Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

26
BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Pelayanan Antenatal (ANC = Ante Natal Care) Pelayanan Antenatal adalah pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun janin agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman, diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal, karena dengan keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya (Departemen Kesehatan RI, 2007). Tujuan Pelayanan Antenatal adalah sebagai berikut : 1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin. 2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu. 3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit / komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan. 4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman dengan trauma seminimal mungkin. 5. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan mempersiapkan ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif. 6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar dapat tumbuh kembang secara normal. 7. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal. 1.2. Kunjungan Antenatal Empat Kali (K4) Pedoman Pelayanan Antenatal, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Dasar , Departeman Kesehatan RI, 2007

Transcript of Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Page 1: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1. Pelayanan Antenatal (ANC = Ante Natal Care)

Pelayanan Antenatal adalah pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care

untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun janin agar dapat

melalui persalinan dengan sehat dan aman, diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu sehingga

ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal, karena dengan keadaan kesehatan ibu yang

optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya (Departemen

Kesehatan RI, 2007).

Tujuan Pelayanan Antenatal adalah sebagai berikut :

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh

kembang janin.

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu.

3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit / komplikasi yang mungkin

terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan

pembedahan.

4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman dengan trauma

seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan mempersiapkan ibu agar dapat

memberikan ASI secara eksklusif.

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar dapat

tumbuh kembang secara normal.

7. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal.

1.2. Kunjungan Antenatal Empat Kali (K4)Pedoman Pelayanan Antenatal, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Dasar , Departeman Kesehatan RI, 2007

Page 2: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Salah satu bentuk pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dalam pengertian keseluruhan

adalah apa yang disebut dengan K4. Kunjungan antenatal empat kali (K4) adalah kontak ibu

hamil dengan tenaga professional yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan

antenatal sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat minimal satu kali kontak pada

trisemester pertama (K1), minimal satu kali kontak pada trisemester kedua (K2), minimal dua

kali kontak pada trisemester ketiga (K3 dan K4).

Pemeriksaan kehamilan dapat dilaksanakan dengan kunjungan ibu hamil. Kunjungan

ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan

pelayanan antenatal sesuai dengan standar. Istilah kunjungan, tidak mengandung arti bahwa

selalu ibu hamil yang dikunjungi petugas kesehatan dirumahnya atau diposyandu (Pedoman

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina

Kesehatan Keluarga, Depkes RI, 1993).

Kunjungan baru ibu hamil (K1) adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan

petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dengan standar 7T. Hubungan

kunjungan baru ibu hamil (K1) sampai dengan kunjungan empat kali pemerksaan kehamilan

(K4) secara langsung adalah jika ibu memeriksakan kehamilannya yang pertama kali dan

kontak ibu yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan

pemeriksaan kehamilan hubungannya adalah dapat memantau kemajuan kehamilan,

mengenali sejak dini adanya ketidak normalan atau komplikasi pada ibu dan janin.

Tujuan K1 Adalah untuk menfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun

bayinya dengan jalan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi

komplikasi - komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan

memberikan pendidikan. Asuhan itu penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari

kelahiran berjalan normal dan tetap demikian seterusnya (JHPIEGO,2001).

(http://.blogspot.com/pengetahuan-ibu-hamil-tentang-kontak.html, Diakses 2 Mei 2010,

Pukul 11.45 WIB)

Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal empat kali (K4) yaitu ibu hamil

yang telah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan

distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada trisemester

pertama, satu kali pada trisemester kedua dan dua kali pada trisemester ketiga umur

kehamilan.

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Biro Hukum Dan Organisasi SetJen DepKes RI, 2008 Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, DepKes RI, 1993

Page 3: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal :

a. Timbang badan dan ukur badan. Tujuannya, untuk mengetahui sesuai tidaknya berat

badan ibu. Pemeriksaan berat badan akan dilakukan setiap ibu berkunjung nantinya.

Idealnya, selama triwulan I berat badan ibu harus naik 0,5 sampai 0,75 kg setiap

bulan. Pada triwulan II, berat badan ibu harus naik 0,25 kg setiap minggu. Dan pada

triwulan III, berat badan ibu harus naik sekitar 0,5 kg setiap minggunya. Atau secara

umum berat badan ibu bertambah minimal 8 kg selama kehamilan.

b. Ukur tekanan darah. Tujuannya, untuk mendeteksi apakah tekanan darah normal atau

tidak. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada setiap kunjungan. Tekanan darah yang

tinggi dapat membuat ibu mengalami keracunan kehamilan, baik ringan maupun berat

bahkan sampai kejang - kejang. Sementara tekanan darah yang rendah menyebabkan

pusing dan lemah.

c. Skrining status imunisasi Tetanus Toksoid (TT). Tujuannya, untuk melindungi ibu

dan bayi yang dilahirkan nanti dari Tetanus Neonatorum. Imunisasi ini diberikan

sebanyak lima kali - TT1 diberikan pada kunjungan antenatal pertama, TT2 diberikan

empat minggu setelah TT1, TT3 diberikan enam bulan setelah TT2, TT4 diberian satu

tahun setelah TT3, dan TT5 diberikan satu tahun setelah TT4.

d. Ukur tinggi fundus uteri. Tujuannya, untuk melihat pembesaran rahim. Dilakukan

dengan cara meraba perut dari luar. Termasuk juga untuk mengetahui presentasi bayi,

serta bagian janin yang berada di puncak (fundus) dan letak punggung bayi (untuk

selanjutnya menentukan denyut jantung janin). Dalam pemeriksaan fisik ini juga

dilakukan pengukuran tinggi puncak rahim untuk kemudian disesuaikan dengan umur

kehamilan. Jika didapatkan besar rahim tidak sesuai dengan perkiraan umur

kehamilan, pemeriksaan penunjang berikutnya dapat direncanakan.

e. Pemberian tablet besi (90 tablet) selama kehamilan. Pemberian tablet besi. Kebijakan

nasional yang diterapkan pada seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat di Indonesia

adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang

pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan

asam folat 500 ug, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak

diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya.

f. Temu wicara / pemberian komunikasi interpersonal dan konseling. Mengingat tidak

dapat diramalkannya kondisi ibu dan janin saat proses persalinan berlangsung, khusus

untuk daerah Pusat Kesehatan Masyarakat yang jauh dari Rumah Sakit Kabupaten

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Biro Hukum Dan Organisasi SetJen DepKes RI, 2008 Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Depkes RI, 1993

Page 4: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

atau Propinsi serta ketiadaan fasilitas mobil ambulans, perlu dipikirkan persiapan-

persiapan berkenaan dengan rujukan. Terlebih untuk daerah-daerah yang terisolasi

oleh hutan, sungai, maupun laut. Oleh karenanya diperlukan komunikasi dengan

suami atau keluarga guna mempersiapkan rujukan jika nantinya diperlukan. Dengan

manajemen rujukan yang benar, cepat dan tepat, ibu dan janin / bayi yang dilahirkan

akan memperoleh penanganan yang benar. Sehingga daengan seirama akan membantu

menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia.

g. Test laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan berdasarkan indikasi (HbsAg,

sifilis, HIV, malaria, TBC, PMS). Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan

kelompok risiko tinggi terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS). Penyakit Menular

Seksual (PMS) ini dapat menimbulkan kesakitan dan kematian, baik pada ibu maupun

janin yang dikandungnya. Jika dalam kunjungan pertama wanita hamil itu memiliki

risiko terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS), maka perlu dilakukan penapisan.

Penapisan ini dapat berupa pemeriksaan cairan (sekret) vagina maupun pemeriksaan

darah. Dengan terdeteksinya Penyakit Menular Seksial (PMS) secara lebih dini, akan

dapat diobati secara tepat dengan memperhatikan faktor keamanan terhadap ibu dan

janin. Sehingga, kesakitan dan kematian pada ibu dan janin dapat dihindari

(http://www.balipost.com, Diakses 11 Mei 2010, Pukul 15.35 WIB).

1.3. Cakupan Kunjungan Antenatal Empat Kali (K4)

Cakupan kunjungan antenatal empat kali (K4) adalah cakupan ibu hamil yang telah

memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali di satu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal

Bidang Kesehatan Di Kabupaten / Kota, Biro Hukum Dan Organisasi Sekretariat Jenderal

DepKes RI, 2008).

Agar tujuan tersebut tercapai, pemeriksaan kehamilan harus segera dilaksanakan

begitu terjadi kehamilan yaitu ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan, dan

dilaksanakan terus secara berkala selama kehamilan. Ibu harus melaksanakan pemeriksaan

antenatal paling sedikit empat kali. Satu kali kunjungan pada trisemester I, satu kali

kunjungan pada trisemester II dan dua kali kunjungan pada trisemester III (Prawirohardjo S,

2002).

Kebanyakan ibu hamil harus menyadari bahwa sedang hamil sewaktu kehamilan

sudah berusia 1 sampai 2 bulan. Dan disaat mereka memeriksakan diri ke dokter biasanya

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Biro Hukum Dan Organisasi SetJen DepKes RI, 2008 Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, DepKes RI, 1993

Page 5: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

kehamilannya sudah berusia 2 atau 3 bulan, tiga bulan pertama kehamilan adalah masa yang

sangat penting. Banyak hal-hal penting terjadi sebelum ibu hamil pergi ke dokter dan

mengetahui bahwa ibu sedang hamil.

Cakupan kunjungan ibu hamil di suatu pelayanan kesehatan dapat dilihat dengan

rumus di bawah ini :

Jumlah ibu hamil yang memperoleh pelayanan antenatal K4 di satu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah dalam kurun waktu yang sama

Jumlah sasaran ibu hamil dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,10 x Crude

Birth Rate x jumlah penduduk (pada tahun yang sama). Angka CBR dan jumlah penduduk

Kabupaten / Kota didapat dari BPS masing – masing Kabupaten / Kota / Provinsi pada kurun

waktu tertentu dan 1,10 merupakan konstanta untuk menghitung ibu hamil.

Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi ibu

hamil sehingga kesehatan janin terjamin melalui penyediaan pelayanan antenatal.

Sumber data yang diperlukan berasal dari Sistem Informasi Puskesmas (SIMPUS) dan

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta,

kohort ibu serta Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA.

1.4. Puskesmas

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan

pelayanan secara menyeluruh pada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam

bentuk usaha - usaha kesehatan pokok (Azwar, 1980).

Menurut Departemen Kesehatan RI, 1991, Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang

membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh atau

terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

1.4.1. Fungsi Puskesmas

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Biro Hukum Dan Organisasi SetJen DepKes RI, 2008 Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, DepKes RI, 1993

Cakupan kunjungan = antenatal empat kali(K4)

x 100%

Page 6: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Ada tiga fungsi puskesmas, yaitu :

1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya.

2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka

meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerjanya.

1.4.2. Kegiatan Pokok Puskesmas

Ada delapan belas kegiatan pokok puskesmas antara lain :

1 Upaya kesehatan ibu dan anak

a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi,

anak balita dan anak pra sekolah.

b. Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk karena

kekurangan protein, kalori serta bila ada pemberian makanan tambahan,

vitamin dan mineral.

c. Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimulasinya.

d. Imunisasi tetanus toksoid dua kali pada ibu hamil dan BCG, DPT tiga kali,

polio tiga kali, dan campak satu kali pada bayi.

e. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan

program KIA.

f. Pelayanan Keluarga Berencana kepada pasangan usia subur (PUS) dengan

perhatian khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena

melahirkan anak dan golongan ibu resiko tinggi.

g. Pengobatan bagi ibu, bayi, balita dan anak pra sekolah dari macam –

macam penyakit ringan.

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Biro Hukum Dan Organisasi SetJen DepKes RI, 2008 Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, DepKes RI, 1993 Nasrul Effendy, 1998 Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Page 7: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

h. Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan

pemeliharaan, memberikan penerangan dan pendidikan tentang kesehatan,

dan untuk mengadakan pemantauan pada mereka yang lalai mengunjungi

puskesmas dan meminta agar mereka datang ke puskesmas untuk

memeriksakan diri saat sakit dan hamil.

i. Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak – kanak dan para dukun

bayi.

2 Upaya Keluarga Berencana

a. Mengadakan konseling mengenai Keluarga Berencana untuk para ibu dan

calon ibu yang mengunjungi poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

b. Mengadakan pertemuan dan pelatihan Keluarga Berencana (KB) kepada

dukun yang kemudian akan bekerja sebagai penggerak calon peserta KB.

c. Mengadakan penyuluhan tentang KB baik di puskesmas maupun dengan

kunjungan rumah.

d. Memasang IUD, penggunaan pil, kondom, dan cara – cara lain dengan

memberikan sarananya.

e. Melakukan pemantauan kepada ibu maupun calon ibu yang menggunakan

sarana pencegahan kehamilan.

3 Upaya Peningkatan Gizi

a. Mengenali penderita – penderita kekurangan gizi dan memberikan

pengobatan.

b. Mempelajari keadaan gizi masyarakat dan mengembangkan program

perbaikan gizi.

c. Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat dan perorangan kepada

mereka yang membutuhkan, terutama dalam rangka program KIA.

d. Melaksanakan program perbaikan gizi keluarga, memberikan makanan

tambahan yang mengandung protein dan kalori kepada anak – anak

Nasrul Effendy, 1998. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Nasrul Effendy, 1998. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Nasrul Effendy, 1998. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Page 8: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

berumur di bawah 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui, memberikan

vitamin A kepada anak – anak yang berumur dibawah 5 tahun.

4 Upaya kesehatan lingkungan

a. Penyehatan air bersih.

b. Penyehatan pembuangan kotoran.

c. Penyehatan lingkungan perumahan.

d. Penyehatan air buangan / limbah.

e. Pengawasan sanitasi tempat umum.

f. Penyehatan makanan dan minuman.

g. Pelaksanaan peraturan perundangan.

5 Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

a. Megumpulkan dan menganalisa data penyakit.

b. Melaporkan kasus penyakit menular.

c. Menyelidiki di lapangan untuk melihat benar atau tidaknya laporan yang

masuk, menemukan kasus – kasus baru dan mengetahui sumber

penularannya.

d. Tindakan pencegahan penularan penyakit.

e. Menyembuhkan penderita hingga tidak lagi menjadi sumber infeksi.

f. Pemberian imunisasi.

g. Pemberantasan vektor.

h. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

6 Upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan

Nasrul Effendy,1998. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Page 9: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

a. Melaksanakan diagnosa sedini mungkin (mendapatkan riwayat penyakit,

mengadakan pemeriksaan fisik, mengadakan pemeriksaan laboratorium,

membuat diagnosa).

b. Melaksanakan tindakan pengobatan.

c. Melakukan upaya rujukan bila perlu (rujukan diagnostik, rujukan

pengobatan / rehabilitasi, rujukan lain).

7 Upaya penyuluhan kesehatan masyarakat

a. Kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan pada setiap kesempatan oleh

petugas, baik di klinik, rumah dan di kelompok – kelompok masyarakat.

b. Diadakannya petugas koordinator yang membantu para petugas puskesmas

dalam mengembangkan teknik dan materi penyuluhan di puskesmas.

8 Upaya kesehatan sekolah

a. Membina sarana keteladanan di sekolah, berupa sarana keteladanan gizi

meliputi kebersihan kantin, makanan dan kebersihan lingkungan sekolah.

b. Membina kebersihan perseorangan peserta didik.

c. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berperan serta secara

aktif dalam pelayanan kesehatan melalui kegiatan dokter kecil.

d. Imunisasi peserta didik kelas I – VI.

e. Pengawasan terhadap keadaan air.

f. Pengobatan ringan pertolongan pertama.

g. Rujukan medis.

h. Pembinaan teknis dan pengawasan sekolah.

9 Upaya kesehatan olah raga

a. Pemeriksaaan kesehatan berkala.

b. Penentuan takaran latihan.

Nasrul Effendy. 1998. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Page 10: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

c. Pengobatan dengan latihan dan rehabilitasi.

d. Pengobatan akibat cedera latihan.

e. Pengawasan selama pemusatan latihan.

10 Upaya perawatan kesehatan masyarakat

a. Asuhan perawatan kepada individu di puskesmas maupun di rumah tangga

dengan berbagai tingkatan umur, kondisi kesehatan, tumbuh kembang dan

jenis kelamin.

b. Asuhan keperawatan yang diarahkan kepada keluarga sebagai unit terkecil

dari masyarakat.

c. Pelayanan perawatan kepada kelompok khusus diantaranya ibu hamil, anak

balita, usia lanjut, dll.

d. Pelayanan keperawatan pada tingkat masyarakat.

11 Upaya kesehatan kerja

a. Pemeriksaan kesehatan awal dan berkala untuk para pekerja.

b. Pemeriksaan kasus terhadap pekerja yang datang berobat ke puskesmas.

c. Peninjauan tempat kerja untuk menentukan bahaya akibat kerja.

d. Kegiatan peningkatan kesehatan tenaga kerja melalui peningkatan gizi

pekerja, lingkungan kerja, dan kegiatan peningkatan kesejahteraan

kegiatan pencegahan kecelakaan akibat kerja (penyuluhan kesehatan,

kegiatan ergonomi, monitoring bahaya akibat kerja, pemakaian Alat

Pelindung Diri (APD) ).

e. Pengobatan kasus penyakit akibat kerja.

f. Kegiatan pemulihan kesehatan bagi para pekerja yang sakit.

g. Kegiatan rujukan medik dan kesehatan terhadap pekerja yang sakit.

12 Upaya kesehatan gigi dan mulut

Nasrul Effendy, 1998. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Page 11: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

a. Pembinaan/pengembangan kemampuan peran serta masyarakat dalam

upaya pemeliharaan diri dalam wadah program UKGM.

b. Pelayanan asuhan pada kelompok rawan (anak sekolah, ibu hamil,

menyusui dan anak pra sekolah).

c. Pelayanan medik gigi dasar.

13 Upaya kesehatan jiwa

a. Penanganan pasien dengan gangguan jiwa.

b. Pengembangan upaya kesehatan jiwa di puskesmas dengan peran serta

masyarakat dan pelayanan melalui kesehatan jiwa.

14 Upaya kesehatan mata

a. Upaya kesehatan mata (anamnesa, pemeriksaan visus dan mata luar tes

buta warna, funduskopi, pemeriksaan laboratorium, pengobatan dan

pemberian kacamata).

b. Peningkatan kesehatan masyarakat dalam bentuk penyuluhan kesehatan,

menciptakan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan mata.

c. Pengembangan kesehatan mata masyarakat.

15 Upaya laboratorium sederhana

a. Kegiatan di ruangan laboratorium.

b. Kegiatan terhadap spesimen yang akan dirujuk.

c. Kegiatan laboratorium di ruang klinik yang dilakukan oleh perawat atau

bidan.

d. Kegiatan laboratorium di luar gedung.

16 Upaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan

Nasrul Effendy, 1998 . Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2,. EGC

Page 12: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

a. Pencatatan dan pelaporan mencakup : data umum dan demografi wilayah

kerja puskesmas, data ketenagaan di puskesmas, data sarana yang dimiliki

puskesmas, data kegiatan pokok puskesmas yang dilakukan baik di dalam

maupun di luar gedung puskesmas.

b. Laporan dilakukan secara periodik (bulanan, triwulan, enam bulanan, dan

tahunan).

17 Upaya kesehatan usia lanjut

a. Pengembangan kegiatan upaya pemeliharaan kesehatan usia lanjut dan

pencegahan penyakit dengan melakukan penyuluhan mengenai kesehatan

usia lanjut baik di dalam puskesmas maupun di luar puskesmas.

b. Kegiatan pelayanan pengobatan penyakit pada usia lanjut.

c. Kegiatan rujukan medik.

18 Upaya pembinaan pengobatan tradisional

a. Melestarikan bahan – bahan tanaman yang dapat digunakan untuk

pengobatan tradisional.

b. Melakukan pembinaan terhadap cara – cara pengobatan tradisional.

1.5. Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU

RI No. 20 tahun 2003).

Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat

saling melengkapi dan memperkaya jenjang. Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,

Nasrul Effendy, 1998/ Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2. EGC

Page 13: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Menurut Undang-Undang No. 20 pasal 17

tahun 2003, jalur pendidikan formal terdiri dari :

a. Pendidikan Dasar (SD, MI, SMP, MTs)

b. Pendidikan Menegah (SMA, MA, SMK,MAK)

c. Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis dan Doktor).

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi, misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang rendah, seseorang dengan

tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit menerima pesan, mencerna dan informasi

yang disampaikan (Effendi, 1998).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seorang akan pola

hidup terutama dalam memotivasi untuk bersikap dan berperan serta dalam pembangunan

kesehatan (Notoatmojo, 1997).

Menurut Kuncoroningrat yang dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001) semakin

tinggi pendidikan semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki begitu pula sebaliknya. Semakin rendah tingkat pendidikan maka

akan sulit mencerna pesan yang disampaikan. Tingkat pendidikan khususnya tingkat

pendidikan ibu mempengaruhi derajat kesehatan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh

terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi

akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya

dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari (Depkes RI, 2004).

1.6. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol,

prosedur, tehnik, dan teori (Notoatmodjo, 1997). Menurut Taufik (2007), pengetahuan

merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera

yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setiap orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek. Pada umumnya pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh

pendidikan yang pernah diterima, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

semakin baik pula tingkat pengetahuannya (Nursalam, 2001).

Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat,. Jakarta :Rineka Cipta Nursalam dan Siti Pariani. 2001, Pendekatan Praktis Metodelogi Riset Keperawatan CV. Sagung Seto : Jakarta Nasrul Effendy, 1998. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, EGC

Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat,. Jakarta :Rineka Cipta Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Keperawtan Pedoman Skripsi,Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta

Page 14: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Pengetahuan dapat mempengaruhi seseorang secara ilmiah dan mendasari dalam

mengambil keputusan rasional dan efektif dalam menerima perilaku baru yang akan

menghasilkan persepsi yang positif dan negatif.

Dengan banyak pengetahuan tentang pemeriksaan kehamilan ibu menjadi banyak tahu

tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang antara lain : pendidikan, usia, ekonomi, pekerjaan (Nursalam, 2001).

Tingkat Pengetahuan Dalam Dominan Kognitif

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena

itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang lebih rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

suatu atau kondisi yang riil. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum –

hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek kedalam komponen –

komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata

lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formula –

formula yang ada.

Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat,. Jakarta :Rineka Cipta

Page 15: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria – kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2003).

Proses penyerapan ilmu pengetahuan menurut Soekidjo Notoatmodjo, 2003 bahwa

suatu pesan yang diterima oleh setiap individu melalui lima tahapan, yaitu :

a. Kesadaran (Awarnees)

Yaitu keadaan dimana seseorang sadar bahwa ada suatu peranan yang disampaikan,

bahwa ada suatu pesan yang disampaikan.

b. Merasa Tertarik (Interest)

Yaitu seseorang mulai tertarik akan misi pesan yang disampaikan.

c. Menimbang – nimbang (Evaluation)

Yaitu merupakan tahap dimana penerima pesan mulai mengadakan penilaian

keuntungan dan kerugian dari isi pesan yang disampaikan.

d. Mencoba (Trial)

Yaitu merupakan tahap dimana penerima pesan mencoba mempraktekkan isi pesan

yang didengar.

e. Adopsi ( Adoption)

Yaitu merupakan tahap dimana penerima pesan mempraktekkan dan melaksanakan isi

pesan dalam kehidupan sehari – hari.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin dilakukan dalam subyek penelitian atau responden

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

a. Baik : Hasil presentase 76% - 100%

b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

c. Kurang : Hasil presentase 40% - 55%

d. Buruk : Hasil persentase < 40%

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Page 16: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Pengetahuan tentang kehamilan harus dimiliki ibu hamil untuk dapat menyiapkan fisik

atau mental agar sampai akhir kehamilannya sama sehatnya, bilamana ada kelainan fisik atau

psikologis bisa ditemukan secara dini dan diobati, serta melahirkan tanpa kesulitan dengan

bayi yang sehat. Berdasarkan sebuah konsep perilaku “K-A-P” (Knowledge, attitude, pracite)

menjelaskan bahwa perilaku seseorang (misalnya perilaku ibu hamil terhadap kunjungan

empat kali pemeriksaan kehamilan) sangat dipengaruhi oleh sikapnya yang mendukung

terhadap anjuran pemeriksaan kehamilannya. Sikap (attitude) dipengaruhi oleh pengetahuan

(knowledge) tentang sesuatu (misalnya pengetahuan manfaat pemeriksaan kehamilan bagi

ibu hamil) (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan tentang pemeriksan kehamilan yang masih kurang dapat dilihat dari

frekuensi kunjungan pemeriksaan selama kehamilan. Sedangkan frekuensi kunjungan

pemeriksaan kehamilan dapat ditinjau dari tingkat kepatuhan ibu hamil dalam melakukan

kunjungan pemeriksaan kehamilan di tempat pelayanan KIA.

Kepatuhan melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu

bentuk perilaku seorang ibu hamil. Menurut Lawrence Green, faktor – faktor yang

berhubungan dengan perilaku ada 3 yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor

pendorong. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya : pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, dan nilai. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung adalah

ketersediaan sarana-sarana kesehatan dan sumber daya, dan yang terakhir yang termasuk

faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

1.7. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen

pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan dan Praktik ). Rieneka Cipta : Jakarta

Page 17: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

e. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor

dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

f. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Daniel J Mueellerr, op. cit, p.3.

Page 18: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

g. Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh

adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

h. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

i. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

Sikap mempunyai ketahanan yang relatif dalam arti dapat bersifat permanen atau

kurang permanen dalam mereaksi suatu objek. Dengan demikian sikap bukanlah perilaku.

Antara sikap dan perilaku merupakan fenomena psikologis yang terpisah. Karena sikap

belum merupakan perilaku tetapi masih dalam bentuk apresiasi terhadap respon maka

terhadap sikap dianggap sebagai respon tertutup (covert respon) sebagaimana definisi yang

dikemukakan oleh Ralph Linton (1945) dalam Daniel J Mueller bahwa sikap dapat

didefinisikan sebagai respon tertutup yang menimbulkan nilai.

1.8. Sosial Ekonomi

Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat

sosial ekonomi (FKM UI, 2007). Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat kehidupan

seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan variabel pendapatan, pendidikan dan

pekerjaan, karena ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan

kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Page 19: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai

masalah kesehatan yang dihadapi, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan dan

ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah tersebut (Effendy Nasrul, 1998).

Menurut WHO (Notoatmodjo, 2003) faktor ekonomi juga berpengaruh

terhadap seseorang dalam upaya deteksi dini komplikasi kehamilan. Status

ekonomi keluarga juga berperan bagi seseorang dalam mengambil

keputusan bertindak termasuk tindakan yang berhubungan dengan

kesehatan.

Ekonomi menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan

ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan

persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. Namun dengan

adanya perencanaan yang baik sejak awal, membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan

proses persalinan dapat berjalan dengan baik.

1.9. Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai

bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau

Stimulus – Organisme – Respon.

Definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah reaksi yang dapat diamati

secara umum atau obyektif, merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan

respon yang bersifat sederhana atau kompleks.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Effendy Nasrul. 1998. Dasar - Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Page 20: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

a. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang

dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit,

sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini,

perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

b. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering

disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan atau kecelakaan.

c. Perilaku kesehatan lingkungan Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Page 21: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial

budaya, dan sebagainya.

Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat

mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain

:

1 Teori Lawrence Green (1980)

Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan.

Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).

Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :

a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia

atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya

puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.

c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat.

2 Teori Snehandu B. Kar (1983)

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku

merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior itention).

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accesebility of information).

d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau

keputusan (personal autonomy).

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Page 22: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

3. Teori WHO (1984)

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :

a. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,

persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek

kesehatan).

b. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

c. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang

menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih

dahulu.

d. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering

diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat

seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap

tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung

pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman

orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak

atau sedikitnya pengalaman seseorang.

e. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa

yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh, antara lain guru, alim ulama,

kepala adat (suku), kepala desa, dan sebagainya

f. Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan

sebagainya.

Pengetahuan ibu akan mempengaruhi perilaku ibu dalam melakukan pemeriksaan

kehamilannya. Selain pengetahuan mengenai kehamilan ibu, perilaku juga dipengaruhi oleh

pengalaman, sosial ekonomi, fasilitas (sarana dan jarak pelayanan), budaya, paritas (jumlah

anak) dan sebagainya. Tetapi diantara faktor-faktor tersebut untuk terbentuknya perilaku

yang langgeng adalah perilaku yang disadari oleh pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo,

2003).

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Page 23: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

2.9.1. Perilaku dan Kepatuhan Melakukan Kunjungan Anteanal Care (ANC).

Menurut Sarafino yang dikutip oleh Sudariyah, 2004, mendefinisikan kapatuhan atau

ketaatan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan atau perilaku yang disarankan

oleh petugas kesehatan.

Menurut Mulyono. B yang dikutip oleh Widiawati, 2007, kepatuhan merupakan

tindakan yang berkaitan dengan perilaku seseorang. Perilaku manusia hakekatnya merupakan

aktivitas dari manusia itu sendiri.

Sedangkan menurut Sudarwati yang dikutip oleh Widiawati, 2007, tingkat kepatuhan

adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan langkah-langkah yang telah

ditetapkan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kepatuhan merupakan ketaatan seseorang untuk melaksanakan kegiatan atau aktivitas seperti

yang disarankan oleh orang lain. Orang lain yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

bidan.

Penghitungan tingkat kepatuhan dapat sebagai kontrol bahwa pelaksana program telah

melaksanakan program sesuai standar. Dalam hal ini kepatuhan kunjungan dapat diartikan

ketaatan dan tindakan yang berkaitan dengan perilaku seseorang. Sedangkan kepatuhan

kunjungan Antenatal Care (ANC) dapat diartikan ketaatan dalam berkunjung ke tempat

pelayanan kesehatan oleh ibu hamil sesuai dengan saran petugas kesehatan dalam hal ini

bidan maupun dokter spesialis sesuai dengan standar Antenatal Care (ANC) yang ditetapkan.

Cara mengukur bahwa perilaku ibu tersebut merupakan perilaku yang sesuai dengan standar

minimal kunjungan yaitu, minimal satu kali kunjungan pada trimester I, minimal satu kali

kunjungan pada trimester II, dan minimal dua kali pada trimester III sesuai jadwal yang

ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2002). Bila ibu tidak melakukan kunjungan

sesuai dengan standar tersebut dapat dikatakan bahwa ibu tersebut tidak patuh dalam

melakukan kunjungan antenatal

2.9.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Melakukan Antenatal Care

(ANC)

Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Sudariah. 2004. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang ANC Dengan Kepatuhan Kunjungan Pada Ibu Hamil Primigravida Di Puskesmas Galur I Kulonprogo Widiawati, S. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Dengan Kepatuhan Kunjungna Pada Ibu Hamil Primigravida Di BPS Sri Romdhati Gunung

Page 24: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Kepatuhan pasien terhadap saran dokter / bidan ditentukan oleh beberapa hal antara

lain:

a. Pengalaman

Pengalaman seseorang dalam keberhasilan atau ketidakberhasilan mengobati sendiri

terhadap penyakit yang dideritanya juga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan

mereka terhadap nasehat tenaga kesehatan. Seseorang yang merasa selalu berhasil mengobati

penyakit yang dideritanya tanpa bantuan orang lain, akan cenderung tidak patuh atau taat

terhadap tenaga kesehatan, karena ia merasa tidak butuh bantuan atau nasehat orang lain.

Sementara yang sering gagal dalam mengobati diri sendiri akan cenderung lebih patuh

terhadap saran dari tenaga kesehatan termasuk melakukan kunjungan Antenatal Care (ANC).

b. Lingkungan (teman atau keluarga)

Lingkungan dimana seseorang tinggal juga memilki pengaruh terhadap kepatuhan

seseorang terhadap saran / nasehat orang lain. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan

pergaulan / teman, dan lingkungan keluarga maupun masyarakat. Orang yang tinggal dalam

lingkungan yang menjunjung tinggi aspek kesehatan akan cenderung patuh terhadap saran-

saran untuk menuju hidup sehat. Sebaliknya mereka yang tinggal di lingkungan dengan pola

hidup kumuh / jorok, akan cenderung tidak patuh terhadap saran / nasehat orang lain atau

tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan masalah kesehatan.

c. Adanya efek samping obat

Walaupun bukan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi, seseorang yang

pernah mengalami efek samping dari obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, terutama

hingga mengganggu aktifitas kesehariannya, akan memiliki kecenderungan tidak begitu patuh

lagi terhadap saran tenaga kesehatan, untuk menggunakan obat yang sama. Sebaliknya, yang

belum pernah mengalami efek samping yang cukup merugikan terhadap obat yang diberikan

oleh tenaga kesehatan, akan memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap saran tenaga kesehatan.

d. Tingkat ekonomi

Page 25: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Meskipun faktor ekonomi bukan penentu utama ketidakpatuhan seseorang, terhadap

saran tenaga kesehatan, namun kemapuan seseorang untuk membeli obat dari kantong sendiri

sedikit banyak mempengaruhi kepatuhan seseorang terhadap tenaga kesehatan.

Biaya pembelian obat yang dirasa terlalu mahal untuk ukuran kemampuan

ekonominya, cenderung tidak dibeli meskipun itu disarankan oleh tenaga kesehatan.

Walaupun obat yang gratis tidak terlalu disukai karena dirasa kurang khasiatnya.

e. Interaksi dengan tenaga kesehatan

Hubungan yang telah lama dilakukan antara seseorang sebagai pasien, bidan atau

dokter sebagai tenaga kesehatan, akan memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan yang

diberikan kepada tenaga kesehatan. Pasien yang telah mengenal dengan baik terhadap tenaga

kesehatan tempat berobat, maka ia akan cenderung lebih patuh daripada terhadap mereka

yang belum begitu kenal.

Begitu pula penanganan oleh tenaga kesehatan terhadap pasiennya. Tenaga kesehatan

yang ramah, sopan, bijaksana, dan suka membesarkan hati pasien akan cenderung dipatuhi

saran - sarannya daripada mereka yang suka menakuti pasien, kurang ramah dan sebagainya.

f. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan

Pandangan sesorang tentang kesehatan secara umum baik menyangkut pentingnya

memelihara kesehatan tubuh, pemahaman terhadap makna dan manfaat kesehatan bagi

kehidupan secara langsung secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

terhadap tingkat kepatuhan seseorang terhadap saran atau nasehat dari tenaga kesehatan.

Orang yang memiliki persepsi negatif tentang kesehatan memiliki kecenderungan tingkat

kepatuhannya rendah. Sebaliknya orang yang memiliki persepsi yang positif terhadap

kesehatan akan cendrung lebih patuh terhadap apa yang disarankan oleh tenaga kesehatan,

termasuk kepatuhan kunjungan ketempat pelayanan kesehatan untuk Antenatal Care (ANC)

(http://www.Yanfar.go.id, diakses 20 Juli, Pukul 17.30 WIB).

2.9.3. Dampak Ketidak patuhan Melakukan Antenatal Care (ANC).

Page 26: Bab2 standart kujungan_pemeriksaan

Tujuan utama asuhan antenatal adalah untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif

bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya dengan ibu,

mendeteksi komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan

memberikan pendidikan. Sehingga bila ANC tidak dilakukan sebagaimana mestinya maka

akan mengakibatkan dampak:

a. Ibu hamil akan kurang mendapat informasi tentang cara perawatan kehamilan yang

benar.

b. Tidak terdeteksinya tanda bahaya kehamilan secara dini

c. Tidak terdeteksinya anemia kehamilan yang dapat menyebabkan perdarahan saat

persalinan.

d. Tidak terdeteksinya tanda penyulit persalinan sejak awal seperti kelainan bentuk

panggul atau kelainan pada tulang belakang, atau kehamilan ganda.

e. Tidak terdeteksinya penyakit penyerta dan komplikasi selama kehamilan seperti pre

eklampsia, penyakit kronis seperti penyakit jantung, paru dan penyakit karena genetik

seperti diabetes, hipertensi, atau cacat kongenital. Sehingga bila tidak ditangani atau

bila tidak dilakukan screening sejak awal, akan mengakibatkan komplikasi pada saat

hamil atau pada saat persalinan yang akan mengarah kepada kematian baik ibu

maupun janin.