BAB Ikimia.fmipa.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/2019/01/BAB... · Web viewBAB 4 LARUTAN DAN SIFAT...

26
BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF Deskripsi Singkat Bab 4 membahas tentang larutan dan sifat koligatif. Penjelasan tentang larutan, konsentrasi larutan meliputi; persen konsentrasi (%), molaritas (M), molalitas (m), fraksi mol (x i ), bagian persejuta (ppm); pengenceran larutan; sifat koligatif larutan meliputi penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis; sifat koligatif larutan elektrolit. Kompetensi Dasar Setelah mempelajari Bab 4 mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan defenisi larutan; menghitung konsentrasi larutan meliputi persen konsentrasi (%), molaritas (M), molalitas (m), fraksi mol (x i ), bagian persejuta (ppm); menjelaskan pengenceran larutan; menjelaskan sifat koligatif larutan; menjelaskan sifat koligatif larutan elektrolit. Indikator 1. Menjelaskan defenisi larutan 2. Menghitung konsentrasi larutan; persen konsentrasi (%), molaritas (M), molalitas (m), fraksi mol (x i ), dan bagian persejuta (ppm) 3. Menjelaskan pengenceran larutan BUKU AJAR KIMIA DASAR I 82

Transcript of BAB Ikimia.fmipa.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/2019/01/BAB... · Web viewBAB 4 LARUTAN DAN SIFAT...

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

BAB 4

LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Deskripsi Singkat

Bab 4 membahas tentang larutan dan sifat koligatif. Penjelasan tentang larutan,

konsentrasi larutan meliputi; persen konsentrasi (%), molaritas (M), molalitas (m), fraksi

mol (xi), bagian persejuta (ppm); pengenceran larutan; sifat koligatif larutan meliputi

penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis;

sifat koligatif larutan elektrolit.

Kompetensi Dasar

Setelah mempelajari Bab 4 mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan defenisi

larutan; menghitung konsentrasi larutan meliputi persen konsentrasi (%), molaritas (M),

molalitas (m), fraksi mol (xi), bagian persejuta (ppm); menjelaskan pengenceran larutan;

menjelaskan sifat koligatif larutan; menjelaskan sifat koligatif larutan elektrolit.

Indikator

1. Menjelaskan defenisi larutan

2. Menghitung konsentrasi larutan; persen konsentrasi (%), molaritas (M), molalitas (m),

fraksi mol (xi), dan bagian persejuta (ppm)

3. Menjelaskan pengenceran larutan

4. Menjelaskan sifat koligatif larutan meliputi penurunan tekanan uap, penurunan titik

beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis.

5. Menjelaskan sifat koligatif larutan elektrolit.

4.1 Defenisi Larutan

Larutan merupakan campuran homogen 2 macam zat atau lebih pada tingkat

molekuler. Larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan di mana setiap bahan yang

terdapat di dalamnya merupakan komponen dari larutan itu. Berdasarkan komponen

penyusunnya maka di dalam larutan terdapat pelarut dan zat terlarut. Pelarut jumlahnya

lebih banyak dari zat terlarut atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa zat terlarut

selalu lebih kecil jumlahnya dari pelarut. Pelarut dalam larutan umumnya berupa zat cair

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 82

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

dan untuk larutan yang pelarutnya air disebut larutan berair (aqueous). Selain larutan

berair, larutan juga dapat berupa larutan gas contohnya udara dan larutan padat (pelarutnya

zat padat) yang umumnya terjadi pada logam yaitu larutan antarlogam yang disebut juga

logam campuran atau alloy. Berdasarkan jenis zat terlarutnya, dalam larutan dapat terdiri

dari campuran zat cair sebagai pelarut dengan zat terlarutnya berupa cair, padat atau gas.

Larutan alkohol dalam air merupakan contoh larutan dengan zat terlarut berwujud cair.

Larutan garam dalam air merupakan contoh larutan yang zat terlarutnya berupa zat padat

sedangkan air soda adalah contoh larutan yang zat terlarutnya berupa gas.

Walaupun jumlah zat terlarut selalu lebih kecil dari pelarut, jumlah zat terlarut yang

terdapat dalam larutan juga mempengaruhi sifat larutan tersebut. Berdasarkan jumlah zat

terlarut, larutan dapat berupa larutan pekat di mana jumlah zat terlarutnya banyak dan

larutan encer dengan jumlah zat terlarutnya sedikit. Pada umumnya, kemampuan larut

suatu zat terlarut itu terbatas. Bila sejumlah zat terlarut berupa zat padat dilarutkan dalam

sejumlah tertentu pelarut akan terjadi proses pelarutan di mana konsentrasinya dalam

larutan akan meningkat. Proses pelarutan ini berlangsung terus menerus hingga suatu saat

terjadi pengendapan atau kristalisasi, suatu proses kebalikan dari proses pelarutan di mana

bentuk terlarut menjadi bentuk tidak terlarut. Bila kecepatan proses pelarutan sama dengan

proses pengendapan sehingga diperoleh jumlah zat terlarut di dalam larutan tetap, terjadi

kesetimbangan antara zat terlarut dan zat yang tidak lagi dapat larut dan larutannya disebut

larutan jenuh. Jumlah zat terlarut yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh dalam

sejumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan zat dalam pelarut

tersebut. Contohnya kelarutan NaCl dalam air pada 0 °C adalah 35,7 g/100 mL air.

Sebelum mencapai titik jenuh atau batas kelarutan, larutan yang terbentuk disebut larutan

tak jenuh. Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan di mana jumlah zat terlarut dalam

larutan lebih banyak dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Larutan ini

disebut larutan lewat jenuh.

Gambar 4.1 Larutan jenuh (a) dan larutan lewat jenuh (b) dan (c) dari NaC2H3O2

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 83

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Sebagai contoh (Gambar 4.1), natrium asetat (NaC2H3O2) dapat larut dalam air pada

suhu tinggi dibanding suhu rendah. Pada waktu larutan jenuh NaC2H3O2 dibuat pada suhu

tinggi lalu didinginkan, zat terlarutnya tetap larut (Gambar 5.1a.), tetapi ketika

ditambahkan sejumlah kecil kristal NaC2H3O2, terjadi kristalisasi dalam larutan karena

jumlah NaC2H3O2 yang ditambahkan telah berlebih sehingga terbentuk larutan lewat jenuh

dari NaC2H3O2 (Gambar 5.1b dan 5.1c).

4.2 Konsentrasi Larutan

Konsentrasi didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut dalam setiap satuan larutan,

dalam volume atau bobot, baik pelarut maupun zat terlarutnya. Konsentrasi dapat

dinyatakan dalam persen (%), molaritas (M), molalitas (m), fraksi mol (Xi), dan bagian per

sejuta (bpj atau ppm).

4.2.1 Persen konsentrasi

Dalam bidang kimia sering digunakan persen untuk menyatakan konsentrasi

larutan. Persen konsentrasi dapat dinyatakan dengan persen berat (% b/b), persen volume

(% v/v), dan persen berat per volume (% w/v).

a. Persen berat (% b/b)

Contoh 4.1

Hitung berapa % berat NaCl yang dibuat dengan melarutkan 20 g NaCl dalam 55 g

air!

Jawaban

= 26,67 %

b. Persen volume (% v/v)

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 84

(4.1)

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Contoh 4.2

Sebanyak 46,54 mL alkohol dicampur dengan 50 mL air menghasilkan 96,54 mL

larutan. Hitung % volume masing-masing komponen!

Jawaban

% volumealkohol=46,54 ml96,54 ml

x100=48,21%

% volumeair= 50ml96,54 ml

x100=51,79 %

c. Persen berat/volume (% b/v)

Contoh 4.3

Bagaimana membuat larutan AgNO3 5% (b/v)?

Jawaban

Larutan AgNO3 5% (b/v) dibuat dengan melarutkan 5 g AgNO3 dalam air kemudian

diencerkan sampai tepat 100 mL.

4.2.2 Molaritas (M)

Molaritas atau kemolaran suatu larutan menyatakan jumlah mol spesi zat terlarut

dalam 1 liter larutan.

Contoh 4.4

Sebanyak 80 g NaOH dilarutkan dalam air kemudian diencerkan menjadi 1 L larutan.

Hitung kemolaran larutan jika Mr NaOH = 40 g.mol-1!

Jawaban

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 85

(4.2)

(4.3)

(4.4)

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Jumlah mol NaOH = 80 g40 g . mol−1 =2 mol

4.2.3 Molalitas (m)

Molalitas atau kemolalan menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1000 g pelarut.

Kemolalan tidak bergantung pada temperatur dan digunakan dalam sifat koligatif.

Contoh 4.5

Hitung molalitas larutan yang dibuat dengan melarutkan 100 g NaOH dalam 0,5 Kg air

(Mr NaOH = 40 g.mol-1)!

Jawaban

Jumlah mol NaOH = 100 g40 g . mol−1 =2,5 mol

4.2.4 Fraksi Mol (Xi)

Jumlah kedua fraksi mol (zat terlarut + pelarut) = 1

Contoh 4.6

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 86

(4.5)

(4.6)

(4.7)

(4.8)

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Hitung fraksi mol NaCl dan fraksi mol H2O dalam larutan yang mengandung 117 g NaCl

dan 3 Kg H2O (Mr NaCl = 58,5 g.mol-1 dan Mr H2O = 18 g.mol-1)!

Jawaban

Mol NaCl= 117 g58,5 g .mol−1 =2 mol

Mol H 2O= 3000 g18 g . mol−1 =166,6 mol

= 0,012

Fraksi mol H2O = 1 – 0,012 mol = 0,988

4.2.5 Bagian per sejuta (bpj atau ppm)

Bagian per sejuta digunakan untuk menyatakan konsentrasi larutan yang sangat

encer di mana satu bpj atau ppm setara dengan 1 mg zat terlarut dalam 1 L larutan.

Contoh 4.7

Suatu larutan aseton dalam air mengandung 8,60 mg aseton dalam 21,4 L larutan. Jika

kerapatan larutan 0,997 g/cm3, hitung konsentrasi aseton dalam ppm!

Jawaban

Berat aseton = 8,60 mg = 8,60 x 10-3 g

Berat air = 21,4 L x 1000 ml/L x 0,997 g/mL = 21,4 x 103 g

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 87

(4.9)

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

bpj aseton = 0,402 bpj = 0,402 ppm

Molaritas atau kemolaran suatu larutan menyatakan jumlah mol spesi zat terlarut dalam 1

liter larutan.

4.3 Pengenceran

Kita dapat membuat suatu larutan dengan konsentrasi tertentu yang dibuat dengan

menambahkan air (jika digunakan sebagai pelarut) di mana volume larutan meningkat dan

konsentrasinya berkurang tetapi jumlah mol zat terlarut tetap. Proses ini disebut

pengenceran dan dihitung dengan menggunakan rumus M1V1 = M2V2.

Contoh 4.8

Bagaimana membuat larutan NaOH sebanyak 500 mL dengan konsentrasi 0,25 M dari

larutan 1,67 M NaOH?

Jawaban

M1 x V1 = M2 x V2

1,67 x V1 = 0,25 x 500 mL

Jadi larutan 0,25 M NaOH sebanyak 500 mL dapat dibuat dengan mengambil 74,9 mL

larutan 1,67 M NaOH dan diencerkan dengan air hingga volumenya menjadi 500 mL.

4.4 Sifat Koligatif

Sifat koligatif adalah sifat yang hanya tergantung pada banyaknya patikel zat

terlarut dalam larutan dan tidak tergantung pada jenis atau sifat zat terlarutnya. Terdapat

empat jenis yaitu penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan

tekanan osmosis. Penerapan praktis sifat koligatif ini bermacam-macam dan penelitian

sifat koligatif juga telah menghasilkan berbagai metode penting dalam penentuan bobot

molekul dan pengembangan teori larutan.

4.4.1 Penurunan tekanan uap

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 88

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Pada tahun 1880an, kimiawan Perancis F.M. Raoult melakukan penelitian yang

sistematis mengenai tekanan uap larutan; hasilnya adalah: tekanan uap pelarut yang

terdapat di atas larutannya (PA) sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (PAo)

dengan fraksi molnya dalam larutan (XA).

PA = XAPAo (4.10)

Bila zat terlarutnya bersifat atsiri (volatil, mudah menguap) juga, maka untuk zat

terlarut ini (B), dapat dituliskan pernyataan yang serupa, yaitu :

PB = XBPBo (4.11)

Sebenarnya Raoult menemukan bahwa penurunan tekanan uap pelarut (ΔP) sama

dengan hasil kali fraksi mol zat terlarut (XB) dengan tekanan uap pelarut murni (PAo), yaitu:

ΔP = XBPAo (4.12)

Dalam larutan biner (terdiri atas dua komponen), XA + XB = 1 atau XB = 1 – XA;

dengan demikian :

ΔP = XBPAo = (1 – XA) PA

o

PAo – PA = PA

o - XAPAo

PA = XAPAo

Dalam larutan ideal, semua komponen (zat telarut dan pelarut) sifatnya serupa, dan

campurannya mengikuti hukum Raoult pada rentang konsentrasi yang lebar. Contohnya

adalah campuran benzena dan toulena. Pada setiap larutan encer, yaitu yang interaksi kimia

antar-komponennya hampir tidak ada. Hukum Raoult berlaku pada pelarutnya baik pada

larutan ideal maupun nonideal.

Perbedaan sifat antara pelarut dan zat terlarut dalam larutan encer ini dapat

diterangkan sebagai berikut. Dalam larutan encer, yang paling banyak terdapat ialah

molekul pelarut, sehingga sifat pelarut ini tidak banyak berubah dibandingan sifat cairan

murninya. Sebaliknya, zat terlarut dikelilingi oleh sedemikian banyak pelarut, sehingga

terbentuk lingkungan di sekeliling zat terlarut yang sangat berbeda dengan sifat zat terlarut

itu sendiri dalam keadaan murninya. Walaupun Hukum Raoult tidak berlaku pada zat

terlarut dalam larutan encer yang nonideal, hukum Henry tetap berlaku.

Contoh 4.9

Berapakah tekanan uap parsial dan tekanan uap total yang terdapat di atas campuran

benzena (C6H6) dan toluena (C7H8) yang jumlah molekulnya sama pada suhu 25 °C?

tekanan uap benzena dan toulena murni pada suhu ini adalah 95,1 dan 28,4 mmHg.

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 89

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Jawaban

Karena larutan mengandung jumlah molekul komponen yang sama banyaknya, maka

fraksi mol masing-masing 0,5.

Tekanan parsial :

Pbenz = Xbenz Pobenz = 0,5 x 95,1 mmHg = 47,6 mmHg

Ptol = Xtol Potol = 0,5 x 28,4 mmHg = 14,2 mmHg

Tekanan uap total :

Ptol = Pbenz + Ptol = 47,6 mmHg + 14,2 mmHg = 61,8 mmHg

Contoh 4.10

Bagaimana komposisi uap yang berada pada kesetimbangan dalam larutan benzena-toulena

pada contoh 4.9?

Jawaban

Nisbah tiap tekanan parsial dengan tekanan totalnya menghasilkan fraksi mol komponen

dalam uapnya. Kesimpulan ini didapat dari persamaan :

nA

ntotal= X A=

P A

Ptotal

Komposisi uap :

X benz=Pbenz

Ptotal= 47 ,6 mmHg

61 , 8 mmHg= 0 ,770

X total=P tol

P total= 14 , 2 mmHg

61, 8 mmHg= 0 ,230

Terlihat di sini, bahwa jumlah fraksi molnya satu :

Xbenz + Xtol = 0,770 + 0,230 = 1,000

Serupa dengan jumlah fraksi mol larutan cairan.

4.4.2 Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 90

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Sejauh ini pembicaraan terbatas pada zat terlarut dan pelarut yang keduanya

bersifat atsiri (volatil). Tetapi sebenarnya salah satu jenis larutan utama adalah yang zat

terlarutnya tak-atsiri. Untuk larutan sejenis ini zat terlarut makin berpengaruh.

Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih berbanding lurus dengan penurunan

tekanan uap, atau artinya berbanding lurus dengan fraksi mol. Untuk larutan encer,

kesebandingan ini dapat dianggap berlaku pula terhadap molalitas.

Δtb = Kb m (4.13)

Δtd = Kd m (4.14)

Dalam persamaan ini Δtb dan Δtd artinya penurunan titik beku dan kenaikan titik

didih; m adalah konsentrasi dalam molalitas; Kb dan Kd masing-masing adalah tetapan

penurunan titik beku molal dan tetapan kenaikan titik didih molal. Tetapan penurunan titik

beku ini disebut juga krioskopik dan tetapan kenaikan titik didih disebut ebulioskopik.

Nilai-nilai tetapan ini merupakan ciri khas pelarut, dan dapat dianggap sebagai

penurunan titik beku atau kenaikan titik didih untuk larutan 1 m. Pengukuran titik beku

berguna untuk menentukan bobot molekul suatu senyawa umumnya digunakan untuk

senyawa dengan bobot molekul rendah.

Contoh 4.11

a. Berapakah molalitas zat terlarut dalam larutan berair yang titik bekunya –0,450 °C?

b. Bila larutan ini didapat dengan melarutkan 2,12 gram senyawa X dalam 48,92 g H2O;

berapakah bobot molekul senyawa ini?

c. Bagaimana rumus molekul senyawa ini, bila hasil analisis unsur menunjukkan 40,0% C,

53,3% O, dan 6,7% H?

Jawaban

a. Molalitas zat terlarut dapat segera ditentukan berdasar persamaan Raoult dengan

memanfaatkan nilai yang tercantum dalam tabel

m =ΔTb

Kb

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 91

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

m = 0,450 °C1,86 °C kg air ( mol zat terlarut )−1

= 0,242 mol zat terlarutKg air

b. Untuk menentukan massa molar (Mr) ini, konsentrasi molal pada soal (a) didefinisikan

kembali. Banyaknya mol zat terlarut diketahui 2,12/Mr.

m=(2,12/Mr ) mol zat terlarut0,04892 kg air

= 0,242 mol zat terlarutkg air

Dengan demikian didapat

Mr= 2,120,04892 x 0,242

= 179

c. Rumus empiris senyawa dapat ditentukan sesuai dengan materi Stoikiometri.

Hasil yang didapat CH2O. rumus empiris ini mempunyai bobot rumus 30, sedangkan

bobot molekul hasil percobaan 179, hampir enam kali lebih besar. Dengan demikian

rumus molekulnya C6H12O6.

Contoh 4.11 menunjukkan bahwa sifat koligatif dapat dimanfaatkan untuk

menentukan bobot molekul. Walaupun demikian, metode ini mempunyai keterbatasan

yang perlu juga diketahui. Perlu diingat bahwa titik didih cairan tergantung pada tekanan

atmosfer, sehingga bila kenaikan titik didih yang akan digunakan untuk penentuan rumus

molekul, tekanan barometer harus diusahakan tetap. Persyaratan ini ternyata tidak mudah

dicapai, sehingga kenaikan titik didih jarang digunakan.

Persamaan Raoult hanya berlaku untuk larutan encer (umumnya jauh lebih kecil

daripada 1 m), sehingga bila air merupakan pelarutnya, pengukuran suhu harus teliti

sampai ± 0,001 °C. Ketelitian setinggi ini masih dapat dicapai oleh termometer

laboratorium, tetapi ketelitian dapat lebih tinggi lagi bila digunakan pelarut yang nilai

Kb-nya lebih besar; misalnya sikloheksana (Kb = 20) atau kamper (Kb = 40). Apapun

pelarut yang digunakan, pelarut ini harus sangat murni dan titik bekunya dapat diukur

dengan mudah. Titik lebur kamper agak tinggi dibanding dengan kerja laboratorium pada

umumnya, tetapi karena nilai Kb-nya besar, kamper tetap dianjurkan.

Bila zat terlarut mempunyai bobot molekul besar, jumlah mol sampel yang terambil

menjadi sangat kecil sehingga mungkin tidak menunjukkan pengaruh terhadap titik beku.

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 92

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Untuk jenis zat terlarut seperti ini tekanan osmosis merupakan sifat yang lebih cocok

digunakan. Dalam penerapan praktis, penurunan titik beku digunakan di antaranya untuk

mencegah pembekuan air dalam sistem pendingin mobil. Suatu antibeku (biasanya etilena

glikol) bila dibubuhi dalam air pendingin mobil, akan melindungi air itu dari pembekuan di

musim dingin. NaCl juga banyak digunakan untuk mendinginkan es dalam proses

pembuatan es krim yang sederhana.

4.4.3 Tekanan Osmosis

Membran tertentu, walaupun tampak seperti lembaran utuh, sebenarnya mempunyai

pori-pori submikroskopik. Pelarut yang kecil dapat melewati pori-pori ini, tetapi molekul

zat terlarut tidak dapat melewatinya. Membran seperti ini disebut bersifat semipermeabel.

Membran semipermeabel dapat diperoleh dari hewan atapun tumbuhan, seperti kantong

kencing babi dan kertas perkamen; atau dapat juga dari bahan sitentik seperti selofan.

Larutan gula (sukrosa) dalam tabung gelas panjang yang dipisahkan dari air oleh

suatu membran semipermeabel (membran yang hanya permeabel terhadap air). Molekul air

dapat melewati membran ini dari kedua sisi membran, dan memang peristiwa inilah yang

terjadi. Tetapi karena molekul air lebih banyak terdapat dalam air murni, aliran bersihnya

adalah dari air murni ke dalam larutan. Aliran bersih ini disebut sebagai osmosis, yang

mengakibatkan permukaan larutan sukrosa dalam tabung makin lama makin tinggi. Makin

pekat larutan sukrosa tadi, makin tinggi pula peningkatan permukaannya. Larutan sukrosa

20% malah dapat naik sampai 150 meter.

Laju aliran bersih air ke dalam larutan sukrosa ini dapat dikurangi dengan

memberikan tekanan dari arah larutan gula. Tekanan ini akan meningkatkan aliran air dari

sisi larutan gula. Tekanan yang diperlukan untuk menghentikan aliran air ke dalam sukrosa

ini disebut sebagai tekanan osmosis larutan ini. Untuk larutan sukrosa 20% tekanan ini

besarnya sekitar 15 atm.

Tekanan osmosis merupakan salah satu sifat koligatif karena besar nilainya hanya

tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut per satuan volume larutan. Tekanan

osmosis tidak tergantung pada jenis zat terlarutnya.

Persamaan di bawah ini (persamaan van’t Hoff) berguna untuk menghitung

besarnya tekanan osmosis untuk larutan encer.

π= nV

x RT= MRT

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 93

(4.15)

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Tekanan osmosis dilambangkan ; R adalah tetapan gas (0,0821 L atm/mol-1 K-1);

dan T adalah suhu dalam Kelvin (K). Lambang n artinya banyaknya mol zat terlarut, dan V

adalah volume larutan dalam liter (L); nisbah n/V, dengan demikian berarti molaritas

larutan (M).

Perhatikan miripnya persamaan di atas dengan persamaan gas ideal, pV = nRT.

Dapat dianggap setara dengan tekanan gas yang dihasilkan oleh n mol gas dalam ruangan

V liter.

Contoh 4.12

Berapakah tekanan osmosis larutan C12H22O11 (sukrosa) 0,0010 M dalam air pada suhu

25 °C?

Jawaban

Dengan langsung menggunakan persamaan di atas didapatkan :

π= 0,0010 mol x 0,0821 L . atm .mol−1 . K−1 x 298 Kl

π= 0,024 atm (= 18 mmHg )

Larutan sukrosa 0,0010 M dalam contoh 5.12 molalitasnya juga sekitar 0,0010 m

(dalam larutan encer dalam air molaritas dapat dianggap sama dengan molalitas). Larutan

seencer ini penurunan titik bekunya sebesar 0,00186 °C. Suhu sedemikian kecil sulit

diukur. Tetapi dengan cara tekanan osmosis diperoleh 18 mmHg, yang lebih mudah

diukur, yaitu setara dengan larutan dengan konsentrasi 0,25 m.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk larutan encer dan zat terlarut ber-

Mr tinggi, metode tekanan osmosis sangat berguna untuk menentukan massa molar.

Contoh 4.13

Polivinil klorida (PVC) adalah sejenis plastik yang digunakan sebagai bahan pembungkus

ataupun pita rekaman. Sampel PVC seberat 0,61 g dilarutkan dalam

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 94

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

250 cm3 pelarut yang sesuai pada 25 °C. Larutan yang dihasilkan mempunyai tekanan

osmosis 0,76 mmHg. Berapakah massa molar PVC?

Jawaban

Mula-mula nyatakan tekanan osmosis itu dalam atmosfer.

tekanan osmosis= 0,79 mmHg x 1 atm760 mmHg

= 1,04 x 10−3 atm

Kini persamaan di atas dapat digunakan dengan sedikit perubahan yaitu banyaknya mol zat

terlarut dinyatakan sebagai gram zat terlarut/BM.

π =(m/BM ) RTV

BM= m . R . TV

=0,61g x 0,0821 l . atm . mol−1 . K−1 x 298 K1,04 x 10−3atm x 0,20 l

Catatan : senyawaan polimer sebenarnya merupakan campuran molekul yang berbeda-beda ukuran dan

massanya. Nilai yang terukur di atas sebenarnya adalah massa molar rata-rata.

Peristiwa osmosis merupakan proses yang penting dalam makhluk hidup. Salah

satu contohnya adalah proses yang terjadi dalam sel darah merah. Bila sel darah merah

ditempatkan dalam air murni, sel ini mengembang dan bahkan dapat pecah akibat

masuknya air ke dalam sel ini melalui peristiwa osmosis. Tekanan osmosis untuk cairan di

dalam sel ini setara dengan larutan NaCl 0,95%. Dengan demikian, bila ini ditempatkan

dalam larutan garam dengan konsentrasi sama, tidak terjadi perpindahan bersih dari air dari

maupun ke dalam sel, dan sel tetap stabil. Bila konsentrasi larutan garam lebih tinggi dari

0,95%, air keluar dari sel sehingga sel mengerut. Larutan yang demikian disebut

hipertonik, sebaliknya bila konsentrasi larutan garam itu kurang dari 0,95%, air mengalir

masuk ke dalam sel darah merah; larutan itu disebut bersifat hipotonik.

Membran sel darah merah itu tebalnya kira-kira 10 nm dan mempunyai pori-pori

dengan garis tengah sekitar 0,8 nm. Molekul air diameternya hanya separuh diameter pori

ini, sehingga dapat dengan mudah melewati membran darah. Ion kalium, yang terdapat di

dalam sel darah merah, garis tengahnya juga lebih kecil daripada garis tengah pori, tetapi

karena pori ini bermuatan positif, ion kalium ditolaknya. Dengan demikian selain garis

tengah, terdapat faktor lain yang menentukan dapat-tidaknya suatu zat melalui membran.

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 95

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

4.5 Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Sifat koligatif suatu larutan elektrolit pada umumnya lebih besar dari sifat koligatif

larutan non elektrolit apabila kedua larutan itu mempunyai konsentrasi yang sama. Untuk

menjelaskan perbedaan ini van’t Hoff menggunakan faktor i yang dikenal dengan faktor

van’t Hoff.

Faktor ini merupakan perbandingan sifat koligatif suatu larutan elektrolit dengan

konsentrasi tertentu dibagi dengan sifat koligatif suatu larutan non elektrolit dengan

konsentrasi yang sama.

i= ΔP( ΔP )o

=ΔT d

( ΔT d )o−

ΔT b

( ΔT b )o= π

( π )o

dengan Po, (Td)o = (Tb)o = ()o adalah berturut-turut penurunan tekanan uap, kenaikan

titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik untuk larutan non elektrolit

sedangkan pada pembilang persamaan di atas untuk suatu elektrolit dengan konsentrasi

yang sama.

Dengan demikian misalnya untuk Tb elektrolit,

(Tb) elektrolit = i Kb m

Faktor van’t Hoff ,i, mencapai limit pada pengenceran tak terhingga.

Dalam hal ini untuk NaCl, i = 2, MgCl2, i = 3, MgSO4, i = 2, K4Fe(CN)6, i = 5

Tabel 4.1 Beberapa Harga Faktor van't HoffKemolalan NaCl MgSO4 Pb(NO3)2 K4Fe(CN)6

(pengenceran tak terhingga) 2,00 2,00 3,00 4,000,001 1,97 1,82 2,89 3,820,01 1,94 1,53 2,63 3,360,1 1,87 1,21 2,13 2,851 1,81 1,09 1,13

Derajat disosiasi

Derajat disosiasi (ionisasi) dapat dihitung dari sifat koligatif. Perhatikan m molal

elektrolit AxBy dan adalah derajat (ionisasi)

AxBy (aq) XAy+ + yBx-

m(1-) xm ym

Jumlah mol spesi yang dihasilkan dari m mol zat terlarut

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 96

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

m total = m (1-) + x m + y m

mt = m (1-) + m (x + y)

mt = m (1+ (x + y – 1))

jumlah mol ion yang dihasilkan satu mol zat tertentu, v = x + y, maka

mt = m {1 + (v – 1)}

Tb = Kb mt

Tb = Kb m {1 + (v – 1)}

Tb = i Kb m = Kb {1 + (v – 1)}

i = 1 + (v – 1)

α=i - 1v - 1

Contoh 4.14

Suatu larutan yang dibuat dari 16 g Ca(NO3)2 yang dilarutkan dalam 1 Kg air membeku

pada -0,438 °C. Hitung derajat ionisasi garam ini. (Kb = 1,86, Mr Ca(NO3)2 = 164 g mol-1)!

Jawaban

m =16 g164 g mol -1 x 1 Kg

=0,096 m

Tb = 0,438 °C

(Tb)0 = 1,86 x 0,096 = 0,179 °C

i =ΔT b

( ΔT b )0=0,438

0,179= 2,45

α= i - 1v−1

=2,45 - 13 - 1

= 0,73

Derajat dissosiasi (ionisasi) sebesar 73%.

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 97

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

Lembaran Kerja Mahasiswa

Kerjakan soal-soal dalam kotak berikut ini dengan tepat!

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 98

1. Suatu larutan dibuat dengan melarutkan 15,2 g NaCl dalam 197 g air. Hitung (a) fraksi mol, (b) molaritas, dan (c) molalitas NaCl, jika diketahui berat jenis larutan 1,012 g/mL!Jawab:

2. Berapa konsentrasi larutan HCl 0,5 M setelah diencerkan dengan 25 mL air ke dalam 350 mL larutan?Jawab:

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 99

3. Hitung tekanan uap benzena dalam suatu larutan yang mengandung 10 g naftalena, C10H8 dalam 100 g benzena, C6H6 pada 25 °C jika diketahui tekanan uap benzena murni pada 25 °C adalah 97 mmHg!Jawab:

4. Suatu larutan HIO3 dibuat dengan melarutkan 6,51 g HIO3 dalam 100 g air. Penurunan titik beku larutan 1,17 °C. Hitung derajat ionisasi HIO3!Jawab:

BAB 4 LARUTAN DAN SIFAT KOLIGATIF

1. Hitung fraksi mol masing-masing komponen dalam campuran berikut ini :

a. C6H14 5 g, CCl4 15 g, dan 17,5 g CH2Cl2

b. H2O, C2H5OH, dan CH3COOH dalam berat yang sama

c. Berat HNO3 70% dan selebihnya air

2. Hitung ΔP, ΔTd, ΔTb, dan tekanan osmotik (π) larutan sukrosa, C12H22O11 1,5 molal

pada suhu 25 °C jika diketahui Ar C = 12, H = 1, O = 16, tekanan uap air pada

25 °C = 23,8 mmHg, R = 0,0821 L atm mol-1 K-1, Kd air = 0,512, Kb air = 1,86 dan

kerapatan larutan 1,34 g/mL!

3. Kalium klorida sebanyak 1 g terlarut dalam 130 g air menaikkan titik didih sebesar

0,10 °C. Hitung derajat ionisasi! (Kd air = 0,512, Ar K = 39, Ar Cl = 35,5)

BUKU AJAR KIMIA DASAR I 100