Arah Kebijakan Perbankan 2011
Transcript of Arah Kebijakan Perbankan 2011
Penerbit:
Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta
Indonesia
Informasi dan Order:
LPP ini terbit setahun sekali dan didasarkan pada data akhir tahun sebelumnya, kecuali dinyatakan lain. Dokumen LPP lengkap dalam format Pdf tersedia dalam website Bank Indonesia: http://www.bi.go.id
Bank Indonesia
Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta, Indonesia - 10350
Telepon : (+62-21) 2310108, ext.4798, 4794, 8623 dan 7725
Fax : (+62-21) 3518946 dan 3518629
Email : [email protected]
Laporan Pengawasan Perbankan (LPP) ini merupakan bagian dari transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia kepada publik dalam melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi Bank, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang.
Laporan Pengawasan Perbankan2011
LPP
Banking Supervision Report 2010iv
Kata Pengantar
Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
BI MissionTo achieve and maintain rupiah stability by maintaining monetary stability and by
promoting financial system stability for Indonesia’s long term sustainable development.
BI VisionTo be recognized, domestically and internationally, as a credible central bank
through the strength of our values and achievement of low, stable rates of inflation.
Strategic Values of Bank IndonesiaCompetency - Integrity - Transparency - Accountability - Cohesiveness.
Visi:“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional
maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta
pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”
Misi:“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan
kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk
pembangunan jangka panjang yang berkesinambungan”
Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia:“Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk
bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi,
Akuntabilitas dan Kebersamaan”
Halaman ini sengaja dikosongkan
v
Kata Pengantar
Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya Laporan
Pengawasan Perbankan (LPP) 2011 dapat diselesaikan dan dipublikasikan. Publikasi LPP ini merupakan salah
satu wujud transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia kepada publik dalam pelaksanaan tugas mengatur dan
mengawasi bank sesuai UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU
No.6 tahun 2009. LPP ini mencakup seluruh jenis bank di Indonesia yaitu bank umum konvensional, bank syariah
dan bank perkreditan rakyat (BPR).
LPP ini antara lain memuat berbagai informasi tentang perkembangan jumlah bank dan kantor bank, serta
beberapa indikator/rasio utama perbankan pada tahun 2011 yang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
LPP juga menjelaskan tentang arah kebijakan perbankan tahun 2011, serta regulasi dan kebijakan perbankan
yang dikeluarkan selama tahun tersebut. Selain itu, LPP juga melaporkan proses pengawasan bank yang telah
dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun 2011, serta hasil dan tindak lanjut yang akan dilakukan kedepan.
Selanjutnya, dilaporkan juga perkembangan dari beberapa hal yang terkait dengan proses pengawasan bank
antara lain pengembangan sistem informasi, serta investigasi dan mediasi perbankan. Pada bagian akhir, disajikan
analisis tentang prospek dan arah kebijakan perbankan pada tahun 2012 yang diarahkan untuk meningkatkan
daya saing, memperkuat ketahanan dan mendorong intermediasi perbankan.
Salah satu hasil penting pelaksanaan pengawasan perbankan adalah tetap terjaganya kinerja perbankan
pada tahun 2011. Secara umum, pertumbuhan DPK cukup tinggi dan sebagian besar digunakan untuk membiayai
penyaluran kredit. Sementara itu, kualitas kredit tetap terkendali dengan NPL yang cukup rendah. Sejalan dengan
hal tersebut, profitabilitas tercatat cukup tinggi sehingga dapat mendukung permodalan bank. Namun demikian,
selama tahun 2011 terdapat beberapa kejadian yang cukup mendapat perhatian dari masyarakat antara lain fraud
di bidang layanan nasabah prima, kesalahan prosedur penagihan kartu kredit, serta penipuan melalui SMS yang
menggunakan rekening bank. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Bank Indonesia bersama-sama dengan
perbankan telah melakukan berbagai tindakan untuk menyelesaikan permasalahan di bank, mengembalikan
kepercayaan nasabah, serta mencegah terulangnya permasalahan yang sama di masa depan.
Sebagai penutup, kami berharap LPP 2011 ini dapat berfungsi sebagai media dalam mengkomunikasikan
kepada stakeholders mengenai hal-hal yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 dalam hal
pengaturan dan pengawasan bank, serta arah kebijakan perbankan kedepan. Saran dan kritik dalam rangka
penyempurnaan LPP dapat disampaikan dan didiskusikan kepada kami, sehingga LPP dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Jakarta, 02 Mei 2012
DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIAI
IA
Muliaman D. Hadad
Kata Pengantar
Halaman ini sengaja dikosongkan
vii
Daftar Isi
Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar ........... ........................................................................................ v
Daftar Isi ........... .................................................................................................. vii Daftar Tabel .......... .............................................................................................................................. ix Daftar Grafik .......... ............................................................................................................................. x
Ringkasan Eksekutif ............................................................................................. 1
Bab I Struktur dan Kinerja Perbankan 2011 .......................................................... 7 Perkembangan Struktur Perbankan .................................................................................................... 9 Bank Umum ................................................................................................................................. 9 Perbankan Syariah ....................................................................................................................... 12 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ..................................................................................................... 12 Perkembangan Kinerja Perbankan ...................................................................................................... 14 Bank Umum .................................................................................................................................. 15 Perbankan Syariah ....................................................................................................................... 19 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ..................................................................................................... 25 Boks 1.1 Perkembangan Kredit UMKM dan KUR .................................................................... 28
Bab II Kebijakan dan Regulasi Perbankan 2011 .................................................... 33 Arah Kebijakan Perbankan 2011 ......................................................................................................... 35
Bank Umum Konvensional ........................................................................................................... 35 Perbankan Syariah ....................................................................................................................... 35 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ..................................................................................................... 37 Regulasi Perbankan 2011 .................................................................................................................... 38 Bank Umum Konvensional ........................................................................................................... 38 Perbankan Syariah ....................................................................................................................... 42 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ..................................................................................................... 44 Koordinasi dan Peran Aktif Bank Indonesia dengan Stakeholders ................................................ 47 Boks 2.1 Program Edukasi Masyarakat ................................................................................... 53 Boks 2.2 Kebijakan Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) ......................... 55 Boks 2.3 Kebijakan GWM LDR ................................................................................................. 59 Boks 2.4 Model Bisnis BPR ...................................................................................................... 61
Bab III Pelaksanaan dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank 2011 ............................ 63 Bank Umum Konvensional ................................................................................................................. 65 Perbankan Syariah .............................................................................................................................. 67 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ........................................................................................................... 69 Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit And Proper Test) ......................................................................... 71 Bank Umum Konvensional ........................................................................................................... 71 Perbankan Syariah ....................................................................................................................... 72 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ..................................................................................................... 72 Sistem Informasi Perbankan (SIP) ....................................................................................................... 72 Investigasi Perbankan ......................................................................................................................... 73 Mediasi Perbankan .............................................................................................................................. 74
Daftar Isi
Laporan Pengawasan Perbankan 2011viii
Daftar Isi
Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Boks 3.1 Penguatan Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko (Risk Based Bank Rating) ................. 78 Boks 3.2 Penanganan Fraud Nasabah Prima dan Kasus Penagihan Kartu Kredit .......................... 80
Bab IV Prospek dan Arah Kebijakan Perbankan 2012 ........................................... 83 Tantangan dan Prospek ...................................................................................................................... 85 Arah Kebijakan Perbankan 2012 ......................................................................................................... 86 Bank Umum Konvensional ........................................................................................................... 86 Perbankan Syariah ....................................................................................................................... 86 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ..................................................................................................... 89
ix
Daftar Isi
Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Table 1.1 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank ........................................................................... 9Table 1.2 Jumlah Bank Berdasarkan Modal Inti ......................................................................................... 10Tabel 1.3 BPRS Baru pada Tahun 2011 ....................................................................................................... 12Tabel 1.4 Perkembangan Jaringan Kantor Bank Syariah ............................................................................. 12Tabel 1.5 Perkembangan Jaringan Kantor BPR Konvensional..................................................................... 12Tabel 1.6 Perkembangan Penyebaran BPR ................................................................................................. 13Tabel 1.7 Perkembangan Merger dan Konsolidasi Industri BPR ................................................................. 13Tabel 1.8 Data Perizinan Tahun 2011 ......................................................................................................... 14Tabel 1.9 Perkembangan Jumlah BPR Berdasarkan Bentuk Badan Hukum ............................................... 14Tabel 1.10 Indikator Utama Bank Umum .................................................................................................... 15Tabel 1.11 Indikator Utama Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ................................................. 20Tabel 1.12 Indikator Utama BPRS ................................................................................................................. 23Tabel 1.13 Kredit Berdasarkan Jenis Usaha dan Penggunaan ...................................................................... 26Tabel 1.14 Indikator Utama BPR .................................................................................................................. 26
Tabel 2.1 Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan (%) .................................................... 57Tabel 2.2 LDR Bank Umum Konvensional ................................................................................................... 60
Tabel 3.1 Perkembangan Uji Kemampuan dan Kepatutan Bank Umum Konvensional .............................. 71Tabel 3.2 Statistik Investigasi Tipibank Tahun 2011 ................................................................................... 73Tabel 3.3 Pemenuhan Pemberian Keterangan Saksi dan Ahli BI ................................................................ 75Tabel 3.4 Jumlah Sengketa yang Diterima Bank Indonesia ........................................................................ 76
Daftar Tabel
Laporan Pengawasan Perbankan 2011x
Daftar Isi
Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Grafik 1.1 Komposisi Jumlah Bank per Kelompok Bank Tahun 2011 ......................................................... 11Grafik 1.2 Perkembangan Jumlah Bank ..................................................................................................... 11Grafik 1.3 Total Aset Berdasarkan Kelompok Bank .................................................................................... 11Grafik 1.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank Tahun 2011 ....................................................... 11Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit, DPK dan LDR ........................................................................................... 15Grafik 1.6 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan .............................................................................. 16Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Per Sektor Ekonomi ................................................................................. 16Grafik 1.8 Perkembangan NPL ................................................................................................................... 17Grafik 1.9 Pertumbuhan DPK Per Komponen ............................................................................................ 18Grafik 1.10 Pangsa Komponen DPK Tahun 2011 ........................................................................................ 18Grafik 1.11 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit dan Deposito Rupiah Bank Umum .................... 19Grafik 1.12 Kredit Per Sektor Ekonomi BUS dan UUS Tahun 2011 .............................................................. 21Grafik 1.13 Pendapatan, Biaya dan Efisiensi ................................................................................................ 22Grafik 1.14 Profitabilitas Perbankan Syariah ............................................................................................... 22Grafik 1.15 Komposisi Pembiayaan BPRS Tahun 2011 ................................................................................. 24Grafik 1.16 Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan Tahun 2011 ......................................................... 24Grafik 1.17 Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2011 ............................................................ 24Grafik 1.18 Perkembangan Total Aset, Kredit dan DPK ................................................................................ 25Grafik 1.19 Pertumbuhan Kredit dan DPK ................................................................................................... 25Grafik 1.20 Perkembangan Suku Bunga ....................................................................................................... 27Grafik 1.21 Realisasi Penyaluran KUR .......................................................................................................... 29Grafik 1.22 Penyaluran KUR per Sektor Ekonomi ........................................................................................ 30Grafik 1.23 Non Performing Loan (NPL) dan Non Performing Guarantee (NPG) ......................................... 31
Grafik 3.1 Kasus Tipibank Berdasarkan Jenis Tahun 2011 ......................................................................... 74Grafik 3.2 Perkembangan Penanganan Kasus Tipibank (1999-2011) ........................................................ 74
Daftar Grafik
Ringkasan Eksekutif
Laporan Pengawasan Perbankan 20112
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Halaman Ini sengaja dikosongkan
3
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Struktur dan kinerja perbankan selama tahun 2011 menunjukkan perkembangan yang positif. Seiring
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,5% pada tahun 2011, sektor perbankan terus melakukan
ekspansi usaha melalui pembukaan kantor di berbagai wilayah Indonesia. Jumlah bank umum konvensional pada
akhir tahun 2011 sebanyak 109 bank. Sementara itu, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah pada tahun 2011 meningkat seiring dengan beroperasinya sejumlah bank baru baik dalam bentuk
Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional maupun dalam bentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS). Jumlah UUS menjadi 24 dan Bank Umum Syariah (BUS) sebanyak 11. Sedangkan jumlah BPRS menjadi
155. Selain itu, jumlah kantor dan jangkauan pelayanan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terus meningkat. Jumlah
kantor cabang BPR di tahun 2011 menjadi 1.223 kantor, dan jumlah kantor kas menjadi 1.280 kantor.
Pada tahun 2011, kinerja perbankan menunjukkan perkembangan yang positif. Kondisi keuangan global
yang belum membaik seiring krisis utang di Eropa dan melemahnya perekonomian AS tampaknya tidak
memberikan dampak yang signifikan bagi perbankan Indonesia. Sejalan dengan itu, DPK perbankan tumbuh
cukup tinggi dan sebagian besar digunakan untuk membiayai pertumbuhan kredit. Ekspansi kredit tetap dilakukan
dengan memperhatikan koridor prudential yang berlaku sehingga rasio kredit bermasalah terkendali pada level
yang rendah. Selain itu, kondisi permodalan bank juga tetap terjaga karena didukung profitabilitas yang tinggi.
Kebijakan dan regulasi perbankan yang ditetapkan pada tahun 2011 merupakan suatu landasan untuk
meningkatkan dan memperkuat pelaksanaan fungsi pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. Regulasi
bank umum konvensional ditujukan untuk mendorong fungsi intermediasi, meningkatkan ketahanan perbankan,
serta penguatan fungsi pengawasan dan makroprudensial. Sementara itu, pengaturan perbankan syariah
dilakukan dalam rangka harmonisasi ketentuan dengan perbankan konvensional, serta relaksasi ketentuan
dan pelaksanaan amanah UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberikan tugas kepada Bank
Indonesia selaku regulator industri perbankan untuk mempersiapkan perbankan berdasarkan prinsip syariah.
Selanjutnya, regulasi BPR diarahkan untuk memperkuat struktur permodalan dan infrastruktur pendukung, serta
meningkatkan kualitas pengawasan dan kompentensi pengawas.
Selama tahun 2011, Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam ketentuan baik untuk bank
umum konvensional, perbankan syariah maupun BPR. Ketentuan yang dikeluarkan dapat berupa ketentuan
baru, penyempurnaan ketentuan yang sudah ada dan/atau mencabut ketentuan sebelumnya. Secara umum
pengaturan yang dikeluarkan ditujukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan sektor
riil, meningkatkan perlindungan nasabah, meningkatkan fungsi pengawasan perbankan, pemenuhan standar
pengawasan internasional, mendukung perkembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta
ketentuan lainnya yang bersifat kelembagaan maupun prudential. Khusus kebijakan UMKM, Bank Indonesia
telah melakukan berbagai upaya antara lain penelitian yang merupakan dasar kebijakan untuk mendorong
pengembangan UMKM dan akselerasi kredit UMKM (research-based policy), pelatihan atau pemberian bantuan
teknis yang bertujuan untuk meningkatkan elijibilitas dan kapabilitas UMKM, meningkatkan expertise perbankan
tentang UMKM, penyediaan dan pengkinian informasi melalui pengembangan INFOUMKM dalam website Bank
Indonesia, serta memfasilitasi pembentukan dan/atau penguatan lembaga penunjang (antara lain pendirian
perusahaan penjaminan kredit daerah) dan pemeringkatan kredit UMKM.
Laporan Pengawasan Perbankan 20114
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
Sepanjang tahun 2011, pengawasan perbankan fokus pada 3 pilar yakni mendorong fungsi intermediasi
perbankan, meningkatkan ketahanan perbankan, dan memperkuat fungsi pengawasan baik untuk bank
umum konvensional, perbankan syariah maupun BPR. Dalam mengawasi bank, Bank Indonesia menggunakan
pendekatan pengawasan bank berdasarkan risiko. Pendekatan ini menggunakan strategi dan metodologi
berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank mendeteksi risiko yang signifikan pada aktivitas bisnis
bank yang diawasinya secara dini, serta mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu. Untuk
mempertajam kualitas pengawasan (quality assurance) sehingga efektivitas pengawasan bank dapat terus
ditingkatkan, maka quality assurance dilakukan untuk menjamin agar input, proses, dan output pelaksanaan
pengawasan bank berdasarkan risiko telah memenuhi standar kualitas. Dari beberapa aspek yang dinilai, antara
lain tingkat kesehatan, profil risiko, good corporate governance (GCG), pelaksanaan anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT), serta status pengawasan bank, secara umum perbankan Indonesia
menunjukkan perkembangan yang positif dibandingkan tahun 2010.
Sebagai bagian dari proses pengawasan bank, dalam rangka mendorong terciptanya sistem perbankan
yang sehat, melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, diperlukan pelaksanaan good corporate governance di industri perbankan. Untuk
mewujudkan good corporate governance tersebut, industri perbankan perlu dimiliki dan dikelola oleh pihak-
pihak yang senantiasa memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan. Oleh karena itu sebagai first line of
defense, Bank Indonesia melaksanakan seleksi dalam bentuk uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test)
terhadap calon dewan komisaris, direksi, dan pemegang saham pengendali (PSP). Fit and proper test tersebut
dilakukan baik untuk new entry maupun existing.
Selain dari sisi kebijakan, ketentuan dan proses pengawasan, sistem informasi sebagai pendukung proses
pengawasan juga menjadi perhatian Bank Indonesia. Bank Indonesia telah mengembangkan Sistem Informasi
Perbankan (SIP) sebagai pengganti SIM-SPBI (Sistem Informasi Manajemen Sektor Perbankan Bank Indonesia)
untuk memenuhi kebutuhan sektor perbankan terhadap perbaikan kualitas informasi terutama dengan adanya
implementasi ketentuan baru. Aspek penting lainnya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses
pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah investigasi dan mediasi perbankan. Bank Indonesia
menyadari bahwa seiring dengan kemajuan industri perbankan maka peluang, kualitas dan kompleksitas
penyimpangan di bidang perbankan juga berpotensi mengalami peningkatan. Dengan kondisi tersebut, upaya
untuk meningkatkan kepatuhan bank terhadap ketentuan dan perundangan yang berlaku menjadi hal yang
penting dalam rangka melindungi dana masyarakat, serta mencegah timbulnya permasalahan struktural di sistem
perbankan yang dapat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Sementara itu, dalam rangka memberikan
perlindungan kepada konsumen perbankan, Bank Indonesia telah melaksanakan fungsi mediasi perbankan sejak
tahun 2006. Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan merupakan tindak lanjut dari proses pengaduan
nasabah yang telah diupayakan penyelesaiannya antara nasabah dengan bank namun belum ada penyelesaian.
Mediasi perbankan juga ditujukan untuk mempermudah nasabah kecil dalam mengakses upaya penyelesaian
sengketa dengan bank melalui metode yang sederhana, murah dan cepat.
Memasuki tahun 2012, cukup banyak tantangan yang dihadapi oleh sektor perbankan Indonesia kedepan.
Dari sisi eksternal, tantangan terbesar terkait dengan risiko lambatnya pemulihan ekonomi global. Sementara itu,
dari sisi internal, kontribusi perbankan dalam pembangunan ekonomi nasional masih sub-optimal. Pertumbuhan
5
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanStruktur dan Kinerja Perbankan
aset industri perbankan tidak diikuti secara seimbang dengan peningkatan kontribusinya bagi perekonomian,
antara lain karena terdapat bagian dari aset perbankan yang dari perspektif makro tidak produktif, yaitu dalam
bentuk ekses likuiditas yang ditempatkan dalam instrumen moneter dan Surat Bendahara Negara (SBN). Selain
itu, tingkat efisiensi industri perbankan juga masih relatif rendah. Hal-hal ini tampaknya berkontribusi terhadap
penetapan suku bunga kredit perbankan yang relatif tinggi. Oleh karena itu, kebijakan perbankan ke depan
tetap perlu diarahkan untuk meningkatkan daya saing perbankan, memperkuat ketahanan perbankan, serta
mendorong intermediasi perbankan.
Halaman Ini sengaja dikosongkan
Bab IStruktur dan KinerjaPerbankan 2011
Laporan Pengawasan Perbankan 20118
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Halaman Ini sengaja dikosongkan
9
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Perkembangan Struktur PerbankanSeiring dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,5% pada tahun 2011, perbankan
Indonesia juga terus memperkuat posisinya sebagai salah satu elemen penting sistem keuangan Indonesia
dengan melakukan ekspansi usaha melalui pembukaan kantor di berbagai pelosok Indonesia. Tercatat hampir
1000 unit kantor baru meliputi Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas bertumbuh di tahun
2011 yang terutama didominasi oleh Bank Umum Swasta Nasional Devisa sebagai salah satu kelompok bank
yang cukup agresif dalam melakukan pengembangan jaringannya.
Table 1.1 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank
Bank Persero Jumlah Bank 4 4 4 Jumlah Kantor 3854 4189 4362
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) - Devisa Jumlah Bank 34 36 36 Jumlah Kantor 6181 6608 7209
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) - Non Devisa Jumlah Bank 31 31 30 Jumlah Kantor 976 1131 1288
BPD Jumlah Bank 26 26 26 Jumlah Kantor 1358 1413 1472
Bank Campuran Jumlah Bank 16 15 14 Jumlah Kantor 238 263 260
Bank Asing Jumlah Bank 10 10 10 Jumlah Kantor 230 233 206
Total Jumlah Bank 121 122 120 Jumlah Kantor 12837 13837 14797
Jumlah Bank Umum Konvensional 115 111 109Jumlah Bank Umum Syariah 6 11 11
Kelompok Bank 2009 2010 2011
Bank Umum1
Jumlah bank umum konvensional sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 109 bank dari sebelumnya 111
bank (2010). Hal ini disebabkan adanya merger dan pencabutan izin usaha bank sebagai berikut:
1. Merger antara PT. Bank OCBC NISP dan PT. Bank OCBC Indonesia, menjadi PT. Bank OCBC NISP Tbk. Izin
1) Bank umum disini adalah Bank Umum Konvensional dan Bank Syariah
Laporan Pengawasan Perbankan 201110
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
merger sesuai Surat keputusan Gubernur Bank Indonesia No.12/86/KEP.GBI/2010 pada tanggal 22 Desember 2010, sedangkan pelaksanaan merger dilakukan pada tahun 2011.
2. Pencabutan Izin Usaha PT. Bank Barclays Indonesia melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.13/48/KEP.GBI/2011 tanggal 7 Juli 2011.
Selain itu, terdapat beberapa perubahan nama bank sepanjang tahun 2011 sebagai berikut:
1. Perubahan penggunaan izin usaha atas nama kantor cabang ABN Amro Bank N.V. menjadi izin usaha atas nama kantor cabang The Royal Bank of Scotland N.V. melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.13/15/KEP.GBI/2011 tanggal 22 Februari 2011.
2. Perubahan penggunaan izin usaha atas nama PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan menjadi izin usaha atas nama PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.13/32/KEP.GBI/2011 tanggal 10 Mei 2011.
3. Perubahan penggunaan izin usaha atas nama PT. Bank UOB Buana menjadi izin usaha atas nama PT. Bank UOB Indonesia melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.13/34/KEP.GBI/2011 tanggal 19 Mei 2011.
4. Perubahan penggunaan izin usaha atas nama PT. Bank Swadesi, Tbk. menjadi izin usaha atas nama PT. Bank of India Indonesia, Tbk. melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.13/91A/KEP.GBI/2011 tanggal 17 November 2011.
5. Perubahan penggunaan izin usaha atas nama PT. Bank Kesawan menjadi izin usaha atas nama PT. Bank QNB Kesawan melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.13/102/KEP.GBI/2011 tanggal 12 Desember 2011.
6. Perubahan penggunaan izin usaha atas nama PT. ANZ Panin Bank menjadi izin usaha atas nama PT. Bank ANZ Indonesia melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.13/108/KEP.GBI/2011 tanggal 29 Desember
2011.
Pada akhir tahun 2011 terdapat peningkatan jumlah bank untuk kisaran modal inti Rp1 Triliun s.d. Rp10
Triliun yakni sebanyak 4 bank dan 1 bank yang naik ke peringkat atas dengan posisi modal inti > Rp10 Triliun.
Penambahan modal inti ini dilaksanakan melalui penambahan setoran modal dari pemilik bank maupun melalui
akuisisi oleh investor baru.
Table 1.2 Jumlah Bank Berdasarkan Modal Inti
> Rp10 Triliun 8 6,61 8 6,56 9 7,50
Rp 1 T s.d Rp 10 T 33 27,27 40 32,79 44 36,67
Rp100 M s.d < Rp 1 T 69 57,02 74 60,66 67 55,83
< Rp100 M 11 9,09 0 0,00 0 0,00
Jumlah 121 100,00 122 100,00 120 100,00
Modal IntiJumlah bank Jumlah bank Jumlah bank% % %
2009 2010 2011
Dari sisi jumlah bank berdasarkan kelompok, perbankan nasional tidak mengalami banyak perubahan
dibandingkan tahun 2010 karena tidak banyak proses merger maupun perubahan status devisa dan pencabutan
izin selama tahun 2011. Hanya terdapat 1 pencabutan izin usaha bank yang menyebabkan penurunan jumlah
bank pada kelompok BUSN Devisa. Komposisi terbesar masih didominasi oleh BUSN Devisa yakni 30%, diikuti
oleh BUSN Non Devisa sebesar 25%.
11
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Jika dilihat dari sisi komposisi aset perbankan nasional, total aset terbesar masih dikuasai oleh kelompok
BUSN Devisa, disusul oleh kelompok Bank Persero yang walaupun hanya berjumlah 4 bank namun pangsanya
mencapai 36,37% dari total aset perbankan. Secara umum seluruh kelompok bank mengalami kenaikan total
aset dari tahun 2009 sampai dengan akhir tahun 2011.
Bank Persero
BUSN Devisa
BUSN Non Devisa
BPD
Campuran
Asing
22%
25%
12%8%
3%
30%
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
(Juta Rp)
2009 2010 2011
Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non Devisa BPD Bank Campuran Bank Asing
5
10
15
20
25
30
35
40
BankPersero
BUSNDevisa
BUSNNon Devisa
BPD Campuran Asing
Des 2009 Des 2010 Des 2011
Bank Persero
BUSN Devisa
BUSN Non Devisa
BPD
Bank Campuran
Bank Asing
5%7%
31%
40%
3%
8%
Grafik 1.1 Komposisi Jumlah Bank per Kelompok Bank Tahun 2011
Grafik 1.3 Total Aset Berdasarkan Kelompok Bank
Grafik 1.2 Perkembangan Jumlah Bank
Grafik 1.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank Tahun 2011
Perbankan Syariah
Jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pada tahun 2011 meningkat
seiring dengan beroperasinya sejumlah bank baru baik dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank
Umum Konvensional maupun dalam bentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Jumlah UUS bertambah
1 (satu) dari 23 menjadi 24 yaitu UUS BPD Jambi. Sementara itu jumlah Bank Umum Syariah (BUS) tetap sama
seperti tahun lalu yaitu sebanyak 11 BUS. Sedangkan jumlah BPRS bertambah dari 150 BPRS menjadi 155 BPRS.
Penambahan jumlah BPRS tersebut berasal dari 6 izin pendirian usaha baru, 1 izin konversi dari BPR konvensional,
1 penggabungan izin usaha (merger), dan 1 pencabutan izin usaha BPRS. BPRS yang dicabut izin usahanya adalah
BPRS Syarif Hidayatullah di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) Cirebon, sedangkan merger BPRS yaitu
BPRS Berkah Amal Salman ke dalam BPRS Al Salaam Amal Salman.
Laporan Pengawasan Perbankan 201112
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Untuk memperluas jangkauan pelayanan, penambahan jumlah bank syariah juga diikuti dengan penambahan
jaringan kantor bank syariah yakni tercatat meningkat 338 kantor pada tahun 2011. Dari jumlah tersebut, 260
kantor merupakan jaringan kantor baru dari BUS-UUS dan 78 kantor lainnya merupakan jaringan kantor baru
BPRS. Peningkatan jumlah kantor ini sebagian besar dalam bentuk Kantor Cabang Pembantu (KCP). Disamping
jaringan kantor bank syariah, layanan perbankan syariah juga dapat berupa Unit Layanan Syariah yang beroperasi
di 1277 cabang Bank Umum Konvensional.
Nama BPRS Wilayah Operasi
PT. BPRS Way Kanan LampungPT. BPRS Oloan Ummah Sidempuan SibolgaPT. BPRS Dharma Kuwera Solo
PT. BPRS Kota Mojokerto Surabaya
PT. BPRS Mitra Harmoni Kota Bandung Bandung
PT. BPRS Gajahtongga Kotopiliang Padang
PT. BPRS Cahaya Hidup Yogyakarta
Tabel 1.3 BPRS Baru pada Tahun 2011
Kelompok Bank 2009 2010 2011
Bank Umum Syariah (BUS) 6 11 11 Unit Usaha Syariah (UUS) 25 23 24 - Jumlah Kantor BUS dan UUS 998 1477 1737 - Jumlah Layanan Syariah 1929 1277 1277 BPRS 138 150 155 - Jumlah Kantor BPRS 260 286 364
Tabel 1.4 Perkembangan Jaringan Kantor Bank Syariah
Jaringan Kantor 2009 2010 2011
Kantor Pusat 1.733 1.706 1.669 Kantor Cabang 946 1.088 1.223 Kantor Kas 965 1.116 1.280 Total 3.644 3.910 4.172
Tabel 1.5 Perkembangan Jaringan Kantor BPR Konvensional
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Jumlah kantor dan jangkauan pelayanan BPR terus meningkat. Hal ini dapat semakin meningkatkan pelayanan
BPR kepada masyarakat dan sektor usaha mikro dan kecil. Jumlah kantor cabang di tahun 2011 menjadi 1.223
kantor. Sementara jumlah kantor kas menjadi 1.280 kantor.
13
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Pendirian BPR baru di luar pulau Jawa dan Bali juga semakin meningkat. Bank Indonesia terus berupaya
mendorong penyebaran BPR di seluruh pelosok Indonesia secara merata, terutama di luar wilayah Jawa dan
Bali. Upaya tersebut dilakukan dengan cara memberlakukan perbedaan persyaratan modal disetor yang lebih
rendah dibandingkan dengan di wilayah Jawa dan Bali. Hal ini bertujuan agar masyarakat di seluruh pelosok
Indonesia, khususnya sektor usaha mikro, kecil dan menengah dapat merasakan manfaat pelayanan BPR.
Dari 25 unit pendirian BPR baru, 23 BPR berlokasi di luar Jawa dan Bali. Merger 23 BPR yang berlokasi
di Jawa dan Bali merupakan salah satu penyebab jumlah BPR di Jawa dan Bali menjadi berkurang. Sementara
itu, selama tahun 2011 Bank Indonesia mencabut izin usaha 14 BPR yang terdiri dari 10 BPR di Jawa dan Bali,
serta 4 BPR di luar Jawa dan Bali.
Lokasi BPR2009 2010 2011
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Jawa-Bali 1.294 74,7 1.264 74,1 1.208 72,4 Luar Jawa - Bali 439 25,3 442 25,9 461 27,6 Total 1.733 100 1.706 100 1.669 100
Tabel 1.6 Perkembangan Penyebaran BPR
Bentuk Badan Hukum2009 2010 2011
Dari Menjadi Dari Menjadi Dari Menjadi
Perseroan Terbatas 52 6 26 4 2 1 Perusahaan Daerah 23 4 5 1 53 6 Koperasi - - - - - - Total 75 10 31 5 55 7
Tabel 1.7 Perkembangan Merger dan Konsolidasi Industri BPR
Kebijakan penguatan struktur industri BPR antara lain dilakukan dengan mendorong merger
(penggabungan 2 BPR atau lebih dengan mempertahankan berdirinya salah satu BPR) dan konsolidasi
(penggabungan 2 BPR atau lebih dengan mendirikan BPR baru). Selama tahun 2011 terdapat merger dan
konsolidasi sebanyak 55 BPR menjadi 7 BPR. Dari 55 BPR tersebut 53 BPR merupakan BPR milik Pemerintah
Daerah yang berbadan hukum Perusahaan Daerah (PD) dengan rincian 21 BPR melakukan merger menjadi 3
BPR, dan 32 BPR melakukan konsolidasi menjadi 3 BPR. Selain itu terdapat 2 BPR yang merupakan BPR milik
swasta yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang melakukan merger menjadi 1 BPR.
Laporan Pengawasan Perbankan 201114
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Saat ini jumlah BPR yang berbadan hukum PT semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan kebijakan Bank
Indonesia untuk mendorong pendirian BPR berbadan hukum PT. Bentuk badan hukum PT merupakan bentuk
badan hukum yang ideal bagi industri perbankan dibandingkan bentuk badan hukum lainnya yakni PD dan
Koperasi. Dalam konteks industri BPR, bentuk badan hukum mencerminkan komposisi kepemilikan BPR. BPR
dengan badan hukum PD berarti BPR tersebut dimiliki oleh pemerintah daerah. Sedangkan BPR dengan badan
hukum PT berarti sebagian atau seluruh saham dimiliki oleh pihak swasta.
Pemberian Izin
Wilayah IzinPrinsip
IzinUsaha
Merger/Menjadi
Dari Menjadi
Jabodetabek * - 1 - - Jawa Barat - 1 51 5 Jawa Tengah & DIY 1 - - - Jawa Timur - - 2 1 Bali & Nusa Tenggara 1 1 2 1 Sumatera 5 12 - - Kalimantan 5 2 - - Sulampua ** 1 8 - - Total 13 25 55 7
Tabel 1.8 Data Perizinan Tahun 2011
*) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang/Banten, Bekasi dan Karawang **) Sulawesi, Maluku dan Papua
Badan Hukum2009 2010 2011
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Perseroan Terbatas 1.375 79,3 1.384 81,1 1.388 83,2 Perusahaan Daerah 324 18,7 288 16,9 247 14,8 Koperasi 34 2,0 3,4 2,0 34 2,0 Total 1.733 100 1.706 100 1.669 100
Tabel 1.9 Perkembangan Jumlah BPR Berdasarkan Bentuk Badan Hukum
Perkembangan Kinerja PerbankanTahun 2011, kinerja perbankan menunjukkan perkembangan yang positif. Kondisi keuangan global yang
masih melemah seiring berlarutnya krisis utang di Eropa dan melemahnya perekonomian AS terlihat belum
memberikan dampak yang signifikan bagi perbankan Indonesia. Stabilitas sistem keuangan juga masih tetap
terkendali tercermin dari berbagai pencapaian positif yang berhasil diraih perbankan sepanjang tahun 2011. DPK
perbankan tumbuh cukup tinggi dan sebagian besar digunakan untuk membiayai pertumbuhan kredit. Ekspansi
kredit tetap dilakukan dengan memperhatikan koridor prudential yang berlaku sehingga rasio kredit bermasalah
terkendali pada level yang rendah. Kondisi permodalan bank juga tetap terjaga pada level yang cukup tinggi
karena didukung profitabilitas yang cukup tinggi.
15
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Tabel 1.10 Indikator Utama Bank Umum*
* Data mencakup Bank Umum Konvensional dan bank Umum Syariah** Tanpa kredit channeling
Bank Umum
Fungsi intermediasi Bank Umum semakin membaik yang ditunjukkan oleh meningkatnya penyaluran
kredit dan penghimpunan DPK pada tahun 2011. Kredit perbankan tumbuh 24,59% menjadi Rp2.200,09 Triliun
atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 sebesar 22,80%. Membaiknya kondisi perekonomian
mendorong meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat dan penawaran kredit dari perbankan.
Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut masih memiliki ruang yang cukup untuk terus ditingkatkan
lagi di masa depan. Hal ini tercermin dari LDR tahun 2011 yang masih berada pada kisaran 79,00% dan angka
undisbursed loans yang bersifat committed dan uncommitted masing-masing sebesar Rp263,26 Triliun dan
Rp422,48 Triliun. Disamping itu, kontribusi penyaluran kredit perbankan yang baru mencapai 30% terhadap PDB
relatif kecil dibandingkan dengan negara ASEAN lain walaupun secara nominal menunjukan tren yang meningkat
dalam beberapa tahun terakhir.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
% %
Kredit (skala kiri) DPK (skala kiri) LDR (skala kanan)
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit, DPK dan LDR
Indikator Utama Des 2009 Des 2010 Des 2011
Total Aset (T Rp) 2,534,11 3,008,85 3,652,83
DPK (T Rp)** 1,973,04 2,338,82 2,784,91
Kredit (T Rp)** 1,437,93 1,765,84 2,200,09
CAR (%) 17,42 17,18 16,05
NPL gross (%)** 3 ,31
2,56
2,17
NPL net (%)** 0,33 0,26 0,39
ROA (%) 2,60 2,86 3,03
BOPO (%) 86,63 86,14 85,42
LDR (%) 72,88 75,50 79,00
Laporan Pengawasan Perbankan 201116
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Pertumbuhan kredit tetap didominasi oleh kredit produktif yakni Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit
Investasi (KI). Kredit investasi tumbuh signifikan sebesar 33,21% dibandingkan pertumbuhan tahun 2009 dan
2010 yang hanya tumbuh masing-masing sebesar 16,43% dan 16,98%. Pertumbuhan KI tersebut tidak terlepas
dari membaiknya kondisi perekonomian nasional dan ekspektasi positif dari para investor terkait investment
grade yang diberikan oleh lembaga pemeringkat Fitch Rating kepada Indonesia pada bulan Desember 2011.
Membaiknya perekonomian Indonesia juga berdampak pada peningkatan aktifitas dunia usaha sehingga KMK
yang memiliki pangsa terbesar dalam portofolio kredit nasional tumbuh 21,41%. Sementara itu, untuk kredit
konsumsi tumbuh 24,21% yang antara lain ditujukan untuk kredit kepemilikan rumah (KPR), kendaraan bermotor,
kartu kredit dan kredit multiguna.
2.7%
16.4% 19.0%
10.0%
25.2%
17.0%
22.9% 22.8% 21.4%
33.2%
24.2% 24.6%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
KMK KI KK Total Kredit
2009 2010 2011
Grafik 1.6 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan
26.07%
43.04%
25.12%
34.37%
18.73%
19.37%
26.70%
24.94%
31.08%
24.41%
24.59%
-50% 0% 50% 100% 150% 200%
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik
Konstruksi
Perdagangan
Pengangkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial
Lain-lain
Total
2009
2010
2011
Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Per Sektor Ekonomi
Berdasarkan sektor ekonomi, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan kredit yang positif pada
tahun 2011. Pertumbuhan tertinggi terdapat pada sektor Pertambangan (43,04%), Listrik (34,37%), dan Jasa
Sosial (31,08%). Sementara secara nominal, peningkatan kredit terbesar berasal dari sektor Lain-Lain, sektor
Industri, dan sektor Perdagangan. Selain itu terjadi juga peningkatan pertumbuhan kredit dibandingkan tahun
2010 untuk sektor-sektor produktif seperti sektor Industri Pengolahan, Pertambangan, Pertanian, Listrik Air dan
Gas, Konstruksi serta sektor Jasa Dunia Usaha.
17
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Sementara itu, perkembangan kredit bermasalah cenderung menurun. Jumlah kredit bermasalah sempat
meningkat sejak triwulan I sampai dengan triwulan III 2011, namun kemudian turun secara signifikan pada
triwulan terakhir. Hal ini sejalan dengan upaya restrukturisasi dan hapus buku yang dilakukan perbankan.
Pada akhir tahun 2011, rasio NPL gross perbankan mencapai 2,17% (terendah dalam sepuluh tahun terakhir)
disebabkan perbaikan kualitas kredit yang diikuti dengan pesatnya pertumbuhan kredit perbankan.
0
10
20
30
40
50
60
0
1
2
3
4
5
6
2007 2008 2009 2010 2011
Rp T% PPAP
(skala kanan)
Nominal NPL (skala kanan)
NPL Gross (skala kiri) NPL Net
(skala kiri)
Grafik 1.8 Perkembangan NPL
Komposisi kredit dalam aktiva produktif bank pada tahun 2011 semakin besar dengan pangsa 64,47% atau
lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 sebesar 63,84%. Aktiva produktif lain yang mengalami peningkatan pada
tahun 2011 adalah penempatan pada BI (terutama Deposit Facility), sedangkan penempatan pada surat-surat
berharga (termasuk SUN) cenderung mengalami penurunan.
Perkembangan positif juga terjadi pada seluruh komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) yaitu giro, tabungan
dan deposito. DPK tumbuh 19,07% menjadi Rp2.784,91 Triliun. Jika dilihat per komponen, giro tumbuh 21,80%
menjadi Rp652,65 Triliun atau lebih tinggi dari tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing hanya tumbuh 8,35%
dan 15,02%. Deposito tumbuh 15,34% menjadi Rp1.233,97 Triliun melambat dibandingkan pertumbuhan tahun
2010 yang mencapai 18,64% namun lebih tinggi dari tahun 2009 (9,34%). Adapun pertumbuhan tabungan
mencapai 22,52% atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 dan 2010 yang hanya berada pada kisaran 21%.
Secara keseluruhan, deposito masih mendominasi DPK perbankan dengan pangsa 44,31%, sedikit menurun
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 45,74%. Kenaikan DPK tersebut sejalan dengan peningkatan
aktivitas dunia usaha dan masih relatif tingginya minat masyarakat untuk menempatkan dananya di bank.
Laporan Pengawasan Perbankan 201118
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Dari sisi permodalan, CAR perbankan turun dari 17,18% pada Desember 2010 menjadi 16,05% pada akhir
2011, namun masih jauh di atas ketentuan rasio kecukupan modal minimum sebesar 8%. Penurunan CAR
tersebut disebabkan oleh meningkatnya Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) yang cukup besar akibat
ekspansi kredit perbankan dan penerapan perhitungan risiko operasional. Profitabilitas perbankan yang cukup
tinggi membantu meningkatkan modal perbankan sebesar 25,51% menjadi Rp412,19 Triliun. Permodalan
tersebut didominasi oleh permodalan dengan kualitas baik tercermin dari pangsa tier 1 capital (modal inti) yang
mencapai sekitar 89,56% dari total modal perbankan. Dukungan permodalan yang cukup dapat menjadi buffer
bagi perbankan dalam menghadapi risiko-risiko yang mungkin terjadi kedepan.
Membaiknya kinerja perbankan selama tahun 2011 mendorong peningkatan pencapaian laba. Selama tahun
2011, perbankan mencatatkan laba bersih sebesar Rp75,02 Triliun atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2010
yang hanya mencapai Rp57,31 Triliun. Sumber utama laba perbankan tersebut berasal dari pendapatan bunga,
tercermin dari peningkatan Net Interest Income (NII). Secara rata-rata, NII selama 2011 mencapai Rp14,89 Triliun
per bulan, lebih tinggi dari rata-rata NII tahun 2009 dan 2010 yang hanya sebesar Rp10,77 Triliun dan Rp12,48
Triliun per bulan. Relatif tingginya profitabilitas perbankan tercermin juga dari meningkatnya Return on Asset
(ROA) dari 2,86% (2010) menjadi 3,03% (2011). Sementara itu dari sisi efisiensi, rasio BOPO perbankan berada
pada level 85,42%.
Perkembangan rata-rata suku bunga deposito dan kredit rupiah menunjukkan kecenderungan menurun. Hal
ini dapat mencerminkan respon perbankan terhadap berbagai kebijakan dan himbauan Bank Indonesia dalam
rangka penurunan suku bunga perbankan. Rata-rata suku bunga deposito rupiah 1 bulan turun sebesar24 bps
menjadi 6,40%. Sejalan dengan hal tersebut, rata-rata suku bunga kredit rupiah juga mengalami penurunan pada
seluruh jenis kredit. Suku bunga KMK turun 41 bps menjadi 11,98%, KI turun 17 bps menjadi 11,69% dan KK
turun 41 bps menjadi 13,38%.
8.3%
21.4%
9.3%
12.5%
15.0%
21.1%
18.6% 18.5%
21.8%22.5%
15.3%
19.1%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Giro Tabungan Deposito DPK
Des 2009 Des 2010 Des 2011
Giro
Tabungan
Deposito
44%24%
32%
Grafik 1.9 Pertumbuhan DPK Per Komponen Grafik 1.10 Pangsa Komponen DPK Tahun 2011
19
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Perbankan Syariah
Pada tahun 2011, sebagaimana perbankan konvensional, kinerja perbankan syariah juga menunjukkan
perkembangan yang positif. Meskipun di tengah kondisi keuangan global yang belum membaik, perkembangan
perbankan syariah kurang terpengaruh oleh kondisi global tersebut. Hal ini terjadi karena eksposur perbankan
syariah sangat kecil penempatannya di financial market baik domestik maupun global. Sesuai amanat UU No.21
tahun 2008, perbankan syariah menjalankan fungsi utama yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat
dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Selain itu, perbankan syariah juga melakukan
fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Fungsi sosial lainnya
adalah dalam bentuk penghimpunan dana wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf.
Pencapaian positif perbankan syariah dapat dilihat dari peningkatan yang tinggi dalam penghimpunan dana
yang sebagian besar digunakan untuk pembiayaan. Ekspansi pembiayaan tetap dilakukan dengan memperhatikan
prudential banking sebagaimana arah kebijakan Bank Indonesia dan tetap memperhatikan syariah compliance
sebagaimana yang digariskan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Dengan demikian, rasio pembiayaan bermasalah
cukup terkendali, selain tetap berpegang teguh dalam koridor kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Kondisi
permodalan perbankan syariah juga tetap dapat terjaga yang antara lain didukung oleh profitabilitas usaha yang
cukup tinggi.
Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS)
Selama 2011, fungsi intermediasi BUS dan UUS semakin membaik yang ditunjukkan oleh meningkatnya
penghimpunan DPK dan penyaluran pembiayaan. DPK meningkat Rp39,38 Triliun (51,80%) dan pembiayaan
tumbuh Rp34,47 Triliun (50,56%) atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang hanya tumbuh 45,43%.
Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari Financing to Deposit Ratio (FDR) pada tahun
2011 tercatat lebih tinggi dari bank umum konvensional yakni sebesar 88,94%.
2006
(%)
KMK
19181716151413121110
987654
KI KK Dep 1 Bln
2007 2008 2009 2010 2011
Grafik 1.11 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit danDeposito Rupiah Bank Umum
Laporan Pengawasan Perbankan 201120
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Pembiayaan mendominasi penempatan dana perbankan syariah dibandingkan penempatan jenis lainnya
seperti penempatan pada BI, bank lain ataupun surat-surat berharga. Hal itu terlihat dari pangsa pembiayaan
yang mencapai 70,57% dari total aset BUS dan UUS, dan 76,10% pada BPRS. Sehingga fungsi intermediasi
perbankan syariah dapat terjaga dengan baik. Secara nominal, peningkatan pangsa tersebut terjadi seiring
dengan laju pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah yang mencapai 49,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun lalu sebesar 44,91%.
Selain pembiayaan, perbankan syariah juga melakukan penempatan pada Bank Indonesia dengan jumlah
yang cukup besar yaitu 18,65% dari total aset. Diluar giro untuk pemenuhan GWM, pada tahun 2011 bank
syariah menempatkan dana pada instrumen FASBIS dan SBIS sebesar Rp20,89 Triliun sebagai bagian dari strategi
pengelolaan likuiditas. Seiring meningkatnya penempatan pada FASBIS dan SBIS yang merupakan komponen
secondary reserve tersebut, alat likuid BUS dan UUS meningkat 49,04% (yoy) menjadi Rp30,99 Triliun. Peningkatan
alat likuid tersebut dapat memperkuat kemampuan perbankan syariah dalam meng-cover potensi penarikan
DPK. Hal ini tercermin dari rasio alat likuid terhadap non core deposit yang meningkat dari 155,28% menjadi
159,12% dalam periode yang sama. Kondisi tersebut mencerminkan kemampuan antisipasi risiko likuiditas bank-
bank syariah yang membaik.
Dari sisi nominal, pembiayaan perbankan syariah (BUS dan UUS) didominasi oleh pembiayaan Konsumtif dan
Modal Kerja yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 41,94% dan 40,62%. Sedangkan dari sisi pertumbuhan,
kredit konsumsi meningkat dengan pesat yakni sebesar 87,93% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan
yang tinggi tersebut lebih didominasi oleh maraknya transaksi qard beragun emas atau yang lebih dikenal oleh
masyarakat dengan nama ‘Gadai Emas’. Dengan mempertimbangkan keberadaan perbankan syariah agar lebih
bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan sektor riil, maka Bank Indonesia meninjau kembali ketentuan
mengenai gadai emas dengan lebih mengedepankan kegunaan produk ini untuk keperluan masyarakat yang
mendesak dan menghindari memberikan ruang spekulatif akibat kenaikan harga emas.
Indikator Utama 2009 2010 2011
Total Aset (T Rp) 66,09 97,52 145,47DPK (T Rp) 52,27 76,03 115,41Pembiayaan iB (T Rp) 46,88 68,18 102,65CAR (%) 10,77 16,25 16,63NPFs Gross (%) 4,01 3,02 2,52NPFs Net (%) 1,84 1,6 1,34ROA (%) 1,48 1,67 1,79BOPO (%) 86,63 86,14 85,42FDR (%) 89,70 89,67 88,94
Tabel 1.11 Indikator Utama Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
21
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Pertanian
42,05%
2,14% 1,69%3,97% 2,32%
5,71%
9,53%
3,28%
24,97%4,35%
Konstruksi
Sosial
Pertambangan
Perdagangan
Industri
Pengangkutan
Listrik
Dunia
Lainnya
Grafik 1.12 Kredit Per Sektor Ekonomi BUS dan UUS Tahun 2011
Berdasarkan sektor usaha, pembiayaan perbankan syariah (BUS dan UUS) masih terkonsentrasi pada sektor
jasa dunia usaha, serta sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) yakni masing-masing dengan pangsa
sebesar 24,97% dan 9,53%. Kinerja kedua sektor tersebut relatif baik sepanjang 2011 terlihat dari pertumbuhan
yang mencapai 9,41% (yoy) untuk sektor PHR dan 7,02% (yoy) untuk sektor jasa dunia usaha. Dibandingkan
tahun 2010, pangsa pembiayaan pada kedua sektor tersebut sedikit menurun, sebaliknya pangsa pembiayaan
ke beberapa sektor lain mengalami kenaikan. Peningkatan alokasi pembiayaan terutama terjadi pada sektor
industri pengolahan, kelistrikan, dan pertambangan yang sepanjang 2011 tergolong sektor-sektor yang banyak
diminati perbankan baik konvensional maupun syariah. Pertumbuhan pembiayaan BUS dan UUS di ketiga sektor
tersebut selama periode laporan masing-masing sebesar 74,43%, 75,85% dan 54,79%.
Sementara perkembangan pembiayaan BPRS tahun 2011 lebih didukung oleh ekspansi kepada segmen baru
dan ekspansi pembiayaan atas dana pinjaman dari BUS berupa pola executing. Salah satu segmen pembiayaan
baru yang tumbuh cukup baik adalah pembiayaan multijasa, yang pada akhir 2011 mencapai Rp89,23 Miliar.
Adapun secara sektoral, pembiayaan BPRS terutama disalurkan ke sektor PHR dengan pangsa 37,61% dan sektor
lainnya (termasuk segmen pembiayaan konsumsi) dengan pangsa 34,76%.
Dilihat dari jenis akadnya, secara umum penyaluran pembiayaan pada BUS dan UUS masih didominasi oleh
akad murabahah yakni sebesar 54,90%. Namun sejalan dengan upaya memperkaya produk perbankan syariah,
variasi pemanfaatan akad dalam pembiayaan tampak bergerak dinamis. Pada BUS dan UUS, kecenderungan
penurunan pangsa pembiayaan berbasis akad murabahah masih berlanjut. Hal yang sama juga terjadi pada
pangsa pembiayaan berbasis akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) yang juga mengalami penurunan
dari 34,11% menjadi 28,43%. Sebaliknya, pangsa pembiayaan berbasis akad qardh meningkat cukup signifikan
yakni dari 6,94% pada tahun 2010 menjadi 12,60% pada tahun 2011. Kenaikan pembiayaan qardh terutama oleh
transaksi rahn berbasis emas seiring dengan trend kenaikan harga emas.
Dari sisi pendapatan, pendapatan operasional perbankan syariah (BUS dan UUS) tahun 2011 meningkat
cukup signifikan. Pendapatan operasional tercatat sebesar Rp14,95 Triliun atau meningkat 49,40% (yoy). Hal
tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan aset produktif yang cukup signifikan tercermin dari pendapatan
dari penyaluran dana yang tercatat sebesar Rp10,70 Triliun atau meningkat 44,30% (yoy). Sumber pendapatan
Laporan Pengawasan Perbankan 201122
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
lain yang mendukung pertumbuhan pendapatan operasional adalah pendapatan dari jasa layanan (fee based
income) yang meningkat Rp0,82 Triliun (228,77% yoy), terutama berasal dari transaksi rahn berbasis emas (gadai
emas).
Grafik 1.14 Profitabilitas Perbankan Syariah
Grafik 1.13 Pendapatan, Biaya dan Efisiensi BUS & UUS
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
0
2
4
6
8
10
12
14
16(T Rp)
2009 2010 2011
Pendptn. Operasional (skala kiri)
Bagi Hasil (skala kiri)
Biaya Overhead (skala kiri)
Bg.Hsl./Pendptn.Op. (skala kanan)
Overhead/Pendptn.Op. (skala kanan)
0%
3%
6%
9%
12%
15%
18%
21%
24%
27%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
2009 2010 2011
Laba BUS & UUS (%, yoy) (skala kiri)
Laba BPRS (%, yoy) (skala kiri)
ROE BUS (skala kanan)
ROE BPRS (skala kanan)
ROA BUS & UUS (skala kanan)
ROA BPRS (skala kanan)
Pencapaian (kenaikan) produktivitas aset dan efisiensi telah meningkatkan net operational margin BUS
dan UUS dari 1,73% (2010) menjadi 1,94% (2011). Sejalan dengan hal tersebut, profitabilitas BUS dan UUS
mengalami peningkatan. Selama tahun 2011 laba BUS dan UUS tumbuh 40,33% menjadi Rp1,48 Triliun. Dari sisi
tingkat pengembalian aset, peningkatan laba tersebut berdampak pada kenaikan ROA dari 1,67% (2010) menjadi
1,79% (2011). Sementara dari sisi tingkat pengembalian investasi, peningkatan laba tersebut tidak diikuti dengan
peningkatan ROE yang tercatat menurun dari 17,63% menjadi 15,72%. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya
tambahan modal disetor pada beberapa Bank Umum Syariah.
23
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Perkembangan BPRS selama tahun 2011 menunjukkan kondisi yang cukup baik. Indikator-indikator keuangan
menunjukan pertumbuhan positif, dimana pertumbuhan di tahun 2011 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun 2010. Total aset BPRS meningkat sebesar 28,21% dari Rp2,73 Triliun (2010) menjadi
Rp3,50 Triliun (2011). Sementara pembiayaan yang disalurkan dan dana pihak ketiga masing-masing tumbuh
sebesar 29,61% dan 30,63%. Pertumbuhan tersebut antara lain karena BPRS melakukan ekspansi usaha baik
pada sisi penghimpunan dana (funding) maupun penyaluran dana/pembiayaan (financing). Di sisi penyaluran
dana, selama tahun 2011 BPRS masih dapat mempertahankan tingkat bagi hasil yang kompetitif sehingga dapat
mempertahankan loyalitas nasabah lama dan menarik nasabah baru. Selain itu, relatif bersaingnya besaran
margin pembiayaan murabahah membuat pembiayaan BPRS dapat tumbuh dengan cukup baik.
Indikator Utama 2009 2010 2011
Total Aset (T Rp) 2,12 2,73 3,50DPK (T Rp) 1,25 1,60 2,09Pembiayaan iB (T Rp) 1,58 2,06 2,67CAR (%) 30,00 27,50 23,50NPFs Gross (%) 8,12 6,50 6,11NPFs Net (%) 6,65 5,36 5,14ROA (%) 3,50 3,50 2,70BOPO (%) 77,00 78,10 76,30FDR (%) 126,47 128,47 127,71
Tabel 1.12 Indikator Utama BPRS
Salah satu alasan kenaikan pembiayaan BPRS adalah ekspansi pembiayaan BPRS yang ditunjukkan oleh FDR
tahun 2011 sebesar 127,71%. Pencapaian FDR yang cukup tinggi pada tahun 2011 disebabkan BPRS melakukan
ekspansi usaha kepada segmen pembiayaan baru dan ekspansi pembiayaan yang didanai oleh dana pinjaman
dari BUS (kewajiban pada bank lain/executing). Pembiayaan berbasis jual beli dan bagi hasil masih menjadi pilihan
utama transaksi BPRS. Komposisi pembiayaan dengan akad murabahah masih mendominasi dengan porsi sebesar
80,51%. Sementara pembiayaan bagi hasil masih didominasi oleh akad musyarakah dengan pangsa 9,22% dan
akad mudharabah dengan pangsa 2,83%. Selain itu terdapat perkembangan pembiayaan multijasa yang cukup
baik yaitu sebesar Rp89,23 Miliar. Hal ini menunjukkan bahwa BPRS telah mendapat kepercayaan masyarakat
untuk mendanai kebutuhan yang bersifat penggunaan jasa seperti kesehatan, pendidikan dan keagamaan.
Laporan Pengawasan Perbankan 201124
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Grafik 1.15 Komposisi Pembiayaan BPRS Tahun 2011
Murabahah
Mudharabah
Musyarakah
Qardh
Multijasa
Lainnya
80%
2,8%
9,2%
2,7%3,3% 1,4%
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
35%
55%
10%
Grafik 1.16 Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan Tahun 2011
Grafik 1.17 Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2011
0,09%
0,10%
1,26%
1,36%
3,44%
3,46%
8,37%
9,54%
34,76%
37,61%
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00%
Pertambangan
Listrik,Gas dan Air
Perindustrian
Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi
Jasa Sosial Masyarakat
Konstruksi
Pertanian
Jasa Dunia Usaha
Lain-lain
Perdagangan,Restoran, Hotel
Apabila dilihat dari jenis pembiayaan, 54,93% pembiayaan BPRS disalurkan untuk modal kerja kepada
pelaku usaha kecil dan menengah. Sedangkan berdasarkan sektor ekonomi, 37,61% pembiayaan BPRS
disalurkan kepada sektor perdagangan, sektor restoran dan hotel, diikuti pembiayaan kepada sektor lain-lain
sebesar 34,76%.
25
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Pertumbuhan pembiayaan yang relatif tinggi tersebut diiringi oleh penurunan rasio NPF BPRS dari 5,36%
(2010) menjadi 5,14% (2011). Rasio NPF BPRS tersebut lebih rendah dibandingkan rasio NPL industri BPR
secara nasional pada periode yang sama (5,22%). Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan nominal
pembiayaan bermasalah adalah meningkatnya iklim persaingan usaha nasabah. Pertumbuhan pembiayaan
yang tinggi serta rasio NPF yang rendah memungkinkan BPRS membukukan laba yang lebih baik dibanding
tahun sebelumnya. Pendapatan operasional BPRS meningkat sebesar 20,97% menjadi Rp0,59 Triliun di tahun
2011. Sementara itu, biaya operasional BPRS meningkat sebesar 22,12% menjadi Rp299,247 Miliar di tahun
2011. Sehingga pertumbuhan laba tercatat sebesar 21,17% dari Rp83,9 Miliar (2010) menjadi Rp101,66 Miliar
(2011).
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Industri BPR tetap mampu tumbuh di tengah persaingan yang semakin ketat. Semakin banyaknya lembaga
keuangan mikro tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja industri BPR. Selama tahun 2011, industri BPR
mampu berkembang secara wajar. Total aset meningkat 21,99% dari Rp45,74 Triliun menjadi Rp55,78 Triliun
pada tahun 2011. Kredit tumbuh 21,44% dari Rp33,84 Triliun menjadi Rp41,10 Triliun. Adapun dana pihak
ketiga (DPK) meningkat 22,03% dari Rp31,31 Triliun menjadi Rp38,21 Triliun. Dengan demikian, BPR mampu
mempertahankan LDR pada level 78,54%. Sementara itu, upaya peningkatan permodalan BPR yang dilakukan
secara bertahap dari tahun 2006 menyebabkan BPR harus menambah modal disetornya sesuai dengan lokasi
BPR. Modal disetor meningkat 16,00% dari Rp4,75 Triliun menjadi Rp5,51 Triliun pada tahun 2011. Hal ini dapat
meningkatkan modal inti sebesar 17,10% dari Rp6,45 Triliun menjadi Rp7,55 Triliun. Penguatan permodalan ini
berdampak pada penguatan daya saing BPR, terutama kemampuan pembiayaan terhadap sektor usaha mikro
dan kecil.
Penyaluran kredit BPR terutama kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai pasar
utama BPR. Saat ini pengelompokan kredit BPR berdasarkan jenis usaha telah dilakukan sesuai dengan kriteria
UMKM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
Grafik 1.18 Perkembangan Total Aset, Kredit dan DPK Grafik 1.19 Pertumbuhan Kredit dan DPK
Des-2009
Total Aset Kredit DPK
Des-2010 Des-2011
60.000
(M Rp)
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
-
- 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 %
2009
2010
2011
DPK Kredit
Laporan Pengawasan Perbankan 201126
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Sejalan dengan upaya peningkatan peran BPR dalam pembiayaan keuangan mikro, mayoritas kredit BPR
digunakan untuk pembiayaan sektor produktif dalam bentuk kredit modal kerja (KMK). Pangsa kredit modal
kerja mencapai 47,60% (Rp19,55 Triliun), diikuti kredit konsumsi sebesar 46,70% (Rp19,17 Triliun), dan kredit
investasi sebesar 5,80% (Rp2,36 Triliun). Sedangkan berdasarkan skala usaha yang dibiayai, sebagian kredit BPR
digunakan untuk membiayai UMKM yang mencapai Rp20,51 Triliun (49,90%) dari total kredit sebesar Rp41,09
Triliun.
Indikator Utama 2009 2010 2011
Total Aset (T Rp) 37,56 45,74 55,78DPK (T Rp) 25,55 31,31 38,21Kredit (T Rp) 28,00 33,84 41,10CAR (%) 24,17 30,01 28,68NPLs Gross (%) 6,90 6,12 5,22NPLs Net (%) 3,97 4,25 3,67ROA (%) 3,09 3,16 3,32BOPO (%) 81,82 80,97 79,47LDR (%) 109,58 108,09 107,57
Tabel 1.14 Indikator Utama BPR
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian pasca krisis ekonomi tahun 2008, industri BPR mampu
meningkatkan kualitas kreditnya. Peningkatan kualitas kredit BPR diindikasikan oleh menurunnya NPL gross BPR
dari 6,12% (2010) menjadi 5,22% (2011). Bahkan angka tersebut merupakan level NPL gross terbaik sepanjang 10
tahun terakhir. Rendahnya NPL akan mengurangi beban pencadangan yang harus di bentuk oleh BPR, sehingga
BPR dapat lebih berkonsentrasi pada ekspansi kredit.
Profitabilitas industri BPR mengalami peningkatan. Indikator tersebut dapat dilihat dari peningkatan Return
on Asset (ROA) dari 3,16% (2010) menjadi 3,32% (2011), serta peningkatan laba tahun berjalan sebesar 28,04%
dari Rp1,14 Triliun (2010) menjadi Rp1,85 Triliun (2011).
Tabel 1.13 Kredit Berdasarkan Jenis Usaha dan Penggunaan
6,12
6,12
5,22
5,22
27
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Perkembangan suku bunga BPR cenderung menurun sejak 3 tahun terakhir. Rata-rata suku bunga BPR pada
tahun 2011 sekitar 30,56% (kredit), 5,21% (tabungan) dan 10,25% (deposito). Suku bunga tersebut masih diatas
suku bunga bank umum konvensional. Hal ini antara lain disebabkan tingginya biaya transaksi (transaction cost)
seperti biaya pemasaran serta monitoring kredit karena debiturnya banyak sedangkan plafon kreditnya relatif
kecil. Faktor lain yang menyebabkan tingginya bunga kredit adalah besarnya biaya dana dan biaya overhead.
Grafik 1.20 Perkembangan Suku Bunga
0
5
10
15
20
25
30
35
40
%Ju
n-2
008
Ags
-200
8
Okt
-200
8
Des
-200
8
Feb
-200
9
Apr
-200
9
Jun
-200
9
Ags
-200
9
Okt
-200
9
Dec
-200
9
Feb
-201
0
Apr
-201
0
Jun
-201
0
Aug
-201
0
Okt
-201
0
Des
-201
0
Feb
-201
1
Apr
-201
1
Jun
-201
1
Ags
-201
1
Okt
-201
1
Des
-201
1
Tabungan Deposito Kredit yg Diberikan
Laporan Pengawasan Perbankan 201128
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Sejak Januari 2011 statistik kredit UMKM telah menggunakan definisi usaha sesuai UU No.20 Tahun
2008 tentang UMKM yang mendefinisikan UMKM hanya usaha produktif berdasarkan kriteria aset atau
omset (semula berdasarkan definisi plafon dan termasuk kredit konsumsi). Statistik kredit UMKM menyajikan
data kredit produktif bank umum konvensional, BPR konvensional dan BPR syariah. Namun pada masa
transisi, penyajian statistik kredit UMKM bersamaan dengan data kredit MKM (berdasarkan plafon) sebagai
perbandingan.
Pertumbuhan kredit UMKM selama tahun 2011 didukung oleh kondisi perekonomian yang kondusif.
Hal ini tercermin dari realisasi kredit UMKM sebesar Rp85,59 Triliun dengan pertumbuhan kredit UMKM
(yoy) mencapai 21,71% yaitu dari Rp394,30 Triliun (2010) menjadi Rp479,89 Triliun (2011). Sedangkan bila
menggunakan kriteria plafond maka pertumbuhan kredit MKM pada akhir Desember 2011 (yoy) adalah
23,93% (dari Rp961,71 Triliun menjadi Rp1.191,86 Triliun).
Kontribusi kredit UMKM terhadap total kredit Perbankan tercatat sebesar 21,24%, sedangkan porsi
kredit MKM terhadap total kredit Perbankan sebesar 52,74%. Perbedaan nilai tersebut karena kredit
konsumsi tidak diperhitungkan dalam definisi kredit produktif kepada UMKM sesuai UU No.20/2008.
Berdasarkan segmentasi, kredit UMKM didominasi oleh kredit usaha menengah (47,11%), sementara
kredit MKM didominasi oleh kredit kecil (43,23%). Berdasarkan jenis penggunaan, kredit UMKM hampir
seluruhnya digunakan untuk kredit modal kerja, sementara kredit MKM didominasi oleh kredit konsumsi.
Secara sektoral penyaluran kredit UMKM sebagian besar disalurkan ke sektor perdagangan dan industri
pengolahan. Pada kredit MKM (konsumsi dan produktif) bank-bank juga lebih banyak menyalurkan kredit
kepada sektor perdagangan dan sektor industri.
Berdasarkan kelompok bank, BUSN Devisa, Bank Persero, dan BPD masih mendominasi penyaluran
kredit UMKM maupun MKM. Namun demikian, pada Desember 2011 pangsa ketiga kelompok bank tersebut
mengalami perubahan, dimana pangsa BUSN Devisa dan BPD masing-masing menurun dari 38,09% dan
13,01% menjadi 36,87% dan 6,53%, sedangkan pangsa Bank Persero meningkat dari 34,87% menjadi 46,40%.
Hal ini menunjukkan bahwa Bank Persero cenderung menyalurkan kredit UMKM yang bersifat produktif.
Kelompok bank lainnya yang juga menunjukan peningkatan pangsa dalam penyaluran kredit UMKM adalah
BPR yang meningkat dari 3,40% menjadi 4,53%.
Dari sisi kualitas kredit, NPL kredit UMKM per Desember 2011 tercatat sebesar 3,63%, sementara
kredit MKM lebih rendah yakni sebesar 2,39%. Perbedaan rasio ini disebabkan nilai kredit konsumsi tidak
lagi diperhitungkan sebagai kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. NPL kredit UMKM tertinggi
terdapat pada kredit usaha kecil (4,89%). Jika dibandingkan dengan Desember 2010 yang masing-masing
tercatat sebesar 4,18% dan 2,73%, rasio NPL kredit UMKM dan kredit MKM pada tahun 2011 mengalami
perbaikan.
Boks 1.1 Perkembangan Kredit UMKM dan KUR
Struktur dan Kinerja Perbankan
29
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Realisasi penyaluran KUR pada tahun 2011 tercatat melebihi target yang ditetapkan yakni sebesar
Rp20 Triliun. Plafon KUR yang disalurkan 19 bank pelaksana pada akhir Desember 2011 mencapai Rp29
Triliun atau 145,02% dari target yang ditetapkan. Dengan demikian total realisasi KUR sejak program KUR
diluncurkan pada tahun 2007 telah mencapai Rp63,42 Triliun.
Grafik 1.21 Realisasi Penyaluran KUR
2007
30,00
Triliun Rp
Realisasi
Target
18,00 18,00 18,00 18,00
29,00
20,0017,23
20,00
10,00
25,00
15,00
5,00
0,00
20082009
20102011
11,48
4,730,98
Jumlah debitur KUR pada akhir Desember 2011 tercatat sebesar 5.722.470 debitur atau meningkat
1.909.912 debitur dari tahun 2010. Rata-rata plafon KUR Mikro yang diterima debitur adalah sebesar
Rp5,63 Juta per debitur, sedangkan KUR Ritel sebesar Rp83,09 Juta per debitur. Penyaluran KUR sampai
dengan tahun 2011 sebagian besar masih didominasi sektor perdagangan (60,51%), sedangkan penyaluran
pada sektor prioritas yaitu sektor pertanian, perikanan dan industri pengolahan baru mencapai 19,51%.
Oleh karena itu, Komite Kebijakan KUR telah menetapkan target penyaluran KUR pada sektor prioritas
tersebut sebesar 25%.
Struktur dan Kinerja Perbankan
Laporan Pengawasan Perbankan 201130
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Penyebaran penyaluran KUR sebagian besar masih terkonsentrasi di pulau Jawa yakni mencapai 51,81%,
diikuti wilayah Sumatera (22,04%), Sulawesi (9,88%), Kalimantan (9,18%), Bali NTT dan NTB (4,44%), serta
Papua Maluku (2,65%).
Dari sisi kualitas kredit, NPL KUR pada tahun 2011 tercatat sebesar 2,10% atau lebih rendah dari tahun
2010 sebesar 2,31%. Data NPL tersebut bersumber dari laporan realisasi KUR yang dilaporkan oleh bank
kepada Bank Indonesia melalui Laporan Bulanan Bank Umum (LBU). Bank juga menyampaikan laporan NPL
secara langsung kepada Komite Kebijakan KUR (Kantor Menko Perekonomian). NPL posisi Desember 2011
sudah sama dengan yang dilaporkan dalam LBU, namun NPL menurut LBU dengan NPL Menko Perekonomian
selama triwulan I 2011 masih mengalami perbedaan. Hal ini disebabkan bank-bank pelaksana KUR masih
melakukan upaya perbaikan data realisasi KUR yang dilaporkan dalam LBU sebagai tindak lanjut dari “klinik
LBU KUR” yang dilakukan secara intensif oleh Bank Indonesia. Kedepan untuk menjaga tingkat akurasi data
KUR secara menyeluruh yang dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia melalui LBU, secara periodik
setiap bulan Bank Indonesia akan melakukan monitoring terhadap data realisasi KUR dalam LBU dan
membandingkannya dengan data Menko Perekonomian. Sementara itu, Non Performing Guarantee (NPG)
yang merupakan rasio antara klaim yang dibayar dengan KUR yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit
pada Desember 2011 tercatat sebesar 3,20% atau turun dari tahun sebelumnya sebesar 4,06%. Penurunan
NPL maupun NPG terutama disebabkan karena adanya penyaluran KUR baru oleh bank pelaksana.
Grafik 1.22 Penyaluran KUR per Sektor Ekonomi
Perdagangan 60,51%
Pertanian15,87%
Perikanan 1,14%
Pertambangan 0,07%
Industri 2,50%
Konstruksi 1,95%
Listrik, gas dan air 0,04%
Belum jelasbatasannya 10,36%
Badan Lainnya 0,00%
Jasa Rumah Tangga 0,00%Jasa Kemasyarakatan 2,00%
Jasa Kesehatan 0,19%
Jasa Pendidikan 0,03%
Jasa Keuangan 0,87%
Transportasi 0,96%
Akomodasi 0,50%
ADM Pemerintah 0,01%
Real Estate 2,94%
Struktur dan Kinerja Perbankan
31
Struktur dan Kinerja Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Grafik 1.23 Non Performing Loan (NPL) dan Non Performing Guarantee (NPG)
2010
7%
6%
5%
4%
3%
2%
1%
0%
NPG NPL (LBU) NPL (MENKO)
20111 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2,10%
2,03%
2,74
%
2,93
%
2,90
%
3,26
%
3,42
%
3,30
%
3,46
%
3,54
%
3,15
%
3,20
%
3,93
%
3,61
%
3,53
%
3,50
%
3,45
%
3,40
%
3,28
%
3,34
%
3,30
%
3,24
%
3,24
%
3,20
%
3,14
%
4,06
%
Struktur dan Kinerja Perbankan
Halaman Ini sengaja dikosongkan
Bab IIKebijakan danRegulasi Perbankan 2011
Laporan Pengawasan Perbankan 201134
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Halaman Ini sengaja dikosongkan
35
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Arah Kebijakan Perbankan 2011Arah kebijakan perbankan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia pada awal tahun 2011 merupakan
suatu landasan untuk meningkatkan dan memperkuat regulasi Bank Indonesia. Regulasi tersebut ditujukan
dalam upaya untuk mendorong fungsi intermediasi, meningkatkan ketahanan perbankan, serta penguatan fungsi
pengawasan dan makroprudensial. Penyempurnaan pengaturan tersebut dilakukan terhadap sektor perbankan
baik bank umum konvensional, perbankan syariah, maupun bank perkreditan rakyat (BPR).
Bank Umum Konvensional
Selama tahun 2011 Bank Indonesia telah melakukan beberapa langkah kebijakan yang dapat dikelompokkan
menjadi empat pilar, yaitu:
1. Kebijakan untuk mendorong peran intermediasi perbankan, agar intermediasi dapat berjalan secara lebih efisien dan transparan, serta untuk lebih membuka akses masyarakat kecil terhadap jasa keuangan. Termasuk dalam kebijakan ini adalah kebijakan mengenai Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), serta kelanjutan program financial inclusion. Penguatan transparansi perbankan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi. Pertama, industri perbankan yang semakin transparan dapat mendorong kompetisi yang sehat melalui terciptanya market discipline yang lebih baik. Kedua, bank dapat lebih mengidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi struktur biaya sehingga mendorong terwujudnya tingkat efisiensi yang lebih baik.
2. Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan perbankan, agar bank tetap kuat dan sehat dalam menghadapi persaingan melalui pengelolaan yang lebih transparan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Kebijakan tersebut termasuk penyempurnaan perhitungan permodalan agar lebih sesuai risiko, mewajibkan bank menerapkan strategi anti fraud, prinsip kehati-hatian dalam melakukan alih daya, serta manajemen risiko dalam melakukan layanan nasabah prima.
3. Kebijakan untuk penguatan fungsi pengawasan, yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan bank, terutama dalam hal kualitas early warning system. Oleh karena itu dilakukan penyempurnaan ketentuan terkait pelaporan Bank kepada Bank Indonesia. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelesaian permasalahan bank, maka melalui peraturan “Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan” memberikan batas waktu untuk setiap status pengawasan bank.
4. Penguatan kebijakan makroprudensial. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memperkuat stabilitas sistem keuangan melalui pelaksanaan macropudential surveillance yang lebih baik. Termasuk dalam kebijakan ini adalah kenaikan GWM Valas dan kebijakan GWM-LDR.
Perbankan Syariah
Pengaturan perbankan syariah selama tahun 2011 masih dalam rangka harmonisasi ketentuan dengan
perbankan konvensional, serta relaksasi ketentuan dan pelaksanaan amanah UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Laporan Pengawasan Perbankan 201136
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Perbankan Syariah yang memberikan tugas kepada Bank Indonesia selaku regulator industri perbankan untuk
mempersiapkan keuangan perbankan berdasarkan prinsip syariah. Perbankan syariah masih dalam kategori
infant industri jika dibandingkan dengan perbankan konvensional dalam mendukung perekonomian Indonesia.
Dengan demikian permasalahan dan strategi yang dibutuhkan oleh industri perbankan syariah akan berbeda
dengan perbankan konvensional. Perbankan syariah membutuhkan dukungan dalam hal penyiapan kualitas
sumber daya manusia yang dapat mendukung percepatan perbankan syariah, penguatan infrastruktur industri,
dan pengembangan pasar perbankan syariah. Kebijakan perbankan syariah juga meliputi peningkatan kualitas
sistem pengawasan dan penguatan modal dan struktur industri. Secara umum, kebijakan perbankan syariah di
tahun 2011 antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
Selama tahun 2011, berbagai program pelatihan telah diselenggarakan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan kompetensi SDM perbankan syariah, antara lain pelatihan Consumer & Retail Banking untuk Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), serta pelatihan dan sertifikasi Dewan Pengawas Syariah, dan pelatihan Pengawas Bank Syariah. Pelatihan kepada para pengajar dan dosen juga telah dilakukan di seluruh Indonesia melalui Training for Trainers (TOT) dalam rangka meningkatkan pemahaman pengajar/dosen tentang perbankan syariah. Selanjutnya dalam rangka mendorong tersedianya SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri perbankan syariah, Bank Indonesia telah memfasilitasi program “link & match” antara bank syariah sebagai end user dengan lembaga pendidikan/universitas sebagai penyedia SDM.
2. Peningkatan kualitas sistem pengawasan
Dalam rangka memperkuat sistem pengawasan bank dan meningkatkan daya analisis dari pengawas bank, diperlukan penguatan sistem pengawasan melalui penyempurnaan infrastruktur pengawasan. Oleh karena itu selama tahun 2011 antara lain telah dilakukan: (i) penyempurnaan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) beserta aplikasi LBUS, (ii) penyusunan aplikasi Early Warning System BPRS sebagai alat bantu deteksi dini bagi pengawas dalam memonitor kinerja BPRS, serta (iii) pelaksanaan sistem panel dalam sistem pengawasan bank syariah yang bertujuan untuk mempertajam kualitas pengawasan (quality assurance) sehingga efektivitas pengawasan dapat terus ditingkatkan.
3. Penguatan infrastruktur industri
Implementasi penguatan infrastruktur industri antara lain dilakukan melalui kontribusi aktif dan keikutsertaan Bank Indonesia dalam International Islamic Liquidity Management (IILM) Corporation sebagai sarana penyedia infrastruktur instrumen likuiditas regional dan global perbankan syariah. Selain itu, dilakukan juga kerjasama dengan stakeholders perbankan syariah antara lain melalui working group pengembangan produk dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan IAI, serta dengan bursa berjangka Indonesia dalam peluncuran komoditas syariah sebagai infrastruktur penunjang bagi kebutuhan likuiditas perbankan syariah.
4. Penguatan modal dan struktur industri
Pelaksanaan kebijakan penguatan modal antara lain dilakukan melalui kajian terhadap permodalan BPRS yang dianggap optimal dalam mempertahankan sustainability kegiatan usaha BPRS ke depan. Selain itu, Bank Indonesia juga memfasilitasi investor yang berkeinginan untuk menanamkan dananya di perbankan syariah. Penguatan industri perbankan syariah juga dilakukan melalui sinergi dan integrasi pengembangan unit bisnis perbankan syariah dalam strategi Bank Umum Konvensional (BUK) sebagai induk yang merupakan pemilik dominan BUS dan UUS.
37
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
5. Pengembangan pasar perbankan syariah
Program pengembangan pasar yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 merupakan kelanjutan dari implementasi Market Development Strategic Plan (MDSP). Beberapa implementasi programnya adalah: (i) memperluas jaringan layanan dan lebih meningkatkan kualitas layanan bank syariah. Bank Indonesia mendorong kerjasama sinergis antara bank syariah dengan bank konvensional yang merupakan induk melalui pengembangan unit bisnis syariah yang terintegrasi dalam strategi grup induknya, (ii) melakukan sosialisasi dan edukasi publik (iB Campaign) secara intensif oleh Bank Indonesia melalui berbagai media komunikasi baik media cetak, elektronik, media online maupun berbagai events lainnya, dan (iii) Bank Indonesia mendorong bank syariah untuk melayani segmen pasar korporasi dan sektor UMKM produktif melalui pendekatan berbasis komunitas berupa business gathering dan focus group, antara lain dilakukan dengan pengusaha di sektor properti, sektor pertambangan, sektor bisnis waralaba (franchise) dan komunitas perusahaan emiten.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Dalam rangka memperkuat struktur permodalan dan infrastruktur pendukung BPR serta meningkatkan
kualitas pengawasan dan kompentensi pengawas, pada tahun 2011 beberapa hal yang telah dilakukan terkait
dengan arah kebijakan antara lain sebagai berikut:
1. Peluncuran buku model bisnis BPR
Buku Model Bisnis BPR merupakan bagian dari kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong pendirian BPR yang sehat, berkesinambungan dan mampu berperan dalam pengembangan perekonomian daerah. Sementara itu bagi BPR yang telah beroperasi, model bisnis BPR diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengelola BPR dalam menjalankan bisnis BPR secara sehat.
Secara umum, model bisnis BPR terdiri dari 6 aspek utama yang meliputi aspek pemilik, kinerja keuangan dan permodalan, lokasi dan wilayah operasional, strategi bisnis, manajemen dan SDM, serta hubungan dengan masyarakat. Aspek-aspek tersebut merupakan intisari dari praktek pengelolaan BPR yang baik dan mampu mempertahankan kinerjanya selama 5 tahun terakhir.
2. Peluncuran buku Generic Model Apex BPR
Buku ini memuat pola kerja sama antara Bank Umum dengan BPR yang bertujuan untuk mendorong pemberdayaan UMKM, peningkatan pembiayaan perbankan kepada UMKM, penataan persaingan antara bank umum dan BPR pada pasar keuangan mikro. Dalam rangka mendukung perkembangan industri BPR, Bank Indonesia melakukan kebijakan pembentukan dan penguatan lembaga Apex bagi BPR di daerah. Fungsi Apex BPR yang meliputi pooling funds, financial assistance, dan technical assistance diharapkan dapat diperankan oleh bank umum yang berkantor pusat atau memiliki kantor cabang di daerah. Kebijakan pengembangan Apex BPR tersebut sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia lainnya yakni mewujudkan BPD sebagai Regional Champion (BRC) yang salah satu indikatornya adalah peran BPD sebagai Apex BPR di daerah. Dalam rangka memberikan pedoman bagi bank umum yang berminat menjadi Apex BPR maupun bagi BPR yang akan menjadi anggota Apex BPR, telah diluncurkan buku Generic Model Apex. Buku Generic Model Apex BPR terdiri dari 2 bagian utama yaitu pedoman umum pelaksanaan Apex BPR dan mekanisme pembentukan Apex BPR.
3. Kajian penetapan modal disetor dan pembagian wilayah pendirian BPR
Kajian ini dilakukan dalam rangka mengevaluasi persyaratan modal disetor yang saat ini berlaku. Hal ini mengingat persyaratan modal disetor minimum pendirian BPR yang berlaku telah ditetapkan sejak tahun
Laporan Pengawasan Perbankan 201138
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
2004. Sementara kondisi dan perkembangan perekonomian saat ini sudah berbeda dengan kondisi sebelumnya. Hal tersebut berdampak pada perubahan tingkat pendapatan, harga barang dan jasa, termasuk kebutuhan pendanaan bagi BPR. Di sisi lain, persaingan antar lembaga keuangan juga semakin meningkat, sehingga penguatan permodalan BPR sebagai pelaku keuangan mikro menjadi penting.
4. Peluncuran buku saku dan revisi petunjuk teknis pelaksanaan pemeriksaan BPR
Penerbitan buku ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengawasan BPR dan kompetensi pengawas. Buku ini merupakan penyempurnaan pedoman sebelumnya dan sebagai acuan minimum yang dapat dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan BPR.
Dari sisi pengembangan UMKM, Bank Indonesia juga mendukung upaya penelitian, pelatihan dan
memfasilitasi pengembangan UMKM melalui kebijakan dan strategi “Meningkatkan akses UMKM kepada
Bank” dan strategi “Mendorong Bank untuk membiayai UMKM”. Kebijakan ini diarahkan agar UMKM mampu
meningkatkan elijibilitas dan kapabilitasnya sehingga mampu memenuhi persyaratan dari Bank (bankable),
sekaligus mendorong peningkatan kapasitas ekonomi daerah. Selain itu, dalam upaya mendorong bank untuk
meningkatkan akses kepada UMKM, Bank Indonesia memberikan insentif bagi perbankan untuk menyalurkan
kredit kepada UMKM melalui penerbitan ketentuan perbankan dan penguatan infrastruktur keuangan.
Regulasi Perbankan 2011Bank Umum Konvensional
Bank umum konvensional memiliki peranan penting bagi sektor keuangan mengingat besarnya kapitalisasi
aset yang dikuasai oleh bank umum konvensional. Seiring dengan hal tersebut, dalam rangka mencapai tujuan
meningkatkan fungsi intermediasi dan efisiensi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan
sektor riil, khususnya bagi bank umum konvensional, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan berupa:
• Surat Edaran Bank Indonesia No.13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit
Tujuan dari dikeluarkannya SE ini adalah untuk: (i) meningkatkan transparansi mengenai karakteristik produk perbankan termasuk manfaat, biaya dan risikonya untuk memberikan kejelasan kepada nasabah, serta (ii) meningkatkan good governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri perbankan melalui
terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan perlindungan nasabah, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa
peraturan, sebagai berikut:
1. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum
Latar belakang pengaturan ini antara lain adalah:
a. Penguatan sistem pengendalian intern bank dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
b. Terungkapnya berbagai kasus fraud di sektor perbankan yang merugikan nasabah dan/atau bank.
39
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
c. Mengarahkan bank dalam melakukan pengendalian fraud melalui upaya-upaya yang tidak hanya ditujukan untuk pencegahan, namun juga untuk mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari strategi yang bersifat integral dalam mengendalikan fraud.
2. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/29/DPNP tanggal 9 Desember 2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima
Latar belakang pengaturan ini adalah:
a. Semakin berkembangnya inovasi layanan bank dalam menyediakan produk dan/atau aktivitas yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabahnya antara lain dengan semakin banyaknya pemberian layanan nasabah prima (LNP) kepada nasabah tertentu.
b. Potensi risiko yang berasal dari layanan nasabah prima terutama menyangkut risiko operasional, risiko hukum dan risiko reputasi.
Oleh karena itu, Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memiliki kebijakan tertulis yang setidaknya mencakup: (i) persyaratan nasabah prima; (2) ruang lingkup produk dan/atau aktivitas bank; (3) cakupan keistimewaan LNP; dan (4) nama layanan dan pengelompokan nasabah prima.
3. Peraturan Bank Indonesia No.13/25/PBI/2011 tanggal 9 Desember 2011 tentang Prinsip Kehati-Hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain
Tujuan pengaturan ini adalah:
a. Agar bank dapat berkonsentrasi pada pekerjaan pokoknya dan mengoptimalkan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga intermediasi sejalan dengan semakin kompleks dan beragamnya kegiatan usaha dalam menghadapi pesatnya perkembangan dunia usaha dan ketatnya tingkat persaingan.
b. Agar bank menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain (alih daya), sehingga bank dapat meminimalisasi risiko yang mungkin timbul atas penyerahan pekerjaan tersebut; dan
c. Agar terdapat kejelasan atas tanggung jawab terhadap pekerjaan yang diserahkan kepada pihak lain
tersebut dan terjaganya aspek perlindungan nasabah.
Selanjutnya, sebagai upaya untuk meningkatkan fungsi pengawasan perbankan dengan tujuan menjaga
stabilitas sistem perbankan nasional, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan kerangka pengawasan
perbankan dengan mengeluarkan ketentuan berupa:
1. Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Latar belakang pengaturan ini adalah:
a. Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian Tingkat Kesehatan (TKS) Bank.
b. Dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian Tingkat Kesehatan Bank untuk menghadapi perubahan sebagaimana dimaksud diatas diperlukan penyempurnaan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan pendekatan berdasarkan risiko.
2. Peraturan Bank Indonesia No.13/3/PBI/2011 tanggal 17 Januari 2011 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
Ketentuan ini mempertegas kembali kriteria status pengawasan intensif yang didasarkan atas kriteria yang terukur yaitu keuangan (permodalan, likuiditas dan NPL) serta aspek lainnya berupa Tingkat Kesehatan
Laporan Pengawasan Perbankan 201140
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
(TKS) dan profil risiko. Dalam rangka mempercepat penyelesaian permasalahan bank, menjaga tingkat kepercayaan masyarakat serta mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia memberikan batasan waktu untuk setiap status pengawasan bank dan menuntut upaya yang sungguh-sungguh dari Pengurus dan Pemegang Saham Pengendali (PSP) untuk menyelesaikan permasalahan bank karena terdapat konsekuensi peningkatan Status Pengawasan Bank apabila batas waktu tidak dipenuhi
atau kondisi bank semakin memburuk.
Pada tahun 2011 Bank Indonesia juga menyempurnakan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Peraturan Bank Indonesia No.13/2/PBI/2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum
Pokok pokok pengaturan ini adalah:
a. Fungsi kepatuhan merupakan bagian dari pelaksanaan framework manajemen risiko. Fungsi kepatuhan melakukan pengelolaan risiko kepatuhan melalui koordinasi dengan satker terkait.
b. Pelaksanaan fungsi kepatuhan menekankan pada peran aktif dari seluruh elemen organisasi kepatuhan yang terdiri dari direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan, kepala unit kepatuhan dan satuan kerja kepatuhan untuk mengelola risiko kepatuhan.
c. Menekankan pada terwujudnya budaya kepatuhan dalam rangka mengelola risiko kepatuhan.
d. Kepatuhan merupakan tanggung jawab personil seluruh bagian dari bank dengan tone from the top.
e. Status independensi yang disandang dari elemen organisasi fungsi kepatuhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas dan menghindari konflik kepentingan (conflict of interest).
2. Peraturan Bank Indonesia No.13/10/PBI/2011 tanggal 9 Februari 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
Latar belakang dan tujuan pengaturan ini adalah:
a. Meningkatnya arus masuk modal asing telah mengakibatkan peningkatan kondisi likuiditas valuta asing perbankan secara signifikan. Arus masuk modal asing tersebut lebih bersifat jangka pendek dan berdampak pada kondisi ekses likuiditas valuta asing yang dapat menyebabkan instabilitas nilai tukar dan gangguan pada stabilitas ekonomi makro.
b. Oleh karena itu, diperlukan penguatan manajemen likuiditas valuta asing oleh bank dan pengelolaan arus modal asing oleh Bank Indonesia melalui kebijakan peningkatan giro wajib minimum dalam valuta asing, dengan pengaturan sebagai berikut:
1) Sejak tanggal 1 Maret 2011 sampai dengan tanggal 31 Mei 2011, GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari dana pihak ketiga (DPK) dalam valuta asing.
2) Sejak tanggal 1 Juni 2011, GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam valuta asing.
3. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar
Surat Edaran (SE) ini diterbitkan dalam rangka penyempurnaan pengaturan terkait dengan perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) agar membuat perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) semakin mencerminkan risiko yang dihadapi bank serta sejalan dengan standar yang berlaku secara internasional.
41
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
4. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
Surat Edaran ini merupakan ketentuan pelaksanaan dari PBI No.12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) yang diterbitkan pada tanggal 29 Desember 2010.
Dengan diberlakukannya ketentuan ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia No.6/15/DPNP tanggal 31 Maret 2004 perihal Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
5. Peraturan Bank Indonesia No.13/19/PBI/2011 tanggal 22 September 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum
Latar belakang dikeluarkannya ketentuan ini adalah:
a. Diperlukan percepatan waktu penyampaian beberapa laporan di dalam Laporan Berkala Bank Umum (LBBU) dalam rangka optimalisasi pemanfaatan laporan lain yang telah dipercepat penyampaiannya.
b. Perlu penyempurnaan formulir laporan pos-pos neraca mingguan dan laporan profil maturitas.
c. Perlu penambahan laporan baru yaitu: (i) laporan perhitungan ATMR untuk risiko kredit dengan metode standar, dan (ii) laporan perhitungan suku bunga dasar kredit (SBDK).
d. Perlu penyempurnaan beberapa pengaturan di ketentuan LBBU dalam rangka penyelarasan dengan ketentuan lain mengenai pelaporan.
6. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran No.5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Ruang lingkup pengaturan ini adalah:
a. Terdapat perubahan kategori peringkat risiko dari 3 (tiga) peringkat menjadi 5 (lima) peringkat.
b. Ditetapkannya profil risiko menjadi salah satu faktor dalam Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating).
c. Diwajibkannya bank untuk melakukan penilaian profil risiko secara konsolidasi.
7. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/26/DPNP tanggal 30 November 2011 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
Tujuan Pengaturan ini adalah untuk penyempurnaan pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.12/23/PBI tanggal 29 Desember 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) dalam rangka menciptakan tatakelola yang baik (good governance) terhadap bank.
8. Peraturan Bank Indonesia No.13/27/PBI/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum
Penerbitan PBI ini dimaksudkan untuk meningkatkan tata kelola yang baik (good corporate governance) termasuk penerapan manajemen risiko, meningkatkan peran bank sehingga bank lebih accountable dalam menyampaikan informasi ke Bank Indonesia, serta dalam rangka harmonisasi dengan PBI No.12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (fit and proper test) dan PBI No.13/2/PBI/2011 tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum.
9. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 perihal Perubahan Ketiga atas SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia
Tujuan pengaturan Surat Edaran ini adalah untuk sinkronisasi ketentuan Bank Indonesia dengan standar
Laporan Pengawasan Perbankan 201142
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
akuntansi yang berlaku di Indonesia yang telah diselaraskan dengan International Financial Reporting Standards (IFRS).
10. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/31/DPNP tanggal 22 Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Yang Diakui Bank Indonesia
Surat Edaran ini terkait dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penggunaan peringkat untuk suatu eksposur yang dimiliki bank, seperti penetapan kualitas aset, ketentuan mengenai pedoman penggunaan metode standar dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bank umum dengan memperhitungkan risiko pasar, serta ketentuan mengenai pedoman perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar.
Sejalan dengan perkembangan yang terjadi diperlukan pengaturan kembali suatu ketentuan yang mencakup beberapa penyempurnaan, antara lain tambahan aspek penilaian untuk penetapan lembaga pemeringkat dalam daftar yang diakui Bank Indonesia, penyempurnaan parameter dalam kriteria penilaian yang digunakan Bank Indonesia dalam pengakuan lembaga pemeringkat, mekanisme penghapusan lembaga pemeringkat dari daftar yang diakui Bank Indonesia, dan mekanisme publikasi lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia.
Perbankan Syariah
Sistem pengawasan perbankan syariah diarahkan untuk memenuhi standar pengawasan internasional
dalam bentuk regulasi yang semakin compatible dengan standar internasional dan efektif, serta didukung oleh
mekanisme dan infrastruktur pengawasan yang semakin lengkap dan efisien. Penyusunan dan penyempurnaan
ketentuan yang telah dilakukan selama tahun 2011, antara lain sebagai berikut:
1. Peraturan Bank Indonesia No.13/5/PBI/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan aturan teknisnya berupa Surat Edaran Bank Indonesia No.13/17/DPbS tanggal 30 Mei 2011
Tujuan dari pengaturan ini adalah untuk meningkatkan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana yang dilakukan dengan penyebaran portofolio penyaluran dana yang diberikan agar risiko penyaluran dana tersebut tidak terpusat pada nasabah penerima fasilitas atau sekelompok nasabah penerima fasilitas tertentu.
Dengan diberlakukannya ketentuan ini maka Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang Batas Maksimum Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BPRS.
2. Peraturan Bank Indonesia No.13/6/PBI/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus dan peraturan pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor No.13/2/DPbS tanggal 31 Januari 2011
Tujuan pengaturan adalah untuk memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Oleh karena itu diperlukan upaya penyehatan terhadap BPRS yang mengalami kesulitan yang dapat bersifat sistematis dan berkelanjutan guna mendorong tumbuhnya industri BPRS yang sehat.
Dengan diberlakukannya ketentuan ini, PBI No.7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BPRS. Sedangkan peraturan pelaksanaan dari PBI ini dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan
43
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
dengan ketentuan dalam PBI.
3. Peraturan Bank Indonesia No.13/9/PBI/2011 tanggal 8 Februari 2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dan aturan teknisnya untuk BPRS berupa Surat Edaran Bank Indonesia No.13/16/DPbS tanggal 30 Mei 2011, untuk BUS atau UUS berupa Surat Edaran Bank Indonesia No.13/18/DPbS tanggal 30 Mei 2011
Tujuan pengaturan adalah dalam rangka menjaga kelangsungan usaha dan kualitas pembiayaan serta meminimalisasi risiko kerugian. Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya yang mana salah satu upayanya melalui restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar.
Ketentuan ini mengubah PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dan Surat Edaran Bank Indonesia No.10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008.
4. Peraturan Bank Indonesia No.13/13/PBI/2011 tanggal 24 Maret 2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan aturan teknisnya berupa Surat Edaran Bank Indonesia No.13/10/DPbS tanggal 31 Januari 2011
Tujuan pengaturan adalah dalam rangka membentuk pengelolaan risiko yang bertujuan agar BUS dan UUS dapat menyerap potensi kerugian yang telah diperkirakan (expected loss). Pengaturan penggolongan kualitas pembiayaan dalam ketentuan ini tidak banyak mengalami perubahan dari sebelumnya kecuali untuk Pembiayaan Mudharabah karena dimungkinkan tidak adanya angsuran pokok secara berkala sehingga pengklasifikasian penggolongan kualitas Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah akan dibedakan menjadi 2 yaitu dengan angsuran pokok dan tidak ada angsuran pokok.
Ketentuan ini mencabut PBI No.8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan perubahannya yaitu PBI No.9/9/PBI/2007 dan PBI No.10/24/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
5. Peraturan Bank Indonesia No.13/14/PBI/2011 tanggal 24 Maret 2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi BPRS dan peraturan pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia No.13/11/DPbS tanggal 13 April 2012
Tujuan pengaturan adalah dalam rangka membentuk pengelolaan risiko yang bertujuan agar BPRS dapat menyerap potensi kerugian yang telah diperkirakan (expected loss). Pengaturan penggolongan kualitas Pembiayaan dalam ketentuan ini tidak banyak mengalami perubahan dari sebelumnya kecuali untuk Pembiayaan Mudharabah karena dimungkinkan tidak adanya angsuran pokok secara berkala sehingga pengklasifikasian penggolongan kualitas Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah akan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu dengan angsuran pokok dan tidak ada angsuran pokok. Dalam ketentuan ini juga ditambahkan pengaturan bahwa dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih parameter dari unsur–unsur penilaian yang menunjukkan kualitas yang berbeda untuk 1 (satu) rekening maka penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan menggunakan penilaian yang paling rendah.
PBI ini mencabut PBI No.8/24/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
6. Peraturan Bank Indonesia No.13/23/PBI/2011 Tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Tujuan pengaturan adalah untuk mengakomodasi karakteristik kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak sepenuhnya sama dengan perbankan konvensional, dan juga dalam rangka memenuhi amanah Pasal 38 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Penerapan
Laporan Pengawasan Perbankan 201144
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
manajemen risiko pada BUS dan UUS disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan BUS dan UUS.
Dengan diberlakukannya ketentuan ini maka PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dan Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dinyatakan tidak
berlaku bagi BUS dan UUS.
7. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/15/DPbS tanggal 30 Mei 2011 perihal Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Tujuan pengaturan untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang baru seperti definisi UMKM yang diatur dalam UU No.20 tahun 2008, menyesuaikan sandi sektor ekonomi dan menambah beberapa informasi serta formulir.
Ketentuan pelaksanaan ini mencabut SE BI No.7/13/DPbS tanggal 11 April 2005 dan SE BI No.9/17/DPbS tanggal 8 Agustus 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran No.7/13/DPbS perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Dalam rangka meningkatkan peran BPR dalam mendukung perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM), diperlukan peraturan yang dapat mendukung BPR agar penyaluran kredit kepada UMKM tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu, pada tahun 2011 Bank Indonesia telah mengeluarkan
beberapa ketentuan, sebagai berikut:
1. Peraturan Bank Indonesia No.13/26/PBI/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang Perubahan atas PBI No.8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif BPR
Pengaturan ini antara lain mengharuskan BPR memilki pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan yang bertujuan untuk meningkatkan prinsip kehati-hatian BPR dalam mendukung pengembangan UMKM dan dalam rangka menjaga dan memelihara kualitas kredit kepada UMKM.
Pengaturan tersebut mencakup penyelarasan dengan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR).
Ketentuan ini merupakan penyempurnaan terhadap PBI No.8/19/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat .
2. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14/DKBU/2011 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi BPR dan BPRS.
Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilakukan melalui BPR dan merupakan salah satu bagian dari pengelolaan risiko BPR. SE dimaksud mengacu pada standar internasional sebagaimana rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering yang merupakan acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh BPR dan BPRS dalam menyusun Pedoman Pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), serta mekanisme penilaian dalam rangka penerapan Program APU dan PPT tersebut.
45
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Kebijakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mempunyai peran yang sangat vital dalam pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, hingga saat ini UMKM masih menghadapi berbagai
permasalahan antara lain adanya asymmetric information antara UMKM dan perbankan. Asymmetric information
tersebut dapat dilihat dari dua sisi, yaitu permintaan dan penawaran. Kendala dari sisi permintaan adalah bahwa
UMKM memiliki keterbatasan dalam menyajikan informasi keuangan yang transparan dan memadai sehingga
menyebabkan bank sebagai pemberi kredit (kreditur) memiliki kesulitan dalam memperoleh informasi yang
menyeluruh mengenai kondisi keuangan dan usaha dari UMKM. Sedangkan kendala dari sisi penawaran adalah
adanya keengganan bank dalam menyalurkan kredit kepada UMKM yang disebabkan antara lain karena kurangnya
informasi mengenai UMKM, keterbatasan aset jaminan, dan tidak adanya penjamin kredit.
Oleh karena itu, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut,
antara lain penelitian yang merupakan dasar kebijakan untuk mendorong pengembangan UMKM dan akselerasi
kredit UMKM (research-based policy). Selama tahun 2011, penelitian yang telah dilakukan antara lain:
1. Penelitian pola pembiayaan (Lending Model) usaha kecil melalui pola konvensional atau pola syariah tentang komoditas yang potensial dibiayai dalam rangka pengembangan UMKM. Pada tahun 2011 telah dilakukan perluasan materi penelitian yaitu menambahkan informasi tentang tata niaga dalam aspek pemasaran. Obyek penelitian lending model melalui pola konvensional fokus pada 6 komoditas/jenis usaha yaitu budidaya kepiting soka, kerupuk kulit ikan patin, kerupuk siap saji berbahan dasar ikan dan udang, budidaya kentang, budidaya jamur tiram, dan pembuatan Chip ATC (Alkali Treated Carrageenan) rumput laut. Sedangkan penelitian lending model melalui pola syariah fokus pada komoditas kelapa sawit dan usaha bengkel mobil.
2. Dalam rangka memberikan informasi kepada stakeholders mengenai produk unggulan dan produk potensial suatu daerah/propinsi, memberikan masukan mengenai sektor utama regional, serta mengembangkan potensi ekonomi dan UMKM di daerah perbatasan dan tertinggal, Bank Indonesia melakukan penelitian pengembangan komoditas, produk, jenis usaha unggulan, penelitian peta sektor utama regional, serta penelitian pengembangan potensi ekonomi dan UMKM di daerah perbatasan dan tertinggal.
3. Penelitian “Mencari Pembiayaan yang Efektif bagi Sektor Pertanian” yang merupakan kerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penelitian tersebut sekaligus merupakan studi kasus terhadap penyaluran kredit program, yaitu kredit ketahanan pangan dan energi (KKPE) dan kredit usaha pembibitan sapi (KUPS). Dari penelitian tersebut dapat diperoleh informasi mengenai: (i) faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit program, (ii) kesesuaian skema kredit program, (iii) positioning kredit program terhadap pembiayaan lainnya, dan (iv) skema pembiayaan yang ideal bagi sektor pertanian.
4. Penelitian “Pemetaan dan Identifikasi Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Provinsi Jawa Barat” yang ditujukan untuk memperoleh gambaran terkini tentang kondisi dan perkembangan LKM, sehingga diharapkan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengaturan LKM ke depan.
5. Kajian dampak sosial inovasi layanan BPR sebagai bagian dari program Microfinance for Decent Work-ILO, bekerja sama dengan ILO, yang ditindaklanjuti dengan pelatihan Pendidikan Keuangan untuk Keluarga agar mampu mengelola keuangan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan debitur sekaligus meningkatkan kualitas kredit bagi BPR.
Laporan Pengawasan Perbankan 201146
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah pelatihan atau pemberian bantuan teknis
yang bertujuan untuk meningkatkan elijibilitas dan kapabilitas UMKM, serta meningkatkan expertise perbankan
tentang UMKM. Upaya yang dilakukan pada tahun 2011 adalah:
1. Pelatihan kepada bank dan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB)
Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM BPR, Bank Indonesia memberikan bantuan teknis berupa pelatihan manajemen risiko kredit kepada Komisaris, Direksi dan Pejabat Operasional BPR berskala kecil (total asset sampai dengan Rp5 Miliar) di wilayah Jabodetabek. Pada tahun 2011 telah diikuti oleh 58 BPR.
Pelatihan kepada KKMB dilakukan dalam rangka akselerasi akses UMKM kepada perbankan yang dilakukan bekerjasama dengan kementerian teknis terkait. Dalam upaya mendorong eksistensi KKMB tersebut telah dilakukan pelatihan kepada sekitar 1220 peserta yang tersebar hampir di seluruh Kantor Bank Indonesia (KBI).
2. Pengembangan sektor riil dan UMKM dilakukan melalui program pengembangan klaster nasional dan klaster daerah.
Untuk program klaster nasional meliputi 2 (dua) jenis komoditas penyumbang inflasi yaitu komoditas cabai merah dan bawang merah. Sedangkan program pengembangan klaster daerah komoditasnya meliputi sektor industri (kain bordir, konveksi, bordir tas) dan sektor pertanian dalam arti luas (rumput laut, padi, cabai, jamur, jagung, kakao, kopi, lele, sapi, dan lain-lain). Sementara itu, kegiatan bantuan teknis dilakukan melalui sosialisasi, Focus Group Discussion (FGD), pelatihan Good Agriculture Practices (GAP), pelaksanaaan Training of Trainer (ToT), pameran, bazaar intermediasi perbankan, studi banding, serta fasilitasi kemitraan
dan penguatan kelompok.
Selain itu Bank Indonesia melakukan penyediaan dan pengkinian informasi melalui pengembangan
INFOUMKM dalam website Bank Indonesia (www.bi.go.id) yang di launch pada tanggal 17 Agustus 2011 sebagai
pengganti menu DIBI. Website dimaksud merupakan sarana diseminasi informasi mengenai karakteristik UMKM
kepada perbankan dan pihak eksternal lainnya. INFOUMKM antara lain menyediakan informasi mengenai komoditi
UMKM yang potensial di suatu daerah, pola pembiayaan komoditi unggulan, pola pengembangan klaster UMKM,
skim kredit program Pemerintah, konsultasi usaha dari sisi finansial, kisah sukses pembiayaan, dan profil UMKM
yang layak dibiayai oleh Bank. Upaya lain yang dilakukan adalah melalui penyelenggaraan kegiatan “BPR Serbu
Pasar” yang merupakan road show BPR ke pusat-pusat kegiatan ekonomi UMKM dengan tujuan mendorong BPR
untuk aktif mensosialisasikan keberadaan dan produk-produk BPR di pusat-pusat kegiatan UMKM.
Sementara itu, strategi Bank Indonesia dalam rangka mendorong perbankan membiayai UMKM adalah
melalui pemberian insentif kepada perbankan. Implementasi strategi ini antara lain dilaksanakan dalam bentuk
fasilitasi pembentukan dan/atau penguatan lembaga penunjang, antara lain:
a. Memfasilitasi percepatan pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) melalui partisipasi aktif dalam sosialisasi PMK No.99/PMK.010/2011 tentang Perubahan atas PMK No.222/PMK.010/2008 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan-Bapepam LK, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, dan Kementerian Dalam Negeri.
b. Merencanakan implementasi pemeringkatan kredit bagi UMKM dalam rangka persiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sebagai multi years project sejak tahun 2010 dan pada tahun 2011 berada dalam tahapan uji coba metodologi.
47
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Koordinasi dan Peran Aktif Bank Indonesia dengan Stakeholders
A. Koordinasi dengan Sektor Riil
Dalam rangka meningkatkan efektivitas kebijakan Bank Indonesia secara umum dan sektor perbankan secara
khusus, serta mendukung pelaksanaan program lembaga lain yang tujuannya antara lain untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia, Bank Indonesia telah dan akan terus melakukan koordinasi dengan berbagai
pihak, serta terlibat aktif di dalam berbagai program/kegiatan yang dilakukan oleh institusi/lembaga terkait.
Terkait dengan sektor riil, Bank Indonesia melakukan 2 (dua) jenis kegiatan yaitu dalam rangka memantau
sumber kerentanan sistem keuangan yang bersumber dari sektor riil, dan untuk mendorong fungsi intermediasi
perbankan.
Selama tahun 2011 telah dilakukan diskusi dengan beberapa asosiasi pengusaha seperti asosiasi tekstil,
otomotif, spareparts kendaraan, karet, gula, permesinan, alas kaki, makanan dan minuman, ritel, serta pedagang
elektronik. Secara umum, hal-hal yang didiskusikan pada saat pertemuan dengan beberapa asosiasi pengusaha
tersebut adalah:
a. Pertemuan dengan Gaikindo, asosiasi kendaraan bermotor, asosiasi sparepart kendaraan dan asosiasi eksportir setelah bencana tsunami dan kebocoran reaktor nuklir fukusima di Jepang pada bulan Maret 2011 dalam rangka untuk memantau kinerja sektor industri otomotif, alat-alat berat dan komponen permesinan di Indonesia mengingat industri tersebut mempunyai ketergantungan pasokan bahan baku/spare part yang cukup tinggi dari Jepang. Selain itu, Jepang merupakan salah satu dari 5 (lima) negara utama tujuan ekspor Indonesia, sehingga perlu dimonitor dampaknya terhadap kelangsungan ekspor Indonesia.
b. Pertemuan dengan asosiasi sektor makanan dan minuman, asosiasi sektor elektronika dan asosiasi sektor ritel dalam rangka assesment dampak kenaikan harga pangan terhadap risiko kredit rumah tangga dan korporasi.
Dari rangka mendorong fungsi intermediasi perbankan telah dilakukan pertemuan antara pelaku usaha
dengan perbankan yang juga melibatkan kementerian/instansi teknis terkait. Kegiatan yang telah dilaksanakan
antara lain workshop pembiayaan perikanan tangkap. Workshop tersebut memaparkan prospek industri
perikanan tangkap, serta memperkenalkan skim pembiayaan kepada nelayan dengan jaminan kapal nelayan
yang dijamin oleh asuransi.
B. Koordinasi dan Peran Aktif dalam Penyaluran Kredit Program
Bank Indonesia berperan dalam memfasilitasi perluasan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sesuai
dengan Instruksi Presiden No.3 Tahun 2010 bahwa Gubernur/Bupati/Walikota berkoordinasi dengan Kantor Bank
Indonesia (KBI) dalam menyusun rencana tindak perluasan penyaluran KUR. Disamping itu, sebagai tindaklanjut
dari Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Pertanian tanggal 16 Maret 2011, Bank
Indonesia berperan dalam memfasilitasi percepatan penyaluran kredit program (Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi - KKPE, Kredit Usaha Pembibitan Sapi - KUPS, dan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi
Perkebunan - KPEN RP) melalui beberapa kegiatan seperti sosialisasi, penelitian, serta evaluasi dan monitoring
penyaluran kredit program.
Laporan Pengawasan Perbankan 201148
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam rangka
meningkatkan sinergi untuk Program Minapolitan. Program Minapolitan adalah program pembangunan kelautan
dan perikanan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak sektor kelautan dan perikanan
berdasarkan prinsip terintegrasi, efisiensi dan akselerasi. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan
produksi, produktivitas dan kualitas produk perikanan, meningkatkan pendapatan nelayan dan pengusaha, serta
mengembangkan kawasan Minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah. Kerjasama ini juga akan
dilanjutkan dengan pelaksanaan pilot project pembiayaan perikanan tangkap yang akan dilakukan di wilayah
Jabodetabek.
Selanjutnya, dalam rangka memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong
pengembangan UMKM, Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kerjasama dengan Pemerintah, antara
lain:
1. Sebagai counterpart dari Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi dalam rangka mengkomunikasikan dan meningkatkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Peran Bank Indonesia adalah mendorong pemerintah daerah untuk secara aktif menyusun rencana, melakukan monitoring dan melakukan evaluasi terhadap penyaluran KUR melalui pembentukan berbagai forum. Disamping itu, peran Bank Indonesia di daerah juga diperkuat oleh Intruksi Presiden (INPRES) No.3 tahun 2010 tentang Pembangunan Yang Berkeadilan.
2. Memperkuat koordinasi dan fasilitasi antara program Bank Indonesia dengan program Pemerintah dalam rangka pengembangan sektor riil, antara lain:
a. Pengembangan trading house, Bank Indonesia berperan sebagai intermediasi antara perbankan dengan trading house dan supplier.
b. Optimalisasi pemanfaatan produk resi gudang, yaitu merencanakan penerbitan ketentuan dan mendorong pemerintah untuk mendirikan sarana produksi dan sosialisasi ketentuan.
c. Penyusunan skim kredit, antara lain: (i) skim kredit perumahan bekerja sama dengan Kementerian Negara Perumahan Rakyat, dan (ii) skim kredit dan pemberian bantuan teknis untuk mengembangkan kredit di sektor perikanan bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
d. Optimalisasi program One Village One Product (OVOP), Bank Indonesia berperan dalam pemberian bantuan teknis dan sebagai fasilitator antara perbankan dengan klaster.
3. Melakukan penelitian lending model untuk komoditi kelautan dan perikanan, bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
4. Menjadi anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Kredit Program, Bank Indonesia turut serta dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyaluran kredit program.
C. Koordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Dalam rangka meningkatkan ketahanan perbankan dan memelihara stabilitas sistem keuangan, Bank
Indonesia mengeluarkan kebijakan yang didukung oleh optimalisasi koordinasi dan kerjasama dengan otoritas/
institusi terkait. Sebagai salah satu bentuk komitmen dari perwujudan kerjasama tersebut, Bank Indonesia
bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyusun Pedoman Petunjuk Pelaksanaan (JukLak) No.13/3/
KEP.DpG/2011 dan No.KEP.011/KE/I/2011 tentang Koordinasi dan Pertukaran Data dan Informasi Dalam Rangka
49
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Mendukung Efektifitas Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan yang ditandatangani
pada tanggal 26 Januari 2011.
Juklak tersebut merupakan tindak lanjut pelaksanaan kerjasama dari Surat Keputusan Bersama Gubernur
Bank Indonesia (GBI) dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan No.11/55/KEP.GBI/2009
dan No.KEP.026/DK/X/2009 tentang Koordinasi dan Pertukaran Data dan Informasi dalam rangka Mendukung
Efektifitas Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan. Cakupan koordinasi dan
kerjasama dari SKB BI-LPS tersebut dituangkan secara detil dalam Juklak yang secara umum terdiri dari:
1. Koordinasi dalam hal pelaksanaan penjaminan simpanan yang terdiri dari pengkinian kelembagaan bank, kerjasama sosialisasi ketentuan terkait penjaminan simpanan, tindak lanjut pemantauan pemenuhan kewajiban bank, serta penetapan tingkat bunga yang wajar dalam rangka pembayaran klaim penjaminan.
2. Koordinasi mengenai penanganan bank bermasalah yang menyangkut koordinasi penyampaian data bank bermasalah, serta pemeriksaan bersama BI dan LPS terhadap Bank Dalam Pengawasan Khusus (DPK).
3. Koordinasi terkait penyelesaian dan/atau penanganan bank gagal yang terbagi dalam 3 kategori yaitu: (i) penanganan bank gagal yang tidak berdampak sistemik, (ii) penyerahan bank gagal yang tidak berdampak sistemik, dan (iii) penanganan bank gagal berdampak sistemik.
4. Koordinasi terkait tindak lanjut bank yang dicabut izin usahanya yang mencakup informasi, ketentuan perbankan dalam rangka rekonsiliasi dan verifikasi, penyusunan neraca penutupan bank, mekanisme penanganan dugaan tindak pidanan perbankan, serta permintaan pencegahan ke luar negeri kepada bank yang dicabut izin usahanya.
5. Penanganan tugas lainnya seperti kerjasama dalam hal pertukaran data dan informasi dengan menggunakan teknologi informasi, termasuk kerahasiaan data dan informasi.
D. Koordinasi dan Kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Tujuan nota kesepahaman adalah untuk menetapkan upaya atau langkah-langkah pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam hal adanya keterkaitan antara
tugas dan kewenangan Bank Indonesia di sektor moneter, sektor perbankan, dan sektor sistem pembayaran
termasuk sektor manajemen intern, dengan tugas dan kewenangan PPATK dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kerjasama antara Bank Indonesia dan
PPATK terkait tugas dan kewenangan masing-masing pihak dilakukan dalam bentuk tukar menukar data dan/
atau informasi hukum, perumusan ketentuan hukum, pelaksanaan audit, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan,
penugasan pegawai BI pada PPATK, penelitian atau riset, dan/atau pengembangan Sistem Teknologi Informasi.
E. Koordinasi dan Kerjasama dengan Penegak Hukum
Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas bank dapat menemukan adanya dugaan
Tindak Pidana Perbankan (tipibank). Namun karena Bank Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan penyidikan, penanganan terhadap dugaan tipibank tersebut memerlukan koordinasi antara Bank
Indonesia dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Oleh karena itu, untuk memperlancar dan mempercepat koordinasi
penanganan tipibank, pada tanggal 19 Desember 2011 Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian dan Jaksa
Laporan Pengawasan Perbankan 201150
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Agung telah menandatangani Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia No.13/104/KEP.GBI/2011, No.B/31/XII/2011, dan No.Kep-261/A/
JA/12/2011 tentang Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan untuk menggantikan Surat Keputusan
Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Gubernur Bank
Indonesia No.KEP-902/A/J.A/12/2004; No.POL:SKep/924/XII/2004; No.6/91/KEP.GBI/2004 tanggal 20 Desember
2004 tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan.
Ruang lingkup koordinasi meliputi pembahasan dugaan tipibank, pelaporan dugaan tipibank, penyediaan
saksi, penyediaan ahli, pemblokiran rekening, penyitaan uang dan dokumen, tukar menukar informasi, evaluasi
dan kegiatan lainnya. Selanjutnya, agar dalam pelaksanaan koordinasi tersebut dapat berjalan efektif, telah disusun
Petunjuk Pelaksanaan No.13/10/KEP.DpG/2011, No.B/4768/XII/2011/Bareskrim, No.Kep-04/E/EJP/12/2011,
dan No.Juk 12/F/Fsp/12/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan
yang ditandatangani oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia, dan Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Republik Indonesia.
Bank Indonesia juga turut berperan dalam memerangi kegiatan penghimpunan dana masyarakat yang diduga
dilakukan secara ilegal. Peran Bank Indonesia dimaksud dilakukan melalui koordinasi dengan beberapa instansi
terkait dalam forum Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana
Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi). Anggota Satgas terdiri dari Babepam-LK, Bank
Indonesia, Bappebti, PPATK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri, Bareskrim Mabes Polri dan Kejaksaan Agung RI. Kegiatan satgas tersebut meliputi pemeriksaaan bersama
dan koordinasi penanganan tindak lanjutnya untuk menghentikan tindakan melawan hukum tersebut, serta
memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan kegiatan lainnya. Pada tahun 2011, Bank Indonesia berkontribusi
dalam melakukan pemeriksaan khusus investigasi terhadap beberapa rekening yang diduga digunakan untuk
melakukan kegiatan usaha pengelolaan investasi dalam bentuk perdagangan berjangka tanpa ijin oleh tiga badan
yang berlokasi di Palembang. Hasil pemeriksaan dimaksud digunakan sebagai informasi untuk ditindaklanjuti
oleh Bappebti sebagai instansi yang berwenang melakukan pengaturan, pengawasan, dan perizinan di bidang
perdagangan berjangka.
Penanganan tipibank juga memerlukan koordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk bank
yang telah dicabut ijin usahanya (CIU). Koordinasi tersebut mengacu pada Surat Keputusan Bersama Gubernur
Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan No:11/55/KEP.GBI/2009, No:KEP.026/
DK/X/2009 tentang Koordinasi dan Pertukaran Data dan Informasi Dalam Rangka Mendukung Efektivitas
Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan, dan Petunjuk Pelaksanaan No.13/3/
KEP.DpG/2011, No.KEP.011/KE/I/2011 tentang Koordinasi dan Pertukaran Data dan Informasi Dalam Rangka
Mendukung Efektivitas Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan serta Kesepakatan
antara Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin Simpanan NOMOR: 14/1/KEP.DpG/2012 dan NOMOR: KEP.001/
KE/I/2012 tanggal 4 Januari 2012 tentang Mekanisme Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan pada Bank
yang Dicabut Izin Usahanya. Pada tahun 2011, dengan mengacu pada mekanisme kerjasama tersebut, Bank
Indonesia telah melaporkan kepada penegak hukum dugaan tipibank yang terjadi pada 1 Bank Umum dan 4 BPR
yang telah di Cabut Ijin Usahanya.
51
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, khususnya yang menggunakan
bank sebagai sasaran atau sarana tindak pidana korupsi, Bank Indonesia telah melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman Bank Indonesia dan
Komisi Pemberantasan Korupsi No:8/1/BI/DHk/NK dan No:031/KPK-BI/XII/2006 tanggal 8 Desember 2006
mengenai Kerjasama dalam rangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi beserta Petunjuk Pelaksanaannya.
Kerjasama yang dilakukan tersebut meliputi pengkajian data nasabah terpadu, pertukaran informasi dan bantuan
konsultasi, bantuan personil, pelatihan dan sosialisasi, serta pejabat penghubung.
F. Koordinasi dan Kerjasama Pengawasan Antar Negara
Perkembangan sistem keuangan global yang semakin terintegrasi dan menyediakan berbagai inovasi
instrumen keuangan memberikan dampak pada peningkatan risiko yang dihadapi bank. Hal tersebut menuntut
peningkatan kualitas pengawasan sistem keuangan yang tidak hanya fokus pada institusi keuangan domestik
(lokal), namun juga peningkatan kualitas pengawasan pada tingkat grup (konsolidasi) yang beroperasi secara
internasional. Pengalaman krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008/2009 memberikan banyak
pelajaran berharga bagi otoritas pengawasan di seluruh dunia. Respon yang diperlukan tidak hanya terkait
peningkatan atas kualitas permodalan bank sebagai landasan yang kuat demi terciptanya sistem keuangan yang
lebih stabil, namun disadari pula akan pentingnya peningkatan kualitas pengawasan sistem keuangan di tingkat
lokal yang dilakukan oleh host supervisors dan di tingkat konsolidasi yang dilakukan oleh home supervisors.
Home-host supervisors tidak hanya dituntut untuk memahami kondisi institusi di tingkat grup (konsolidasi)1
namun juga dituntut untuk memahami kondisi institusi di tingkat lokal2 untuk memastikan bahwa home-host
supervisors mampu mengidentifkasi dan mengatasi risiko utama yang dihadapi oleh institusi tersebut. Hal
tersebut tentunya membutuhkan proses koordinasi yang baik antara home-host supervisors. Berbagai bentuk
koordinasi yang selama ini dianjurkan oleh lembaga internasional seperti G20, FSB dan BCBS antara lain melalui
pertukaran informasi dan dialog. Dalam prakteknya, pertukaran informasi dan dialog antar otoritas pengawas
diformalkan dan didokumentasikan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU). MoU tersebut memuat
mekanisme pertukaran informasi pengawasan, mekanisme konsultasi dan dialog antar otoritas pengawas, serta
bentuk interaksi lainnya yang mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan. Seiring dengan perkembangan global
tersebut serta sejalan dengan meningkatnya porsi kepemilikan asing pada perbankan Indonesia, Bank Indonesia
sejak tahun 2010 telah menyusun MoU dengan berbagai otoritas pengawas negara lain, antara lain dengan Bank
Negara Malaysia, China Banking Regulatory Commission, serta Monetary Authority of Singapore. Hal ini terus
berlanjut melalui penyusunan MoU dengan otoritas pengawas bank di negara lain, khususnya yang memiliki
eksposur cukup besar di Indonesia. Beberapa diantaranya yang secara substansi telah disepakati oleh kedua belah
pihak dan diharapkan dapat difinalisasi dalam waktu dekat adalah dengan Korean Financial Services Commission
dan Australian Prudential Regulatory Authority. Penyusunan MoU oleh Bank Indonesia dengan beberapa otoritas
pengawas di negara lain juga merupakan suatu bentuk komitmen Bank Indonesia sebagai salah satu anggota
1) Antara lain meliputi struktur organisasi, strategi bisnis, struktur permodalan, sumber pendanaan maupun sistem pengawasan di negara asal (home country), dll.2) Antara lain meliputi strategi bisnis di tingkat lokal, aktivitas signifikan yang dijalankan oleh institusi lokal, sistem pengawasan di host country, dll.
Laporan Pengawasan Perbankan 201152
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
dalam forum internasional untuk terus meningkatkan level kepatuhannya terhadap standar internasional serta
sebagai salah satu langkah nyata yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menindaklanjuti hasil dari
Financial Sector Assessment Program (FSAP) yang telah dilaksanakan pada tahun 2009/2010.
Dalam tahap implementasi terhadap MoU yang telah disepakati tersebut, telah dilaksanakan berbagai
pertemuan bilateral baik high level maupun technical level untuk membahas berbagai isu dan concern
spesifik seputar hasil pengawasan di tingkat lokal maupun di tingkat konsolidasi. Diskusi terkait update kondisi
perekonomian di masing-masing negara serta peraturan-peraturan baru yang berdampak pada operasional
bank di tingkat lokal maupun konsolidasi merupakan salah satu agenda yang dibahas. Selain forum pertemuan
bilateral tersebut, Bank Indonesia juga terlibat dalam berbagai forum supervisory colleges dengan beberapa
otoritas pengawas di dunia. Oleh karena itu, dengan semakin intensifnya pertukaran informasi pengawasan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan berbagai otoritas pengawas di negara lain, diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pengawasan bank di tingkat lokal maupun konsolidasi, sehingga akan memperkuat sistem keuangan
secara regional serta dapat memberikan kontribusi bagi stabilitas keuangan global.
53
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Boks 2.1 Program Edukasi Masyarakat
Program edukasi masyarakat merupakan bagian dari pilar ke 6 dalam Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) yaitu perlindungan nasabah yang bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan
standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan
transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi masyarakat. Program edukasi masyarakat
tersebut merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan financial literacy sehingga masyarakat akan
mempunyai gambaran mengenai keuntungan dan risiko dari berbagai produk keuangan yang ditawarkan
oleh lembaga keuangan termasuk biaya yang timbul. Selain itu, financial literacy secara inheren merupakan
bentuk perlindungan konsumen karena masyarakat yang terdidik secara keuangan berada pada posisi yang
memungkinkan untuk memproteksi diri serta memiliki bargaining power yang lebih seimbang dengan
penyedia jasa keuangan sebagai produsen.
Selanjutnya, peningkatan financial literacy masyarakat diharapkan akan mengubah pola permintaan
produk keuangan yang semakin tergantung kepada kebutuhan riil masyarakat, serta mendorong lembaga
keuangan/bank untuk meningkatkan kompetisi secara lebih sehat melalui inovasi dan perbaikan kualitas
produk keuangan yang ditawarkan kepada masyarakat. Adapun program kerja yang telah dilakukan pada
tahun 2011 antara lain meliputi:
1. Kampanye budaya menabung
Dari sisi individual, budaya menabung akan meningkatkan ketahanan finansial individual masyarakat. Sedangkan dari sisi makro, budaya menabung akan meningkatkan tabungan masyarakat yang siap digunakan untuk keperluan investasi dan pembangunan.
Upaya untuk mendorong budaya menabung di masyarakat telah dilakukan oleh Bank Indonesia bersama-sama dengan Pokja Edukasi Perbankan melalui kampanye bersama budaya menabung secara lebih fokus di 6 daerah yaitu Makassar, Banjarmasin, Surabaya, Semarang, Bandung dan Medan. Kegiatan kampanye di 6 daerah tersebut merupakan strategi yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama-sama dengan perbankan agar lebih fokus sehingga target pencapaian dapat lebih terukur. Sehubungan dengan hal tersebut, saat ini sedang dilaksanakan kampanye “Sambut Hari Depan Terencana, Ayo Menabung!” selama bulan Desember 2011 s.d Februari 2012, serta pelaksanaan survey persepsi dan preferensi mengenai TabunganKu.
2. Pengenalan budaya menabung sejak dini
Dalam rangka menumbuhkan awareness menabung sejak dini, Bank Indonesia dan Kementerian Pendidikan telah melalukan integrasi pendidikan keuangan kedalam kurikulum SD dan SMP untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas 5 dan 6 tingkat SD, serta kelas 8 dan 9 tingkat SMP.
Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, telah dilakukan beberapa kegiatan, yaitu: (i) monitoring tahap pertama untuk mengetahui persiapan pengajaran di masing-masing sekolah serta mengetahui tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah pengajaran dilakukan (pre-test dan post-test), (ii) kegiatan training for trainer (ToT) kepada para pendidik sekolah (kepala sekolah, guru, pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan setempat) yang dijadikan pilot project. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman pendidik tentang perbankan dan keuangan, teaching skill dan perencanaan keuangan, serta (iii) pembuatan alat pendukung pelajaran.
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Laporan Pengawasan Perbankan 201154
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
3. Edukasi Keuangan Bagi TKI
Edukasi keuangan tidak hanya dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah, namun juga dilakukan pada berbagai segmen masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 2011 Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah melakukan kegiatan edukasi keuangan bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan keluarganya. Melalui kegiatan tersebut diharapkan pengetahuan mereka mengenai perencanaan dan pengelolaan keuangan dapat ditingkatkan sehingga devisa yang dihasilkan dapat dikelola menjadi usaha yang produktif. Untuk mengimplementasikan hal tersebut telah dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama antara Bank Indonesia dan Kemenakertrans pada tanggal 1 Agustus 2011.
Selanjutnya, Bank Indonesia juga telah melakukan koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Kemenakertrans, BNP2TKI, perbankan, Kemenakertrans dan LSM terkait guna memetakan perkembangan implementasi edukasi dan kendala yang dihadapi. Selain itu, Bank Indonesia bersama-sama dengan Kemenko Perekonomian, Kemenakertrans, BNP2TKI serta Bank BUMN telah melakukan kegiatan sosialisasi skim KUR-TKI, edukasi perbankan dan kewirausahaan, serta ketentuan penempatan dan perlindungan TKI kepada calon TKI serta stakeholder terkait lainnya di kantong-kantong TKI baik di dalam maupun luar negeri.
4. Penyediaan tabungan yang berbiaya administrasi rendah
Salah satu kendala bagi masyarakat untuk menabung khususnya bagi masyarakat kelas menengah kebawah adalah biaya administrasi. Untuk itu Bank Indonesia menggagas produk bernama “TabunganKu” bersama perbankan. TabunganKu tersebut merupakan produk tabungan tanpa biaya administrasi dan persyaratannya mudah. Saat ini 70 bank umum dan sejumlah BPR telah sepakat untuk mengeluarkan produk “TabunganKu” yang dalam waktu 22 bulan (sampai dengan Desember 2011) telah mencapai 2,1 juta rekening dengan total nominal tabungan sebesar Rp2,45 Triliun.
5. Menu khusus informasi dan edukasi konsumen dalam website Bank Indonesia
Salah satu upaya Bank Indonesia dalam mendorong perlindungan nasabah adalah dengan menyediakan Menu Khusus Informasi dan Edukasi Konsumen dalam website Bank Indonesia yang telah diluncurkan pada tanggal 1 Juli 2011. Hal tersebut ditujukan untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh informasi yang terkait dengan jasa keuangan khususnya perbankan dan alat pembayaran. Dengan demikian, masyarakat akan dapat melindungi dirinya sendiri dalam bertransaksi dengan perbankan sehingga pengaduan konsumen terkait perbankan dapat dikurangi. Untuk mempermudah akses masyarakat, menu ini ditampilkan pada halaman depan website Bank Indonesia. Informasi yang ada dalam menu khusus tersebut antara lain penjelasan tentang produk dan jasa perbankan, transparansi produk, mekanisme pengaduan nasabah, mekanisme mediasi perbankan, simulasi perhitungan bunga dan bagi hasil, alat pembayaran dan transfer dana, informasi debitur, mengenal rupiah, serta tips yang dapat digunakan oleh masyarakat dalam pemanfaatan produk keuangan dan alat pembayaran. Materi yang disampaikan dalam menu juga disesuaikan dengan beberapa target segmen pembaca seperti segmen dewasa dan anak.
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
55
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Gambaran Umum
Dalam rangka meningkatkan good governance penetapan suku bunga kredit, serta mendorong
persaingan yang sehat dalam industri perbankan antara lain melalui terciptanya disiplin pasar (market
discipline) yang lebih baik, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No.13/5/DPNP perihal
Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending Rate) pada tanggal 8 Februari 2011.
Latar belakang dan tujuan dari dikeluarkannya ketentuan tersebut antara lain adalah untuk: (i)
membentuk level of playing field yang seimbang antara bank dengan nasabah/masyarakat, (ii) meningkatkan
transparansi karakteristik produk kredit perbankan, (iii) meningkatkan perlindungan konsumen (customer
protection) karena publikasi SBDK dapat meminimalkan asymmetric information, dan (iv) mendorong loan
product pricing yang lebih efisien.
Dari sisi teori, pembahasan mengenai suku bunga dasar kredit (SBDK), diluar negeri menggunakan
istilah prime rate, cukup banyak dilakukan oleh beberapa penulis antara lain Saunders (2003) menjelaskan
bahwa prime rate merupakan suku bunga yang dikenakan kepada nasabah yang risikonya paling rendah
dan umumnya digunakan sebagai acuan untuk kredit jangka panjang. Menurut Goldberg (1981) prime rate
adalah indikator utama yang dapat dipergunakan untuk melihat kondisi pasar kredit. Sementara itu, Nabar,
Park dan Saunders (1993) mengungkapkan bahwa prime rate tidak lagi dilihat sebagai suku bunga yang
dikenakan kepada creditworthy customers tapi sudah berkembang menjadi indikator kunci dalam melihat
struktur perhitungan suku bunga kredit suatu bank.
Pengaturan Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit di Indonesia
Dengan mengacu kepada teori, penerapan kebijakan prime rate di beberapa negara, serta berdasarkan
hasil kajian dan diskusi dengan berbagai pihak, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan Transparansi
Informasi Suku Bunga Dasar Kredit yang mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2011. SE SBDK ini hanya
berlaku untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. Acuan dari SE SBDK
tersebut adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk
Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, serta PBI No.3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank sebagaimana telah diubah dengan PBI No.7/50/PBI/2005.
Pada dasarnya SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam
menentukan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. Perhitungan SBDK dilakukan untuk
mata uang rupiah dan dihitung untuk 3 (tiga) jenis kredit yaitu Kredit Korporasi, Kredit Ritel dan Kredit
Konsumsi (KPR dan non KPR). Dalam Kredit Konsumsi non KPR tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu
kredit dan kredit tanpa agunan (KTA). Selain itu, SBDK dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase
(%). Adapun penggolongan jenis kredit berdasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh internal bank.
Boks 2.2 Kebijakan Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Laporan Pengawasan Perbankan 201156
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu: (i) harga pokok dana untuk kredit
(HPDK), (ii) biaya overhead yang dikeluarkan bank, dan (iii) marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan
bank untuk aktivitas perkreditan. Perhitungan SBDK tersebut belum memperhitungkan komponen premi
risiko individu/kelompok nasabah bank karena besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko
masing-masing calon debitur/kelompok debitur. Sehingga, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan
kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
Bagan Suku Bunga Dasar Kredit vs Suku Bunga Kredit
Suku Bunga Kredit
(Lending Rate)
Harga Pokok Dana untuk
Kredit (CoLF)
Biaya Overhead (Overhead
Cost)
Marjin Keuntungan
(Profit Margin)
Suku Bunga Dasar Kredit
(SBDK)
Premi Risiko(Risk Premium)
Kriteria bank yang wajib mempublikasikan SBDK adalah bank yang pada dan/atau setelah tanggal 28
Februari 2011 berdasarkan posisi Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) mempunyai total aset Rp10 Triliun
atau lebih. Bank-bank tersebut wajib melakukan publikasi informasi SBDK dalam rupiah secara bersamaan
melalui: (i) papan pengumuman di setiap kantor bank, (ii) halaman utama website bank, jika bank memiliki
website, dan (iii) surat kabar. Apabila total aset bank turun menjadi kurang dari Rp10 Triliun, bank tetap
wajib melakukan publikasi informasi SBDK. Sementara itu dari sisi pelaporan ke Bank Indonesia, seluruh
bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional wajib menyusun laporan perhitungan
SBDK dalam rupiah sesuai dengan lampiran SE SBDK, selanjutnya laporan perhitungan SBDK tersebut
disampaikan kepada Bank Indonesia.
Manfaat dan Perkembangan SBDK
Kebijakan transparansi informasi SBDK dapat memberikan manfaat bagi masyarakat/sektor riil,
perbankan dan Bank Indonesia. Bagi masyarakat dan sektor riil, dengan dikeluarkannya ketentuan
SBDK dapat semakin meningkatkan transparansi produk kredit perbankan serta mengurangi asymmetric
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
57
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
information, sehingga dapat mendorong upaya peningkatan perlindungan konsumen (customer protection).
Bagi perbankan, ketentuan SBDK akan meningkatkan tata kelola yang baik serta menjadi sarana untuk
mendorong efisiensi dan kompetisi yang sehat melalui terciptanya transparansi dan disiplin pasar yang lebih
baik. Sementara itu, bagi Bank Indonesia, ketentuan SBDK dapat memfasilitasi upaya pemetaan (mapping)
tingkat kompetisi, mengukur tingkat efisiensi serta memahami perilaku penetapan pricing di bank.
Sejak dikeluarkannya ketentuan SBDK pada bulan Februari 2011, terlihat bahwa trend SBDK cenderung
menurun dan terjadi pada semua segmen. Hal ini disebabkan oleh menurunnya semua komponen SBDK
yakni HPDK, biaya overhead dan marjin keuntungan.
Tabel 2.1 Perkembangan Nilai Rata-Rata SBDK Industri Perbankan (%)
Segmen Kredit Perbankan
Maret April Mei Juni Juli Agsts Sept Okt Nov Des
Korporasi 10,51 10,58 10,64 10,72 10,54 10,55 10,51 10,50 10,36 10,18
Ritel 11,80 12,21 11,84 11,91 12,00 12,08 12,04 11,98 11,78 11,61
KPR 11,16 11,25 11,35 11,38 11,03 11,03 11,04 10,98 10,82 10,71
Non KPR 11,56 11,70 11,76 11,86 11,86 11,96 11,88 11,83 11,68 11,51
Ket: data tanpa outlier dan perhitungan secara weighted average
Implementasi Kebijakan, Tindak Lanjut dan Rencana Kedepan
Selanjutnya, dalam upaya memperkuat implementasi penerapan ketentuan SBDK tersebut, telah
dilakukan beberapa langkah baik dari sisi pendekatan/sosialisasi ke masyarakat maupun tindakan
pengawasan bank. Dari sisi sosialisasi ke masyarakat, langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap ketentuan SBDK sehingga: (i) masyarakat
dapat mempelajari dan membandingkan publikasi SBDK antar bank yang dapat dipergunakan sebagai
salah satu sumber informasi dalam pengambilan keputusan, dan (ii) informasi SBDK dapat dipergunakan
oleh masyarakat sebagai bahan diskusi/negosiasi ketika mengajukan kredit ke bank. Adapun beberapa
hal yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan awareness masyarakat tersebut antara
lain adalah:
• Menyusun booklet dan kumpulan tanya jawab SBDK untuk disebarkan kepada masyarakat antara lain dengan cara di upload di website Bank Indonesia.
• Melakukan seminar dan sosialisasi kebijakan SBDK kepada perbankan, perguruan tinggi, akademisi, pelaku usaha, asosiasi pengusaha, pemerintah daerah, LSM dan unsur masyarakat lainnya baik di Jakarta maupun di beberapa kota besar yakni Aceh, Medan, Padang, Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Denpasar, Mataram, Manado, Banjarmasin, Pontianak, dan Makassar.
• Sosialisasi melalui media cetak (koran dan majalah) serta media elektronik (TV dan radio).
Sementara itu, dari sisi pengawasan, Bank Indonesia telah dan akan terus melakukan: (i) pertemuan
dengan bank dan asosiasi perbankan untuk mendalami struktur pembentukan dan perhitungan SBDK
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Laporan Pengawasan Perbankan 201158
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
dan suku bunga kredit, (ii) penyusunan benchmark/rekapitulasi SBDK untuk industri perbankan dan per
kelompok bank, serta peer group analisis, dan (iii) penyusunan ranking perbankan.
Selanjutnya untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh informasi SBDK bank
yang terkena kewajiban publikasi, sejak Januari 2012 SBDK bank yang terkena kewajiban publikasi (sesuai
ketentuan SBDK) tersedia di website Bank Indonesia (selain media publikasi yang diatur di dalam SE SBDK).
Publikasi SBDK tersebut akan di update secara regular berdasarkan laporan SBDK yang disampaikan oleh
bank ke Bank Indonesia.
Kedepan, kebijakan SBDK akan terus dilanjutkan bahkan terdapat hal-hal lain yang sedang dan akan
dilakukan agar implementasi kebijakan SBDK dapat lebih efektif yakni antara lain: (i) memasukkan target
SBDK ke dalam Rencana Bisnis Bank (RBB), (ii) melanjutkan program sosialisasi ke masyarakat, (iii) pelaporan
SBDK secara online yakni melalui Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), dan (iv) melakukan kajian penetapan
dan perhitungan premi risiko yang merupakan faktor pembentuk suku bunga kredit. Selain itu, diskusi dan
komunikasi dengan perbankan akan terus dilanjutkan untuk membahas perhitungan dan perkembangan
SBDK dan suku bunga kredit kedepan.
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
59
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Pada tanggal 3 September 2010, Bank Indonesia mengumumkan kebijakan mengenai Giro Wajib
Minimum (GWM) dalam Rupiah untuk bank umum konvensional yang perhitungannya terdiri dari:
GWM dalam Rupiah = GWM Primer 8% + GWM Sekunder 2,5% + GWM LDR
Pada tanggal 1 Maret 2011 kebijakan GWM LDR dalam rupiah mulai berlaku. GWM LDR ditetapkan
dalam suatu kisaran yang dipandang mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan dengan tetap
menjaga prinsip kehati-hatian. Kisaran LDR target ditetapkan dengan batas bawah 78% dan batas atas 100%.
Bagi bank-bank yang memiliki LDR diluar kisaran tersebut akan dikenakan disinsentif dengan ketentuan
sebagai berikut:
• Untuk bank yang memiliki LDR lebih rendah dari batas bawah target LDR dikenakan disinsentif berupa tambahan GWM sebesar 0,1 dari DPK rupiah untuk setiap 1% kekurangan LDR.
• Untuk bank yang memiliki LDR lebih tinggi dari batas atas target LDR dan memiliki CAR dibawah 14% dikenakan disinsentif berupa tambahan GWM sebesar 0,2 dari DPK rupiah untuk setiap 1% kelebihan LDR.
• Untuk bank yang memiliki LDR lebih tinggi dari batas atas target LDR namun memiliki CAR 14% atau lebih tidak dikenakan tambahan GWM.
Penerapan kebijakan GWM LDR tersebut bukan yang pertama kali dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada
triwulan terakhir tahun 2005 Bank Indonesia pernah mengeluarkan ketentuan GWM LDR yang berlaku
sampai dengan tahun 2008. Namun terdapat perbedaan diantara kedua kebijakan GWM LDR tersebut.
Kebijakan GWM LDR yang dikeluarkan tahun 2005 hanya memiliki instrumen yang memberikan insentif
bagi bank untuk meningkatkan LDR namun tidak memiliki mekanisme yang memberikan disinsentif jika
LDR sudah dipandang terlalu tinggi. Sementara itu, kebijakan GWM LDR yang baru memiliki LDR target
dalam kisaran tertentu. Apabila LDR sebuah bank berada dibawah target, maka terdapat insentif bagi bank
tersebut untuk meningkatkan LDR. Jika LDR bank berada diatas target, maka akan ada insentif bagi bank
untuk memperhatikan risiko likuiditas dengan cara menyesuaikan LDR. Dengan demikian, akan ada suatu
self-correction mechanism bagi bank untuk mengoptimalkan penyaluran kreditnya namun dengan tetap
mengacu pada prinsip kehati-hatian.
LDR target tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan makro ekonomi dan mikro perbankan. Secara makro,
LDR target merupakan cerminan kebutuhan kredit yang diperlukan untuk mendukung target pertumbuhan
ekonomi. Sementara secara mikro, LDR target ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas
dan LDR perbankan. Pembatasan LDR tersebut dilakukan untuk menjaga ketahanan modal dan likuiditas
perbankan. Meskipun demikian, bank masih dapat meningkatkan penyaluran kredit diatas batas atas target
LDR sepanjang diikuti dengan ketahanan modal yang memadai.
Sejak diterapkannya ketentuan GWM LDR dan berbagai kebijakan Bank Indonesia lainnya dalam
mendorong fungsi intermediasi perbankan, LDR industri perbankan mengalami peningkatan yang cukup
baik. Per Desember 2010, LDR perbankan tercatat sebesar 75,5%, sedangkan pada Desember 2011 LDR
Boks 2.3 Kebijakan GWM LDR
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Laporan Pengawasan Perbankan 201160
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
perbankan meningkat menjadi 79,0%. Disamping itu, jumlah bank yang memiliki LDR dalam kisaran 78%-
100% juga meningkat cukup signikan. Hal ini mencerminkan bahwa berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan
oleh Bank Indonesia (terutama GWM LDR) dapat mendorong fungsi intermediasi perbankan.
Implementasi kebijakan GWM LDR ini selain diharapkan dapat meningkatkan peran intermediasi
perbankan juga mendorong perbankan untuk tetap menjaga prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan
ketahanan modal yang memadai. Hal ini terlihat dari bank-bank yang memiliki LDR diatas 100% juga memiliki
rasio KPMM diatas 14%.
Tabel 2.2 LDR Bank Umum Konvensional
Des 2010 Maret 2011 Des 2011
LDR Industri 75,5 77,2 79,0
Jumlah bank dengan LDR dibawah 78% 42 53 42
Jumlah bank dengan LDR antara 78% - 100% 47 42 51
Jumlah bank dengan LDR > 100% 20 14 16
Jumlah bank 109 109 109
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
61
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Model Bisnis BPR disusun melalui pengamatan terhadap kinerja dan perilaku industri BPR selama 5
tahun terkahir. Dari hasil pengamatan tersebut, kemudian dipilih BPR yang memiliki kinerja yang lebih baik
dibandingkan dengan BPR lainnya, serta bisnisnya meningkat secara siginifikan. Selanjutnya terhadap BPR
yang terpilih tersebut di eksplore mengenai cerita sukses dalam mengelola BPR. Aspek-aspek tersebut yang
disajikan dalam Model Bisnis BPR sebagai acuan bagi pendirian BPR baru maupun pengelolaan BPR yang
sudah ada. Peluncuran buku Model Bisnis BPR telah dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal
5 Desember 2011. Peluncuran buku Model Bisnis BPR merupakan bagian dari kebijakan Bank Indonesia
dalam rangka mendorong pendirian BPR yang sehat, berkesinambungan dan mampu berperan dalam
pengembangan perekonomian daerah. Sementara itu, bagi BPR yang telah beroperasi, Model Bisnis BPR
diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengelola BPR dalam menjalankan bisnis BPR secara sehat.
Boks 2.4 Model Bisnis BPR
Bagan Model Bisnis BPR
Model Bisnis BPR terdiri dari 6 aspek utama yang paling berpengaruh terhadap perkembangan BPR
yakni aspek pemilik, kinerja keuangan dan permodalan, lokasi dan wilayah operasional, strategi bisnis,
manajemen dan SDM, serta hubungan dengan masyarakat. Aspek-aspek tersebut merupakan inti dari
praktek pengelolaan BPR yang baik dan mampu mempertahankan kinerjanya selama 5 tahun terakhir.
Pemilik BPR, (i) idealnya berasal dari daerah di mana bank itu akan didirikan karena sebagai putra
daerah diharapkan memiliki panggilan yang kuat untuk membangun dan mengembangkan potensi
ekonomi di daerahnya, (ii) memiliki komitmen dalam menambah modal ketika bank membutuhkan
tambahan modal seiring dengan pertumbuhan usaha bank tersebut kedepan, (iii) memiliki kemampuan
dalam mendorong pengelolaan bank secara sehat agar mendapat keuntungan yang wajar untuk menjamin
kelangsungan hidup BPR sejalan dengan perkembangan usaha masyarakat sekitarnya. Permodalan BPR,
tersedianya tambahan modal dan komitmen pemilik untuk melakukan tambahan modal jika dibutuhkan
BPR untuk mempertahankan kelangsungan operasional BPR. Lokasi dan Wilayah Operasional, pemilihan
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Laporan Pengawasan Perbankan 201162
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
lokasi idealnya mempertimbangkan potensi ekonomi di lingkungan wilayah operasional, mudah dijangkau
masyarakat kecil terutama di pedesaan dan usaha menengah kecil (UMK) yang menjadi nasabahnya.
Perluasan wilayah usaha BPR seharusnya sesuai kebutuhan dan sejalan dengan meningkatnya permintaan
masyarakat terhadap layanan BPR. Perluasan cakupan wilayah usaha dan jaringan kantor BPR dapat
membesar dari semula di wilayah kecamatan berkembang menjadi kabupaten dan seterusnya hingga
menjadi dalam satu propinsi dengan mengadopasi pola “rembesan air” yang melebar kesekelilingnya.
Strategi Bisnis, BPR fokus pada pembiayaan usaha produktif skala mikro dan kecil yang sudah dikenal
perilaku dan karakteristiknya, termasuk tingkat suku bunga kredit yang kompetitif dan terjangkau, syarat
dan prosedur yang sederhana, proses yang cepat dan ringkas, serta komunikasi dan silahturahmi dengan
nasabah. Oleh karena itu dibutuhkan dukungan teknologi informasi (TI) dalam operasional agar mampu
meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih cepat dan efisien, serta penambahan jaringan kantor sesuai
dengan kebutuhan. Manajemen dan Kebijakan SDM, memiliki integritas tinggi (dapat dipercaya oleh
pemilik dan masyarakat), dan profesional (menjalankan operasional BPR sesuai ketentuan BPR yang
berlaku), memiliki pemahaman terhadap potensi usaha dan karakteristik wilayah dan masyarakat (pasar)
yang dilayani BPR, serta menerapkan kebijakan SDM yang memadai. Pegawai yang akan direkrut berasal
dari daerah di mana BPR itu beroperasi karena mereka diharapkan sudah memahami kebiasaan, budaya,
karakteristik masyarakat setempat hingga potensi wilayahnya. Hubungan dengan Masyarakat, BPR
berorientasi bisnis, namun harus tetap membaur dan menjadi bagian dari masyarakat setempat untuk
membangun hubungan dan ikatan batin melalui keterlibatan BPR dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di
lingkungan sekitar, misalnya hari raya keagamaan, perayaan hari besar dan hajatan nasabah.
Kebijakan dan Regulasi Perbankan
Bab IIIPelaksanaan danTindak Lanjut Pengawasan Bank 2011
Laporan Pengawasan Perbankan 201164
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Halaman Ini sengaja dikosongkan
65
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Bank Umum KonvensionalSepanjang tahun 2011, pengawasan perbankan (microprudential) fokus pada 3 pilar yakni mendorong
peran intermediasi perbankan, meningkatkan ketahanan perbankan, dan memperkuat fungsi pengawasan.
Peran intermediasi perbankan antara lain diperkuat dengan dikeluarkannya kebijakan yang mewajibkan Bank
dengan total asset Rp10 Triliun atau lebih untuk mempublikasikan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), melalui
perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat, serta mendukung pembiayaan di berbagai
sektor potensial bekerjasama dengan instansi terkait. Selain itu, sejalan dengan ketentuan GWM LDR, bank
yang memiliki LDR di bawah 78% diminta untuk meningkatkan fungsi intermediasinya serta mengoptimalkan
komposisi penempatan aktiva produktif.
Sementara itu dalam rangka meningkatkan ketahanan perbankan (terutama terkait perlindungan nasabah),
Bank Indonesia mengeluarkan beberapa ketentuan mengenai penerapan strategi anti fraud, penerapan
manajemen risiko untuk layanan nasabah prima, serta prinsip kehati-hatian bagi bank umum yang melakukan
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain (outsourcing). Kebijakan tersebut merupakan
upaya lanjutan untuk menjaga kepercayaan dan rasa aman masyarakat dalam memanfaatkan produk dan/atau
jasa perbankan.Terkait dengan penguatan fungsi pengawasan, telah dilakukan penyempurnaan ketentuan antara
lain peningkatan kualitas early warning system yang sejalan dengan penyempurnaan metode penilaian tingkat
kesehatan bank (Risk Based Bank Rating). Selain itu, dengan adanya penetapan batas waktu untuk setiap status
Pengawasan Bank dapat meningkatkan efektivitas penyelesaian permasalahan bank.
Dalam rangka menyempurnakan sistem pengawasan, metode penilaian tingkat kesehatan (TKS) bank
mengalami perubahan dari CAMELS Rating menjadi format yang lebih terintegrasi yaitu Risk Based Bank
Rating (RBBR). Hal ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan yaitu krisis ekonomi global, perkembangan
standar internasional dan menghilangkan potensi duplikasi dalam penilaian TKS. Seiring dengan perubahan
tersebut, terhitung mulai posisi Desember 2011 penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan metode RBBR pada
kondisi normal dilakukan secara berkala setiap 6 bulan. Penilaian RBBR didasarkan pada 4 (empat) faktor yaitu
Profil Risiko, Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas dan Permodalan. Sementara itu, dalam rangka
meningkatkan kompetensi pengawas dalam penerapan metode RBBR tersebut, telah dilakukan pelatihan dan
sosialisasi internal secara intensif kepada pengawas bank baik di kantor pusat (KPBI) maupun di Kantor Bank
Indonesia (KBI).
Dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia mewajibkan bank untuk menyampaikan
hasil penilaian (self assessment) tingkat kesehatan paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode penilaian. Self
assessment yang dilakukan bank tersebut selanjutnya digunakan Bank Indonesia sebagai bahan pertimbangan
dalam menilai tingkat kesehatan bank. Tindak lanjut pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia terkait dengan
penilaian TKS adalah meminta manajemen bank untuk melakukan langkah perbaikan dan melaporkannya secara
berkala yang akan dipertimbangkan dalam menilai tingkat kesehatan dan tindakan pengawasan selanjutnya.
Laporan Pengawasan Perbankan 201166
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Komponen pertama RBBR adalah Profil Risiko yang menggambarkan eksposur risiko yang dihadapi bank
sebagai konsekuensi dari kinerja dan/atau strategi bisnis bank. Berdasarkan hasil pengawasan, jenis risiko yang
menonjol dalam industri perbankan nasional adalah risiko kredit dan operasional. Hal ini merupakan konsekuensi
dari usaha perbankan yang mayoritas masih mengandalkan penyaluran kredit. Dari sisi risiko kredit, hal-hal
yang masih perlu ditingkatkan pada beberapa bank antara lain adalah penyempurnaan kebijakan dan internal
control bank. Sementara itu, untuk risiko operasional perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitas SDM serta
infrastruktur teknologi. Tindak lanjut pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan meminta
manajemen bank untuk melakukan langkah perbaikan dan melaporkannya secara berkala yang selanjutnya akan
dipertimbangkan dalam menilai profil risiko dan tindakan pengawasan selanjutnya.
Penilaian GCG,yang merupakan komponen kedua RBBR, didasarkan pada 3 (tiga) aspek utama yaitu
Governance Structure, Governance Process dan Governance Outcomes. Governance Structure mencakup
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Komisaris dan Direksi serta kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite. Governance Process mencakup penerapan fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan kepentingan,
penerapan fungsi audit intern dan ekstern, penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern,
penyediaan dana kepada pihak terkait dan dana besar, serta rencana strategis bank. Governance Outcomes
mencakup transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan
internal. Penerapan GCG yang memadai sangat diperlukan dalam pengelolaan perbankan mengingat SDM
yang menjalankan bisnis perbankan merupakan faktor kunci yang harus memiliki integritas dan kompetensi
yang baik. Berdasarkan hasil pengawasan, salah satu aspek utama yang masih perlu ditingkatkan adalah
governance process. Tindakan pengawasan yang dilakukan antara lain melalui fit and proper test terhadap
pengurus bank yang dinilai memperlemah aspek governance process serta meminta bank melakukan langkah
perbaikan terhadap pelaksanaan GCG secara keseluruhan.
Terkait dengan komponen rentabilitas, pada akhir tahun 2011 secara umum bank umum konvensional
memiliki kemampuan menghasilkan laba (rentabilitas) yang dinilai Memadai. Hal itu mencerminkan bahwa
laba yang diperoleh umumnya melebihi target dan mendukung permodalan bank. Tindakan pengawasan
yang dilakukan antara lain meminta bank agar meningkatkan kemampuan menghasilkan laba seperti melalui
peningkatan efisiensi dan volume usaha dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Sementara itu dari sisi komponen Permodalan, secara umum juga dinilai Memadai. Bagi bank yang dinilai
masih perlu meningkatkan modal untuk mendukung kegiatan usaha, Bank Indonesia antara lain meminta agar
pemegang saham bank menambah modal, mencari investor baru dan/atau mengurangi proporsi pembagian
dividen kepada pemegang saham.
Sehubungan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) yang selama
ini dilakukan, Bank Indonesia melakukan penyesuaian dengan mengacu pada standar internasional yang lebih
komprehensif dalam mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme. Penyesuaian pengaturan tersebut dilakukan melalui penerbitan PBI No.11/28/PBI/2009 tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) Bagi Bank Umum
yang antara lain meliputi:
a. Penggunaan istilah Customer Due Dilligence dalam identifikasi, verifikasi, dan pemantauan nasabah.
67
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
b. Penerapan pendekatan berdasarkan risiko (Risk Based Approach).
c. Pengaturan mengenai pencegahan pendanaan teroris.
d. Pengaturan mengenai Cross Border Correspondent Banking.
e. Pengaturan mengenai transfer dana.
Penilaian APU PPT paling kurang mencakup 5 (lima) aspek yaitu Pengawasan oleh Direksi dan Komisaris,
Kebijakan dan Prosedur, Pengendalian Intern, Sistem Informasi Manajemen, serta Sumber Daya Manusia dan
Pelatihan. Berdasarkan hasil pengawasan, faktor utama yang masih perlu ditingkatkan adalah kebijakan dan
prosedur, serta pengendalian intern yang belum memadai. Penerapan APU PPT di industri perbankan dilakukan
Bank Indonesia bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) sesuai dengan
nota kesepahaman yang telah disepakati.
Dari sisi status pengawasan bank, saat ini status pengawasan intensif ditetapkan atas kriteria yang terukur
yakni aspek keuangan (permodalan, likuiditas dan NPL), tingkat kesehatan dan profil risiko. Sesuai ketentuan,
Bank Indonesia menetapkan bank dalam pengawasan intensif paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal surat
pemberitahuan Bank Indonesia. Dalam hal penetapan tersebut karena kredit atau pembiayaan bermasalah
yang penyelesaiannya bersifat kompleks, maka jangka waktu dapat diperpanjang 1 (satu) kali dan paling lama
1 (satu) tahun. Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank-bank dengan status
pengawasan intensif terutama dengan meminta bank menyampaikan action plan langkah perbaikan yang antara
lain mencakup aspek jangka waktu yang dipantau secara ketat oleh Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia
dapat meminta kepada pemegang saham untuk mengganti pengurus bank yang terlibat, serta melakukan
pembatasan/penghentian atas kegiatan tertentu yang dilakukan bank (cease and decease order).
Berdasarkan Pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank Indonesia dapat melakukan pembinaan berupa
sanksi administratif yang antara lain meliputi denda uang, teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank, dan
pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan.
Khusus untuk denda uang, selama tahun 2011 Bank Indonesia telah mengenakan sanksi kewajiban membayar
kepada beberapa bank, terutama terkait dengan kesalahan pelaporan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) dan
Sistem Informasi Debitur (SID), serta kekurangan GWM. Bentuk pembinaan lainnya juga telah diterapkan secara
konsisten sesuai dengan tingkat pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan bank.
Perbankan SyariahSeiring dengan bertambahnya pelaku pasar, variasi produk/jasa layanan, serta kemajuan teknologi yang
semakin inovatif dan kompleks, maka pengawasan perbankan syariah lebih komprehensif dan efektif. Selain itu,
dalam rangka penguatan ketahanan dan kesinambungan bisnis industri perbankan syariah, penerapan metode
pengawasan secara efektif diharapkan mampu mendeteksi sedini mungkin risiko-risiko yang dihadapi bank. Oleh
karena itu, pengawasan terhadap bank syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia mengikuti prinsip-prinsip
pengawasan yang berlaku secara internasional sesuai dengan rekomendasi Basel Committee on BankingSystem
yaitu Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision).
Laporan Pengawasan Perbankan 201168
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Pelaksanaan pengawasan perbankan syariah ditujukan untuk mengawal perkembangan industri dan
senantiasa diarahkan untuk memastikan ketahanan perbankan syariah terhadap risiko, dan difokuskan kepada
area-area yang memiliki kecenderungan peningkatan potensi risiko serta review atas implementasi produk baru
yang dilakukan bank. Pengawasan dilakukan baik melalui pemeriksaan rutin maupun pemeriksaan khusus atas
transaksi tertentu yang meningkatkan risiko bank dan berpotensi mengurangi ketahanan atau permodalan bank,
namun tetap memperhatikan aspek kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk kepatuhan
terhadap penerapan prinsip syariah. Hasil penilaian risiko, penetapan tingkat kesehatan dan hasil pemeriksaan
menjadi dasar untuk melakukan tindak lanjut pembinaan dalam rangka perbaikan kondisi bank. Langkah tersebut
diikuti dengan proses pemantauan terhadap pelaksanaan upaya perbaikan (komitmen) yang harus dipenuhi oleh
bank sesuai dengan target waktu yang ditetapkan.
Penilaian tingkat kesehatan (TKS) bank syariah dipengaruhi oleh faktor-faktor kinerja keuangan dan
manajemen sebagaimana dalam CAELS+ M yang terdiri dari penilaian terhadap Capital, Asset Quality, Earning/
Rentability, Liquidity, Sensitivity to Market Risk + Management, dan hasil penilaian profil risiko. Agar TKS bank
syariah dapat terpelihara dengan baik, Bank Indonesia senantiasa melakukan langkah-langkah pembinaan dan
pengawasan melekat antara lain meminta action plan bank dan komitmen pengurus bank untuk menurunkan
NPL, meminta bank untuk membentuk PPAP, meminta komitmen pengurus untuk memperbaiki internal control,
dan meminta komitmen bank menambah modal untuk mengantisipasi kekurangan pembentukan PPAP. Selain
itu, Bank Indonesia juga mengadakan pemeriksaan terhadap produk syariah yang dikeluarkan bank agar sesuai
dengan izin yang diberikan.
Berdasarkan hasil pengawasan, risiko yang secara signifikan mempengaruhi profil risiko bank syariah
adalah risiko kredit dan risiko operasional. Hal-hal yang masih perlu dilakukan untuk memitigasi risiko kredit
diperbankan syariah antara lain adalah penyempurnaan kebijakan dan prosedur, penguatan teknologi sistem
informasi, pemenuhan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang memadai, pemahaman mengenai
akad syariah, peningkatan fungsi kontrol, serta pengurangan konsentrasi penyaluran dana pada debitur inti atau
sektor ekonomi tertentu. Selain itu, Bank Indonesia senantiasa melakukan pemantauan terhadap pergerakan
pembiayaan bermasalah dan konsentrasi penyaluran pembiayaan kepada debitur inti dan/atau sektor-sektor
ekonomi tertentu, serta meminta dan melakukan pemantauan terhadap action plan bank syariah yang memiliki
kecenderungan peningkatan risiko kredit.
Sementara itu, pada sisi risiko operasional masih perlu ditingkatkan teknologi sistem informasi dan kualitas
sumber daya manusia. Untuk memitigasi risiko operasional yang berasal dari kelemahan sumber daya manusia,
Bank Indonesia telah meminta bank untuk melakukan langkah-langkah pemenuhan sumber daya insani antara lain
kecukupan proses dan persyaratan rekrutmen, kewajaran remunerasi dan fasilitas, termasuk upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi manajemen risiko. Sementara itu
mitigasi risiko operasional terkait dengan teknologi antara lain dengan cara memonitor pemenuhan core banking
yang sesuai dengan bisnis syariah dan peningkatan keamanan dalam operasional perbankan.
Berdasarkan hasil pengawasan, implementasi good corporate governance (GCG) oleh bank-bank syariah
masih perlu ditingkatkan terutama pelaksanaan fungsi komite-komite GCG, kepatuhan, audit internal dan
manajemen risiko. Sejalan dengan itu, fungsi pengawasan aspek syariah yang melekat pada Dewan Pengawas
69
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Syariah (DPS) sebagai bagian dari sharia compliance perlu untuk dioptimalkan. Pelaksanaan tugas DPS tidak
hanya terbatas pada pemberian opini atas produk-produk baru, namun juga bertujuan untuk memastikan bahwa
dalam seluruh kegiatan usahanya bank telah mematuhi prinsip syariah. Optimalisasi fungsi pengawasan aspek
syariah oleh DPS tersebut dilakukan antara lain melalui pengujian syariah atas transaksi-transaksi yang dilakukan
oleh bank. Terlaksananya fungsi DPS secara efektif memerlukan peningkatan pemahaman DPS terhadap sistem
operasional perbankan dan mekanisme komunikasi yang efektif antara DPS, satuan kerja audit internal dan divisi
kepatuhan.
Dalam pelaksanaan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT), pengawas bank
syariah telah melakukan penilaian secara periodik. Penilaian dilakukan melalui pemeriksaan terhadap pelaksanaan
APU PPT tersebut berdasarkan lima faktor yang terdiri dari pengawasan aktif pengurus, kebijakan dan prosedur,
pengendalian internal dan fungsi audit internal, sistem informasi manajemen, serta sumber daya manusia dan
pelatihan. Berdasarkan hasil penilaian, aspek-aspek yang masih perlu ditingkatkan adalah terkait dengan fungsi
pengendalian dan audit intern, serta integrasi sistem informasi manajemen agar mampu mendeteksi terjadinya
transaksi keuangan nasabah yang mencurigakan.
Sementara itu, khusus untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) penilaian Tingkat Kesehatan (TKS)
dipengaruhi oleh faktor-faktor kinerja keuangan dan manajemen (CAEL+ M: Capital, Asset Quality, Earning/
Rentability, Liquidity + Management), serta hasil penilaian profil risiko oleh pengawas atas pemeriksaan BPRS
selama tahun berjalan. Aspek utama yang mempengaruhi TKS BPRS antara lain adalah tingginya Non Performance
Financing (NPF) yang menyebabkan rendahnya rentabilitas bank, serta kekurangan pembentukan penyisihan
penghapusan aktiva yang dapat mengurangi rasio permodalan BPRS. Sehubungan dengan hal tersebut Bank
Indonesia telah melakukan langkah-langkah pembinaan dan pengawasan guna mendorong perbaikan pada
hal-hal yang menjadi akar permasalahan bank, antara lain meminta bank menurunkan NPF secara bertahap.
Penurunan bertahap tersebut dilakukan oleh bank dengan cara mengoptimalkan penagihan dan penyelesaian
pembiayaan bermasalah. Beberapa BPRS yang mempunyai tingkat rentabilitas yang rendah, telah diminta untuk
melakukan ekspansi pembiayaan yang terukur. Sementara itu BPRS yang kurang dalam pembentukan penyisihan
penghapusan aktiva telah diminta untuk memperbaiki kualitas aktiva dan menambah modal.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)Selama tahun 2011, kebijakan pengembangan BPR difokuskan pada upaya peningkatan efisiensi dan
ketahanan BPR dalam menghadapi persaingan dipasar keuangan mikro dan peningkatan governance dalam
pengelolaan BPR. Sehubungan dengan hal tersebut pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia diarahkan
pada upaya peningkatan kualitas dan efektifitas pengawasan melalui beberapa kebijakan sebagai berikut:
• Peningkatan upaya pemantauan secara khusus terhadap BPR risiko tinggi (BPR high risk), yaitu BPR yang memenuhi kriteria tertentu dari sisi kinerja keuangan dan berpotensi mengalami permasalahan.
• Penerapan Forum Panel BPR, dan
• Pelaksanaan pemeriksaan secara konsolidasi terhadap BPR yang berada dibawah kepemilikan pihak yang sama.
Laporan Pengawasan Perbankan 201170
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Upaya peningkatan pemantauan terhadap BPR risiko tinggi dimaksudkan untuk memperoleh informasi
pengawasan secara dini terhadap potensi terjadinya permasalahan di BPR. Dengan demikian Bank Indonesia
dapat melakukan upaya preventif antara lain dengan melakukan upaya pembinaan dan komunikasi dengan pihak
manajemen BPR. Penentuan status BPR risiko tinggi ditetapkan dari hasil pengawasan Bank Indonesia yaitu
dengan melakukan penilaian terhadap perkembangan dan kinerja BPR secara individual.
Penerapan forum panel BPR dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektifitas pengawasan
BPR. Forum panel BPR tersebut dilaksanakan oleh kantor pusat Bank Indonesia berkoordinasi dengan satuan
kerja pengawasan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah sesuai dengan lokasi BPR yang menjadi objek
pengawasan. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi adanya kebutuhan knowledge sharing dalam
rangka pengawasan BPR, melakukan review atas hasil pemeriksaan/pengawasan, dan memberikan rekomendasi
kepada satuan kerja yang melaksanakan pengawasan BPR.
Selain kebijakan pengawasan BPR tersebut di atas, Bank Indonesia juga secara rutin melakukan pengawasan
secara langsung (on-site) maupun tidak langsung (off-site). Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tersebut
Bank Indonesia melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan BPR. Penilaian tingkat kesehatan BPR dilakukan
terhadap aspek keuangan (permodalan, aset, rentabilitas, dan likuiditas) dan aspek manajemen BPR. Dari hasil
penilaian kesehatan tersebut Bank Indonesia melakukan pemeriksaan umum dan melakukan upaya pembinaan
guna menjaga kesinambungan usaha BPR. Selain pemeriksaan umum, setiap saat Bank Indonesia juga dapat
melakukan pemeriksaan khusus apabila dari hasil pengawasan tidak langsung (off-site) terdapat indikasi terjadi
permasalahan di BPR.
Untuk menjaga kelangsungan usaha BPR, antara lain tercermin dari tetap terjaganya tingkat kesehatan BPR,
Bank Indonesia melakukan upaya pembinaan antara lain dengan melakukan komunikasi dengan manajemen BPR
terhadap hasil pengawasan oleh bank Indonesia, memberikan rekomendasi dalam upaya penyelesaian masalah,
serta melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan action plan oleh manajemen BPR. Apabila BPR mengalami
permasalahan yang serius, terutama aspek solvabilitas dan rentabilitas, Bank Indonesia akan menetapkan BPR
dalam status pengawasan khusus (DPK) agar upaya penyehatan dapat dilakukan secara intensif. Jika permasalahan
tersebut tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, Bank Indonesia akan melakukan upaya terakhir
dengan melakukan pencabutan izin usaha BPR untuk menyelamatkan kepentingan masyarakat dan industri
perbankan. Selama tahun 2011 terdapat 14 BPR yang telah dicabut izin usahanya (CIU). Permasalahan utama
yang menyebabkan BPR tersebut dicabut izin usahanya adalah karena tidak dapat memenuhi komitmen untuk
melakukan penyehatan BPR dalam jangka waktu tertentu setelah dinyatakan dalam status pengawasan khusus.
Sementara itu, sebagai upaya untuk memerangi tindak pidana pencucian uang dan pencegahan terhadap
pendanaan terorisme (APU PPT) melalui perbankan, Bank Indonesia juga melakukan penilaian terkait dengan aspek
APU PPT. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 5 (lima) aspek utama meliputi aspek pengawasan oleh direksi
dan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern, sistem informasi manajamen, serta sumber daya
manusia. Berdasarkan hasil pengawasan, aspek-aspek penting yang perlu ditingkatkan oleh BPR terkait dengan
pengendalian intern termasuk sistem informasi dalam mendeteksi terjadinya transaksi yang mencurigakan.
71
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit And Proper Test) Dalam rangka mendorong terciptanya sistem perbankan yang sehat, melindungi kepentingan stakeholders
dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, diperlukan pelaksanaan
good corporate governance di industri perbankan. Untuk mewujudkan good corporate governance tersebut,
industri perbankan perlu dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang senantiasa memenuhi persyaratan
kemampuan dan kepatutan. Oleh karena itu sebagai first line of defense, Bank Indonesia melaksanakan seleksi
dalam bentuk uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon dewan komisaris, direksi, dan
pemegang saham pengendali (PSP) karena pihak-pihak tersebut mempunyai pengaruh besar dalam pengendalian
dan pengelolaan bank. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon dewan komisaris, direksi, dan
PSP dilakukan melalui penelitian administratif dan wawancara (apabila diperlukan).
Bank Umum Konvensional
Selama tahun 2011, calon dewan komisaris, direksi, dan PSP yang mengikuti uji kemampuan dan kepatutan
sebanyak 220 calon, terdiri dari 106 anggota Direksi, 21 Direktur Kepatuhan, 84 Komisaris/Pengawas dan 9 PSP.
Dibandingkan dengan pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan tahun 2010, jumlah calon anggota dewan
komisaris, direksi, dan PSP mengalami sedikit penurunan. Secara keseluruhan sejak tahun 1999 sampai dengan
tahun 2011, peserta yang telah lulus uji kemampuan dan kepatutan mencapai 84,15%.
Peserta Lulus TidakLulus
Peserta Lulus TidakLulus
Peserta Lulus TidakLulus
2010 2011 Kumulatif 1999 s.d 2011
Direksi: 159 134 25 127 110 17 2.062 1.698 364
a. Direktur 128 112 16 106 95 11 1.627 1.381 255
b. Direktur Kepatuhan 31 22 9 21 15 6 435 317 121
Komisaris/ Pengawas 82 69 13 89 69 15 1.221 1.046 175
PSP 11 10 1 9 9 0 155 149 6
Jumlah 252*) 213 39 220*) 188 32 3.438 2.893 545
Tabel 3.1 Perkembangan Uji Kemampuan dan Kepatutan Bank Umum Konvensional
*) Belum termasuk peserta Fit and Proper Test yang hanya melalui penilaian administratif (tanpa tahap wawancara)
Selama tahun 2011 Bank Indonesia telah menyelesaikan pemeriksaan khusus Fit and Proper Existing pada
12 bank dengan total 82 orang, dengan rincian 6 orang Pemegang Saham, 48 orang Pengurus dan 28 orang
Pejabat Eksekutif.
Laporan Pengawasan Perbankan 201172
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Perbankan Syariah
Untuk meyakini Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) senantiasa dikelola oleh pihak-pihak yang
amanah serta memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi, Bank Indonesia melakukan proses uji kemampuan
dan kepatutan (fit and proper test) dalam rangka pemberian izin/persetujuan terhadap calon PSP, calon anggota
Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi. Disamping itu sejalan dengan PBI No.11/10/PBI/2009 tentang UUS
bahwa seluruh bank umum yang memiliki UUS agar menunjuk salah satu anggota direksinya sebagai direktur
yang bertanggung jawab penuh terhadap UUS. Bank Indonesia juga melakukan wawancara terhadap Direktur
UUS untuk meyakini bahwa Direktur UUS yang ditunjuk memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi dalam
pengembangan UUS. Selain itu untuk meningkatkan efektifitas peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam
melakukan pengawasan terhadap kegiatan bank agar selalu sesuai dengan prinsip syariah, maka Bank Indonesia
melakukan proses penilaian administratif dan wawancara terhadap calon anggota DPS Bank Syariah maupun
UUS.
Selama tahun 2011, telah dilakukan Fit and Proper Test terhadap 33 calon PSP, anggota dewan komisaris
atau anggota direksi bank syariah dan UUS, termasuk kepala Kantor Perwakilan Bank Asing, 5 orang diantaranya
dinyatakan tidak layak. Untuk DPS, telah dilakukan penilaian melalui proses wawancara terhadap 9 calon DPS
dan 2 orang dinyatakan tidak layak. Sedangkan untuk calon direktur UUS telah dilakukan wawancara terhadap
6 orang calon direktur UUS dan seluruhnya dinilai layak karena memiliki kompetensi dan komitmen dalam
pengembangan unit usaha syariah di banknya masing-masing.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Fit and proper test dilakukan baik dalam rangka pemberian izin pendirian bank baru, perubahan Pengurus
dan/atau Pemegang Saham Pengendali (PSP) ataupun apabila terdapat indikasi dilakukannya praktik perbankan
yang tidak sehat atau penyimpangan oleh pihak-pihak dimaksud.
Selama tahun 2011, telah dilakukan fit and proper test new entry terhadap 686 peserta yang terdiri dari
54 PSP, 317 Komisaris dan 315 Direksi, dengan tingkat kelulusan sebesar 73,8%. Sedangkan fit and proper test
existing dilakukan terhadap 151 peserta terdiri dari 3 PSP, 56 komisaris dan 92 Direksi, dengan tingkat kelulusan
99,3%. Secara umum, calon PSP dan calon pengurus yang dinyatakan tidak lulus fit and proper test disebabkan
tidak memenuhi persyaratan administrasi antara lain tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) dan/atau Daftar
Kredit Macet (DKM), serta persyaratan kompetensi dan/atau integritas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sistem Informasi Perbankan (SIP)Bank Indonesia telah mengembangkan Sistem Informasi Perbankan (SIP) sebagai pengganti SIM-SPBI
(Sistem Informasi Manajemen Sektor Perbankan Bank Indonesia) sejak tahun 2009 untuk memenuhi kebutuhan
sektor perbankan terhadap perbaikan kualitas informasi dan implementasi ketentuan baru pada sistem informasi
(antara lain adanya penerapan Basel II, serta Penerapan Standar Akuntansi PSAK 55 dan PSAK 50). Selain itu,
SIP diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan pengawas terhadap penyempurnaan sistem pengawasan yang
73
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
sebelumnya menerapkan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan CAMELS rating menjadi penilaian tingkat
kesehatan bank dengan menggunakan metode Risk Based Bank Rating (RBBR).
Secara umum, tujuan pengembangan Sistem Informasi Perbankan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan bank.
2. Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan bank.
3. Mengoptimalkan pengawas bank dalam menganalisa kondisi bank sehingga dapat meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank.
4. Menyediakan informasi untuk kepentingan penelitian dan pengaturan perbankan.
5. Menyediakan informasi dalam rangka publikasi perbankan.
6. Membantu pelaksanaan kegiatan investigasi dan mediasi perbankan menjadi lebih efektif dan efisien.
7. Memudahkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan.
8. Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi.
Investigasi PerbankanBank Indonesia menyadari bahwa seiring dengan kemajuan industri perbankan maka peluang, kualitas
dan kompleksitas penyimpangan di bidang perbankan juga berpotensi mengalami peningkatan. Dengan kondisi
tersebut, upaya untuk meningkatkan kepatuhan bank terhadap ketentuan dan perundangan yang berlaku
menjadi hal yang penting dalam rangka melindungi dana masyarakat, serta mencegah timbulnya permasalahan
struktural di sistem perbankan yang dapat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Dalam rangka
memelihara kepercayaan masyarakat terebut, tindakan represif melalui penegakan hukum merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari upaya memperkuat sistem pengawasan bank untuk mewujudkan sistem perbankan
yang sehat, stabil dan tumbuh dengan wajar.
Pada tahun 2011, Bank Indonesia telah melakukan investigasi terhadap 63 kasus dugaan tindak pidana
perbankan (Tipibank) yang terjadi di Bank Umum maupun BPR di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut
sebanyak 28 kasus pada 12 Bank telah dilaporkan oleh Bank Indonesia kepada penyidik.
Keterangan Bank Umum BPR Total
Kasus Bank Kasus Bank Kasus Bank
Jumlah kasus yang telah selesai di investigasi 25 13 38 21 63 34 1. Dilaporkan kepada penyidik 9 4 19 8 28 12 2. Dalam proses pelaporan kepada penyidik 16 9 19 13 35 22
Tabel 3.2 Statistik Investigasi Tipibank Tahun 2011
Keterangan:1. Kasus yang telah dilaporkan kepada penyidik, merupakan kasus dugaan tipibank yang telah dibahas dalam Forum Koordinasi
Penanganan Tipibank dan disetujui untuk dilaporkan oleh Bank Indonesia kepada penyidik.2. Kasus yang masih dalam proses pelaporan, merupakan kasus dugaan tipibank yang telah selesai di investigasi, dan sedang
dikoordinasikan untuk dibahas dalam Forum Koordinasi Penanganan Tipibank Pusat dan Daerah.
Laporan Pengawasan Perbankan 201174
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Grafik 3.1 Kasus Tipibank Berdasarkan Jenis Tahun 2011
PenyalahgunaanDana/Aset Bank
21%
Markup Biaya4%
Pendanaan25%
Biaya Fiktif4% Perkreditan
46%
Adapun jenis kasus tipibank yang paling banyak dilaporkan kepada penyidik adalah perkreditan (46%),
diikuti pendanaan (25%) dan penyalahgunaan dana/aset bank (21%).
Grafik 3.2 Perkembangan Penanganan Kasus Tipibank (1999-2011)
Vonis31%
Proses Penyidikan27%
Dihentikan (SP3)15%
ProsesPenuntutan 5%
Tidak Ditindaklanjuti11%
Proses Persidangan6%
Lain-lain5%
Dalam proses penegakan hukum, Bank Indonesia hanya memiliki kewenangan yang menyangkut pengenaan
sanksi administratif kepada pihak Bank, sedangkan untuk pengenaan sanksi atas pelanggaran yang mengandung
unsur pidana diperlukan proses penyidikan lebih lanjut yang merupakan kewenangan pihak penegak hukum,
yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Oleh karena itu sebagai upaya untuk memperkuat penerapan tata kelola yang
baik antara Bank Indonesia, Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam berkoordinasi untuk menangani dugaan
tipibank, ketiga lembaga tersebut telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Penanganan
Tindak Pidana di Bidang Perbankan. Ruang lingkup koordinasi tersebut meliputi pembahasan dugaan tipibank,
pelaporan dugaan tipibank, penyediaan saksi, penyediaan tenaga ahli, pemblokiran rekening, penyitaan uang
dan dokumen, tukar menukar informasi, evaluasi dan kegiatan lainnya.
Dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman tersebut, hasil investigasi terhadap kasus dugaan tipibank
yang dilaporkan oleh Bank Indonesia merupakan kasus yang telah dibahas dan disepakati oleh Forum Koordinasi
Penanganan Tipibank (FKPT) untuk dilaporkan kepada penegak hukum. Secara kumulatif, sejak tahun 1999-
2011, Bank Indonesia telah menanganani dugaan tipibank sebanyak 640 kasus dimana 31% dari jumlah itu telah
memperoleh putusan pengadilan dan sebanyak 27% masih dalam tahap penyidikan oleh penegak hukum.
75
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Selain mencakup penanganan tindak pidana di bidang perbankan sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
UU No.10 Tahun 1998 (UU Perbankan), serta Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 UU No.21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah), koordinasi dan kerjasama dalam Forum Koordinasi Penanganan
Tipibank (FKPT) dapat pula meliputi tindak pidana yang diatur dalam ketentuan perundangan pidana lainnya,
antara lain:
• UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001.
• UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
• Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang terjadi dalam operasional perbankan.
Apabila dalam investigasi yang dilakukan Bank Indonesia ditemukan adanya tindak pidana yang merupakan
kewenangan instansi lain, maka Bank Indonesia akan menginformasikan kepada instansi yang berwenang untuk
ditindaklanjuti.
Kontribusi yang diberikan Bank Indonesia dalam mendukung penegakan hukum tidak hanya dalam bentuk
pelaksanaan investigasi dan pelaporan dugaan tipibank kepada penegak hukum, Bank Indonesia dalam kapasitas
sebagai pengawas bank juga membantu penegakan hukum dalam bentuk pemberian keterangan yang diperlukan
untuk memperjelas kasus, baik sebagai saksi maupun sebagai ahli. Selama tahun 2011, Bank Indonesia telah
memenuhi permintaan dari penegak hukum untuk memberikan keterangan ahli dan saksi sebanyak 116 kali, baik
di pusat (Kantor Pusat Bank Indonesia) maupun daerah (KBI), dengan rincian sebagai berikut:
Uraian KP KBI Jumlah
Ahli 21 54 75 Saksi 35 6 41 Jumlah 56 60 116
Tabel 3.3 Pemenuhan Pemberian Keterangan Saksi dan Ahli
Selain digunakan untuk kepentingan penegakan hukum, hasil investigasi juga digunakan sebagai masukan
dalam menentukan langkah pembinaan terhadap Bank, termasuk pengenaan sanksi administratif terhadap bank
dan/atau pelaku penyimpangan ketentuan perbankan, serta masukan dalam penyempurnaan sistem pengawasan
oleh Bank Indonesia.
Mediasi PerbankanDalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen perbankan, Bank Indonesia telah melaksanakan
fungsi Mediasi Perbankan sejak tahun 2006. Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan merupakan tindak
lanjut dari proses pengaduan nasabah yang telah diupayakan penyelesaiannya antara nasabah dengan bank
namun belum ada penyelesaian. Mediasi perbankan juga ditujukan untuk mempermudah nasabah kecil dalam
mengakses upaya penyelesaian sengketa dengan bank melalui metode yang sederhana, murah dan cepat.
Laporan Pengawasan Perbankan 201176
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Pelaksanaan mediasi perbankan sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa telah banyak berperan
dalam membantu penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank. Selama tahun 2011, jumlah sengketa yang
diterima oleh Bank Indonesia sebanyak 510 sengketa atau mengalami peningkatan sebesar 83% dibandingkan
dengan tahun 2010 (278 sengketa). Kenaikan tersebut antara lain tidak hanya disebabkan oleh semakin banyak
dan beragamnya produk yang ditawarkan oleh perbankan, tetapi juga disebabkan semakin tingginya pengetahuan
nasabah tentang alternatif penyelesaian sengketa melalui Mediasi Perbankan.
Jenis Produk Jumlah Sengketa
2009 2010 2011
Penghimpunan Dana 23 35 47
Penyaluran Dana 79 86 246
Sistem Pembayaran 88 149 206
Produk Kerjasama 10 2 4
Produk Lainnya 20 3 4
Diluar permasalahan produk perbankan 11 3 3
Total 231 278 510
Tabel 3.4 Jumlah Sengketa yang Diterima Bank Indonesia
Sebagaimana tabel diatas, berdasarkan jenis produk, Penyaluran Dana dan Sistem Pembayaran merupakan
jenis produk yang laporannya paling banyak diterima oleh Bank Indonesia. Penyaluran Dana merupakan jenis
produk yang mengalami peningkatan cukup signifikan pada tahun 2011 yakni menjadi 246 sengketa. Sebagian
besar merupakan sengketa yang disampaikan oleh beberapa Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM) yaitu sebanyak 171 sengketa. Sengketa yang diajukan hampir seluruhnya terkait dengan
restrukturisasi kredit, kesulitan pembayaran atau tidak diberikannya salinan perjanjian kredit oleh bank.
Selama tahun 2011, Bank Indonesia telah melaksanakan mediasi terhadap 61 sengketa. Jumlah ini
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 (41 sengketa) dan 2009 (18 sengketa). Sementara itu
456 sengketa tidak ditindaklanjuti melalui proses mediasi mengingat permasalahan yang diajukan sudah dapat
diselesaikan oleh bank yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan penyelesaian sengketa melalui
Mediasi Perbankan sebagaimana diatur dalam PBI No.8/5/PBI/2006 yang telah diubah dengan PBI No.10/1/
PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan. Sengketa yang tidak memenuhi persyaratan tersebut sebagian besar
terkait dengan permohonan restrukturisasi kredit yang banyak disampaikan oleh LPKSM.
Dengan semakin maraknya penggunaan rekening bank sebagai sarana penipuan yang disebarkan melalui
pesan layanan singkat (SMS), pada bulan Oktober 2011 Bank Indonesia bekerjasama dengan perbankan melakukan
beberapa tindakan untuk mencegah penggunaan produk dan/atau jasa bank sebagai sarana penipuan, antara
lain:
1. Mempersiapkan infrastruktur internal perbankan dalam rangka menerima dan menangani pengaduan terkait tindak penipuan melalui SMS.
2. Mempublikasikan sarana penyampaian laporan dari masyarakat kepada perbankan melalui call center masing-masing bank.
77
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
3. Melakukan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai media cetak maupun elektronik.
4. Komitmen bersama dengan perbankan untuk melakukan tindakan terpadu dan cepat sebagai upaya mencegah terjadinya kerugian nasabah korban penipuan.
Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) terutama
dalam hal tukar menukar informasi terkait pengaduan masyarakat yang berhubungan dengan SMS penipuan.
Melalui kerjasama ini, beberapa rekening yang diduga dipergunakan oleh pelaku kejahatan dapat diblokir dan
sejumlah dana nasabah dapat diselamatkan. Disamping itu, dalam rangka meningkatkan dan memperluas
wawasan masyarakat mengenai pelaksanaan mediasi perbankan, Bank Indonesia bekerjasama dengan perbankan
telah dan akan terus melakukan publikasi dan edukasi melalui berbagai media dan program, antara lain:
• Edukasi kepada wartawan.
• Pelaksanaan edukasi di internal perbankan dan penayangan video edukasi mengenai Mediasi Perbankan di Banking Hall oleh masing-masing bank anggota Working Group Mediasi Perbankan.
• Penulisan artikel mengenai Mediasi Perbankan di media cetak maupun media online.
• Talkshow di beberapa radio dan televisi serta pada penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta.
• Sosialisasi Mediasi Perbankan kepada mahasiswa/akademisi dan perbankan.
• Pertemuan secara rutin dengan Contact Person Perbankan dalam rangka tukar menukar informasi dan pengalaman terkait penanganan pengaduan nasabah dan pelaksanaan Mediasi Perbankan.
Laporan Pengawasan Perbankan 201178
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Dalam mengawasi bank, Bank Indonesia menggunakan pendekatan pengawasan bank berdasarkan
risiko. Pendekatan ini menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko yang memungkinkan
pengawas bank mendeteksi risiko yang signifikan pada aktivitas bisnis bank yang diawasinya secara dini, serta
mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu. Pengawasan berdasarkan risiko diuraikan
dalam suatu siklus yang terdiri atas beberapa tahapan.
Boks 3.1 Penguatan Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko (Risk Based Bank Rating)
Bagan Siklus Risk Based Supervision (RBS)
SIK LUS RBS
1.Pemahaman terhadap Bank
Forum PanelRBS Fase 2
Forum PanelRBS Fase 1
6.TindakanPengaw asan dan
M onitoring
5.Pengkinian Prof ilResiko dan TingkatK esehatan Bank
Laporan HasilPemeriksaan
4.PemeriksaanBerdasarkan Resiko
3.PerencanaanPengaw asan
StrategiPengaw asan
Tahunan
Rencana K erjaPemeriksaan
Prof il Resiko danTingkat K esehatan
Bank
Penilaian Resikodan Tingkat
K esehatan Bank
M engumpulkanData dan Informasi
Untuk mempertajam kualitas pengawasan (quality assurance) sehingga efektivitas pengawasan bank
dapat terus ditingkatkan maka quality assurance dilakukan untuk menjamin input, proses, dan output
pelaksanaan Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko telah memenuhi standar kualitas. Dalam rangka
mencapai tujuan tersebut, maka dibentuk Forum Panel Pengawasan Bank Berdasarkan Risiko yang akan
menghasilkan rekomendasi dan penilaian terhadap kualitas hasil pengawasan bank. Forum Panel dilakukan
dalam dua tahapan siklus RBS, yakni tahap Penilaian Risiko dan Tingkat Kesehatan Bank, serta tahap
Tindakan Pengawasan dan Monitoring.
Pengawasan berdasarkan risiko telah diterapkan oleh Bank Indonesia sejak tahun 2003. Sejalan dengan
penerapan pengawasan berdasarkan risiko, Bank Indonesia menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan
bank (CAMELS Rating System) pada tahun 2004 di mana pengawas bank wajib menilai tingkat kesehatan
bank berdasarkan faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aset (Asset Quality), Manajemen (Management),
Rentabilitas (Earnings), Likuiditas (Liquidity), dan Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market
Risk). Meskipun dalam penerapannya kedua sistem pengawasan tersebut memadai untuk mendukung
pengawasan bank berdasarkan risiko, Bank Indonesia memandang perlu untuk melakukan penyempurnaan
Pengawasan Perbankan
79
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
sistem pengawasan yang berlaku dengan beberapa pertimbangan, yaitu:
1. Krisis global yang terjadi beberapa saat lalu telah menimbulkan gerakan global financial reform yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan melalui penyempurnaan sistem pengawasan dan penerapan manajemen risiko oleh bank.
2. Perkembangan standar internasional antara lain oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), Financial Stability Board (FSB), G-20, dan IFRS (International Financial Reporting Standards) menuntut penyempurnaan kerangka dan metodologi pengawasan agar sejalan dengan standar internasional yang berlaku.
3. Penerapan penilaian profil risiko dan CAMELS rating system secara bersamaan menimbulkan potensi duplikasi penilaian tingkat kesehatan bank sehingga akan lebih efektif apabila keduanya diintegrasikan ke dalam suatu sistem penilaian yang komprehensif dan terstruktur, yaitu Tingkat Kesehatan Bank berdasarkan Risiko.
Tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan berdasarkan
penilaian atas 4 (empat) faktor yaitu Profil Risiko, Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas, dan
Permodalan. Penilaian wajib dilakukan baik oleh pengawas bank maupun oleh bank (self assessment).
Penilaian terhadap profil risiko merupakan penilaian atas risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen
risiko atas 8 (delapan) jenis risiko, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko
hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi. Penilaian GCG merupakan penilaian terhadap
manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku mengenai Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Penilaian rentabilitas meliputi penilaian atas
kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, sustainability rentabilitas bank dan kecukupan manajemen
rentabilitas bank. Penilaian permodalan meliputi penilaian atas kecukupan modal dan kecukupan pengelolaan
modal bank.
Bank wajib menyampaikan hasil penilaian sendiri atas penilaian tingkat kesehatan bank secara
individual maupun konsolidasi kepada Bank Indonesia sesuai batas waktu penyampaian yang ditetapkan.
Bank wajib melakukan pengkinian atas self assessment tingkat kesehatan bank dan menyampaikan kepada
Bank Indonesia pada kesempatan pertama dalam hal kondisi keuangan bank memburuk, bank menghadapi
permasalahan seperti risiko likuiditas atau masalah permodalan, atau kondisi lainnya yang menurut Bank
Indonesia perlu dilakukan pengkinian penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
Penggunaan hasil penilaian bagi pengawas bank merupakan dasar untuk menyusun rencana pengawasan
dan pelaksanaan tindakan pengawasan (supervisory action) atas permasalahan yang teridentifikasi dalam
penilaian, termasuk penetapan status dan tindak lanjut pengawasan (exit policy). Bagi bank, penilaian
tingkat kesehatan merupakan dasar untuk menetapkan strategi bisnis di waktu yang akan datang serta untuk
menyusun dan melaksanakan langkah perbaikan (corrective action) atas kelemahan atau permasalahan bank
yang teridentifikasi dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Jika berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian
Bank Indonesia ditemukan permasalahan atau pelanggaran yang secara signifikan mempengaruhi atau akan
mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha bank, Bank Indonesia berwenang menurunkan
peringkat komposit tingkat kesehatan bank.
Pengawasan Perbankan
Laporan Pengawasan Perbankan 201180
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
Pada tahun 2011 terjadi beberapa kasus penyalahgunaan dana nasabah prima oleh pejabat bank.
Nasabah prima sebagai nasabah yang memiliki simpanan dalam jumlah besar, umumnya memperoleh
pelayanan khusus dari bank, seperti layanan jemput antar (pick-up service) dan penandatanganan form
kosong (transfer atau penarikan dana) oleh nasabah. Hal ini disebabkan adanya kepercayaan yang berlebihan
dari nasabah kepada pejabat bank, serta kurangnya internal control bank. Disamping itu terdapat kasus
pelayanan kartu kredit yang proses penagihannya melalui jasa pihak ketiga yang tidak sesuai dengan kode
etik dan SOP bank.
Tindakan Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan pada
bank, mengembalikan kepercayaan nasabah, serta mencegah terulangnya permasalahan yang sama, antara
lain berupa:
- Melakukan pemeriksaan khusus dan fit and proper terhadap pejabat dan petugas bank terkait.
- Mengenakan sanksi penghentian sementara penambahan atau akuisisi nasabah prima baru.
- Menghentikan sementara pembukaan jaringan kantor dan produk pelayanan nasabah prima.
- Meminta bank memperbaiki SOP dan internal control.
- Meminta bank membentuk escrow account dalam rangka perlindungan konsumen untuk memastikan bank mempunyai kemampuan menyelesaikan kewajibannya kepada nasabah jika hal tersebut diharuskan sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Memantau upaya perbaikan yang dilakukan bank sesuai dengan action plan yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
- Menjalin kerjasama dengan instansi hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Selain hal tersebut, dalam rangka memperkuat upaya perlindungan konsumen dan mempertegas
pengaturan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain (Alih Daya), Bank Indonesia
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.13/25/PBI/2011 tanggal 9 Desember 2011 tentang Prinsip
Kehati-Hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak
Lain, Surat Edaran Bank Indonesia No.13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011 perihal Penerapan Strategi
Anti Fraud bagi Bank Umum, serta Surat Edaran Bank Indonesia No.13/29/DPNP tanggal 9 Desember 2011
perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima.
Berbagai langkah juga dilakukan Bank Indonesia untuk mencegah dan mendeteksi secara lebih dini
terjadinya penyimpangan ketentuan termasuk fraud pada Bank. Dari aspek kelembagaan, bank diwajibkan
menugaskan Direktur Kepatuhan dan Audit Internal Bank sebagai bagian dari struktur pengendalian
intern bank untuk semakin memperkuat upaya bank dalam memastikan kepatuhan terhadap peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku, serta kebijakan atau ketentuan internal bank. Selanjutnya, Bank
Indonesia secara terus menerus mendorong penerapan Manajemen Risiko dan Good Corporate Governace
(GCG) dalam seluruh aktivitas operasional bank. Di sisi lain, Bank Indonesia juga terus berupaya memperbaiki
sistem pengawasan bank melalui perbaikan Sistem Pengawasan Bank Berbasis Risiko, penguatan kualitas
Boks 3.2 Penanganan Fraud Nasabah Prima dan Kasus Penagihan Kartu Kredit
Pengawasan Perbankan
81
Pengawasan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Prospek dan ArahKebijakan Perbankan
Ringkasan Eksekutif
SDM pengawas, penerbitan ketentuan perbankan, penguatan infrastruktur pendukung, serta memperkuat
koordinasi dan kerjasama strategis dengan pihak-pihak eksternal.
Pengawasan Perbankan
Halaman Ini sengaja dikosongkan
Bab IVProspek dan Arah KebijakanPerbankan 2012
Laporan Pengawasan Perbankan 201184
Prospek dan Arah Kebijakan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Halaman Ini sengaja dikosongkan
85
Prospek dan Arah Kebijakan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Tantangan dan ProspekMemasuki tahun 2012, tantangan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia dan sektor perbakan
secara khusus cukup bervariasi baik dari internal maupun eksternal. Tantangan eksternal, terkait dengan risiko
kerentanan pemulihan ekonomi global yang dapat lebih buruk dari perkiraan awal. Dengan perkiraan tersebut,
pertumbuhan ekonomi nasional akan bergantung pada efektivitas daya serap sumber-sumber pertumbuhan
domestik dan kemampuan memanfaatkan pasar domestik. Terkait hal ini, kemampuan untuk menjaga momentum
pertumbuhan akan terbatas bila intermediasi perbankan dan penyerapan belanja fiskal berjalan secara sub-
optimal. Di sisi lain, kombinasi antara risiko pemburukan ekonomi global, tingkat suku bunga di negara maju yang
sangat rendah, dan ekses likuiditas global berpotensi menggerakkan modal portofolio global dengan pola dua
arah (two-way capital flows). Hal ini merupakan sumber instabilitas yang akan menjadi tantangan kebijakan bagi
otoritas di negara emerging market dalam menjaga stabilitas makro dan sistem keuangannya.
Dari sisi tantangan domestik, di pasar keuangan, industri perbankan nasional pasca krisis 1998 kondisinya
telah membaik. Namun, kontribusinya dalam pembangunan ekonomi nasional masih sub-optimal. Pertumbuhan
aset industri perbankan tidak diikuti secara seimbang dengan peningkatan kontribusinya bagi perekonomian.
Hal ini disebabkan terdapat bagian dari aset perbankan yang dari perspektif makro tidak produktif, yaitu dalam
bentuk ekses likuiditas yang ditempatkan dalam instrument moneter dan Surat Bendahara Negara (SBN). Selain
itu, tingkat efisiensi industri perbankan yang masih rendah telah memberikan kontribusi pada penetapan suku
bunga kredit yang tinggi. Rendahnya tingkat efisiensi tergambar dari rasio BOPO yang mencapai 85,42%
(Desember 2011). Sebagai perbandingan, rasio BOPO perbankan dikawasan ASEAN berada antara 40%-60%.
Meskipun fungsi intermediasi telah berjalan cukup baik yang tercermin dari rasio LDR sebesar 78,77% (per
Desember 2011), ketidakefisienan operasional perbankan menyebabkan ekonomi biaya tinggi, sehingga daya
saing perekonomian menjadi lebih rendah. Tingginya ongkos pembiayaan di Indonesia tercermin pada suku
bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) yang masing-masing tercatat
sebesar 11,98%, 11,69% dan 13,38% (per Desember 2011), meskipun suku bunga kebijakan (BI Rate) sebesar
6,0%.
Di tengah melambatnya ekonomi global, perekonomian nasional pada tahun 2012 diperkirakan akan tumbuh
pada kisaran 6,3%-6,7%. Penguatan momentum ekonomi nasional masih dapat dipertahankan selama basis-basis
pertumbuhan domestik dapat semakin ditingkatkan. Penurunan BI rate sejak Oktober 2011 diharapkan akan
mampu menghidupkan sumber-sumber pembiayaan domestik, terutama yang berasal dari sektor perbankan.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut memerlukan pembiayaan (termasuk credit channeling) minimal Rp598
Triliun atau setara dengan laju pertumbuhan kredit sebesar 26,9% (yoy). Laju pertumbuhan investasi yang pada
tahun 2011 tumbuh 7,7% diperkirakan masih akan meningkat ke kisaran 9,7%-10,1% pada tahun 2012. Investasi
yang meningkat dapat menjaga kekuatan daya beli masyarakat. Sementara itu, peran faktor pendorong dari sisi
fiskal diperkirakan masih terbatas antara lain karena masih besarnya beban alokasi anggaran untuk subsidi.
Laporan Pengawasan Perbankan 201186
Prospek dan Arah Kebijakan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
Arah Kebijakan Perbankan 2012Bank Umum Konvensional
Pada perbankan konvensional, kebijakan akan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara peningkatan
daya saing dan memperkuat ketahanan perbankan, dengan tetap mendorong intermediasi bank termasuk
memperluas akses masyarakat ke layanan jasa perbankan berbiaya rendah. Oleh karena itu, Bank Indonesia
menetapkan arah kebijakan sebagai berikut:
1. Meningkatkan Daya Saing Perbankan
Dalam rangka meningkatkan daya saing perbankan, kebijakan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) akan dilanjutkan untuk memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik sehingga sasaran kebijakan dapat tercapai. Sebagai tindak lanjut dari sisi pengawasan bank, akan dilakukan enforcement ketentuan dengan mewajibkan Rencana Bisnis Bank (RBB) mencantumkan target-target peningkatan efisiensi dan penurunan suku bunga kredit pada level yang wajar. Bank Indonesia juga tengah mengkaji praktek pemberian tingkat bunga dana pihak ketiga (DPK) di atas tingkat bunga yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta mengkaji pembatasan pemberian hadiah bagi nasabah.
2. Memperkuat Ketahanan Perbankan
Kebijakan penguatan ketahanan perbankan dilakukan melalui peningkatan permodalan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan dan antisipasi perubahan siklus bisnis. Melalui kebijakan ini perbankan Indonesia akan lebih siap dalam mengantisipasi berbagai risiko karena dapat di-cover dengan permodalan yang mencukupi.
Selain itu Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan untuk menyempurnakan aspek perlindungan nasabah dan calon nasabah. Lebih lanjut, untuk peningkatan kualitas tata kelola perbankan, Bank Indonesia akan menyempurnakan ketentuan transparansi laporan keuangan, khususnya yang terkait laporan keuangan publikasi, dan pengaturan terhadap akuntan publik yang digunakan oleh perbankan. Bank Indonesia juga terus mengkaji kebijakan kepemilikan di perbankan dan kebijakan multi-license seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha bank.
3. Mendorong Intermediasi Perbankan
Bank Indonesia akan melanjutkan upaya mendukung perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat khususnya layanan perbankan bagi masyarakat pedesaan berbiaya rendah, termasuk peningkatan kualitas program Tabunganku, pengembangan edukasi keuangan, pelaksanaan Financial Identity Number dan pelaksanaan survei literacy. Selain itu, Bank Indonesia akan memfasilitasi intermediasi untuk mendukung pembiayaan di berbagai sektor potensial bekerjasama dengan berbagai instansi terkait. Penelitian juga akan dilakukan terkait dengan berbagai hambatan dalam pembiayaan untuk sektor-sektor yang tingkat pertumbuhan kreditnya masih relatif rendah. Selanjutnya, terkait dengan kebutuhan pembiayaan sektor-sektor yang secara komersial kurang diminati oleh perbankan namun memiliki peran strategis dalam perekonomian, Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah akan mengembangkan berbagai skim pembiayaan.
Perbankan Syariah
Dalam rangka mendukung pengembangan perbankan syariah, pada tahun 2012 Bank Indonesia memandang
perlu adanya langkah pengembangan dan kebijakan perbankan syariah yang difokuskan pada hal-hal berikut:
87
Prospek dan Arah Kebijakan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
1. Penguatan Intermediasi Perbankan Syariah kepada Sektor Ekonomi Produktif
Pada tahun 2012, perbankan syariah akan diarahkan untuk mulai mengembangkan kapasitasnya dan lebih aktif melayani kebutuhan pembiayaan sektor-sektor produksi, antara lain sektor-sektor yang mendapatkan prioritas dari pemerintah seperti konstruksi, listrik dan gas, pertanian dan industri kreatif, bahkan jika memungkinkan membiayai berbagai proyek yang masuk dalam inisiatif MP3EI (Master plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia). Bank Indonesia, sesuai kapasitasnya akan memfasilitasi proses link and match bank syariah dengan pelaku usaha di sektor-sektor tersebut, antara lain melalui business matching dan focus group discussion antara perbankan syariah dengan pengusaha. Disamping itu, perbankan syariah juga diarahkan untuk melakukan pengendalian risiko terkait konsentrasi usahanya, antara lain melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas bank. Selanjutnya, dalam rangka mengarahkan struktur usaha yang lebih mencerminkan karakteristik perbankan dan keuangan syariah, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengkaji model bisnis perbankan syariah, termasuk mengidentifikasi perilaku bisnis dan respon kebijakan/regulatory incentives yang dapat mendorong perbankan syariah lebih compatible dengan model bisnisnya antara lain melalui kebijakan perizinan, pelaporan dan/atau penghentian produk serta aktivitas bank. Bank syariah diharapkan juga dapat mengoptimalkan berbagai opsi dalam kebijakan pembukaan outlet layanan dalam rangka perluasan jaringan sekaligus meningkatkan penetrasi usaha ke berbagai daerah di Indonesia.
2. Pengembangan dan Pengayaan Produk yang Lebih Terarah
Sejalan dengan arah peningkatan diversifikasi segmen nasabah, Bank Indonesia akan memprioritaskan dukungan bagi pengembangan produk-produk yang terkait sektor produksi. Dukungan tersebut antara lain dapat diberikan dalam bentuk kajian produk, penyempurnaan regulasi dan proses perizinan produk. Bank Indonesia akan mempertimbangkan penyempurnaan regulasi terkait produk perbankan syariah guna meningkatkan efisiensi proses perizinan produk. Bank Indonesia juga akan melanjutkan forum kerjasama tripartite dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam mempercepat pengembangan produk-produk baru atau non standard. Selain itu, pada tahun 2012, Bank Indonesia akan menyusun arah strategis pengembangan produk perbankan syariah.
Di sisi lain, setiap bank syariah diharapkan memperkuat unit kerja pengembangan produk dalam rangka mempercepat upaya penyetaraan produk dan service level dengan bank konvensional, agar variasi kebutuhan nasabah yang dapat dilayani secara syariah meningkat
3. Peningkatan Sinergi dengan Bank Induk dengan Tetap Mengembangkan Infrastruktur Kelembagaan Bisnis Syariah
Strategi co-opetition atau kerjasama sinergis antara bank konvensional induk dengan bank syariah telah dicanangkan oleh Bank Indonesia sebagai arah kebijakan perbankan syariah tahun 2011. Melalui strategi tersebut diharapkan perbankan syariah dapat mensejajarkan tingkat layanannya dengan bank umum konvensional (BUK) induknya antara lain melalui kerjasama penggunaan fasilitas teknologi, jaringan kantor dan SDM. Pada beberapa bank, one bank concept telah diterapkan secara progresif, misalnya dalam bentuk dukungan permodalan dan ekspansi bisnis secara reguler, hingga pengembangan cross selling dan penyetaraan produk dengan dukungan infrastruktur seperti jaringan kantor dan IT, dan kebijakan SDM yang lebih integrated.
Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memandang perlu agar setiap BUK induk mempertimbangkan kembali sinergi usaha dengan bank syariah sejalan dengan arah diversifikasi segmen dan produk bank syariah sebagaimana penjelasan diatas. Selain itu, BUK induk dan bank syariah perlu secara bersama mengidentifikasi permasalahan dan menyiapkan action plan untuk memperkuat sinergi dimaksud.
Laporan Pengawasan Perbankan 201188
Prospek dan Arah Kebijakan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
4. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dengan Fokus pada Kesetaraan dan Keunikan (Parity & Distinctiveness)
Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk perbankan syariah (iB financial literacy), program sosialisasi/edukasi publik Bank Indonesia pada tahun 2012 lebih difokuskan pada komunikasi kesetaraan “parity” dan keunikan “distinctiveness” produk perbankan syariah. Program dimaksud diimplementasikan melalui berbagai media yang dinilai efektif dalam mendorong aktivasi penggunaan layanan perbankan syariah, yakni:
• Sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-site dan talkshow, yang sesuai dengan target segmen komunikasi iB yaitu komunitas muda, wanita/keluarga, dan professional. Beberapa message yang potensial untuk dikedepankan dalam berbagai kegiatan edukasi tersebut antara lain kesetaraan teknologi dan perencanaan keuangan melalui iB.
• Partisipasi perbankan syariah dalam pameran/expo untuk mendekatkan masyarakat umum dengan produk bank syariah yang sesuai kebutuhannya, antara lain expo terkait sektor produktif seperti konstruksi, maritim dan industri kreatif. Implementasi program tersebut di daerah akan difasilitasi dengan format “iB pavilliun” dengan entry point expo/pameran pada bidang yang sebelumnya telah dimasuki seperti di bidang properti, UMKM, elektronik, otomotif dan franchise.
• Dialog dengan stakeholder perbankan syariah (pengelola bank syariah, asosiasi industri/pengusaha, pemerintah daerah, akademisi, media, pengamat ekonomi dan perbankan, serta organisasi masyarakat) yang dilakukan untuk mengenalkan dan menyelaraskan pandangan terhadap perbankan syariah sekaligus memfasilitasi bank syariah untuk meningkatkan pelayanan serta mendorong inovasi produk. Secara spesifik, untuk segmen akademisi dan ulama juga akan dilakukan edukasi melalui pola training for trainers di berbagai daerah.
Disamping fokus mengkomunikasikan kesetaraan produk dan layanan perbankan syariah, Bank Indonesia pada tahun 2012 akan mulai menyiapkan program komunikasi iB tahap lanjutan yaitu untuk mulai mengenalkan karakter iB, antara lain kemitraan. Selain itu, Bank Indonesia akan memfasilitasi program pemetaan kompetensi SDM perbankan syariah secara lebih tajam yang mengacu kepada rumusan business model industri perbankan syariah.
5. Peningkatan Good Governance dan Pengelolaan Risiko
Ke depan, Bank Indonesia akan memperkuat screening berdasarkan karakter dan integritas serta kompetensi para bankir. Bank Indonesia juga akan memperkuat sanksi bagi mereka yang sengaja menyalahgunakan kewenangannya. Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pengurus bank bertanggung jawab penuh, dalam batas-batas ketentuan perundangan yang berlaku, atas apa yang terjadi di bank mereka. Selain itu, untuk BPRS, Bank Indonesia merencanakan untuk menyusun ketentuan good governance bagi BPRS, disamping melakukan review ketentuan transparansi kondisi keuangan BPRS. Melalui kebijakan tersebut diharapkan BPRS dapat dikelola secara lebih sehat dengan mengutamakan antara lain aspek profesionalitas dan transparansi.
Bank syariah diarahkan agar melakukan pengendalian risiko yang memadai dengan meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko dalam rangka kepentingan bank maupun nasabah terkait produk atau aktivitas di bank yang antara lain dilakukan melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, aspek hukum, kompetensi pegawai, dan kesiapan infrastruktur.
6. Penguatan Sistem Pengawasan
Pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengintegrasikan sistem informasi pengawasan bank syariah dalam
89
Prospek dan Arah Kebijakan Perbankan
Kata Pengantar Daftar Isi Struktur dan Kinerja Perbankan Kebijakan dan Regulasi Perbankan Pengawasan PerbankanRingkasan Eksekutif
single platform untuk mempermudah akses dan meningkatkan kualitas informasi yang menjadi basis analisis pengawas. Integrasi dimaksud antara lain mencakup aplikasi penilaian tingkat kesehatan BUS dan UUS, dan aplikasi stress test yang sekaligus disempurnakan menurut perubahan ketentuan rencana bisnis bank pada tahun 2011. Selain itu Bank Indonesia akan mengevaluasi sistem deteksi dini atau early warning system BPRS, sekaligus mengkaji early warning system bagi BUS dan UUS. Bank Indonesia juga akan menyempurnakan pedoman Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) guna mempersiapkan implementasi aplikasi LBUS revisi pada tahun 2013.
Selain penyempurnaan infrastruktur pengawasan, Bank Indonesia secara umum akan meningkatkan proses penilaian risiko, pengawasan dan pemeriksaan terhadap bank syariah. Kualitas penerapan manajemen risiko, antara lain dalam konteks pengendalian risiko produk dan aktivitas baru, pengendalian internal dan pemahaman atas sumber daya manusia (know your employee), akan menjadi fokus utama peningkatan pengawasan dimaksud, disamping peningkatan keamanan dan perlindungan nasabah. Bank Indonesia juga akan melanjutkan upaya peningkatan kompetensi pengawas dan quality assurance terhadap kegiatan pengawasan perbankan syariah.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Dalam rangka meningkatkan daya saing BPR dalam pembiayaan UMKM, Bank Indonesia memfokuskan pada
langkah kebijakan untuk:
1. Mengevaluasi persyaratan kecukupan modal disetor BPR dengan melakukan kajian modal disetor dengan mempertimbangkan wilayah pendirian BPR. Hal ini mengingat persyaratan modal disetor minimum pendirian BPR yang berlaku saat ini masih mengacu pada persyaratan yang ditetapkan pada tahun 2004.
2. Mendorong kontribusi BPR sebagai community bank yang lebih besar kepada UMKM dan masyarakat di wilayah operasionalnya melalui penyempurnaan ketentuan yang mengatur kualitas aktiva produktif BPR dengan mempertimbangkan aset-aset UMKM yang memiliki nilai ekonomis sebagai pengurang PPAP, serta menurunkan bobot risiko penyaluran kredit kepada UMKM yang akan tertuang dalam ketentuan mengenai KPMM.
3. Mendorong peningkatan ekspansi kredit BPR yang lebih terjangkau oleh UMKM melalui peningkatan efisiensi operasional BPR.
4. Meningkatkan kualitas kerjasama yang telah terjalin dengan asosiasi BPR dalam rangka pelaksanaan capacity building SDM BPR berupa penyelenggaraan pelatihan dan penyediaan informasi yang mudah diakses oleh industri antara lain mengenai potensi usaha-usaha produktif yang layak untuk dibiayai dan informasi terkini yang diperlukan untuk meningkatkan kompetensi SDM BPR.
5. Mendorong terbentuknya Apex Bank bagi BPR yang diharapkan dapat dilakukan oleh BPD sekaligus dalam
kerangka mendorong BPD sebagai regional champion.
Sementara itu, sebagai tindaklanjut Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri
Pertanian, untuk meningkatkan penyaluran kredit program, Bank Indonesia akan memfasilitasi melalui beberapa
kegiatan antara lain percepatan sertifikasi lahan pertanian, pembentukan skema asuransi pertanian, koordinasi
dalam penyediaan calon debitur kredit program, peningkatan peran badan penyangga harga dan sosialisasi
kredit program.
Halaman Ini sengaja dikosongkan