BAB VI. LANJUTAN.docx

28
57 Berdasarkan tabel 6.1 dapat diketahui bahwa bayi yang lahir tertinggi dari ibu yang tidak mengalami pre eklampsia yaitu berjumlah 196 orang (85,6%) sedangkan dari ibu yang mengalami pre eklampsia yaitu berjumlah 33 orang (14,4%),. Grafik batang 6.1 Distribusi frekuensi Pre eklampsia Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

description

iiiiiitcru

Transcript of BAB VI. LANJUTAN.docx

Page 1: BAB VI. LANJUTAN.docx

57

Berdasarkan tabel 6.1 dapat diketahui bahwa bayi yang lahir

tertinggi dari ibu yang tidak mengalami pre eklampsia yaitu berjumlah 196

orang (85,6%) sedangkan dari ibu yang mengalami pre eklampsia yaitu

berjumlah 33 orang (14,4%),.

Grafik batang 6.1

Distribusi frekuensi Pre eklampsia

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 2: BAB VI. LANJUTAN.docx

58

Grafik lingkaran 6.1

Distribusi frekuensi Pre eklampsia

Berdasarkan grafik batang & lingkaran 6.1, distribusi frekuensi pre

eklampsia di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo periode 2012 yaitu berjumlah 33

dari 229 kelahiran dengan kriteria inklusi. Persentase Pre eklampsia yaitu sebesar

14,4 % sedangkan yang tidak pre eklampsia yaitu sebesar 85,6 %.

a) Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut umur ibu

Tabel 6.2

Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut umur ibu

Umur Pre Eklampsia

(n) (%)

<20 5 15,2

20-35 20 60,6

>35 tahun 8 24,2

Total 33 100Sumber : Data Setelah Diolah, 2013

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 3: BAB VI. LANJUTAN.docx

59

Berdasarkan tabel 6.2 diperoleh distribusi frekuensi Pre eklampsia

tertinggi dari ibu dengan umur antara 20-35 tahun yaitu berjumlah 20

orang (60,6 %) dari ibu dengan umur >35 tahun yaitu berjumlah 8 orang

(24,2%), sedangkan yang terendah adalah dari ibu dengan umur <20 tahun

yaitu berjumlah 5 orang (15,2%).

Grafik Lingkaran 6.2

Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut umur ibu

15.20%

60.60%

24.20%

Pre eklampsia

<20 tahun20-35 tahun>35 tahun

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 4: BAB VI. LANJUTAN.docx

60

b) Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut masa gestasi

Tabel 6.3

Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut masa gestasi

Masa Gestasi Pre Eklampsia

(n) (%)

<37 minggu 33 100

37-42 minggu 0 0

>42 minggu 0 0

Total 33 100Sumber : Data Setelah Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 6.3 diperoleh distribusi frekuensi Pre eklampsia

tertinggi dari ibu dengan masa gestasi <37 minggu (pre-term) yaitu

berjumlah 33 orang (100 %) sedangkan yang terendah adalah dari ibu

dengan masa gestasi 37-42 minggu dan >42 minggu masing-masing

dengan (0%)

Grafik Lingkaran 6.3

Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut masa gestasi

1

Pre eklampsia

<37 minggu37-42 minggu>42 minggu

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 5: BAB VI. LANJUTAN.docx

61

c) Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut paritas

Tabel 6.4

Distribusi frekuensi Pre eklampsia menurut paritas

Paritas Pre eklampsia

(n) (%)

0 anak 19 57,6

1 anak 11 33,3

2-4 anak 3 9,1

>=5 anak 0 0

Total 33 100Sumber : Data Setelah Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 6.4 diperoleh distribusi frekuensi Pre eklampsia

tertinggi dari ibu dengan paritas 0 anak (nullipara) yaitu berjumlah 19

orang (57,6%), dari ibu dengan paritas 1 anak (primipara) berjumlah 11

orang (33,3%), dari ibu dengan paritas antara 2-4 anak (multipara) sebesar

3 orang (9,1%) dan tidaka ada dari ibu dengan paritas >= 5 anak

(grandemultipara).

Grafik Lingkaran 6.4

Distribusi frekuensi pre eklampsia menurut paritas

19%11%

3%

Pre eklampsia0 anak1 anak2-4 anak>=5 anak

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 6: BAB VI. LANJUTAN.docx

62

VI.I.I.II Distribusi Frekuensi BBLR

Berikut hasil penelitian distribusi frekuensi BBLR:

Tabel 6.5

Distribusi frekuensi BBLR

Berat Bayi Lahir (BBL) Jumlah Persentase

(n) (%)

BBLR (<=2500 gram) 60 26,2

Non BBLR (>2500 gram) 169 73,8

Total 229 100,0Sumber : Data Setelah Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 6.5 dapat diketahui bahwa bayi yang lahir

tertinggi tanpa BBLR (> 2500 gram) yaitu berjumlah 169 orang (73,8%),

sedangkan bayi dengan BBLR (<=2500 gram) yaitu berjumlah 60 orang

(26,2%)

Grafik batang 6.2

Distribusi frekuensi BBLR

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 7: BAB VI. LANJUTAN.docx

63

Grafik Lingkaran 6.5

Distribusi frekuensi BBLR

Berdasarkan grafik batang dan lingkaran 6.5, distribusi frekuensi BBLR di

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari - Desember 2012 yaitu

berjumlah 60 dari 229 kelahiran dengan kriteria inklusi. Persentase BBLR

(<=2500 gram) yaitu sebesar 26,20 %, sedangkan yang tidak BBLR (>2500

gram) sebesar 73,8 %.

a) Distribusi frekuensi BBLR menurut umur ibu

Tabel 6.6

Distribusi frekuensi BBLR menurut umur ibu

Umur BBLR

(tahun) (n) (%)

<20 35 58,3

20-35 19 31,7

>35 6 10

Total 60 100Sumber: Data Setelah Diolah, 2013

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 8: BAB VI. LANJUTAN.docx

64

Berdasarkan tabel 6.6 diperoleh distribusi frekuensi yaitu

berjumlah 60 dari 229 kelahiran. Dari 60 bayi BBLR diperoleh 35 bayi

(58,3%) dari ibu yang berumur <20 tahun. 19 bayi (31,7%) dari ibu

berumur antara 20-35 tahun, sedangkan terendah adalah 6 bayi (10%) dari

ibu yang berumur >35 tahun.

Grafik Lingkaran 6.6

Distirbusi frekuensi BBLR menurut umur ibu

58.30%31.70%

6.00%

BBLR

<20 tahun20-35 tahun>35 tahun

b) Distribusi frekuensi BBLR menurut masa gestasi

Tabel 6.7

Distribusi frekuensi BBLR menurut masa gestasi

Masa Gestasi BBLR

(n) (%)

<37 minggu 58 96,7

37-42 minggu 2 3,3

>42 minggu 0 0

Total 60 100 Sumber: Data Setelah Diolah, 2013

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 9: BAB VI. LANJUTAN.docx

65

Berdasarkan tabel 6.7 diperoleh distribusi frekuensi BBLR tertinggi

dari ibu dengan masa gestasi <37 minggu yaitu berjumlah 58 bayi (96,7%)

sedangkan dari ibu dengan masa gestasi antara 37-42 minggu yaitu berjumlah

2 bayi (3,3%), dan tidak ada bayi dari ibu dengan masa gestasi >42 minggu.

Grafik Lingkaran 6.7

Distribusi frekuensi BBLR menurut masa gestasi

58%

2%

BBLR

<37 minggu37-42 minggu42 minggu

c) Distribusi frekuensi BBLR menurut paritas

Tabel 6.8

Distribusi frekuensi BBLR menurut paritas

Paritas BBLR

(n) (%)

0 anak 31 51,7

1 anak 20 33,3

2-4 anak 9 15

>=5 anak 0 0

Total 60 100Sumber : Data Setelah Diolah, 2013

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 10: BAB VI. LANJUTAN.docx

66

Grafik Lingkaran 6.8

Distribusi frekuensi BBLR menurut paritas

51.70%33.30%

15.00%

BBLR

0 anak1 anak2-4 anak>=5 anak

Berdasarkan tabel 6.8 diperoleh distribusi frekuensi BBLR tertinggi

dari ibu dengan masa gestasi <37 minggu yaitu berjumlah 58 bayi (96,7%)

sedangkan dari ibu dengan masa gestasi antara 37-42 minggu yaitu berjumlah

2 bayi (3,3%), dan tidak ada bayi dari ibu dengan masa gestasi >42 minggu.

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 11: BAB VI. LANJUTAN.docx

67

VI.I.II Analisis Bivariat

VI.I.II.I Hubungan Preeklampsia dengan kelahiran BBLR

Hasil analisis bivariat untuk menganalisa apakah variabel Preeklampsia

merupakan salah satu faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kelahiran

BBLR yang disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6.9

Hubungan Pre eklampsia dengan kelahiran BBLR

Status Pre eklampsia BBL (Berat Bayi Lahir) p Value

BBLR (<=2500 gram) Non BBLR (>2500 gram) Total

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

Pre eklampsia (>=140/>=90) 20 60,6 13 39,4 33 100 0,00

Non Pre eklampsia (<140/<90) 40 20,4 156 79,6 196 100

Total 60 26,2 169 73,8 229 100

Sumber : Data Setelah Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 6.9 diketahui bahwa bayi yang lahir dengan (BBLR) berat

badan (<= 2500 gram) terbanyak adalah dari ibu pre eklampsia sebesar 20 bayi

(60,6%), sedangkan yang terendah adalah bayi yang mempunyai berat badan normal

(non BBLR) ( >2500 gram) adalah 13 bayi (39,4%).

Bayi yang lahir dari ibu tanpa pre eklampsia terbanyak adalah bayi dengan

(Non BBLR) berat badan( >=2500 gram) yaitu sebesar 156 bayi (79,6 %), sedangkan

yang terendah adalah bayi dengan (BBLR) berat badan (<=2500 gram) yaitu sebesar

40 bayi (20,4%).

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 12: BAB VI. LANJUTAN.docx

68

Grafik batang 6.3

Hubungan preeklampsia dengan kelahiran BBLR

Berdasarkan tabel 6.9 dapat diketahui bahwa dari hasil crosstabulating

diperoleh nilai p value = 0,00 ,nilai ini <0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1

diterima yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pre

eklampsia dengan kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 13: BAB VI. LANJUTAN.docx

69

VI.II Pembahasan

VI.II.I Distribusi frekuensi preeklampsia

Berdasarkan hasil penelitian peneliti yang berlokasi di RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar ditemukan bahwa persentase distribusi Preeklampsia

(tekanan darah >=140/>=90 mmHg) pada periode tahun 2012 adalah sebesar

14,4% sedangkan persentase distribusi Non Preeklampsia (tekanan darah

<140/<90 mmHg) adalah sebesar 85,6%.

Frekuensi kejadian preeklampsia di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

masih cukup tinggi. Hal ini semestinya mendapat perhatian lebih serius, dimana

ada banyak faktor yang mempengaruhi antara lain : intensitas pemeriksaan

kehamilan. Dengan intensitas yang cukup diharapkan, ibu hamil dengan risiko

preeklampsia dapat tertangani lebih dini sehingga angka kejadian preeklampsia

dapat ditekan demikian pula dengan angka kematian ibu. Faktor sosial ekonomi

dan kondisi geografi juga ikut berpengaruh, dimana ibu hamil yang ingin

melahirkan atau dengan risiko preeklampsia terlambat sampai di tempat pelayanan

dan terlambat mendapat pertolongan yang adekuat. Keterlambatan pengambilan

keputusan di tingkat keluarga khususnya pada ibu melahirkan dengan risiko tinggi

preeklampsia sebenarnya dapat dihindari apabila ibu dan keluarga mengetahui

tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk

mengatasinya. Dengan kata lain faktor pendidikan ikut berperan serta didalamnya.

Cukup tingginya kejadian pre eklampsia di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo ini

dapat pula dimungkinkan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pusat

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 14: BAB VI. LANJUTAN.docx

70

rujukan yang ada di kota Makassar dimana risiko tinggi seperti preeklampsia tidak

mampu ditangani dengan sempurna oleh rumah sakit bersalin lainnya dirujuk ke

rumah sakit ini.

Angka kejadian preeklampsia berkisar 5-15 % dari seluruh kehamilan di

seluruh dunia. Dari hasil penelitian ini persentasenya sebanding dengan Di

RS.Cipto Mangunkusuma dimana ditemukan 400-500 kasus/ 4000-5000 dari

persalinan per tahun atau sekitar (10%). Pada penelitian yang dilakukan oleh

Zentiya agustriani dkk (2012) ditemukan kejadian preeklampsia di RSUD Raden

Mattaher Jambi untuk periode 2011 adalah sebesar 20,5%. Begitu pula dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rizka Ariani (2010) ditemukan ibu yang

melahirkan dengan preeklampsia di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode

tahun 2009 sebesar 26,5%. Secara global, hipertensi dalam kehamilan juga

merupakan salah satu dari 3 penyebab tertinggi mortalitas dan morbilitas dari ibu

bersalin dimana berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2007 angka tersebut cukup tinggi, yaitu AKI (Angka Kematian Ibu) 28 per

100.000 kelahiran hidup dan AKB (angka Kematian bayi) 34 per 1000 kelahiran

hidup.22,26,27,28

Angka kejadian Preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3-10%. Di

Indonesia Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40%

kematian perinatal sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah

menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Preeklampsia

dapat terjadi pada 30% kehamilan ganda, 30% pada pasien hamil dengan diabetes,

dan 20% pasien dengan hipertensi kronis, walaupun 2/3 kasus terjadi pada wanita

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 15: BAB VI. LANJUTAN.docx

71

nullipara yang sebelumnya sehat. Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan

yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita

hamil yang sebelumnnya tidak mengalami hipertensi. Biasanya sindrom ini

muncul pada akhir T2-T3. Gejalanya berkurang atau menghilang setelah

melahirkan sehingga terapi definitifnya mengakhiri kehamilan. Pre eklampsia

berakibat buruk baik pada ibu maupun janinnya. Komplikasi pada ibu berupa

sindroma HELLP (hemolysis elevated liver, enzyme, low platelet), edema paru,

dan lain lain. 29,30,28,31,32,33

VI.II.II Distribusi frekuensi BBLR

Berdasarkan hasil penelitian peneliti yang berlokasi di RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar ditemukan bahwa persentase distribusi bayi berat lahir

rendah (BBLR) dengan berat lahir <=2500 gram pada periode tahun 2012 adalah

sebesar 26,2% sedangkan persentase distribusi Non BBLR dengan berat lahir

>2500 gram adalah sebesar 73,8%.

Frekuensi kejadian BBLR ini masih cukup tinggi dikarenakan pasien di

rumah sakit ini umumnya adalah pasien dengan status ekonomi ke bawah

mengingat rumah sakit ini menerima segala jenis jaminan kesehatan antara

lain ;jamkesmas, jamkesda, askes dan lain lain. Pasien atau ibu hamil dengan

status ekonomi menengah ke bawah umumnya berhubungan dengan tingkat

kemampuan ekonomi termasuk dalam pemenuhan makanan sehari hari, dalam hal

ini dikaitkan dengan pemenuhan gizi terutama pada masa kehamilan. Asupan gizi

yang kurang terutama pada kondisi kehamilan sangat mempengaruhi bobot dan

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 16: BAB VI. LANJUTAN.docx

72

perkembangan janin dalam kandungan sehingga semakin meningkat pula angka

kejadian BBLR dan cikal bakal kematian perinatal.

Persentase sebesar 26,2% ini seiring dengan data BBLR yang diteliti oleh

Nelli Agustini Simanjuntak (2009) yang diperoleh dari Badan Pengelola

Rantauprapat Kab. Labukan Batu dimana persentasenya sebesar 20,4% dari 162

kelahiran. Penelitian Colti Sistiarani (2008) di RSUD Banyumas Semarang tahun

2008 diperoleh persentase BBLR 12,9% untuk tahun 2005, 13,03% untuk tahun

2006 dan 14,05% untuk tahun 2007. Sekitar 20 juta setiap tahunnya BBLR lebih

dari (95%) lahir dari negara berkembang dan (72%) lahir di Asia. Insiden BBLR

di negara berkembang (16,5%) 2 kali lebih tinggi di bawah negara maju. Di

Indonesia berdasarkan data WHO, insiden BBLR (10,5%), IUGR (19,8%) dan

kelahiran prematur (18,5%). Kejadian BBLR berdasarkan provinsi bervariasi

dengan rentang (2-15,1%) dimana terendah di Prov. Sumatera Utara dan tertinggi

di Prov. Sulawesi Selatan. Berdasarkan laporan WHO, prevalensi BBLR di dunia

saat ini (15,12 %), dan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) pada

tahun 2010, di Indonesia ditemukan prevalensi BBLR sebesar (11,1%).25,34,35,36

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan

lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Secara umum bayi BBLR ini

berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur)

disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia

kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa

kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena

adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 17: BAB VI. LANJUTAN.docx

73

oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan

keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak

mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.

Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita

sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu

akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi

kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa

hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang

tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Anemia dapat didefinisikan

sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi

merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu

hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi

kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya

mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di

bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan

gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.

Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan, abortus,

cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan

morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih

tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko

morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR

dan prematur juga lebih besar masih merupakan masalah karena memberikan

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 18: BAB VI. LANJUTAN.docx

74

kontribusi untuk kematian perinatal, (78%) meninggal pada jam pertama kelahiran

dan lebih dari 2/3 meninggal pada minggu pertama kehidupan. BBLR memiliki

risiko 40 kali lebih tinggi untuk kematian neonatal dibandingkan bayi yang lahir

dengan berat normal yang memiliki risiko 5 kali lebih tinggi untuk kematian pada

masa post neonatal. Persalinan Pre term (usia kehamilan <37 minggu) Persalinan

preterm salah satunya disebabkan oleh malnutrisi ibu, akibatnya adalah asupan

nutrisi dan oksigenasi pada janin juga kurang optimal sehingga menyebabkan bayi

yang dilahirkan mempunyai berat lahir rendah.14,21,22,23,36

VI.II.III Hubungan Preeklampsia dengan kelahiran BBLR

Berdasarkan tabel 6.9 diketahui bahwa persentase tertinggi bayi yang lahir

dengan (BBLR) berat badan (<= 2500 gram) dari ibu pre eklampsia sebesar (60,6%),

sedangkan persentase terendah adalah bayi yang mempunyai berat badan normal (non

BBLR) ( >2500 gram) adalah (39,4%). Persentase bayi yang lahir dari ibu tanpa pre

eklampsia tertinggi adalah bayi dengan (Non BBLR) berat badan ( >=2500 gram)

yaitu sebesar (79,6%), sedangkan yang terendah adalah bayi dengan (BBLR) berat

badan (<=2500 gram) yaitu sebesar (20,4%). Berdasarkan tabel 6.9 dapat diketahui

bahwa dari hasil cross tabulating diperoleh nilai p value = 0,00 ,nilai ini <0,05. Hal

ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara preeklampsia dengan kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Angka kejadian BBLR sangat dipengaruhi keadaan pada saat kehamilan.

Dimana saat kehamilan, selain menjaga asupan nutrisi, kenaikan berat badan saat

hamil, kadar Hb ibu hamil, penyakit pada saat hamil (infeksi TORCH dan lain lain),

peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Pre eklampsia merupakan suatu kondisi

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 19: BAB VI. LANJUTAN.docx

75

keanikan tekanan darah disertai dengan proteinuria. Kejadian BBLR sebenarnya bih

baik jikalau dapat dicegah. Pentingnya edukasi tentang pola makan sehari hari pada

ibu hamil sangat berperan dimana hal tersebut menunjang kesehatan ibu dan janin

dalam kandungannya. Angka kejadian BBLR sebenarnya mampu ditekan dengan

pemeriksaan kehamilan dengan intensitas yang cukup sehingga kondisi kondisi

patologis dapat dideteksi dan lebih baik jika dapat dicegah.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Leni Kurniawati

(2010) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara preeklampsia

dengan kelahiran BBLR, dengan nilai p=0,015 (p<0,05). Selain itu, diperoleh

hasil dengan resiko prevalensi 3,25 > 1, artinya Pre eklampsia memiliki resiko

lebih tinggi terjadinya kelahiran BBLR 3,25 kali lebih banyak daripada tanpa Pre

eklampsia. Hal ini pula sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka

Ariani (2010) di RSUP. H. Adam Malik Medan Periode 2009 dimana diperoleh

persentase ibu yang melahirkan dengan preeklampsia sebesar 26,5% dan yang

tidak preeklampsia sebesar 76,5%, diperoleh nilai p<0,001 artinya terdapat

hubungan antara preeklampsia dengan kelahiran BBLR. Penelitian yang dilakukan

oleh Zentiya dkk (2012) di RSUD. Raden Mattaher Jambi periode 2011

ditemukan persentase sebesar(75%) pada ibu dengan Preeklampsia dan (25%)

pada ibu tanpa Preeklampsia serta berdasarkan uji statistik diperoleh p-value

sebesar 0,00 yang berarti ada hubungan bermakna antara kejadian preeklampsia

dengan kejadian BBLR.26,27,37,38

Preeklampsia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR.

Preeklampsia menyebabkan retardasi pertumbuhan janin bahkan kematian janin.

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013

Page 20: BAB VI. LANJUTAN.docx

76

Hal ini disebabkan preeklampsia dapat menyebabkan insufisiensi plasenta dan

hipoksia yang berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan janin. Adapun

salah satu faktor predisposisi terjadinya BBLR adalah hipertensi. Hipertensi

dalam kehamilan adalah komplikasi serius trimester kedua-ketiga dengan gejala

klinis seperti edema, hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma dengan umur

kehamilan diatas 20 minggu dan dapat terjadi antepartum, intrapartum, dan

pascapartum. Dengan terjadinya hipertensi, maka terjadi spasme pembuluh darah,

sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta, maka sirkulasi uteroplasenter akan

terganggu, pasokan nutrisi dan O2 akan terganggu sehingga janin akan mengalami

pertumbuhan janin yang terganggu dan bayi akan lahir dengan berat bayi lahir

rendah.8,16,27.

Nunung Angreani Risman | Hubungan Preeklampsia dengan Kelahiran BBLR | Makassar | 2013