BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121...

15
121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan bahwa konstruksi Mbaru Gendang memiliki makna simbolik. Makna simbolik konstruksi Mbaru Gendang masyarakat Ruteng Pu’u terdiri atas makna individual, makna religius dan makna sosial. a. Makna Individual Pandangan masyarakat mengenai makna individual sebenarnya mau menegaskan bahwa Mbaru Gendang memiliki makna kerja keras serta fungsi yang dapat memenuhi kebutuhan, suasana emosional, pengetahuan dan pengetahuan masyarakat tentang Mbaru Gendang yang ada di kampung Ruteng Pu’u. Kerja Keras Kerja keras merupakan perwujudan dari kemampuan menghadapi tantangan yang datang dari lingkungan. Karakter dasar dari pekerja keras masyarakat yakni rajin, kreatif dan semangat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini tercermin lewat simbol tanduk kerbau. Bagi mereka binatang ini dikenal sangat rajin dan suka bekerja keras selain itu, binatang ini digunakan untuk membantu manusia dalam hal membajak sawah. Selain menggambarkan kerja keras dan rajin, sebagian masyarakat Ruteng Pu’u juga memaknai bahwa tanduk kerbau juga merupakan lambang kewibawaan atau kehormatan (rang) dari suatu kampung. Oleh karena itu, tanduk kerbau dipakai sebagai suatu sarana yang digunakan kehormatan atau kewibawaan suatu kampung.

Transcript of BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121...

Page 1: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

121

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan bahwa konstruksi

Mbaru Gendang memiliki makna simbolik. Makna simbolik konstruksi Mbaru

Gendang masyarakat Ruteng Pu’u terdiri atas makna individual, makna religius dan

makna sosial.

a. Makna Individual

Pandangan masyarakat mengenai makna individual sebenarnya mau

menegaskan bahwa Mbaru Gendang memiliki makna kerja keras serta fungsi

yang dapat memenuhi kebutuhan, suasana emosional, pengetahuan dan

pengetahuan masyarakat tentang Mbaru Gendang yang ada di kampung Ruteng

Pu’u.

Kerja Keras

Kerja keras merupakan perwujudan dari kemampuan menghadapi

tantangan yang datang dari lingkungan. Karakter dasar dari pekerja keras

masyarakat yakni rajin, kreatif dan semangat untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Hal ini tercermin lewat simbol tanduk kerbau. Bagi mereka

binatang ini dikenal sangat rajin dan suka bekerja keras selain itu, binatang

ini digunakan untuk membantu manusia dalam hal membajak sawah.

Selain menggambarkan kerja keras dan rajin, sebagian masyarakat Ruteng

Pu’u juga memaknai bahwa tanduk kerbau juga merupakan lambang

kewibawaan atau kehormatan (rang) dari suatu kampung. Oleh karena itu,

tanduk kerbau dipakai sebagai suatu sarana yang digunakan kehormatan

atau kewibawaan suatu kampung.

Page 2: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

122

Kebutuhan

Kehadiran Tu’a-tua adat (Tu’a Golo, Tua Teno, Tua Panga, dan

Pa’ang Olo Ngaung Musi) dalam proses penyelesaian masalah, menjadi dasar

bagi masyarakat Ruteng Pu’u, mengapa mereka sangat membutuhkan mbaru

gendang. Karena dengan adanya tua-tua, maka kebutuhan mereka

menyangkut penyelesaian masalah dapat teratasi. Mereka sangat respek

dengan keterlibatan Tua-tua adat. Kehadiran mereka di dalam mbaru gendang

dinilai sangat membantu dan dianggap mampu menyelesaikan serta mencari

solusi dalam memecahkan masalah mereka.

Suasana Emosional

Suasana emosional berasaskan pada rasa, cita rasa, budaya dan

seluruh ekosistem atau ketaatan seorang dalam bayang-bayang dirinya untuk

Mbaru Gendang itu sendiri. Suasana emosional berkaitan dengan hubungan

yang mencerminkan adanya hubungan kedekatan diantara masyarakat.

Oleh karena itu, secara emosional rumah adat atau kampung adat

bagi masyarakat Ruteng Pu’u disebut “Kuni agu Kalo” yang artinya tempat

dimana ia dilahirkan, tempat tumpah darahnya selain itu juga Mbaru

Gendang merupakan suatu simbol pengikat atau perekat bagi seluruh warga

masyarakat yang berada dan secara geneologis lahir dari gendang itu yang

mempunyai keterikatan-keterikatan atas struktur sosial, kelas sosial,

kemudian kewajiban-kewajiban masyarakat dalam memenuhi ritus-ritus adat

masyarakat serta aturan-aturan adat yang di anut warga gendang itu.

Pengetahuan dan Pengalaman

Pada dasarnya pengetahuan dan pengalaman mereka tentang Mbaru

Gendang, umumnya mereka (masyarakat Ruteng Pu’u) peroleh secara lisan

Page 3: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

123

dan lewat interaksi yang sering mereka lakukan dalam Mbaru Gendang serta

pengalaman keterlibatan bersama masyarakat di dalam Mbaru Gendang.

Aktivitas serta pengalaman keterlibatan itulah yang menjadi pengetahuan dan

pengalaman mereka dalam mengenal konstruksi pada Mbaru Gendang.

b. Makna Sosial

Pandangan masyarakat mengenai makna sosial sebenarnya mau

menegaskan bahwa Mbaru Gendang juga, selain memiliki fungsi individual dan

religius makna sosial juga. Hal ini didasarkan pada tiga hal pokok, yakni:

persatuan dan kesatuan, permusyawaratan/perwakilan serta kesejahteraan sosial.

Adapun makna-makna sosial yang terkandung dalam kebudayaan Manggarai,

diantaranya adalah :

Persatuan dan Kesatuan

Masyarakat Ruteng Pu’u memaknai makna persatuan dan kesatuan

sebagai suatu kesadaran manusia bahwa dalam hidupnya ia tidak sendiri

dan membutuhkan orang lain.

Bagi mereka Persatuan dan kesatuan menjadi makna dasar dalam

yang kokoh, kuat teguh bagi masyarakat Ruteng Pu’u dalam memupuk rasa

persatuan dan persaudaraan mereka. Dari sini bisa dimaknai bahwa rumah

adat merupakan wadah yang menjalin persatuan dan kesatuan, yang

ditandai dengan adanya simbol wunut olés (tali yang terbuat dari ijuk, yang

diikat pada bubungan rumah adat) dan wiri (kayu yang berbentuk lingkaran

tengah, yang dipakai untuk menghubungkan dan mengembangkan jari-jari

pada kerangka atap rumah adat seperti: lobo, lémpa-raé, sekang kodé dan

‘ruang’ koé).

Page 4: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

124

Hal ini juga dapat disimak melalui ungkapan (go’et) berikut ini:

“padir wai rentu sa’i, kope olés todo kongkol: persatuan dan kesatuan;

neka behas neho kena, koas neho kota: supaya tidak terjadi perpecahan;

réjé lélé bantang cama: hendaknya selalu sehati, sependapat dalam

mencapai mufakat; nakeng ca wae neka woléng tae, ipung ca tiwu neka

woléng wintuk, teu ca ambo neka woléng lako, muku ca pu’u neka woléng

curup: selalu seia sekata, sependapat; cawi neho wua, rao neho wasé ajo:

merupakan ikatan kebersamaan yang tidak bisa terceraiberaikan.

Permusyawaratan/Perwakilan

Makna permusyawaratan atau perwakilan dalam Mbaru

Gendang dimaknai sebagai bentuk kesadaran masyarakat untuk lebih

mementingkan kebersamaan. Dasar kebersamaan inilah yang menjadi

makna dasar dalam pengambilan keputusan.

Bagi masyarakat Ruteng Pu’u musyawarah dalam Mbaru

Gendang merupakan sarana bagi mereka dalam menyampaikan

aspirasi. Setiap keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada

perembukan yang melibatkan keseluruhan anggota yang hadir dalam

musyawarah tersebut. Nilai musyawarah ini sangat dijunjung tinggi

dalam kehidupan masyarakt Ruteng Pu’u. Hal ini terbukti pada saat

mereka duduk bersama (Lonto leok) menyelesaikan persoalan, entah

itu persoalan meyangkut perselisihan atau pertengkaran selalu

diselesaikan dalam ruangan bersama (lutur) Mbaru Gendang. Bagi

mereka suatu persoalan tidak mungkin bisa diselesaikan sendiri

melainkan dibicarakan secara bersama-sama serta mencari solusi

terbaik dalam mencapai mufakat. Jadi apapun keputusan yang

Page 5: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

125

diambil, tidak terlepas dari tradisi yang berlaku lama sejak nenek

moyang. Tradisi ini disebut pedé disé empo. Untuk itu, apa yang

mereka putuskan itu, tidak terlepas pada dukungan dan penegasan

kembali komitmen mereka terhadap struktur yang ada.

Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial atau dalam istilah Manggarai: “Wua raci wéri,

lébok kala po’ong; dila api kéte; téla galang pé’ang” yang menunjuk pada

kesejahteraan lahir dan batin dan merupakan suatu situasi hidup yang

dicita-citakan oleh manusia dalam mencapai kebahagiaan atau

kesejahteraan. Jadi masyarakat dapat dikatakan sejahtera apabila segala

hasil di peroleh dari hasil seperti hasil sawah (padi) dan hasil ladang

(jagung, kopi dan lain-lain). Selain itu juga hasil beternak seperti ternak

sapi, kebau, kambing, ayam dan lain-lain semuanya berhasil dan melimpah.

Selain itu, istilah “Wua raci wéri, lébok kala po’ong; dila api kéte;

téla galang pé’ang” merupakan ungkapan doa mereka kepada Tuhan, agar

hasil tanaman serta ternak yang dipelihara semuanya berlimpah.

Makna kesejahteraan ini juga ditunjukan oleh masyarakat Ruteng

Pu’u dalam berbagai aktivitas, Misalnya gotong royong. Bagi Mereka

dalam membangun relasi terutama dalam hal kegotong royongan dan

komunikasi antar sesama warga merupakan sarana yang paling efektif

dalam mempermudah pekerjaan mereka. Hal ini tercermin lewat sikap

saling membantu (campe tau) dalam hal mengerjakan pekerjaan orang lain

dalam jangka waktu tertentu, tetapi tidak mengharapkan imbalan atau tidak

membutuhkan balasan (kokor tago) apabila ada kematian (bowo wae).

Segala bentuk partisipasi dan bantuan dari warga itu dilakukan secara suka

Page 6: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

126

rela dan tidak memakai standar artinya segala bentuk bantuan itu sifatnya

suka rela dan spontanitas. Jadi pada dasarnya simbol yang digunakan di

sini yakni lutur adat atau ruang bersama.

c. Makna Religius

Rumah adat merupakan tempat dilakukan upacara adat yang bersifat

religius. Makna religius dibuktikan dengan adanya “siri bongkok” (tiang utama)

yang terletak dibagian tengah rumah sebagai pusat orientasi dalam rumah adat

(Mbaru Gendang), terutama pada pelaksanaan upacara adat. Makna simbolik

tercermin lewat sesajian yang mereka buat dalam Mbaru Gendang, dalam hal ini

pemberian sesajian atau “helang”.

Pemberian sesajian (helang) pada Mbaru Gendang merupakan gagasan

setiap masyarakat Ruteng Pu’u mengenai keberadaan wujud tertinggi (Kamping

Mori’n agu Ngara’n) dan percaya bahwa didunia ini, selain kehidupan manusia

mereka percaya adanya dunia para leluhur (ise’d pa’ang ble).

Jadi Mbaru Gendang sungguh-sungguh dapat dijadikan sebagai Gereja

Adat artinya Mbaru Gendang merupakan tempat berlangsungnya upacara-

upacara adat yang menyangkut seluruh penduduk dalam kampung Ruteng Pu’u

dan simbol yang dipakai dalam acara ini banyak sekali dan disesuaikan dengan

dengan kebutuhan adat itu sendiri, misalnya ayam, babi dan kerbau.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat diketahui bahwa masyarakat

Manggarai khususnya masyarakat Ruteng Pu’u memaknai konstruksi rumah adat

dilihat dari tiga aspek makna yakni makna individual, makna sosial dan makna

religius. Proses pemaknaan ini terjadi ketika masyarakat melihat konstruksi Mbaru

Gendang dari sisi individual, sisi sosial dan sisi religius. Makna individual, makna

sosial dan makna religius yang dimaknai oleh masyarakat Ruteng Pu’u didasarkan

Page 7: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

127

atas interpretasi masyarakat itu sendiri terhadap simbol-simbol yang terdapat pada

konstruksi rumah adat Mbaru Gendang. Makna Individual mencakup kerja keras,

kebutuhan, pengetahuan dan pengalaman serta kedekatan emosional sedangkan

Makna Sosial mencakup persatuan dan kesatuan, permusyawaratan/perwakilan dan

kesejahteraan sosial dan Makna Religius mencakup keyakinan.

Dengan demikian makna simbolik tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut:

Tabel 11

Makna Simbolik Konstruksi Rumah Adat Manggarai

No Variabel/Indikator Konstruksi Makna1 Makna Individual

a. Kerja keras Rangga kaba (Tanduk Kerbau)

Kerja keras dan lambang kehormatan/kewibawaan kampung

b. Kebutuhan Lutur (ruangan bersama) Tempat yang digunakan untuk bermusyawarah dan menyelesaian masalah

c. Suasana Emosional Lutur (ruangan bersama)

Natas (pelataran terbuka)

Sarana yang dapat merekatkan hubungankedekatan diantaramereka

d. Pengetahuan dan Pengalaman

Aktifitas yang sering mereka lakukan dalam mbaru gendang, misalnya: Lutur (ruangan

bersama) Natas (pelataran

terbuka)

Interaksi serta pengalaman keterlibatan bersama, misalnya: acara adat penti

2 Makna Sosiala. Persatuan dan Kesatuan Wunut Olés (tali

ijuk) Siri Lélés (tiang

penyangga rumah) Wiri (kayu penopang

atap) Natas (pelataran

terbuka)

Ikatan kebersamaan Sub Klan/simbol Persatuan dan Kesatuan

Page 8: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

128

b. Permusyawaratan/ Perwakilan

Lutur (ruangan bersama)Musyawarah mencapai Mufakat

c. Kesejahteraan Sosial Lutur (Ruangan Bersama)

Kesejahteraan

3 Makna ReligiusKeyakinan Siri Bongkok (tiang

utama) Compang (bangunan

megalitik yang tersusun dalam bentuk lingkaran)

Alam baka tempat bersemayamnya para leluhur (ise’d pa’ang ble)/sakral/pelindung kampung

6.2 Saran

Dari kesimpulan di atas, maka saran saya sebagai berikut:

Harus ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan institusi adat.

Kerjasama ini diharapkan dapat membantu memberikan pencerahan kepada

masyarakat dalam upaya untuk melestarikan makna-makna budaya.

Era globalisasi cendrung menyeret kaum muda dan remaja mencintai hal-hal

yang bersifat modern. Hal ini berdampak pada semakin pudarnya kesadaran

akan pentingnya makna-makna budaya. Untuk itu diharapkan para pendidik

lebih proaktif dalam memberikan pamahaman kepada anak didik.

Pemahaman ini tidak saja dilakukan dengan pengenalan yang bersifat teoritis

tetapi perlu diimbangi dengan hal-hal praktis, misalnya: melakukan

kunjungan ke tempat-tempat yang memliki makna budaya. Hal ini dapat

memungkinkan terciptanya generasi yang betul-betul mencintai dan

melestarikan budaya.

Mengingat Mbaru Gendang memliki makna budaya yang sarat akan makna,

Hendaknya dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan Mbaru Gendang,

kepada orang tua untuk selalu melibatkan anak-anak dan memberikan

pendidikan sejak dini bagi mereka, sehingga dengan sendirinya anak bisa

mengerti tentang simbol yang ada di dalam Mbaru Gendang.

Page 9: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

129

Dalam penelitian ini juga penulis merasa kesulitan dalam mencari informen

yang mengerti tentang makna yang ada dalam Mbaru Gendang. Hendaknya

kepada aparat pemerintah setempat agar senantiasa memberikan sosialisasi

tentang pentingnya melestarikan makna budaya dan kepada masyarakat untuk

turut berpartisipasi sehingga bagi mereka yang ingin melakukan penelitian di

kampung tersebut tidak mengalami kesulitan dalam mengambil data.

Mengingat kampung Ruteng Pu’u merupakan daerah pariwisata, kepada

masyarakat untuk senantiasa menjaga dan melestarikan budaya, khususnya

tentang Mbaru Gendang yang merupakan warisan dari leluhur.

Page 10: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

130

DAFTAR PUSTAKA

Bagul Dagur Antony, 1997. Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah Satu

Khasanah Kebudayaan Nasional. Ubhara Press. Yogyakarta.

Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Lawang, Robert M.Z, 2004. Stratifikasi Sosial di Cancar Manggarai Flores Barat Tahun

1950-an dan 1980-an. FISIP UI Press.

Liliweri, Alo, 2001. Gatra-gatra Komunikasi Antar Budaya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

----------------, 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarabudaya. Pustaka Pelajar.

Yogyakarata.

Mulyana, Deddy, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya:

Bandung

--------------------, 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja

Rosdakarya: Bandung

Mulyana, Deddy, dan Rakhmat, Jalaluddin, 2006. Komukasi Antarbudaya Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Yang Berbeda Budaya. PT. Remaja

Rosdakarya: Bandung

Nggoro, Adi M, 2006. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Yogyakarta: Sylvia

Narwoko, Dwi dan Suyanto, Bagong, 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.

Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Rachmat, Jalalaludin, 1986. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.

Seran, Alex Dkk, 1997. Sinar Hari Esok. PT Gramedia dan Pemda Tingkat 1

NTT: Jakarta.

Seran, Sixtus Tey Dkk, 2005. Aksitektur Rumah Tradisional Todo. Dinas pendidikan dan

kebudayaan (Unit pelaksana teknis dinas (UPTD) Arkeologi, Kajian Sejarah dan

nilai Tradisional) NTT.

Page 11: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

131

Verheijen, AJ, SVD. 1970 Kamus Manggarai. Koninklijk Instituut Voor Tal-,Land-En

Volkenkunde

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Putaka, Jakarta, 1990.

Page 12: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

132

PEDOMAN WAWANCARA

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

DAFTAR PERTANYAAN

a. Makna Religius

Indikator :

Bagian-bagian mana saja dalam Mbaru Gendang yang punya kaitan

dengan dengan nuansa religius? Berkaitan dengan pemberian sesajian

untuk para leluhur (helang), biasanya tempat-tempat yang digunakan

untuk menyimpan sesajian tersebut, kira-kira, dimana? Mungkin Bapak

bisa jelaskan tempat-tempat tersebut!

Menurut anda apa sisi religius dari Mbaru Gendang? Apakah anda

percaya atau yakin dengan makna religius itu? Kalau anda yakin,

mengapa? Kalau tidak yakin, kenapa?

Kalau anda yakin dan percaya bahwa Mbaru Gendang mempunyai sisi

religius, apakah ada manfatnya bagi anda untuk setiap kehidupan sehari-

hari?

Page 13: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

133

b. Makna Individual

Indikator :

1. Kebutuhan

Apa yang anda pahami tentang Mbaru Gendang dilihat dari sisi

kebutuhan anda sebagai anggota masyarakat Ruteng Pu’u?

Apakah Mbaru Gendang tersebut dapat memenuhi kebutuhan anda

tersebut atau tidak?

Bagaimana hubungan antara Mbaru Gendang dengan makna kebutuhan

bagi anda maupun masyarakat disini? Mohon dijelaskan!

2. Suasana Emosional

Bagaimana anda melihat Mbaru Gendang sebagai tempat untuk

mengekspresikan perasaan anda?

Apakah dengan berada di dekat maupun di dalam Mbaru Gendang,

membuat anda merasa nyaman secara individu? Mohon anda jelaskan!

Jadi menurut anda, apakah makna dibalik simbol tersebut?

3. Pengetahuan dan Pengalaman

Apakah anda sering terlibat dalam kegiatan Mbaru Gendang? Jika ya,

kegiatan seperti apa yang anda ikuti?

Pengalaman-pengalaman seperti apakah yang anda petik dalam usaha

mengembangkan diri anda?

Hal-hal apa saja yang anda ambil sebagai sebuah pengetahuan bagi diri

anda kedepan?

Page 14: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

134

c. Makna Sosial

Indikator :

1. Kerja Keras

Bagaimana hubungan antara Mbaru Gendang dengan makna kerja keras

bagi anda maupun masyarakat di kampung ini? Mohon dijelaskan!

Apakah kerbau, dilihat oleh anda maupun masyarakat kampung sebagai

makna kerja keras, pantang menyerah, sehigga pada atap Mbaru Gendang

di pasang tanduk kerbau? Mohon anda jelaskan!

Apakah makna kerja keras ini dipahami oleh seluruh masyarakat ini?

Seperti apa penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?

2. Persatuan dan Kesatuan

Apa yang anda pahami tentang Mbaru Gendang dilihat dari makna

persatuan dan kesatuan?

Apa saja yang menjadi motifasi dalam bentuk peribahasa (Go‘et) yang

berkaitan dengan makna persatuan dan kesatuan?

Bagaimana bentuk penerapan dari makna persatuan dan kesatuan dalam

kehidupan anda sehari-hari? Mohon anda jelaskan!

3. Permusyawaratan/Perwakilan

Apakah setiap hal atau urusan baik itu suka maupun duka selalu

dibicarakan atau dimusyawarahkan secara bersama di dalam Mbaru

Gendang? Mohon anda jelaskan!

Mohon anda jelaskan, apa yang anda pahami dari makna-makna

permusyawaratan di kampung ini yang ada hubungannya dengan Mbaru

Gendang sebagai simbol?

Page 15: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan a. Makna Individualrepository.unwira.ac.id/150/8/BAB VI.pdf · 121 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, dapat disimpulkan

135

Bagaimana bentuk penerapanyan dari makna musyawarah? dan apa

makna dibalik simbol itu?

4. Kesejahteraan Sosial

Apa yang anda pahami tentang Mbaru Gendang dilihat dari makna

kesejahteraan sosial? Mohon dijelaskan!

Apakah makna kesejahteraan sosial ini sering anda rasakan di kampung

anda, misalnya saling membantu?

Apakah ada kesulitan dalam membangun relasi terutama dalam

berkomunikasi dengan sesama warga kampung ini dalam hal gotong

royong? dan apa makna di balik simbol tersebut?