BABII TINJAUANPUSTAKA personal protective adalah alat-alat ...

20
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Pelindung Diri 2.1.1 Definisi Alat pelindung diri (APD) atau personal protective equipment adalah alat-alat atau perlengkapan yang wajib digunakan untuk melindungi dan menjaga keselamatan pekerja saat melakukan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya atau resiko keccelakaan kerja. Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya dan resiko pekerjaannya sehingga efektif melindungi pekerja sebagai penggunanya (Halajur, 2018). Alat pelindung diri merupakan peralatan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Menurut buku yang berjudul Hospital Infection Control Guidelines : Principles and Practice (Sanjeev, Kumar Gupta, & Kant, 2012) alat pelindung diri harus digunakan oleh : 1. Petugas kesehatan yang melakukan perawatan langsung kepada pasien dan petugas yang harus kontak langsung dengan darah, cairan tubuh pasien, sekret maupun hasil pengeluaran dari tubuh pasien. 2. Petugas selain tenaga medis yang bekerja di lingkungan pelayanan kesehatan seperti petugas laundry maupun petugas kebersihan yang mungkin kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, sekret maupun hasil pengeluaran dari tubuh pasien. 3. Petugas laboratorium yang menangani spesimen pasien. 4. Anggota keluarga pasien yang melakukan perawatan langsung kepada pasien dimana mereka mungkin terkena kontak

Transcript of BABII TINJAUANPUSTAKA personal protective adalah alat-alat ...

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Pelindung Diri

2.1.1 Definisi

Alat pelindung diri (APD) atau personal protective

equipment adalah alat-alat atau perlengkapan yang wajib

digunakan untuk melindungi dan menjaga keselamatan pekerja saat

melakukan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya atau resiko

keccelakaan kerja. Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus

sesuai dengan potensi bahaya dan resiko pekerjaannya sehingga

efektif melindungi pekerja sebagai penggunanya (Halajur, 2018).

Alat pelindung diri merupakan peralatan yang wajib digunakan

saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga

keselamatan pekerja itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya.

Menurut buku yang berjudul Hospital Infection Control

Guidelines : Principles and Practice (Sanjeev, Kumar Gupta, &

Kant, 2012) alat pelindung diri harus digunakan oleh :

1. Petugas kesehatan yang melakukan perawatan langsung

kepada pasien dan petugas yang harus kontak langsung

dengan darah, cairan tubuh pasien, sekret maupun hasil

pengeluaran dari tubuh pasien.

2. Petugas selain tenaga medis yang bekerja di lingkungan

pelayanan kesehatan seperti petugas laundry maupun petugas

kebersihan yang mungkin kontak dengan darah, cairan tubuh

pasien, sekret maupun hasil pengeluaran dari tubuh pasien.

3. Petugas laboratorium yang menangani spesimen pasien.

4. Anggota keluarga pasien yang melakukan perawatan langsung

kepada pasien dimana mereka mungkin terkena kontak

20

langsungg dengan darah, cairan tubuh pasien, sekret maupun

hasil pengeluaran lainnya dari tubuh pasien.

Penggunaan alat pelindung diri bisa mengurangi, namun

tidak dapat menghilangkan semua resiko tertularnya penyakit.

Sangat penting menggunakan alat pelindung diri dengan efektif

dan tepat saat melakukan semua tindakan yang berhubungan

langsung dengan pasien. Ketersediaan alat pelindung diri dan

pengetahuan tentang penggunaan alat pelindung diri sangat penting.

Para petugas kesehatan harus mengetahui bahwa penggunaan alat

pelindung diri tidak untuk menggantikan hygiene dasar seperti cuci

tangan. Penggunaan alat pelindung diri dan mencuci tangan adalah

tindakan dasar agar kontrol infeksi berjalan dengan efektif.

Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang dapat digunakan

untuk penggunaan alat pelindung diri, yaitu :

1. Penggunaan alat pelindung diri haruus dipilih berdasarkan

paparan resiko. Petugas kesehatan harus bisa menilai apakah

mereka beresiko terpapar oleh darah, cairan tubuh pasien,

sekret atau hasil pengeluaran dari tubuh pasien dan memakai

alat pelindung diri yang sesuai dengan resiko yang didapatkan.

2. Hindari kontak dengan alat pelindung diri yang telah digunakan

dan permukaan yang mungkin terpapar, baju dan orang-orang

diluar area pasien.

3. Buang alat pelindung diri bekas pakai kedalam kantong

pembuangan yang sesuai dan buang sesuai dengan kebijakan

yang telah diterapkan.

4. Jangan menggunakan alat pelindung diri secara bergantian.

5. Mengganti alat pelindung diri dan mencuci tangan saat akan

melakukan tindakan untuk pasien yang lain.

21

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Alat Pelindung Diri

Petugas kesehatan terutama yang berhubungan langsung

dengan pasien, salah satunya seperti perawat yang memiliki resiko

tinggi tertular penyakit. Penularan ini bisa lewat sentuhan, udara,

droplet, maupun tertusuk jarum suntik. Oleh karena itu penggunaan

alat pelindung diri bisa mengurangi resiko atau dampak yang

ditimbulkan.

Tujuan dan manfaat penggunaan alat pelindung diri di

fasilitas kesehatan tidak hanya bermanfaat bagi petugas kesehatan.

Namun, manfaat penggunaan alat pelindung diri di fasilitas

kesehatan juga memberikan manfaat bagi pasien. Pada dasarnya

penggunaan alat pelindung diri ini adalah untuk mengurangi

penularan penyakit baik itu dari pasien ke petugas kesehatan

maupun dari petugas kesehatan ke pasien.

Tujuan penggunaan alat pelindung diri bagi tenaga

kesehatan adalah untuk melindungi tubuh dari paparan bahaya

yang ada di fasilitas kesehatan serta meminimalisir resiko

penularan penyakit. Pemakaian alat pelindung diri di fasilitas

kesehatan bertujuan untuk :

1. Mencegah perawat bersentuhan langsung dengan pasien.

2. Mencegah cipratan darah atau cairan tubuh pasien agar tidak

langsung kontak dengan tubuh.

3. Mencegah penularan lewat airbone

2.1.3 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri untuk Tenaga Kesehatan

Menurut buku Hospital Infection Control Guidelines :

Principles and Practice (Sanjeev et al., 2012) alat pelindung diri

yang biasa digunakan oleh tenaga kesehatan antara lain :

1. Sarung tangan (gloves)

Sarung tangan (bersih, tidak steril) dugunakan saat

kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, sekresi dan

22

ekskresi atau membran mukosa. Mengganti sarung tangan

saat telah selesai melakukan tindakan dan saat akan

melakukan kontak dengan pasien lain. Pergantian sarung

tangan pada satu pasien yang sama saat di tengah-tengah

melakukan prosedur tindakan adalah untuk mengurangi

terjadinya kontaminasi silang antara satu bagian tubuh ke

bagian tubuh yang lain.

Segera buang sarung tangan saat setelah melakukan

tindakan dan gunakan sarung tangan baru untuk pasien

yang lain. Segera cuci tangan dengan sabun atau

menggunakan cairan antiseptik setelah melepaskan sarung

tangan. Sarung tangan disposable tidak boleh digunakan

kembali dan harus dibuang sesuai dengan aturan yang telah

ditetapkan.

2. Masker (mask)

Menggunakan masker untuk melindungi membran

mukosa mulut dan hidung saat melakukan tindakan yang

memungkinkan terjadinya cipratan darah, cairan tubuh,

sekresi maupun ekskresi. Menggunakan masker bedah lebih

baik daripada menggunakan masker dengan bahan kapas

atau kassa. Masker bedah didesain intuk menahan cairan

hingga berbagai tingkat tergantung pada desain bahan

masker yang digunakan. Tidak diperbolehkan

menggunakan masker secara bergantian dan buang masker

bekas pakai sesuai dengan aturan yang tela ditetapkan.

3. Pelindung mata dan wajah (Goggles/Visors/Face Sield)

Menggunakan pelindung mata dan wajah untuk

melindungi membran mukosa mata saat melakukan

prosedur tindakan yang memungkinkan terjadinya cipratan

darah atau cairan tubuh pasien. Jika menggunakan

pelindung mata dan wajah disposable maka buang

pelindung mata dan wajah bekas pakai pada tempat yang

23

sudah ditetapkan. Jika menggunakan pelindung mata dan

wajah yang bisa digunakan kembali, lakukan

dekontaminasi alat terlebih dahulu sebelum digunakan

kembali.

4. Gowning dan plastik apron

Gunakan gowning (bersih, tidak steril) untuk

melindungi kulit dan mencegah cipratan darah atau cairan

tubuh pasien langsung ke baju. Dianjurkan untuk memakai

gowning yang kedap atau tahan terhadap cairan jika

melakukan tindakan yang berpotensi menghasilkan cipratan

cairan dari tubuh pasien. Segera lepaskan gowning yang

sudah kotor atau basah setelah melakukan tindakan

keperawatan.

Apron plastik biasanya digunakan diluar gowning

untuk melindungi dari paparan darah dan cairan tubuh

pasien. Cuci gowning atau apron jika dapat digunakan

kembali sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Jika

menggunakan gowning atau apron sekali pakai maka

langsung buang gowning atau apron bekas pakai pada

tempat yang sesuai.

5. Topi dan Boots/pelindung sepatu

Menggunakan topi dan boots/pelindung sepatu saat

melakukan prosedur yang berpotensi menyebebkan cipratan

darah atau cairan tubuh pasien sampai terkena rambut atau

sepatu. Cuci topi dan penutup sepatu sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan jika dapat digunakan

kembali. Jangan menggunakan kembali topi dan pelindung

sepatu jika itu disposable, dan segara buang ke tempat yang

sesuai. Cuci dan lakukan desinfeksi jika akan digunakan

kembali.

24

2.1.4 Alat Pelindung Diri untuk COVID-19

WHO merekomendasikan untuk penggunaan alat pelindung

diri yang rasional dalam perawatan kesehatan dan perawatan di

rumah seperti di bawah ini

Tabel 2.1.4-1 Alat pelindung diri untuk COVID-19No Produk APD Deskripsi

1 Mask, Medical-healthcare

worker

Masker medis, sirkulasi udara baik,

permukaan internal dan eksternal

harus menyaring 98% droplet, lebih

disarankan masker dengan bahan

tahan cairan

2 Goggles, glasses protective Bingkai terbuat dari PVC atau

plastik yang fleksibel agar mudah

dipasang pada semua bentuk wajah,

menutupi mata dan area sekitar

mata, lensa platik bening dan tahan

kabut serta gores. Tali yang bisa

disesuaikan agar tidak mudah

kendur saleama aktivitas klinis.

Ventilasi tidak langsung untuk

menghindari fogging. Mungkin

dapat digunakan kembali asalkan

pengaturan yang sesuai untuk

dekontaminasi tersedia atau sekali

pakai

3 Face Shield Terbuat dari plastik bening dan

memberikan jarak pandang yang

baik bagi tenaga kesehatan dan

pasien. Tali yang bisa disesuaikan

25

untuk dipasang lebih kuat di sekitar

kepala dan pas di dahi, tahan kabut

lebih diutamakan. Menutupi sisi dan

panjang wajah. Dapat digunakan

kembali jika sudah melalui proses

desinfeksi dan sterilisasi atau bisa

sekali pakai.

4 Particulate respirator Filtrasi partikel yang baik minimal

94% atau 95%, memungkinkan

bernapas dengan baik dengan desain

yang tidak menempel pada mulut,

dapat diuji untuk ketahanan terhadap

cairan (NIOSH/FDA bedah N95, EN

149 FFP2 + jenis IIR, GB19083

Kelas/level 1)

5 Gloves, examination (non-

steril)

Sarung tangan untuk tindakan tidak

steril, bahan latex, nitrile. Ketebalan

minimal 0,05mm.

6 Gloves, surgical (steril) Sarung tagan operasi steril, bahan

latex, nitrile. Sarung tangan harus

panjang mencapai pergelangan

tangan. Ketebalan minimum

0,10mm.

7 Apron Bahan apron 100% poliester dengan

lapisan PVC, atau 100% PVC, atau

100% karet, atau bahan berlapis

tahan cairan lainnya. Terdapat tali

yang dijahit untuk pengikat pada

leher dan punggung. Berat dasar

minimum 300g/m2. Ukuran ideal

26

lebar 70-90 cm dan tinggi 120-150

cm. Dapat digunakan kembali

asalkan telah melewati proses

desinfeksi dan sterilisasi.

8 Gown, surgical Gown sekali pakai terbuat dari

bahan nonwoven, steril atau tidak

steril, terbuat dari bahan anti cairan

2.1.5 Penggunaan Alat Pelindung Diri di Masyarakat pada Masa

Pandemi COVID-19

Untuk mencegah infeksi virus Corona, WHO

merekomendasikan untuk mencuci tangan secara teratur, menutup

mulut dan hidung ketika bersin ataupun batuk, hindari kontak

dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pada saluran

pernapasan seperti batuk dan bersin. Sebagai respon menghadapi

pandemi COVID-19 negara-negara di seluruh dunia telah

menetapkan berbagai kebijakan kesehatan dan sosial

kemasyarakatan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),

Social Distancing, penutupan kegiatan perekonomian, kebijakan

sekolah dan bekerja secara daring di rumah, karantina wilayah,

pembatasan perjalanan baik dalam maupun luar negeri (Lestari,

2020).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang protokol kesehatan

bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka

pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019

(COVID-19), menyatakan bahwa masyarakat di tempat dan

fasilitsas umum harus memenuhi syarat-syarat berikut :

27

1) Memastikan diri dalam kondisi sehat sebelum keluar rumah,

jika mengalami gejala seperti demam, batuk, pilek, nyeri

tenggorokan, dan/atau sesak nafas, tetap di rumah dan

periksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila

berlanjut.

2) Selalu menggunakan masker saat perjalanan dan selama

berada di pasar.

3) Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan

pakai sabun dengan air atau menggunakan handsanitaizer.

4) Hindari menyentuh area wajah seperti mata, hidung, dan

mulut.

5) Tetap memperhatikan jaga jarak minimal 1 meter dengan

orang lain.

6) Jika kondisi padat dan sulit menerapkan jaga jarak agar tidak

memaksakan diri masuk ke dalam pasar, namun apabila

terpaska tambahan penggunaan pelindung wajah (faceshield)

bersama dengan masker dapat merekomendasikan sebagai

pelindung tambahan.

Sebuah penelitian dilakukan untuk kegiatan optimalisasi

penggunaan alat pelindung diri di masyarakat untuk mencegah

penularan COVID-19. Survey awal dilakukan pada awal bulan

Maret 2020, dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan

kesimpulan bahwa masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-

harinya di luar rumah rumah sebagian besar masyarkat belum

memiliki pengetahuan dan kesadaran dalam menggunakan alat

pelindung diri seperti masker. Beberapa masyarakat

mengungkapkan bahwa mereka tidak menggunakan masker karena

tidak mengetahui jika masker dapat mencagah penularan virus ini,

sedangkan yang lainnya tidak menggunakan masker karena tidak

mempunyai masker dan kesulitan dalam membeli masker. Setelah

dilakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan selama 2 minggu

hasil pengamatan aktivitas masyarakat di luar rumah terlihat bahwa

28

sebagian besar masyarakat sudah mulai menggunakan alat

pelindung diri yaitu masker saat bepergian atau melakukan

aktivitas di luar rumah (Wati, Lestari, Jayanti, & Sudarma, 2020).

2.2 Konsep Kepatuhan

2.2.1 Pengertian

Kepatuhan berasal dari kata ‘patuh’. Manurut KBBI

(Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menuruti

perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin.

Sedangkan kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk pada

ajaran dan aturan. Dalam penelitiannya, Sarwono dalam Zulfikar

(2015) mengemukakan bahwa patuh menghasilkan perubahan dan

tingkah laku sementara, dan individu cenderung kembali ke

pandangan atau perilaku yang semula jika pengawasan kelompok

mengendur jika ia pindah dari kompleks. Tahap kepatuhan dimulai

dari patuh terhadap anjuran atau perintah, seringkali kepatuhan

dilakukan karena menghindari hukum atau untuk memperoleh

imbalan atau janji jika mematuhi anjuran atau pedoman (Puspita

Sari & Dwi Nurcahyati, 2018)

2.2.2 Konsep Tradisional dari Kepatuhan Keselamatan (Safety

compliance)

Griffin dan Nela membedakan dua komponen perilaku

keselamatan karyawqn di tempat kerja, yaitu : kepatuhan

keselamatan (safety compliance) dan pertisipasi keselamatan

(safety participation). Kepatuhan keselamatan (safetu compliance)

didefinisikan sebagai kegiatan inti yang dilakukan karyawan untuk

menjaga keselamatan kerja, yang mencangkup perilaku seperti

kepatuhan terhadap prosedur keselamatan dan mengenakan

alatpelindung diri. Partisipasi keselamatan (safety participation)

mengacu pada aktivitas keselamatan sukarela yang diikuti oleh

karyawan, seperti menghadiri pertemuan organisasi yang dilakukan

29

oleh setiap idividu dan menyuarakan masalah yang berhubungan

dengan keselamatan kerja.

Jadi, perilaku kepatuhan kesehatan adalah perilaku individu

yang dilakukan sebagai respon terhadap persyaratan dan peraturan

formal dari suatu organisasi untuk menyelesaikan tugas, disini yitu

aturan dan prosedur keselamatan kerja. Sedangkan perilaku

partisipasi keselamatan adalah perilaku yang mencerminkan

keputusan individu yang dilakukan karyawan untuk mendukung

keselamatan keseluruhan dalam tim atau organisasi (Hu, Yeo, &

Griffin, 2020).

2.2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan

Perawat Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri

Berdasarkan data yang diambil dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Pertiwi dan Lestari pada tahun 2016 (Pertiwi &

Lestari, 2016), menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kepatuhan perawat dalam menggunakan alat

pelindung diri, antara lain :

1. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung diri saat

memasuki ruang pemeriksaan setiap kalu akan melakukan

suatu prosedur pemeriksaan. Jenisalat pelindung diri yang biasa

digunakan seperti jas laboratorium, sarung tangan dan masker.

2. Motivasi Penggunaan Alat Pelindung Diri

Alasan petugas klinik menggunakan alat pelindung diri

pada saat melakukan prosedur pemeriksaan adalah untuk

melindungi serta mencegah diri agar terhindar dari infeksi

bakteri/virus dan lainnya kepada petugas kesehatan. Motivasi

menggunakan alat pelindung diri selain dorongan kepala

ruangan setiap hari juga berasal dari kesadaran individu.

3. Pengetahuan Tentang Alat Pelindung diri

30

Pengetahuan petugas adalah tentang bahaya di kliki

seperti terpapar Bakter/virus ataupun mikroorganisme lain yang

berasal dari spesimen darah, cairan tubu, urine, sputum dari

pasien. Pengetahuan mengenai apa saja jenis dan fungsi dari

alat pelindung diri sarta dampak yang ditimbulkan akibat tidak

menggunakan alat pelindung diri.

4. Persepsi Tentang Alat Pelindung Diri

Persepsi tentang kerentanan, persepsi tentang keseriusan

serta persepsi tentang manfaat dan hambatan yang dirasakan.

Tidak menggunakan alat pelindung diri ketika melakykan

tindakan pemeriksaan adalah tindakan yang harus dihindari dan

sudah keluar dari prosedur pemeriksaan karena menggunakan

alat pelindung diri merupakan kewajiban.

5. Ketersediaan Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri yang tersedia pada fasilitas kesehatan

harus ditentukan dengan kebutuhan macam-macam tindakan

yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tersebut.

6. Peraturan Alat Pelindung Diri

Petugas klinik harus mengetahui tentang penggunaan alat

pelindung diri yang telah ditetapkan. Aturan yang telah

ditetapkan kemudian di lanjutkan melalui standar operasi

prosedur (SOP) yang di tetapkan di suatu instansi.

7. Pengawasan Alat Pelindung Diri

Pengawasan penggunaan alat pelindung diri oleh petugas

kesehatan dilakukan secara terus-menerus, oleh kepala instansi

secara berkala mengawasi petugas kesehatan sedangkan kepala

ruangan akan mengawasi setiap harinya dan memastikan alat

pelindung diri telah digunakan sesuai dengan peraturan dan

SOP yang berlaku.

8. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Penerapan standar operasional prosedur beriringan

dengan berjalannya peraturan tentang alat pelindung diri.

31

Adanya strandar operasional penggunaan alat pelindung diri

agar para pekerja dapat menggunakan alat pelindung diri secara

tepat saat bekerja, serta diharapkan dapat mengurangi angka

kecelakaan akibat kerja.

2.3 COVID-19

2.3.1 Epidemiologi

Pada Desember 2019, beberapa orang di Wuhan, ibu kota

provinsi Hubei datang ke rumah sakit setempat dengan pneumonia

berat yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak dari kasus awal

memiliki eksposur yang sama yaitu mereka telah kontak dengan

pasar makanan laut Huanan yang juga memperdagangkan hewan

hidup. Sistem pengawasan (yang diberlakukan setelah wabah

SARS) diaktifkan dan sample pemeriksaan pasien di kirimkan ke

laboratorium untuk menyelidiki penyebab dari penyakit tersebut.

Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok memberitahukan

mengenai wabah ini kepada WHO dan pada tanggal 1 Januari 2020

pasar laut Huanan di tutup. Pada tanggal 7 Januari virus ini

diidentifikasi sebagai virus corona yang memiliki kesamaan lebih

dari 95% dengan bat coronavirus dan lebih dari 70% memiliki

kesamaan dengan SARSCoV. Sample lingkungan yang diambil

dari pasar laut Huanan terbukti positif, menandakan bahwa virus

ini berasal dari sana.

Jumlah kasus mulai meningkat secara eksponensial,

beberapa diantara kasus tersebut tidak menunjukkan adanya kontak

dengan pasar laut Huanan, hal ini menunjukkan fakta bahwa

terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Kasus fatal pertama

kali dilaporkan pada tanggal 11 Januari 2020. Migrasi besar-

besaran orang Tionghoa selama tahun baru Imlek memicu epidemi.

Kasus di provinsi lain di China dan negara lain seperti Thailand,

Jepang dan Korea Selatan secara berurutan telah dilaporkan.

Penularan ke petugas kesehatan yang merawat pasien dijelaskan

32

pada 20 Januari 2020. Pada tanggal 23 Januari 2020, 11 juta

penduduk Wuhan dikarantina dengan pembatasan masuk dan

keluar dari wilayah tersebut. Segera karantina diperluas ke kota-

kota lain di provinsi Hubei.

Pada tanggal 5 Maret 2020 tercatat ada 96.000 kasus di

seluruh dunia telah dilaporkan. Meskipun jumlah kasus di China

menurun, kasus tersebut meningkat secara eksponensial di negara

lain seperti Korea Selatan, Italia dan Iran. Tercatat dari bebrapa

negara tersebut yang terinfeksi, 20% berada dalam kondisi kritis,

25% telah pulih, dan 3310 telah meninggal (Singhal, 2020)

Hingga 28 Maret 2020, jumlah kasus terinfeksi COVID-19

terkonfirmasi mencapaui 571.678 kasus. Awalnya kasus terbanya

ada di China, namun sat itu kasus terbanyak terdapat di Italia

dengan 86.498 kasus, diikuti oleh Amerika dengan 85.228 kasus

dan China 82.230 kasus. Virus ini telah menyebar ke 199 negara.

Kematian akibat virus ini telah mencapai 26.494 kasus pada bulan

Maret. Indonesia melaporkan kasus pertama pada 2 Maret 2020,

yang diduga tertular dari orang asing yang berkunjung ke

Indonesia. Kasus di Indonesia pun terus bertambah, hingga tanggal

29 Maret 2020 telah terdapat 1.115 kasus dengan kematian

mencapai 102 jiwa. Tingkat kematian Indonesia adala 9%,

termasuk angka kematian tertinggi (Handayani, Hadi, Isbaniah,

Burhan, & Agustin, 2020)

Tanggal 17 Maret 2020 tercatat kasus COVID-19 pertama

yang masuk Jawa Timur, enam kasus positif COVID-19 tercatat di

Durabaya setelah melakukan pemeriksaan spesimen di RS Unair.

Enam pasien yang dinyatakan positif COVID-19 tersebut adalah

bagian dari 16 pasien dalam pemantauan (PDP) yang telah

tercantum pada data Pemprov Jawa Timur (Perdana, 2020).

33

Tanggal 18 Maret 2020 seorang mahasiswa di kota Malang

dinyatakan positif COVID-19, pada saat itu ada 2 orang dinyatakan

positif COVID-19. Seoarang diantaranya sudah meninggal dunia

sebelum hasil laboratorium keluar. Kedua kasus tersebut tercatat di

RS Saiful Anwar Malang (Arifin, 2020)

Tabel 2.3.1-1 Epidemiologi

34

2.3.2 Definisi dan Etiologi

Coronavirus adalah salah satu patogen utama yang

menyerang sistem pernapasan manusia. Wabah Coronavirus (CoV)

sebelumnya termasuk sindrom pernapasan akut / Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS)-CoV dan Middle East Respiratory

Syndrome (MERS) –CoV yang sebelumnya telah dicirikan sebagai

agen yang merupakan ancaman besar bagi kesehatan manusia.

Pada akhir Desember 2019, pasien yang dirawat di rumah sakit

dengan diagnosa awal penumonia dengan etiologi tidak diketahui.

Wabah virus corona baru SARSCov-2 yang berpusat di

provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok, telah menyebar ke

banyak negara lain. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO

mengumumkan keadaan darurat kesehatan global berdasarkan

tingkat pemberitahuan kasus yang meningkat di China dan negara

lain. Coronavirus adalah virus RNA besar beruntai tunggal positif

yang menginfeksi manusia dan berbagai jenis hewan. Coronavirus

pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh Tyrell dan Bynoe,

35

berdasarkan morfologi coronavirus berbentuk seperi bola dan

proyeksi permukaan menyerupai korona matahari (bahasa latin :

Corona = mahkota). Terdapat 4 subfamili yaitu, alpha-, beta-,

gamma- dan deltacoronavirus. Virus corona alfa dan beta

tampaknya berasal dari mamalia khususnya kelelawar, sedangkan

virus gamma dan delta berasal dari babi dan burung. Diantara

subtipe virus corona yang dapat menginfeksi manusia, beta-

coronavirus dapat menyebabkan penyakit dan kematian yang parah,

sedangkan alpha-coronavirus menyebabkan infeksi tanpa gejala

atau gejala ringan. SARCoV-2 termasuk dalam garis keturunan

daribeta-coronavirus (Velavan & Meyer, 2020).

2.3.3 Tanda dan Gejala

Gejala infeksi COVID-19 muncul setelah masa inkubasi

sekitar 5 hari. Gejala yang paling sering timbul saat timbulnya

penyakit COVID-19 adalah demam, batuk dan kelelahan

sedangkan gejala yang lainnya meliputi produksi dahak, sakit

kepala, haemoptysis atau batuk darah, diare, dispnea atau sesak

napas, lympophenia atau tingkat leukosit yang rendah dalam darah.

Gambaran klinis yang dirunjukkan oleh hasil CT Scan dada di

interpretasikan sebagai pneumonia, namun terdapat gambaran

abnormal RNAaemia atau gangguan pernapasan akut, cedera

jantung akut dan adanya Ground Glass Opacites (GGO) yang

dapat menyebabkan kematian (Rothan & Byrareddy, 2020)

2.3.4 Transmisi

Menurut penelitian yang di lakukan oleh Rothan &

Byrareddy yang dilakukan pada tahun 2020, berdasarkan jumlah

orang orang yang terinfeksi dan terpapar virus ini pernah

mendatangi pasar laut di kota Wuhan, dimana tempat ini adalah

tempat penjualan hewan hidup, diduga kemungkinan inilah asal

virus COVID-19 adalah virus zoonosis atau penyakit yang

disebabkan oleh virus atau bakteri yang di transmisikan dari hewan

36

ke manusia. upaya telah dilakukan untuk mencari inang reservoir

atau pembawa perantara dari mana infeksi mungkin telah

menyebar ke manusia. laporan awal mengidentifikasi dua spesies

ular yang mungkin menjadi reservoir virus corona selain mamalia

dan burung. Analisis urutan genom COVID-19 menunjukkan 88%

ciri-ciri vitus ini mirip dengan sindrom pernapasan akut (SARS)

yang di tularkan kelelawar, yang menunjukkan bahwa mamalia

kemungkinan besar merupakan penghubung antara COVID-19 dan

manusia.

Penularan dari orang ke orang terjadi terutama melalui

kontak langsung atau melalui droplet yang di sebarkan melalui

batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi. Dalam sebuah

penelitian kecil yang dilakukan pada wanita hamil pada masa

trimester ketiga yang dipastikan terinveksi virus corona, tidak ada

bukti penularan dari ibu ke anak. Namun, semua ibu hamil

menjalani operasi caesar, sehingga masih belum jelas apakah

penularan bisa bisa terjadi saat melahirkan melalui vagina (Rothan

& Byrareddy, 2020)

2.3.5 Tata Laksana

Prinsip tata laksana secara keseluruhan menurut

rekomendasi WHO yaitu :

1. Triase adalah identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien

dengan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dan lakukan

dengan memperhatikan prinsip pencegahan dan pengendalian

infeksi (PPI) yang sesuai.

2. Terapi suportif dan monitor pasien, pengambilan sample uji

untuk diagosis laboratorium.

3. Tata laksana secepatnya pada pasien dengan hipoksimenia atau

gagal napas dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),

syok sepsis dan kondisi kritis lainnya

37

Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik anti virus nCoV

2019 dan anti virus corona lainnya. Pengembangan lain adalah

penggunaan redesivir yang diketahui memiliki efek antivirus RNA

dan kombinasi klorokuin, tetapi keduanya belum mendapatkan

hasil. Vaksinasi juga belum ada sehingga tata laksana utama pada

pasien adalah terapi suportif yang disesuaikan kondisi pasien,

terapi cairan adekuat sesuai kebutuhan, terapi oksigen yang sesuai

derajat penyakit mulai dari penggunaan nasal kanul oksigen,

masker oksigen. Bila dicurigai terjadi infeksi ganda diberikan

antibiotika spektrum luas. Bila terdapat perburukan klinis atau

penurunan kesadaran pasien akan dirawat di ruang isolasi intensif

(ICU) (Handayani et al., 2020).

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang sesuai dengan morbiditas. Pada

pneumonia dilakukan foto thoraks, bisa dilanjutkan dengan

Computed Tomography Scan (CT Scan) thoraks dengan kontras.

Gambaran foto thoraks pneumonia yang disebabkan oleh infeksi

COVID-19 muali dari normal hingga ground glass opacity.

Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu

membedakan infeksi virus. Evaluasi 99 kasus pertama

menunjukkan gambaran limfopenia, peningkatan c-rective protein

(CRP) meningkat, kadang disertai anemia, leukopenia seperti

infeksi virus. Pemeriksaan prokalsitonin (PCT) menunjukkan hasil

normal kecuali bila dicurigai terjadinya infeksi bakteri maka PCT

akan meningkat. Pemeriksaan lain dilakukan untuk melihat

komorbid atau penyakit penyerta dan evaluasi kemungkinan

komplikasi pneumonia yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, albumin

serta analisis gas darah (AGD), elektrolit, gula darah dan biakan

kuman dan uji kepekaan untuk melihat kemungkinan penyebab

bakteri atau bila dicurigai terjadi infeksi ganda dengan infeksi

bakteri (Handayani et al., 2020).

38

Diagnosis pasti atau kasus terkonfirmasi ditentukan

berdasarkan hasil pemeriksaan ekstraksi RNA virus severe acute

respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) COVID-19

menggunakan reverse transcription polymerase chain reaction

(RT-PCR) untuk mengekstraksi 2 gen SARS-CoV-2. Contoh uji

yang dapat digunakan adalah dari sample berupa swab tenggorok.

Swab nasofaring baik untuk evaluasi influenza tetapi untuk virus

corona lain swab nasofaring yang diambil menggunakan swab dari

dacron atau rayon bukan kapas (Handayani et al., 2020)

2.3.7 Pencegahan

Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang

beresiko hingga masa inkubasi. Pencegahan lain adalah

meningkatnya daya tahan tubuh melalui asupan makanan sehat,

memperbanyak cuci tangan, menggunakan masker bila berada di

daerah beresiko atau padat, melakukan olah raga, istirahat cukup

serta makan makanan yang dimasak hingga matang dan bila sakit

segera berobat ke RS rujukan untuk dievaluasi.

Hingga saat ini belum ada vaksinasi untuk pencegahan

primer. Pencegahan sekunder adalah segera menghentikan proses

pertumbuhan virus, sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber

infeksi. Upaya pencegahan yang penting termasuk berhenti

merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru.

Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan

dengan cara memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat

atau ruang intensif isolasi. Pada pasien yang mungkin mengalami

infeksi COVID-19 petugas kesehatan perlu menggunakan APD

standar untuk penyakit menular. Kewaspadaan standar dilakukan

secara rutin menggunakan APD termasuk masker untuk tenaga

medis, proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang (gown)

(Handayani et al., 2020)