BABII TINJAUANPUSTAKA personal protective adalah alat-alat ...
Transcript of BABII TINJAUANPUSTAKA personal protective adalah alat-alat ...
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alat Pelindung Diri
2.1.1 Definisi
Alat pelindung diri (APD) atau personal protective
equipment adalah alat-alat atau perlengkapan yang wajib
digunakan untuk melindungi dan menjaga keselamatan pekerja saat
melakukan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya atau resiko
keccelakaan kerja. Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus
sesuai dengan potensi bahaya dan resiko pekerjaannya sehingga
efektif melindungi pekerja sebagai penggunanya (Halajur, 2018).
Alat pelindung diri merupakan peralatan yang wajib digunakan
saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
Menurut buku yang berjudul Hospital Infection Control
Guidelines : Principles and Practice (Sanjeev, Kumar Gupta, &
Kant, 2012) alat pelindung diri harus digunakan oleh :
1. Petugas kesehatan yang melakukan perawatan langsung
kepada pasien dan petugas yang harus kontak langsung
dengan darah, cairan tubuh pasien, sekret maupun hasil
pengeluaran dari tubuh pasien.
2. Petugas selain tenaga medis yang bekerja di lingkungan
pelayanan kesehatan seperti petugas laundry maupun petugas
kebersihan yang mungkin kontak dengan darah, cairan tubuh
pasien, sekret maupun hasil pengeluaran dari tubuh pasien.
3. Petugas laboratorium yang menangani spesimen pasien.
4. Anggota keluarga pasien yang melakukan perawatan langsung
kepada pasien dimana mereka mungkin terkena kontak
20
langsungg dengan darah, cairan tubuh pasien, sekret maupun
hasil pengeluaran lainnya dari tubuh pasien.
Penggunaan alat pelindung diri bisa mengurangi, namun
tidak dapat menghilangkan semua resiko tertularnya penyakit.
Sangat penting menggunakan alat pelindung diri dengan efektif
dan tepat saat melakukan semua tindakan yang berhubungan
langsung dengan pasien. Ketersediaan alat pelindung diri dan
pengetahuan tentang penggunaan alat pelindung diri sangat penting.
Para petugas kesehatan harus mengetahui bahwa penggunaan alat
pelindung diri tidak untuk menggantikan hygiene dasar seperti cuci
tangan. Penggunaan alat pelindung diri dan mencuci tangan adalah
tindakan dasar agar kontrol infeksi berjalan dengan efektif.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang dapat digunakan
untuk penggunaan alat pelindung diri, yaitu :
1. Penggunaan alat pelindung diri haruus dipilih berdasarkan
paparan resiko. Petugas kesehatan harus bisa menilai apakah
mereka beresiko terpapar oleh darah, cairan tubuh pasien,
sekret atau hasil pengeluaran dari tubuh pasien dan memakai
alat pelindung diri yang sesuai dengan resiko yang didapatkan.
2. Hindari kontak dengan alat pelindung diri yang telah digunakan
dan permukaan yang mungkin terpapar, baju dan orang-orang
diluar area pasien.
3. Buang alat pelindung diri bekas pakai kedalam kantong
pembuangan yang sesuai dan buang sesuai dengan kebijakan
yang telah diterapkan.
4. Jangan menggunakan alat pelindung diri secara bergantian.
5. Mengganti alat pelindung diri dan mencuci tangan saat akan
melakukan tindakan untuk pasien yang lain.
21
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Alat Pelindung Diri
Petugas kesehatan terutama yang berhubungan langsung
dengan pasien, salah satunya seperti perawat yang memiliki resiko
tinggi tertular penyakit. Penularan ini bisa lewat sentuhan, udara,
droplet, maupun tertusuk jarum suntik. Oleh karena itu penggunaan
alat pelindung diri bisa mengurangi resiko atau dampak yang
ditimbulkan.
Tujuan dan manfaat penggunaan alat pelindung diri di
fasilitas kesehatan tidak hanya bermanfaat bagi petugas kesehatan.
Namun, manfaat penggunaan alat pelindung diri di fasilitas
kesehatan juga memberikan manfaat bagi pasien. Pada dasarnya
penggunaan alat pelindung diri ini adalah untuk mengurangi
penularan penyakit baik itu dari pasien ke petugas kesehatan
maupun dari petugas kesehatan ke pasien.
Tujuan penggunaan alat pelindung diri bagi tenaga
kesehatan adalah untuk melindungi tubuh dari paparan bahaya
yang ada di fasilitas kesehatan serta meminimalisir resiko
penularan penyakit. Pemakaian alat pelindung diri di fasilitas
kesehatan bertujuan untuk :
1. Mencegah perawat bersentuhan langsung dengan pasien.
2. Mencegah cipratan darah atau cairan tubuh pasien agar tidak
langsung kontak dengan tubuh.
3. Mencegah penularan lewat airbone
2.1.3 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri untuk Tenaga Kesehatan
Menurut buku Hospital Infection Control Guidelines :
Principles and Practice (Sanjeev et al., 2012) alat pelindung diri
yang biasa digunakan oleh tenaga kesehatan antara lain :
1. Sarung tangan (gloves)
Sarung tangan (bersih, tidak steril) dugunakan saat
kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, sekresi dan
22
ekskresi atau membran mukosa. Mengganti sarung tangan
saat telah selesai melakukan tindakan dan saat akan
melakukan kontak dengan pasien lain. Pergantian sarung
tangan pada satu pasien yang sama saat di tengah-tengah
melakukan prosedur tindakan adalah untuk mengurangi
terjadinya kontaminasi silang antara satu bagian tubuh ke
bagian tubuh yang lain.
Segera buang sarung tangan saat setelah melakukan
tindakan dan gunakan sarung tangan baru untuk pasien
yang lain. Segera cuci tangan dengan sabun atau
menggunakan cairan antiseptik setelah melepaskan sarung
tangan. Sarung tangan disposable tidak boleh digunakan
kembali dan harus dibuang sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan.
2. Masker (mask)
Menggunakan masker untuk melindungi membran
mukosa mulut dan hidung saat melakukan tindakan yang
memungkinkan terjadinya cipratan darah, cairan tubuh,
sekresi maupun ekskresi. Menggunakan masker bedah lebih
baik daripada menggunakan masker dengan bahan kapas
atau kassa. Masker bedah didesain intuk menahan cairan
hingga berbagai tingkat tergantung pada desain bahan
masker yang digunakan. Tidak diperbolehkan
menggunakan masker secara bergantian dan buang masker
bekas pakai sesuai dengan aturan yang tela ditetapkan.
3. Pelindung mata dan wajah (Goggles/Visors/Face Sield)
Menggunakan pelindung mata dan wajah untuk
melindungi membran mukosa mata saat melakukan
prosedur tindakan yang memungkinkan terjadinya cipratan
darah atau cairan tubuh pasien. Jika menggunakan
pelindung mata dan wajah disposable maka buang
pelindung mata dan wajah bekas pakai pada tempat yang
23
sudah ditetapkan. Jika menggunakan pelindung mata dan
wajah yang bisa digunakan kembali, lakukan
dekontaminasi alat terlebih dahulu sebelum digunakan
kembali.
4. Gowning dan plastik apron
Gunakan gowning (bersih, tidak steril) untuk
melindungi kulit dan mencegah cipratan darah atau cairan
tubuh pasien langsung ke baju. Dianjurkan untuk memakai
gowning yang kedap atau tahan terhadap cairan jika
melakukan tindakan yang berpotensi menghasilkan cipratan
cairan dari tubuh pasien. Segera lepaskan gowning yang
sudah kotor atau basah setelah melakukan tindakan
keperawatan.
Apron plastik biasanya digunakan diluar gowning
untuk melindungi dari paparan darah dan cairan tubuh
pasien. Cuci gowning atau apron jika dapat digunakan
kembali sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Jika
menggunakan gowning atau apron sekali pakai maka
langsung buang gowning atau apron bekas pakai pada
tempat yang sesuai.
5. Topi dan Boots/pelindung sepatu
Menggunakan topi dan boots/pelindung sepatu saat
melakukan prosedur yang berpotensi menyebebkan cipratan
darah atau cairan tubuh pasien sampai terkena rambut atau
sepatu. Cuci topi dan penutup sepatu sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan jika dapat digunakan
kembali. Jangan menggunakan kembali topi dan pelindung
sepatu jika itu disposable, dan segara buang ke tempat yang
sesuai. Cuci dan lakukan desinfeksi jika akan digunakan
kembali.
24
2.1.4 Alat Pelindung Diri untuk COVID-19
WHO merekomendasikan untuk penggunaan alat pelindung
diri yang rasional dalam perawatan kesehatan dan perawatan di
rumah seperti di bawah ini
Tabel 2.1.4-1 Alat pelindung diri untuk COVID-19No Produk APD Deskripsi
1 Mask, Medical-healthcare
worker
Masker medis, sirkulasi udara baik,
permukaan internal dan eksternal
harus menyaring 98% droplet, lebih
disarankan masker dengan bahan
tahan cairan
2 Goggles, glasses protective Bingkai terbuat dari PVC atau
plastik yang fleksibel agar mudah
dipasang pada semua bentuk wajah,
menutupi mata dan area sekitar
mata, lensa platik bening dan tahan
kabut serta gores. Tali yang bisa
disesuaikan agar tidak mudah
kendur saleama aktivitas klinis.
Ventilasi tidak langsung untuk
menghindari fogging. Mungkin
dapat digunakan kembali asalkan
pengaturan yang sesuai untuk
dekontaminasi tersedia atau sekali
pakai
3 Face Shield Terbuat dari plastik bening dan
memberikan jarak pandang yang
baik bagi tenaga kesehatan dan
pasien. Tali yang bisa disesuaikan
25
untuk dipasang lebih kuat di sekitar
kepala dan pas di dahi, tahan kabut
lebih diutamakan. Menutupi sisi dan
panjang wajah. Dapat digunakan
kembali jika sudah melalui proses
desinfeksi dan sterilisasi atau bisa
sekali pakai.
4 Particulate respirator Filtrasi partikel yang baik minimal
94% atau 95%, memungkinkan
bernapas dengan baik dengan desain
yang tidak menempel pada mulut,
dapat diuji untuk ketahanan terhadap
cairan (NIOSH/FDA bedah N95, EN
149 FFP2 + jenis IIR, GB19083
Kelas/level 1)
5 Gloves, examination (non-
steril)
Sarung tangan untuk tindakan tidak
steril, bahan latex, nitrile. Ketebalan
minimal 0,05mm.
6 Gloves, surgical (steril) Sarung tagan operasi steril, bahan
latex, nitrile. Sarung tangan harus
panjang mencapai pergelangan
tangan. Ketebalan minimum
0,10mm.
7 Apron Bahan apron 100% poliester dengan
lapisan PVC, atau 100% PVC, atau
100% karet, atau bahan berlapis
tahan cairan lainnya. Terdapat tali
yang dijahit untuk pengikat pada
leher dan punggung. Berat dasar
minimum 300g/m2. Ukuran ideal
26
lebar 70-90 cm dan tinggi 120-150
cm. Dapat digunakan kembali
asalkan telah melewati proses
desinfeksi dan sterilisasi.
8 Gown, surgical Gown sekali pakai terbuat dari
bahan nonwoven, steril atau tidak
steril, terbuat dari bahan anti cairan
2.1.5 Penggunaan Alat Pelindung Diri di Masyarakat pada Masa
Pandemi COVID-19
Untuk mencegah infeksi virus Corona, WHO
merekomendasikan untuk mencuci tangan secara teratur, menutup
mulut dan hidung ketika bersin ataupun batuk, hindari kontak
dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pada saluran
pernapasan seperti batuk dan bersin. Sebagai respon menghadapi
pandemi COVID-19 negara-negara di seluruh dunia telah
menetapkan berbagai kebijakan kesehatan dan sosial
kemasyarakatan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),
Social Distancing, penutupan kegiatan perekonomian, kebijakan
sekolah dan bekerja secara daring di rumah, karantina wilayah,
pembatasan perjalanan baik dalam maupun luar negeri (Lestari,
2020).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang protokol kesehatan
bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka
pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019
(COVID-19), menyatakan bahwa masyarakat di tempat dan
fasilitsas umum harus memenuhi syarat-syarat berikut :
27
1) Memastikan diri dalam kondisi sehat sebelum keluar rumah,
jika mengalami gejala seperti demam, batuk, pilek, nyeri
tenggorokan, dan/atau sesak nafas, tetap di rumah dan
periksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila
berlanjut.
2) Selalu menggunakan masker saat perjalanan dan selama
berada di pasar.
3) Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan
pakai sabun dengan air atau menggunakan handsanitaizer.
4) Hindari menyentuh area wajah seperti mata, hidung, dan
mulut.
5) Tetap memperhatikan jaga jarak minimal 1 meter dengan
orang lain.
6) Jika kondisi padat dan sulit menerapkan jaga jarak agar tidak
memaksakan diri masuk ke dalam pasar, namun apabila
terpaska tambahan penggunaan pelindung wajah (faceshield)
bersama dengan masker dapat merekomendasikan sebagai
pelindung tambahan.
Sebuah penelitian dilakukan untuk kegiatan optimalisasi
penggunaan alat pelindung diri di masyarakat untuk mencegah
penularan COVID-19. Survey awal dilakukan pada awal bulan
Maret 2020, dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan
kesimpulan bahwa masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-
harinya di luar rumah rumah sebagian besar masyarkat belum
memiliki pengetahuan dan kesadaran dalam menggunakan alat
pelindung diri seperti masker. Beberapa masyarakat
mengungkapkan bahwa mereka tidak menggunakan masker karena
tidak mengetahui jika masker dapat mencagah penularan virus ini,
sedangkan yang lainnya tidak menggunakan masker karena tidak
mempunyai masker dan kesulitan dalam membeli masker. Setelah
dilakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan selama 2 minggu
hasil pengamatan aktivitas masyarakat di luar rumah terlihat bahwa
28
sebagian besar masyarakat sudah mulai menggunakan alat
pelindung diri yaitu masker saat bepergian atau melakukan
aktivitas di luar rumah (Wati, Lestari, Jayanti, & Sudarma, 2020).
2.2 Konsep Kepatuhan
2.2.1 Pengertian
Kepatuhan berasal dari kata ‘patuh’. Manurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menuruti
perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin.
Sedangkan kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk pada
ajaran dan aturan. Dalam penelitiannya, Sarwono dalam Zulfikar
(2015) mengemukakan bahwa patuh menghasilkan perubahan dan
tingkah laku sementara, dan individu cenderung kembali ke
pandangan atau perilaku yang semula jika pengawasan kelompok
mengendur jika ia pindah dari kompleks. Tahap kepatuhan dimulai
dari patuh terhadap anjuran atau perintah, seringkali kepatuhan
dilakukan karena menghindari hukum atau untuk memperoleh
imbalan atau janji jika mematuhi anjuran atau pedoman (Puspita
Sari & Dwi Nurcahyati, 2018)
2.2.2 Konsep Tradisional dari Kepatuhan Keselamatan (Safety
compliance)
Griffin dan Nela membedakan dua komponen perilaku
keselamatan karyawqn di tempat kerja, yaitu : kepatuhan
keselamatan (safety compliance) dan pertisipasi keselamatan
(safety participation). Kepatuhan keselamatan (safetu compliance)
didefinisikan sebagai kegiatan inti yang dilakukan karyawan untuk
menjaga keselamatan kerja, yang mencangkup perilaku seperti
kepatuhan terhadap prosedur keselamatan dan mengenakan
alatpelindung diri. Partisipasi keselamatan (safety participation)
mengacu pada aktivitas keselamatan sukarela yang diikuti oleh
karyawan, seperti menghadiri pertemuan organisasi yang dilakukan
29
oleh setiap idividu dan menyuarakan masalah yang berhubungan
dengan keselamatan kerja.
Jadi, perilaku kepatuhan kesehatan adalah perilaku individu
yang dilakukan sebagai respon terhadap persyaratan dan peraturan
formal dari suatu organisasi untuk menyelesaikan tugas, disini yitu
aturan dan prosedur keselamatan kerja. Sedangkan perilaku
partisipasi keselamatan adalah perilaku yang mencerminkan
keputusan individu yang dilakukan karyawan untuk mendukung
keselamatan keseluruhan dalam tim atau organisasi (Hu, Yeo, &
Griffin, 2020).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan
Perawat Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri
Berdasarkan data yang diambil dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pertiwi dan Lestari pada tahun 2016 (Pertiwi &
Lestari, 2016), menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kepatuhan perawat dalam menggunakan alat
pelindung diri, antara lain :
1. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung diri saat
memasuki ruang pemeriksaan setiap kalu akan melakukan
suatu prosedur pemeriksaan. Jenisalat pelindung diri yang biasa
digunakan seperti jas laboratorium, sarung tangan dan masker.
2. Motivasi Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alasan petugas klinik menggunakan alat pelindung diri
pada saat melakukan prosedur pemeriksaan adalah untuk
melindungi serta mencegah diri agar terhindar dari infeksi
bakteri/virus dan lainnya kepada petugas kesehatan. Motivasi
menggunakan alat pelindung diri selain dorongan kepala
ruangan setiap hari juga berasal dari kesadaran individu.
3. Pengetahuan Tentang Alat Pelindung diri
30
Pengetahuan petugas adalah tentang bahaya di kliki
seperti terpapar Bakter/virus ataupun mikroorganisme lain yang
berasal dari spesimen darah, cairan tubu, urine, sputum dari
pasien. Pengetahuan mengenai apa saja jenis dan fungsi dari
alat pelindung diri sarta dampak yang ditimbulkan akibat tidak
menggunakan alat pelindung diri.
4. Persepsi Tentang Alat Pelindung Diri
Persepsi tentang kerentanan, persepsi tentang keseriusan
serta persepsi tentang manfaat dan hambatan yang dirasakan.
Tidak menggunakan alat pelindung diri ketika melakykan
tindakan pemeriksaan adalah tindakan yang harus dihindari dan
sudah keluar dari prosedur pemeriksaan karena menggunakan
alat pelindung diri merupakan kewajiban.
5. Ketersediaan Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri yang tersedia pada fasilitas kesehatan
harus ditentukan dengan kebutuhan macam-macam tindakan
yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tersebut.
6. Peraturan Alat Pelindung Diri
Petugas klinik harus mengetahui tentang penggunaan alat
pelindung diri yang telah ditetapkan. Aturan yang telah
ditetapkan kemudian di lanjutkan melalui standar operasi
prosedur (SOP) yang di tetapkan di suatu instansi.
7. Pengawasan Alat Pelindung Diri
Pengawasan penggunaan alat pelindung diri oleh petugas
kesehatan dilakukan secara terus-menerus, oleh kepala instansi
secara berkala mengawasi petugas kesehatan sedangkan kepala
ruangan akan mengawasi setiap harinya dan memastikan alat
pelindung diri telah digunakan sesuai dengan peraturan dan
SOP yang berlaku.
8. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Penerapan standar operasional prosedur beriringan
dengan berjalannya peraturan tentang alat pelindung diri.
31
Adanya strandar operasional penggunaan alat pelindung diri
agar para pekerja dapat menggunakan alat pelindung diri secara
tepat saat bekerja, serta diharapkan dapat mengurangi angka
kecelakaan akibat kerja.
2.3 COVID-19
2.3.1 Epidemiologi
Pada Desember 2019, beberapa orang di Wuhan, ibu kota
provinsi Hubei datang ke rumah sakit setempat dengan pneumonia
berat yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak dari kasus awal
memiliki eksposur yang sama yaitu mereka telah kontak dengan
pasar makanan laut Huanan yang juga memperdagangkan hewan
hidup. Sistem pengawasan (yang diberlakukan setelah wabah
SARS) diaktifkan dan sample pemeriksaan pasien di kirimkan ke
laboratorium untuk menyelidiki penyebab dari penyakit tersebut.
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok memberitahukan
mengenai wabah ini kepada WHO dan pada tanggal 1 Januari 2020
pasar laut Huanan di tutup. Pada tanggal 7 Januari virus ini
diidentifikasi sebagai virus corona yang memiliki kesamaan lebih
dari 95% dengan bat coronavirus dan lebih dari 70% memiliki
kesamaan dengan SARSCoV. Sample lingkungan yang diambil
dari pasar laut Huanan terbukti positif, menandakan bahwa virus
ini berasal dari sana.
Jumlah kasus mulai meningkat secara eksponensial,
beberapa diantara kasus tersebut tidak menunjukkan adanya kontak
dengan pasar laut Huanan, hal ini menunjukkan fakta bahwa
terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Kasus fatal pertama
kali dilaporkan pada tanggal 11 Januari 2020. Migrasi besar-
besaran orang Tionghoa selama tahun baru Imlek memicu epidemi.
Kasus di provinsi lain di China dan negara lain seperti Thailand,
Jepang dan Korea Selatan secara berurutan telah dilaporkan.
Penularan ke petugas kesehatan yang merawat pasien dijelaskan
32
pada 20 Januari 2020. Pada tanggal 23 Januari 2020, 11 juta
penduduk Wuhan dikarantina dengan pembatasan masuk dan
keluar dari wilayah tersebut. Segera karantina diperluas ke kota-
kota lain di provinsi Hubei.
Pada tanggal 5 Maret 2020 tercatat ada 96.000 kasus di
seluruh dunia telah dilaporkan. Meskipun jumlah kasus di China
menurun, kasus tersebut meningkat secara eksponensial di negara
lain seperti Korea Selatan, Italia dan Iran. Tercatat dari bebrapa
negara tersebut yang terinfeksi, 20% berada dalam kondisi kritis,
25% telah pulih, dan 3310 telah meninggal (Singhal, 2020)
Hingga 28 Maret 2020, jumlah kasus terinfeksi COVID-19
terkonfirmasi mencapaui 571.678 kasus. Awalnya kasus terbanya
ada di China, namun sat itu kasus terbanyak terdapat di Italia
dengan 86.498 kasus, diikuti oleh Amerika dengan 85.228 kasus
dan China 82.230 kasus. Virus ini telah menyebar ke 199 negara.
Kematian akibat virus ini telah mencapai 26.494 kasus pada bulan
Maret. Indonesia melaporkan kasus pertama pada 2 Maret 2020,
yang diduga tertular dari orang asing yang berkunjung ke
Indonesia. Kasus di Indonesia pun terus bertambah, hingga tanggal
29 Maret 2020 telah terdapat 1.115 kasus dengan kematian
mencapai 102 jiwa. Tingkat kematian Indonesia adala 9%,
termasuk angka kematian tertinggi (Handayani, Hadi, Isbaniah,
Burhan, & Agustin, 2020)
Tanggal 17 Maret 2020 tercatat kasus COVID-19 pertama
yang masuk Jawa Timur, enam kasus positif COVID-19 tercatat di
Durabaya setelah melakukan pemeriksaan spesimen di RS Unair.
Enam pasien yang dinyatakan positif COVID-19 tersebut adalah
bagian dari 16 pasien dalam pemantauan (PDP) yang telah
tercantum pada data Pemprov Jawa Timur (Perdana, 2020).
33
Tanggal 18 Maret 2020 seorang mahasiswa di kota Malang
dinyatakan positif COVID-19, pada saat itu ada 2 orang dinyatakan
positif COVID-19. Seoarang diantaranya sudah meninggal dunia
sebelum hasil laboratorium keluar. Kedua kasus tersebut tercatat di
RS Saiful Anwar Malang (Arifin, 2020)
Tabel 2.3.1-1 Epidemiologi
34
2.3.2 Definisi dan Etiologi
Coronavirus adalah salah satu patogen utama yang
menyerang sistem pernapasan manusia. Wabah Coronavirus (CoV)
sebelumnya termasuk sindrom pernapasan akut / Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS)-CoV dan Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) –CoV yang sebelumnya telah dicirikan sebagai
agen yang merupakan ancaman besar bagi kesehatan manusia.
Pada akhir Desember 2019, pasien yang dirawat di rumah sakit
dengan diagnosa awal penumonia dengan etiologi tidak diketahui.
Wabah virus corona baru SARSCov-2 yang berpusat di
provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok, telah menyebar ke
banyak negara lain. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO
mengumumkan keadaan darurat kesehatan global berdasarkan
tingkat pemberitahuan kasus yang meningkat di China dan negara
lain. Coronavirus adalah virus RNA besar beruntai tunggal positif
yang menginfeksi manusia dan berbagai jenis hewan. Coronavirus
pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh Tyrell dan Bynoe,
35
berdasarkan morfologi coronavirus berbentuk seperi bola dan
proyeksi permukaan menyerupai korona matahari (bahasa latin :
Corona = mahkota). Terdapat 4 subfamili yaitu, alpha-, beta-,
gamma- dan deltacoronavirus. Virus corona alfa dan beta
tampaknya berasal dari mamalia khususnya kelelawar, sedangkan
virus gamma dan delta berasal dari babi dan burung. Diantara
subtipe virus corona yang dapat menginfeksi manusia, beta-
coronavirus dapat menyebabkan penyakit dan kematian yang parah,
sedangkan alpha-coronavirus menyebabkan infeksi tanpa gejala
atau gejala ringan. SARCoV-2 termasuk dalam garis keturunan
daribeta-coronavirus (Velavan & Meyer, 2020).
2.3.3 Tanda dan Gejala
Gejala infeksi COVID-19 muncul setelah masa inkubasi
sekitar 5 hari. Gejala yang paling sering timbul saat timbulnya
penyakit COVID-19 adalah demam, batuk dan kelelahan
sedangkan gejala yang lainnya meliputi produksi dahak, sakit
kepala, haemoptysis atau batuk darah, diare, dispnea atau sesak
napas, lympophenia atau tingkat leukosit yang rendah dalam darah.
Gambaran klinis yang dirunjukkan oleh hasil CT Scan dada di
interpretasikan sebagai pneumonia, namun terdapat gambaran
abnormal RNAaemia atau gangguan pernapasan akut, cedera
jantung akut dan adanya Ground Glass Opacites (GGO) yang
dapat menyebabkan kematian (Rothan & Byrareddy, 2020)
2.3.4 Transmisi
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Rothan &
Byrareddy yang dilakukan pada tahun 2020, berdasarkan jumlah
orang orang yang terinfeksi dan terpapar virus ini pernah
mendatangi pasar laut di kota Wuhan, dimana tempat ini adalah
tempat penjualan hewan hidup, diduga kemungkinan inilah asal
virus COVID-19 adalah virus zoonosis atau penyakit yang
disebabkan oleh virus atau bakteri yang di transmisikan dari hewan
36
ke manusia. upaya telah dilakukan untuk mencari inang reservoir
atau pembawa perantara dari mana infeksi mungkin telah
menyebar ke manusia. laporan awal mengidentifikasi dua spesies
ular yang mungkin menjadi reservoir virus corona selain mamalia
dan burung. Analisis urutan genom COVID-19 menunjukkan 88%
ciri-ciri vitus ini mirip dengan sindrom pernapasan akut (SARS)
yang di tularkan kelelawar, yang menunjukkan bahwa mamalia
kemungkinan besar merupakan penghubung antara COVID-19 dan
manusia.
Penularan dari orang ke orang terjadi terutama melalui
kontak langsung atau melalui droplet yang di sebarkan melalui
batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi. Dalam sebuah
penelitian kecil yang dilakukan pada wanita hamil pada masa
trimester ketiga yang dipastikan terinveksi virus corona, tidak ada
bukti penularan dari ibu ke anak. Namun, semua ibu hamil
menjalani operasi caesar, sehingga masih belum jelas apakah
penularan bisa bisa terjadi saat melahirkan melalui vagina (Rothan
& Byrareddy, 2020)
2.3.5 Tata Laksana
Prinsip tata laksana secara keseluruhan menurut
rekomendasi WHO yaitu :
1. Triase adalah identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien
dengan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dan lakukan
dengan memperhatikan prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI) yang sesuai.
2. Terapi suportif dan monitor pasien, pengambilan sample uji
untuk diagosis laboratorium.
3. Tata laksana secepatnya pada pasien dengan hipoksimenia atau
gagal napas dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
syok sepsis dan kondisi kritis lainnya
37
Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik anti virus nCoV
2019 dan anti virus corona lainnya. Pengembangan lain adalah
penggunaan redesivir yang diketahui memiliki efek antivirus RNA
dan kombinasi klorokuin, tetapi keduanya belum mendapatkan
hasil. Vaksinasi juga belum ada sehingga tata laksana utama pada
pasien adalah terapi suportif yang disesuaikan kondisi pasien,
terapi cairan adekuat sesuai kebutuhan, terapi oksigen yang sesuai
derajat penyakit mulai dari penggunaan nasal kanul oksigen,
masker oksigen. Bila dicurigai terjadi infeksi ganda diberikan
antibiotika spektrum luas. Bila terdapat perburukan klinis atau
penurunan kesadaran pasien akan dirawat di ruang isolasi intensif
(ICU) (Handayani et al., 2020).
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sesuai dengan morbiditas. Pada
pneumonia dilakukan foto thoraks, bisa dilanjutkan dengan
Computed Tomography Scan (CT Scan) thoraks dengan kontras.
Gambaran foto thoraks pneumonia yang disebabkan oleh infeksi
COVID-19 muali dari normal hingga ground glass opacity.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu
membedakan infeksi virus. Evaluasi 99 kasus pertama
menunjukkan gambaran limfopenia, peningkatan c-rective protein
(CRP) meningkat, kadang disertai anemia, leukopenia seperti
infeksi virus. Pemeriksaan prokalsitonin (PCT) menunjukkan hasil
normal kecuali bila dicurigai terjadinya infeksi bakteri maka PCT
akan meningkat. Pemeriksaan lain dilakukan untuk melihat
komorbid atau penyakit penyerta dan evaluasi kemungkinan
komplikasi pneumonia yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, albumin
serta analisis gas darah (AGD), elektrolit, gula darah dan biakan
kuman dan uji kepekaan untuk melihat kemungkinan penyebab
bakteri atau bila dicurigai terjadi infeksi ganda dengan infeksi
bakteri (Handayani et al., 2020).
38
Diagnosis pasti atau kasus terkonfirmasi ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaan ekstraksi RNA virus severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) COVID-19
menggunakan reverse transcription polymerase chain reaction
(RT-PCR) untuk mengekstraksi 2 gen SARS-CoV-2. Contoh uji
yang dapat digunakan adalah dari sample berupa swab tenggorok.
Swab nasofaring baik untuk evaluasi influenza tetapi untuk virus
corona lain swab nasofaring yang diambil menggunakan swab dari
dacron atau rayon bukan kapas (Handayani et al., 2020)
2.3.7 Pencegahan
Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang
beresiko hingga masa inkubasi. Pencegahan lain adalah
meningkatnya daya tahan tubuh melalui asupan makanan sehat,
memperbanyak cuci tangan, menggunakan masker bila berada di
daerah beresiko atau padat, melakukan olah raga, istirahat cukup
serta makan makanan yang dimasak hingga matang dan bila sakit
segera berobat ke RS rujukan untuk dievaluasi.
Hingga saat ini belum ada vaksinasi untuk pencegahan
primer. Pencegahan sekunder adalah segera menghentikan proses
pertumbuhan virus, sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber
infeksi. Upaya pencegahan yang penting termasuk berhenti
merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru.
Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan
dengan cara memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat
atau ruang intensif isolasi. Pada pasien yang mungkin mengalami
infeksi COVID-19 petugas kesehatan perlu menggunakan APD
standar untuk penyakit menular. Kewaspadaan standar dilakukan
secara rutin menggunakan APD termasuk masker untuk tenaga
medis, proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang (gown)
(Handayani et al., 2020)