Bab2 Kerangka Teori

15
BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Sumber Penerimaan Daerah Menurut UU 33/2004, Pasal 5, sumber penerimaan daerah adalah: 1. Pendapatan Daerah, bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan. (2) Pembiayaan, bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran daerah; b. penerimaan pinjaman daerah; c. dana cadangan daerah; dan d. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya pada pasal 6 diuraikan Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut: a. pajak daerah; b. retribusi daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain PAD yang sah. Sementara itu pada pasal 10 dijelaskan bahwa Dana Perimbangan terdiri atas:

Transcript of Bab2 Kerangka Teori

Page 1: Bab2 Kerangka Teori

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Sumber Penerimaan Daerah

Menurut UU 33/2004, Pasal 5, sumber penerimaan daerah adalah:

1. Pendapatan Daerah, bersumber dari:

a. Pendapatan Asli Daerah;

b. Dana Perimbangan; dan

c. Lain-lain Pendapatan.

(2) Pembiayaan, bersumber dari:

a. sisa lebih perhitungan anggaran daerah;

b. penerimaan pinjaman daerah;

c. dana cadangan daerah; dan

d. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Selanjutnya pada pasal 6 diuraikan Pendapatan Asli Daerah sebagai

berikut:

a. pajak daerah;

b. retribusi daerah;

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

d. lain-lain PAD yang sah.

Sementara itu pada pasal 10 dijelaskan bahwa Dana Perimbangan terdiri

atas:

a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan

c. Dana Alokasi Khusus

2.2. Pendapatan Asli Daerah Bukan Pajak

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa PAD terdiri dari pajak daerah,

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

lain-lain PAD yang sah. Menurut pasal 6 ayat 2 UU 33/2004, lain-lain PAD

yang sah meliputi:

Page 2: Bab2 Kerangka Teori

a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

b. jasa giro;

c. pendapatan bunga;

d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

dan

e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

Dengan itu berarti bahwa Pendapatan Asli Daerah Bukan Pajak terdiri

dari:

- Retribusi daerah;

- Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;

- Lain-lain PAD yang sah yang terdiri dari:

o hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

o jasa giro;

o pendapatan bunga;

o keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang

asing; dan

o komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh

daerah.

Berikut diuraikan definisi dan jenis retribusi daerah.

2.3. Retribusi Daerah

2.3.1. Pengertian Retribusi

Retribusi berasal dari kata “retribution” yang berarti balas jasa

(pembayaran atas jasa yang diterima). Kata lain yang setara dengan

“retribution” adalah “charging” yang biasa dipakai di Inggris atau Amerika

Serikat untuk istilah retibusi. Dari arti katanya dapat dikatakan bahwa

istilah retribusi tidak hanya untuk jasa yang disediakan oleh Pemerintah.

Namun di Indonesia, retribusi diartikan sebagai harga atas jasa yang

diberikan oleh pemerintah terutama Pemerintah Daerah (Handra, 2000).

6

Page 3: Bab2 Kerangka Teori

Retribusi dikenakan kepada individu/organisasi yang menerima

pelayanan Pemerintah Daerah. Berbeda dengan pajak, dimana tidak ada

pengkaitan langsung antara jasa yang diberikan oleh pemerintah dengan

pajak yang dipungut dari masyarakat. Retribusi adalah salah satu sumber

pembiayaan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanannya,

terutama jenis pelayanan yang jelas individu/badan yang

memanfaatkannya. Keterbatasan sumber pembiayaan dari pajak,

mengakibatkan pemerintah mau tidak mau harus meningkatkan peranan

retribusi dalam membiayai pelayanan. Lagi pula jika semua fungsi

pemerintah harus dibiayai oleh pajak, akan muncul ketidakadilan, dimana

masyarakat yang tidak menerima pelayanan juga harus membayar.

2.3.2. Prinsip Penetapan Retribusi

Di dunia usaha swasta, harga barang dan jasa biasanya ditetapkan untuk

memaksimumkan keuntungan. Meskipun, untuk jangka waktu tertentu

(jangka pendek), harga ditetapkan dalam rangka meningkatkan

penguasaan pasar (market share), namun ujung-ujungnya adalah dalam

rangka memaksimumkan profit. Lebih jauh lagi, penetapan harga tidak

akan mempertimbangkan apakah harga tersebut terjangkau bagi seluruh

lapisan masyarakat. Dan keberadaan pasar yang kompetitiflah yang akan

memaksa swasta untuk menurunkan dan menaikkan harganya.

Tidak demikian halnya dengan barang dan jasa yang disediakan

pemerintah. Kebijakan harga retribusi ditentukan oleh banyak hal. Profit

bukanlah tujuan utama. Ada banyak prinsip-prinsip lain yang juga harus

dipertimbangkan seperti ketimpangan pendapatan masyarakat, efisiensi

konsumsi, externality, merit goods, dll.

Berikut ini beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah

atau badan jasa publik lainnya dalam menetapkan retribusi. Namun perlu

diingat bahwa tidak semua prinsip-prinsip berikut perlu dipertimbangkan.

7

Page 4: Bab2 Kerangka Teori

Berbeda jenis barang dan jasa berbeda pula prinsip yang perlu

dipertimbangkan. Demikian juga, kondisi sosial ekonomi masyarakat akan

sangat menentukan prinsip-prinsip yang perlu digunakan.

a. Kemampuan Keuangan.

Didalam menetapkan besarnya retribusi, kita perlu mempertimbangkan

bahwa retribusi tersebut harus bisa meningkatkan kemampuan keuangan

publik yang menyediakan barang dan jasa tersebut. Kemampuan

keuanganlah yang nantinya akan menjamin berlangsungnya aktifitas

produksinya.

Kita tahu bahwa retribusi bukanlah satu-satunya sumber keuangan

pelayanan umum. Subsidi dari pemerintah yang berasal dari pajak juga

bisa dijadikan alternatif penerimaan. Tetapi didalam mensubsidi badan

jasa publik haruslah memiliki maksud tertentu.

Davey (1983) memberikan empat alasan perlunya mensubsidi badan jasa

publik. “The first arises where a service is basically a public good (is

provided because of its collective benefit ). The second case occurs where

a service is partly a private and partly a public good (where it primarily

benefits the individual user), but its consumption needs to be encouraged

for some public saving or benefit, such as subsidy for the bus or rail fares

to encourage people to use public rather than private transport as a

means of reducing traffic congestion and road expenditure. Thirdly,

services which are wholly private goods may nevertheless be subsidised if

these are in popular demand and the authorities are reluctant to face the

public with their full cost, such as recreational facilities. Lastly, a private

good may be subsidised because it is regarded as a basic human need

and the lower income groups, at least, could not be expected to meet its

full cost”.

8

Page 5: Bab2 Kerangka Teori

Namun perlu diingat bahwa, pada umumnya yang menyebabkan badan

jasa publik mengalami kesulitan keuangan (khususnya di negara

berkembang) adalah ketergantungan yang tinggi terhadap subsidi

pemerintah. Memang tidak terbantah bahwa badan jasa publik di negara

berkembang umumnya tidak efisien, namun di satu sisi pemerintah sering

tidak memiliki komitmen untuk mensubsidi kebijakan harga yang

notabenenya diatur oleh pemerintah.

b. Efisiensi

Harga yang ditetapkan perlu juga dipertimbangkan dalam rangka

mencapai efisiensi. Bila harga ditetapkan terlalu rendah maka masyarakat

akan mengkonsumsi secara berlebihan tanpa memikirkan bahwa itu akan

merugikan secara ekonomi. Dengan harga yang terlalu rendah badan jasa

publik juga tidak akan mampu membiayai pengembangan pelayanan

bahkan biaya pemeliharaan. Salah satu penyebab ketidak efisienan badan

jasa publik adalah biaya pemeliharaan yang kurang sehingga barang

modal tidak bisa berfungsi menurut umur ekonomisnya.

Lebih jauh lagi, harga yang ditetapkan perlu mempertimbangkan prinsip

efisiensi ekonomi. Maksudnya kebijakan harga barang dan jasa publik

tersebut jangan sampai mengakibatkan distorsi ekonomi. Contoh jika

harga listrik untuk sektor Industri terlalu mahal dalam rangka mensubsidi

harga listrik bagi masyarakat akan bisa menurunkan jumlah investasi yang

memerlukan listrik di suatu ekonomi.

c. Keadilan (Equity)

Devas (1992) mendefinisikan konsep keadilan sebagai berikut :

9

Page 6: Bab2 Kerangka Teori

(i) Benefit equity. Individu harus membayar jasa yang diterima dari badan

publik setara dengan manfaat yang dia dapatkan.

(ii) Social equity. Masyarakat baik yang kaya maupun miskin haruslah

memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dari

badan publik.

Dalam hubungan dengan konsep pertama, setiap individu atau konsumen

harus membayar jasa yang mereka terima sebesar ongkos penyediaan

jasa tersebut tanpa mempertimbangkan apakah mereka adalah

pemerintah, orang kaya, bisnismen, industri maju, dll. Sementara itu social

equity mengatakan bahwa harga harus ditetapkan agar mampu dicapai

oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari yang kaya sampai yang

termiskin.

d. Externality

Positif externality berarti bahwa jasa yang dikonsumsi seseorang tidak

hanya memberikan manfaat kepada orang tersebut tetapi juga bagi

seluruh masyarakat meskipun masyarakat tersebut tidak

menggunakannya. Sebaliknya negatif externality berarti bahwa orang

yang mengkonsumsi suatu barang atau jasa akan mengakibatkan orang

lain turut membayarnya.

Externality ini perlu dipertimbangkan dalam menetapkan harga barang

dan jasa publik didalam rangka memaksimumkan manfaatnya bagi

masyarakat. Contoh yang jelas adalah makin banyak orang yang meng-

imunisasikan dirinya makin sehat masyarakat secara keseluruhan. Selain

itu azas kemanfaatan juga mengatakan bahwa siapa saja yang

mendapatkan manfaat harus membayar. Jadi wajar kalau pemerintah

harus turut membayar jenis pelayanan ini dengan uang pajak sebagai

bentuk pembayaran dari masyarakat yang juga mendapatkan manfaat.

10

Page 7: Bab2 Kerangka Teori

e. Kesederhanaan Administrasi

Suatu kebijakan harga yang mempertimbangkan semua prinsip-prinsip di

atas bisa menghasilkan tarif yang sulit dan mahal untuk diadministrasi.

Sebagai contoh kebijakan tarif yang membedakan harga bagi kelompok

kaya dan miskin akan menyulitkan secara administrasi, karena harus ada

proses identifikasi pelanggan. Persoalannya bagaimana kita bisa

membedakan antara yang kaya dan yang miskin. Apakah area tempat

tinggal bisa memastikan bahwa daerah tersebut adalah tempat tinggal

orang miskin dan area yang lain adalah tempat tinggal orang kaya?

Apakah jenis rumah bisa merefleksikan kekayaan orang?

f. Prinsip lainnya

Ada beberapa prinsip lainnya misalnya dalam rangka menstabilisasikan

harga, mempengaruhi tingkat konsumsi, kemauan politik, dll. Stabilisasi

harga dan popularitas politik sering dijadikan alat oleh pemerintah untuk

tidak menaikkan harga barang dan jasa publik. Dalam rangka

mempengaruhi tingkat konsumsi, pemerintah dapat menaikan tarif parkir

di pusat kota misalnya.

2.3.2. Retribusi Daerah di Indonesia

Di Indonesia, terdapat dua jenis retribusi

1. Retribusi atas jasa pelayanan

2. Retribusi atas jasa pengaturan (Perizinan)

Kedua hal ini jelas berbeda. Retribusi atas jasa pelayanan jelas

pembayaran atas pelayanan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat, misalnya retribusi air minum, retribusi berobat, retribusi

pasar, retribusi parkir, dll. Sementara itu retribusi atas jasa pengaturan,

11

Page 8: Bab2 Kerangka Teori

tidak dinikmati langsung oleh si pembayar fungsi pelayanannya, bahkan si

pembayar akan merasakan penggunaan kekuasaan pemerintah, misalnya

adalah perizinan taksi, angkutan umum, izin bangunan, dll.

Selanjutnya menurut UU 34/2000 tentang pajak daerah dan

retribusi daerah, maka retribusi daerah dibagi atas 3 jenis:

1. Retribusi jasa umum

2. Retribusi jasa usaha

3. Retribusi perizinan tertentu

Retribusi jasa umum dan jasa usaha terkait erat dengan jenis pelayanan

yang diberikan oleh daerah. Apabila tidak ada pelayanan yang diberikan

maka tidak dapat dipungut retribusinya. Meskipun demikian pelayanan

yang diberikan oleh pemerintah, tidak seluruhnya dapat dikenakan

retribusi penuh, karena sifat-sifat pelayanan tersebut. Apabila kita

berpatokan kepada konsep barang publik (public goods), maka jenis

pelayanan yang murni bersifat barang publik seperti jalan raya, taman

kota, drainase, dll tidak dapat dikenakan retribusi. Namun bila jenis

pelayanan bersifat penyediaan barang komersial seperti jasa percetakan,

penggunaan aset daerah, dll dapat dikenakan retribusi penuh. Untuk jenis

pelayanan yang diantara keduanya dimana terdapat unsur publik

sekaligus unsur komersial seperti pelayanan kesehatan, pendidikan,

kebersihan, dll dapat dikenakan retribusi “cost recovery” untuk menutup

sebagian biaya penyediaan jasa. Mengkaji kemungkinan peningkatan

PAD Propinsi dari retribusi daerah memerlukan identifikasi jenis retribusi

yang dapat dipungut oleh Pemda Propinsi serta memerlukan kajian tingkat

retribusi yang dapat dikenakan.

2.4. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Seluruh investasi dan penyertaan modal pemerintah daerah di

Perusahaan daerah dan perusahaan terbuka disebut sebagai kekayaan

daerah yang dipisahkan. Pemerintah daerah dapat mengoptimalkan jenis

pendapatan dengan mengoptimalkan pengelolaannya.

12

Page 9: Bab2 Kerangka Teori

Berkait dengan perusahaan daerah, hampir semua pemerintah

daerah di dunia ini memiliki perusahaan daerah, dengan berbagai

pertimbangan ( Devas, 1989: 111) yaitu :

a. Menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana produksi milik

masyarakat.

b. Melindungi konsumen dalam hal adanya monopoli alami, seperti

angkutan umum atau telepon.

c. Dalam rangka pengambilalihan perusahaan asing.

d. Untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan

ekonomi daerah.

e. Dianggap cara yang paling “efisien” untuk menyediakan layanan

publik.

f. Untuk menghasilkan penerimaan bagi pemerintah daerah.

Perusahaan daerah di Indonesia mungkin tidak terlalu berhasil

seperti halnya di negara-negara lain, menurut Devas (1989: 112)

mengemukakan beberapa kemungkinan penyebab perusahaan daerah

kurang berhasil, yaitu :

a. Jenis layanan perusahaan itu tidak cocok untuk dikelola sebagai

perusahaan.

b. Kegiatan itu sendiri memang sifatnya tidak dapat dikelola sebagai

usaha niaga atau pasar setempat terlalu kecil

c. Susunan perusahaan daerah itu mungkin mengakibatkan satuan-

satuan biaya makin tinggi, dibandingkan dengan biaya penyediaan

layanan itu dari dalam bagian tubuh pemerintah daerah.

d. Tenaga pelaksana yang kurang cakap, mungkin karena tidak

berpengalaman dibidang pelayanan tersebut dan mereka tahu

pemerintah akan selalu menutup kerugian-kerugian yang diderita

perusahaan yang bersangkutan.

e. Kesenjangan antara tujuan-tujuan yang harus dicapai perusahaan

(misalnya antara mengejar laba atau memberikan layanan semurah-

murahnya)

13

Page 10: Bab2 Kerangka Teori

Salah satu tolok ukur dalam pengembangan perusahaan daerah adalah

bahwa suatu perusahaan daerah harus mampu menebus seluruh biaya

yang telah dikeluarkan dan bahkan memperoleh surplus, dengan demikian

perusahaan daerah diharapkan menjadi sumber penerimaan daerah dan

bukannya menguras penerimaan daerah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun

2000 tentang Pedoman Kerjasama Perusahaan Daerah dengan Pihak

Ketiga, yang dimaksud dengan Perusahaan Daerah adalah suatu badan

yang modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan dan

pendiriannya diprakarsai oleh pemerintah Daerah

2.5. Lain-lain PAD yang Sah

Lain –lain PAD yang sah seperti hasil penjualan kekayaan daerah

yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih

nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, dll, pada dasarnya

tidak bisa diandalkan sebagai pendapatan yang bersifat permanen dan

berkelanjutan. Pemerintah daerah tentunya tidak boleh memaksimumkan

pendapatan bunga dan jasa giro dengan mengorbankan anggaran

belanja. Demikian juga untuk pendapatan dari komisi tidak bisa

diharapkan jika harus mengorbankan peran pemerintah sebagai regulator.

2.6. Kesimpulan

Kesimpulan dari uraian diatas adalah bahwa upaya peningkatan

PAD bukan pajak dapat dilakukan dengan melakukan ektensifikasi dan

intensifikasi penerimaan dari retribusi daerah serta pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan.

14