BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

20
BAB VII Gangguan Sirkulasi A. Kongesti (Hiperemia) Kongesti adalah berlimpahnya darah dalam pembuluh di region tertentu. Kata lain untuk kongesti adalah hiperemia. Jika dilihat dari mata telanjang, maka daerah jaringan atau organ yang mengalami kongesti berwarna lebih merah karena bertambahnya darah di dalam jaringan tersebut. Secara mikroskopis, kapiler-kapiler dalam jaringan yang hiperemia terlihat melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya kongesti terbagi dua yaitu (1) kongesti aktif dan (2) kongesti pasif. A.I Kongesti Aktif Jika aliran darah ke dalam jaringan atau organ bertambah dan menimbulkan kongesti, maka fenomena ini disebut kongesti aktif, artinya lebih banyak darah mengalir secara aktif ke dalam jaringan atau organ itu. Kenaikan aliran darah lokal ini disebabkan oleh adanya dilatasi arterior yang bekerja sebagai katup yang mengatur aliran darah ke dalam mikrosirkulasi lokal. Contoh kongesti aktif yang sering dijumpai adalah hiperemia yang menyertai radang akut, hal ini yang menyebabkan terjadinya kemerahan. Contoh kongesti aktif lain adalah warna merah padam pada wajah, yang pada dasarnya adalahvasodilatasi yang timbul akibat respon terhadap stimulus neurogenik. Karena sifatnya yang sangat alamiah, kongesti aktif sering terjadi dalam waktu

Transcript of BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

Page 1: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

BAB VII

Gangguan Sirkulasi

A. Kongesti (Hiperemia)

Kongesti adalah berlimpahnya darah dalam pembuluh di region tertentu. Kata

lain untuk kongesti adalah hiperemia. Jika dilihat dari mata telanjang, maka daerah

jaringan atau organ yang mengalami kongesti berwarna lebih merah karena

bertambahnya darah di dalam jaringan tersebut. Secara mikroskopis, kapiler-kapiler

dalam jaringan yang hiperemia terlihat melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya

kongesti terbagi dua yaitu (1) kongesti aktif dan (2) kongesti pasif.

A.I Kongesti Aktif

Jika aliran darah ke dalam jaringan atau organ bertambah dan menimbulkan

kongesti, maka fenomena ini disebut kongesti aktif, artinya lebih banyak darah

mengalir secara aktif ke dalam jaringan atau organ itu. Kenaikan aliran darah lokal ini

disebabkan oleh adanya dilatasi arterior yang bekerja sebagai katup yang mengatur

aliran darah ke dalam mikrosirkulasi lokal. Contoh kongesti aktif yang sering

dijumpai adalah hiperemia yang menyertai radang akut, hal ini yang menyebabkan

terjadinya kemerahan. Contoh kongesti aktif lain adalah warna merah padam pada

wajah, yang pada dasarnya adalahvasodilatasi yang timbul akibat respon terhadap

stimulus neurogenik. Karena sifatnya yang sangat alamiah, kongesti aktif sering

terjadi dalam waktu singkat. Bila rangsngan terhadap dilatasi arterior berhenti, aliran

darah ke daerah tersebut akan berkurang dan keadaan menjadi normal kembali.

A.II Kongesti Pasif

Sesuai dengan namanya, kongesti pasif tidak menyangkut kenaikan jumlah

darah yang mengalir ke suatu daerah melainkan lebih merupakan gangguan aliran

darah dari daerah tersebut. Semua yang menekan venul-venula dan vena-vena yang

mengalirkan darah dari jaringan dapat menimbulkan kongesti pasif. Jika torniket

elastis dipasang di lengan sebelum terjadi aliran darah dari vena, terjadilah betuk

kongesti pasif artifisial. Suatu perubahan yang serupa tetapi yang lebih berarti dapat

terjadi, misalnya oleh tumor yang menekan aliran vena lokal dari suatu daerah. Selain

sebab-sebab lokal, kongesti pasif dapat juga disebabkan oleh sebab-sebab sentral atau

sistemik yang dapat mengganggu drainase vena. Kadang-kadang jantung gagal

memompa darah, yang dapat mengakibatkan gangguan drainase vena. Misalnya,

Page 2: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

kegagalan jantung kiri mengakibatkan aliran darah yang kembali ke jantung dari paru

akan terganggu. Dalam keadaan ini darah akan terbendung dalam paru, menimbulkan

kongesti pasif pembuluh darah paru.

Kongesti pasif mungkin relatif berlangsung dalam waktu singkat, dalam hal

ini diberi istilah kongesti pasif akut, atau dapat juga berlangsung lama, keadaan ini

diberi nama kongesti pasif kronik. Jika kongesti pasif terjadi secara singkat maka

tidak ada pengaruh pada jaringan yang terkena, sebaliknya kongesti pasif kronik akan

menyebabkan perubahan-perubahan permanen pada jaringan. Bila perubahan yang

terjadi ini cukup nyata, maka terjadi hipoksia jaringan yang menyebabkan menciutnya

jaringan atau bahkan hilangnya sel-sel dari jaringan yang terkena tersebut. Pada

organ-organ tertentu, hal ini juga mengakibatkan kenaikan jumlah serabut fibrosa

jaringan ikat. Pada banyak daerah juga terdapat bukti adanya pemecahan sel darah

merah lokal, yang mengakibatkan pengendapan pigmen yang berasal dari hemoglobin

di dalam jaringan.

Pengaruh kongesti pasif kronik khususnya dapat terlihat pada hati dan paru.

Pada paru yang terserang dinding ruang udara cenderung menebal dan banyak sekali

makrofag yang mengandung pigmen hemosiderin, pigmen ini terbentuk sebagai hasil

pemecahan hemoglobin dari sel-sel darah merah yang lolos dari pembuluh darah yang

mengalami kongesti ke dalam ruang udara. Makrofag yang mengandung hemosiderin

itu disebut sel gagal jantung dan dapat ditemukan dalam sputum penderita gagal

jautng kronik. Pada hati yang terserang, kongesti pasif kronik mengakibatkan dilatasi

yang nyata dari pembuluh darah di sentral tiap lobulus hati, disertai penyusutan sel-sel

hati di daerah ini. Akibat dari keadaan ini adalah penampilan kasar yang mencolok

dari hati yang ditimbulkan olah hiperemia daerah senrtrolobular diselingi daerah-

daerah perifer tiaqp lobulus yang lebih sedikit terpengaruh. Penampilan secara

makroskopis ini kadang-kadang disebut sebagai ”nutmeg liver” karena gambaran

potongan permukaan hati yang mirip dengan potongan permukaan buah pala.

Akibat lain dari kongesti pasif kronik adalah dilatasi vena di daerah yang

terkena. Akibat teregang secara kronik, dinding vena yang terkena menjadi agak

fibrotik, dan vena-vena itu cenderung memanjang. Karena terfiksasi pada berbagai

tempat sepanjang perjalanannya, maka vena menjadi berkelok-kelok di antara titik-

titik fiksasi. Vena-vena yang melebar, agak berkelok-kelok, berdinding tebal itu

disebut vena varikosa atau varsises. Varises pada tungkai sering terlihat, juga sring

dijumpai hemoroid yang sebenarnya merupakan varises pada anus.

Page 3: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

B. Edema

Edema adalah penimbunan cairan yang berlebihan di antara sel-sel tubuh atau

dalam berbagai organ tubuh, beberapa ahli juga menyebutkan definisi ’penimbunan

cairan yang berlebihan dalam sel’. Cairan yang mengumpul dalam sebuah rongga,

biasanya dinamakan efusi, misalnya efusi perikardium dan efusi pleura. Penimbunan

cairan di dalam rongga peritoneum biasanya disebut asites. Edema umum yang masih

sering disebut anasarka. Hidrops dan dropsi adalah istilah yang dulu dipakai untuk

menyatakan edema.

B.I Etiologi dan Patogenesis

Timbulnya edema dapat diterangkan dengan mempertimbangkan berbagai

gaya yang pada keadaan normal mengatur pertukaran cairan melalui dinding

pembuluh. Faktor-faktor lokal mencakup tekanan hidrostatik dalam mikrosirkulasi

dan permeabilitas dinding pembuluh. Kenaikan tekanan hidrostatik cenderung

memaksa cairan masuk ke dalam ruang interstisial tubuh. Karena alasan yang

sederhana ini, kongesti dan edema cenderung terjadi secara bersamaan. Seperti yang

sudah diterangkan dalam pembicaraan peradangan, maka kenaikan lokal

permeabilitas dinding pembuluh terhadap protein memungkinkan molekul-molekul

besar ini lolos dari pembuluh, dan secara osmotik cairan akanmenyertainya. Oleh

karena itu, edema adalah bagian yang mencolok dari reaksi peradangan akut.

Penyebab lokal lain pembentuk edema adalah obstruksi saluran limfatik, yang pada

keadaan normal bertanggung jawab atas pengaliran cairan iterstisial. Jika saluran ini

tersumbat karena alasan apapun, maka jalan keluar cairan yang penting ini akan

hilang, mengakibatkan penimbunan cairan, yang disebut limfedema. Limfedema

terdapat pada berbagai peradangan yang mengenai pembuluh limfatik, mungkin

paling sering dijumpai secara tidak sengaja setelah eksisi atau iradiasi limfatik lokal

sebagai bagian dari terapi kanker. Contoh khas jenis edema ini adalah pembengkakan

pada ekstremitas atas yang kadang-kadang terlihat setelah mastektomiradikal dengan

pemotongan kelenjar getah bening aksila.

Faktor-faktor sistemik dapat juga mempermudah pembentukan edema. Karena

keseimbangan cairan bergantung pada sifat-sifat osmotik protein serum, maka

keadaan yang disertai oleh penurunan konsentrasi protein ini dapat mengakibatkan

edema. Pada sindrom nefrotik, sejumlah besar protein hilang dalam urine dan

Page 4: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

penderita menjadi hipoproteinemia dan edema. Hipoproteinemia pada penyakit hati

tahap lajut juga dapat mempermudah pembentukan edema.

B.II Transudat dan Eksudat

Cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau ruangan karena bertambahnya

permeabilitas pembuluh terhadap protein disebut eksudat. Jadi, edema peradangan

merupakan eksudat. Cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau ruangan karena

alasan-alasan lain bukan akibat dari perubahan permeabilitas pembuluh disebut

transudat. Gagal jantung merupakan penyebab utama pembentukan transudat.

Kadang-kadang penting secara klinis untuk menentukan apakah penimbunan cairan

tertentu itu merupakan transudat atau aksudat. Sebagai contoh, bila terdapat cairan

eksudat di rongga pleura, dapat menyebabkan fibrotoraks (yaitu pleura parietal dan

pleura visceral menyatu karena melekatnya fibrosa; dengan demikian untuk

mengalirkan eksudat dibutuhkan slang drainase). Komplikasi itu tidak terjadi bila

cairan pada pleura adalah transudat dan biasanya tidak memerlukan slang drainase.

Eksudat dengan sifatnya yang alami cenderung mengandung lebih banyak protein

daripada transudat dan oleh karena itu eksudat cenderung mempunyai berat jenis yang

lebih besar. Selain itu, protein eksudat sering mengandung fibrinogen, yang akan

mengendap sebagai fibrin, sehingga dapat menyebabkan pembekuan cairan eksudat.

Transudat umumnya tidak membeku. Akhirnya, eksudat biasanya mengandung

leukosit sebagai bagian dari proses peradangan, sedangkan transudat cenderung tidak

banyak mengandung sel.

B.III Morfologi

Morfologi edema secara sederhana menyangkut pembengkakan bagin yang

terkena pengaruh karena terlalu banyak cairan yang terkadung dalam ruang

interstisial. Pembengkakan tersebut umumnya lunak dan dapat digerakkan, kecuali

jika cairannya sebagian besar berada dalam ruang intraselular. Ciri yang terakhir ini

digunakan secara klinis dalam menentukan diagnosis derajat edema yang tidak jelas.

Walaupun mata kaki yang bengkak secara masif mudah didiagnosis hanya dengan

inspeksi, edema ringan mungkin dapat juga ditemukan tanpa penglihatan khusus.

Pada keadaan ini, tekanan ringan ibu jari pada sisi mata kaki akan memindahkan

sedikit cairan edema untuk sementara, dan jika ibu jari dilepaskan akan terlihat

lekukan pada jaringan yang berlangsung selama beberapa saat. Keadaan inidisebut

Page 5: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

pitting edema. Mobilitas cairan edema yang sama di dalam jaringan interstisial

bertanggung jawab atas efek postural tertentu. Kadang-kadang, pada saat dimasukkan

ke dalam rumah sakit untuk pertama kalinya, pasien terlihat menderita edem mata

kaki, sebab selama penderita masih berjalan, edema akan bergerak menurut gravitasi

sehingga akan terkumpul pada ekstremitas bawah. Namun, jika penderita sudah

berada di tempat tidur untuk beberapa lama, dengan ekstremitas bawah tidak lagi

berada pada posisi terendah, maka edema mata kaki akan mengecil dan dapat terlihat

edema di sekitar sakrum.

B.VI Efek

Edema adalah suatu indikator penting untuk mengetahui ada sesuatu yang

salah. Dengan kta lain, mata kaki yang membengkak tersebut tidak membahayakan

pasien, mungkin hanya tidak indah dipandang, tetapi keadaan ini dapat menjadi

indikator akan adanya protein yang hilang atau gagal jantung kongestif. Pada temapat-

tempt tertentu, edema itu sendiri sangat penting. Edema paru yang hebat, seperti pada

gagal jantung kiri merupakan keadaan darurat medis akut. Jika cukup banyak ruangan

udara dalam paru terisi cairan edema, maka secara harfiah penderita itu akan mati

tenggelam. Edema paru masif dapat mematikan dalam waktu beberapa menit. Derajat

edema paru yang lebih ringan yang masih dapat ditoleransi kerja ventilasinya dapat

membahayakan pasien yang harus telentang di tempat tidur. Pada keadaan ini cairan

dapat terkumpul di bagian posterior basis paru dan berperan sebagai fokus

berkembangnya bakteri pneumonia, disebut pneumonia hipostatik. Edema juga

membahayakan nyawa jika mengenai otak karena tengkorak merupakan suatu

ruangan tertutup tanpa ruangan cadangan. Ketika terjadi edema, otak membengkak

dan tertekan pada tulang pembatas tengkorak. Pada beberapa segi, pada kasus kasus

yang berat, peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan aliran darah dalam

otak dan mengakibatkan kematian.

C. Pendarahan

Perdarahan adalah keluaranya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai

penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang ruang tubuh atau disertai keluarnya

darah dari tubuh. Untuk menyatakan berbagai keadaan perdarahan digunakan istilah-

istilah deskriptif khusus. Penimbunan darah dalam jaringan disebut hematoma. Jika

darah masuk ke dalam berbagai ruang tubuh, maka dinamakan menurut ruangannya,

Page 6: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

misalnya hemoperikardium, hemotoraks (perdarahan ke dalam ruang pleura),

hemoperitoneum, hematosalping (perdarahan ke dalam tuba Fallopi). Titik-titik

perdarahan yang dapat dilihat pada permukaan kulit atau pada permukaan mukosa

atau pada potongan permukaan organ disebut petekia. Bercak perdarahan yang lebih

besar disebut ekimosis dan keadaan yang ditandai dengan bercak-bercak perdarahan

yang tersebar luas disebut purpura.

C.I Etiologi

Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas

dinding pembuluh darah, yang memungkinkan darah keluar. Keadaan ini paling

sering disebabkan oleh trauma eksternal seperti cedera yang pernah kita alami yang

disertai memar. Perubahan warna pada memar disebabkan oleh darah yang terkumpul

dalam ruang interstisial jaringan yang terkena trauma. Dinding pembuluh darah dapat

pecah sebagai akibat suatu penyakit serta trauma.

Sejumlah mekanisme terdapat dalam tubuh untuk menekan perdarahan. Salah

satu mekanisme hemostatis melibatkan trombosit darah yang dibuat dalam sum-sum

tulang dan beredar dalam darah dengan jumlah yang besar. Trombosit bekerja secara

langsung menyumbat kebocoran kecil dalam pembuluh dengan beragregasi di daerah

tersebut dan menghambat aliran kebocorannya. Trombosit juga mengakibatkan

hemostasis dengan mencetuskan mekanisme pembekuan darah. Komponen utama

pembekuan darah adalah fibrin, yang dicetuskan dari prekursornya yang beredar

bersama dalam sirkulasi yaitu fibrinogen.

Perdarahan mungkin disebabkan oleh kelainan mekanisme hemostasis ini.

Misalnya, perdarahan yang menyertai suatu keadaan trombositopenia yaitu defisiensi

jumlah trombosit dalam sirkulasi. Trombositopenia dapat timbul karena perusakan

atau penekanan pada sumsum tulang (misalnya karena keganasan atau beberapa

macam obat) yang berakibat kegagalan pembentukan trombositopenia juga dapat

terjadi jika trombosit yang beredar dihancurkan dengan cepat seperti yang terjadi pada

beberapa penyakit tertentu. Jika jumlah trombosit dalam darah perifer turun sampai

dibawah batas tertentu, penderita mulai mengalami perdarahan spontan, yang berarti

bahwa trauma akibat gerakan normal dapat mengakibatkan perdarahan yang luas.

Defisiensi salah satu faktor pembekuan dapat juga mengakibatkan perdarahan.

Defisiensi semacam ini dapat herediter misalnya hemofilia tetapi dapat juga karena

didapat. Beberapa faktor pembekuan darah disintesis dalam hati dan pada penyakit

Page 7: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

hati yang lanjut maka kadar faktor tersebut dalam darah dapat turun dengan cepat.

Sebaliknya, pada keadaan tertentu pembekuan darah yang berlebihan dapat

mengakibatkan defisiensi trombosit dan atau faktor-faktor pembekuan yang bersifat di

dapat. Biasanya hal ini menyangkut pembentukan banyak sekali bekuan-bekuan kecil

seluruh tubuh yang dinamakan disseminated intravaskuler coagulation dan keadaan

defisiensi yang bersifat didapat itu kadang-kadang disebut dengan istilah umum

coagulopati consumtif

C.II Efek

Efek lokal perdarahan berkaitan dengan adanya darah yang keluar dari

pembuluh di dalam jaringan, dan pengaruhnya dapat berkisar dari yang ringan hingga

yang mematikan. Barangkali pengaruh lokal yang paling ringan adalah memar yang

mungkin hanya mempunya arti kosmetik. Perubahan warna memar yang kebiru-

biruan secara langsung berkaitan dengan adanya eristrosit yang keluar dan terkumpul

di dalam jaringan. Eritrosit yang keluar dari pembuluh ini dipecahkan dengan cepat

dan difagosit oleh makrofag yang ada sebagai bagian kesatuan dari respon

peradangan. Makrofag ini memproses hemoglobin dengan cara yang sama seperti

yang digunakan pada resiklus normal eritrosit tua, namun dengan cara yang lebih

cepat dan terpusat. Pada saat hemoglobin di metabolisme dalam sel-sel makrofeg ini,

terbentuk suatu kompleks yang mengandung besi yang dinamakan hemosiderin,

bersamaan pula dengan terbentuknya zat yang tidak mengandung besi ke dalam

jaringan dinamakan hematoidin (walaupun secara kimia identik dengan bilirubin).

Hemosiderin berwarna coklat karat dan hematoidin berwarna kuning muda. Interkasi

pigmen-pigmen ini berpengaruh pada perubahan warna memar yang berkisar dari biru

kehitaman kemudian memudar menjadi coklat dan kuning, dan akhirnya menghilang

karena makrofeg mengembara dan pemulihan jaringan yang sempurna. Kadang-

kadang jika hematoma bervolume besar, hematoma tersebut lebih dapat mengalami

organisasi dan bukan resolusi sempurna. Sehingga meninggalkan sedikit parut.

Pada keadaan ekstrim lain perdarahan lokal dapat mematikan jika terdapat

ditempat yang salah walaupun volumenya kecil. Dengan demikian seperti yang

terlihat pada gambar, volume perdarahan yang relatif kecil di daerah vital otak dapat

menimbulkan kematian. Sama halnya jika beberapa ratus mililiter darah teraspirasi ke

dalam cabang-cabang trakeobronkial, maka pasien dapat tercekik. Daerah lain yang

dengan volume perdarahan yang relatif kecil sudah dapat menimbulkan kematian

Page 8: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

adalah kantong perikardium. Jika hemoperikardium timbul dengan cepat dan kuat,

maka kantong fibrosa perikardium tidak mempunyai kesempatan untuk meregang,

sehingga tekanan di dalam kantong meninggi dengan cepat sewaktu darah tertimbun.

Kadang-kadang dengan tertimbunnya darah hanya beberapa ratus milliliter, tekanan

yang timbul sudah cukup untuk mengganggu pengisian diastolik jantung. Sehingga

dapat menyebabkan kematian akibat tamponade jantung.

Pengaruh sistemik akibat kehilangan darah berkaitan langsung dengan volume

darah yang keluar dari pembuluh. Ketika sebagian besar volume darah dalam sirkulasi

hilang seperti trauma masif penderita dapat sangat cepat meninggal karena

perdarahan. Penderita dapat mengalami perdarahan, tanpa ada petunjuk perdarahan

eksternal sama sekali. Ini terjadi jika darah yang keluar dari pembuluh terkumpul

dalam rongga tubuh yang besar seperti rongga pleura atau rongga peritoneum. Jenis

perdarahan internal yang mematikan ini sering sekali terjadi pada cedera yang berat

akibat kecelakaan kendaraan bermotor, yaitu jika iga yang patah mengoyak paru atau

trauma abdomen mengakibatkan ruptur, limpa atau hati. Volume perdarahan juga

dapat memberikan pengaruh yang berkaitan dengan laju terjadinya kehilangan darah,

kehilangan volume darah yang lebih besar dapat ditoleransi lebih baik jika terjadi

sedikit demi sedikit dari pada terjadi secara cepat dalam jumlah yang besar.

Bila tidak mematikan kehilangan volume darah yang cukup banyak dan cepat

dapat menimbulkan shock. Shock dapat disebabkan tidak saja oleh hilangnya volume

darah tetapi juga oleh sebab-sebab neurogenik, sebab-sebab jantung atau bahkan

menyertai sepsis sistemik. Walaupun berbagai sindrom shock berbeda penyebabnya

tetapi sindrom tersebut pada dasarnya disertai dengan penurunan tekanan darah dan

dengan hilangnya unsur yang mengontrol pengaturan aliran darah. Sehingga akhirnya

mengakibatkan jaringan-jaringan vital tubuh tidak mendapatkan perfusi dan

oksinegasi yang memadai.

Jika sebelum pasien dapat bertahan akibat kehilangan volume darah yang akut,

maka volume darah yang beredar dapat diperoleh kembali dalam waktu singkat

dengan memasukkan cairan ke dalam sistem cardiovascular. Hal ini mengakibatkan

pengenceran relatif dari massa eritrosit yang tersisa dan pada saat itu penderita

menemukan sedikit anemis. Pada keadaan tersebut sumsum tulang dirangsang untuk

memproduksi eritrosit lebih cepat, sedikit demi sedikit anemia dapat diatasi pada

kehilangan darah kronik dengan volume yang relatif sedikit, kemampuan kompensasi

sumsum tulang dapat terlewati, dan penderita secara progresif menjadi lebih anemis.

Page 9: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

Pasien yang kehilangan darah secara kronik lebih menunjukkan tanda-tanda dan

gejala anemia daripada tanda dan gejala karena kehilangan darah itu sendiri. Dengan

demikian, banyak penderita kanker kolom yang tanpa sadar sudah berbulan-bulan

mengeluarkan darah di dalam tinjanya, mencari pengobatan karena cepat lelah, pucat

atau tidak bertenaga. Kehilangan darah yang tidak disadari dan bersifat kronik

merupakan sebuah pertimbangan yang harus dipikirkan dalam menyelidiki berbagai

kasus anemia.

D. Trombis

Proses pembentukan pembekuan darah atau koagulum dalam sistem vaskular

selama manusia masih hidup disebut trombosis. Koagulum darah dinamakan trombus.

Akumulasi darah yang membeku diluar sistem vaskular tidak disebut sebagai trombus

selain itu, bekuan yang terbentuk didalam sistem cardiovaskular setelah manusia

meninggal tidak dinamakan trombus tetapi disebut bekuan postmortem. Trombosis

jelas memiliki nilai adaptif yang berharga dalam kasus perdarahan, trombus bekerja

efektif sebagai sumbatan emostasis. Namun, trombosis dapat menjadi masalah jika

mekanisme pengaturan normal terganggu dan keadaan ini terbukti sangat berbahaya.

D.I Etiologi dan Patogenesis

Terdapat tiga kelompok faktor yang dapat mencegah pembentukan trombos

yang tidak normal. Faktor pertama, sistem pembuluh normal mempunyai lapisan sel

endotel yang lunak dan licin sehingga trombosit dan fibrin tidak mudah melekat.

Faktor kedua, aliran darah normal dalam sistem pembuluh merupakan aliran yang

cukup deras sehingga trombosit tidak terlempar ke permukaan dinding pembuluh.

Faktor ketiga, mekanisme pembekuan masih mempunyai sejumlah pengaturan

keseimbangan kimia untuk mengontrol pembentukan bekuan. Maka sesuai dengan hal

tersebut, bekuan terbentuk secara tidak normal berdasarkan tiga keadaan yaitu:

terdapat kelainan dan lapisan pembuluh; kelaianan aliran darah; peningkatan darah

koagulasi darah itu sendiri. Aliran darah pada sirkulasi arteri merupakan aliran dengan

tekanan dan kecepatan yang tinggi, dan arteri itu sendiri berdinding agak tebal dan

tidak mudah berubah bentuk. Karena alasan ini tersering trombosit arteri adalah

penyakit pada lapiran dan dinding arteri, khususnya artero sklerosis. Pada sirkulasi

vena aliran darahnya merupakan aliran bertekanan rendah dengan kecepatan yang

relatif rendah. Vena berdinding cukup tipis sehingga mudah berubah bentuk akibat

Page 10: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

tekanan-tekanan dari luar. Karena alasan ini, penyebab tersering trombosis vena

adalah akibat berkurangnya aliran darah pada akhirnya, perubahan kimia dalam darah

pasien dengan berbagai variasi penyakit menyebebkan hiperkoagulasi yang dapat

menjadi komplikasi pada keadaan yang sudah diterangkan diatas.

D.II Morfologi dan Perjalanan Trombus

Trombus terdiri dari berbagai kombinasi agregasi trombosit, endapan fibrin,

serta eritrosit dan leukosit yang terjaring. Konfigurasi yang tepat dari trombus

bergantung pada keadaan tempat trombus tersebut terbentuk. Jika trombus mulai

terbentuk dalam aliran darah unsur pertama yang sering adalah gumpalan trombosit

yang melekat endotel. Hal ini dapat terjadi karena aliran darah abnormal

memungkinkan trombosit berdiam pada endotel atau terlempar ke endotel; hal ini

dapat terjadi karena lapisan endotel menjadi kasar, sehingga akan menciptakan tempat

untuk egregasi trombosit. Sewaktu mengalami agregasi, trombosit melepaskan zat-zat

yang mendorong terjadinya pengendapan fibrin, sehingga dengan segera agregasi

trombosit tersebut dikelilingi oleh fibrin dan menjaring eritrosit. Gelombang peristiwa

yang berturut-turut semacam ini dapat mengakibatkan struktur trombus menjadi

kompleks dan berangka. Sebaliknya jika trombus terbentuk dalam pembuluh yang

aliran darahnya lambat, maka bekuan darahnya hanya terdiri dari jalinan ditus fibrin

yang menangkap unsur-unsur darah yang kurang lebih sama. Tetapi, berbeda dengan

proses yang baru saja dijelaskan, bekuan postmortem terbentuk agak lambat sehingga

unsur-unsur darah yang terbentuk berlapis-lapais sebelum bekuan mengeras,

menyebabkan eritrosit, leukosit dan fibrin terpisah. Bekuan postmortem semacam itu

cenderung lebih elastis dari trombus sejati dan sangat jarang melekat pada dinding

pembuluh. Perbedaan ini dapat menjadi penting pada saat autopsi.

Trombus dapat terjadi dalam tiap bagian sistem kardiovaskular akibat berbagai

macam sebab. Gambar menjelaskan trombus dalam sebuah vena provunda yang besar

pada tungkai. Trombus semacam itu sering sekali dijumpai pada pasien yang harus

terlentang lama di tempat tidur. Trombus ini timbul umumnya akibat laju aliran darah

dalam vena-vena menurun, dan akibat kehilangan daya pompa aktivitas otot. Keadaan

ini diperberat oleh melambatnya sirkulasi perifer akibat kegagalan jantung kronik.

Flebotrombosis yaitu pembentukan trombus dalam vena, merupakan bahaya yang

selalu ada bagi pasien yang harus berbaring di tempat tidur atau bagi pasien yang

tidak dapat dimobilisasi. Trombus semacam ini relatif tenang atau dapat disertai

Page 11: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

dengan tanda-tanda dan gejala-gejala peradangan dinding pembuluh vena yang diduga

akibat sekunder dari adanya trombus. Jika tanda-tanda peradangan menyolok, maka

disebut tromboflebitis. Akibat yang paling ditakutkan dari trombus vena semacam itu

adalah bila sebagian trombus terlepas kemudian terbawa dalam aliran darah dan

tersangkut di tempat yang jauh.

Gambar di atas melukiskantrombus dalam atrium kiri jantung. Pada keadaan

ini trombus terbentuk karena aliran abnormal dan pola sirkulasi melalui atrium yang

dihubungkan dengan stenosis katup mitral. Kadang-kadang, trombus atrium semacam

ini dapat bersifat seperti ”katup bola” yang mendadak menyumbat lubang

atrioventrikular dan menimbulkan kematian mendadak. Trombus semacam ini lebih

sering bertindak sebagai sumber fragmen yang didorong distal aliran darah.

Gambar di atas menunjukkan sebuah trombus pada katup jantung. Pada

keadaan ini penyebabnya adalah infeksi bakteri pada katup tersebut, dan trombus itu

disebut vegetasi. Vegetasi endokarditis infektif sangat berbahaya karena kerusakan

lokal pada katup dan karena fragmen dapat didorong ke tempat-tempat lain dalam

tubuh sehingga pembuluh-pembuluh lain dapat tersumbat dan terinfeksi.

Gambar di atas menggambarkan sebuah trombus dalam ventrikel kiri jantung.

Trombus seperti iniyang melekat pada dinding sistem kardiovaskuler tetapi yang tidak

menyumbat daerah tersebut dengan sempurna disebut sebagai tromus mural.

Penyebab pembentukan trombus mural ventrikel adalah hipokinesis dinding jantung

yang disebabkan oleh penyakit atau kematian dari miokardium yang ada di bawahnya.

Gambar di atas menunjukkan sebuah trombus di dalam arteri. Dalam gambar

ini jelas tampak penebalan dinding arrteri dan dinding arteri kasar yang menjadi dasar

terjadinya trombus. Dinding arteri yang kasar disebabkan oleh penyakit

(aterosklerosis) dan merupaka faktor yang mempercepat terjadinya trombosis.

Seringkali, ketika pembentukan trombus tidak menimbulkan kematian,

trombus dapat mengalami resolusi. Tubuh memiliki mekanisme fibrinolisis yang

bersamaan dengan kerja leukosit dapat mengakibatkan disolusi bekuan. Setiap

individu dapat membentuk trombus kecil dan mengalami resolusi tanpa pernah

menimbulkan gejala klinis. Sebaliknya, beberapa trombus besar mengalami

organisasi, disertai pertumbuhan jaringan granulasi yang masuk dari endotel

pembuluh darah yang berdekatan. Pada keadaan ini, pembuluh yang terlibat dapat

tersumbat secara permanen oleh jaringan parut. Kadang-kadang pembuluh darah yang

terdapat dalam jaringan granulasi muda yang membentuk trombus, berorganisasi dan

Page 12: BAB VII Gangguan Sirkulasi Pato

beranastomosis sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran baru melalui tempat yang

ditempati oleh trombus. Fenomena ini disebut rekanalisasi. Sayangnya, sebelum

trombus mengalami organisasi atau resolusi, terdapat bagian trombus yang terlepas

dan terdorong dalam aliran darah yang akhirnya tersangkut di tempat lain dan

menymbat pembuluh lain.

D.III Efek

Akibat trombosis yang paling nyata mungkin terdapat pada kasus trombosis

arteri. Jika arteri tersumbat oleh trombus maka, jaringan yang disuplai oleh arteri itu

akan kehilangan suplai darah. Akibatnya dapat timbul kelainan fungsi jaringan hingga

kematian jaringan atau kematian pasien. Akibat dari trombus vena agak berbeda. Jika

salah satu vena tersumbat, kemungkinan darah akan menemukan jalan kembali ke

jantung melalui beberapa saluran anastomosis. Hanya, jika vena besar yang tersumbat

oleh trombus baru timbul gangguan lokal disertai kongesti pasif. Gangguan yang

paling tidak menyenangkan akibat trombus vena adalah pemecahan trombus dan

perjalanannya ke bagian distal tubuh. Demikian juga, pengaruh trombus jantung

sebagian besar merupakan akibat perpindahan ke tempat lain dalam sistem

kardiovaskular.