BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN to...

43
8 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Manajemen Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola (Gomes, 1995:1). Sebagai ilmu pengetahuan, manajemen bersifat universal dan mempergunakan kerangka ilmu pengetahuan yang sistematis, mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan konsep-konsep, yang cenderung benar, dalam situasi manajerial (Martoyo, 1987:3). Dengan mengerti pengetahuan dasar tentang manajemen maka seorang manajer akan mampu menjalankan manajemen secara efektif dan efisien. Menurut Hasibuan (2003:1-2), manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efktif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selanjutnya menurut Martoyo (1987:3), manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling) Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa defenisi manajemen adalah suatu alat yang digunakan dalam organisasi untuk menjalankan tugas-tugasnya demi mencapai tujuan yang efektif dan efisien.

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN to...

8

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Manajemen

Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang berarti

mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola (Gomes, 1995:1). Sebagai

ilmu pengetahuan, manajemen bersifat universal dan mempergunakan kerangka

ilmu pengetahuan yang sistematis, mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan

konsep-konsep, yang cenderung benar, dalam situasi manajerial (Martoyo,

1987:3). Dengan mengerti pengetahuan dasar tentang manajemen maka seorang

manajer akan mampu menjalankan manajemen secara efektif dan efisien.

Menurut Hasibuan (2003:1-2), manajemen adalah ilmu dan seni yang

mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya

secara efktif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selanjutnya

menurut Martoyo (1987:3), manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja

dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai

tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan

(planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau

kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan

(controlling)

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa defenisi manajemen adalah suatu

alat yang digunakan dalam organisasi untuk menjalankan tugas-tugasnya demi

mencapai tujuan yang efektif dan efisien.

9

Dasar-dasar manajemen menurut Hasibuan (2003:2) adalah sebagai berikut:

1. Adanya kerja sama diantara sekelompok orang dalam ikatan yang formal.

2. Adanya tujuan bersama serta kepentingan yang sama yang akan dicapai.

3. Adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab yang teratur

4. Adanya hubungan formal dan ikatan tata tertib yang baik.

5. Adanya sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan.

6. Adanya human organization.

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Pada awalnya, sumber daya didefenisikan sebagai alat mencapai tujuan atau

kemampuan memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan tertentu atau

meloloskan diri dari kesukaran sehingga dengan demikian perkataan “sumber

daya” (resources) mendahului personase perkataan itu merefleksikan appraisal

manusia. Jadi pernyataan sumber daya tidak dapat menunjukkan suatu benda atau

suatu substansi, melainkan kepada suatu fungsi dimana suatu benda atau suatu

substansi dapat berperan dalam suatu proses atau operasi, yakni suatu fungsi

operasional untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memenuhi kepuasan. Dari

penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian sumber daya timbul dari

interaksi antara manusia yang selalu mencari alat untuk mencapai tujuan dan

sesuatu diluar manusia pada saat ini disebut “Alam”. (Martoyo,1987:5).

Sumber daya manusia sebenarnya terjadi karena interaksi antara manusia

dan alam yang saling membutuhkan dalam memenuhi kebutuhannya. Sumber

Daya Manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam sebuah

10

organisasi. Berbagai istilah yang dipakai untuk menunjukkan Manajemen Sumber

Daya Manusia antara lain: manajemen sumber daya manusia, manajemen sumber

insani, manajemen personalia, manajemen tenaga kerja, manajemen kepegawaian,

administrasi personalia, industrial relation, man power management, dan

sebagainya. Menurut Martoyo (1986:6), Man Power Management dan Personnel

Administration memang benar sama dengan istilah Management Personalia,

karena ketiga istilah tersebut dapat dipertukarkan untuk maksud yang sama.

Namun terdapat persamaan dan perbedaan Manajemen Personalia dan

Manajemen Sumber Daya Manusia. Persamaannya adalah keduanya merupakan

ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi , agar mendukung

terwujudnya tujuan. Sedangkan perbedaannya adalah : (1) Manajemen Sumber

Daya Manusia dikaji secara makro sedangkan manajemen personalia dikaji secara

mikro, (2) MSDM menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama

organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik sedangkan Manajemen Personalia

mengganggap karyawan adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara

produkstif, (3) MSDM pendekatannya secara modern sedangkan Manajemen

Personalia pendekatannya secara klasik. (Hasibuan,2003:9-10).

Agar pengertian MSDM ini lebih jelas dirumuskan dan dikutip definisi

yang dikemukakan para ahli :

• Hasibuan mengatakan MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan

dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya

tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

11

• Andrew F. Sikula menggambarkan implementasi tenaga kerja manusia

adalah pengadaan, pemeliharaan, penempatan, latihan-latihan dan

pendidikan sumber daya manusia. Implementasi sumber daya manusia

adalah rekruitmen, selection, training, education, development.

• John B. Miner dan Mary Green Miner mendefinisikan manajemen

personalia sebagai suatu proses pengembangan, menerapkan dan menilai

kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode dan

program-program yang berhubungan dengan individu-individu karyawan

dalam organisasi.

• Dale Yoder mengartikan manajemen personalia adalah penyedia

kepemimpinan dan pengarahan para karyawan dalam pekerjaan atau

hubungan kerja mereka.

Beberapa persamaan yang dapat kita defenisikan dari pendapat

para ahli diatas yaitu sama-sama mendefenisikan MSDM itu sebagai suatu

proses dan upaya untuk mengatur hubungan pekerjaan dan manusia. Dan

dengan melihat pendapat para ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa

MSDM adalah proses atau upaya mengatur hubungan dan peran tenaga

kerja agar lebih efektif dan efisien guna mencapai tujuan perusahaan,

karyawan dan masyarakat.

2.1.2 Pentingnya MSDM

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bagian dari manajemen. Oleh

karena itu, teori-teori manajemen umum menjadi dasar pembahasannya. MSDM

12

lebih memfokuskan pembahasannya mengenai peranan pengaturan manusia

dalam mewujudkan tujuan yang optimal. MSDM mendapat perhatian dan sorotan

yang sungguh dari berbagai pihak, baik yang berasal dari sektor publik maupun

swasta. Berbagai penyelenggaraan seminar, pelatihan, dan kursus dan yang

sejenisnya semuanya menekankan pada manajemen sumber daya manusia.

Pentingnya MSDM ini dapat disoroti dari berbagai perspektif. Moses

K.Kiggundu misalnya, menyoroti relevansi dan pentingnya MSDM ini dari

keempat perspektif, yaitu politik, ekonomi, teknologi, dan sosial budaya.

Sementara Siagian melangkah lebih jauh lagi dengan mengemukakan enam

perspektif yaitu politik, ekonomi, hukum, sosial kultural, administratif dan

teknologi.

Dengan begitu MSDM memang sangat penting dalam sebuah organisasi

dan menjadi kebutuhan pokok bagi organisasi apapun dan semuanya berusaha

untuk memperbaiki diri melalui MSDM untuk tujuan yang efektif dan efisien.

Fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli :

• G.R.Terry : (1) planning, (2) organizing, (3) actuating, (4) controlling

• John F.Mee : (1) planning, (2) organizing, (3) motivating, (4) controlling

• Henry Fayol : (1) planning, (2) organizing, (3) commanding,

(4)coordinating, (5)controlling

Maka dapat dirumuskan fungsi manajemen yang baik adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan

13

Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan

kebutuhan perusahaan dan efektif serta efisien dalam membantu

terwujudnya tujuan.

Perencanaan ini untuk menetapkan program kepegawaian. Program

kepegawaian ini meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,

pengadaan pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan,

kedisplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang

baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan

masyarakat.

2. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua

karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,

delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasinya dalam bagan

organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan.

Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan

secara efektif.

3. Pengarahan

Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau

bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu

tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan

dilakukan oleh pemimpin dengan kepemimpinannya, pemerintahan

bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

4. Pengendalian

14

Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar

mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana.

Bila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan

perbaikan dan atau penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan

ini meliputi kehadiran, kedisplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan

pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.

5. Pengadaan

Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,

dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan

kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu

terwujudnya tujuan.

6. Pengembangan

Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis,

konseptual, dan moral karyawan melalui pendididkan dan pelatihan.

Pendidikan dan pelayihan yang diberikan harus sesuai dengan

kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

Fungsi-fungsi manajemen diatas jika dijalankan dengan baik oleh

perusahaan maka akan sangat membantu perusahaan dalam menjalankan

manajemen yang baik demi mencapai tujuan yang memuaskan bagi perusahaan.

2.2 Konsep Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Menurut Sedarmayanti (2011:285) empowerment atau pemberdayaan

asalnya dari kata “ power” yang artinya “ kontrol, authority, dominion “. Awalan

“emp” artinya”on put to” atau “ to cover with “ jelasnya “ more power”. Jadi

15

empowering artinya passing on authority and responsibility yaitu lebih berdaya

dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk

kemampuan individual yang dimilikinya.

Berikut ada beberapa pengertian pemberdayaan menurut para ahli :

• Wibowo (2008:112) mengartikan orang berarti mendorong mereka

menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktifitas yang yang

mempengaruhi pekerjaan mereka.

• Cook dan Macaulay (1997:2) mendefinisikan pemberdayaan sebagai

perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu

menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan

kemampuan dan energinya untuk mencapai tujuan organisasi.

• Robbins (2003:19) memberikan pengertian pemberdayaan sebagai

penempatan pekerja yang bertanggung jawab atas apa yang mereka

kerjakan.

• Greenberg dan Baron (2003:448) menyatakan bahwa pemberdayaan

merupakan suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah

otonomi dan keleluasaan dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka.

• Newstrom dan Davis (1997:227) mengatakan bahwa pemberdayaan

merupakan setiap proses yang memberikan otonomi yang lebih besar

kepada pekerja melalui saling menukar informasi yang relevan dan

ketentuan tentang pengawasan atas faktor-faktor yang memengaruhi

prestasi kerja.

16

• Menurut Noe et.al (1994) pemberdayaan merupakan pemberian tanggung

jawab dan wewenang terhadap pekerjaan untuk mengambil keputusan

menyangkut pengembangan produk.

Dari pendapat para ahli diatas memiliki beberapa persamaan

seperti terlibat dalam suatu keputusan dan aktifitas, peningkatan otonomi,

pemberian wewenang serta saling menukar informasi yang relevan. Maka

bisa ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses dan

usaha untuk membuat seseorang itu lebih berdaya atau lebih memiliki

kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab melalui

sejumlah keterlibatan aktifitas yang mempengaruhi pekerjaan mereka

demi mencapai suatu tujuan organisasi yang semakin baik.

Smith (2000:5) memandang ada dua hal yang menyebabkan perlunya

pemberdayaan : pertama adalah karena lingkungan eksternal telah berubah

sehingga mengalihkan cara bekerja dengan orang didalam suatu organisasi bisnis,

kedua adalah karena orangnya sendiri berubah. Sejak lama manajer memandang

orang sebagai sumber daya yang paling berharga.

2.2.1 Konsep Pemberdayaan

Secara umum peran seseorang adalah pola perilaku yang diperagakan dan

mempunyai tampilan yang dapat diduga. Setiap peran biasanya mempunyai pola

perilaku tertentu yang diharapkan. Menurut Cushway dan Lodge (1999) di

operasionalisasi variabel x terdapat beberapa model pemberdayaan di antaranya :

1. Model pemberian peran

a. Pertentangan peran

17

Setiap orang akan mempunyai peran yang berbeda pada suatu saat

yang sama

b. Peran dengan beban lebih dan beban kurang

Tanpa adanya pembagian peran yang jelas dalam organisasi, akan

mungkin terjadi seseorang mempunyai peran yang terlalu banyak atau

terlalu sedikit.

c. Cara mengurangi pertentangan peran :

1. Merancang desain pekerjaan dengan hati-hati dan membuat

uraian tugas yang jelas.

2. Menerapkan manajemen kinerja yang efektif

3. Merancang dan melaksanakan program pengembangan dan

pelatihan sesuai kebutuhan pekerjaan

4. Menjelaskan tujuan dan sasaran organisasi kepada seluruh

anggota organisasi

5. Mendesain struktur organisasi

2. Model kelompok kerja

Alasan untuk membentuk kelompok atau tim kerja adalah :

a. Keamanan : dengan jumlah yang banyak biasanya akan menambah

rasa aman anggota

b. Status : dengan membentuk tim kerja atau memasuki suatu kelompok

biasanya bisa meningkatkan status pribadi

c. Afiliasi :tim atau kelompok akan memenuhi kebutuhan seseorang

untuk berteman atau berhubungan sosial

18

d. Pencapaian tujuan yang lebih cepat : dalam hal tertentu bekerja dalam

tim akan membuat penyelesaian pekerjaan lebih cepat dibandingkan

bekerja sendiri

3. Model pemberian wewenang

Pemberian kewenangan kepada karyawan bisa berarti pemberian kompetensi

atau kemampuan kepada karyawan suatu organisasi ada semua tingkat berupa

pengetahuan, kepercayaan diri maupun kewenangan agar dapat melakukan

analisis untuk membuat putusan penting. Apabila potensi karyawan dibiarkan

berkembang hasilnya akan luar biasa. Namun terdapat beberapa tantangan

terhadap logika pemberdayaan model ini yaitu:

a. Sikap naluriah yang meragukan dari kebebasan berfikir

b. Birokrasi yang kompleks

c. Hierarki yang tinggi

d. Kebiasaan memberikan petunjuk dan arahan kepada karyawan

e. Peranan terhadap improvisasi

Pemberdayaan merupakan upaya simultan memberikan kewenangan dan

kemampuan professional untuk membuat keputusan secara mandiri.

2.2.2 Faktor yang Mendukung Pemberdayaan

Untuk mendukung pelaksanaan program pemberdayaan dalam suatu

organisasi terhadap karyawan, maka perusahaan itu sendiri juga harus

menciptakan suasana serta lingkungan yang baik bagi terlaksananya program

pemberdayaan tersebut.

19

Menurut Shari Chaudron yang dikutip oleh Wahibur Rokhman (2003:129-131)

ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang

mendukung program pemberdayaan yaitu :

1. Works team and information sharing are building block (membentuk tim kerja

komunikasi yang terbuka dengan pekerja).

2. Provide the training and resources needed to do good job (pengembangan

kemampuan dan keahlian merupakan satu dimensi yang penting dalam program

pemberdayaan, oleh karena training merupakan hal yang penting untuk

meningkatkan kehalian pekerjaan dan merupakan bagian penting pemberdayaan

karyawan).

3. Provide measurement, feedback and reinforcement (untuk mengetahui

peningkatan dan kemajuan yang dilakukan oleh karyawan perlu dilakukan

pengukuran terhadap efektifitas program empowerment), dengan menyediakan

standar pengukuran keberhasilan dapat dijadikan alat control pekerjaan atas

prestasi pekerja.

4. On going reinforcement (dukungan manajemen dengan pemberian

reinforcement) yang terus menerus akan sangan mendukung dan memotivasi

karyawan karena setiap karyawan ingin dihargai atas prestasi yang ia capai dan

supervisor perlu memberikan penilaian yang baik dan memberitahukan yang lain

atas prestasi yang telah dicapai).

5. Provide responbility and authority (memberikan wewenang dan tanggung

jawab yang cukup bagi pekerjaan untuk menentukan tindakan yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan berbagai tugas yang dibebankan). Flexible in internal

20

procedure (menciptakan aturan dan system yang lebih fleksibel). Karena dengan

aturan yang fleksibel akan memudahkan dalam pengambilan keputusan dan

mendukung organisasi yang mudah menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan

lingkungan yang terjadi sehingga organisasi lebih kompetitif dari pesaing-

pesaingnya.

2.2.3 Hambatan Pemberdayaan

Kebanyakan organisasi-organisasi yang gagal melakukan pemberdayaan

disebabkan oleh banyak faktor. Organisasi mungkin tidak mempunyai biaya yang

cukup untuk melalukan pemberdayaan tersebut tetapi sebaliknya ada juga

organisasi yang justru mampu membayar konsultan untuk melakukan

pemberdayaan. Ada juga penyebab bahwa organisasi menggapkan keadaan sudah

baik dan tidak perlu dilakukan pemberdayaan tersebut.

Untuk memberdayakan bawahannya, manajer harus memercayai

kemampuan dan komitmen orangnya. Sebaliknya, bawahan harus dapat

memercayai dan menghargai manajernya. Smith (2000:15) mengatakan sebelum

hal tersebut terjadi, manajer harus percaya bahwa pemberdayaan adalah mungkin

dan bermanfaat. Dengan demikian pemberdayaan memerlukan saling pengertian

dan saling memercayai atasan dan bawahan.

2.3 Pengertian Konflik

Keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan,

dengan kata lain bahwa konflik selalu hadir dan tidak dapat dielakkan. Konflik

sering muncul dan terjadi pada setiap organisasi, dan terdapat perbedaan

21

pandangan para pakar dalam mengartikan konflik. Berikut ada beberapa pendapat

ahli tentang konflik itu sendiri :

• Cummings, P. W (1980:41) mengatakan bahwa konflik didefinisikan

sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua

kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau

tujuan mereka.

• Stoner, J. A. F & Freeman, R. E. (1994) berpendapat bahwa konflik

organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya

yang langka atau perselisihan tujuan, status, nilai, persepsi atau

kepribadian.

• Luthans, F. (1985:385) mengartikan konflik merupakan ketidaksesuaian

nilai atau tujuan antara anggota organisasi. Lebih lanjut ia mengemukakan

perilaku konflik dimaksud adalah perbedaan kepentingan atau minat,

perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan perbedaan tanggung jawab

dalam aktivitas organisasi.

• Walton, R. E. (1987:2) menyatakan bahwa konflik organisasi adalah

perbedaan ide atau inisiatif antara bawahan dengan bawahan, manajer

dengan manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated

activities).

• Dubrin, A. J. (1984:346) mengartikan konflik mengacu pada pertentangan

antar individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan

sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan.

• Hardjana (1994) mengatakan bahwa konflik adalah perselisihan,

pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang

22

satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya

saling terganggu.

• Aldag, R. J. & Stearns, T. M. (1987:412) secara tegas mengartikan konflik

adalah ketidaksepahaman antara dua atau lebih individu atau kelompok

sebagai akibat dari usaha kelompok lainnya yang menganggu pencapaian

tujuan.

• Stoner & Wankel (1986) mengemukakan bahwa konflik organisasi adalah

ketidaksesuaian antara dua anggota organisasi atau lebih yang timbul

karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-

sumber daya yang terbatas atau aktivitas pekerjaan, dan atau fakta bahwa

mereka memiliki status, tujuan, atau persepsi yang berbeda.

Beberapa persamaan dari pendapat para ahli tersebut mengatakan bahwa

konflik itu terdapat perbedaan pendapat dan kepentingan antara 2 kelompok atau

lebih, terdapat ketidaksamaan nilai anggota organisasi dan akibat dari usaha suatu

kelompok untuk mengganggu pencapaian tujuan. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam

aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri : (1) terdapat perbedaan pendapat atau

pertentangan antar individu atau kelompok, (2) terdapat perselisihan dalam

mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan

program organisasi, (3) terdapat pertentangan norma, nilai-nilai individu maupun

kelompok, (4) adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya

kreativitas, inisiatif atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi,

(5) adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain untuk

23

memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang

terbatas.

2.3.1 Jenis-jenis Konflik

Dalam aktivitas organisasi dijumpai bermacam-macam konflik yang

melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok. Berikut adalah

beberapa macam jenis konflik menurut para ahli :

• Polak, M. (1982) membedakan konflik menjadi 4 jenis yaitu : (1) konflik

antar kelompok, (2) konflik intern dalam kelompok, (3) konflik antar

individu untuk mempertahankan hak dan kekayaan, (4) konflik intern

individu untuk mencapai cita-cita.

• Soekanto, S. (1981) jenis konflik meliputi : (1) konflik pribadi, (2) konflik

rasial, (3) konflik antar kelas social, (4) konflik politik antar golongan

dalam masyarakat, (5) konflik berskala internasional antar negara.

• Handoko, T. H. (1992) membedakan konflik menjadi 5 jenis yaitu : (1)

konflik dalam diri individu dalam organisasi, (2) konflik antar individu,

(3) konflik antar individu dengan kelompok, (4) konflik antar kelompok,

(5) konflik antar organisasi.

• Owens & Winardi (1991) mengemukakan bahwa secara umum jenis

konflik terdiri dari : (1) intrapersonal conflict, (2) interpersonal conflict,

(3) intragroup conflict, (4) intergroup conflict.

• Suwardani, N. P. (1997) membagi konflik menjadi : (1) intrarole conflict,

(2) interrole conflict, (3) intradepartemental conflict, (4)

interdepartemental conflict.

24

Maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar jenis konflik itu adalah

(Wahyudi, 2011):

• Konflik dalam diri individu

Konflik dalam diri individu, setiap individu mempunyai keinginan, cita-

cita dan harapan, namun tidak semua keinginan dan cita-cita dapat

dipenuhi sehingga menimbulkan kesenjangan antara harapan dengan

kenyataan. Kepentingan individu seringkali berbeda dengan tujuan

organisasi, karena itu agar kinerja organisasi tidak terganggu maka setiap

anggota harus berusaha menyesuaikan diri dengan tujuan dan kebutuhan

organisasi.

• Konflik antar individu

Konflik antar individu dalam suatu organisasi, individu mempunyai

perbedaan dalam hal kemampuan, kebutuhan, bakat, minat, kepribadian

maupun latar belakang lingkungan. Perbedaan dapat menjadi sumber

konflik apabila masing-masing mempertahankan kepentingan anggota

ataupun kepentingan yang lebih sempit. Akan tetapi pertentangan dan

perbedaan pendapat dapat menjadi kekuatan organisasi jika diarahkan dan

dikelola secara baik.

• Konflik antara individu dan kelompok

Konflik antar individu dan kelompok, yaitu berhubungan dengan cara

individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh

kelompok kerja mereka, individu diberi sangsi oleh kelompok kerjanya

karena melanggar norma-norma kelompok. Konflik muncul dapat

25

disebabkan oleh kegagalan individu dalam menjalankan fungsi yang

ditetapkan kelompok.

• Konflik antar kelompok dalam organisasi

Konflik antar kelompok dalam organisasi, hal ini dapat terjadi karena

persaingan dan pertentangan kepentingan antar kelompok. Kelompok

berjuang untuk meningkatkan prestasi maksimal sehingga terjadi

perebutan sumber-sumber organisasi. Kelompok yang mendapat tekanan

dari luar, hubungan anggota semakin kohesif, rasa solidaritas antar

anggota (in group feeling) semakin tinggi. Nilai-nilai dan tujuan kelompok

lebih diutamakan namun kerjasama antar kelompok semakin berkurang.

Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut perilaku manusia di dalam

organisasi (Wahyudi,2011:33). Ia juga mengatakan bahwa tindakan-tindakan saat

bekerja dalam kelompok dan organisasi secara keseluruhan menimbulkan

pengaruh terhadap perkembangan organisasi. Konflik dapat dilihat, dipelajari dari

segi hubungan antar individu ataupun kelompok-kelompok orang yang terlibat.

Intensitas konflik pada masing-masing berbeda bergantung pada bagaimana

individu atau kelompok tersebut menanggapi, menafsirkan konflik.

2.3.2 Penyebab Konflik

Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflik

dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu agar konflik dapat berdampak positif bagi

kelangsungan organisasi harus dikelola secara baik dengan mengetahui faktor-

faktor yang menjadi penyebabnya. Konflik sering muncul karena kesalahan dalam

mengkomunikasikan keinginan dan adanya kebutuhan dan nilai-nilai kepada

26

orang lain (Stoner, J. A. & Freeman, R. E., 1992). Mereka juga mengatakan

bahwa kegagalan komunikasi dikarenakan proses komunikasi tidak dapat

berlangsung secara baik, pesan sulit dipahami karena perbedaan pengetahuan dan

nilai-nilai yang diyakini.

Konflik dapat terjadi dalam berbagai situasi kerja organisasi. Owens, R. G.

(1991) menyatakan bahwa aturan-aturan yang diberlakukan dan prosedur yang

tertulis dan tidak tertulis dapat menyebabkan konflik jika penerapannya terlalu

kaku dan keras. Ia juga mengatakan setiap anggota organisasi mewarisi nilai-nilai

berdasarkan latar belakang kehidupannya, penerapan sangsi ataupun hukuman

sebagai akibat penerapan aturan yang ketat menyebabkan individu bekerja

berdasarkan ancaman bukan didasari motivasi.

Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam organisasi sering

menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat, keyakinan dan ide-ide (Terry, G.

R., 1986). Perubahan dan perkembangan organisasi dalam upaya menyesuaikan

diri dengan lingkungan dan berusaha mengubah lingkungan sesuai dengan tujuan

yang ditetapkan (Winardi, 1990). Perubahan dan perkembangan organisasi

berkenaan dengan pengembangan sumberdaya manusia dan sumber daya non-

manusia, perluasan struktur organisasi, meningkatnya beban tugas yang

dijalankan pada setiap unit dan semakin meningkatnya permintaan dalam hal

produksi dan jasa. Konflik muncul karena adanya kenyataan bahwa para anggota

bersaing untuk mendapatkan sumber daya organisasi yang terbatas, bertambahnya

beban kerja, aliran tugas kurang dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi dan

adanya perbedaan status, tujuan, persepsi (Handoko, T. H., 1992).

27

Champbell, R. F. (1988) mengidentifikasi sumber-sumber terjadinya

konflik dikarenakan adanya pengawasan yang terlalu ketat terhadap karyawan,

persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber organisasi yang terbatas,

perbedaan nilai, perbedaan keyakinan (belief), dan persaingan antar kelompok

atau bagian (parties).

Konflik terjadi dikarenakan berbagai sebab dan alasan, Aldag, R. J. dan

Stearns, T. M. (1987) mengidentifikasi sumber-sumber konflik yaitu meliputi :

task independence, goal incompatibility, differentiation of values and point of

view, uncertainly (the shifting of the task scope), and reward system. Pendapat

yang hampir sama dikemukakan oleh Robbins, S. P. (1990) bahwa konflik

organisasi disebabkan oleh adanya saling ketergantungan pekerjaan,

ketergantungan pekerjaan satu arah, diferensiasi horizontal yang tinggi,

formalisasi yang rendah, perbedaan criteria evaluasi dan sistem imbalan.

Konflik merupakan peristiwa yang menyangkut manusia dan perilakunya,

sebab manusia mempunyai perbedaan latar belakang pendidikan, kemampuan,

motivasi, kemampuan, minat, dan lingkungan baik secara individu maupun

kelompok. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai gejala dan

kepentingan seperti kebutuhan akan penghargaan, sistem nilai yang tidak sama,

minat dan ambisi. Pemahaman terhadap gejala ataupun keadaan yang

menyebabkan terjadinya konflik dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh para

pimpinan ataupun manajer dalam menjaga kelangsungan organisasi. Munculnya

berbagai konflik merupakan dinamika dan perkembangan organisasi, karena itu

pimpinan perlu memahami beberapa sebab yang dapat menimbulkan konflik dan

mencermati konflik sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipisahkan dari

28

persoalan organisasi. Maka dari itu tugas pimpinan adalah mengelola konflik agar

dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan performance kerja dan mengarahkan

konflik agar tetap berdampak positif bagi kemajuan organisasi.

2.3.3 Pendekatan Manajemen Konflik

Salah satu persoalan yang sering muncul selama berlangsungnya

perubahan di dalam organisasi adalah adanya konflik antar anggota atau antar

kelompok. Konflik tidak hanya harus diterima dan dikelola dengan baik, tetapi

juga harus didorong karena konflik merupakan kekuatan untuk mendatangkan

perubahan dan kemajuan dalam lembaga (Hardjana, 1994). Konflik antar orang di

dalam organisasi tak dapat dielakkan tetapi dapat dimanfaatkan kea rah produktif

bila dikelola secara baik (Cummings, 1980). Demikian pula Edelman, R. J. (1997)

menegaskan bahwa jika konflik dikelola secara sistematis dapat berdampak positif

yaitu memperkuat hubungan kerjasama, meningkatkan kepercayaan,

mempertinggi kreativitas dan produktivitas dan meningkatkan kepuasan kerja.

Akan tetapi sebaliknya manajemen konflik yang tidak efektif dengan cara

menerapkan sangsi yang berat bagi penentang, dan berusaha menekan bawahan

yang menentang kebijakan sehingga iklim organisasi semakin buruk dan

meningkatkan sifat ingin merusak (Owens, R. G., 1991).

Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau

merugikan bagi kelangsungan organisasi. Maka dari itu pimpinan organisasi

dituntut memiliki kemampuan tentang manajemen konflik dan memanfaatkan

konflik untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi. Berikut

beberapa pengertian manajemen konflik menurut para ahli :

29

• Hardjaka (1994) mengemukakan bahwa manajemen konflik adalah cara

yang dilakukan oleh pimpinan pada saat menanggapi konflik.

• Hendricks, W. (1992) mengatakan manajemen konflik adalah cara yang

dilakukan pimpinan dalam menaksir atau memperhitungkan konflik.

• Criblin, J. (1982) mengartikan manajemen konflik merupakan teknik yang

dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara

menentukan peraturan dasar dalam bersaing.

• Tosi, H. L. (1990) berpendapat bahwa, “concflict management mean that a

manager takes an active role in addressing conflict situations and

intervenes if needed.”

Manajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung jawab pimpinan

baik manajer tingkat lini (supervisor), manajer tingkat menengah (middle

manager), dan manajer tingkat atas (top manager), makan diperlukan peran aktif

untuk mengarahkan situasi konflik agar tetap produktif. Manajemen konflik yang

efektif dapat mencapai tingkat konflik yang optimal yaitu menumbuhkan

kreativitas anggota, menciptakan inovasi, mendorong perubahan, dan bersikap

kritis terhadap perkembangan lingkungan.

Tujuan manajemen konflik untuk mencapai kinerja yang optimal dengan

cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang

merugikan (Walton, R. E.,1987). Selanjutnya manajemen konflik berguna dalam

mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan pihak-pihak yang

terlibat konflik tetap baik (Hardjana,1994). Mengingat kegagalan dalam

mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka

30

pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan

organisasi. Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam

segal situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Gibson, J. (1996) mengatakan bahwa memilih resolusi konflik yang cocok

tergantung pada faktor-faktor penyebabnya., dan penerapan manajemen konflik

secara tepat dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas bagi pihak yang

mengalaminya.

Menurut Handoko (1992) secara umum terdapat tiga cara dalam menghapi

konflik yaitu :

• Stimulasi konflik

Stimulasi konflik diperlukan apabila satua-satuan kerja di dalam organisasi

terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik

rendah. Situasi konflik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan

takut berinisiatif akhirnya menjadi pasif. Perilaku dan peluang yang dapat

mengarahkan individu atau kelompok untuk bekerja lebih baik diabaikan,

anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan

pelaksanaan pekerjaan. Pimpinan organisasi perlu merangsang timbulnya

persaingan dan konflik yang dapat mempunyai dampak peningkatan

kinerja anggota organisasi.

• Pengurangan atau penekanan konflik

Pengurangan atau penekanan konflik, manajer yang mempunyai

pandangan tradisional berusaha menekan konflik sekecil-kecilnya dan

31

bahkan berusaha meniadakan konflik daripada menstimulasi konflik.

Strategi pengurangan konflik berusaha meminimalkan kejadian konflik

tetapi tidak menyentuh masalah-masalah yang menimbulkan konflik.

• Penyelesaian konflik

Penyelesaian konflik berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pimpinan

organisasi yang dapat mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang

bertentangan.

Demikian halnya Winardi (1994) berpendapat bahwa manajemen konflik meliputi

kegiatan-kegiatan seperti :

• Menstimulasi konflik

Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami

penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang belum

memenuhi standar kerja yang ditetapkan. metode yang dilakukan dalam

menstimulasi konflik yaitu : (a) memasukkan anggota yang memiliki

sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang

berlaku, (b) merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan

pembagian tugas baru, (c) menyampaikan informasi yang bertentangan

dengan kebiasaan yang dialami, (d) meningkatkan persaingan dengan cara

menawarkan insentif, promosi jabatan atau penghargaan lainnya, (e)

memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.

• Mengurangi atau menekan konflik

32

Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan

menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja

di tiap unit/bagian. Metode pengurangan konflik dengan jalan

mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok

yang sedang konflik, menghadapkan tantangan baru kepada kedua belah

pihak agar dihadapi secara bersama dan memberikan tugas yang harus

dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan antara anggota

kelompok.

• Menyelesaikan konflik

Penyelesaian konflik merupakan tindakan yang dilakukan pimpinan

organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode

penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan adalah dominasi,

kompromis, dan pemecahan problem secara integratif.

Terdapat persamaan antara 2 pendapat ahli diatas dalam menghadapi

konflik. Diantaranya stimulasi konflik yang mana dibutuhkan pada saat karyawan

mengalami penurunan produktivitas atau terlalu lambat dalam melaksanakan

pekerjaannya dikarenakan tingkat konflik yang ada di organisasi out rendah,

selanjutnya tindakan mengurangi atau menekan konflik yang dilakukan apabila

tingkat konflik tinggi dan pimpinan berusaha untuk meniadakan konflik tersebut.

Yang terakhir adalah menyelesaikan konflik dimana pimpinan langsung turun

tangan untuk menghadapi pihak yang sedang berkonflik.

33

2.3.4 Cara Menanggapi Konflik

Setiap pimpinan organisasi berbeda dalam merespon/menanggapi konflik.

Menurut Tosi, H. L. (1990) terdapat lima macam cara orang menanggapi konflik

yaitu :

• Menghindar

Menghindar merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah satu

atau kedua belah pihak berupaya tidak terlibat dengan masalah-masalah

yang dapat menimbulkan perbedaan atau pertentangan. Sebagian orang

menyukai menghindar dari konflik, pengalaman menyakitkan yang pernah

dialami oleh individu maupun kelompok membuat mereka ingin menarik

diri dari konflik. kecendrungan untuk menghindari konflik dapat juga

didasarkan pada suatu pandangan bahwa konflik dapat merugikan dan

dianggap tidak sopan. Menghindari konflik merupakan tindakan yang

bijaksana ketika isu konflik tidak penting dan dampak negatif lebih besar

daripada manfaat/keuntungannya.

• Akomodasi

Mengakomodasi berarti mengalah terhadap berbagai kehendak/kemauan

orang lain. Akomodasi dapat berarti memelihara suatu hubungan dengan

pihak lain, atau suatu usaha memadukan orang-orang yang terpisah.

Menyerahkan keputusan kepada pihak lain dirasakan lebih baik daripada

mengambil resiko untuk mengasingkan orang lain.

• Kompetisi

34

Kompetisi atau persaingan adalah suatu bentuk perjuangan secara damai

yang terjadi apabila dua belah pihak berlomba atau berebut untuk

mencapai suatu tujuan yang sama. Kompetisi dapat bersifat merugikan

apabila perjuangan individu atau kelompok dalam mengejar berbagai

keinginan dengan cara mengorbankan pihak lain.

Menurut Wirawan (2010) indicator yang mempengaruhi kompetisi

tersebut adalah :

• Berdebat dan membantah

• Berpegang teguh pada pendirian

• Menilai pendapat dan perasaan diri sendiri dan lawan konflik

• Menyatakan posisi diri secara jelas

• Kemampuan memperbesar kekuasaan diri sendiri

• Kemampuan untuk meperkecil kekuasaan lawan konflik

• Menggunakan berbagai taktik yang mempengaruhi

• Kompromi

Kompromi merupakan reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan

tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Masing-masing

pihak mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian

perselisihan. Sikap yang diperlukan agar dapat melaksanakan kompromi

adalah salah satu pihak bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak

lain. Kedua kubu tidak ada yang menang atau kalah, masing-masing

member kelonggaran atau konsesi.

35

Menurut Wirawan (2010) indikator yang mempengaruhi kompromi

tersebut adalah :

• Kemampuan bernegosiasi

• Mendengarkan dengan baik apa yang dikemukakan lawan konflik

• Mengevaluasi nilai

• Menemukan jalan tengah

• Memberikan konsesi

• Bekerjasama

Kolaborasi atau kerja sama adalah kesediaan untuk menerima kebutuhan

pihak lain. Dalam kolaborasi ada peluang untuk memenuhi kepentingan

kedua belah pihak di dalam konflik. Kerja sama/kolaborasi sangat berguna

jika masing-masing pihak yang sedang konflik mempunyai tujuan yang

berbeda dan kompromi tidak mungkin dilakukan.

Menurut Wirawan (2010) indikator yang mempengaruhi kerjasama adalah

• Mendengarkan dengan baik yang dikemukakan lawan konflik

• Kemampuan bernegosiasi

• Mengidentifikasi pendapat lawan konflik

• Menganalisis masukan

• Memberikan konsesi

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Wexley, K. N. dan Yukl,

G. A. (1992) menyatakan bahwa ada tiga cara yang ditempuh individu atau

kelompok yang terlibat konflik dalam memberikan tanggapan yaitu :

36

• Penarikan diri

Penarikan diri merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah

satu atau kedua pihak menarik diri dari pergaulan. Saling menghindarkan

dapat merupakan cara yang efektif untuk mengatasi konflik jika kedua

pihak dalam menjalankan tugas organisasi tidak saling terkait. Namun

apabila keduanya memiliki keterkaitan dalam pekerjaan dan mempunyai

peran saling tergantung dan menuntut koordinasi, maka teknik ini dapat

merusak pelaksanaan tugas dan bahkan merintangi pencapaian tujuan

organisasi.

• Perdamaian

Taktik perdamaian dilakukan sebagai usaha salah satu pihak untuk

mengembangkan hubungan dengan pihak lawannya dengan

menghindarkan masalah-masalah yang menjadi sumber pertentangan.

Bujukan (persuation) adalah suatu usaha untuk membujuk pihak lain

untuk mengubah posisinya. Keberhasilan persuasi ditentukan oleh

kemampuan orang yang memberikan ajakan secara persuasif dan kemauan

pihak lain untuk mempertimbangkan informasi faktual yang relevan

dengan masalah yang dipertentangkan.

• Tawar menawar

Tawar menawar (bargaining) merupakan proses pertukaran persetujuan

bagi pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mencapai keuntungan

yang memadai bagi pemenuhan aspirasi minimal yang diperjuangkan.

37

Selanjutnya dalam pemecahan masalah terpadu kedua belah pihak

menyadari bahwa konflik yang terjadi merupakan masalah bersama untuk

dicari penyelesaian secara memuaskan.

Pada dasarnya semua cara dalam menanggapi konflik mempunyai tujuan

yang sama yaitu agar konflik tersebut dapat terselesaikan dengan baik dan pihak-

pihak yang berkonflik dapat terjaga hubungannya. Cara menanggapi konflik

diatas dimaksudkan agar salah satu pihak yang sedang terlibat konflik tidak

mengalami kerugian. Sehingga dapat dicapai suatu keputusan baru yang dapat

menjadi suatu pembelajaran agar konflik tersebut tidak terulang dan dapat

dikelola dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan jenis konflik tersebut. Tidak

ada satu pun cara yang dianggap paling ampuh dalam menanggapi konflik, cara-

cara diatas digunakan sesuai dengan tipe konflik yang sedang berlangsung.

Bila pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mempunyai keinginan

berunding dan masing-masing bersikeras dengan pendapat dan pendiriannya,

maka penyelesaian konflik mencapai jalan buntu. Keadaan demikian diperlukan

campur tangan pihak ketiga yang banyak mengetahui permasalahan dan

mempunyai kredibilitas dalam mengelola konflik. Campbell, R. F. dan Soekanto,

S. (1983) membagi tipe-tipe utama dari campur tangan pihak ketiga yaitu :

• Arbitrasi

Arbitrasi adalah suatu prosedur dimana pihak ketiga mendengarkan kedua

pihak yang konflik dan bertindak sebagai seorang hakim dalam

menentukan penyelesaian yang mengikat. Pihak ketiga dalam arbitrasi

biasanya atasan dari piha-pihak yang berkonflik.

38

• Mediasi

Mediasi (mediation) yaitu pihak ketiga yang ditunjuk atau diterima secara

sukarela oleh kedua pihak yang berselisih. Kedudukan mediator hanya

sebatas sebagai penasehat dan tidak berwenang member keputusan.

• Konsultasi proses

Konsultasi proses antar pihak adalah suatu bentuk campur tangan pihak

ketiga untuk mengembangkan hubungan antara dua pihak dan

mengembangkan kapasitas mereka sendiri dalam menyelesaikan konflik

secara efektif pada masa mendatang.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Edelman, R. J. (1993)

bahwa apabila konflik berkepanjangan dan sulit dicari pemecahannya maka ada

baiknya menggunakan mediator sebagai penengah. Lebih lanjut Edelman

mengatakan, tujuan digunakannya penengah adalah untuk membantu kedua belah

pihak mencapai kesepakatan yang sama-sama memuaskan.

Maka dapat disimpulkan bahwa mediator adalah pihak ketiga yang dirasa

paling cocok dalam campur tangan pihak ketiga dibandingkan dengan arbitrasi

maupun yang lainnya. Walaupun mediator tidak dibenarkan memaksa kedua belah

pihak dalam menyelesaikan perselisihan, sebab penyelesaian yang dipaksakan

tidak akan mencapai sasaran dan tidak dapat menjaga kerjasama jangka panjang.

Mediator berperan mendorong terjadinya kesepakatan yang mengarah pada

pemecahan masalah ke arah yang menguntungkan kedua belah pihak. Satu hal

yang perlu diperhatikan bahwa kedudukan pihak ketiga sebagai penengah harus

39

tetap netral, tidak memihak, tidak bias. Apabila pihak ketiga merupakan atasan

dari pihak yang sedang konflik, maka harus berani mengambil tindakan untuk

menyelamatkan kepentingan yang lebih besar jika konflik merintangi dan

menghambat kinerja organisasi dalam mencapai sasaran.

2.4 Motivasi Kerja

Istilah-istilah untuk menghindari kekurangtepatan penggunaan istilah

“motivasi” ini, perlu kiranya dikemukakan pendapat Manullang tentang adanya

istilah-istilah yang mirip dan sering dikacaukan tentang motivasi tersebut sebagai

berikut: (a) motif, (b) motivasi, (c) motivasi kerja, (d) incentive. Sedangkan

istilah-istilah lain dari berbagai sumber, motivasi kerja juga bisa disebut

motivating, motivation dan motive (Martoyo,1987).

Pengertian motivasi kerja menurut para ahli adalah sebagai berikut :

• H. Haynes dan J. L. Massi mengatakan bahwa “motive” adalah

:“something within individual which incites him to action.”

• Carl Heyel memberikan defenisi motivation sebagai berikut: “motivation

refers to the degree of readyness of an organism to pursue some

designated goal and implier the determination of the nature and locus of

the foreces inducing the degree of readyness.”

• The Liang Gie berpendapat bahwa motivating adalah pekerjaan yang

dilakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat

dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk

mengambil tindakan-tindakan.

40

• Chung dan Megginson menyatakan bahwa motivasi dirumuskan sebagai

perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan yang

dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi berkaitan erat

dengan kepuasan pekerja dan performasi pekerjaan.

Beberapa persamaan dari pendapat para ahli diatas yaitu memberikan

motivasi dan semangat serta untuk mencapai kepuasan kerja. Dengan berbagai

defenisi dari para ahli bisa disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu

pemberian dorongan dan semangat yang diberikan oleh manajernya agar

karyawan nya lebih giat dalam bekerja dalam mewujudkan suatu tujuan di dalam

organisasi yang ditunjukkan oleh kepuasan serta kinerja dari karyawan tersebut.

2.4.1 Faktor – faktor Motivasi Kerja

Faktor-faktor motivasi kerja itu merupakan hal yang sulit dalam

prakteknya karena selain melibatkan faktor individual juga melibatkan faktor-

faktor organisasional. Faktor-faktor yang bersifat individual itu seperti contoh

tujuan, sikap, kemampuan, dan kebutuhan sedangkan faktor-faktor organisasional

itu seperti pujian, pengawasan, pembayaran, dan pekerjaan itu sendiri.

Ada 3 variabel utama dalam menjelaskan perilaku pekerja yaitu (Gomes, 1995) :

• Employee Needs. Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan

yang hendak dipenuhi, yang berkisar pada: (a) eksistence, (b)

relatedness, (c)growth. Ini semua merupakan stimuli internal yang

menyebabkan perilaku

41

• Organizational incentives. Organisasi mempunyai sejumlah rewards

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja. Rewards ini

mencakup: (a) substantive rewards, (b) interactive rewards,

(c)intrinsic rewards. Faktor-faktor organisasi ini berpengaruh terhadap

arah dari perilaku pekerja

• Perceptual outcomes. Pekerja biasanya mempunyai sejumlah persepsi

mengenai: (a) nilai dari rewards organisasi, (b) hubungan antara

performasi dengan rewards, (c) kemungkinan yang bisa dihasilkan

melalui usaha-usaha mereka dalam performasi kerjanya

2.4.2 Teori Motivasi Maslow

Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow; yaitu hirarki lima kebutuhan

dengan tiap kebutuhan secara berurutan dipenuhi, maka kebutuhan berikutnya

akan menjadi dominan. Menurut Lussier (1996) kebutuhan manusia oleh Maslow

(1996) diklasifikasikan atas lima tingkat sebagai berikut :

a. Psysiological needs (kebutuhan fisiologis) merupakan hierarki kebutuhan

paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, tempat

tinggal, dan pakaian yang dapat dipenuhi dengan gaji yang diterima. Keinginan

untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berprilaku atau bekerja

dengan giat.

b. Security and safety needs (kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja) adalah

kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman

kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini

meliputi keamanan, keselamatan kerja, dan kelangsungan pekerjaan serta jaminan

42

hari tua. Pentingnya memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat pada

organisasi modern, tempat pemimpin organisasi selalu mengutamakan keamanan

dengan mengunakan alat-alat canggih atau pengawalan.

c. Social needs (kebutuhan sosial) yaitu kebutuhan persahabatan, affiliasi, dan

interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Karena manusia adalah makhluk

social, sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial.

d. Esteem needs (kebutuhan penghargaan) adalah kebutuhan akan penghargaan

diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat

lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tapi tidak

selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa

semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang

dalam organisasi, maka semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status

dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.

e. Self actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri) adalah kebutuhan akan

aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, ketrampilan dan potensi

optimal, untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan / luar biasa.

Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh.

Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu

dengan lainnya.

2.5 Pengertian Kinerja

Kinerja atau performance dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian

hasil atau “the accomplishment” dengan kata lain kinerja merupakan tingkat

pencapaian tujuan organisasi. Kinerja mempunyai makna lebih luas bukan hanya

43

menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung

(Wibowo,2007). Ia juga mengatakan bahwa kinerja adalah tentang melakukan

pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, dan bagaimana cara

mengerjakannya. Berikut ada beberapa pengertian kinerja menurut para ahli :

• Amstrong dan Baron (1998) mengemukakan bahwa kinerja merupakan

hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis

organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

• Bernardin dan Russel (1998) kinerja dapat diartikan sebagai berikut,

“performance is defined as the record of outcomes produces on a specified

job function or activity during a time period.”

• Ilgen dan Schneider (2002) mengatakan bahwa “performance is what the

person or system does.”

• Mohrman (2002) mendefinisikan kinerja sebagai, “a performance consist

of a performer engaging in behavior in a situation to achieve results.”

Persamaan dari pendapat para ahli diatas yaitu performance dan tujuan yang

strategis dari organisasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa kinerja adalah sebuah hasil dari suatu proses pekerjaan yang dilakukan

oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu. Hasil pekerjaan itu berhubungan erat

dengan hasil akhir, tujuan organisasi, dan secara tidak langsung mempengaruhi

kepuasan pelanggan. Kinerja juga berhubungan dengan apa yang dilakukan

seseorang serta bagaimana sistem kerja itu dilakukan.

2.5.1 Manajemen Kinerja

44

Terdapat beberapa pandangan pakar tentang pengertian manajemen kinerja yaitu

sebagai berikut :

• Bacal (1994) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi

yang dilakukan secara proses komunikasi yang dilakukan secara terus-

menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsung. Proses

komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta

pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan.

• Berbeda dengan Bacal yang menekankan pada proses komunikasi,

Amstrong (2004) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu

dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka

tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.

• Amstrong dan Baron (1998) berpandangan bahwa manajemen kinerja

adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses

berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang

bekerja didalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan

contributor individu.

• Fletcher (1998) menyatakan bahwa manajemen kinerja berkaitan dengan

pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan

organisasi, membantu karyawan memahami, mengenal bagiannya dalam

memberikan kontribusi dan dalam melakukannya, mengelola dan

meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.

45

• Costello (1994) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan dasar

dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan

organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya.

Persamaan yang dapat disimpulkan nyaitu sebagai proses komunikasi,

memperbaiki dan mengelola kinerja karyawan serta pencapaian tujuan organisasi.

Dengan memperhatikan pandangan para pakar diatas dapat dirumuskan bahwa

pada dasarnya manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola

sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi

secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan

pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai

tujuan organisasi.

Manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan

mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari

unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara

langsung memengaruhi tidak hanya kinerja masing-masing pekerja secara individ

dan unit kerjanya tapi juga unit kerja seluruh organisasi (Costello, 1994).

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Hersey, Blanchard dan Johnson (1996) menengarai bahwa kebanyakan

manajer sangat efektif dalam mengungkapkan tentang apa yang menjadi masalah

dalam kinerja. Akan tetapi pada umumnya lemah dalam mengetahui tentang

46

bagaimana masalah tersebut terjadi. Pendapat lain tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998) yaitu

• Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan kompetensi yang

dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

• Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan

dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

• Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh

rekan sekerja.

• System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang

diberikan organisasi.

• Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan

dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Selain itu, John W. Atkinson mengindikasikan bahwa kinerja merupakan

fungsi motivasi dan kemampuan. Lyman Porter dan Edward Lawler berpendapat

bahwa kinerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan,

ketrampilan yang perlu untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas

apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Sementara itu Jay Lorsch

dan Paul Laurence menggunakan pemahaman bahwa kinerja adalah fungsi atribut

individu, organisasi, lingkungan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dirumuskan tujuh faktor kinerja yang

mempengaruhi kinerja yaitu : Ability (knowledge dan skill), Clarity

(understanding), Help (organizational support), Incentive (motivation atau

47

willingness), Evaluation (coaching dan performance feedback), Validity (valid

dan legal personnel practices), Environment (environmental fit).

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik

yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari

pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu

dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan

pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan

bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja.

2.5.3 Pengukuran Kinerja

Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah

selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan,

atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau

apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengukuran

kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara (Kinicki, 2001) :

• Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi

• Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan

• Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu

diperhatikan

• Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas

• Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan

48

Untuk melakukan pengukuran tersebut diperlukan kemampuan untuk

mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja

hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk dapat

memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini, dan apabila

deviasi kinerja dapat diukur maka kinerja tersebut dapat diperbaiki.

2.5.4 Evaluasi Kinerja

Suatu proses kinerja, apabila telah selesai dilaksanakan akan memberikan

hasil kinerja atau prestasi kerja. Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberi

penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim,

atau individu. Evaluasi kinerja akan memberikan umpan balik terhadap tujuan dan

sasaran kinerja, perencanaan dan proses pelaksanaan kinerja (Maddux, 2000).

Berikut ada beberapa pengertian evaluasi kinerja menurut para ahli :

• Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa evaluasi kinerja

merupakan pendapat yang bersifat evaluatif atas sifat, perilaku seseorang

atau prestasi sebagai dasar pengambilan kepututsan dan rencana

pengembangan personil.

• Newstrom dan Davis (1997) memandang evaluasi kinerja sebagai suatu

proses mengevaluasi kinerja pekerja, membagi informasi dengan mereka,

dan mencari cara memperbaiki kinerjanya.

• Greenberg dan Baron (2003) mengatakan evaluasi kinerja dapat

dipergunakan untuk sejumlah kepentingan organisasi, manajemen

menggunakan evaluasi untuk mengambil keputusan tentang sumber daya

49

manusia. Ia juga mengatakan bahwa evaluasi memberikan masukan untuk

keputusan penting seperti promosi, mutasi dan pemberhentian.

Evaluasi mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, evaluasi

menunjukkan ketrampilan dan kompetensi pekerja yang ada sekarang ini kurang

cukup sehingga dikembangkan program. Menurut James. E (2003) efektivitas

pelatihan dan pengembangan dipertimbangkan dengan mengukur seberapa baik

pekerja yang berpartisipasi mengerjakan evaluasi kinerja. Evaluasi memenuhi

kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana pandangan organisasi

terhadap kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar

untuk mengalokasi reward.

50

2.6 Kerangka Pemikiran

Berikut merupakan gambar kerangka pemikiran yang diajukan :

fgfhhish

Pemberdayaan Karyawan (X1) :

• Pemberian peran

• Bentuk kelompok kerja

• Pemberian wewenang

Manajemen Konflik (X2) :

• Perbedaan pendapat

• Perbedaan tujuan

• Ketidaksepakatan terhadap

alokasi sumber daya yang langka

Motivasi Karyawan (Y) :

• Direct

• Indirect

Kinerja Karyawan (Z) :

• Quality

• Quantity

• Time utility

• Interpersonal impact