Bab VI. ESP

42
BAB VI POMPA ESP A. Pendahuluan Pompa ESP(Electric Submersible Pump) yang dikenal sebagai pompa reda adalah pompa sentrifugal yang bekerja dengan memanfaatkan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh putaran impeller terhadap cairan yang akan dialirkan. Cairan tersebut akan masuk ke tengah impeller (baling-baling), dimana impeller ini akan melemparkannya dengan kekuatan/tekanan tertentu, sesuai yang diinginkan. Pompa ESP ini terendam di dalam fluida dan digerakkan dengan tenaga listrik. Menurut Centrilift dalam handbook for electrical submersible pumping system, ESP adalah pompa sentrifugal dengan multistage (tingkat banyak) yang VI-1

description

ESP

Transcript of Bab VI. ESP

Page 1: Bab VI. ESP

BAB VI

POMPA ESP

A. Pendahuluan

Pompa ESP(Electric Submersible Pump) yang dikenal sebagai

pompa reda adalah pompa sentrifugal yang bekerja dengan

memanfaatkan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh putaran

impeller terhadap cairan yang akan dialirkan. Cairan tersebut akan

masuk ke tengah impeller (baling-baling), dimana impeller ini akan

melemparkannya dengan kekuatan/tekanan tertentu, sesuai yang

diinginkan. Pompa ESP ini terendam di dalam fluida dan digerakkan

dengan tenaga listrik.

Menurut Centrilift dalam handbook for electrical submersible

pumping system, ESP adalah pompa sentrifugal dengan multistage

(tingkat banyak) yang setiap tingkat dari pompa benam listrik ini

terdiri dari bagian yang bergerak atau impeller dan bagian yang

diam atau diffuser.

Setiap tingkat ESP (stages) terdiri dari satu impeller dan satu

diffuser yang terbuat dari nikel. Sedangkan poros pompa terbuat

dari monel. Impeller dipasang pada poros tegak dari pompa yang

berputar pada bushing. Hubungan antara poros pompa dan poros

protektor dilakukan dengan perantara coupling. Jumlah tingkat

pompa tergantung pada head pengangkatan. Kapasitas pompa selain

VI-1

Page 2: Bab VI. ESP

ditentukan oleh RPM-nya juga dipengaruhi oleh besar diameter

impeller dan hal ini terbatas oleh casing, maka diperlukan tingkat

pompa yang banyak.

ESP ini dapat memproduksikan fluida dari 200 - 100.000 BPD

dan kedalaman yang dapat dicapai adalah 15.000 ft. Ukuran

motornya mencapai 700 horse power dan ini lebih besar dari pompa

manapun. Metoda pengangkatan fluida dengan electrical submersible

pump (ESP) digunakan untuk industri migas, baik untuk sumur

produksi maupun sumur injeksi (secondary recovery) dan untuk saat

ini banyak dipakai terutama pada sumur-sumur produksi di lepas

pantai. Hal ini dikarenakan ESP dianggap sebagai metoda yang

efisien dan efektif untuk sumur yang mempunyai indeks

produktifitas (PI) yang besar, sumur yang dalam, serta sumur-sumur

miring (measured well).

B. Prinsip kerja Pompa ESP

Prinsip kerja pompa ESP ini adalah mengubah kerja poros

menjadi energi mekanik (energi kinetik dan energi tekanan),

sehingga menimbulkan tekanan yang tinggi pada sisi keluarnya

(discharge). Untuk melakukan hal tersebut maka pompa

memerlukan suatu penggerak mula agar energi mekanik yang

diterima diteruskan ke fluida.

Pada dasarnya prinsip kerja Electric Submersible Pump ini

adalah berdasarkan prinsip kerja pompa sentrifugal banyak tingkat

yaitu berdasarkan adanya kenaikkan tekanan di dalam impeller yang

diakibatkan oleh gaya sentrifugal dari impeller yang diputar oleh

VI-2

Page 3: Bab VI. ESP

motor listrik. Pompa sentrifugal terdiri dari bagian yang bergerak

(impeller) dan bagian yang diam (diffuser).

Impeller dipasang pada poros yang dikopel dengan motor

sehingga berputar sesuai dengan putaran poros, sedangkan diffuser

dipasang pada housing dan dibatasi dari pergerakkan (kondisi statis).

Setiap satu pasang impeller dan diffuser disebut dengan tingkat

(stages). Impeller menghasilkan gaya sentrifugal pada fluida (head

kecepatan), dan diffuser yang diam di sekeliling impeller (rumah

impeller) mengubah sebagian head tekanan secara efektif sekaligus,

sehingga pengaruh aliran fluida ke pusat impeller pada tingkat

berikutnya, sehingga head yang dihasilkan menjadi tinggi. Impeller

berfungsi untuk mengalirkan/mengumpan secara sentrifugal fluida

dengan arah horizontal dari poros. Diffuser berfungsi untuk

membalikkan arah fluida dan mengalirkan kembali secara horizontal

ke arah poros dan naik ke impeller di atasnya. Proses ini terulang

beberapa kali sesuai dengan jumlah tingkat (stages) yang dimiliki

pompa tersebut.

Tiap tingkat yang digunakan akan sangat menentukan

besarnya kapasitas yang akan dipindahkan, yang disesuaikan dengan

produksi yang diinginkan. Jika pompa bekerja melebihi

kapasitasnya, maka akan menimbulkan pengikisan pada bagian atas

(up trust), dan sebaliknya jika pompa dioperasikan ke bawah

kapasitanya akan menimbulkan pengikisan pada bagian bawah

(down trust).

VI-3

Page 4: Bab VI. ESP

Gambar 6.1

Prinsip Kerja Pompa ESP

VI-4

Page 5: Bab VI. ESP

Gambar 6.2

Unit Pompa ESP

C. Kelebihan dan Kekurangan Pompa ESP

Kelebihan pompa ESP :

1. Dapat dipergunakan pada sumur-sumur miring.

2. Perencanaan serta pemilihan instalasi sederhana dan fleksibel.

3. Efisiensi pompa praktis konstan selama waktu pemakaian.

VI-5

Page 6: Bab VI. ESP

4. Umur pengoperasian pompa relatif panjang dengan biaya

maintenance yang kecil

Kelemahan pompa ESP :

1. Putaran mesin yang tinggi dalam pompa dapat menimbulkan

masalah terbentuknya emulsi yang relatif sulit untuk

ditanggulangi.

2. Tidak cocok untuk kondisi sumur (well) yang banyak pasir.

3. Efisiensi pompa yang rendah untuk sumur dengan gas oil ratio

yang tinggi.

D. Peralatan Pompa ESP

1. Peralatan Diatas Permukaan Tanah

a. Wellhead

Wellhead atau tubing support merupakan bagian teratas dari

peralatan pompa yang berfungsi untuk menahan tubing dan pompa

di dalam sumur (Gambar 6.3).

VI-6

Page 7: Bab VI. ESP

Gambar 6.3

Wellhead

b. Junction Box

Alat ini berfungsi sebagai tempat melepaskan gas yang ikut

merambat naik melalui kabel ke permukaan danker dalam

switchboard. Biasanya diletakkan 15 feet dari wellhead dan dipasang

kira-kira 2-3 feet di atas permukaan tanah. Sedangkan kabel

switchboard berfungsi sebagai penghubung atau penyambung kabel

di atas permukaan tanah dengan kabel yang ada di dalam tanah.

Fungsi dari junction box antara lain :

1. Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi

ke permukaan melalui kabel agar terbuang ke atmosfer.

2. Sebagai terminal penyambung kabel dari dalam sumur dengan

kabel dari switchboard.

c. Switchboard

Alat ini merupakan pusat pengendali, memonitor arus motor,

memberikan perlindungan terhadap kelebihan beban yaitu pada saat

terjadinya hubungan singkat jika motor terpaksa bekerja melampaui

kapasitasnya. Dapat juga melakukan perlindungan terhadap

kekurangan beban misalnya gas lock pada pompa atau sumur yang

dioperasikan. Switchboard biasanya mempunyai tegangan antara

400-4.800 volt.

Fungsi utama dari switchboard adalah :

1. Untuk mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem

seperti: overload atau underload current

2. Auto restart setelah underload pada kondisi intermittent well

VI-7

Page 8: Bab VI. ESP

3. Mendeteksi unbalance voltage

Pada switchboard biasanya dilengkapi dengan ammeter chart

yang berfungsi untuk mencatat arus motor versus waktu ketika

motor bekerja.

Gambar 6.4

Switchboard

d. Transformator

Merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa untuk

menaikkan atau menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core

(inti) yang dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Keduanya,

baik core maupun coil direndam dengan minyak trafo sebagai

pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan akan sebanding dengan

jumlah lilitan kawatnya. Biasanya tegangan input transformer

diberikan tegangan tinggi agar didapat ampere yang rendah pada

VI-8

Page 9: Bab VI. ESP

jalur transmisi, sehingga tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang

besar. Tegangan input yang tinggi akan diturunkan dengan

menggunakan step-down transformer sampai dengan tegangan yang

dibutuhkan oleh motor.

2. Peralatan Dibawah Permukaan Tanah

a. Electric Motor

Jenis electric submersible pump adalah motor listrik induksi

dua kutub tiga fasa yang diisi dengan minyak pelumas khusus yang

mempunyai tahanan listrik (dielectric strength). Dipasang paling

bawah dari rangkaian dan motor tersebut digerakkan oleh arus

listrik yang dikirim melalui kabel dari permukaan. Motor berfungsi

untuk menggerakkan pompa dengan mengubah tegangan listrik

menjadi tegangan mekanik.

Fungsi dari minyak tersebut adalah sebagai :

1. pelumas

2. tahanan

3. media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran

rotor ketika motor tersebut sedang bekerja.

Jadi minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu

yang biasanya sudah ditentukan oleh pabrik, yaitu berwarna jernih,

tidak mengandung bahan kimia, dielectric strength tinggi, lubricant

dan tahan panas. Minyak yang diisikan akan mengisi semua celah-

celah yang ada dalam motor, yaitu antara rotor dan stator.

Motor berfungsi sebagai tenaga penggerak pompa (prime

mover), yang mempunyai 2 (dua) bagian pokok, yaitu :

VI-9

Page 10: Bab VI. ESP

1. Rotor (gulungan kabel halus yang berputar)

2. Stator (gulungan kabel halus yang stasioner dan menempel pada

badan motor). Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah

menjadi tenaga putaran pada rotor, dengan berputarnya rotor

maka poros (shaft) yang berada ditengahnya akan ikut berputar,

sehingga poros yang saling berhubungan akan ikut berputar pula

(poros pompa, intake dan protector).

Gambar 6.5

VI-10

Page 11: Bab VI. ESP

Electric Motor2)

b. Protector

Protector sering juga disebut dengan seal section (centrilift)

atau Equalizer (ODI). Secara prinsip protector mempunyai 4 (empat)

fungsi utama, yaitu :

1. Untuk melindungi tekanan dalam motor dan tekanan di annulus.

2. Menyekat masuknya fluida sumur ke dalam motor.

3. Tempat duduknya thrust bearing (yang mempunyai bantalan axial

dari jenis marine type) untuk merendam gaya axial yang

ditimbulkan oleh pompa.

4. Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak

motor sebagai akibat dari perubahan temperatur dari motor pada

saat bekerja dan saat dimatikan.

Secara umum protector mempunyai 2 (dua) macam tipe, yaitu :

1. Positive Seal atau Modular Type Protector

2. Labyrinth Type Protector

Untuk sumur-sumur miring dengan temperatur > 300oF

disarankan menggunakan protector dari jenis positive seal atau

modular type protector.

VI-11

Page 12: Bab VI. ESP

Gambar 6. 6

Protector2)

c. Intake

Intake dipasang di bawah pompa dengan cara

menyambungkan sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake

merupakan saluran masuknya fluida dari dasar sumur ke pompa

menuju permukaan. Untuk jenis-jenis tertentu, intake ada yang

dipasang menjadi satu dengan housing pompa (Intregrated), tetapi

ada juga yang berdiri sendiri.

VI-12

Page 13: Bab VI. ESP

Ada beberapa jenis intake yang sering dipakai yaitu :

1. Standart Intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah.

Jumlah gas yang masuk pada intake harus kurang dari 10%

sampai dengan 15% dari total volume fluida. Intake mempunyai

lubang untuk masuknya fluida ke pompa, dan dibagian luar

dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring

partikel masuk ke intake sebelum masuk ke dalam pompa.

2. Rotary Gas Separator dapat memisahkan gas sampai dengan 90%

dan biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi.

Gas Separator jenis ini tidak direkomendasikan untuk dipasang

pada sumur-sumur yang abrasive.

3. Static Gas Separator atau sering disebut reverse gas separator yang

dipakai untuk memisahkan gas hingga 20% dari fluidanya.

Gambar 6.7VI-13

Page 14: Bab VI. ESP

Intake atau Gas Separator3)

d. Pump Unit

Unit pompa merupakan Multistages Centrifugal Pump yang

terdiri dari impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah

pompa). Di dalam housing pompa terdapat sejumlah stage, dimana

tiap stage terdiri dari satu impeller dan satu diffuser. Jumlah stage

yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi langsung dengan

head capacity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya bisa

menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari head capacity

yang dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke

permukaan. Impeller merupakan bagian yang bergerak, sedangkan

diffuser adalah bagian yang diam. Seluruh stage disusun secara

vertikal, dimana masing-masing stage dipasang tegak lurus pada

poros pompa yang berputar pada housing.

Prinsip kerja pompa ini, yaitu fluida yang masuk ke dalam

pompa melalui intake akan diterima oleh stage paling bawah dari

pompa, impeller akan mendorongnya masuk, sebagai akibat proses

centrifugal maka fluida tersebut akan terlempar keluar dan diterima

oleh diffuser.

Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity) fluida akan diubah

menjadi tenaga potensial (tekanan) dan diarahkan ke stage

selanjutnya. Pada proses tersebut fluida memiliki energi yang

semakin besar dibandingkan pada saat masuknya. Kejadian tersebut

terjadi terus menerus sehingga tekanan head pompa berbanding

linier dengan jumlah stages, artinya semakin banyak stage yang

VI-14

Page 15: Bab VI. ESP

dipasangkan, maka semakin besar kemampuan pompa untuk

mengangkat fluida.

Gambar 6.8

Pump Unit3)

e. Electric Cable

Kabel yang dipakai adalah jenis tiga konduktor. Fungsi utama

dari kabel tersebut adalah sebagai media penghantar arus listrik dari

switchboard sampai ke motor di dalam sumur. Kabel harus tahan

terhadap tegangan tinggi, temperatur, tekanan migrasi gas dan tahan

terhadap resapan cairan dari sumur. Untuk itu maka kabel harus

mempunyai isolasi dan sarung yang baik.

VI-15

Page 16: Bab VI. ESP

Bagian dari kabel biasanya terdiri dari konduktor, isolasi, sarung

dan jaket.

Gambar 6.9

Electric Cable3)

Ada dua jenis kabel yang biasa dipakai yaitu : round dan flat

kabel. Pada jenis round kabel dibagian luar sarungnya dibungkus

lagi dengan karet (rubber jacket). Biasanya kabel jenis round ini

memiliki ketahanan yang lebih lama dari pada jenis flat kabel, tetapi

memerlukan ruang penempatan yang lebih besar.

Secara umum ada dua jenis kabel yang biasa dipakai dilapangan,

yaitu :

1. Low Temperatur : disarankan untuk pemasangan pada sumur

dengan temperature maksimum 200°F.

VI-16

Page 17: Bab VI. ESP

2. High Temperatur : disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur yang cukup tinggi sampai mencapai 400 oF.

f. Check Valve

Check valve biasanya dipasang pada tubing (2-3 joint) di atas

pompa. Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa.

Jika check valve tidak dipasang maka kebocoran fluida dari tubing

(kehilangan fluida) akan melalui pompa yang dapat menyebabkan

aliran balik dari fluida yang naik ke atas, sebab aliran balik (back

flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik arah dan dapat

menyebabkan motor terbakar atau rusak.

Jadi umumnya check valve digunakan agar tubing tetap terisi penuh

dengan fluida sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida

tidak turun ke bawah.

g. Bleeder Valve

Bleeder valve dipasang satu joint di atas check valve,

mempunyai fungsi mencegah minyak keluar pada saat tubing

dicabut. Fluida akan keluar melalui bleeder valve.

h. Centalizer

Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak

bergeser atau selalu ditengah-tengah pada saat sumur dioperasikan.

E. Kelakuan Kinerja Pompa (Pump Performance)

VI-17

Page 18: Bab VI. ESP

Kelakuan kerja atau sifat karakteristik kerja pompa

ditentukan berdasarkan test pabrik dengan menggunakan air tawar.

Penyajian secara grafis dari hasil test tersebut dibuatkan dalam

bentuk pump performance curve seperti yang diperlihatkan pada

Gambar 6.10. Kelakuan kinerja pompa ESP ini adalah tentang

head capacity curve, pump efficiency dan brake horse power terhadap

rate . Pump performance curve ini dapat dicari dari katalog atau fihak

distributor jasa pompa ESP. Untuk Gambar 6.10 adalah jenis pompa

ESP IND1300/50HZ/2917 RPM, dimana lebih cocok digunakan

untuk ukuran casing minimal 5,5 in (OD) dengan optimum range

produksi 800 bpd – 1360 bpd.

VI-18

Page 19: Bab VI. ESP

Gambar 6.10

Contoh Pump Performance Curve

1. Head Capacity Curve

Kurva ini menunjukkan hubungan antara total dynamic head

(TDH) dengan laju produksi pada kecepatan (RPM) konstan. Dengan

naiknya total dynamic head (TDH) maka rate akan turun dan begitu

pula sebaliknya. Pompa baru atau yang masih baik daya kerjanya

akan berkarakteristik kerja sepanjang kurva ini. Penyimpangan dari

VI-19

Page 20: Bab VI. ESP

kurva ini dapat dikarenakan oleh rusaknya pompa, besarnya volume

gas yang masuk ke dalam pompa atau disebabkan tubing bocor.

Kurva head suatu ESP akan mendekati laju nol apabila terjadi

shut off head atau head bilamana ESP bekerja dan flowline valve

(klep produksi) ditutup. Dalam mencari shut off head ini, maka

impeller akan berputar pada cairan yang perputarannya didaerah

itu-itu saja dan daya yang diperlukan untuk melawan friksi di cairan

dan bearing akan berubah menjadi panas (karena itu menutup tidak

boleh lebih dari satu menit). Besarnya shut off head tergantung dari

besarnya diameter impeller dan kecepatannya, dimana untuk pompa

bertingkat banyak (multistages) ditentukan dengan menggunakan

persamaan :

H = shut off head fluida yang dipompakan (ft)

D = diameter impeller (inch)

N = kecepatan impeller (RPM)

S = jumlah stage (tingkat)

Shut off head yang sebenarnya tergantung dari aliran fluida

dalam pompa dan dari kemungkinan adanya peralatan yang bocor.

Perbedaan antara rumus ini dengan keadaan sebenarnya pada kerja

pompa bisa mencapai 20%. Bentuk kurva head tergantung dari lebar

impeller, jumlah sudu-sudu impeller, bentuk dan friksi pada pompa

itu sendiri. Head capacity suatu pompa digunakan untuk menghitung

jumlah stage pompa dengan rationya terhadap total dynamic head

(TDH). Pompa dengan head yang lebih curam lebih disukai karena

VI-20

Page 21: Bab VI. ESP

bisa lebih toleran terhadap kesalahan data-data sumur (API, GOR,

SG, dan lain-lainnya).

Dari Gambar 6.10 untuk target produksi sebesar 1000 bpd

akan didapatkan head capacity sebesar 15 ft.

2. Brake Horse Power Curve

Kurva brake horse power pada Gambar 6.11 menunjukkan

brake horse power (BHP) input yang diperlukan oleh setiap stage

pompa. Kurva ini mula-mula naik sedikit dengan naiknya laju

produksi, kemudian turun. Hal ini dikarenakan efek laju produksi

lebih besar dari turunnya head dan pada laju produksi besar

turunnya head yang lebih berpengaruh, karena bentuknya lebih

curam. Test pabrik dilakukan dengan air tawar yang viskositasnya 1

cp (32 SSU) dan SG=1.

Berdasarkan Gambar 6.10 untuk target produksi sebesar 1000

bpd akan didapatkan brake horse power (BHP) sebesar 0,18 HP/stage.

3. Pump Efficiency Curve

Efisiensi pompa ESP bukanlah efisiensi volume pompanya,

melainkan ratio dari output horse power (HP) pompa dibagi dengan

input brake horse power.

VI-21

Page 22: Bab VI. ESP

qt = laju produksi total fluida (BPFD)

TDH = total dynamic head (ft)

P1 = input brake (HP)

SG = specific gravity cairan (SG air = 1)

Efisiensi pompa ini sebenarnya adalah gabungan antara gaya

hidrolis, volumetris dan mekanis. Seperti terlihat pada Gambar 6.10,

efisiensi naik dari nol pada laju produksi nol ke maksimum lalu

turun kembali pada laju produksi maksimum.

Di sebelah kiri daerah maksimum ini akan terlihat, kehilangan

karena kebocoran, friksi pada bearing (leher) dikarenakan

terjadinya down thrust (gerak impeller menggesek ke bawah) dan

friksi antara impeller dan fluida produksi terjadi.

Di sebelah kanan daerah maksimum tersebut akan terjadi

friksi dalam fluida itu sendiri, dinding impeller, dan juga upthrust

(gerak impeller menggesek keatas). Untuk menerangkan adanya

upthrust dan downthrust dapat dilihat pada Gambar 6.11. Pada

gambar tersebut, impeller akan menekan ke atas (upthrust) pada laju

produksi tinggi (rpm tinggi) dan akan menekan ke bawah

(downthrust) pada laju produksi rendah (rpm rendah). Pada daerah

effisiensi tertinggi, impeller seakan-akan melayang bebas (floating).

ESP didesain agar bekerja pada daerah mendekati effisiensi

maksimal untuk mengurangi kerusakan bearing dan washer (tatakan)

pompa akibat terjadinya upthrust atau downthrust. Pada prakteknya

di lapangan ternyata upthrust lebih merusak daripada downthrust,

karena washer di bagian atas lebih kecil luas bidang kontaknya

VI-22

Page 23: Bab VI. ESP

daripada di bagian bawah. Walaupun demikian, perlu dipertahankan

agar pompa tetap bekerja pada effisiensi maksimum, agar

pemakaian pompa dapat bertahan lama. Harga effisiensi maksimum

ini biasanya sekitar 55% sampai dengan 75%.

GAMBAR 6.11

POSISI UP THRUST DAN DOWN THRUST PADA POMPA10)

G. Data Perencanaan Pompa ESP

VI-23

Page 24: Bab VI. ESP

No Nama Data Simbol Satuan Nilai

1. Laju produksi Q bfpd

2. Water cut WC fraksi

3. Gas Oil Ratio GOR scf/stb

4. Specific gravity oil SGo -

5. Specific gravity water SGw -

6. Specific gravity gas SGg -

7. Bottom hole temperature T °F

8. Top perforation TP ft

9. Bottom perforation BP ft

10. Tekanan statik sumur Ps psia

11. Tekanan alir dasar sumur Pwf psia

12. Tekanan kepala sumur Pwh psia

13. Ukuran casing Dc in (ID)

14. Ukuran tubing Dt in (OD)

15. Faktor kompresibilitas gas Z -

H. Langkah Kerja Perencanaan Pompa ESP

VI-24

Page 25: Bab VI. ESP

H.1. Menentukan Kemampuan Berproduksi Sumur

1. Menentukan laju produksi maksimal (Qmax) dengan persamaan

Vogel.

, (bfpd)

2. Menentukan laju produksi optimal (Qopt)

Qopt = 0,8 x Qmax , (bfpd)

H.2. Menentukan Gradient Fluida (GF)

1. Oil phase specific gravity = (1 – WC) x SGo

2. Water phase specific gravity = WC x SGw

3. Specific gravity fluid (SGf)

SGf = (1 – WC)SGo + WC x SGw

4. GF = 0,433 x SGf , (psi/ft)

H.3. Menentukan Pump Intake Pressure (PIP)

1. Mid Perforation (MP)

MP = (TP + BP)/2 , (ft)

2. Pump setting depth (PSD)

PSD = TP – 100, (ft)

3. Tekanan aliran dasar sumur pada kondisi PIP (Pwf*)

, (psia)

4. PIP = Pwf* - (MP – PSD)GF , (psia)

H.4. Menentukan kebutuhan gas separator

1. Kelarutan gas (Rs) dengan persamaan Standing

VI-25

Page 26: Bab VI. ESP

a. °API = (141,5/SGo) – 131,5

b. Yg = 0,00091 x T – 0,0125 x °API

c. , (scf/stb)

2. Faktor volume formasi minyak (Bo)

a. F = Rs x (SGg/SGo)0,5 + 1,25 x T

b. Bo = 0,972 + 0,000147 x F1,175 , (bbl/stb)

3. Faktor formasi gas (Bg)

Bg = 5,04 (Z x T)/PIP, (bbl/Mscf)

4. Menentukan laju produksi minyak pada PIP (Qo*)

Qo* = (1 – WC) x Qopt , (bopd)

5. Menentukan laju produksi gas pada PIP (Qg*)

Qg* = Qo* x GOR , (scfd)

6. Menentukan laju produksi gas terlarut (Qgrs)

Qgrs = Qo* x Rs , (scfd)

7. Menentukan laju produksi gas bebas (Qgf)

Qgf = Qg* - Qgrs , (scfd)

8. Menentukan volume minyak pada PIP (Vo)

Vo = Qo* x Bo , (bpd)

9. Menentukan volume air pada PIP (Vw)

Vw = Wc x Qopt x Bw , (bpd)

10. Menentukan volume gas bebas pada PIP (Vg)

Vg = Qgf x Bg x 1000 , (bpd)

11.Menentukan volume total fluida pada PIP (Vt)

Vt = Vo + Vw + Vg , (bpd)

12. Hitung persen gas bebas (% Vg)

VI-26

Page 27: Bab VI. ESP

% Vg = (Vg/Vt) x 100 %

Jika : Vg > 10 % butuh gas separator

Jika : Vg < 10 % tidak butuh gas separator

H.5. Menentukan kebutuhan advance gas handler (AGH)

1. Hitung volume gas bebas yang tidak dapat dipisahkan oleh gas

separator (Vg*)

Vg* = 0,1 x Vg

2. Hitung % Vg* = (Vg*/Vt) x 100 %

Jika : % Vg* > 20 % , butuh advanced gas handler (AGH)

H.6. Composite specivic gravity pada PIP (SGf*)

1. Hitung volume gas bebas dalam tubing (Vgt)

Vgt = Qgrs + (Vg*/Bg) x 1000 , (scfd)

2. Hitung GOR dalam tubing (GOR*)

GOR* = Vgt/Qo* , (scf/bbl)

3. Hitung massa minyak (Mo)

Mo = Qo* x SGo x 62,4 x 5,6146 , (lb/day)

4. Hitung massa air (Mw)

Mw = WC x Qopt x SGw x 62,4 x 5,6146 , (lb/day)

5. Hitung massa gas (Mg)

Mg = GOR* x Qo* x SGg x 0,0752 , (lb/day)

6. Hitung Total Mass Produced Fluid (TMPF)

TMPF = Mo + Mw + Mg , (lb/day)

7. Hitung : SGf* = (TMPF/Vt)/(62,4 x 5,6146)

VI-27

Page 28: Bab VI. ESP

H.7. Menentukan Total Dynamic Head (TDH)

1. Hitung Fluid Over Pump (FOP)

FOP = (PIP/SGf*) x 2,31 , (ft)

2. Hitung Vertical Lift (HD)

HD = PSD – FOP , (ft)

3. Hitung Friction Loss (FL)

, (/1000 ft)

4. Hitung head friction loss (HF)

HF = PSD x (FL /1000) , (ft)

5. Hitung Tubing Head (HT)

HT = 2,31 (Pwh/SGf*) , (ft)

6. Hitung : TDH = HD + HF + HT , (ft)

H.8. Pemilihan Jenis Pompa ESP

1. Tentukan jenis pompa ESP dari catalog yang sesuai dengan range

Qopt dan ukuran casing yang digunakan.

2. Dari jenis pump performance curve tentukan :

a. Head capacity per stage (HC) , ft/stage

b. Brake Horse power per stage (BHP), HP/stage

3. Tentukan jumlah stage yang dibutuhkan (S)

S = TDH/HC , (stage)

4. Maximum head in operating range (MHOR)

MPOR = HC x S , (ft)

VI-28

Page 29: Bab VI. ESP

5. Hitung Maximum pressure in operating range (MPOR)

MPOR = 0,433 x MHOR , (psia)

H.9. Perencanaan Motor

1. Hitung Brake Horse Power Motor (HPmotor)

HPmotor = S x BHP x SGf* , (HP)

2. Pemilihan Jenis Motor (Gunakan Lampiran A)

a. Tentukan seri jenis motor yang sesuai dengan HPmotor

b. Tegangan listrik motor (Vmotor) , (HP)

c. Arus listrik (I) , (ampere)

d. OD motor , (in)

3. Uji Kesesuaian Motor

a. Menentukan kecepatan aliran di annulus motor (FV)

, (ft/sec)

b. Jika FV > 1, jenis motor sesuai

c. Jika FV < 1, jenis motor tidak sesuai dan diganti

H.10. Perencanaan Kabel

1. Tentukan jenis kabel untuk arus listrik yang digunakan (I) dimana

voltage drop dibawah 30 volt.

2. Tentukan kehilangan tegangan kabel per 1000 ft (ΔV/1000) dari

Lampiran B untuk arus listrik (I)

3. Hitung total kehilangan tegangan kabel (ΔVK)

ΔVK = (TP – 50) x (ΔV/1000) , (Volt)

VI-29

Page 30: Bab VI. ESP

H.11. Perencanaan Transformator dan Switchboard

1. Tentukan tegangan untuk motor dan kabel (Vtot)

Vtot = Vmotor + ΔVK , (Volt)

2. Hitung : KVA = 1,73 x Vtot x I/1000 , (KVA)

3. Tentukan jenis transformator dan switchboard dari Lampiran C

4. Uji transformator & switchboard

a. Hitung tegangan start (VS)

VS = 0,35 x Vmotor , (volt)

b. Kehilangan tegangan selama start (ΔVS)

ΔVS = 3 x ΔVK , (volt)

c. Total tegangan pada waktu start (VStot)

VStot = VS + ΔVS

Jika : Vtot > VStot , bekerja baik

Jika : Vtot < VStot , tidak bekerja

VI-30

Page 31: Bab VI. ESP

VI-31