BAB VII Arah Kebijakan _Final_1
description
Transcript of BAB VII Arah Kebijakan _Final_1
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
ARAH KEBIJAKAN POLAPENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
Secara garis besar kebijakan pola Sumberdaya Air mengacu pada UU
Sumberdaya Air dimana disebutkan bahwa kebijakan pola Sumberdaya Air
merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau ,
dan mengevaluasi kegiatan :
1. Konservasi sumberdaya air, yaitu menjaga kelangsungan keberadaan daya
dukung, daya tampung, dan fungsi sumberdaya air
2. Pendayagunaan sumberdaya air, yaitu memanfaatkan sumberdaya air
secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok
kehidupan masyarakat secara adil
3. Pengendalian daya rusak air, yaitu Mencakup upaya pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan kerusakan lingkungan
Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam secara umum harus diarahkan
untuk dapat mencapai beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan selalu tersedianya air dengan kualitas dan kuantitas yang
memadai;
2. Melestarikan sumber sumber air dengan memperhatikan kearifan lokal atau
adat istiadat setempat;
3. Melindungi sumber air dengan lebih mengutamakan kegiatan rekayasa
sosial, peraturan per undang undangan, pemantauan kualitas air dan
kegiatan vegetatif;
4. Meningkatkan daerah resapan air dan daerah tangkapan air dengan
konservasi;
5. Mempertahankan dan memulihkan kualitas dan kuantitas air yang berada
pada sumber sumber air;
6. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
BAB
VIIBAB
VII
VII-1
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Selain itu itu untuk menentukan pola kebijakan Sumberdaya Air perlu
mengacu pada beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Satu wilayah sungai, satu rencana induk, diimplementasikan oleh banyak
lembaga dalam satu manajemen terkoordinasi.
2. Keseimbangan antara pendayagunaan dengan konservasi Sumberdaya Air.
3. Proses penetapan kebijakan dan rencana pengelolaan diselenggarakan
secara demokratis melalui pelibatan peran seluas-luasnya semua pihak yg
berkepentingan.
4. Implementasi kebijakan dilaksanakan oleh badan pengelola yg professional,
dan akuntabel.
5. Keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses pelaksanaan
pengelolaan.
6. Biaya pengelolaan menjadi tanggung jawab seluruh penerima manfaat jasa
pengelolaan sumber daya air.
Dalam penentuan kebijakan perlu mempertimbangkan UU lain yang
sangat relevan terhadap konservasi sumberdaya air yaitu UU 41, 1999 tentang
Kehutanan sebagai berikut:
1. Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan
hutan dan penutupan hutan untuk setiap DAS guna optimalisasi manfaat
lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat.
2. Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % dari luas DAS
dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional
Selain hal tersebut perlu disarankan kebijakan lain yang berkaitan
dengan menjaga kelestarian kualitas air yaitu UUNo 23, 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana terdapat beberapa pasal penting
sebagai berikut:
1. Dalam kaitannya dengan pelestarian fungsi sungai, maka daya dukung
lingkungan disekitar aliran sungai diindikasikan dengan kuantitas air
(fluktuasi debit), sedangkan daya tampung sungai diindikasikan dengan
tingkat kualitas air (pencemaran)
2. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha atau
kegiatan dilarang melanggar Baku Mutu dan kriteria baku kerusakan
lingkungan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-2
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
3. Setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting thd lingkungan, wajib memiliki
AMDAL
7.1. Konservasi Sumberdaya Air
Konservasi sumber daya air memiliki tujuan utama untuk menjaga
kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber
daya air melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air,
pengawetan air, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran air
Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi
dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap
kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk
kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.
Kegiatan Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara
vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan
budaya, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut::
1. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
2. pengendalian pemanfaatan sumber air;
3. pengisian air pada sumber air;
4. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
5. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
6. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
7. pengaturan daerah sempadan sumber air;
8. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
9. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian
alam.
Pengawetan sumberdaya air ditujukan untuk memelihara keberadaan
dan ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya
yang dilakukan dengan cara:
1. Menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
pada waktu diperlukan;
2. Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif;
3. Mengendalikan penggunaan air tanah.
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan
untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-3
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
ada pada sumber-sumber air. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara
memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
Pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah masuknya
pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
7.1.1 Konservasi Lahan
a. Kerangka Penyusunan
Penyusunan pola konservasi sumberdaya air di DAS Siak dilaksanakan
melalui pendekatan analisis karakteristik biofisik dan sosial ekonomi budaya
masyarakat pada setiap Sub DAS sebagai unit wilayah analisis. Untuk arahan
kegiatan konservasi pada setiap Sub DAS tersebut didasarkan pada status
fungsi lahan yang telah ditetapkan dengan peraturan perundangan.
Status fungsi lahan secara umum di bagi menjadi dua yaitu kawasan
hutan dan kawasan non-hutan. Kawasan hutan terdiri dari kawasan
pelestarian alam (KPA) atau kawasan suaka alam (KSA), hulan lindung (HL),
dan hutan produksi (HP), sedangkan kawasan non-hutan terdiri dari kawasan
lindung dan kawasan budidaya seperti areal pertanian, perkebunan,
permukiman, dan lain-lain. Secara skematis kerangka penyusunan pola
konservasi SDA DAS Siak disajikan pada Gambar 7.1.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-4
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Gambar 7.1. Kerangka Penyusunan Konservasi Lahan
Disamping analisis biofisik penyusunan pola konservasi lahan dan air
juga mengacu pada peraturan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-undang 41 Republik Indonesia Tahun 1999, tentang Kehutanan
terutama terkait dengan Pasal 18 yaitu: (1) Pemerintah menetapkan dan
mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan
untuk setiap daerah aliran sungai dan atau ulau, guna optimalisasi manfaat
lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
(2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran
sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 tahun 1996, tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung, terutama terkait dengan penetapan
kawasan lindung sempadan sungai, rawa dan danau.
3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/Kpts-II/1986 tentang Penetapan
Radius/Jarak Larangan Penebangan Pohon Dari Mata Air, Tepi Jurang,
Waduk/Danau, Sungai dan Anak Sungai, Hutan Cadangan, dan Hutan
Lainnya.
b. Pola Konservasi
Berdasarkan batasan dan ruang lingkup pola pengelolaan sumberdaya
air sesuai dengan peraturan dan perundangan serta karakteristik biofisik dan
sosial ekonomi budaya masyarakat DAS Siak, maka pola konservasi lahan DAS
Siak diarahkan pada program-program sebagai berikut:
1. Perlindungan (protection) sumber-sumber air, khususnya lokasi-lokasi mata
air, danau, rawa dan anak-anak sungai di bagian hulu dengan
memperhatikan kondisi biofisik dan sosial budaya masayarakat setempat.
2. Pelestarian (Preservation) kawasan-kawasan sumber air, seperti menjaga
atau memelihara hutan lindung, kawasan lindung, dan daerah resapan,
agar tetap utuh dan berfungsi dengan baik mengurangi tejadinya aliran
permukaan (run off).
3. Pengembangan dan penerapan teknologi konservasi tanah dan air pada
kawasan-kawasan budidaya seperti diareal pertanian, perkebunan,
permukiman, dan pada lahan-lahan terbuka dan kritis.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-5
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
4. Pengendalian dan pengawasan sumber-sumber kerusakan lahan dan air,
seperti ilegal logging, konversi lahan.
5. Melibatkan secara aktif masyarakat lokal pada berbagai program dan
kegiatan tersebut di atas.
Untuk merealisasikan program tersebut, pola umum konservasi lahan
DAS Siak terdiri dari berbagai kegiatan yang penerapannya diseuaikan dengan
kondisi biofisik dan permasalahan utama yang muncul pada suatu kawasan
Sub DAS. Secara umum kegiatan-kegiatan tersebut adalah:
1) Konservasi Tanah dan Air
Kegiatan konservasi tanah pada dasarnya adalah penempatan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah
tersebut, dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tanah tersebut tidak cepat rusak. Usaha-usaha konservasi
tanah disamping ditujukan untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi dan
memperbaiki tanah-tanah yang rusak, tetapi juga untuk menetapkan kelas
kemampuan tanah dan tindakan-tindakan atau perlakuan yang diperlukan
agar tanah tersebut dapat dipergunakan seoptimal mungkin dalam jangka
waktu yang tidak terbatas. Maksud di lakukannya konservasi tanah adalah :
1. Meminimisasi terjadinya kerusakan tanah yang diakibatkan oleh energi
perusak yaitu air hujan dan aliran permukaan
2. Meningkatkan ketahanan agregat tanah tersebut terhadap pukulan air
hujan dan aliran permukaaan.
Untuk implementasi maksud tersebut ada tiga pendekatan yang dapat
dilakukan yaitu :
1. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar tahan terhadap
penghancuran dan pengangkutan, serta lebih besar daya menyerap airnya.
2. Menutup tanah dengan tanaman atau sisa tumbuhan agar terlindung dari
pukulan langsung air hujan yang jatuh.
3. Mengatur aliran permukaaan sehingga mengalir dengan kekuatan yang
tidak merusak.
Konservasi air adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien
mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang
merusak pada musin penghujan dan tersedia cukup air pada musim kemarau.
Ada dua prinsip dasar dalam pelaksanaan konsevasi air yaitu:
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-6
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
1. Memelihara jumlah dan kualitas air sejauh mungkin melalui cara
pengelolaan dan penggunaaan tanah yang baik;
2. Memaksimumkan manfaat air melalui penerapan cara-cara yang efisien.
Metoda praktis konservasi tanah dan air yang umum dilakukan di bagi
menjadi dua., yaitu metoda vegetatif dan metoda mekanis. Metoda vegetatif
ditujukan secara khusus untuk menekan laju erosi dan aliran permukaan,
macamnya antara lain: a). penanaman dengan penutup tanah (permanent
plant cover); b) penanaman dalam strip (strip cropping); c) penanaman
berganda (multiple croping); dan penanaman mulsa/bahah-babahn organik.
Penerapan metoda-metoda ini di kawasan budidaya pertanian dikemas dalam
suatu sistem pertanian konservasi (Agrokonservasi).
Metoda mekanis difokuskan pada upaya memperkecil aliran permukaan
sehingga mengalir dengan kekuatan yang tidak merusak, menampung dan
menyalurkan aliran permukaan pada bangunan tertentu yang telah
dipersiapkan. Metode mekanis antara lain pengaturan sistem pengolahan
tanah, pembuatan teras, pembuatan saluran pembuangan air, pembuatan
bendungan pengendali.
2) Rehabilitasi Lahan dan Hutan
Kegitan rehabilitasi lahan dan hutan adalah upaya memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan daya dukung lahan dan hutan agar
berfungsi optimal sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan-kegiatan yang
terkait dengan upaya ini antara lain:
1. Pengkayaan tanaman (Enrichment Planting) adalah upaya peningkatan
potensi kawasan hutan bekas tebangan (log over area) yang telah
mengalami kerusakan dengan penanaman tanaman komersial.
2. Agroforestry adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan
lestari dengan cara mengkombinasikan tanaman kehutanan dan pertanian
pada unit pengelolaan sosial ekonomi dan budaya, dimana masyarakat
berperan serta. Biasanya, kegiatan ini dilakukan di luar kawasan hutan
yang dibebani hak oleh masyarakat.
3. Reboisasi adalah upaya penanaman dalam rangka rehabilitasi lahan kritis
di dalam kawasan negara yang tidak dikuasai masyarakat.
4. Penghijauan adalah upaya pemulihan atau perbaikan kembali keadaan
lahan kritis di luar kawasan hutan yang telah dibebani hak agar dapat
berfungsi seebagai media produksi dan sebagai media pengatur tata air
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-7
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
yang baik, serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya guna
lahan sesuai dengan peruntukkannya.
5. Penghijauan lingkungan adalah kegiatan penghijauan yang dilakukan di
luar kawasan hutan nyang run-off nya tinggi, khususnya di kawasan
permukiman.
6. Sosial forestry adalah suatu sistem pengelolaan hutan (negara) yang
ditujukan untuk memperoleh manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat
sekitar hutan yang tergantung terhadap hutan dengan mengusahakan
tanaman penghasil komoditas bukan kayu, sehingga akan terjadi interaksi
saling menguntungkan antar hutan dengan masyarakat sekitarnya.
7. Hutan rakyat adalah hutan yan tumbuh atau dikembangkan pada lahan
milik rakyat/adat/ulayat atau lahan-lahan lainnya yang berada diluar
kawasan hutan negar dengan status kepemilikan jelas, biasanya luasnya
minimal 0,4 ha.
8. Aneka usaha kehutanan (AUK) adalah suatu kegiatan pemanfaatan lahan di
bawah tegakan kayu baik didalam maupun di luar kawasan hutan untuk
memproduksi hasil-hasil komoditi bukan kayu, seperti lebah madu dan
empon-empon (jahe-jahean).
9. Suksesi alami adalah pemulihan kembali hutan yang telah mengalami
penurunan potensi, namun memiliki cukup sumber biji, khususnya di
daerah rawa, dengan memanfaatkan proses pertumbuhan tegakan secara
alami.
10.Pengelolaan hutan produksi secara lestari (PHPL) adalah upaya
pengelolaaan hutan pada kawasan hutan produksi baik pada hutan alam
maupun hutan tanaman yang mempertimbangkan aspek-aspek ekologis
dan ekonomis sehingga tercipta keberlajutan hasil atau pemanfaatan
(sustainable use).
3) Penataan Kawasan
Kegiatan penataan kawasan meliputi
1. Memperjelas batas-batas kawasan antara hutan lindung dan KPA/KSA
dengan kawasan budidaya seperti perkebunan, permukiman dll
2. Penetapan kawasan lindung dan implementasinya di lapangan seperti
sempadan sungai, daerah resapan air, dan lainnya sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-8
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
4) Monitoring dan Pengendalian
Kegiatan ini meliputi upaya-upaya monitoring dan pengendalian
terhadap upaya-upaya konservasi sumberdaya air DAS Siak yang ditujukan:
Pemeliharaan bangunan-bangunan konservasi
1. Pemantauan dan pemeliharaan batas-batas kawasan konservasi dan
kawasan lindung.
2. Pemeliharaan dan pemantauan upaya-upaya penghutanan kembali
(reforestration) di dalam maupun di luar kawasasn hutan.
3. Pemantauan implemantasi rencana tata ruang dan penggunaan lahan di
dalam DAS pada tingkat provinsi maupun kabupaten.
c. Arahan Pola Konservasi per Sub DAS
Arahan pola konservasi SDA DAS Siak didasarkan pada pembagian
wilayah DAS menjadi Sub-Sub DAS Siak, yaitu Sub DAS Tapung Kiri, Su DAS
Tapung Kanan, Sub DAS Mandau, dan Sub DAS Siak.
1) Sub DAS Tapung Kiri
Sub DAS Tapung Kiri mempunyai luas 221.846,28 Ha. Kebun Sawit
merupakan kondisi penutupan lahan yang dominan yaitu menempati areal
seluas 38.87% dari luasan Sub DAS. Kondisi hutan menempati areal seluas
11,01 %, sedangkan kawasan pertanian seluas 21.12% dan kawasan terbuka
serta semak belukar menempati areal seluas 14.74%. Berdasarkan kondisi
fisiografi Sub DAS Tapung Kiri didominansi kelerengan datar yaitu menempai
areal seluas 48,5% sedangkan kondisi kelerengan agak curam hingga curam
menempati areal seluas 7,1%. Dengan kondisi karakteristik biofisik diatas,
tingkat bahaya erosi kelas sangat berat menempati areal seluas 15.3%
sedangkan areal lahan sangat kritis menempati areal seluas 15.187,64 Ha.
Areal lahan sangat kritis menempati areal pada fisiografi yang berlereng
curam. Akan tetapi berdasarkan status kawasan hutan, kawasan ini
merupakan kawasan lindung atau hutan suaka alam, sehingga berdasarkan
pengecekan terhadap kondisi penutupan lahannya kawasan tersebut
merupakan lahan dengan penutupan semak belukar, pertanian lahan kering
bercampur semak belukar dan kawasan terbuka (land clearing).
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-9
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Disamping berdasarkan kondisi biofisik diatas, secara sosial ekonomi,
mata pencaharian penduduk di Das Tapung Kiri dan Tapung Kanan sebagian
besar bergerak dilapangan usaha pertanian (perkebunan, tanaman pangan
dan hortikultura) yaitu sekitar 75.26%, sedangkan pendapatan keluarga
dengan pendapatan antara Rp 500.000 hingga Rp 1.400.000 merupakan
kelompok tertinggi yaitu menempati 48.6%. Kenyataan ini sektor pertanian
merupakan andalan bagi mata pencaharian penduduk serta dengan
pendapatan yang rendah tersebut ada kecenderungan penduduk yang
bermukim dekat kawasan hutan berpotensi menekan kawasan hutan baik
lindung ataupun produksi menjadi kawasan budidaya untuk beraktivitas
tanaman pangan ataupun perkebunan.
Dengan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi serta mempertimbangkan
kondisi kedepan maka disusun arahan pola kebijakan konservasi lahan di Sub
Das Tapung Kiri yang disajikan pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1 Arahan Kebijakan Pola Konservasi Lahan di Sub DAS Tapung Kiri
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
A. Kawasan HutanI Konservasi tanah1. Ceck Dam Pengendali
Sedimen Kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi
2. Dam parit Kawasan hutan lindung, dan lindung II. Rehabilitasi Lahan
dan Hutan
1. Reboisasi Kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi, HPT, HPK
Tidak dikuasai oleh masyarakat Penutupan lahan terbuka/semak
belukar2. Sosial Forestry Kawasan hutan lindung Bukit Suligi3. Pengkayaan Tanaman Kawasan Hutan Produksi dan Hutan
Produksi Konversi Vegetasi sekunder (log over area) Potensi kawasan menurun/rendah Tanaman yang ditanam merupakan
jenis tanaman komersial4. Suksesi alami Kawasan hutan lindung
Pohon sebagai sumber benih cukup Potensi kawasan tinggi
III. Penetapan Kawasan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-10
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
1. Penetapan kawasan hutan lindung
Kawasan hutan produksi Pada Kelerengan >40%
IV. Monitoring1. Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan
Kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi
B. Kawasan Non HutanI. Konservasi tanah1. Ceck Dam Pengendali
Sedimen Kawasan Hutan Lindung Bukit Suligi
2. Dam parit Kawasan hutan lindung, dan lindung II. Rehabilitasi Lahan
dan Hutan
1. Penghijauan lingkungan
di pekaranngan permukiman daerah dengan runoff tinggi
2. Hutan rakyat di luar kawasan hutan lahan kurang produktif ada kepemilikan/status lahannya
jelas luas minimal 0,4 ha tanaman kayu-kayuan
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
3. Agrokonservasi di kawasan pertanian kelerengan 25%-40%
III. Penetapan Kawasan
1. Penetapan kawasan lindung
Daerah gambut tebal Daerah sempadan sungai
IV. Monitoring1. Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan lindung
kawasan sempadan sungai kawasan gambut
2) Sub DAS Tapung Kanan
Sub Das Tapung kanan mempunyai areal seluas 24.0341,60 ha dengan
kondisi penggunaan lahan untuk perkebunan (sawit dan karet) menempati
areal 51,44 % dari total luasan Das. Areal perkebunan ini merupakan kawasan
paling besar yang mendominansi kawasan Das. Kawasan hutan menempati
areal seluas 17,73% dan kawasan lahan pertanian menempati areal seluas
14.85%. Sedangkan areal yang berlereng curam hanya menempati areal
seluas 466.2 Ha dengan areal sangat kritis seluas 466.25 ha. Erosi dengan
tingkat bahaya sangat berat juga menempati areal seluas pada lahan kritis
tersebut. Pada areal lahan kritis, penggunaan lahan ini merupakan areal
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-11
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
dengan tipe penggunaan lahan pertanian lahan kering (land clearing) dan
vegetasi teratur muda (sawit). Sedangkan pada status lahan sangat kritis,
kondisi tipe penggunaan lahannya merupakan lahan pertanian lahan kering
dan semak belukar.
Dengan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi serta mempertimbangkan
kondisi kedepan maka disusun arahan pola kebijakan konservasi lahan di Sub
Das Tapung Kanan yang disajikan pada Tabel 7.2.
Tabel 7.2 Arahan Kebijakan Pola Konservasi Lahan di Sub DAS Tapung Kanan
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
A. Kawasan HutanI Konservasi tanah1. Ceck Dam Pengendali
Sedimen Kawasan Hutan Lindung
2. Dam parit Kawasan hutan lindung, dan lindung II. Rehabilitasi Lahan
dan Hutan
1. Reboisasi Taman HUtan Raya, HPT, HPK Tidak dikuasai oleh masyarakat Penutupan lahan terbuka/semak
belukar
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
2. Sosial Forestry Kawasan hutan produksi3. Pengkayaan Tanaman Kawasan Taman Hutan Raya, Hutan
Produksi dan Hutan Produksi Konversi Vegetasi sekunder (log over area) Potensi kawasan menurun/rendah Tanaman yang ditanam merupakan
jenis tanaman komersial4. Suksesi alami Kawasan hutan produksi
Pohon sebagai sumber benih cukup Potensi kawasan tinggi
IV. Monitoring1. Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan
Kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi
B. Kawasan Non HutanI. Konservasi Tanah1. Dam Pengendali
Sedimen Kawasan non hutan Kelerengan >40% Pertanian lahan kering
II. Rehabilitasi Lahan dan Hutan
1. Agroforestry di kawasan penyangga hutan produksi
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-12
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
ada masyarakat/kelembagaan bisa dilaksanakan tumpangsari
2. Penghijauan di luar kawasan hutan (sempadan sungai, semak/belukar)
kritis/tidak produktif ada pemilikan/penguasaan lahan
3. Penghijauan lingkungan di pekaranngan permukiman daerah dengan runoff tinggi
4. Hutan rakyat di luar kawasan hutan lahan kurang produktif ada kepemilikan/status lahannya jelas luas minimal 0,4 ha tanaman kayu-kayuan
5. Agrokonservasi di kawasan pertanian kelerengan 25%-40% daerah petanian lahan kering
III. Penetapan Kawasan1. Penetapan kawasan
lindung kawasan sempadan sungai daearah dengan kelerengan >40%
IV. Monitoring1. Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan lindung
kawasan sempadan sungai kawasan gambut
3) Sub DAS Mandau
Sub Das Mandau menempati areal seluas 29.198,45 ha dengan kondisi
penggunaan lahan untuk perkebunan (sawit dan karet) menempati areal 37,03
% dari total luasan Das. Areal perkebunan di Das Mandau ini juga
merupakan kawasan paling besar yang mendominansi kawasan Das tersebut.
Sedangkan penggunaan untuk lahan pertanian hanya menempati areal seluas
2.26% dari luas Das. Kawasan hutan yang tersisa di Das Mandau menempati
areal seluas 18,07% serta lahan yang masih bisa ditingkatkan potensi
penggunaanya seluas 33,10% yang merupakan areal semak belukar dan
kebun campuran. Kondisi fisiografi lahan di Das Mandau sebagian besar datar
hingga landai, sedangkan kawasan lahan yang berstatus lahan kritis terdapat
pada kawasan agak landai dengan luas 153.768,28 ha. Sehingga arahan pola
pengelolaan konservasi diarahkan pada kawasan hutan, kawasan lahan yang
berstatus lahan kritis serta kawasan-kawasan lahan yang dapat ditingkatkan
untuk konservasi (preservasi, perlindungan dan kombinasi untuk pemanfaatan
ekonomi/budidaya).
Dengan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi serta mempertimbangkan
kondisi kedepan maka disusun arahan kebijakan pola konservasi lahan di Sub
Das Mandau yang disajikan pad Tabel 7.3.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-13
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Tabel 7.3 Arahan Kebijakan Pola Konservasi Lahan di Sub Das Mandau
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
A. Kawasan HutanI. Konservasi tanah1. Dam Pengendali
Sedimen Kawasan Hutan Suaka Alam, HPT, HPK Kelerengan 16-25%
II. Rehabilitasi Lahan dan Hutan
1. Reboisasi Kawasan Hutan Suaka Alam, HPT, HPK
Penutupan lahan terbuka/semak belukar
2. Sosial Forestry Kawasan hutan produksi Penutupan lahan terbuka/semak
belukar3. Pengkayaan Tanaman Kawasan Hutan Produksi dan Hutan
Produksi Konversi Vegetasi sekunder (log over area) Potensi kawasan menurun/rendah Tanaman yang ditanam merupakan
jenis tanaman komersial4. Suksesi alami Kawasan hutan suaka alam
Pohon sebagai sumber benih cukup Potensi kawasan tinggi
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
III. Penetapan Kawasan1. Pelaksanaan Tata batas Kawasan hutan suaka alamIV. Monitoring1. Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan
Kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan produksi
B. Kawasan Non HutanI Konservasi tanah1. Ceck Dam Pengendali
Sedimen Kawasan pertanian lahan kering Kelerengan lahan 16 – 25%
2. Dam parit Kawasan pertanian lahan kering Kelerengan lahan 16 – 25%
II. Rehabilitasi Lahan dan Hutan
1. Agroforestry di luar kawasan hutan (kebun campuran dan semak belukar)
ada masyarakat/kelembagaan bisa dilaksanakan tumpangsari
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-14
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
2. Penghijauan di luar kawasan hutan (sempadan sungai, semak/belukar)
kritis/tidak produktif ada pemilikan/penguasaan lahan
3. Penghijauan lingkungan di pekaranngan permukiman daerah dengan runoff tinggi
4. Hutan rakyat di luar kawasan hutan (kebun campuran dan semak belukar)
lahan kurang produktif ada kepemilikan/status lahannya jelas luas minimal 0,4 ha tanaman kayu-kayuan
5. Agrokonservasi di kawasan pertanian kelerengan 16%-25%
III. Penetapan Kawasan1. Penetapan kawasan
lindung Daerah gambut tebal Daerah sempadan sungai
IV. Monitoring1. Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan lindung
kawasan sempadan sungai kawasan gambut
4) Sub DAS Siak Hilir
Sub Das Siak Hilir yang merupakan kawasan hilir, dimana kebun
campuran dan lahan pertanian mendominasi tipe penggunaan lahan di
kawasan Das tersebut. Tipe penggunaan lahan untuk kelapa sawit dan karet
hanya menempati areal sekitar 5% dari luasan sub Das. Sedangakn luasan
hutan yang masih tersisa menampati areal seluas 16,19%. Pemanfaatan
lahan untuk penggunaan pertanian di kawasan Das Siak hilir menmpati areal
yang cukup luas yaitu sekitar 155.194,35 ha atau sekitar 14.36 % total luas
das. Areal produktif lain yang menempati luasan cukup besar adalah kebun
campuran yaitu sekitar 14.13% dari total luas. Dengan arahan pola
pemanfaatan yang direncanakan diharapkan kawasan ini dapat ditingkatkan
nilai ekonominya baik untuk kebun campuran dalam arti untuk tanaman
hortikultura, tanaman pangan lahan kering serta hutan kemasyarakatan.
Areal yang mempunyai kelas kelerengan paling tinggi yaitu kelas kelerengan
agak landai (16-25%) menempati areal seluas 28.374,51 ha. Areal ini
merupakan areal dengan jenis tanah podsolik merah kuning yang rentan
terhadap erosi dan berdasarkan analisis tingkat kekritisan lahan merupakan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-15
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
areal dengan status tingkat kritis. Areal yang mempunyai lahan berkelas
kritis disamping menempati areal berkelerengan agak landai juga menempati
kawasan pada areal landai. Sedangkan berdasarkan status kawasan hutan,
areal lahan kritis disamping menempati areal hutan juga terdapat pada
kawasan areal penggunaan lain. Areal penggunaan lain ini seperti untuk
kawasan pertanian, perkebunan, kebun campuran atau merupakan lahan
semak belukar. Sehingga pola konservasi diarahkan pada kawasan hutan,
kawasan yang mempunyai tingkat status kritis dan areal produktif yang bisa
ditingkatkan dari segi aspek ekonomi maupun ekologi.
Dengan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi serta mempertimbangkan
kondisi kedepan maka disusun arahan kebijakan pola konservasi lahan di Sub
Das Siak Hilir yang disajikan pada Tabel 7.4
Tabel 7.4 Arahan Kebijakan Pola Konservasi Lahan di Sub Das Siak Hilir
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
A. Kawasan HutanI. Konservasi tanah1. Dam Pengendali
Sedimen Kawasan hutan produksi Kelerengan 16-25% Lahan kritis
II. Rehabilitasi Lahan dan Hutan
1. Reboisasi Kawasan Hutan Lindung, HPT, HPK Tidak dikuasai oleh masyarakat Penutupan lahan terbuka/semak
belukar2. Sosial Forestry Kawasan hutan produksi
Kelerengan 16-25% Penutupan lahan terbuka atau semak
3. Pengkayaan Tanaman Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Konversi
Vegetasi sekunder (log over area) Potensi kawasan menurun/rendah
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-16
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Tanaman yang ditanam merupakan jenis tanaman komersial
4. Suksesi alami Kawasan hutan lindung Pohon sebagai sumber benih cukup Potensi kawasan tinggi
III. Penetapan Kawasan1. Penetapan kawasan
lindung Kawasan hutan lindung
IV. Monitoring1. . Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan
Kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi
B. Kawasan Non HutanI Konservasi tanah1. Ceck Dam Pengendali
Sedimen Kawasan pertanian lahan kering Kelerengan 16 – 25%
2. Dam parit Kawasan pertanian lahan kering Kelerengan 16 – 25%
II. Rehabilitasi Lahan dan Hutan
1. Agroforestry di luar kawasan hutan (semak, kebun campuran)
masyarakat/kelembagaan bisa dilaksanakan tumpangsari
2. Penghijauan di luar kawasan hutan (sempadan sungai, semak/belukar)
kritis/tidak produktif ada pemilikan/penguasaan lahan
No. Pola Konservasi Arahan Lokasi
3. Penghijauan lingkungan di pekarangan permukiman daerah dengan runoff tinggi
4. Hutan rakyat di luar kawasan hutan lahan kurang produktif ada kepemilikan/status lahannya jelas luas minimal 0,4 ha tanaman kayu-kayuan
5. Agrokonservasi di kawasan pertanian kelerengan 16%-25%
III. Penetapan Kawasan1. Penetapan kawasan
lindung Daerah gambut tebal Daerah sempadan sungai
IV. Monitoring1. Monitoring dan
pemeliharaan batas-batas kawasan lindung
kawasan sempadan sungai kawasan gambut
7.1.2 Pengeloalan Kualitas Air
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-17
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Ketersediaan sumberdaya air yang memadai atau bahkan melimpah,
terutama apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk, tidak akan banyak
artinya apabila kualitas airnya dalam keadaan buruk atau tercemar. Oleh
karena itu kualitas air yang memadai, ddalam arti tidak melebihi Baku Mutu
Lingkungan untuk penggunaan tertentu merupakan kunci penting utama
pengelolaan sumberdaya air.
Kebijakan ini pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kualitas air,
dimana terjadi kecenderungan mengalami penurunan kualitas air, yaitu pada
sub DAS sungai Siak hilir. Sumber pencemar badan air yang sudah
teridentifikasi terutama pada segmen Pekanbaru – Siak Indrapura yaitu
dengan keberadaan industri hasil hutan ditepi sungai Siak hilir, yang
membuang limbah kedalam badan air sungai Siak, serta banyak terdapat
pemukiman padat penduduk pada segmen ini yang menggunakan sungai
sebagai sarana limbah domestik MCK. Sedangkan pada subDAS Tapung kiri
dan Tapung kanan buruknya kualitas air lebih disebabkan oleh limbah pabrik
kelapa sawit dan limbah domestik MCK berupa bakteri coliform. Kualitas air
pada sungai Mandau juga menunjukkan dalam kondisi tercemar yaitu dengan
tingginya konsentrasi bahan organik serta terdapatnya bakteri coliform.
Dengan demikian dari hasil kompilasi data kualitas air, dapat dibuat
urutan pencemaran air pada DAS Siak yaitu urutan pertama adalah pada
Sungai Siak (Sub DAS Siak Hilir) terutama pada segmen Pekanbaru – Siak
Indrapura, kemudian sungai Tapung Kanan (sub DAS Tapung Kanan), sungai
Tapung Kiri (sub DAS Tapung Kiri), dan sungai Mandau (sub DAS Mandau).
Dalam rangka melaksanakan kebijakan pemulihan kualitas air, serta
pengendalian sumber pencemar, maka kebijakan tersebut dapat dijabarkan
dalam beberapa program yang pada dasarnya dapat dilakukan pada tiap sub
DAS atau segmen sungai sebagai berikut:
1. Pengetatan atau menaikkan kelas Baku Mutu Lingkungan secara bertahap
dan sistimatis, dan dipantau secara terus menerus secara konsisten;
2. Meningkatkan dan memperluas program PROPER dan Prokasih secara
efektif dan efisien;
3. Penegakkan hukum lingkungan terhadap pelanggaran Baku Mutu limbah
yang telah ditetapkan, atau dengan menerapkan sistim “polutter pay
principle”;
4. Menyiapkan infrastruktur kawasan pengembangan industri yang telah
ditetapkan dalam RTRW untuk mengantisipasi pengembangan industri baru
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-18
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
atau merelokasi industri yang sudah tidak tepat lagi lokasinya sejalan
dengan pengembangan kota dan pengembangan wilayah;
5. Pembelajaran kesadaran masyarakat akan pentingnya aspek sanitasi
lingkungan sehingga keberadaan MCK masyarakat yang berada disungai
dapat dikurangi;
6. Pembangunan sistim septic tank komunal, terutama pada daerah
sempadan sungai dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi
7. Peningkatan kesejahteraan masyarakat pada sempadan sungai, melalui
pelatihan pembukaan lahan tanpa pembakaran, dan aplikasi sistim
pertanian konservasi atau pertanian organik praktis.
7.2. Pendayagunaan Sumber Daya Air
Sesuai dengan amanat UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
maka dalam pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan
penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan
sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air
yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Pendayagunaan sumber daya air
tersebut ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan
dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat
secara adil. Dalam penyelenggaraannya, pendayagunaan sumber daya air
diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antarsektor, antarwilayah
maupun
antarkelompok masyarakat dengan mendorong pola kerja sama.
Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air
hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan
air permukaan. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan
mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan
memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan
sumber daya air dan dengan melibatkan peran masyarakat. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan prinsip pemanfaat membayar biaya jasa pengelolaan adalah
penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan sumber daya air baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak diberlakukan
kepada pengguna air
untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-19
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendayagunaan sumber
daya air seperti yang dimaksud di atas, maka arahan strategis Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air DAS Siak adalah sebagai berikut:
a. Penetapan zona pemanfaatan sumber air dilakukan dengan:
mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budidaya;
menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
hidrologis;
memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
sumber air;
memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang
berkepentingan;
b. Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap wilayah sungai
dilakukan dengan memperhatikan:
daya dukung sumber air;
jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;
perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan
pemanfaatan air yang sudah ada.
c. Penyediaan sumber daya air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan
daya air serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan
kuantitas.
d. Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan
sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, transportasi,
industri, pertambangan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga,
rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain.
7.2.1. Penatagunaan Sumber Daya Air
Penatagunaan sumber daya air dilakukan dengan melalui:
a. Penetapan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber
air, dimana pada bagian hulu sungai Siak dialokasikan sebagai fungsi
lindung sedangkan di bagian hilir sungai Siak sebagai fungsi budidaya
untuk budidaya perikanan, transportasi air, olahraga air dan pariwisata.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-20
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
b. Penetapan peruntukan air pada sumber air yaitu dengan pengelompokan
penggunaan air yang terdapat pada sumber air ke dalam beberapa
golongan penggunaan air termasuk baku mutunya, misalnya
mengelompokkan penggunaan sungai ke dalam beberapa ruas menurut
beberapa jenis golongan penggunaan air untuk keperluan air baku untuk
rumah tangga, pertanian, dan usaha industri.
7.2.2.Penyediaan Sumber Daya Air
Penyediaan sumber daya air dilakukan dengan melalui :
a. Penetapan penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada
merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua
kebutuhan. Namun demikian apabila terjadi konflik kepentingan antara
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan air
irigasi untuk pertanian rakyat misalnya pada situasi kekeringan yang
ekstrim, prioritas ditempatkan pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-
hari
b. Penyediaan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air
serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas.
Penyediaan air baku untuk keperluan rumah tangga perkotaan dan
industri bagi kabupaten dan kota di DAS Siak dengan penekanan bahwa
untuk Kota Pekanbaru perlu diambil dari lokasi sungai Kampar untuk
pengembangan lebih lanjut.
c. Penyediaan air irigasi bagi daerah Bungaraya di Kabupaten Siak dan Bukit
Batu di Kabupaten Bengkalis dapat dilakukan dengan memanfaatkan air
dari Sungai Siak.
d. Pengembangan pemenuhan kebutuhan air domestik melalui pemanfaatan
sumber daya air tanah pada daerah-daerah perdesaan dengan penduduk
padat.
7.2.3.Penggunaan Sumber Daya Air
Penggunaan sumber daya air dilakukan dengan melalui:
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-21
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
a. Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan
rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
b. Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari, sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada
sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.
c. Penetapan peraturan yang jelas bagi seluruh unsur masyarakat, dimana
apabila penggunaan air ternyata menimbulkan kerusakan pada sumber air,
yang bersangkutan wajib mengganti kerugian.
7.2.4.Pengembangan Sumber Daya Air
Pengembangan sumber daya air dilakukan dengan melalui:
a. Peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi
kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata,
perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
b. Pengembangan sumber daya air, khususnya untuk transportasi sungai
dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup, seperti
kerusakan tebing sungai.
c. Pengembangan sumber daya air diselenggarakan berdasarkan rencana
pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah pada
kabupaten/kota yang terdapat di DAS Siak dengan mempertimbangkan:
daya dukung sumber daya air ;
kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
kemampuan pembiayaan; dan
kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
d. Melakukan konsultasi publik pada setiap program dan kegiatan yang
berkaitan dengan pengembangan sumber daya air di DAS Siak.
e. Penanganan secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait
jika kegiatan pengembangan sumber daya air yang dilakukan berpotensi
menimbulkan dampak penting.
f. Melakukan kontrol secara ketat terhadap penggunaan air tanah karena air
tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas
dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta
pemulihannya sulit dilakukan.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-22
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
g. Melakukan pengembangan air tanah pada cekungan air tanah Pekanbaru
secara terpadu dalam pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai
dengan upaya pencegahan terhadap kerusakan air tanah.
h. Melakukan pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air
minum yang diselenggarakan oleh Badan usaha milik negara dan/atau
badan usaha milik daerah , koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat
sebagai penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum
dengan tujuan untuk:
terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau;
tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan
penyedia jasa pelayanan; dan
meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
i Pengembangan pertanian rawa pasang surut seluas 17.203 ha di
Kabupaten Siak dan 748 ha di Kabupaten Pekanbaru.
j. Mengatur pengembangan sistem irigasi dengan mengacu pada ketentuan
bahwa:
Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas
kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
provinsi;
Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh pada satu
kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab
perkumpulan petani pemakai air.
Pengembangan sistem irigasi dilakukan dengan mengikutsertakan
masyarakat.
Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh
perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.
7.2.5.Pengusahaan Sumber Daya Air
Pengusahaan sumber daya air dilakukan dengan melalui:
a. Mengatur alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air yang didasarkan
pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-23
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
b. Pengusahaan sumber daya air dilakukan dengan memberdayakan
masyarakat sekitar secara langsung dan nyata melalui pemanfaatan
sebagai tenaga kerja.
c. Melakukan konsultasi publik terhadap rencana pengusahaan sumber daya
air yang akan dilakukan untuk menyerap aspirasi masyarakat melalui
dialog dan musyawarah dengan semua pihak yang berkepentingan.
Konsultasi publik bertujuan mencegah dan meminimalkan dampak sosial
yang mungkin timbul serta untuk mendorong terlaksananya transparansi
dan partisipasi dalam pengambilan keputusan yang lebih adil.
7.3. Pengendalian Dan Penanggulangan Daya Rusak Air
7.3.1.Pengendalian Banjir
Banjir di DAS Siak hampir terjadi setiap tahun sebagai akibat dari
meluapnya Sungai Siak. Faktor utama penyebab banjir disebabkan oleh
topografi yang relatif datar pada dataran banjir. Hal ini makin diperparah
dengan kurang optimalnya saluran drainase perkotaan di Pekanbaru dalam
mengatuskan limpasan permukaan sehingga banjir hampir selalu terjadi pada
saat musim hujan.
Kegiatan pengendalian dan penanggulangan bencana banjir yang sering
dilakukan meliputi dua aspek yaitu upaya struktur dan upaya non struktur.
Upaya struktur meliputi: a) Mencegah meluapnya air banjir sampai pada
tingkat/besaran banjir tertentu, b) Merendahkan elevasi muka air banjir di
sungai, dan c) Memperkecil debit banjir di sungai. Sedangkan upaya non
struktur yang seringkali dilakukan adalah : a) Pengaturan penggunaan lahan di
dataran banjir, b) Penerapan kode bangunan (building codes), c) Penetapan
batas sempadan sungai dan penertiban penggunaan lahan di daerah manfaat
sungai, dan d) Melibatkan peran serta masyarakat. Beberapa kegiatan
fisik/struktur yang pernah dilakukan adalah:
1) pembangunan tanggul banjir untuk mencegah meluapnya air
banjir sampai tingkat/besaran banjir tertentu. Dengan dibangun tanggul
terbentuk penampang sungai yang tersusun untuk mengalirkan debit
banjir rencana.
2) pembangunan waduk penampung dan atau retensi banjir, banjir
kanal dan interkoneksi untuk memperkecil debit banjir; serta
3) pembangunan waduk/polder, pompa, dan sistem drainase untuk
mengurangi luas dan tinggi genangan.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-24
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Sedangkan kegiatan non fisik yang pernah dilakukan adalah reboisasi,
penghijauan, sosialisasi, penyuluhan dan sebagainya. Kegiatan non-struktur
bertujuan untuk menghindarkan dan juga menekan besarnya masalah yang
ditimbulkan oleh banjir, antara lain dengan cara mengatur pembudidayaan
lahan di dataran banjir dan di DAS sedemikian rupa sehingga selaras dengan
kondisi dan fenomena lingkungan/alam termasuk kemungkinan terjadinya
banjir. Untuk itu maka sebagai pelaku utama dari kegiatan ini adalah
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan melihat permasalahan banjir dan faktor-faktor penyebab banjir
di DAS Siak, maka arahan strategis Pola Pengelolaan Sumber Daya Air DAS
Siak dalam pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan konservasi tanah dan air di hulu DAS Siak untuk menekan
besarnya aliran permukaan dan mengendalikan besarnya debit puncak
banjir serta pengendalian erosi untuk mengurangi pendangkalan/
sedimentasi di dasar sungai. Kegiatan ini merupakan gabungan antara
rekayasa teknik sipil dengan teknik agro, yang bertujuan untuk
mengendalikan aliran permukaan antara lain dengan terasering,
penghijauan dan reboisasi, serta sumur resapan.
b. Meningkatkan pengelolaan dataran banjir (flood plain management) berupa
penataan ruang dan rekayasa di dataran banjir yang diatur dan
menyesuaikan diri sedemikian rupa, sehingga resiko/kerugian/bencana
yang timbul apabila tergenang banjir minimal. Rekayasa yang berupa
bangunan antara lain berupa: rumah tipe panggung. Sedangkan rekayasa
di bidang pertanian dapat berupa pemilihan varitas tanaman yang tahan
genangan. Perangkat lunak yang diperlukan antara lain berupa flood plain
zoning, flood risk map, dan rambu-rambu atau papan peringatan yang
dipasang di dataran banjir.
c. Penataan ruang dan rekayasa di hulu DAS Siak (dengan pertimbangan
tertentu kemungkinan ditetapkan menjadi kawasan budidaya) sedemikian
rupa sehingga pembudidayaan/pendayagunaan lahan tidak merusak
kondisi hidroorologi DAS dan tidak memperbesar debit dan masalah banjir.
d. Pengembangan dalam penanggulangan banjir (flood-fighting) untuk
menekan besarnya bencana dan mengatasinya secara darurat. Kegiatan ini
merupakan bagian dari kegiatan satkorlak penanggulangan bencana, yang
dilaksanakan sebelum kejadian banjir (meliputi perondaan dan pemberian
peringatan dini kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-25
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
banjir/dataran banjir), pada saat kejadian banjir berupa upaya
penyelamatan, pengungsian, penutupan tanggul yang bocor dan atau
limpas, maupun kegiatan pasca banjir yang berupa penanganan darurat
dan perbaikan terhadap kerusakan akibat banjir.
e. Penerapan sistem prakiraan dan peringatan dini untuk menekan besarnya
bencana bila banjir benar-benar terjadi. Upaya ini untuk mendukung
kegiatan penanggulangan banjir.
f. Peningkatan sosialisasi dan pendidikan mengenai flood proofing yang
dilaksanakan sendiri baik oleh perorangan, swasta maupun oleh kelompok
masyarakat untuk mengatasi masalah banjir secara lokal, misalnya di
komplek permukiman, industri, antara lain dengan membangun tanggul
keliling, polder dan pompa.
g. Peran masyarakat yang didukung penegakan hukum antara lain dalam
mentaati ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan
dataran banjir dan hulu DAS Siak, menghindarkan terjadinya penyempitan
dan pendangkalan alur sungai akibat sampah padat maupun bangunan/
hunian dan tanaman di bantaran sungai.
h. Penetapan sempadan sungai yang didukung dengan penegakan hukum.
Dasar hukum yang dapat dipakai sebagai acuan adalah Peraturan Menteri
PU No.63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat
Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai. Pada setiap sungai
harus ditetapkan batas sempadannya yang diatur dengan Peraturan
Daerah.
i. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut
berbagai aspek dalam rangka meningkatkan pemahaman, kepedulian dan
perannya.
j. Penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation). Masyarakat miskin di
sekitar Sungai Siak banyak yang terpaksa menghuni bantaran sungai yang
seharusnya bebas hunian karena sangat membahayakan keselamatan
jiwanya;
7.3.2 Rehabilitasi Tebing
Berdasarkan investigasi lapangan yang telah dilakukan, dapat
diidentifikasi bahwa penyebab paling signifikan terhadap kerusakan bantaran
tebing sungai Siak adalah karena abrasi kapal. Abrasi tersebut diakibatkan
oleh gelombang yang dibangkitkan oleh lalu lintas kapal yang lewat, terutama
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-26
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
kapal penumpang ekspres. Material penyusun bantaran Sungai Siak pada
umumnya merupakan material lanau lepas dan halus sehingga daya
dukungnya rendah. Selain itu pada beberapa lokasi di sisi kiri dan kanan
sungai, bantarannya telah dimanfaatkan untuk beberapa peruntukan, antara
lain adalah pemukiman, dermaga, industri, fasilitas umum, sarana prasarana
dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas juga mempengaruhi terjadinya abrasi
tebing sungai.
Mengingat bahwa kerusakan bantaran sungai hanya terjadi di penggal
sungai bagian hilir yaitu mulai dari Kota Pekanbaru sampai dengan Kabupaten
Siak, yang mana sungai tersebut termasuk dalam sistem Sub DAS Siak Hilir,
maka skenario pola pengelolaan koridor sungai dalam upaya pengendalian
kerusakan bantaran sungai dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
meliputi skenario pengendalian kerusakan bantaran sungai di Sub DAS Tapung
Kiri, Sub DAS Tapung Kanan dan Sub DAS Mandau. Pada ketiga Sub DAS
tersebut pola pengelolaan koridor sungai dapat diseragamkan karena
karakteristik dan kondisi eksistingnya hampir sama, yaitu tutupan vegetasi
bantaran masih cukup baik, pembukaan lahan di sepanjang koridor sungai
tidak terlalu banyak, dan lalu lintas kapal penumpang umum dan kapal
angkutan barang sudah tidak ada. Bagian kedua skenario pengendalian
kerusakan bantaran sungai dikonsentrasikan pada Sungai Siak bagian hilir dari
Kota Pekanbaru sampai Kabupaten Siak.
Adapun skenario pengelolaan bantaran Sungai Siak, dijabarkan sebagai
berikut:
A. Sub DAS Tapung Kiri, Tapung Kanan dan Sub DAS Mandau
Langkah pengendalian yang direkomendasikan di ketiga Sub DAS tersebut
antara lain:
1. Mempertahankan vegetasi di sepanjang koridor sungai
Adanya vegetasi di sepanjang bantaran sungai terbukti efektif dapat
mengurangi abrasi tebing. Oleh karena itu, vegetasi eksisting pada ketiga
Sub DAS tersebut harus dijaga keberadaannya.
2. Menetapkan dan mentaati batasan bantaran sungai yang harus
dikonservasi dan dijaga pemanfaatannya terhadap berbagai peruntukan.
Berdasarkan Keppres no. 32 Tahun 1990 tentang kawasan lindung dan
Pepmen No. 63 tahun 1993 tentang garis sempadan sungai dijelaskan
bahwa yang termasuk dalam bantaran sungai besar ditetapkan sepanjang
100 m di kiri kanan sungai. Agar lebih sesuai dengan kondisi
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-27
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
lingkungannya, maka perlu ditetapkan kawasan bantaran sungai sesuai
dengan karakteristik yang ada.
3. Mengatur kapal yang diijinkan melewati sungai
Pada saat ini, kapal yang melewati sungai-sungai tersebut hanyalah kapal
kecil milik penduduk dan speet boat saja. Sedangkan kapal transportasi
umum dan kapal angkutan barang tidak ada yang lewat. Selain karena
kedalaman pengalirannya tidak memungkinkan, hal ini juga dikarenakan
industri besar banyak berlokasi di Kota Pekanbaru sehingga kapal-kapal
angkutan barang tidak sampai ke hulu sungai. Kondisi ini perlu
dipertahankan sehingga abrasi akibat gelombang kapal dapat dihindari.
B. Sub DAS Siak Hilir
Skenario pola pengendalian kerusakan tebing dilakukan melalui
beberapa macam cara, antara lain:
1. Mengatur sistem transportasi perairan Sungai Siak
Seperti diketahui, Sungai Siak termasuk sungai yang cukup sibuk sebagai
sarana transportasi di Propinsi Riau, baik yang menghubungkan daerah
hulu/pedalaman dengan daerah hilir (Kota Pekanbaru) maupun dengan
daerah di luar Propinsi Riau misalnya Batam, Tanjung Pinang dan lain-lain.
Moda transportasi sungai yang ada di sungai Siak antara lain kapal
penumpang (speed boat), tongkang, tug boat, kapal tangker dan lain-lain.
Diantara moda transportasi yang ada, kapal penumpang ekspres
menyebabkan bangkitan gelombang yang besar.
Pengaturan terhadap sistem transportasi Sungai Siak pada dasarnya
dilakukan untuk mengurangi gelombang dan arus karena lalu lintas kapal.
Upaya pengaturan sistem transportasi dilakukan beberapa macam cara,
antara lain:
- membatasi ukuran kapal (bobot dan dimensi) yang diijinkan
melewati suatu kawasan
- membatasi kecepatan kapal di lokasi-lokasi tertentu
- membatasi daerah alur sungai yang diijinkan untuk lalu lintas
kapal
Selain membangkitkan gelombang, kapal juga membangkitkan arus baik
arus balik maupun arus yang disebabkan oleh baling-baling kapal.
Berdasarkan analisis studi sebelumnya yang dilakukan oleh Fakultas Teknik
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-28
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
UGM mengenai profil industri dan abrasi tebing sungai pada DAS Siak,
diketahui bahwa jika kecepatan kapal cukup besar atau jika kapal lama
tambat di dermaga dengan baling-baling berputar maka gerusan yang
ditimbulkan juga cukup besar. Dari studi tersebut diusulkan beberapa
skenario pembatasan kecepatan kapal yang mengarungi Sungai Siak. Bila
ditetapkan tinggi gelombang tidak boleh melampaui 100 cm, maka
kecepatan kapal tidak boleh melebihi 20 knot atau 10 m/det, sedangkan
bila tinggi gelombang maksimum yang diijinkan adalah 75 cm, maka
kecepatan maksimum adalah 10 knot atau 5 m/det. Pada daerah yang
tutupan vegetasinya masih bagus, tinggi gelombang dibatasi tidak melebihi
100 cm, sedangkan pada daerah yang kurang terlindung tinggi gelombang
tidak melampaui 75 cm dan di daerah rawan erosi tinggi gelombang
dibatasi sampai 50 cm. Sehingga batas kecepatan kapal ditetapkan untuk
daerah aman kecepatan maksimum adalah 20 knot, daerah sedang 10 knot
dan daerah rawan adalah 7 knot.
2. Mempertahankan vegetasi bantaran di daerah yang masih terlindung
Di sepanjang kiri dan kanan bantaran sungai Siak, pada beberapa lokasi
masih terlihat tutupan vegetasinya relatif baik. Di titik tersebut, abrasi yang
terjadi dapat direduksi. Fungsi vegetasi dalam hal ini adalah meredam
energi gelombang yang sampai ke tebing sungai serta memperkuat
bantaran. Oleh karena itu, pada lokasi dimana vegetasinya masih baik
harus dipertahankan keberadaannya.
3. Tindakan perlindungan tebing sungai
Seperti dijelaskan sebelumnya, ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan untuk melindungi tebing sungai dari abrasi. Misalnya secara fisik
konstruksi, bio-engineering, revegetasi, dan lain-lain. Secara fisik
konstruksi, perlindungan tebing dapat dilakukan melalui beberapa macam
cara, antara lain bronjong (gabion), turap (sheet pile), krib (groyne),
dinding penahan (retaining wall), geotekstil, tanggul (levee) dan lain-lain.
Penanganan secara fisik konstruksi dilakukan pada beberapa kondisi,
misalnya daerah yang dilindungi merupakan lokasi yang mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi serta sangat mendesak dilakukan. Penanganan
dengan metode tersebut umumnya membutuhkan biaya pembuatan dan
pemeliharaan yang mahal. Selain metode fisik konstruksi tersebut, metode
perlindungan dengan memanfaatkan biota merupakan cara yang sedapat
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-29
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
mungkin dilakukan. Selain karena biaya pembuatannya lebih murah,
metode tersebut lebih ramah terhadap lingkungan sehingga memberikan
efek keberlanjutan yang tinggi. Metode bio-engineering yang dapat
dilakukan di sepanjang sungai Siak, antara lain pembentukan bantaran
yang stabil dan penanaman vegetasi, penutupan tebing yang terbuka
dengan sisa-sisa tanaman, pelindung kaki tebing dan sebagainya.
Revegetasi atau penanaman kembali lahan yang terbuka dengan spesies
tanaman lokal juga merupakan salah satu tindakan untuk perlindungan
tebing. Namun karena metode ini memerlukan waktu cukup lama bagi
tanaman untuk beradaptasi dan berkembang maka biasanya pemakaian
metode ini untuk pengendalian kerusakan bantaran sungai harus tetap
dibarengkan dengan metode-metode yang lain.
4. Menetapkan batasan bantaran sungai yang aman terhadap kondisi
lingkungan, dimana penetapan garis sempadan sungai harus mengacu
pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku serta harus
disesuaikan dengan karakteristik sungai tersebut.
5. Mengatur pemanfaatan bantaran sungai, misalnya dengan cara
pengaturan pemberian ijin penggunaan lahan di sepanjang bantaran
sungai. Pemberian ijin peruntukan lahan terutama ditujukan terhadap
kepentingan industri sampai pada batasan garis sempadan yang telah
ditetapkan. Hal tersebut dilakukan karena pada industri-industri yang telah
ada di sepanjang Sungai Siak, kebanyakan memanfaatkan sungai siak
sebagai sarana transportasinya, sehingga memerlukan fasilitas dermaga,
gudang dan lain-lain. Selain itu pengaturan pemanfaatan bantaran sungai
juga ditujukan untuk kepentingan yang lain, misalnya fasilitas umum
seperti pasar, gedung sekolah, jalan, pemukiman dan sebagainya.
7.4. Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Kelembagaan dan7.4. Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Kelembagaan dan
Masyarakat.Masyarakat.
Dalam UU SDA pasal 11 ayat 3 disebutkan bahwa penyusunan polaDalam UU SDA pasal 11 ayat 3 disebutkan bahwa penyusunan pola
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dilakukan dengan melibatkanpengelolaan sumber daya air sebagaimana dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Hal ini penting agar tataperan masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Hal ini penting agar tata
pengaturan air di DAS Siak dapat terselenggara dengan baik. Upayapengaturan air di DAS Siak dapat terselenggara dengan baik. Upaya
melibatkan masyarakat secara aktif dalam menjaga serta memeliharamelibatkan masyarakat secara aktif dalam menjaga serta memelihara
keberlangsungan mulai dari lingkungan hidupnya harus mulai dari lingkungankeberlangsungan mulai dari lingkungan hidupnya harus mulai dari lingkungan
terkecil yaitu rumah tangga, RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan,terkecil yaitu rumah tangga, RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan,
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-30
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
kabupaten/kota sampai dengan lingkungan yang lebih besar di wilayah alirankabupaten/kota sampai dengan lingkungan yang lebih besar di wilayah aliran
sungai. sungai.
7.4.1.7.4.1. Batasan dan ruang lingkupBatasan dan ruang lingkup
Maksud pemberdayaan dalam hal ini sesuai UU SDA adalahMaksud pemberdayaan dalam hal ini sesuai UU SDA adalah
pemberdayaan yang dilaksanakan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaanpemberdayaan yang dilaksanakan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan
konstruksi, pengawasan, operasi dan pemeliharaan sumber daya air dengankonstruksi, pengawasan, operasi dan pemeliharaan sumber daya air dengan
melibatkan peran masyarakat.melibatkan peran masyarakat.
Namun demikian kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat pulaNamun demikian kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat pula
melaksanakan upaya pemberdayaan untuk kepentingan masing-masingmelaksanakan upaya pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing
dengan berpedoman pada tujuan untuk meningkatkan kinerja pengelolaandengan berpedoman pada tujuan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan
sumber daya air.sumber daya air.
Bentuk pemberdayaan yang diselenggarakan adalah pendidikan danBentuk pemberdayaan yang diselenggarakan adalah pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pendampingan. pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pendampingan.
Pendampingan dan pelatihan bidang sumber daya air ditujukan untukPendampingan dan pelatihan bidang sumber daya air ditujukan untuk
pemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan pada wilayahpemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan pada wilayah
sungai.sungai.
Peningkatan peran kelembagaan sebagaimana pasal 12 UU No 7 tahunPeningkatan peran kelembagaan sebagaimana pasal 12 UU No 7 tahun
2004 menyatakan bahwa pengelolaan air didasarkan pada wilayah sungai.2004 menyatakan bahwa pengelolaan air didasarkan pada wilayah sungai.
Mengingat hal tersebut di atas sangat diperlukan adanya kelembagaanMengingat hal tersebut di atas sangat diperlukan adanya kelembagaan
Pengelola Sumber Daya Air di wilayah sungai SIAK yang mampu melaksanakanPengelola Sumber Daya Air di wilayah sungai SIAK yang mampu melaksanakan
prinsip “prinsip “one river, one plan, and one integrated managementone river, one plan, and one integrated management”. ”.
7.4.2.7.4.2. Kerangka Pemberdayaan dan Peningkatan Peran KelembagaanKerangka Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Kelembagaan
dan Masyarakatdan Masyarakat
Kerangka pemberdayaan dan peningkatan peran kelembagaan danKerangka pemberdayaan dan peningkatan peran kelembagaan dan
masyarakat ditempuh dengan tahapan berikut :masyarakat ditempuh dengan tahapan berikut :
1.1. Mengacu pada aturan perundangan tentang pelibatan masyarakat Mengacu pada aturan perundangan tentang pelibatan masyarakat
2.2. Melihat kondisi sosial budaya masyarakat dan dunia usaha di sekitar DAS.Melihat kondisi sosial budaya masyarakat dan dunia usaha di sekitar DAS.
3.3. Memberikan arahan strategi pemberdayaan dan peningkatan peranMemberikan arahan strategi pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat dan dunia usaha.masyarakat dan dunia usaha.
a.a. Peran Kelembagaan dan masyarakat menurut aturan perundang-Peran Kelembagaan dan masyarakat menurut aturan perundang-
undanganundangan
Dalam pengelolaan sumber daya air, pemerintah dan pemerintahDalam pengelolaan sumber daya air, pemerintah dan pemerintah
daerah bertanggung jawab menetapkan pedoman kegiatan pendampingandaerah bertanggung jawab menetapkan pedoman kegiatan pendampingan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-31
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
dan pelatihan. Selain itu pemerintah daerah berkaitan dengan kegiatandan pelatihan. Selain itu pemerintah daerah berkaitan dengan kegiatan
pengelolaan sumber daya air wajib memberikan dukungan dan bekerja samapengelolaan sumber daya air wajib memberikan dukungan dan bekerja sama
untuk menyelenggarakan kegiatan pendampingan dan pelatihan. untuk menyelenggarakan kegiatan pendampingan dan pelatihan.
Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalamMasyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaanproses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan
sumber daya air.sumber daya air.
Pemerintah provinsi mempunyai wewenang dan tanggung jawabPemerintah provinsi mempunyai wewenang dan tanggung jawab
meliputi:meliputi:
1.1. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
2.2. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintasMenetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;kabupaten/kota;
3.3. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungaiMenetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;lintas kabupaten/kota;
4.4. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayahMenetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota; sungai lintas kabupaten/kota;
5.5. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintasMelaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
6.6. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungaipenggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;lintas kabupaten/kota;
7.7. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atasMengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan airpenyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air
tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
8.8. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkatMembentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
9.9. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalamMemfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam
pengelolaan sumber daya air;pengelolaan sumber daya air;
10.10. Membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhanMembantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat atas air;pokok masyarakat atas air;
11.11. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaanMenjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
dandan
12.12. Memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepadaMemberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah kabupaten/kota.pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah kabupaten/kota Wewenang dan tanggung jawab meliputi :Pemerintah kabupaten/kota Wewenang dan tanggung jawab meliputi :
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-32
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
1.1. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya;Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya;
2.2. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungaiMenetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota;dalam satu kabupaten/kota;
3.3. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungaiMenetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingandalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;kabupaten/kota sekitarnya;
4.4. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayahMenetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;sungai dalam satu kabupaten/kota;
5.5. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalamMelaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingansatu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;kabupaten/kota sekitarnya;
6.6. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan air tanah dipenggunaan, dan pengusahaan air tanah diwilayahnya serta sumber dayawilayahnya serta sumber daya
air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
7.7. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkatMembentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satukabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota;kabupaten/kota;
8.8. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakatMemenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat
di wilayahnya; dan di wilayahnya; dan
9.9. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaanMenjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satupengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.kabupaten/kota.
Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain meliputi:Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain meliputi:
1.1. Mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan olehMengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh
masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya denganmasyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;
2.2. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaanMenjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;
3.3. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas airMemenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air
sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dansesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan
4.4. Memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaanMemperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan
sumber daya air di wilayahnya.sumber daya air di wilayahnya.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-33
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
Walaupun UU SDA tidak secara spesifik menyebutkan bentuk tertentuWalaupun UU SDA tidak secara spesifik menyebutkan bentuk tertentu
dari lembaga/badan pengelola itu harus berupa apa. Hal ini dikemukakandari lembaga/badan pengelola itu harus berupa apa. Hal ini dikemukakan
mengingat banyaknya tugas pengelolaan sumber daya air yang tersebar dimengingat banyaknya tugas pengelolaan sumber daya air yang tersebar di
berbagai Institusi seperti: Balai PSDA, PIPWS, Dinas PU/Kimpraswilberbagai Institusi seperti: Balai PSDA, PIPWS, Dinas PU/Kimpraswil
Kabupaten/Kota dan lain-lain. Untuk itu keadaan tersebut perlu ditata ulang,Kabupaten/Kota dan lain-lain. Untuk itu keadaan tersebut perlu ditata ulang,
sehingga tidak terlalu banyak lembaga pada wilayah kerja yang samasehingga tidak terlalu banyak lembaga pada wilayah kerja yang sama
menangani obyek kerja yang sama pula. Pembagian tugas diantara Instansimenangani obyek kerja yang sama pula. Pembagian tugas diantara Instansi
diatas harus diatur, sehingga jelas “siapa” berbuat apa.diatas harus diatur, sehingga jelas “siapa” berbuat apa.
Kelembagaan pengelola DAS Siak harus mampu menjadi lembaga yangKelembagaan pengelola DAS Siak harus mampu menjadi lembaga yang
kuat sebagai “pengawal” Rencana Induk yang akan dibuat setelah diarahkankuat sebagai “pengawal” Rencana Induk yang akan dibuat setelah diarahkan
dalam pola pengelolaan ini . dalam pola pengelolaan ini .
Adapun yang merupakan fungsi pengelolaan DAS pada kelembaganAdapun yang merupakan fungsi pengelolaan DAS pada kelembagan
pengelola DAS SIAK adalah pelaksanaan tugas pokok yang komplementerpengelola DAS SIAK adalah pelaksanaan tugas pokok yang komplementer
dengan fungsi-fungsi pengelolaan teknis/operasional pada instansi-instansidengan fungsi-fungsi pengelolaan teknis/operasional pada instansi-instansi
yang selama ini sudah ada. Dimaksudkan dengan tugas-tugas pokokyang selama ini sudah ada. Dimaksudkan dengan tugas-tugas pokok
kelembagaan pengelola DAS SIAK adalah :kelembagaan pengelola DAS SIAK adalah :
a.a. Menyusun rencana pengelolaan DAS yang menyeluruh dan terpadu.Menyusun rencana pengelolaan DAS yang menyeluruh dan terpadu.
b.b. Mengembangkan dan menyelenggarakan suatu proses perencanaanMengembangkan dan menyelenggarakan suatu proses perencanaan
terpadu yang meliputi semua pihak terkait.terpadu yang meliputi semua pihak terkait.
c.c. Menyelenggarakan konsultasi dengan Dewan SDA.Menyelenggarakan konsultasi dengan Dewan SDA.
d.d. Menyelenggarakan koordinasi sehari-hari sepanjang dan diantara semuaMenyelenggarakan koordinasi sehari-hari sepanjang dan diantara semua
tahap-tahap proses pembangunan (dari persiapan melalui perencanaan,tahap-tahap proses pembangunan (dari persiapan melalui perencanaan,
konsultasi, pemrograman, pelaksanaan dan OP, sampai evaluasi);konsultasi, pemrograman, pelaksanaan dan OP, sampai evaluasi);
e.e. Mengembangkan dan menyelenggarakan suatu struktur pemeriksaan danMengembangkan dan menyelenggarakan suatu struktur pemeriksaan dan
pelaporan untuk mengawasi pelaksanaan rencana seperti dilakukan olehpelaporan untuk mengawasi pelaksanaan rencana seperti dilakukan oleh
instansi-instansi di semua tingkat pemerintahan dan jurisdiksi (termasukinstansi-instansi di semua tingkat pemerintahan dan jurisdiksi (termasuk
pengaturan kegiatan sector swasta);pengaturan kegiatan sector swasta);
f.f. Menyiapkan materi koordinasi pelaksanaan semua program-programMenyiapkan materi koordinasi pelaksanaan semua program-program
pembangunan yang diusulkan oleh instansi-instansi daerah denganpembangunan yang diusulkan oleh instansi-instansi daerah dengan
berpedoman pada Rencana Induk PSDA.berpedoman pada Rencana Induk PSDA.
g.g. Merekomendasikan sanksi administratip (misalnya tentang pembiayaanMerekomendasikan sanksi administratip (misalnya tentang pembiayaan
kegiatan dalam sektor lain) yang dapat diberikan kepada instansi/daerahkegiatan dalam sektor lain) yang dapat diberikan kepada instansi/daerah
atas kegiatan yang tidak sesuai dengan Rencana Induk PSDA (termasukatas kegiatan yang tidak sesuai dengan Rencana Induk PSDA (termasuk
kegiatan di sektor-sektor di luar sektor air, tetapi yang berpengaruh padakegiatan di sektor-sektor di luar sektor air, tetapi yang berpengaruh pada
SDA);SDA);
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-34
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
h.h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Rencana Induk, danMemantau dan mengevaluasi pelaksanaan Rencana Induk, dan
menyelenggarakan pemutakhiran data secara berkala.menyelenggarakan pemutakhiran data secara berkala.
i.i. Melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan.Melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan.
b.b. Kondisi Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat Kondisi Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat
Dalam hal pengelolaan sumberdaya air selama ini masyarakat di sekitarDalam hal pengelolaan sumberdaya air selama ini masyarakat di sekitar
DAS Siak sebagian besar masih pada tahap memanfaatkan atauDAS Siak sebagian besar masih pada tahap memanfaatkan atau
mendayagunakan sumberdaya air untuk kepentingannya. Sedangkanmendayagunakan sumberdaya air untuk kepentingannya. Sedangkan
pengelolaan dalam konteks pengendalian banjir, pengendalian daya rusakpengelolaan dalam konteks pengendalian banjir, pengendalian daya rusak
masih belum banyak melibatkan masyarakat. masih belum banyak melibatkan masyarakat.
Sebagaimana peran masyarakat, peran dunia usaha yang ada di sekitarSebagaimana peran masyarakat, peran dunia usaha yang ada di sekitar
DAS Siak dalam hal pengelolaan sumberdaya air, berdasarkan pengamatanDAS Siak dalam hal pengelolaan sumberdaya air, berdasarkan pengamatan
masih terbatas pada pemanfaatan.masih terbatas pada pemanfaatan.
Dalam hal peran dan tanggung jawab pemerintah di beberapa aspek
pengelolaan dinilai masih belum menunjukkan koordinasi yang baik. Dalam hal
pengendalian dampak lingkungan masih bersifat parsial, misalnya permasalahan
erosi (kuantitas air), pengendalian kualitas oleh lembaga pengendali dampak
lingkungan, pengendalian catchment area oleh Kehutanan dinilai masih belum
sinergi. Selain itu terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan pengelolaan DAS.
Misalnya dengan adanya kegiatan yang seharusnya dilaksanakan secara
berurutan, tetapi dilaksanakan bersamaan, sehingga hasinya tidak sinkron.
Kurangnya dukungan pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Masih
terbatasnya database SDA.
7.4.3. Arahan strategi peran serta masyarakat dan dunia usaha7.4.3. Arahan strategi peran serta masyarakat dan dunia usaha
Dari tinjauan tentang kondisi kelembagaan dan sosial masyarakat,Dari tinjauan tentang kondisi kelembagaan dan sosial masyarakat,
maka dapat disusun arahan strategi sebagai berikut :maka dapat disusun arahan strategi sebagai berikut :
1.1. Memfungsikan peran Dewan SDA Provinsi Riau Memfungsikan peran Dewan SDA Provinsi Riau
2.2. Peningkatan peran ekonomi masyarakat sekitar hutan dan sepadan sungaiPeningkatan peran ekonomi masyarakat sekitar hutan dan sepadan sungai
3.3. Peningkatan peran serta masyarakat (LSM) dalam menjaga dan memliharaPeningkatan peran serta masyarakat (LSM) dalam menjaga dan memlihara
kelestarian sumberdaya air dan lingkungan hidup.kelestarian sumberdaya air dan lingkungan hidup.
4.4. Penegakan hukum dalam pengelolaan kualitas sumberdaya air danPenegakan hukum dalam pengelolaan kualitas sumberdaya air dan
lingkungan hidup.lingkungan hidup.
5.5. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen dan Sistem PendukungPengembangan Sistem Informasi Manajemen dan Sistem Pendukung
Keputusan (Decision Support System) DAS Siak Keputusan (Decision Support System) DAS Siak
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-35
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
6.6. Pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan DAS Siak untukPembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan DAS Siak untuk
mengembangkan dan menyelenggarakan suatu proses perencanaanmengembangkan dan menyelenggarakan suatu proses perencanaan
terpadu.terpadu.
7.5. Sistem Informasi Sumber Daya Air
Dalam pengelolaan sumber daya air diperlukan adanya ketersediaan,
inventarisasi, keterbukaan dan sistem informasi data untuk mendukung
pengelolaan sumber daya air. Informasi sumber daya air tersebut meliputi
informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis,
kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya
air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial
ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.
Mengingat informasi sumber daya air dikelola oleh banyak pihak dan
tersebar keberadaannya, seperti data curah hujan yang dikelola oleh Dinas
Pertanian, Dinas Kehutanan, BP DAS Rokan Indragiri, dan Dinas Kimpraswil
maka diperlukan adanya jaringan informasi sumber daya air. Dalam jaringan
sumber daya air tersebut, data dan informasi harus dapat diakses oleh
berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.
Untuk itu arahan strategis dalam peningkatan ketersediaan,
keterbukaan data dan informasi sumber daya air adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemasangan peralatan jaringan hidrologi, hidrometeorologi, dan
hidrogeologi secara representative pada setiap subDAS, seperti di subDAS
Mandau.
b. Peningkatan pengelolaan data dengan menyusun database dan sistem
informasi dengan standard kompatibilitas yang sama yang dapat
menyajikan data dan informasi yang akurat, benar dan tepat waktu.
c. Pemerintah Provinsi Riau hendaknya membentuk unit pelaksana teknis
untuk menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumber daya air di
DAS Siak.
d. Seluruh instansi pemerintah daerah, badan hukum, organisasi, dan
lembaga serta perseorangan yang melaksanakan kegiatan berkaitan
dengan sumber daya air di DAS Siak harus menyampaikan laporan hasil
kegiatannya kepada instansi pemerintah daerah yang bertanggung jawab
di bidang sumber daya air.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-36
LAPORAN AKHIRPola Pengelolaan Sungai dan Pesisir Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
e. Pemerintah daerah dan pengelola sumber daya air, sesuai dengan
kewenangannya, menyediakan informasi sumber daya air bagi semua
pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
VII-37