BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

12
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Volume 10, No.5 November 2009 ISSN 1829-9334 BADAN RI POM IPendahuluan Komunikasi adalah tulang punggung dalam pelaksanaan sebuah program di institusi mana pun. Dalam pelayanan kesehatan, komunikasi menjadi lebih penting karena menyangkut kelangsungan hidup serta hak sehat manusia. Komunikasi antar dokter dan antara dokter dengan profesi lain sudah banyak dibahas, walau pun masalah yang ada belum sepenuhnya teratasi. Komunikasi antara dokter dengan ahli farmasi menjadi semakin penting mengingat aktivitas pemberian obat kepada pasien ternyata bukan sekedar penyerahan obat dari penyedia obat kepada pasien. Berbagai aspek layak disimak mengenai komunikasi (dapat juga disebut kerja sama atau kolaborasi) antara dokter dengan ahli farmasi. Peran saling melengkapi Kamus Oxford English Dictionary menyebutkan definisi collaborate sebagai: bekerja sama pada sebuah kegiatan atau proyek; pengertian lain adalah: bekerja sama dengan lawan (dengan kecurigaan/ traitorously). Dalam kenyataan sehari-hari, pengertian yang kedua lebih sering mengemuka (disadari atau tidak) terutama jika pihak yang bekerja sama bukan berasal dari induk disiplin ilmu yang sama. Dengan kompleksnya permasalahan kesehatan maka kerja sama yang lebih baik antar profesi menjadi terasa semakin kebutuhan. Mahasiswa kedokteran diminta ikut dalam rotasi perawat agar dapat lebih memahami peran perawat dalam pengelolaan pasien; perawat diajak bekerja sama dengan fisioterapis dalam berbagai tindakan rehabilitasi untuk mempercepat tercapainya target pengobatan jasmani. Kerja sama antara ahli farmasi dengan dokter belum banyak dibahas dan dilaksanakan dalam praktek pelayanan kesehatan sehari-hari di rumah sakit baik di rawat inap mau pun di rawat jalan. Manfaat yang dapat diperoleh setidaknya dalam hal efisiensi pengobatan mau pun peningkatan keselamatan pasien. InfoPOM KERJA SAMA DOKTER DAN AHLI FARMASI PADA LAYANAN INFORMASI KESEHATAN Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Pasien DAFTAR ISI

Transcript of BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

Page 1: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Volume 10, No.5

November 2009

ISSN 1829-9334

BADAN RI POM

IPendahuluan

Komunikasi adalah tulang punggung dalam pelaksanaan sebuah

program di institusi mana pun. Dalam pelayanan kesehatan, komunikasi

menjadi lebih penting karena menyangkut kelangsungan hidup serta hak

sehat manusia. Komunikasi antar dokter dan antara dokter dengan

profesi lain sudah banyak dibahas, walau pun masalah yang ada belum

sepenuhnya teratasi. Komunikasi antara dokter dengan ahli farmasi

menjadi semakin penting mengingat aktivitas pemberian obat kepada

pasien ternyata bukan sekedar penyerahan obat dari penyedia obat

kepada pasien. Berbagai aspek layak disimak mengenai komunikasi

(dapat juga disebut kerja sama atau kolaborasi) antara dokter dengan ahli

farmasi.

Peran saling melengkapi

Kamus Oxford English Dictionary menyebutkan definisi collaborate

sebagai: bekerja sama pada sebuah kegiatan atau proyek; pengertian

lain adalah: bekerja sama dengan lawan (dengan kecurigaan/

traitorously). Dalam kenyataan sehari-hari, pengertian yang kedua lebih

sering mengemuka (disadari atau tidak) terutama jika pihak yang bekerja

sama bukan berasal dari induk disiplin ilmu yang sama. Dengan

kompleksnya permasalahan kesehatan maka kerja sama yang lebih baik

antar profesi menjadi terasa semakin kebutuhan. Mahasiswa kedokteran

diminta ikut dalam rotasi perawat agar dapat lebih memahami peran

perawat dalam pengelolaan pasien; perawat diajak bekerja sama dengan

fisioterapis dalam berbagai tindakan rehabilitasi untuk mempercepat

tercapainya target pengobatan jasmani. Kerja sama antara ahli farmasi

dengan dokter belum banyak dibahas dan dilaksanakan dalam praktek

pelayanan kesehatan sehari-hari di rumah sakit baik di rawat inap mau

pun di rawat jalan. Manfaat yang dapat diperoleh setidaknya dalam hal

efisiensi pengobatan mau pun peningkatan keselamatan pasien.

InfoPOM

KERJA SAMA DOKTER

DAN AHLI FARMASI

PADA LAYANAN INFORMASI KESEHATAN

Dalam Rangka Peningkatan Keselamatan Pasien

DAFTAR ISI

Page 2: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

Editorial

2

Pembaca yang terhormat,

Komunikasi yang baik antara dokter dengan apoteker sebagai tenaga kefarmasian dapat memberikan banyak manfaat terutama dalam hal keamanan dan keselamatan pasien. Tetapi sangat disayangkan jalur komunikasi ini sangatlah minim. Komunikasi yang terjalin ketika masalah muncul seringkali terjadi secara informal dan bersifat insidentil. Agar komunikasi terjalin dengan efisien, komunikasi tersebut harus masuk dalam sebuah sistem sehingga baik dokter maupun ahli farmasi dapat berdiskusi tentang pengelolaan pasien tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut pada kesempatan kali ini kami sa j i kan ar t i ke l ten tang Kerjasama Antara Dokter dan Ahli Farmasi Pada Layanan Informasi K e s e h a t a n D a l a m R a n g k a Peningkatan Keselamatan Pasien. Artikel ini merupakan makalah DR., Dr., Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-Kger., MEpid., FACP yang disampaikan pada Launching IONI 2008 pada tanggal 26 Oktober 2009.

A r t i k e l b e r i k u t n y a a d a l a h Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Untuk itu d iha rapkan pena ta laksanaan keracunan akibat gigitan ular berbisa dapat diketahui oleh masyarakat luas sehingga apabila ada korban gigitan ular, dapat dilakukan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi dampak racunnya.

Sebagai institusi pemerintah yang berwenang dalam pengawasan obat dan makanan, Badan POM berupaya memperkuat Sistem Pengawasan O b a t d a n M a k a n a n y a n g komprehensif dan menyeluruh. Untuk itu kami sajikan artikel Pengawasan Pasca Pemasaran oleh Badan POM RI agar pembaca lebih memahami tugas pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM.

Edisi kali ini ditutup dengan artikel mengenai Profil Balai Besar POM di Surabaya. Semoga InfoPOM edisi November ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca semua.

Selamat membaca.

Pekerjaan yang dilakukan dokter

dan ahli farmasi sebenarnya

bersi fat sal ing melengkapi

( k o m p l e m e n t e r ) ; s e c a r a

hipotetikal dapat dikatakan bahwa

kerja sama tersebut dapat

memberikan pengaruh positif

terhadap keluaran pasien (patient

outcome). Wujud kolaborasi

antara dokter dan ahli farmasi

a n t a r a l a i n m i s a l n y a :

penelusuranan informasi riwayat

obat yang lengkap dan akurat;

penyediaan informasi obat yang

lege artis; pemanfaatan evidence-

based prescribing; deteksi dini

kesalahan peresepan obat;

pemantauan obat (meningkatkan

keamanan obat); meningkatkan

c o s t - e f f e c t i v e n e s s d a l a m

peresepan obat; meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan

masing-masing pihak demi

kepuasan pasien. Kolaborasi yang

tidak optimal dapat merugikan

pasien. Pemberian obat oral yang

tidak disesuaikan dengan sifat

f a rmakok ine t i k oba t yang

b e r s a n g k u t a n p o t e n s i a l

menurunkan efektivitas obat dan

bahkan dapat meningkatkan risiko

interaksi obat.

Komunikasi

Dengan komunikasi yang baik antara dokter dengan ahli farmasi sebenarnya banyak manfaat yang dapat diperoleh terutama dalam hal keamanan dan keselamatan (pengobatan) pasien.

Namun dalam praktek sehari-hari

baik di rumah sakit (rawat inap)

mau pun rawat jalan, jalur untuk

membina komunikasi ini sangatlah

minim atau tidak ada sama sekali.

Jalur komunikasi yang tertata

dalam sistem tidak pernah terjalin.

Komunikasi yang terjalin ketika

masalah muncul sering kali terjadi

secara informal dan bersifat

insidentil. Komunikasi informal ini

memang dapat membantu; namun

ada beberapa komponen dalam

berkomunikasi yang hi lang

sehingga belum memadai untuk

sebuah kolaborasi. Komunikasi

i n f o rma l (me la l u i t e l epon

misalnya) sering kali waktunya

(timing-nya) tidak tepat; saat

dokter menerima telepon belum

tentu ia langsung dapat mengingat

pasien mana yang sedang

dibicarakan. Jika seorang ahli

farmasi harus menyampaikan

pesan temannya yang kebetulan

sudah lewat waktu tugasnya

namun belum sempat berjumpa

dengan dokter yang merawat,

maka belum tentu ahli farmasi

t e rsebu t memahami be tu l

keadaan klinis pasien sehingga

h a s i l a k h i r p e m b i c a r a a n /

konsultasi tidak optimal.

Agar komunikasi terjalin dengan

efisien, interaksi/ komunikasi

harus masuk dalam sebuah sistem

(tim terpadu misalnya); akan ada

k e s e m p a t a n u n t u k

memperkena l kan d i r i dan

menjelaskan peran ahli farmasi

pada pengelolaan pasien yang

bersangkutan. Selanjutnya, baik

dokter mau pun ahli farmasi dapat

saling berbagi (dari sudut pandang

masing-masing) dan berdiskusi

tentang pengelolaan pasien

tersebut. Dengan sistem yang

dibangun seperti di atas maka

Nopember 2009

Page 3: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

k e s a l a h a n a k i b a t

misscommun i ca t i on dapa t

dihindari.

Kerja sama tim multidisiplin

secara interdisiplin

Dalam hubungan kerja sama

antara dokter dengan ahli farmasi

setidaknya terdapat dua disiplin

ilmu dan dua profesi yang

berhubungan. Hubungan kerja

sama tersebut tentu merupakan

hubungan multidisiplin yang

pendekatannya seharusnya

bersifat interdisiplin dan bukan

bersifat multidisiplin. Pendekatan

yang bersifat multidisiplin paling

sering keliru diinterpretasikan

sebagai model interdisiplin. Pada

pendeka tan yang be rs i fa t

multidisiplin ini disiplin atau bidang

ilmu terkait berupaya untuk

mengintegrasikan pelayanan demi

kepentingan pasien. Mereka

bertemu, saling berbagi informasi,

merencanakan dan menetapkan

siapa yang akan ikut berperan/

berkontribusi dan jenis keahlian

apa yang dapat diperankan.

Namun demikian, setiap bidang

i l m u m e n g e m b a n g k a n

pengalaman di bidang masing-

masing kecuali untuk keahlian

yang memang berada pada area

'abu-abu' pada saat mereka

melakukan koordinasi. Tugas dan

tanggung jawab diterapkan pada

setiap bidang i lmu dengan

batasan yang tegas sesuai disiplin

masing-masing. Setiap bidang

melaksanakan (mempraktekkan)

peke r jaan mereka seca ra

independen, sangat berhati-hati

untuk tidak 'memasuki wilayah'

bidang lain. Pengembangan

profesionalisme terjadi di dalam

bidang masing-masing (Satin,

1996).

Pada pendekatan yang bersifat

interdisiplin, semua perencanaan,

pengembangan pengalaman, dan

p e l a k s a n a a n p e l a y a n a n

d iker jakan dengan penuh

pemahaman bahwa terdapat

tumpang t indih dalam hal

kompetensi; dipahami pula bahwa

masalah-masalah pasien dapat

saling terkait. Setiap bidang

mampu mengembangkan diri

bersama. Mereka bertemu untuk

mengevaluasi masalah yang

sedang dihadapi, membicarakan

tujuan spesifik yang harus dicapai

serta mendiskusikan berbagai

intervensi yang harus diambil

untuk mencapai tujuan tadi.

Pekerjaan, tugas dan tanggung

jawab diterapkan tidak semata-

mata berdasarkan disiplin atau

bidang terkait namun juga

berdasarkan kompetensi atau

kemampuan individu, mau pun

atas dasar kebutuhan dan situasi

masalah yang sedang dihadapi.

Peran dan tanggung jawab setiap

disiplin tidaklah kaku namun

d a p a t b e r a l i h s e s u a i

perkembangan masalah yang ada

saat itu. Pada model ini, identitas

dan praktik setiap bidang tidak

terikat pada disiplin terkait,

melainkan dapat tumbuh dan

berkembang sesuai dengan

paparan dengan disiplin lain saat

bekerja, juga dengan pengalaman

yang didapat serta sejalan

d e n g a n p e r k e m b a n g a n

kebutuhan profesional yang

semakin mendalam; yang lebih

penting adalah sesuai pula

d e n g a n k e m a m p u a n d a n

k e t e r t a r i k a n u n t u k

mengembangkan profesinya

masing-masing (Satin, 1996;

Siegler, 2006).

Proses Kolaborasi

P r o s e s k o o r d i n a s i u n t u k

mendapatkan kolaborasi yang

dapat bekerja secara optimal

m e m a n g t i d a k l a h m u d a h ;

diperlukan serangkaian proses

yang harus dilalui baik secara

formal mau pun informal. Pertama,

masing-masing pihak harus

sepakat untuk membangun

kolaborasi ini. Kedua belah pihak

seyogyanya duduk bersama dan

menuangkan seluruh pemikiran,

impian, dan keinginan masing-

masing. Kedua pihak harus

memahami buah pikiran masing-

m a s i n g d a n m e n y a t a k a n

pentingnya kerja sama ini serta

setuju untuk berkolaborasi.

Langkah berikutnya adalah

menetapkan peran dan fungsi

m a s i n g - m a s i n g d a l a m

pengelolaan pasien. Batasan

kegiatan masing-masing pihak

perlu dielaborasi secara rinci

d a n d i s e p a k a t i d e n g a n

berpatokan pada kesepakatan

pemikiran yang telah dicapai

s e b e l u m n y a ( b a h w a s a n y a

keselamatan dan kepuasan

pasien adalah yang utama serta

merupakan tujuan bersama).

Kemungk inan t e rdapa tnya

tumpang tindih dari berbagai

peran yang ada akan terlihat

s e h i n g g a k o n f l i k d a p a t

Nopember 2009

Page 4: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

k a r e n a m a s i n g - m a s i n g

p ihak te rnya ta mempunya i

v is i yang s a m a .

S e t e l a h k e s e p a k a t a n

bersama d i taa t i , mas ing-

m a s i n g p i h a k a k a n

m e n e g a s k a n k e m b a l i

p e n g e r t i a n p e n d e k a t a n

i n t e r d i s i p l i n y a n g h a r u s

d i terapkan -yang berbeda

d a r i m u l t i d i s i p l i n ,

p a r a d i s i p l i n m a u p u n

p a n d i s i p l i n . S e l a i n i t u ,

perbedaan yang ada dapat

d i s i k a p i d e n g a n t i n g k a t

to leransi yang t inggi dan

d i a n g g a p s e b a g a i a s e t

p o s i t i f . S e t i a p a n g g o t a

sal ing membantu dan saling

m e n d u k u n g ; m e r e k a

berpartisipasi aktif dan self-

initiated.

Dengan pelaksanaan kolaborasi

y a n g s e c a r a s a d a r

mengedepankan pemahaman

akan peran masing-masing

September 2009

d i h i n d a r i . K o n f l i k m a s i h

potensial timbul karena setiap

disiplin merasa paling memiliki

kompetensi (atau setidaknya

lebih kompeten daripada disiplin

la innya). Ter jadinya konf l ik

b u k a n l a h s a t u - s a t u n y a

ancaman; tidak tercapainya apa

yang disebut sebagai tujuan

bersama juga merupakan hal

y a n g p e r l u d i a n t i s i p a s i .

Pe rbedaan l a t a r be l akang

pend id i kan / pe la t i han dan

k u r a n g l a n c a r n y a

k o m u n i k a s i d i s a d a r i

merupakan ha l yang harus

d ise lesaikan dengan b i jak.

Keadaan te rsebu t d i a tas

d i s i k a p i d e n g a n

m e n g e d e p a n k a n s a l i n g

pengert ian dan pendekatan

i n t e r d i s i p l i n s e r t a

p e n t i n g n y a k o m u n i k a s i

a n t a r a n g g o t a s e b a g a i

l a n d a s a n t e r c a p a i n y a

p e n g e r t i a n b e r s a m a .

Kesepakatan dapat tercapai

Satin, DG., 1996The Interdisciplinary, Integrated Approach to Profesional Practice with the Aged. Dalam: Satin DG, Blakeney BA, Bottomley JM, Howe MC, Smith HD, eds. The Clinical Care of the Aged Person, An Interdisciplinary Perspective. New York: Oxford University Press. Hal 391-402.

Siegler, EL., 2006Developing and Managing a High-Functioning Interdisciplinary Team. Dalam : Gallo JJ, Bogner HR, Fulmer T, Paveza GJ, eds. Handbool of Geriatric Assessment. Boston: Jones and Bartlett Publishers. Hal 431-8.

Leape, LL., 1999Pharmacist participation on physician rounds and adverse drug events in the intensive care unit. JAMA; 281(3); July 1999: 267-70.

Nijjer, S., 2008Effective collaboration between doctors and pharmacists. Hospital Pharmacist; vol 15; May 2008: 179-82.

DAFTAR PUSTAKA

tersebut diharapkan hasil akhir

pengelolaan pasien dapat lebih

e f i s ien , te rh indarkan da r i

kesalahan yang tidak perlu, serta

terbangun sistem yang menjamin

keselamatan pasien dari sisi

pengobatan.

Penutup

Telah dibicarakan perlunya

kolaborasi antara dokter dengan

ahli farmasi (terutama ahli farmasi

klinik). Kesadaran akan adanya

peran yang saling melengkapi,

rasa percaya yang tinggi, serta

komunikasi yang optimal yang

tersusun dalam sebuah sistem

yang mengedepankan prinsip

interdisiplin dalam sebuah tim

multidisiplin maka keselamatan

dan keamanan pasien akan lebih

terjamin.

(Dr. Dr. Czeresna Heriawan

Soejono, SpPD-KGer., Mepid.,

FACP)

Page 5: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

5

Ular Berbisa di Indonesia

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam

tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons

pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan

kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan

sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.

Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan

kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di

sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada

beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah

gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis

dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan

akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah

pengetahuan masyarakat kami menyampaikan

informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap

gigitan ular berbisa.

Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak

terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas

ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki

sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring

tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan

bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau

intramuskular.

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi

untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga

berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut

merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan

oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa

merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang

terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang

mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi

tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks,

terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.

Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya

tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin,

usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu

atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya

serangan yang terjadi.

Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili

Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang

dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang

termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus),

ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali

(Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis

geminatus). Ular berbisa kuat yang terdapat di

Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae,

Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring

pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh

anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora

intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular

sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra

(Ophiophagus hannah). Viperidae memiliki taring

panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian

rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang

menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada

Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae

memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah

panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung

dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular

bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma

rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus

albolabris).

Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi?

Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja

perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan

penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika

orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai

sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja.

Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah,

ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa

berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.

Penatalaksanaan Keracunan

Akibat Gigitan

Nopember 2009

Ular Berbisa

Page 6: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

B a g a i m a n a M e n g e n a l i U l a r

Berbisa?

Tidak ada cara sederhana untuk

mengident i f ikasi u lar berbisa.

Beberapa spesies ular tidak berbisa

dapat tampak menyerupai ular

berbisa. Namun, beberapa ular

berbisa dapat dikenali melalui ukuran,

bentuk, warna, kebiasaan dan suara

yang dikeluarkan saat merasa

terancam. Beberapa ciri ular berbisa

adalah bentuk kepala segitiga, ukuran

gigi taring kecil, dan pada luka bekas

gigitan terdapat bekas taring.

Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan

Ular

Berdasarkan sifatnya pada tubuh

mangsa, bisa ular dapat dibedakan

menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa

yang mempengaruhi jantung dan

sistem pembuluh darah; bisa

neurotoksik , yai tu bisa yang

mempengaruhi sistem saraf dan otak;

dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang

hanya bekerja pada lokasi gigitan.

Tidak semua ular berbisa pada waktu

menggigit menginjeksikan bisa pada

korbannya. Orang yang digigit ular,

meskipun tidak ada bisa yang

diinjeksikan ke tubuhnya dapat

menjadi panik, nafas menjadi cepat,

tangan dan kaki menjadi kaku, dan

kepala menjadi pening. Gejala dan

tanda-tanda gigitan ular akan

bervariasi sesuai spesies ular yang

menggigit dan banyaknya bisa yang

diinjeksikan pada korban. Gejala dan

tanda-tanda tersebut antara lain

adalah tanda gigitan taring (fang

marks), nyeri lokal, pendarahan lokal,

memar, pembengkakan kelenjar

getah bening, radang, melepuh,

infeksi lokal, dan nekrosis jaringan

(terutama akibat gigitan ular dari famili

Viperidae).

Penatalaksanaan Keracunan

Akibat Gigitan Ular

Langkah-langkah yang harus diikuti

pada penatalaksanaan gigitan ular

adalah:

1. Pertolongan pertama, harus

dilaksanakan secepatnya setelah

terjadi gigitan ular sebelum

korban dibawa ke rumah sakit. Hal

ini dapat dilakukan oleh korban

sendiri atau orang lain yang ada di

t e m p a t k e j a d i a n . Tu j u a n

pertolongan pertama adalah

untuk menghambat penyerapan

bisa, mempertahankan hidup

k o r b a n d a n m e n g h i n d a r i

k o m p l i k a s i s e b e l u m

mendapatkan perawatan medis di

rumah sakit serta mengawasi

gejala dini yang membahayakan.

Kemudian segera bawa korban ke

tempat perawatan medis.

Me tode pe r to l ongan yang

dilakukan adalah menenangkan

korban yang cemas; imobilisasi

(membuat tidak bergerak) bagian

tubuh yang tergigit dengan cara

mengikat atau menyangga dengan

kayu agar tidak terjadi kontraksi

otot, karena pergerakan atau

kontraksi otot dapat meningkatkan

penyerapan bisa ke dalam aliran

d a ra h d a n g e ta h b e n i n g ;

p e r t i m b a n g k a n p r e s s u r e -

immobil isation pada gigitan

Elapidae; hindari gangguan

terhadap luka gigitan karena dapat

Nopember 2009

Lubang HidungMata dengan pupil vertikal

Organ pendeteksi panas

Gambar 1 :Organ pendeteksi panas (pit organ) pada Crotlinaeterletak diantara lubang hidung dan mata

Gambar 2 : Bekas gigitan ular

A : Ular tidak berbisa tanpa bekas taring

B : Ular berbisa dengan bekas taring

6

Page 7: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

meningkatkan penyerapan bisa

dan menimbulkan pendarahan

lokal.

2. Korban harus segera dibawa ke

rumah sakit secepatnya, dengan

cara yang aman dan senyaman

mungkin. Hindari pergerakan atau

kontraksi otot untuk mencegah

peningkatan penyerapan bisa.

3. Pengobatan gigitan ular

Pada umumnya terjadi salah

pengertian mengenai pengelolaan

gigitan ular. Metode penggunaan

torniket (diikat dengan keras

sehingga menghambat peredaran

darah), insisi (pengirisan dengan

alat tajam), pengisapan tempat

gigitan, pendinginan daerah yang

digigit, pemberian antihistamin

dan kortikosteroid harus dihindari

karena tidak terbukti manfaatnya.

4. Terapi yang dianjurkan meliputi:

a. Bersihkan bagian yang terluka

dengan cairan faal atau air

steril.

b. Untuk efek lokal dianjurkan

imobil isasi menggunakan

perban katun elastis dengan

lebar + 10 cm, panjang 45 m,

yang dibalutkan kuat di

sekeliling bagian tubuh yang

tergigit, mulai dari ujung jari

kaki sampai bagian yang

terdekat dengan gigitan.

Bungkus rapat dengan perban

seperti membungkus kaki yang

terkilir, tetapi ikatan jangan

terlalu kencang agar aliran

darah tidak terganggu.

Penggunaan torniket tidak

dianjurkan karena dapat

mengganggu aliran darah dan

pelepasan torniket dapat

menyebabkan efek sistemik

yang lebih berat.

c. P e m b e r i a n t i n d a k a n

pendukung berupa stabilisasi

y a n g m e l i p u t i

penatalaksanaan jalan nafas;

penata laksanaan fungs i

p e r n a f a s a n ;

penatalaksanaan sirkulasi;

penatalaksanaan resusitasi

perlu dilaksanakan bila

kondisi klinis korban berupa

hipotensi berat dan shock,

s h o c k p e r d a r a h a n ,

k e l u m p u h a n s a r a f

pernafasan, kondisi yang

tiba-tiba memburuk akibat

ter lepasnya penekanan

perban, hiperkalaemia akibat

rusaknya otot rangka, serta

k e r u s a k a n g i n j a l d a n

komplikasi nekrosis lokal.

d. P e m b e r i a n s u n t i k a n

antitetanus, atau bila korban

pernah mendapatkan toksoid

maka diberikan satu dosis

toksoid tetanus.

e. Pemberian suntikan penisilin

kristal sebanyak 2 juta unit

secara intramuskular.

f. Pemberian sedasi atau

a n a l g e s i k u n t u k

menghilangkan rasa takut

cepat mati/panik.

g. Pemberian serum antibisa.

Karena bisa ular sebagian

besar terdiri atas protein,

maka si fatnya adalah

antigenik sehingga dapat

dibuat dari serum kuda. Di

Indonesia, antibisa bersifat

p o l i v a l e n , y a n g

mengandung an t ibod i

terhadap beberapa bisa

ular. Serum antibisa ini

hanya diindikasikan bila

t e r d a p a t k e r u s a k a n

jaringan lokal yang luas.

(Tanti Kuspriyanto, Ssi, Msi)

-Sentra Informasi Keracunan Nasional-

-Badan Pengawas Obat dan Makanan-

Pustaka

Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia Region, World Health Organization, 2005.

Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2002.

Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28, Number 3, March, 2001.

Nopember 2009

Gambar 3 :Imobilisasi bagian tubuhmenggunakan perban.

SEGENAP

KARYAWAN

BADAN PENGAWASOBAT DAN MAKANAN

Mengucapkan

SELAMAT TAHUN BARU

2010

Page 8: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

Nopember 2009

Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia yang

merupakan bagian integral dari pembangunan

kesehatan secara umum harus dapat mengantisipasi

perubahan lingkungan strategis yang senantiasa

berubah secara dinamik. Perubahan-perubahan

tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung

maupun tidak langsung pada sistem pengawasan obat

dan makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat

dan tepat. Dalam upaya meningkatkan perlindungan

kesehatan masyarakat dari risiko produk obat dan

makanan yang berisiko terhadap kesehatan termasuk

diantaranya adalah produk palsu, substandar atau

ilegal, Badan POM berupaya memperkuat Sistem

Pengawasan Obat dan Makanan yang komprehensif

dan menyeluruh.

Tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan

makanan mempunyai lingkup yang luas dan

kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup

rakyat banyak dengan sensitifitas publik yang tinggi

serta berimplikasi luas pada keselamatan dan

kesehatan konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat dilakukan

secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat,

tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistemik, mulai dari

kualitas bahan yang digunakan, cara-cara pembuatan, distribusi,

penyimpanan, sampai produk tersebut siap dikonsumsi oleh

masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar global, pengawasan

harus dilakukan mulai dari produk masuk di entry point sampai

peredaran di pasar. Pada seluruh mata rantai tersebut harus ada

sistem yang memiliki mekanisme yang dapat mendeteksi kualitas

produk sehingga secara dini dapat dilakukan pengamanan jika terjadi

degradasi mutu, produk sub standar, kontaminasi dan hal-hal lain

yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Untuk menyelenggarakan tugas pemerintah di bidang pengawasan

obat dan makanan tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur

pengawasan yang kuat, memiliki integritas dan kredibilitas

profesional yang tinggi serta memiliki kewenangan untuk

melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi

mandat kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk

melaksanakan tugas tersebut.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebelum produk diizinkan

untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di Indonesia harus

dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan,

kemanfaatan dan mutunya.

Untuk produk obat, dalam evaluasi tersebut, dikembangkan suatu

mekanisme evaluasi yang obyektif melalui pembentukan tim

independen Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ).

Komite tersebut terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai

universitas serta institusi terkait. Pertemuan berkala dilakukan untuk

membahas dan mengevaluasi keamanan, kemanfaatan dan mutu

obat berdasarkan data ilmiah yang diserahkan, berupa data preklinik

dan data klinik serta data penunjang lain.

Evaluasi mutu dilakukan untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi

dan standar untuk zat aktif, zat tambahan dan produk jadi serta bahan

kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM mensyaratkan

bahwa setiap produk obat yang dihasilkan harus melalui proses

produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Sedangkan untuk setiap produk obat tradisional harus memenuhi

persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB),

produk kosmetik harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan

Kosmetik yang Baik (CPKB) dan setiap produk pangan harus

memenuhi persyaratan Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.

Evaluasi terhadap penandaan atau label pada kemasan produk

dilakukan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap,

obyektif dan tidak menyesatkan, sehingga dapat menjamin

PENGAWASAN

PASCA PEMASARAN

oleh BADAN POM RI

8

Page 9: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

9Nopember 2009

penggunaan produk yang tepat dan

aman.

Seluruh rangkaian evaluasi yang

dilakukan sebelum produk diedarkan ke

masyarakat merupakan langkah-

langkah pengawasan pre-market (pra-

pemasaran).

Selain melakukan pengawasan melalui

evaluasi pre-market, Badan POM juga

melakukan post-market surveilans

dengan melakukan sampling dan

pengujian laboratorium atas produk yang

beredar.

Untuk pemantauan keamanan obat

sesudah beredar dilakukan melalui

program Monitoring Efek Samping Obat

(MESO). Untuk melaksanakan program

ini, Pusat MESO Nasional bekerjasama

dan berkomunikasi dengan mitra kerja

antara lain tenaga kesehatan (dokter,

apoteker, bidan), Rumah Sakit,

Akademisi, Organisasi Profesi di bidang

kesehatan, WHO dan Drug Regulatory

Authority Negara lain. Melalui program

ini Badan POM menerbitkan dan

mengirimkan buletin Berita MESO serta

menyebarkan formulir MESO yang

dikenal dengan form kuning MESO ke

seluruh Rumah Sakit dan Puskesmas di

seluruh Indonesia, 2 (dua) kali dalam

setahun. Metode pelaporan dalam

program MESO adalah pelaporan

secara sukarela dari tenaga kesehatan.

Terhadap laporan Efek Samping Obat

(ESO) yang diterima akan dilakukan

pengkajian mengenai validitas laporan,

validitas efek samping dan hubungan

kausal antara ESO dengan obat yang

digunakan. Pengkajian dilakukan

bersama Tim ahli MESO dari FKUI dan

selanjutnya hasil pembahasan ini

dilaporkan ke WHO. Selain itu juga

dilakukan pengkajian isu global terkait

keamanan obat yang berkembang di

negara lain. Bila diperlukan akan

ditetapkan suatu rekomendasi tindak

lanjut regulatori. Untuk produk lain

seperti obat tradisional, suplemen

makanan dan kosmetik juga dilakukan

Monitoring Efek Samping Obat

Tradisional (MESOT), Monitoring Efek

Samping Suplemen Makanan (MESM)

dan Monitoring Efek Samping Kosmetik

(MESK).

Selain itu, untuk memantau peredaran

dan mencegah penyimpangan dalam

distribusi obat impor perlu dilakukan

pengawasan sejak di entry point,

demikian juga untuk mencegah

penyalahgunaan bahan baku obat

untuk kepentingan ilegal, Untuk

memantau peredaran dan mencegah

penyimpangan dalam distribusi obat

impor perlu dilakukan pengawasan sejak

di entry point, demikian juga untuk

mencegah penyalahgunaan bahan baku

obat untuk kepent ingan i legal ,

dipandang perlu dilakukan pengawasan

sejak pemasukannya ke wilayah

Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal

10 Juli 2005 diterbitkan peraturan Kepala

Badan POM No. HK.00.05.1.3459

tentang Pengawasan Pemasukan Obat

Impor dan No. HK.00.05.1.3460 tentang

Pengawasan Pemasukan Bahan Baku

Obat.

Salah satu hasil pengawasan post

market surveilans yang dilakukan oleh

Badan POM dipaparkan dalam text-box.

Dra. Tri Asti, Mpharm

Pusat Informasi Obat Nasional

TEMUAN PRODUK ILLEGAL DI PASAR PAGI ASEMKAPada hari Selasa, tanggal 21 Juli 2009, Tim Gabungan dari Badan POM RI, Balai Besar POM di Jakarta dan Korwas PPNS POLDA Metro Jaya melakukan pemeriksaan sarana distribusi Toko Obat SS, Toko Kosmetik HD, dan Toko Parfum (tanpa nama) berlokasi di Pasar Pagi ASEMKA Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kodya Jakarta Barat.Pada pemeriksaan di Toko Obat SS ditemukan obat Tanpa Izin Edar (TIE) dan atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Farmakope, obat tradisional TIE dan atau mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), suplemen TIE terutama obat - obat China seperti Viagra, Cialis, obat Kuat Kebo, Obat Walet dan lain-lain sebanyak 96 item yang diamankan dalam 87 karton/ karung. Dalam pemeriksaan berhasil dilakukan pengembangan kasus sehingga ditemukan juga lokasi gudang yang berisi obat, obat tradisional, suplemen TIE dan atau TMS Farmakope di Lantai 2 Pasar Pagi Asemka. Pada pemeriksaan di Toko Kosmetik HD Asemka di Jakarta Barat ditemukan kosmetik TIE sebanyak 21 item yang diamankan dalam 6 karton dan 5 karung. Pada Toko Parfum (tanpa nama) ditemukan kosmetik TIE sebanyak 88 item, 52 kardus dan 3 karung. Parfum tersebut merupakan parfumimpor eks Taiwan yang dimasukkan ke Indonesia secara illegal. Terhadap seluruh produk illegal tersebut diamankan di Badan POM.Indikasi bahwa produk tersebut TIE dan atau TMS Farmakope antara lain ditemukan produk ruahan (siap kemas) beserta kemasan kosong dan hologram yang terpisah dari produk, kemasan yang tidak seragam, dan harga lebih murah dari harga normal.Kasus ini akan ditindaklanjuti secara pro-justitia (saat ini sedang dalam tahap pemeriksaan tersangka dan saksi serta penyusunan administrasi penyidikan) dengan jeratan Pasal 80 ayat (4) b, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ”Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)” dan Pasal 81 ayat (2) c : ”Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).Disamping itu tetap dilakukan pengembangan kasus yang terkait dengan temuan di Asemka Jakarta Barat ini.

Page 10: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

Jawa Timur adalah sebesar 807 jiwa perkilometer persegi,

dengan angka kematian bayi di Jawa Timur pada 2007

32,93% dan angka harapan hidup 68,90. Laju pertumbuhan

ekonomi Jawa Timur pada tahun 2006 adalah 5,80%.

Jumlah sarana yang termasuk dalam ruang lingkup

pengawasan Balai Besar POM di Surabaya meliputi 42

Industri Farmasi, 5 Industri Obat Tradisional, 245 Industri Kecil

Obat Tradisional, 128 Industri Kosmetika, 77 Industri PKRT,

345 Industri Pangan, 17.063 Industri Rumah Tangga Pangan,

346 Pedagang Besar Farmasi, 161 Rumah Sakit Umum dan

Khusus, 909 Puskesmas, 1.706 Apotek, 338 Toko Obat, 38

Gudang Farmasi, 140 sarana distribusi obat tradisional, 497

sarana distribusi kosmetika, 1.150 saran distribusi pangan,

130 sarana distribusi suplemen makanan, sarana distribusi

bahan berbahaya dan 116 sarana penjualan parcel.

B. Lingkungan Internal

Jumlah pegawai Balai Besar POM di Surabaya seluruhnya

adalah 143 orang. Terdiri dari 54 pegawai laki-laki dan 89

pegawai perempuan (data per 31 Desember 2008) orang. Dari

jumlah tersebut 24 orang pegawai golongan IV, Golongan III

100 orang dan 19 orang golongan II. Pejabat struktural

berjumlah 11 orang, pejabat fungsional PFM golongan IV

berjumlah 5 orang, PFM golongan III berjumlah 43 orang dan

pejabat fungsional PFM golongan II 2 orang. Jumlah total

pegawai di Sub. Bag. TU adalah 30 orang, Bidang

Pemeriksaan dan Penyidikan 30 orang, Bidang Pengujian

Pangan dan Bahan Berbahaya 15 orang, Bidang Pengujian

Mikrobiologi 9 orang, Bidang Pengujian Produk Terapetik, OT,

Kosmetik dan Produk Komplemen 36 orang dan Bidang

Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen 13 orang.

Balai Besar POM di Surabaya beralamat di Jalan

Karangmenjangan No.20/22 Surabaya. Terdapat 4 saluran

telepon, 1 menggunakan sistem PABX kapasitas 36

ekstension untuk menghubungi Balai Besar POM di Surabaya

yaitu (031) 5022815, 5020575, 5048833, 5015486 dan

terdapat 5 saluran faximili.Sedangkan alamat e-mail yang

dapat dihubungi adalah [email protected] serta

[email protected]

HASIL KEGIATAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

TAHUN 2008

Pada tahun 2008 telah dilakukan pemeriksaan terhadap

sarana produksi dan distribusi obat, NAPZA, obat tradisional,

kosmetika, suplemen makanan, pangan dan bahan

berbahaya serta dilakukan pengambilan contoh komoditi

produk-produk tersebut untuk diuji di Laboratorium Balai

Besar POM di Surabaya.

Nopember 2009

PROFIL

Di Surabaya

Balai Besar POM

Balai Besar POM di Surabaya merupakan salah satu Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM yang dibentuk

berdasarkan SK Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM

tanggal 17 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan

Makanan. Sebagai UPT, tentunya Balai Besar POM di

Surabaya mempunyai tugas dan fungsi pengawasan obat dan

makanan di wilayah Propinsi Jawa Timur dalam rangka

memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap risiko

yang berdampak pada kesehatan akibat penggunaan dan

penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika dan zat adiktif

(NAPZA), obat tradisional, pangan, suplemen makanan,

kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT)

yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan

dan mutu.

KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN

A. Lingkungan Eksternal

Wilayah kerja (catchment area) Balai Besar POM di Surabaya

adalah 29 kabupaten dan 9 kota di Jawa Timur. Luas wilayah 2 kerja 46.428,38 km dan wilayah terjauh dari Ibukota adalah

Kabupaten Banyuwangi dan Pacitan. Terdapat 4 Kabupaten

berada di pulau Madura. Untuk mencapai wilayah kerja Balai

Besar POM di Surabaya, bisa ditempuh dengan jalan darat

menggunakan mobil, dan beberapa daerah bisa

menggunakan kereta api, sedangkan untuk ke Pulau Madura

dapat ditempuh menggunakan kapal selain darat. Rata-rata

waktu perjalanan ke wilayah kerja ditempuh selama 4 jam

dimana paling lama perjalanan ditempuh selama 6 jam dan

paling cepat 2 jam. Sedangkan waktu perjalanan di satu

wilayah kerja rata-rata 3 jam dimana paling lama 4 jam dan

paling singkat 2 jam.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Balai Besar POM di

Surabaya adalah 37.478.737 jiwa (Badan Pusat Statistik Jawa

Timur, Desember 2008). Kota Surabaya mempunyai jumlah

penduduk yang paling besar, yaitu 2.720.156 jiwa, diikuti

Kabupaten Malang sebesar 2.442.422 jiwa dan Kabupaten

Jember yaitu 2.293.740 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk

Page 11: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

Pengawasan Produk Beredar

Pada tahun 2008 produk terapetik/Obat, NAPZA dan PKRT yang

diuji berjumlah 3.833 sampel. Sampel terdiri dari Obat (1866

sampel), NAPZA (114 sampel), Alkes (18 sampel), PKRT (117

sampel) sedangkan rokok tidak dilakukan sampling karena belum

berfungsinya alat uji yang ada di BBPOM di Surabaya. Sampling

pangan dilakukan pada 204 sampel jajanan anak sekolah, 382

sampling seri, 66 sampel garam beryodium, 941 sampel produk

pangan sesuai prioritas sampling. Obat Tradisional (875 sampel),

Kosmetika (697 sampel), Suplemen (101 sampel). Hasil uji

menunjukkan 0,59% sampel obat; 9,49% obat tradisional; 15,1%

kosmetika tidak memenuhi syarat. Jajanan anak perlu sangat

diperhatian karena jumlah yang tidak memenuhi syarat cukup

tinggi yaitu 60,8% dari 204 sampel MAJS yang diuji, utamanya

karena mengandung cemaran mikrobiologi dan boraks. Hasil uji

Obat Tradisional menunjukkan 11,2% sampel tidak memenuhi

syarat. Pelanggaran terbanyak pada produk obat tradisional

adalah adanya kandungan Bahan Kimia Obat (BKO). Jenis BKO

yang paling banyak ditemukan adalah parasetamol. Pada sediaan

kosmetika, yang terbanyak adalah pelanggaran pada label, yaitu

tidak mencantumkan nomor batch, nama pabrik atau keduanya.

Kosmetika beredar masih juga ditemukan mengandung bahan

berbahaya merkuri (1 sampel), pewarna yang dilarang (7 sampel),

dan penetapan kadar zat aktif yang melampaui batas yang

diperbolehkan.

Pemeriksaan Sarana Produksi Dan Distribusi Farmasi dan

Alat Kesehatan (Farmakes)

Cakupan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi

farmakes masih kecil dibanding sarana yang ada.

Sarana Industri Farmasi yang ada 42 diperiksa 20 (47,62%),

11

semua sarana industri farmasi yang diperiksa belum menerapkan

CPOB dengan baik.

· PBF yang ada 346 sarana, yang diperiksa 175 PBF

(50,58%) dan ditemukan 19 sarana PBF yang tidak

memenuhi ketentuan.

· Produsen pangan jumlah 13.345 sarana, diperiksa 246

sarana (1,8%) tidak memenuhi ketentuan 59 sarana

(23,98%). Produsen IRTP diperiksa 297 sarana, tidak

memenuhi ketentuan 63 sarana (21,2%), perlu diketahui

bahwa pengawasan IRTP menjadi tanggung jawab

Kabupaten/Kota sehingga pengawasan rutin oleh Balai

POM sangat dikurangi. Pengawasan distribusi makanan

dilakukan terhadap 274 sarana, sedang pada kegiatan

pengamanan parcel Lebaran, Natal dan tahun Baru

diperiksa 111 sarana dan ditemukan 182 produk yang tidak

memenuhi syarat

· Sarana distribusi NAPZA meliputi 3 sarana PBF Narkotika

dan 52 sarana Psikotropika. Dari 3 sarana PBF Narkotika

diperiksa 2 sarana (66,67%) yang hasilnya satu sarana

tidak memenihi ketentuan. Dan dari 52 PBF sarana

Psikotropika diperiksa 14 sarana (26,92 %) yang hasilnya

3 saran tidak memenuhi ketentuan.

· Jumlah sarana produksi kosmetika di Jawa Timur

sebanyak 128 sarana. Diperiksa dalam rangka

pengawasan rutin: 75 (60%) sarana dan ditemukan 3 (4%)

sarana tidak memenuhi ketentuan.

· Cakupan pengawasan industri obat tradisional sebanyak

94 (38,37%) dari sarana yang ada, hasil pemeriksaan

menunjukkan 16 (17,02%) sarana tidak memenuhi

ketentuan.

· Tahun 2008 iklan yang diawasi dan dinilai sebanyak 4.350

iklan dan 1.731 (39,79%) diantaranya tidak memenuhi

ketentuan.

Penyidikan

Penyidikan kasus tindak pidana bidang obat dan makanan berhasil

menjaring 20 kasus, semua pemberkasan dilakukan oleh PPNS

Balai Besar POM Surabaya. Adapun sarana-sarana yang

melakukan pelanggaran tersebut terdiri dari sarana distribusi (toko,

toko jamu), sarana produksi kosmetika dan rumah tinggal tersebar

di beberapa kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Timur.

Pelayanan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dalam rangka pelayanan dan pemberdayaan masyarakat telah

diterima dan ditindaklanjuti 779 pengaduan, serta telah

dilaksanakan penyebaran informasi ke berbagai instansi dan media

sebanyak 48 kali. Dan untuk meningkatkan pengetahuan petugas

Balai Besar POM di Surabaya, Dinas Kesehatan Kab/Kota dan

produsen telah dilatih tentang Distric Food Inspector sebanyak 38

orang dari perwakilan 38 Kab/Kota wilayah kerja Balai Besar POM

di Surabaya.

Nopember 2009

Kepala Balai Besar POM Surabaya

Drs.Sudiyanto, Apt.

Kepala Bidang Pengujian Teranokoko

Dra. Retno Chatulistiani P, Apt

Kepala Bidang Pengujian Pangan dan BB

Drs. Muhammad Muchtar, Apt., MH

Kepala Bidang Mikrobiologi

Dra. Puryani

Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan informasi Konsumen

Dra. Endang Widowati, Apt

Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

Dra. Harlina Samadi, Apt

Ka Sub Bag TU

Dra. Retno Kurpaningsih, Apt

Ka Sie Layanan Informasi Konsumen

Drs. Suprihadi, Apt.

Ka Sie Sertifikasi

Dra. Lindawati, Apt

Ka Sie Pemeriksaan

Drs. Kotot Munarto, Apt

Ka Sie Penyidikan

Dra. Trikoranti Mustikawati, Apt

Page 12: BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA …

Alamat Redaksi : Pusat Informasi

O b a t d a n M a k a n a n B a d a n

Pengawas Obat dan Makanan, Jl.

Percetakan Negara No. 23, Jakarta

Pusat, Telp. 021-4259945, Fax. 021-

4 2 8 8 9 1 1 7 , e - m a i l :

[email protected]

Penasehat : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; Penanggung jawab : Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan; Pimpinan Redaksi : Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan; Sekretaris Redaksi: Budi Djanu Purwanto, SH, MH; Tim Editor : Dra. Hardaningsih, MHSM, Dra. Sri Mulyani, Apt, Dra. Dyah Nugraheni, Apt, Suyanto, SP, MSi, Yustina Muliani, SSi, Apt, Yusra Egayanti, SSi, Apt, Yuli Hijrah Saputri, SSi, Apt, Ellen Simanjuntak, SE, Dra. Tri Asti I, Apt, Mpharm, Dra. Muti Hadiyani, Rohyanih, SKom, Dewi Sofiah, SSi, Apt; Redaksi Pelaksana : Y u l i n a r , S K M , I n d a h Widiyaningrum, Ssi, Apt, Eriana Kartika Asri, Ssi, Apt, Denik Prasetiawati, SFarm, Apt, Arlinda Wibiayu, Ssi, Apt; Sekretariat : Sandhyani ED, Ssi, Apt, Tanti Kuspriyanto, Ssi, Msi, Anis Siti Annisa, SKom; Sirkulasi : Surtiningsih, Netty Sirait.

Redaksi menerima naskah yang

berisi informasi yang terkait

dengan obat, kosmetika, obat

tradisional, produk komplemen,

zat adiktif dan bahan berbahaya.

Kirimkan melalui alamat redaksi

dengan format minimal MS. Word

97, spasi ganda maksimal 4

halaman A4.

InfoPOM

BALAI BESAR POM DI SURABAYA

LABORATORIUM TERANOKOKO