Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan...

18
12 Bab II Tinjauan Pustaka Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan tesis atau state of the art. Kajian yang terkait antara lain konsep dasar kolaborasi, konsep ensiklopedia dalam rekayasa informasi, dan konsep pemodelan sistem yaitu ontologi dan deduction rules. I.1. Konsep Dasar Kolaborasi Konsep dasar kolaborasi meliputi definisi umum dan prasyarat (requirement) kolaborasi. Konsep dasar kolaborasi disusun berdasarkan Collaborative Network Reference Modelling dalam (Matos, 2008). I.1.1. Definisi Terdapat sejumlah gagasan dalam istilah kolaborasi. Istilah ini juga seringkali disama-artikan dengan kooperasi. Walaupun pembedaan kedua istilah tersebut telah didefinisikan, terdapat berbagai penggunaan istilah kolaborasi dalam literatur yang ada. Ambiguitas mencapai tingkat yang lebih tinggi ketika dihadirkan istilah lain yang berkaitan seperti networking, komunikasi, dan koordinasi. Walaupun masing- masing konsep tersebut merupakan komponen yang penting dalam kolaborasi, konsep tersebut tidak memiliki nilai yang sama dan tidak sepadan dengan konsep kolaborasi. Untuk mengklarifikasi penggunaan konsep tersebut dikemukakan working definition sebagai berikut : Definisi 1. Networking : meliputi komunikasi dan pertukaran informasi yang saling menguntungkan. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks dan seringkali memiliki arti yang berlainan. Misalnya ketika orang berbicara berkenaan dengan enterprise network” atau “enterprise networking” maka arti yang diharapkan adalah collaborative network of enterprises”. Contoh sederhana dari networking adalah ketika sekelompok entitas berbagi informasi mengenai pengalamannya menggunakan suatu perangkat. Mereka dapat memperoleh manfaat dari informasi yang tersedia,

Transcript of Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan...

Page 1: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

12

Bab II Tinjauan Pustaka

Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan tesis atau state of the art.

Kajian yang terkait antara lain konsep dasar kolaborasi, konsep ensiklopedia dalam

rekayasa informasi, dan konsep pemodelan sistem yaitu ontologi dan deduction rules.

I.1. Konsep Dasar Kolaborasi

Konsep dasar kolaborasi meliputi definisi umum dan prasyarat (requirement)

kolaborasi. Konsep dasar kolaborasi disusun berdasarkan Collaborative Network

Reference Modelling dalam (Matos, 2008).

I.1.1. Definisi

Terdapat sejumlah gagasan dalam istilah kolaborasi. Istilah ini juga seringkali

disama-artikan dengan kooperasi. Walaupun pembedaan kedua istilah tersebut telah

didefinisikan, terdapat berbagai penggunaan istilah kolaborasi dalam literatur yang

ada. Ambiguitas mencapai tingkat yang lebih tinggi ketika dihadirkan istilah lain

yang berkaitan seperti networking, komunikasi, dan koordinasi. Walaupun masing-

masing konsep tersebut merupakan komponen yang penting dalam kolaborasi, konsep

tersebut tidak memiliki nilai yang sama dan tidak sepadan dengan konsep kolaborasi.

Untuk mengklarifikasi penggunaan konsep tersebut dikemukakan working definition

sebagai berikut :

Definisi 1. Networking : meliputi komunikasi dan pertukaran informasi yang saling

menguntungkan. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks dan seringkali

memiliki arti yang berlainan. Misalnya ketika orang berbicara berkenaan dengan

“enterprise network” atau “enterprise networking” maka arti yang diharapkan adalah

“collaborative network of enterprises”. Contoh sederhana dari networking adalah

ketika sekelompok entitas berbagi informasi mengenai pengalamannya menggunakan

suatu perangkat. Mereka dapat memperoleh manfaat dari informasi yang tersedia,

Page 2: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

13

tanpa perlu memiliki tujuan bersama atau struktur yang mempengaruhi bentuk dan

waktu kontribusi individu.

Definisi 2. Coordinated Networking : meliputi komunikasi dan pertukaran informasi,

dan juga adanya keselarasan aktivitas sehingga dicapai hasil yang lebih efektif.

Koordinasi yang merupakan tindakan bekerja bersama-sama secara harmonis, adalah

hal utama dari Coordinated Networking. Contoh sederhana dari aktivitas Coordinated

Networking terjadi ketika sejumlah entitas heterogen berbagi informasi dan

menetapkan kerangka waktu, misalnya aktifitas lobi pada subyek baru untuk

memaksimalkan pengaruh. Namun demikian masing-masih entitas dapat memiliki

tujuan yang berbeda, serta menggunakan sumberdaya dan metode sendiri dalam

menciptakan pengaruh.

Definisi 3. Kooperasi : tidak hanya melibatkan pertukaran informasi dan pengaturan

aktivitas, melainkan juga berbagi sumberdaya untuk mencapai tujuan yang sesuai.

Kooperasi dicapai dengan melakukan pembagian pekerjaan antara partisipan. Contoh

proses kooperasi, sebuai rantai pasok (supply chain) tradisional berdasarkan

hubungan client-supplier dan peran-peran yang telah didefinisikan dalam value

chain. Setiap partisipan melakukan bagian pekerjaannya, seolah-olah melakukan hal

yang independen. Tetapi bagaimanapun terdapat perencanaan bersama, yang dalam

banyak kejadian tidak didefinisikan bersama melainkan oleh masing-masing entitas,

dan membutuhkan suatu kerjasama low-level setidaknya pada titik dimana hasil dari

suatu entitas disampaikan pada entitas berikutnya. Dengan demikian tujuan mereka

sesuai, dalam hal ini bahwa hasil yang diperoleh dapat ditambahkan atau tersusun

dalam suatu value chain menuju produk akhir atau layanan.

Definisi 4. Kolaborasi : merupakan sebuah proses dimana sejumlah entitas berbagi

informasi, sumberdaya, dan tanggung jawab untuk bersama-sama merencanakan,

mengimplementasikan, dan mengevaluasi program, untuk mencapai tujuan bersama.

Konsep ini diturunkan dari bahasa Latin ‘collaborare’ yang berarti ‘bekerja bersama’,

dan dapat dilihat sebagai sebuah proses penciptaan bersama; dengan demikian sebuah

Page 3: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

14

proses dapat dilalui apabila sekelompok entitas meningkatkan kapabilitas satu sama

lain. Hal tersebut termasuk berbagi resiko, sumberdaya, tanggung jawab, dan

penghargaan. Kolaborasi melibatkan perjanjian antar partisipan yang saling

menguntungkan untuk menyelesaikan suatu persoalan bersama-sama, termasuk saling

mempercayai kemudian meluangkan waktu, upaya, dan dedikasi.

Contoh dari proses kolaborasi terjadi dalam concurrent engineering, yaitu ketika

sekelompok tim ahli bersama-sama mengembangkan suatu produk baru. Dalam hal

ini meskipun sejumlah koordinasi dibutuhkan, terjadi proses pencarian yang divergen

dan spontan, dan bukan suatu harmoni yang terstruktur.

Keempat definisi tersebut membangun sebuah building block untuk definisi

selanjutnya, yaitu koordinasi merupakan perluasan dari networking, kooperasi

merupakan perluasan dari koordinasi, dan kolaborasi merupakan perluasan dari

kooperasi. Berbagai tingkat interaksi tersebut dapat dipandang sebagai Collaborative

Maturity Level. Dengan kata lain building block ini dapat dijadikan basis dalam

menilai sejauh mana kematangan proses kolaborasi dalam suatu organisasi. Ilustrasi

building block dapat dilihat pada Gambar II.1.

Gambar II.1 Collaborative Maturity Level (Matos, 2008)

Page 4: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

15

II.1.1 Prasyarat Kolaborasi (Requirements for Collaboration)

Kolaborasi merupakan proses yang sulit, sehingga peluang kesuksesannya

bergantung pada pemenuhan prasyarat sebagai berikut:

a. Kolaborasi harus memiliki maksud. Biasanya diwujudkan dalam suatu tujuan

bersama atau persoalan yang harus diselesaikan bersama. Tidaklah cukup

apabila pihak terkait memiliki tujuannya masing-masing.

b. Prasyarat dasar atau prekondisi dari kolaborasi meliputi :

a. Masing-masing pihak yang terlibat sepakat untuk berkolaborasi.

b. Masing-masing pihak mengetahui kapabilitas satu sama lain.

c. Masing-masing pihak berbagi suatu tujuan dan menjaga visi bersama

selama proses kolaborasi menuju tercapainya tujuan bersama.

d. Masing-masing pihak memelihara pemahaman bersama atas suatu

persoalan yang dihadapi. Hal ini berarti harus terjadi diskusi mengenai

posisi kemajuan masing-masing (harus ada kepedulian (awareness)

satu sama lain).

Proses sharing (berbagi) meliputi tanggung jawab bersama dalam

partisipasi dan pengambilan keputusan, sumberdaya bersama, dan

akuntabilitas bersama atas hasil baik berupa penghargaan atau

kekurangan, percaya satu sama lain. Sharing tidak berarti persamaan.

Pihak yang berbeda mungkin memiliki porsi keterlibatan yang berbeda,

sesuai dengan peran dan komitmennya.

c. Sebagai sebuah proses, kolaborasi membutuhkan pengaturan atas sejumlah

langkah dasar yaitu:

a. Identifikasi pihak-pihak yang terkait dan libatkan mereka bersama.

b. Definisi dari ruang lingkup kolaborasi dam hasil yang diharapkan

c. Definisi struktur kolaborasi, meliputi kepemimpinan, peran, tanggung

jawab, kepemilikan dari aset yang dihasilkan.

d. Identifikasi resiko dan pengukuran atas rencana kontigensi .

e. Membangun komitmen untuk berkolaborasi.

Page 5: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

16

d. Kolaborasi membutuhkan “ruang kolaborasi” yaitu sebuah lingkungan yang

mendukung dan memfasilitasi proses kolaborasi. Karakteristik dan sifat dasar

dari ruang ini bergantung dari bentuk kolaborasi. Kolaborasi dapat

berlangsung dalam waktu yang bersamaan (synchronous collaboration) atau

dalam waktu yang berbeda (asynchronous collaboration). Kolaborasi juga

dapat terjadi dalam waktu yang sama (collocated collaboration), atau dalam

tempat berbeda (remote atau virtual collaboration). Remote Collaboration

merupakan kejadian yang paling relevan dalam collaborative network, yang

dapat terjadi dalam interaksi synchronous maupun asynchronous.

e. Poin utama kesulitan dalam kolaborasi meliputi :

a. Sumberdaya. Kepemilikan dan sharing sumberdaya merupakan

kesulitan yang umum. Baik sumberdaya yang dibawa oleh anggota,

maupun sumberdaya yang diperoleh dari koalisi ketika menjalankan

suatu task.

b. Penghargaan. Menemukan cara yang adil dalam menentukan

kontribusi individual dalam penciptaan suatu kekayaan intelektual

merupakan persoalan yang lebih harus diperhitungkan. Penciptaan

kekayaan intelektual tidak secara linear berkaitan dengan proporsi

investasi yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak. Hal yang

mendasar dalam persoalan ini adalah kebutuhan dalam mencapai

persepsi bersama atas nilai yang ditukarkan, yang membutuhkan

definisi dari model manfaat dan sistem insentif, berdasarkan sistem

nilai yang disepakati.

c. Komitmen. Ketika ada hambatan yang menghadang kolaborasi setiap

pihak harus menanggapi dengan sungguh-sungguh, menghadapi

konsekuensinya bersama.

d. Tanggung jawab. Fenomena umum dalam usaha yang dilakukan

secara kolektif adalah ketidakjelasan tanggungjawab. Keberhasilan

kolaborasi bergantung pada pembagian tanggung jawab, baik selama

Page 6: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

17

proses pencapaian tujuan, maupun pertanggung jawaban setelah

kolaborasi berakhir.

Keseluruhan persoalan tersebut harus diposisikan melalui sekumpulan

pekerjaan bersama dan kesamaan prinsip. Terlepas dari berbagai kesulitan

yang telah didefinisikan sebelumnya, faktor yang memotifasi adalah

harapan untuk dapat mencapai hasil yang tidak dapat dicapai jika

dilakukan sendiri.

II.2 Lingkungan Kolaborasi

Lingkungan kolaborasi adalah sistem yang mendukung user dalam melaksanakan

tasks secara kolaboratif (DARPA, 1999). Karakteristik dan sifat lingkungan ini

bergantung dari bentuk kolaborasi yang dijalankan. Kolaborasi dapat berlangsung

dalam waktu yang sama (synchronous collaboration), atau dalam waktu yang berbeda

(asynchronous collaboration). Kolaborasi juga dapat berlangsung pada tempat yang

sama (collocated collaboration) atau pada tempat yang berbeda (remote atau virtual

collaboration) (Winkler, 2002 dalam (Matos, 2008)). Remote Collaboration adalah

keadaan yang paling relevan dalam collaborative network, yang melibatkan baik

interaksi synchronous maupun interaksi asynchronous. (Matos, 2008)

Dalam tesis ini lingkungan kolaborasi dibangun berdasarkan framework kolaborasi

dari The Defense Advanced Research Project Agency (DARPA) Intelligent

Collaboration and Visualization (IC&V) Program. DARPA IC&V memiliki tujuan

untuk membangun generation-after-next collaboration middleware dan perangkat

yang memungkinkan komponen militer dan kelompok yang bekerja sama untuk

meningkatkan efektivitas kolaborasi dengan cara:

a. Mengumpulkan kolaborator bersama-sama, lintas ruang dan waktu, dengan

respon yang cepat dalam situasi waktu yang kritis.

b. Memberikan sumberdaya informasi yang tepat, lintas ruang dan waktu, sesuai

dengan konteks pekerjaanya (task).

Page 7: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

18

Sebuah framework kemudian dibangun dalam rangka menstrukturkan way of thinking

dalam collaborative system dan evaluasi dari sistem tersebut. Framework ini dapat

membantu para peneliti dalam membuat suatu penilaian pendahuluan atas suatu

sistem atau kegunaannya dalam mendukung pekerjaan suatu grup. Framework ini

dibangun oleh Pinsonneault dan Kraemer (1989) untuk menganalisa pengaruh

teknologi dalam suatu proses grup ketika mengendalikan pengaruh variabel

kontekstual lain (DARPA, 1999). Framework dari collaborative system dapat dilihat

pada Gambar II.2.

Gambar II.2 Collaborative Framework (DARPA, 1999)

Level Requirement

Level requirement dari collaborative framework terdiri atas requirements yang

dihasilkan dari task yang dilaksanakan oleh grup dan dukungan yang diperlukan dari

karakteristik grup. Requirements yang mendukung sejumlah tipe grup meliputi

Page 8: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

19

dukungan terhadap interaksi sosial atas grup. Level requirements meliputi work tasks

dan transition tasks.

Level Capability

Level capability dari framework mendeskripsikan fungsionalitas yang dibutuhkan

untuk mendukung requirements yang berbeda. Fungsionalitas yang dideskripsikan

dalam capability dapat dipenuhi oleh layanan yang berbeda. Misalnya kebutuhan

untuk melakukan komunikasi secara sinkron antar partisipan dapat dipenuhi oleh

layanan text chat atau telepon.

Level Service (layanan)

Level layanan mendeskripsikan layanan seperti email, audio, video, sharing aplikasi,

dan layanan jaringan, yang dapat digunakan untuk memenuhi suatu capability yang

diperlukan dalam sistem CSCW (Computer Supported Collaborative Work). Layanan

yang berbeda dapat mendukung suatu capability yang sama, yang mendukung suatu

requirements.

Level Technology

Level technology mendeskripsikan implementasi dari layanan. Level ini dapat

dipandang sebagai kumpulan komponen yang mungkin dibutuhkan untuk

membangun suatu sistem CSCW, juga integrasi dan antarmukanya. Implementasi

yang spesifik dapat dibandingkan performansi, biaya, fungsionalitas, dan usability.

Keempat komponen tersebut dapat digabungkan dalam sebuah contoh berikut: Untuk

memenuhi kebutuhan (requirement) berbagi informasi dengan rekan kerja, sebuah

kelompok dapat menggunakan kapabilitas (capability) kolaborasi yaitu komunikasi

synchronous. Salah satu service yang mungkin digunakan untuk mencapai maksud

tersebut adalah audio conferencing. Salah satu teknologi yang mendukung audio

conferencing adalah Lawrence Berkeley Laboratory’s Visual Audio Tool (DARPA,

1999).

Page 9: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

20

Menilai requirement dan capability yang didukung oleh lingkungan kolaborasi, dan

service dan teknologi khusus yang digunakan, merupakan salah satu cara untuk

membentuk kategorisasi fungsional dari lingkungan kolaborasi. Kategorisasi ini dapat

digunakan untuk membentuk dan menentukan jenis sistem kolaborasi yang sesuai

bagi aktivitas yang akan dilakukan (DARPA, 1999).

II.3 Information Engineering

Information Engineering (IE) menurut James Martin didefinisikan sebagai metode

formal untuk perencanaan, analisis, perancangan, dan konstruksi sistem informasi

pada sebuah enterprise-wide meliputi sektor-sektor utama pada enterprise tersebut

(Martin, 1989). IE juga seringkali didefinisikan sebagai “an organization-wide set of

automated disciplines for getting the right information for to the right people at the

right time”.

Beberapa karakteristik dari IE adalah sebagai berikut:

1. IE mengaplikasikan teknik terstruktur berbasis pada enterprise-wide atau

sektor yang lebih besar dalam sebuah enterprise, tidak hanya berbasis pada

suatu projek tertentu saja (project-wide basis).

2. IE dibentuk secara top-down dengan tahapan sebagai berikut:

a. Perencanaan enterprise strategic system

b. Perencanaan enterprise information

c. Business area analysis

d. System design

e. Construction

f. Cutover

3. Selama proses pelaksanaan tahapan tersebut, IE membangun sebuah

repository pengetahuan yang terus berkembang mengenai enterprise, model

data, model proses, dan system design yang dimilikinya..

4. IE menciptakan framework untuk membangun enterprise terkomputerisasi.

5. Pembangunan sistem harus sesuai dengan framework yang telah dirancang.

Page 10: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

21

6. Dengan menggunakan framework, sistem dapat dibangun dan dimodifikasi

dengan cepat menggunakan perangkat terotomasi (automated tools).

7. Pendekatan enterprise-wide memungkinkan koordinasi dari sejumlah sistem

berbeda, dan memfasilitasi penggunaan ulang desain (reusable design) dan

kode (reusable code).

8. IE melibatkan end user dalam setiap tahapan.

9. IE memfasilitasi evaluasi sistem jangka panjang.

10. IE mengidentifikasi bagaimana proses komputerisasi dapat membantu

pencapaian tujuan strategis perusahaan secara optimal.

Framework IE diilustrasikan dalam Gambar II.3. Framework terluar berhubungan

dengan perencanaan strategis, berfokus pada bagaimana teknologi dapat digunakan

untuk meningkatkan competitive advantage dan mencapai tujuannya dengan lebih

baik. Framework yang berada di dalam, berlabel data administration, data models,

dan process models. Data models dan process models dari suatu area bisnis

diciptakan secara independen dari aplikasi spesifik. Sejumlah aplikasi komputer akan

dirancang dan dibangun dan hal ini akan dilakukan dengan perangkat

terkomputerisasi yang akan selalu sesuai dengan framework. Kelompok berbeda di

tempat berbeda pada waktu yang berbeda akan membangun sistem yang berhubungan

dengan framework yang terkomputerisasi.

Strategic Planning; Enterprise Models

Data Administration, Data Models, Process Models

System Planning

Analysis

Design

Code Generation

Database

Generation

Maintenance

Gambar II.3 Framework IE (Martin, 1989)

Page 11: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

22

Untuk merepresentasikan aktivitas sistem informasi perusahaan dapat digambarkan

sebuah piramida seperti yang dapat dilihat pada Gambar II.4. Dari dalam gambar

dapat dilihat bahwa terdapat empat tahap dalam IE, yaitu sebagai berikut:

Tahap 1 : Information Strategy Planning

Fokus pada tujuan top management dan critical success factors (CSF).

Dalam tahap ini dirumuskan bagaimana teknologi digunakan untuk

menciptakan peluang baru atau competitive advantages. Disusun pula

high-level overview mengenai enterprise, fungsi-fungsinya, data, dan

kebutuhan informasi.

Tahap 2 : Business Area Analysis

Fokus pada proses yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu business

area, keterkaitan antar proses, dan data yang dibutuhkan.

Tahap 3 : System Design

Fokus pada implementasi proses pada suatu business area ke dalam suatu

prosedur dan cara kerja dari prosedur tersebut. Dalam merancang

prosedur dibutuhkan keterlibatan user secara langsung.

Tahap 4 : Construction

Implementasi prosedur yang digunakan menggunakan code generator,

fourth-generation languages, dan end-user tools. Design dihubungkan

dengan construction untuk melakukan proses prototyping.

Tahap 1 dan 2 merupakan proses yang tidak bergantung pada faktor teknologi

(independent of technology), sedangkan tahap 3 dan 4 bergantung pada lingkungan

implementasi (Dependent on the Target Environment).

Page 12: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

23

Gambar II.4 Empat Tahapan IE

II.4 Ensiklopedia

Secara umum ensiklopedia merupakan ikhtisar tertulis yang komprehensif, yang

memuat informasi dari seluruh cabang ilmu pengetahuan atau cabang tertentu dari

pengetahuan. Maksud pembuatan sebuah ensiklopedia adalah untuk mengumpulkan

pengetahuan yang tersebar, kemudian menyusunnya dalam suatu sistem dan

menyampaikannya pada generasi selanjutnya. Dengan demikian kerja manusia dari

abad ke abad tidak akan percuma, sehingga diharapkan generasi selanjutnya akan

menjadi lebih baik, dan manusia tidak boleh mati tanpa kontribusi bagi masa yang

akan datang (Diderot, 2007).

Istilah ensiklopedia kemudian digunakan James Martin dalam konteks Rekayasa

Informasi. Ensiklopedia adalah inti dari rekayasa informasi, merupakan tempat

penyimpanan terkomputerisasi yang mengakumulasi informasi yang berkaitan dengan

proses perencanaan, analisis, desain, konstruksi, dan pemeliharaan sistem.

Ensiklopedia memuat informasi kamus (yang berisi nama dan deskripsi item data,

Page 13: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

24

proses, variabel, dan sebagainya) dan representasi lengkap dari rencana, model, dan

desain, yang memiliki kemampuan untuk melakukan cross-checking, analisis

keterhubungan, dan validasi. Ensiklopedia memuat banyak rules yang berkaitan

dengan pengetahuan yang disimpannya, kemudian melakukan pemrosesan terhadap

rules, teknik artificial-intelligence (kecerdasan buatan), untuk mendukung

pencapaian keakuratan, integritas, dan kelengkapan dari rencana, model, dan

perancangan. Ensiklopedia merupakan knowledge base yang tidak hanya menyimpan

informasi mengenai pengembangan sistem, melainkan juga membantu mengontrol

keakuratan dan validitasnya (Martin, 1989). Ilustrasi pengetahuan yang dikelola oleh

ensiklopedia dapat dilihat pada Gambar II.5.

Gambar II.5 Ensiklopedia

Dalam pengembangannya, ensiklopedi tersusun atas empat layer sebagaimana dapat

dilihat pada Tabel II.1.

Page 14: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

25

Tabel II.1 Layer dalam Ensiklopedi (Martin, 1989)

Layer Komponen

Business Strategy Planning Strategic opportunities

Critical Success Factors

Enterprise Model

Hierarchy of goals

Function decomposition

Information planning

Business Area Analysis Detailed data model

Detailed process model

Design of system Data flow diagrams

Program structures

Screen design

Dialog design

Report design

Database design

Construction Input to a Code generator

II.5 Pemodelan Sistem

Model merupakan representasi abstrak dari suatu lingkungan (environment), sistem,

atau entitas dalam dunia nyata, sosial, atau logis. Umumnya model digunakan untuk

sejumlah aspek pada fenomena yang dimodelkan. Dua model dari fenomena yang

sama dapat sangat berbeda. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan requirement,

perbedaan pendekatan konseptual, preferensi estetika, dan juga pengalaman yang

berbeda. Untuk itu pengguna model harus memahami tujuan dari suatu model beserta

asumsi atau batas validitasnya. Pemodelan dapat dilakukan pada berbagai tingkat

abstraksi, dari pengembangan teoritis yang sangat abstrak, hingga representasi detail

yang mendekatai entitas atau implementasi yang dimodelkan (Matos, 2008).

II.5.1 Reference Model

Reference model merupakan framework umum yang digunakan dalam memahami

konsep, entitas, dan relasi dari suatu domain, dan merupakan pondasi dari area yang

ditelaah. Reference model merepresentasikan konsep dari suatu area manifestasi, dan

Page 15: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

26

diharapkan dapat memberikan inspirasi terhadap suatu area, melalui analogi terhadap

domain dari collaborative network (Matos, 2008).

Reference model dibentuk atas dua faktor utama, yaitu reusability dan authority.

Reusability dari elemen dalam suatu reference model terdiri atas beberapa faktor yaitu

generality suatu model, ruang lingkup dan cakupan sudut pandang, tingkat abstraksi

dan kesederhanaan (simplicity), bentuk ketersediaan/kemudahan untuk mengakses

informasi, adanya panduan penggunaan dan contoh aplikasi pada suatu kondisi.

Faktor authorship (kepengarangan) meliputi reputasi dari kontributor yang terlibat,

basis yang diadopsi dan sumber referensi, daftar pengguna, kualitas proses pengujian,

saluran penyebaran, lembaga profesional, dan proyek yang terlibat dalam

penyebarannya.

Kedua faktor tersebut secara umum diilustrasikan dalam Gambar II.6.

Gambar II.6 Dasar Pembentukan Reference Model (Matos, 2008)

Terdapat sejumlah besar elemen yang dapat dipertimbangkan sebagai reference

model. Elemen tersebut secara umum terbagi atas dua kelompok, yaitu logistik dari

reference model dan dimensi dari reference model. Ilustrasi dapat dilihat pada

Gambar II.7.

Page 16: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

27

Logistik dari reference model mencakup tujuan (istilah dan entitas, perilaku, siklus

hidup, dan keterhubungan), dan perangkat/bahasa pemodelan.

Kelompok kedua terdiri atas empat dimensi pemodelan yaitu:

1. Dimensi struktural : mengakomodasi elemen struktur dari collaborative

network seperti aktor/partisipan dan peran, dan keterhubungannya.

2. Dimensi komponen : mencakup sumberdaya (resource), ontologi, dan data

dan pengetahuan yang representatif.

3. Dimensi fungsional : meliputi fungsi, proses, prosedur dan metodologi.

4. Dimensi perilaku (behavioral) : meliputi sejumlah elemen dari perilaku serta

batasan terhadap perilaku tersebut. (misalnya kebijakan, kontrak, perjanjian)

Gambar II.7 Peta Pengembangan Model (Matos, 2008)

II.5.2 Ontologi

Pengertian ontologi sangat beragam dan berubah sesuai dengan perjalanan waktu.

Beberapa paragraf berikut menguraikan berbagai definisi dengan mengacu kepada

Benjamins dalam (Wicaksono, 2004).

Page 17: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

28

Salah satu definisi awal dari Neches dan rekan mengatakan “Sebuah Ontologi

merupakan definisi dari pengertian dasar dan relasi vocabulary dari sebuah area

sebagaimana aturan dari kombinasi istilah dan relasi untuk mendefinisikan

vocabulary”.

Beberapa tahun kemudian Gruber memberikan definisi yang banyak diacu oleh

beberapa paper. Definisi tersebut adalah “Ontologi merupakan sebuah spesifikasi

eksplisit dari konseptualisme”. Berdasarkan definisi Gruber banyak definisi yang

coba diusulkan. Guarino dan Giaretta pada 1995 mengumpulkan hingga tujuh definisi

yang berkoresponden dengan syntactic dan semantic interpretasi. Pada 1997, Borst

melakukan modifikasi dari definisi Gruber dengan mengatakan “Sebuah ontologi

adalah spesifikasi formal dari sebuah konseptual yang diterima (share)”.

Dua definisi dari Gruber dan Borst kemudian dijelaskan oleh Studer dengan

pengertian sebagai berikut : “Konseptualisasi mengacu kepada sebuah model abstrak

dari beberapa fenomena di dunia dengan memiliki identifikasi konsep yang relevan

dari fenomena tersebut. Eksplisit dimaksud adalah tipe dari konsep yang digunakan,

dan batasan dari eksplisit yang digunakan. Shared adalah merefleksikan sebuah

ontologi mencoba menangkap pengetahuan secara konsesus yang tidak merupakan

hal yang hanya terkait pada individu tetapi diterima oleh sebuha group / domain.”

Ada juga definisi yang diberikan berdasarkan proses pengembangan dari ontologi, hal

ini seperti yang dilakukan oleh Bernaras pada KACTUS proyek. Definisi yang

diberikan adalah “Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara

eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge

base”. SENSUS proyek juga memberikan definisi : “Sebuah ontologi adalah sebuah

struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan

sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”.

Dalam konsep formal semantic, sebuah ontologi mungkin dapat dalam berbagai

bentuk, tetapi yang penting ini akan meliputi kumpulan istilah dan beberapa

spesifikasi dari arti yang bersangkutan. Ini akan meliputi definisi dan sebuah indikasi

Page 18: Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan pelaksanaan ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/690/jbptitbpp-gdl-anisaherdi-34486-3... · Bagian ini berisi kajian yang menjadi landasan

29

dari bagaimana konsep hubungan dari kumpulan sebuah struktur pada sebuah

domaind an batasan yang mungkin dalam interpretasi istilah.

Dari berbagai definisi ontologi, perbedaan ini adalah sebagai pelengkap dari berbagai

sudut pandang untuk hal yang sama. Sehingga perbedaan tersebut akan semakin

memperkaya pengertian untuk ontologi bukan merupakan pengotakan dari ontologi

tersebut.

Deskripsi ontologi secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.

II.5.3 Deduction Rules

Rules merefleksikan dugaan konsekuensi dan mendefinisikan langkah pemikiran.

Rules direpresentasikan dengan ekspresi ”if-then”. Representasi ini beroperasi pada

fakta dan sesuai untuk pemikiran mengenai instance data yang konkrit. Rules dapat

digunakan dalam problem solving dan dynamic behaviours dari knowledge-based

system dengan melakukan deductive reasoning dari pengetahuan baru atau fakta baru.

Rules banyak digunakan dalam aplikasi bisnis seperti computer-aided training,

diagnostic fact finding, compliance monitoring, dan process control. Selain itu, rules

dapat digunakan untuk sejumlah tujuan tidak hanya untuk reasoning instances, tetapi

juga querying, sebagaimana menghubungkan rules untuk reasoning across domains.