Bab1

9
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar Nasional Pendidikan tercipta berkat Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan yang terdapat dalam PP No. 19 Tahun 2005 tersebut memuat beberapa kandungan, yaitu: Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Proses, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pembiayaan, Standar Pengelolaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang dirancang oleh sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam pembuatannya, KTSP harus mengacu pada PP No. 19 Tahun 2005. Hal ini disebabkan KTSP yang disusun berbasis pada kompetensi serta dikembangkan sendiri oleh sekolah dengan melibatkan guru sebagai pelaksana ujung tombak dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang perlu diperhatikan oleh sekolah dalam penyusunan KTSP adalah: 1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; 2) Beragam dan terpadu; 3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; 5) Menyeluruh

Transcript of Bab1

Page 1: Bab1

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Standar Nasional Pendidikan tercipta berkat Undang-Undang No.20

Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan

yang terdapat dalam PP No. 19 Tahun 2005 tersebut memuat beberapa

kandungan, yaitu: Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi, Standar

Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Proses, Standar Sarana dan

Prasarana, Standar Pembiayaan, Standar Pengelolaan, dan Standar Penilaian

Pendidikan.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum

yang dirancang oleh sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dalam pembuatannya, KTSP harus mengacu pada PP No. 19 Tahun 2005. Hal

ini disebabkan KTSP yang disusun berbasis pada kompetensi serta

dikembangkan sendiri oleh sekolah dengan melibatkan guru sebagai pelaksana

ujung tombak dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang perlu diperhatikan oleh

sekolah dalam penyusunan KTSP adalah: 1) Berpusat pada potensi,

perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; 2)

Beragam dan terpadu; 3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni; 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; 5) Menyeluruh

Page 2: Bab1

2

dan berkesinambungan; 6) Belajar sepanjang hayat; serta 6) Seimbang antara

kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Dalam lampiran SK Dirjen Dikdasmen No. 12/C/Kep/TU/2008 tanggal

12 Februari 2008 (dalam Bintek KTSP SMA) disebutkan bahwa penilaian mata

pelajaran bahasa Indonesia meliputi tiga aspek, yakni: pengetahuan, praktik, dan

sikap. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, aspek yang paling dominan dalam

penilaian mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi aspek pengetahuan, praktik,

dan afektif.

Sejalan dengan itu, di dalam silabus KTSP SMA disebutkan bahwa mata

pelajaran bahasa Indonesia terdiri dari kemampuan berbahasa dan kemampuan

bersastra. Kemampuan bersastra dalam hal ini mencakup empat aspek

keterampilan bersastra, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Mengingat materi pelajaran bersastra meliputi empat aspek keterampilan

tersebut, materi pengajaran sastra hendaknya diarahkan pada kegiatan

mengapresiasi sastra.

Maman S. Mahayana (http://mahadewamahadewa.blogspot.com/2008/

10/sejumlah-masalah-dalam-apresiasi-puisi.html) menyatakan bahwa apresiasi

sastra (puisi) pada umumnya merupakan salah satu bentuk penghargaan terhadap

karya sastra (puisi). Sebagai ujud penghargaan, karya sastra (puisi) tersebut perlu

dibaca. Dalam pengajaran, teori-teori dan konsep baku yang berkaitan dengan

karya sastra (puisi) perlu juga disampaikan untuk melengkapi pengetahuan siswa

tentang karya sastra (puisi). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman

yang abstrak tentang sesuatu yang terdapat dalam karya sastra (puisi) tersebut.

Page 3: Bab1

3

Materi puisi kontemporer termasuk salah satu materi dalam kesusasteraan.

Untuk itu, kegiatan pembelajaran puisi kontemporer hendaknya diarahkan pada

kemampuan siswa dalam hal mengapresiasi puisi kontemporer. Kegiatan

mengapresiasi puisi dapat berupa membaca puisi, memahami isi puisi,

menghubungkan keterkaitan puisi dengan pengarang, menulis puisi kontemporer.

Membaca dalam hal ini dapat diartikan sebagai kegiatan membaca nyaring dan

juga kegiatan membaca dalam hati. Membaca nyaring disini untuk menikmati

karya sastra melalui puisi yang dibaca. Membaca dalam hati bertujuan untuk

memahami dan menghayati isi puisi kontemporer yang dibaca.

Pengajaran sastra sebenarnya difokuskan pada karya-karya sastra

Indonesia. Siswa perlu banyak membaca karya sastra yang berhubungan dengan

novel, cerpen, drama, maupun puisi agar dapat memberikan apresiasi sastra yang

memadahi. Karya sastra yang dibaca hendaklah karya sastra yang bermutu agar

dapat mengambil manfaatnya. Dengan demikian, dalam mengapresiasi puisi,

siswa perlu membaca, memahami, dan menghayati puisi yang dibacanya. Hal

tersebut dilakukan untuk menumbuhkan pengertian, penghargaan, berpikir secara

kritis, serta menumbuhkan kepekaan terhadap karya sastra khususnya puisi.

Sebenarnya, puisi kontemporer merupakan salah satu materi kesusastraan

yang terdapat di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan jenjang SMA.

Materi ini terdapat dalam silabus untuk jenis keterampilan membaca sastra yang

berbunyi “Memahami buku kumpulan puisi kontemporer dan karya sastra yang

dianggap penting pada tiap periode” (KTSP versi SMA Batik 1 Surakarta, 2006:

59). Oleh karena itu, puisi kontemporer ini penting dipahami, dikuasai, dan

Page 4: Bab1

4

dimengerti isinya oleh siswa karena merupakan materi pembelajaran di sekolah

khususnya kelas XII. Hal ini dapat dilaksanakan apabila pembelajaran puisi

kontemporer diarahkan sampai pada tingkat mengapresiasi puisi.

Munculnya istilah puisi kontemporer diperkenalkan oleh Tengsoe

Tjahyono (1988: 89) dalam bukunya Sastra Indonesia. Menurut beliau, “Puisi

Kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha lari dari ikatan konvensional

puisi itu sendiri. Puisi tersebut ditandai dengan adanya bentuk yang aneh dan

ganjil”. Menurut ukuran orang Indonesia puisi kontemporer merupakan bentuk

puisi yang berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi-puisi yang

sejenis itu dipelopori oleh Sutardji Calzoum Bahri sekitar tahun 1973-an.

Puisi yang aneh dan ganjil seperti tersebut di atas oleh Herman J. Waluyo

(2002: 122) dalam bukunya yang berjudul Apresiasi Puisi diberi istilah puisi

konkret dan puisi mantra. Dalam hal ini puisi dikembalikan pada kodratnya yang

paling awal yaitu sebagai mantra yang mengandalkan kata sebagai kekuatan

bunyi. Sedangkan bentuk konkret yang digunakan menurut Rachmad Djoko

Pradopo (2007: 51) untuk mendukung makna yang ada dalam puisi tersebut.

Sutardji Calzoum Bachri sebagai pelopor puisi kontemporer membuat

pernyataan sikap tentang puisi/ karya-karyanya yang dibuat secara konseptual

dalam bentuk kredo puisi. Pernyataan sikap ini merupakan suatu hal yang belum

pernah dilakukan bahkan oleh sang legenda "AKU" atau Shakespeare sekalipun.

Dalam Kredo Puisinya (semacam pernyataan sikap), Sutardji Calzoum Bachri

menyatakan:

"Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa

yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas. Kalau

Page 5: Bab1

5

diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat

untuk duduk. Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk

yang membelenggunya seperti kamus dan penjajahan-penjajahan lain

seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata tertentu dengan

dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika. Bila kata

dibebaskan, kreativitaspun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa

menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan

menentukan kemauan dirinya sendiri."

http://www.geocities.com/Paris/7229/suta...

Dalam kredo puisi tersebut jelaslah bahwa dalam menciptakan puisi, kata-

kata kurang dipentingkan/ diperhatikan. Inilah yang membuat Sutardji Calzoum

Bachri dikenal sebagai pembaharu dalam perpuisian Indonesia. Subagyo

Sastrowardoyo menyatakan:

“Sutardji merintis genre baru dalam sastra Indonesia. Puisi-puisi Sutardji

menunjukkan orisinalitas. Sedang Dami N. Toda menyatakan bahwa

Sutardji mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam sejarah puisi

Indonesia dengan Chairil Anwar. Jika Chairil diumpamakan sebagai mata

kanan, maka Sutardji adalah mata kiri (dalam catatan mengenai puisi

Tardji di O, Amuk, Kapak)”. (Herman J. Waluyo, 2008: 333).

Sementara itu, pembelajaran mengapresiasi puisi di sekolah pada

umumnya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan khususnya dalam

mengapresiasi puisi kontemporer. Hasil yang belum maksimal itu dapat dilihat

dari rendahnya tingkat mengapresiasi puisi kontemporer yang dilakukan siswa.

Rendahnya tingkat apresiasi ini disebabkan siswa merasa kesulitan dalam

memahami isi puisi yang dibaca. Hal ini disebabkan diksi yang digunakan dalam

puisi memiliki makna ganda, artinya pemberian makna dalam puisi yang dapat

Page 6: Bab1

6

menimbulkan banyak tafsir. Selain itu, siswa juga merasakan adanya sesuatu yang

aneh dalam puisi kontemporer. Bahkan ketika disodorkan contoh-contoh puisi

kontemporer, siswa merasa adanya sesuatu yang lain dari puisi yang biasa

dikenalnya.

Selain faktor-faktor tersebut di atas, kumpulan puisi kontemporer termasuk

materi pembelajaran sastra yang sulit dipahami. Hal ini disebabkan bahasa dalam

puisi bersifat konotatif/ terkandung banyak pilihan kata yang mempunyai makna

ganda. Untuk memahami isinya, dibutuhkan pengetahuan, wawasan, pengalaman,

serta kemampuan menggunakan imajinasi secara maksimal.

Faktor yang menjadi penyebab kurangnya kemampuan siswa dalam

mengapresiasi puisi kontemporer tersebut perlu dicarikan solusinya. Adapun

caranya dengan mengubah pendekatan yang sudah dilakukan oleh guru, yaitu

dengan menerapkan pendekatan CTL.

Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata. Dalam hal ini guru

mendorong siswa untuk menghubungkan antara ilmu/ pengetahuan yang

dimilikinya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata. Dengan konsep seperti itu,

hasil pembelajaran diharapkan akan dapat lebih bermakna bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung secara alamiah. Siswa bekerja dan mengalami bukan

sekadar mentransfer ilmu dari gurunya.

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih

mengutamakan proses daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk

merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan

Page 7: Bab1

7

memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa. Hal tersebut dimungkinkan karena

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai tujuh

komponen utama (Depdiknas, 2003: 10). Ketujuh komponen tersebut meliputi

“konstruktivisme (Constructivism), inquiri (inquiry), bertanya (Questioning),

masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi

(Reflection), dan penilaian autentik (Authentic Assesment)”.

Dengan penggunaan pendekatan CTL tersebut, diharapkan siswa akan

lebih mudah memahami dan menghayati, sehingga dapat memberikan apresiasi

puisi kontemporer yang dibacanya. Dengan kondisi tersebut, kemampuan siswa

dalam mengapresiasi puisi kontemporer dapat meningkat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah disebutkan di atas, dapat

dirumuskan masalah penelitian seperti berikut ini.

1. Bagaimanakah proses pembelajaran mengapresiasi puisi kontemporer dengan

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga dapat

meningkatkan kemampuan mengapresiasi puisi kontemporer siswa?

2. Apakah penggunaan pendekatan CTL dapat meningkatkan kemampuan

mengapresiasi puisi kontemporer siswa?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan penelitian di atas, tujuan penelitian ini

adalah:

Page 8: Bab1

8

1. Mendeskripsikan proses pembelajaran mengapresiasi puisi kontemporer

dengan pendekatan CTL;

2. Meningkatkan kemampuan mengapresiasi puisi kontemporer siswa dengan

menggunakan pendekatan CTL.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru

bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas, khususnya untuk:

a. memberi pemahaman kepada guru bahasa dan sastra Indonesia di SMA

tentang pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap

kemampuan mengapresiasi puisi kontemporer pada siswa;

b. memberi petunjuk kepada guru bahasa Indonesia di SMA tentang

pentingnya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap

peningkatan kemampuan mengapresiasi puisi kontemporer pada siswa

SMA.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat bagi:

a. Guru Bahasa Indonesia SMA

Bagi guru bahasa Indonesia SMA, hasil penelitian ini bermanfaat

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mengapresiasi puisi

kontemporer dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning

Page 9: Bab1

9

(CTL). Selain itu, penggunaan pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL) dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam menemukan

sesuatu. Meningkatnya kreativitas siswa dalam menemukan sesuatu akan

berdampak pada kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi

kontemporer.

b. Siswa-siswa SMA

Bagi siswa, hasil penelitian ini bermanfaat: 1) untuk menambah

wawasan mereka dalam mempelajari puisi kontemporer; 2) untuk

meningkatkan prestasi siswa dalam mengapresiasi puisi kontemporer; dan

3) dapat meningkatkan keinginan siswa untuk membaca karya sastra

khususnya puisi kontemporer dengan rasa senang.

c. Kepala Sekolah

Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini bermanfaat untuk

menentukan kebijakan khususnya yang berhubungan dengan pembelajaran

sastra (khususnya puisi kontemporer) di sekolah. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara mendorong guru untuk melakukan pembelajaran dengan

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran

karya sastra khususnya tentang puisi kontemporer. Untuk itu, kepala

sekolah perlu memberikan fasilitas dalam pengadaan sarana dan prasarana

secara memadai sehingga fasilitas tersebut dapat digunakan oleh guru.