ulama !

BAB VIIIKarakteristik 

Faham Ahlussunnah Wal Jamaah an-Nahdliyah

Standart Kompetensi     : Memehami Nilai-nilai dasar Nahdlatul Ulama

Kompetensi Dasar         : Menjelaskan nilai-nilai Dasar Nahdlatul Ulama dan mengimplementasikan dalamkehidupan sehari-hari

Indikator :1. Menjelaskan pengertian Mabadi Khaira Ummah2. Menjelaskan tujuan Mabadi Khaira Ummah3. Menyebutkan prinsip-prinsip dasar Mabadi Khaira Ummah4. Menjelaskan uraian dan pemasyarakatan Mabadi Khaira Ummah

51

Page 52: Bahan AJAR Ke NU an

5. Menjelaskan strategi pemasyarakatan Mabadi Khaira Ummah

A. Latar belakangNU memegang teguh pemahaman Islam Ahlussunah Waljamaah, sebagai pilihan

gerakan pengemban amanah dalam berdakwah” (Pengurus PB. NU)NU sebagai organisasi kemasyarakatan yang terbesar di Indonesia, menunjukan keberhasilannya dalam pengabdian yang terus berkembang serta paham keagamaannya merupakan khazanah, yang sangat berharga dan mengandung nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan landasan dalam pembentukan identitas suatu masyarakat. Nilai-nilai yang dapat digali dari pengalaman dan paham keagamaan NU yang banyak, karena sumber utamanya adalah Al Quran, Al Hadits, Ijma dan Qias. NU selalu mendampingi kehidupan bermasyarakat dengan pendirian keagamaan yang penuh dengan kedamaian, dan memperkokoh nilai-nilai persaudaraan.

Keberhasilan NU dalam menjalankan organisasinya tidak lepas dari prinsip–prinsip dasar pembentukan identitas dan landasan pembinaan kepada masyarakat, kalangan NU mengenal dengan sebutan “Mabadi Khaira Ummah”. Mabadi Khaira Ummah adalah gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU, melalui penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar (Mabadi). Gerakan tersebut juga merupakan langkah awal bagi pembentukan umat yang terbaik (Khaira Ummah). Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran: 110.

Artinya "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. "

Identitas dan karakter yang dimaksud dalam gerakan ini adalah bagian terpenting dari sikap kemasyarakatan yang termuat dalam khitthah Nahdhatul Ulama, yang harus dimiliki oleh setiap warga Nahdhatul Ulama dan dijadikan landasan berpikir, bersikap dan bertindak. 

Gagasan membentuk karakter warga NU ini muncul pada saat kongres HBNO (Hoofd Bestuur NO, nama lain NU pada saat itu) yang ke 13(1935,sebelum kemerdekaan) bebarengan sosialisasi/penggalangan dan pembinaan NU ke luar pesantren.  Agar berdampak bukan hanya didlam tapi juga mempunyai dampak ke luar yaitu suatu ummat yang dapat di jadikan panutan(Uswatun hasanah)

Mabadi Khaira Ummah tersebut dirumuskan oleh KH. Makhfudz Shiddiq selaku ketua PBNU ada tiga : 

1. Ash-shidqu (  ,( الص�دق�2. Al amanah wal wafa bil ahdi (د���ع�ه �ال �و�ف�ى ب �ه� و�ال �م�ان �أل ,(ا3. At ta’awun( 'ع�او�ن� �لت ,(أKemudian pada Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Bandar Lampung tahun 1992,

tiga prinsip itu di tambah dua poin lagi yaitu : 

52

Page 53: Bahan AJAR Ke NU an

 4. al adalah ( ��ة �ع�اد�ل �ل dan ,(أ 5. al Istiqomah ( ��ق�ام�ه ت ��س �ال .(أDasar pemikiran penambahannya adalah perbedaan tantangan situasional yang berbeda

antara tahun 1935 dan tahun-tahun mendatang.  Sehingga disebut Mabadiul Khomsah (

ة� ��خ�م�س �اد�ئ� ال �لم�ب (أ

B. Pengertian Mabadi Khaira UmmahArti harfiahnya dasar, asas, atau prinsip-prinsip dasar yang melandasi terbentuknya

ummat yang terbaik.Arti Istilahnya gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU, melalui

penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar(mabadi) agar ummat mampu melaksanakan amar makruf nahi munkar.

C. Tujuan1) Penggalangan Warga untuk mendukung program pembangunan NU, menangani

masalah sosial dan ekonomi secara sungguh-sungguh.2) Membentuk sumberdaya manusia menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah

aktif dalam mengikhtiarkan kemaslahatan ummat, bangsa dan negara yang tidak saja terampil tetapi juga berkarakter terpuji dan bertanggung jawab.

D. Prinsip-prinsip Dasar Mabadi Khaira Ummah1. Ash-shidqu ( دق� ( الص�As-Shidq mengandung arti kejujuran/kebenaran dan kesungguhan. Kejujuran adalah

suatu kata dengan perbuatan, yaitu apa yang dilahirkan sama dengan apa yang di dalam batinnya, kejujuran meliputi ucapan, perbuatan dan sikap yang ada di dalamnya. Allah berfirman dalam surat At Taubat ayat 119,

��وا م�ع� الص'اد�ق�ين �ون 'ه� و�ك 'ق�وا الل �وا ات 'ذ�ين� آم�ن 6ه�ا ال ي� �ا أ    ي

artinya "Hai orang–orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." 

Jujur juga diaplikasikan dalam bertransaksi dan bertukar fikiran. Jujur Bertransaksi artinya

menjauhi segala benuk penipuan demi mengejar keuntungan. Sedangkan Jujur dalam bertukar fikiran artinya mencari maslahat(Kebaikan) dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Sabda Nabi SAW.

ال� �ز �ا ي99 �'ة�، و�م99 ن ��ج �ل�ى ال �ه�د�ي إ �ر' ي �ب �ن' ال ، و�إ �ر� �ب �ل�ى ال �ه�د�ي إ �ن' الص�د�ق� ي ، ف�إ �الص�د�ق� �م� ب �ك �ي ع�ل�د� الله� ص�د�يقBا �ب� ع�ن �ت �ك 'ى ي ى الص�د�ق� ح�ت �ح�ر' �ت �ص�د�ق� و�ي ج�ل� ي )متفق عليه( الر'

Artinya : Tetaplah kamu jujur(benar), karena jujur itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu menunjukkan kepada surga. Seorang laki-laki senantiasa jujur dan mencari kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. (HR. Muttafaq alaih).

Jujur juga mengandung maksud kesungguhan. Yakni berusaha dengan sungguh-sungguh (Mujahadah) dalam melaksanakan berbagai ikhtiar dan tugas, baik berhubungan dengan Allah swt (Hablum minallah) maupun berhubungan dengan manusia/tugas-tugas kemasyarakatan (Hablum Minan nas) . sabda Rasulullah saw.,:

�عM م�ن �ب99 �ر� : " أ �'م ل �ه� و�س99 ��ي99 س�ول� الله� ص�ل'ى الله� ع�ل �: ق�ال� ر ��ن� ع�م�رPو، ق�ال �د� الله� ب ع�ن� ع�ب

Pاق ��ف99 ةM م�ن� ن �ت� ف�ي99ه� خ�ل99' ان ��ه�ن' ك99 ةM م�ن �ت� ف�ي99ه� خ�ل99' �ان �صBا، و�م�ن� ك �اف�قBا خ�ال �ان� م�ن �ن' ف�يه� ك ك

53

Page 54: Bahan AJAR Ke NU an

�ر �م� ف�ج99 ��ذ�ا خ�اص99 ، و�إ �ف ��خ�ل99 د� أ ��ذ�ا و�ع99 ، و�إ �د�ر �د� غ99 ��ذ�ا ع�اه99 ، و�إ ��ذ�ب �ذ�ا ح�د'ث� ك �د�ع�ه�ا: إ 'ى ي ح�ت")رواه بخارى(

Artinya : diceritakan dari Abdillah ibnu Umar, Rasullulah saw., bersabda :“Empat hal yang apabila ada pada seseorang maka orang itu menjadi munafiq murni, dan apabila seseorang memiliki satu sifat dari empat hal itu maka ia memiliki satu sifat munafiq sampai ia meninggalannya. Empat hal itu adalah apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia menghianati, dan apabila bermusuhan ia berbuat jahat”.(HR. Bukhari)

Jujur juga berarti keterbukaan. Keterbukaan memang sikap yang lahir dari kejujuran demi menghindarkan saling

curiga, kecuali yang harus dirahasiakan karena alasan pengamanan dan karena tidak semua keadaan harus diberitakan, sebagaimana petunjuk Allah swt.,   

�'ق�ون �م�ت �ك� ه�م� ال �ئ �ول 'ذ�ين� ص�د�ق�وا و�أ �ك� ال �ئ �ول أArtinya: Mereka itulah orang-orang yang benar(imannya), dan mereka itulah orang-

orang yang bertaqwa.( QS. Al Baqarah : 177)

Keterbukaan ini bisa menjadi factor yang menjaga kohesivitas organisasi dan sekaligus menjamin berjalannya fungsi kontrol. Sedang menyembunyikan informasi harus mengacu syara’(syariat) misalnya : demi mengusahakan perdamaian dan memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum.

Ash-shidqu (الص�دق� ) merupakan salah satu sifat wajib Nabi. diterangkan dalam Al Qur’an:

\ا �ي �ب �ان� ص�د�يقBا ن 'ه� ك �ن اه�يم� إ ��ر �ب �اب� إ �ك�ت �ر� ف�ي ال و�اذ�كArtinya: Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini.

Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. (QS. Maryam:41)\ا      �ي �ب س�والB ن ��ان� ر �و�ع�د� و�ك �ان� ص�اد�ق� ال 'ه� ك �ن م�اع�يل� إ ��س �اب� إ �ك�ت �ر� ف�ي ال و�اذ�ك

Artinya: dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi.(QS. Maryam:54)

Kebalikan dari Ash-shidqu adalah Al Kidzbu ( dusta, bohong. Sifat Mazmumah (الك�ذ�ب�(tidak terpuji dan termasuk tanda-tanda orang munafiq. Sabda Rasul saw., :

�ن'  ، ف�إ �الص�د�ق� �م� ب �ك �ي : »ع�ل �'م ل ��ه� و�س �ي س�ول� الله� ص�ل'ى الله� ع�ل �: ق�ال� ر ��د� الله�، ق�ال ع�ن� ع�بى ر' ��ح99 �ت �ص�د�ق� و�ي ج�ل� ي ال� الر' ��ز 'ة�، و�م�ا ي ن ��ج �ل�ى ال �ه�د�ي إ �ر' ي �ب �ن' ال ، و�إ �ر� �ب �ل�ى ال �ه�د�ي إ الص�د�ق� ي�ل�ى د�ي إ ��ه99 ذ�ب� ي ��ك99 �ن' ال إ �، ف99 �ذ�ب ��ك99 �م� و�ال اك �ي99' د�يقBا، و�إ د� الل99ه� ص�99 ��ب� ع�ن99 �ت �ك 'ى ي د�ق� ح�ت الص�99'ى ذ�ب� ح�ت ��ك99 ى ال �ح�ر' �ت �ذ�ب� و�ي �ك ج�ل� ي ال� الر' ��ز 'ار�، و�م�ا ي �ل�ى الن �ه�د�ي إ �ف�ج�ور� ي �ن' ال �ف�ج�ور�، و�إ ال

Bا« �ذ'اب �د� الله� ك �ب� ع�ن �ت �ك )متفق عليه( يArtinya : Diceritakan dari Abdillah, beluau berkata” Rasulullah saw bersabda : Tetaplah

kamu jujur(benar), karena jujur itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu menunjukkan kepada surga. Seorang laki-laki senantiasa jujur dan mencari kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur,dan jauhilah sifat dusta, karena dusta itu menunjukkan kepada durhaka, dan durhaka itu menunjukkan kepada neraka. Seorang laki-laki senantiasa dusta dan mencari kedustaan sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang dusta”. (HR. Muttafaq alaih)

 �د ��ذ�ا و�ع99 ، و�إ �ذ�ب �د'ث� ك99 ��ذ�ا ح99 : إ Mث� �ال اف�ق� ث ��ة� الم�ن99 : " آي �'م� ق�ال ل ��ه� و�س �ي �ي� ص�ل'ى الله� ع�ل 'ب ة�، ع�ن� الن ��ر ي ��ي ه�ر ب� ع�ن� أ

�م�ن� خ�ان� ")متفق عليه( �ذ�ا اؤ�ت ، و�إ ��خ�ل�ف أ

54

Page 55: Bahan AJAR Ke NU an

Artinya : Dari Abi Hurairah Bani saw., bersabda : “Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: apabila berkata berdusta, apabila berjanji tidak ditepati, dan apabila dipercaya selalu berkhianat”(HR. Bukhari – Muslim)

2. Al Amanah wal Wafa bil Ahdi (د���ع�ه �ال �و�ف�ى ب �ه� و�ال �م�ان �أل ,(اAl Amanah wal Wafa bil Ahdi mengandung arti dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakan pada seseorang yang dapat melaksanakan

tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyah. terhindar dari segala bentuk pembengkelaian dan manipulasi tugas atau jabatan. Firman Allah swt., :

�ه�ا ه�ل� �ل�ى أ �ات� إ �م�ان ��ؤ�د6وا األ �ن� ت �م� أ ك م�ر�

� �أ 'ه� ي �ن' الل إArtinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya. (QS. An Nisa’:58)Sabda Rasul saw., :

��ل�ى م�ن ة� إ ��م�ان99 �د� األ : »أ �'م ل �ه� و�س99 ��ي99 ه� ع�ل ل'ى الل99' ��ي6 ص99 'ب ال� الن �: ق99 �ال �ة� ق99 �ر �ي99 ��ي ه�ر ب� ع�ن� أ

» ��ك �خ�ن� م�ن� خ�ان ، و�ال� ت ��ك �م�ن �ت ائArtinya: Dari Abi Hurairah ra. Berkata “Nabi saw., bersabda :”Sampaikanlah amanat itu

kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu.”(HR. Turmudzi)

Setia mengandung pengertian kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan Pimpinan/penguasa sepanjang tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat(mendurhakai Allah). Firman Allah an Nisa’ 59

��م �ك �م�ر� م�ن ��ول�ي األ س�ول� و�أ �ط�يع�وا الر' 'ه� و�أ �ط�يع�وا الل �وا أ 'ذ�ين� آم�ن 6ه�ا ال ي� �ا أ ي

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”

Tepat janji mengandung arti Melaksanakan semua perjanjian baik janji yang dibuatnya sendiri maupun perjanjian yang melekat karena kedudukan sebagai

a) Mukallafb) Pemimpin terhadap yang dipimpinnyac) Janji antar sesama anggota masyarakat (kontak sosial)d) Janji antar sesama anggota keluarga dan setiap individu yang laen

Menyalahi janji termasuk unsur Munafiq firman Allah swt., :�ع�ق�ود� �ال و�ف�وا ب

� �وا أ 'ذ�ين� آم�ن 6ه�ا ال ي� �ا أ ي

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akadmu itu”(QS. Al Maidah:1)

Ketiga sifat diatas menjamin integritas pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi terhadap tugas, sedangkan al amanah wal wafa bil ‘ahdi itu sendiri, bersama ash-Shidqu secara umum menjadi ukuran kredibilitas yang tinggi di hadapan pihak lain, yaitu syarat penting dalam membangun kerja sama.

3. At Ta’awun ( 'ع�او�ن� �لت (أAt Ta’awun mengandung pengertian tolong menolong, setia kawan, dan gotong royong

dalam mewujudkan kebaikan dan ketaqwaan.At-Ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat, manusia tidak

dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lainImam Mawardi mengaitkan pengertian kebaikan (Al Birr) dengan kerelaan manusia,

sedangkan ketaqwaan(at Taqwa) dengan kerelaan Allah

55

Page 56: Bahan AJAR Ke NU an

Prinsip ta’awun menjunjung tinggi sikap solidaritas sesame manusia dan berinteraksi bahu membahu dalam hal kebaikan, baik bersifat material maupun spiritual.

Sebaliknya at taawun bukan prinsip dasar untuk menopang tindakan destruktif yang dapat memperburuk kondisi social budaya masyarakat.  

Juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk saling memberi dan menerima. Makanya sikap ini mendorong untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu agar dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.

Mengembangkan sikap at Taawun juga berarti mengupayakan konsolidasi. Firman Allah swt., :

�ه �ن' الل99' ه� إ وا الل99' 'ق�99 د�و�ان� و�ات �ع�99 � و�ال �م �ث ��وا ع�ل�ى اإل او�ن ��ع99 و�ى و�ال� ت �'ق99 �ر� و�الت �ب �وا ع�ل�ى ال �ع�او�ن و�ت�ع�ق�اب� د�يد� ال �ش

Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya’(QS. Al Maidah :2)Sabda Rasul sw., :

......« : �'م ل �ه� و�س99 ��ي99 ل'ى الل99ه� ع�ل �س�ول� الله� ص99 �: ق�ال� ر �ة�، ق�ال ��ر ي ��ي ه�ر ب� و�الل99ه� ف�ي ع�ن� أ

�خ�يه� �د� ف�ي ع�و�ن� أ �ع�ب �ان� ال �د� م�ا ك �ع�ب )رواه مسلم(.ع�و�ن� الArtinya: Dari Abi Hurairah ra. berkata: Rasul saw., bersabda “... Allah selalu menolong

seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”.(HR. Muslim)

4. Al Adalah (العدالة) Al Adalah mengandung pengertian bersikap adil dan memberikan hak dan kewajiban

secara proporsional, Hak adalah sesuatu yang mesti diperolehnya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakannya. Pelaksanaan keduanya bagi setiap orang disesuaikan dengan kepatutannya.

Firman Allah swt.,

ان� ��ح�س ��ع�د�ل� و�اإل �ال م�ر� ب� �أ 'ه� ي �ن' الل إ

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan (QS. An Nahl : 90)

Butir ini mengharuskan seseorang berpegang kepada kebenaran yang obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atau kepentingan egoistik. Distorsi semacam ini dapat menjerumuskan orsng ke dalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persoala. Buntutnya bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah keruwetan. Lebih-lebih jika persoalannya menyangkut perselisihan atau pertentangan di antara berbagai pihak.

Dengan sikap obyektif dan proporsional, distorsi semacam ini dapat dihindari. Firman Allah swt., :

�ع�د�ل� �ال �م�وا ب �ح�ك �ن� ت 'اس� أ �ن� الن �ي �م� ب �م�ت �ذ�ا ح�ك و�إArtinya: ”Dan apabila kau menetapkan hukum antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil.”(QS. An Nisa’ : 58)Selanjutnya Firman Allah swt., :

��م�ق�س�ط�ين �ح�ب6 ال 'ه� ي �ن' الل �ق�س�ط�وا إ و�أ

56

Page 57: Bahan AJAR Ke NU an

Artinya: ”Dan berlaku adillah, sesunguhnya Allah menyukai orn-orang yang berlau adil.” (QS. Al Hujurat : 9)

Implikasi lain dari al ’adalah yaitu keetiaan pada aturan main (correct) dan rasional dalam membuat keputusan, termasuk dalam alokasi suberdaya dan tugas.Prinsipnya The right man on the place(menepatkan personal sesuai dengan kecakapannya). Kebijakan dalam menyelesaikan masalh memang diperluka, tapi harus berlandaskan kesepakatan bersama.

5. al Istiqomah ( ��ق�ام�ه ت ��س �ال .(أIstiqamah mengandung pengertian konsisten, keajegan, kesinambungan dan

berkelanjutan.

Keajegan adalah tetap dan tidak bergeser jalur (Thariqoh) sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah swt, Rasul-Nya, para Ulama salaf (Salaf al salih) dan aturan yang telah disepakati bersama.

Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan lain dan antara periode satu dengan periode yang lain. Sehingga semuanya merupakan satu mata rantai yang tak terpisahkan dan saling menopang.

Berkelanjutan (Kontinuitas) adalah proses pelaksanaan secara terus menerus dan tidak mengalami kemandegan (statis).berjalan maju bukan jalan ditempat.

Firman Allah swt.,

�وا ن ��ح�ز �خ�اف�وا و�ال� ت �ال' ت �ة� أ �ك ئ ��م�ال �ه�م� ال �ي ل� ع�ل �ز' �ن �ت �ق�ام�وا ت ت ��م' اس 'ه� ث �ا الل 6ن ب ��وا ر 'ذ�ين� ق�ال �ن' ال إ��وع�د�ون �م� ت �ت �ن �ي ك 'ت 'ة� ال ن ��ج �ال وا ب ر� �ش� �ب  و�أ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".(QS. Fushilat :30)

Sabda Rasul saw., :

��ل�ى الله� م�ا د�او�م �ع�م�ل� إ �ح�ب6 ال : »أ �ق�ول� �ان� ي : و�ك ��ه�ا، ق�ال�ت ض�ي� الله� ع�ن �ة� ر ��ش ع�ن� ع�ائ) �ن� ق�ل' �ه�، و�إ ب �ه� ص�اح� �ي )متفق عليه( ع�ل

Artinya: “Sebaik-baik amal menurut Allah adalah yang dilakukan oleh pemiliknya(pelakunya)terus menerus walaupun sedikit. (HR Muttafaq Alaih)

E. Strategi Pemasyarakatan Mabadi Khaira UmmahSebagai nilai-nilai universal sosialisasi nilai tersebut harus dimulai dari warga NU

sendiri, supaya bisa berperan positif ditengah-tengah masyarakat, sehingga seluruh jamaah NU dapat mewarnai dan menjadi acuan bagi terbentuknya tatanan khaira ummah (Ummat terbaik) dalam kehiupan berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks kekinian disebut istilah masyarakat madani.

Dalam tataran implementasi, Mabadi Khaira Ummah berkaitan dengan konsep Amar Mak’ruf nahi munkar sebagaimana dikenalkan dalam Al Qur’an QS. Al A’raf : 157

�ه�م� �ي م� ع�ل �ح�ر� �ات� و�ي �ب �ه�م� الط'ي �ح�ل6 ل �ر� و�ي �ك �م�ن �ه�اه�م� ع�ن� ال �ن وف� و�ي �م�ع�ر� �ال ه�م� ب م�ر�� �أ ... ي

... ��ث �ائ ب ��خ ال

57

Page 58: Bahan AJAR Ke NU an

Artinya: memerintahkan mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.

Amar makruf nahi munkar merupakan unstrumen gerakan NU dan sekaligus menjadi barometer keberhasilan Mabadi Khaira Ummah.

Maka klasifikasi komunitas khaira ummah adalah kelompok yang mampu melakukan amar makruf nahi munkar. Aktualisasi doktrin ini memerlukan pemahaman dan perhitungan yang cermat, mengingat sangat berkaitan dengan realitas social.

Perilau amar makruf adalah upaya memberikan motivasi kepada masyarakat agar berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik fisik maupun metafisik,maksudnya setiap umat islam memilikimkewajiban moral unuk melakuka aktivitas yang dapat memberikan implikasinya positif bagi masyarakat sekitarnya. Segala aktivitas individu diupayakan mempunyai basis social yang cukup tinggi. Sehingga kemajuan yang diraih oleh seseorang secara otomatis memberi dampak kemajuan bagi orang lain. maka dari interaksi individu (Ukhuwah Islamiyah) akan tercipta interaksi social (Ukhuwah insaniyyah) dalam bingkai menuju cita-ita masyarakat madani (Ukhuwah wathaniyyah).  

Sedangkan nahi munkar adalah menolak dan mencegah segala yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan. Pada tataran implementatif, nahi munkar sangat ditentukan dalam mengukur sejauh mana keberhasilan amar makruf. Sebab keseimbangan peran keduanya dalam upaya pembentukan Khaira ummah sangat menentukan corak implementasi pada tataran teknis. Keduanya harus mengacu pada upaya kemakuran dan keadilan dengan pola persuasive dan pendekatan budaya local. Maka NU berpendapat bahwa implementasi Amar Makruf (mendorong untuk berbuat baik)lebih diutamakan sampai terciptanya tatanan kehidupan manusia yang beradab. Lagkah berikutnya adalah Nahi Munkar (melarang berbuat kemunkaran). Nu juga menyakini bahwa upaya pembentukan Khaira Umma tetap mengacu kepada Kaidah.

. و�ف� �م�ع�ر� �ال �ن� ب �ك �ي و�فBا ف�ل ه� م�ع�ر� م�ر�� �ان� أ م�ن� ك

“Siapa yang memerintah kebaikan, haruslah dengan cara yang baik pula.”

F. Sikap Kemasyarakatan Nahdhatul Ulama

Dasar-dasar paham pendirian keagamaan yang dianut oleh Nahdhatul Ulama tersebut menjadikan Nahdhatul Ulama mempunyai sikap kemasyarakatan tertentu yang merupakan sebagai dari ciri-ciri Nahdhatul Ulama.

Tawassuth artinya menempatkan diri antara dua tatharuf dalam berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari keterlanjuran ke kiri dan ke kanan secara berlebihan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:

��م �ك �ي ول� ع�ل س�99 ون� الر' �ك�99 اس� و�ي ه�د�اء ع�ل�ى الن99' � ش�99 وا �ون�99 �ك �ت B ل م'ةB و�س�طا� �م� أ �اك �ن �ك� ج�ع�ل �ذ�ل و�ك

B ه�يدا �شDan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan

pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).

i’tidal berarti tegak lurus, berlaku adil tidak berpihak kecuali pada yang benar dan yang harus dibela. NU berkomitmen membangun masyarakat dengan semangat tawassuth

58

Page 59: Bahan AJAR Ke NU an

dan keadilan.  NU memegang teguh pemahaman Islam Ahlussunah Waljamaah, sebagai pilihan gerakan pengemban amanah dalam berdakwah. Sebagaimana firman Allah swt.

P ع�ل�ى �آن� ق�و�م ن ��م� ش 'ك �ج�ر�م�ن � ي �ق�س�ط� و�ال �ال ه�د�اء ب vه� ش� �ل � ق�و'ام�ين� ل �وا �ون � ك �وا 'ذ�ين� آم�ن 6ه�ا ال ي� �ا أ ي

��ون �ع�م�ل �م�ا ت �يرM ب ب �vه� خ �ن' الل vه� إ � الل 'ق�وا 'ق�و�ى و�ات �لت ب� ل ��ق�ر � ه�و� أ �وا � اع�د�ل �وا �ع�د�ل ' ت �ال أWahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak

membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8)

Tasamuh (toleransi) artinya sikap lapang dada, mengerti dan menghargai sikap pendirian dan kepentingan pihak lain, tanpa mengorbankan pendirian dan harga diri, sikap toleransi bersedia berbeda pendapat baik dalam masalah keagamaan maupun masalah kemasyarakatan dan kebudayaan. Dengan kata lain tasamuh adalah menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:

ى ��خ�ش و� ي� 'ر� أ �ذ�ك �ت 'ه� ي 'ع�ل B ل �نا 'ي B ل �ه� ق�و�ال ف�ق�وال� ل

Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).

Tawazun artinya keseimbangan memperhatikan dan memperhitungkan berbagai faktor, berusaha memadukan secara proposional. NU berusaha menerapkan tawazun ini dalam segala bidang. terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:

�ق�س�ط� �ال 'اس� ب �ق�وم� الن �ي ان� ل ��م�يز �اب� و�ال �ك�ت �ا م�ع�ه�م� ال �ن ل ��نز �ات� و�أ �ن �ي �ب �ال �ا ب �ن ل س� �ا ر� �ن ل �س �ر� �ق�د� أ ل

Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)

Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)

1. Akidah.a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir

.2. Syari'ah

59

Page 60: Bahan AJAR Ke NU an

a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).

c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).

3. Tashawwuf/ Akhlaka. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam,

selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam

b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara

penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).

4. Pergaulan antar golongana. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur

pengikatnya masing-masing.b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.

5. Kehidupan bernegaraa. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena

merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama

tidak bertentangan dengan ajaran agama.c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara

yang baik.

6. Kebudayaana. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan

norma dan hukum agama.b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari

manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih

relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).

7. Dakwaha. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak

masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWTb. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan

dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.

60

Page 61: Bahan AJAR Ke NU an

RANGKUMAN

EVALUASI

BAB IXAMALIYAH WARGA NAHDLATUL ULAMA

Standar Kompetensi :Kemampuan menganalisa amaliyah ibadah yang dianut Nahdlatul Ulama

Kompetensi Dasar :Mengamalkan amaliyah ibadah yang dianut Nahdlatul Ulama

Indikator :1    . Siswa mampu menjelaskan dasar dan hakekat do’a qunut2    . Siswa mampu menjelaskan arti pentingnya ziarah kubur3    . Siswa mampu membiaskan diri ziarah kubur

            Di antara ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah keberadaan Al-Qur'an yang diyakini sebagai kitab Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk dan pembimbing manusia. Ahlussunnah Wal Jama'ah juga mengajarkan bahwa Nabi Muhammad SAWadalah manusia biasa yang sempurna, sehingga ia mampu berperan sebagai teladan sekaligus panutan yang baik.

            Doktrin di atas di internal kaum nahdliyin melahirkan pemikiran dan tradisi pemuliaan sekaligus panutan yang baik. Di bawah ini dijelaskan sebagian amalan-amalan tersebut.

A.  Dasar Dan Hakekat Do’a Qunut

            Qunut adalah do’a yang dibaca pada saat tertentu dan karena keadaan tertentu. Qunut dibagi dua macam, yaitu qunut witir atau qunut subuh dan qunut nazilah. Imam Syafi’i menyatakan bahwa qunut sunnah dibaca dalam shalat subuh berdasarkan hadits dari Anas bin Malik yang menyatakan :

Artinya            : Rasulullah  SAW  senantiasa  membaca  qunut pada shalat subuh hingga beliau wafat. (HR. Ahmad bin               Hambal)Apa yang dilakukan Rasulullah SAW itu kemudian diikuti oleh para sahabat, seperti Umar bin Khattab ra.

61

Page 62: Bahan AJAR Ke NU an

            Qunut dalam shalat subuh adalah sunnah muakkad, andaikata ditinggalkan, baik sengaja atau karena lupa, tidak batal shalatnya, akan tetapi melakukan sujud sahwi. Qunut dalam shalat subuh dilakukan setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua. Do’a qunut juga dilakukan pada separuh akhir bulan Ramadlan dalam rakaat terakhir dari shalat witir.

            Sedangkan qunut nazilah adalah qunut yang dibaca kaum muslimin dalam shalat fardlu ketika umat Islam menghadapi bahaya, wabah penyakit, tantangan, bencana dan permusuhan dari orang-orang kafir. Apabila bahaya yang mengancam itu sudah berakhir, maka berakhir pula pembacaan qunutnya.

            Pembacaan qunut nazilah berdasarkan atas sunnah Rasulullah SAW, “ Rasulullah SAW mengadakan qunut selama satu bulan untuk mendo’akan pembunuh-pembunuh para sahabatnya di Bir al-Maunah “ (HR. Bukhari dan Muslim).

            Hadits lain dari Abu Hurairah ra menyebutkan, “ Sesungguhnya apabila ingin mendo’akan seseorang, Nabi Muhammad SAW membaca qunut sesudah ruku’ “ (HR. Bukhari dan Ahmad Ibnu Hambal).

B.   Arti Penting Ziarah Kubur

            Nahdlatul Ulama akrab dengan budaya ziarah kubur, yaitu mendatangi makam-makam orang tua, kakek, nenek, anak, leluhur, para ulama, wali dan lain sebagainya untuk mendo’akan atau bertawasul kepada mereka. Biasanya waktu yang dipilih adalah Kamis sore atau Jum’at pagi. Di atas makam mereka membaca tahlil dan ayat-ayat Al-Qur’an, yang pahalanya dihadiahkan pada ahli kubur tersebut. Bagi mereka yang peka lingkungan, sebelum kirim do’a, terlebih dahulu membersihkan lingkungan dari sampah dedaunan atau mengganti bunga-bunga yang sudah kering di atas makam.

            Pada masa awal Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga aqidah mereka yang belum kuat, agar tidak menjadi musyrik dan penyembah kuburan. Namun setelah Islam kuat dan aqidah mereka juga kuat, Rasulullah justru menyuruh kaum muslimin untuk melakukannya. Hal ini berdasar pada Hadits,

“ Dahulu saya melarang menziarahi kubur, adapun sekarang berziarahlah ke sana, karena yang demikian itu akan mengingatkanmu akan hari akhirat “. (HR. Ahmad, Muslim dan Asbahus Sunan

Ziarah kubur sangat dianjurkan dalam Islam, sebab manfaat di dalamnya sangat besar, baik bagi orang yang sudah meninggal dunia berupa hadiah pahala bacaan Al-Qur’an maupun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan manusia akan kematian yang pasti akan menjemputnya.

Dipilihnya hari Kamis sore atau Jum’at pagi, karena hari Jum’at adalah hari paling mulia (penanggalan hijriyah dimulai dari tenggelamnya matahari) dan diyakini para arwah sedang diberi kebebasan pada hari itu untuk menengok keluarganya, sekaligus menunggu kiriman dari mereka berupa amal.

Sedangkan ziarah di bulan suci Ramadlan ataupun di Hari Raya sebenarnya tidak ada perintah dan tidak ada larangan. Karena tidak ada larangan, orang yang suka ziarah

62

Page 63: Bahan AJAR Ke NU an

mengambil inisiatif, alangkah indahnya jika dapat kirim do’a pada hari-hari yang penuh rahmat dan ampunan (Ramadlan) dan hari yang bahagia (Idul Fitri). Justru akan sangat bermakna bagi orang-orang yang mudik ke kampong kalau mereka mengunjungi makam orang tua.

Di samping maksud utama ziarah kubur itu mendo’akan terhadap mereka yang sudah wafat, agar mendapatkan maghirah (ampunan) dan rahmat dari Allah SWT, juga mengandung beberapa hikmah yang sangat bermanfaat, antara lain :

1.   Mengingat akan alam akhirat                       Kelak di alam akhirat, manusia yang telah meninggal dunia akan dihidupkan kembali oleh Allah SWT untuk menerima keadilan dan balasanNya atas segala amal perbuatan manusia semasa hidupnya. Semua amal perbuatan manusia tidak ada yang tertinggal, masing-masing akan mendapatkan balasan sekalipun amal itu tidak terlihat oleh sesama manusia.

2.   Berzuhud terhadap dunia

            Zuhud terhadap dunia berarti meninggalkan dunia untuk berbakti kepada Allah SWT. Manusia jangan sampai terpikat hati dan pikirannya dengan tipu muslihat dunia, tetapi justru dapat memanfaatkan harta benda yang diperolehnya di jalan yang diridhai Allah SWT sebelum ajal mendatanginya.

3.   Mengambil suri tauladan

            Setiap manusia pasti akan mengalami kematian, yang waktunya tak dapat diketahui sebelumnya. Oleh karena itu sebelum ajal datang, manusia perlu selalu memperbanyak amal kebaikannya dan meninggalkan amal keburukan serta bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT.  4.   Mendapatkan barokah                 Hal ini jika yang diziarahi adalah orang yang shalih, dimana ketika hidupnya telah dimintai barokahnya. Setelah wafatnya, orang tersebut boleh menurut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah untuk kita mohon barokahnya.

5.   Membulatkan niat mencari ridha Allah SWT

            Seorang muslim yang berziarah hendaknya wajib meyakinkan hatinya bahwa tidak ada yang dapat memberi manfaat dan madharat, kecuali kekuasaan Allah SWT. Yakinkan niat bahwa berziarah itu semata-mata mencari ridha Allah SWT.

            Berziarah berarti memberi nasihat kepada yang hidup tentang kematian, bukan memberi nasihat kepada yang mati, karena yang mati tak perlu lagi menerima nasihat dan tidak mempunyai hubungan dengan yang masih hidup. Namun sebaliknya manusia hidup masih mempunyai hubungan dengan yang sudah mati.

63

Page 64: Bahan AJAR Ke NU an

            Perempuan ziarah kubur di kalangan warga Nahdlatul Ulama tidak begitu popular. Sebab mereka sudah paham bahwa ziarah kubur bagi perempuan tidak diperkenankan. Alasannya perempuan pada umumnya banyak mendatangkan madharat ketimbang manfaat.

            Dalam melakukan ziarah kubur perlu diperhatikan beberapa petunjuk, antara lain :1. Berwudlu dahulu sebelum berziarah.2. Mengucapkan salam.3. Membaca ayat-ayat atau surat-surat dari Al-Qur’an, seperti tahlil, surat Yasin, ayat kursi

dan lain-lain.4. Menghadap kiblat ketika membaca do’a.5. Ziarah dilakukan dengan penuh khidmat dan khusyu’.

RANGKUMAN

1.   Membaca do’a qunut dan ziarah kubur merupakan sebagian amaliah yang dilakukan warga Nahdlatul Ulama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan justru dianjurkan atau diperintahkan.

2.   Ziarah kubur pada dasarnya dapat dilaksanakan kapan saja. Tetapi sebagian besar memilih waktu-waktu yang baik, seperti : hari Kamis sore, Jum’at pagi, bulan Ramadlan dan hari Raya Idul Fitri.

2.   Membaca do’a qunut dan ziarah kubur telah dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam secara umum dan oleh warga Nahdlatul Ulama secara khusus adalah suatu amalan yang juga telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sejak dahulu.

3.   Banyak hikmah yang diperoleh dalam melaksanakan ziarah kubur, antara lain : mengingat akan alam akhirat, berzuhud terhadap dunia, mengambil suri tauladan, mendapatkan barokah dan membulatkan niat mencari ridha Allah SWT.

             EVALUASI

A.  Pilihlah jawaban a, b, c atau d  pada pertanyaan di bawah ini yang kamu anggap benar !

1.   Do’a yang dibaca pada saat tertentu dan karena keadaan tertentu disebut ….      a.   do’a qunut      b.   do’a witit      c.   do’a tarawih      d.   do’a sapu jagat      e.   do'a dunia akhirat

2.   Do’a qunut yang dibaca pada shalat subuh, menurut Imam Syafi’i hukumnya ….

64

Page 65: Bahan AJAR Ke NU an

      a.   wajib      b.   sunnah muakkad      c.   tidak diperbolehkan      d.   diperbolehkan pada waktu-waktu tertentu      e.   diperbolehkan pada semua waktu

3.   Apabila lupa membaca do’a qunut pada shalat subuh, harus melakukan ….      a.   sujud syukur      b.   sujud sahwi      c.   sujud tilawah      d.   sujud bersama-sama      e.   sujud perseorangan

4.   Qunut yang dibaca kaum muslimin dalam shalat fardlu ketika umat Islam menghadapi bahaya disebut ….      a.   qunut subuh      b.   qunut witir      c.   qunut nazilah      d.   qunut di bulan Ramadlan      e.   qunut di bulan Syawal

5.   Qunut dalam shalat subuh dilakukan ….      a.   setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat pertama      b.   setelah mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua      c.   sebelum mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat pertama      d.   sebelum mengangkat kepala dari ruku’ dalam rakaat kedua      e.   sebelum mengangkat kepala dari ruku' dalam rakaat ketiga

6.   Biasanya waktu yang dipilih untuk melaksanakan ziarah kubur adalah hari ….      a.   Kamis sore atau Jum’at pagi      b.   Kamis sore atau Jum’at sore      c.   Jum’at pagi atau Jum’at sore      d.   Jum’at dan Sabtu      e.   Kamis, Jum'at dan Sabtu

7.   Pada masa awal Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu dimaksudkan untuk …      a.   mendo’akan yang sudah meninggal dunia      b.   bertawasul pada Rasulullah SAW      c.   menjaga aqidah mereka yang belum kuat      d.   mendapatkan barokah      e.   mendapatkan sesuatu yang diinginkan

8.   Di bawah ini yang tidak termasuk hikmah ziarah kubur adalah ….      a.   mengingat akan alam akhirat      b.   berzuhud terhadap dunia

65

Page 66: Bahan AJAR Ke NU an

      c.   mengambil suri tauladan      d.   meminta sesuatu pada ahli kubur      e.   membulatkan niat mencari ridha Allah SWT.

9.   Dalam melakukan ziarah kubur perlu diperhatikan beberapa petunjuk, antara lain …      a.   ziarah dilakukan dengan penuh khidmat dan khusyu’      b.   memakai pakaian serba putih      c.   memakai minyak wangi      d.   dilakukan secara bersama-sama      e.   dilakukan sendiri

10. Ziarah kubur sudah dilakukan sejak ….      a.   masa Rasulullah SAW      b.   masa sahabat      c.   masa tabiit      d.   masa tabiin      e.   masa tabiit tabiin

B.   Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan tepat !

1.   Sebutkan dasar do’a qunut !2.   Sebutkan macam do’a qunut ?3.   Apakah perbedaan antara qunut subuh dengan qunut nazilah !4.   Sebutkan dasar ziarah kubur !5.   Sebutkan hikmah dari ziarah kubur !

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeleiman Fadeli, H, Mohammad Subhan, S. Sos, 2007, Antologi NU, Surabaya, Khalista

2. Abdul Muchit Muzadi, KH, NU Dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, 2006 Surabaya Khalista

3. Zudi Setiawan, Nasionalisme NU, 2007, Semarang, Aneka Ilmu4. Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 1985, Sala, Jatayu5. Usman NCK, Tata Cara Ziarah Kubur6. Amin Farikh, M.Ag, Ismail SM, M.Ag, Materi Dasar Nahdlatu Ulama Ahlusunnah

Wal Jama’ah, 2006, Semarang,  PW Lembaga Pendidikan Ma’arif Jawa Tengah7. Imam Annawawi, Terjemah Al-Adzkar, 1994, Darul Ihya8. A. Suhaimi Syukur, H, BA, Pendidikan Aswaja/Ke-NU-an, 1996, Surabaya, PW

Lembaga Pendidikan Ma’arif Jawa Timur9. Aceng Abdul Azis Dy, dkk, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah di Indonesia, 2007,

Jakarta, Pustaka Ma’arif NU10. Badruddin Hsubky, Drs. KH, Bid'ah-Bid'ah Di Indonesia, 1996, Jakarta, Gema

Insani Press

66

Page 67: Bahan AJAR Ke NU an

11. Munawir Abdul Fatah, H, Tradisi Orang-Orang NU, 2006, Yogyakarta, Pustaka Pesantren

67