BAB V UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN...
Transcript of BAB V UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN...
55
BAB V
UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DALAM
KONTEKS MDG’s DI INDONESIA: PERSPEKTIF KEAMANAN MANUSIA
Bagian berikut ini akan memaparkan mengenai analisis terhadap upaya
pelaksanaan pencapaian Indonesia terhadap tujuan pertama MDG’s, yaitu
“penanggulangan kemiskinan dan kelaparan” dilihat dengan perspektif keamanan
manusia dari UNDP.
Sebagaimana telah didiskusikan dalam pasal sebelumunya bahwa UNDP
meluncurkan gagasan keamanan manusia dengan fokus perhatian kepada keamanan
bagi setiap individu dari berbagai ancaman yang semakin meluas. Acaman baik yang
bersifat langsung (kejahatan dan kekerasan) maupun yang bersifat tidak langsung
(underdevelopment,..). Dengan penekanan kepada ancaman tidak langsung seperti
halnya dalam tujuan pertama MDG’s yang menyangkut persoalan kemiskinan
ekstrim dan kelaparan, UNDP memakai model pembangunan manusia untuk
mengatasinya.
Dengan asumsi bahwa pemerintah yang harus bertanggung jawab pertama
atas keamanan masyarakat (meskipun tidak hanya pemerintah tetapi ada juga peran
penting para LSM dan mitra-mitra lain), upaya pemerintah Indonesia dalam
56
menurunkan tingkat kemiskinan ekstrim dan kelaparan, terkait dengan keempat
pertanyaan Baldwin dapat dianalisis dalam bagian-bagian berikut.
5.1. Security for whom?
Pertanyaan ini menunjukan siapa yang seharusnya diamankan? Dalam kasus di
sini keamanan manusia khususnya keamanan ekonomi dan keamanan pangan diberikan
atau disediakan tentu untuk masyarakat Indonesia, terutama penduduk yang hidup di
bawah garis kemiskinan nasional. Mereka yang belum memiliki stantar hidup yang
layak, terancam kelaparan dan kesehatan yang buruk, sehingga kapasitas da
kreativitasnya pun rendah, artinya mereka belum mempunyai kesejahteraan dan
kebebasan, atau juga keamanan manusia. Sebagaimana yang telah dilihat di atas mereka
merepresentasikan11,66% penduduk (2012). Dan juga dikatakan bahwa indeks
keparahan kemiskinan menurun tetapi tidak terlalu jelas berkurangnya sampai berapa
dan apakah orang yang berada di bawah garis kemiskinan sudah makmur.
5.2. Security for what values?
Dalam pertanyaan kedua ini nilai yang ingin dilidungi dari berbagai ancaman
adalah, secara umum keamanan pribadi, kesejahteraan dan kebebasan individu
(personal safety, well being dan individual freedom), dan secara rinci keamanan
ekonomi dan keamanan pangan masyarakat (people economic and food security),
sebagai dua unsur dari keamanan manusia. Kedua unsur tersebut dapat dilihat dalam
57
upaya pencapaian sasaran MDG’s pertama, dimana kemiskinan ekstrim dan kelaparan
ingin diatasi dengan meningkatkan atau memperbaiki pendapatan masyarakat,
produktivitas tenaga kerja, pekerjaan informal, kekurangan asupan kalori pada
masyarakat dan kekurangan gizi pada balita. Untuk Indonesia, khususnya sudah terlihat
umumnya perbaikan sejak MDG’s diluncurkan. Hal ini bermaksud bahwa setiap
kebijakan pemerintah dan pelaksnaannya untuk memperbaiki pendapatan dan
meminimalisir tingkat kelaparan rakyat akan berkontribusi memberikan keamanan
ekonomi, dan keamanan pangan secara bertahap.
5.3. Security from what threats?
Ancaman yang terkait dengan tujuan pertama MDG’s adalah ancaman dari
kemiskinan dan kelaparan. Data untuk Indonesia yang telah dipaparkan
memperlihatkan bahwa masih ada banyak orang yang hidup dalam keadaan kelaparan
dan kemiskinan, hal itu tidak berhenti di situ, tentu keadaan seperti ini menimbulkan
masalah kesehatan, membuat kapasitas dan kemampuan berkarya rendah, yang pada
gilirannya mengakibatkan kualitas sumber daya yang rendah. Secara rinci ancaman
tersebut mencakup ketidakamanan ekonomi (economic insecurity), dan kerawanan
pangan (food insecurity atau malnutrition).
58
5.3.1. Ancaman ketidakamanan ekonomi (Economic insecurity)
Ketidakamanan ekonomi yang mangacamkan kehidupan masyarakat muncul
dari berbagai faktor. Di Indonesia faktor-faktor tersebut antara lain adalah seperti yang
dibahas berikut:
a) Pengangguran (unemployment), karena kurang lapangan kerja produktif
dibandingkan dengan permintaan masyarakat, dan juga karena keterbatasan intelektual
masyarakat oleh karena kurang pendidikan atau skills. Dikatakan bahwa kesempatan
atau lapangan kerja adalah sama dengan jumlah penduduk usia 15 keatas yang memiliki
pekerjaan dan jumlahnya pada tahun 2013 mencapai 114,02 juta orang. Sementara
tingkat pengangguran terbuka adalah sebesar 5,92% penduduk usia kerja atau 7,17 juta
orang1. Maksudnya penanggur 7 juta orang tersebut berada di bawah ancaman
kemiskinan ekstrim dan sudah tidak memiliki keamanan karena tidak bisa hidup dalam
standar hidup yang layak. Tentunya pekerjaan yang membawa penghasilan yang stabil
dan cukup merupakan awal dari kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan
darsanya, baik yang bersifat makanan ataupun yang non makanan (perumahan,
pendidikan, jaminan kesehatan,..).
Selain pengangguran, termasuk ancaman juga adalah faktor makro ekonomi lain
seperti tingkat inflasi yang tinggi (Desember 2012 sebesar 4,30% dan naik 5,57% pada
1Menurut Berita Resmi Statistik No. 35/05/Th. XVI, 6 Mei 2013.
59
April 2013)2, dan keadaan resesi atau krisis ekonomi, yang pernah terjadi di Asia
(1997-1998) berdampak secara signifikan kepada situasi ekonomi dan sosial Indonesia.
Namun setelah itu pertumbuhan ekomomi Indonesia membaik dan kemiskinan kembali
dapat diturunkan.
b) Pekerjaan tidak terjamin (Insecure jobs) juga merupakan ancaman dalam
keadaan ekonomi keluarga, individu dan masyarakat, dimana jam kerja dan
pembayaran tidak teratur. Khususnya Indonesia memiliki jumlah pekerja tidak terjamin
di sektor informal yang sangat tinggi. Umumnya mereka adalah pekerja dengan tingkat
pendidikan yang rendah karena tidak pernah tamat sekolah atau karena meninggalkan
sekolah lebih awal, mereka tidak mempunyai keterampilan sehingga mudah
dieksploitasi dan diintimidasi. Menurut Badan perencanaan pembangunan nasional,
mereka bekerja di bawah kondisi yang tidak pasti dimana tidak ada aturan kerja formal,
tidak memiliki akses kepada benefit atau perlindungan sosial, dan juga mereka lebih
beresiko dalam siklus ekonomi. Pekerja rentan ini sangat sensitif gender oleh karena
pekerja tidak dibayar khususnya pekerja keluarga banyak didominasi oleh perempuan3.
Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut status pekerjaan utama digambarkan
sebagai berikut:
2Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) dari Bank Indonesia diambil dari
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Data+Inflasi/ diakses pada 20-05-2013 3Laporan MDG’s 2011, hal 25.
60
Gambar 5.1: Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas menurut status pekerjaan utama
(juta orang)
Sumber: BPS Februari 2013 (diolah)
Kegiatan formal dan informal dapat diketahui menurut status pekerjaan
penduduk yang bekerja. Pekerja formal di Indonesia hanya terdiri dari Buruh-
Karyawan-Pegawai dan pekerja dibantu tetap yang merepresentasikan 45,6 juta orang
atau 39,98%. Sementara pekerja pada kegiatan informal mencakup pekerja berusaha
sendiri, yang berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian, dan di non
pertanian, serta pekerja keluarga tidak dibayar. Mereka merepresentasikan 68,4 juta
orang atau 60,02%.
Melihat tingginya pekerja di kegiatan informal ini menimbulkan pertanyaan
mengenai kualitas sumber daya manusia di Indonesia, bahwa ternyata walaupun
mengalami perbaikan (pada Februari 2013 dicatat kenaikan pekerja formal sebesar 3,5
juta orang, dan penurunan pekerja informal 2,3 juta orang 4), masih tetap banyak orang
4 Berita Resmi Statistik No. 35/05/Th. XVI, 6 Mei 2013
19.14
19.38
4.03 41.56
5.00
6.42
18.49
Berusaha sendiri
Berusaha dibantu buruh tidak tetap
Berusaha dibantu buruh tetap
Buruh/karyawan/pegawai
Pekerja bebas di pertanian
Pekerja bebas di non pertanian
Pekerja keluarga/tak dibayar
61
yang memiliki keterampilan yang rendah dan masuk dalam sektor ini. Hal itu tidak bisa
lepas dari kualitas pendidikan dan tingkat pendidikan yang ditamakan masyarakat.
Sebagian besar pekerja di Indonesia hanya tamat sekolah hingga sekolah dasar, setelah
itu baru yang tamat sekolah menengah pertama dan atas. Pekerja lulusan dari perguruan
tinggi masih relatif rendah, maka tidak heran kalau angka kegiatan informal sudah
melebihi setengah dari total pekerja karena orang mencari pekerjaan dengan
kemampuan yang sangat terbatas dibandingkan dengan keterampilan yang dibutuhkan
di lapangan kerja. Berikut ini gambar memperlihatkan kesenjangan tingkat pendidikan
populasi yang memiliki pekerjaan (dalam juta orang):
Gambar 5.2 : Jumlah penduduk usia15 tahun ke atas yang bekerja menurut
pendidikan ditamakan
Sumber: BPS 2013 (diolah)
c) Salah satu ancaman yang terlihat di Indonesia sebagai negara berkembang juga
adalah ketimpangan pendapatan (Income Inequality) yaitu ketimpangan dalam
distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah, antara daerah tertinngal dan daerah perkotaan,
wilayah yang terjangkau berbagai infrastruktur dan fasilitas perbankan untuk
54.62
20.29 17.77 10.18
3.22 7.94
0
10
20
30
40
50
60
SD Ke Bawah Sekolah
Menengah
Pertama
Sekolah
Menengah
Atas
Sekolah
Menengah
Kejuruan
Diploma
I/II/III
Universitas
62
mendukung perekonomian, dan yang terpencil. Ketimpangan pendapatan ini diukur
dengan standar klasik Gini coefficient, dimana koefisien untuk Indonesia semakin
meningkat: 0.32 (2005); 0.37(2008); 0,41 (2011)5. Hal ini mengawatirkan karena ketika
koefisien Gini semakin mendekati angka 1, itu berarti bahwa pendistribusian
pendapatan sangat tidak merata, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia meskipun
mampu menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan, hanya menguntungkan
golongan atas dengan pendapatan tinggi yang jumlahnya sedikit. Kenyataan di
Indonesia menunjukan, seperti yang dijelaskan lebih di atas bahwa kesenjangan
pembangunan antar provinsi, dan antara kota dan desa merupakan isu utama dalam
penanggulangan kemiskinan nasional. Pada tahun 2010 misalnya terlihat bahwa 82,4%
dari total PDB Indonesia dikuasai pulau Jawa (termasuk Jakarta) , Bali dan Sumatera,
dimana sebagian besar kegiatan ekonomi dan penduduk terkonsentrasi di Jawa. Selain
itu Jawa merupakan sumber utama bahan baku dan faktor produksi lainnya, dan
merupakan juga pasar utama untuk penjualan produk6.
Penyebab yang membuat ketimpangan pendapatan parah di Indonesia adalah7:
5 Tren peningkatan ketimpanan (Gini rasio) di Indonesia oleh Kementerian PPN/ Kepala Bappenas
Desember 2012 6 Data dari Bulletin of Indonesia Economic Studies, Vol.48, No.1, 2012: 7-31.
7Menurut pengamatan Nugroho dalam Penyebab ketimpangan distribusi pendapatan dan cara
mengatasinya” diambil dari http://nugroho-sbm.blogspot.com/2012/11/penyebab-ketimpangan-
distribusi.htmldiakses 18-05-2013.
63
Pertama ketimpangan distribusi asset, terutama terjadi dalam sektor pertanian
dimana sebagian besar petani memiliki lahan yang sempit, dan hanya sebagian kecil
memiliki lahan luas. Jika diperhatikan misalnya hasil sensus pertanian terakhir
tahun 2003 dalam tabel berikut ini jumlah rumah tangga yang memiliki tanah di
bawah 1ha merepresentasikan hampir 75% pengusaha tani dengan total lahan
pertanian nasional sebesar 17.377.475 ha.
Sumber: Sensus Pertanian 2003, BPS.
Dengan lahan yang sempit tentu pendapatan petani relatif kecil, bahkan tidak layak.
Selain itu terlihat juga ketimpangan pembagian asset pada akses usaha kecil
menengah kepada kredit dibandingkan dengan usaha besar. Maksudnya terdapat
kesulitan mengajukan kredit bagi usaha kecil yang tidak memiliki agunan
dibandingkan dengan usaha yang relatif matang dan mampu memberikan jaminan.
Kedua adalah banyaknya pekerja informal yang berpenghasilan rendah. Dengan
investasi yang semakin padat pada teknologi produksi, perusahaan lebih memilih
untuk memakai alat-alat produksi yang canggih dan efisien sehingga kesempatan
kerja berkurang, dan dengan demikian banyak yang cenderung bekerja di sektor
Tabel 5.1 : Jumlah rumah tangga petani menurut luas lahan
dikuasai
Golongan luas lahan (ha) Jumlah rumah tangga
< 0,50 ha 14.028.589
0,50 ha – 0,99 ha 4.578.053
1,00ha – 1,99 ha 3.460.406
>= 2 ha 2.801.627
64
informal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dahulu mampu menyerap pekerja baru
sebesar 400.000 orang, kini hanya sekitar 200.000 orang.
Ketiga adalah bertumbuhnya sektor jasa (perdagangan, keuangan,..) yang mampu
menyerap tenaga kerja hanya dengan jumlah kecil dibandingkan degan industri
manufaktur atau produksi dalam sektor pertanian.
Ada juga antara lain ketidaksesuaian kebijakan pemerintah mengenai alokasi
subsidi energi (bahan bakar minyak dan listrik) yang kurang tepat sasaran. Dalam
anggaran pemerintah setiap tahun subsidi tersebut sangat besar, pada tahun 2011
misalnya subsidi untuk bahan bakar mencapai sebesar Rp 165.2 triliun8 namun
lebih dinikmati kelompok masyarakat menengah ke atas, bagaimana dengan orang-
orang di perdesaan yang tidak memiliki kendaraan dan yang tidak terjangkau
listrik? Pencabutan subsidi ini tentu akan menimbulkan dampak sosial yang
signifikan sebab bisa melonjak harga barang di pasar, maka pemerintah harus
berhati-hati sekali. Namun pada sisi yang lain jika pemerintah mempertahankanya
hanya bagi kelompok yang tidak mampu, sebagian besar dari anggaran untuk
subsidi dapat digunakan untuk mengembangkan berbagai program perlindungan
sosial dan pembangunan infrastruktur sehingga lebih bermanfaat untuk
kepentingan rakyat dan akan menurunkan ketergantungan populasi kepada subsidi
tersebut.
8Op.cit Bulletin of Indonesia Economic Studies.
65
d) Selain itu, significant loss of assets yang bisa mengakibatkan penurunan
signifikan pendapatan rumah tangga merupakan ancaman yang sering terlihat di
Indonesia. Dengan sering terjadinya bencana alam banyak orang mengalami kehilangan
rumah, atau kerusakan lahan pertanian dan gagal panen, misalnya juga usaha dan
pekerjaan penduduk terganggu karena daerah tinggalnya kebanjiran. Hal ini tentu
tergantung banyak faktor terutama perubahan iklim oleh karena pencemaran
lingkungan hidup, atau juga karena pengelolahan sampah yang tidak memadai.
Faktor-faktor tersebut mengakibatkan ancaman kemiskinan yang mendasar bagi
masyarakat, dan persoalan ini tidak bisa lepas dari ancaman kelaparan atau malnutrisi
juga karena keamanan pangan sangat bergantung kepada keamanan ekonomi rakyat.
5.3.2. Ancaman Kerawanan Pangan (Food Insecurity)
Ancaman krisis pangan dapat dilihat dari kekurangan ketersediaan pangan dan
aksesibilitas masyarakat terhadap pangan (inadequacies in terms of food availability
and food entitlement), dan juga masalah keberlanjutan atau kestabilan dari ketersediaan
dan akses (long term food availability and food entitlement). Pada dasarnya terdapat
dua tipe kerawanan pangan yakni kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity)
dan kerawanan pangan sementara atau siklik (transitory or cyclical food insecurity):
a) Kerawanan pangan diakatakan kronis ketika ada kekurangan makanan dalam
jangka panjang atau terulang-ulang, dapat disebut juga reapeated food shortages yang
dikarenakan kurang akses, fisik maupun secara ekonomi terhadap pangan akibat
kemiskinan. Keadaan kerawanan pangan kronis diperkirakan masih tinggi di Indonesia
66
karena faktor kemiskinan, jika dilihat dari berbagai kenyataan seperti dijelaskan di atas:
kurang pembangunan di wilayah pedesaan, kegiatan usaha dengan high income terpusat
di kota, akses terbatas kepada asset pertanian dan kredit, pekerjaan informal, kualitas
sumber daya rendah, pendapatan tidak stabil dan tidak terjamin. Kenyataan tersebut
menunjukan keadaan banyak orang yang hidup di bawah kemiskinan dan ancaman
kelaparan karena tidak bisa mengakses kepada pangan yang cukup dan sesuai
kebutuhan, terutama proporsi tertinggi berada di lima provinsi termiskin yaitu Maluku
Utara, Papua, Papua Barat, Maluku, Kalimantan Timur, dan NTT.
b) Sementara kerawanan pangan siklik adalah akibat guncangan mendadak.
Keamanan pangan di Indonesia dapat dikatakan sangat terguncang oleh bencana alam,
fluktuasi harga, keadaan konflik, dan persoalan distribusi.9 Indonesia merupakan negara
kedua di Asia Tenggara setelah Filipina yang sangat rentan terhadap bencana alam
yang menimbulkan masalah malnutrisi. Berbagai daerah di Indonesia terancam gempa,
letusan gunung berapi, tanah longsor, dan terutama banjir serta kekeringan yang
merupakan sumber kerawanan pangan.
Sejak tahun 1974 wilayah seperti Jambi, Sumatera selatan, Riau, Aceh, Jawa
tengah, Jawah timur, Sulawesi utara, Sumatera utara, Jawa barat serta Sulawesi selatan
terkena malnutrisi sebab setiap tahun banjir selalu terjadi (dengan intensitas curah hujan
yang tinggi). Misalnya pada tahun 2004 banjir tersebut menghilangkan 60 ribu ton
9 Penjelasan berdasarkan Wayan Rusastra dkk, Working paper No. 101, 2008: “The Impact of Support to
Imports on Food Security in Indonesia”
67
produksi panen, sementara kekeringan mengakibatkan kerugian 8 ribu ton panen.
Diperkirakan bahwa kekeringan di Indonesia mengakibatkan kerugian produksi padi
sebesar 50 ribu hectar per tahun. Sementara banjir banyak disebabkan oleh deforestasi
terutama terjadi di Sulawesi selatan.
Contoh lain juga adalah terjadinya tsunami pada tahun 2004 di Aceh dan
Sumatera utara, peristiwa tragis yang meninggalkan ratusan ribu orang tanpa asset dan
harus hidup dalam kerawanan pangan yang parah. Dengan demikian faktor bencana
alam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi sisi ketersediaan (supply)
pangan di Indonesia dan menimbulkan masalah malnutrisi di berbagai wilayah.
c) Pada sisi yang lain, terggangunya ketersediaan secara otomatis berdampak
kepada harga pangan dan akan terjadi flukutuasi harga. Pada masa subur (tanpa
kekeringan) misalnya harga akan cenderung menurun, dan pada masa kekeringan yang
panjang harga pagan akan naik, dan petani miskin, orang miskin dengan pendapatan
rendah serta orang di golongan menengah pun akan melihat daya belinya berkurang dan
sulit memperoleh makanan. Jadi perubahan iklim selalu menyebabkan ketidakstabilan
harga, dan hal itu merupakan ancaman kepada keamanan pangan masyarakat.
d) Salah satu Faktor yang menimbulkan kerrawanan pangan masyarakat juga
adalah terjadinya konflik sosio-politik, dengan berbagai kekerasan dan bisa sampai
mengakibatkan pengungsi internal. Misalnya konflik di Poso, Sulawesi tengah (1992-
2001) menyebabkan migrasi massal yang terpaksa mengusi di daerah lain dan tinggal di
tempat pengungsian (yang belum tentu layak), dan juga terpaksa mencari pekerjaan
68
untuk bertahan hidup. Konflik di Maluku dan Maluku Utara pada tahun 1999-2002
menghabiskan hampir 5.000 nyawa dan mengakibatkan sepertiga dari penduduk
menjadi pengungsi. Ada juga konflik lain seperti di Papua dan Aceh10
. Kondisi seperti
ini membuat banyak orang hidup dalam kelaparan, dan trauma, dan sirkulasi bantuan
pangan pun sulit karena keparahan kekerasan yang terjadi.
e) Faktor lain yang menyebabkan kerawanan pangan di Indonesia adalah persoalan
distribusi pangan menginat luasnya wilayah Indonesia dan produksi pangan pokok
(beras dan jagung) sangat bervariasi antara provinsi dan antara pulau. Provinsi dengan
kemampuan memproduksi beras paling banyak misalnya pada tahun 2011 adalah
sebagai tabel berikut:
Tabel 5. 2: Produksi beras di beberapa daerah tahun 2011
Lokasi 2011
Jawa Barat 11.633.891
Jawa Timur 10.676.543
Jawa Tengah 9.391.959
Sulawesi Selatan 4.511.705
Sumatera Utara 3.607.403
Sumatera Selatan 3.384.670
Lampung 2.940.795
Sumatera Barat 2.279.602
Nusa Tenggara Barat 2.067.137
Kalimantan Selatan 2.038.309 Sumber: Basis data Statistik Pertanian. Department Pertanian
10
The Indonesian Institute of Sciences, Current Asia and the Centre for Humanitarian Dialogue
2011.Conflict Management in Indonesia – An Analysis of the Conflicts in Maluku, Papua and Poso.
69
Produksi beras lebih tinggi di pulau Jawa, baru disusul olah Sulawesi dan Sumatera.
Provinsi lain selain yang dilihat di atas hanya memproduksi beras kurang dari satu juta
ton per tahun. Di situ terdapat tantangan karena cabang-cabang distribusi kurang atau
karena memang infrastruktur masih minim dan tidak memungkinkan pangan sampai
kepada daerah terpencil dan kekurangan. Selain itu di kota pun bisa ada kendala dalam
distribusi pangan karena kerusakan jalan atau infrastruktur yang terbatas, seperti terlihat
di Sumatera tengah (Sumatera bagian tengah meliputi Sumbar, Riau, Jambi dan
Kepulauan Riau), pasokan pangan terganggu karena sebagian besar jalan nasional dan
jalan provinsi rusak. Inflasi harga pagan justru dipicu oleh tidak adanya infrastruktur
memadai dan rangkaian distribusi yang cukup11
.
f) Tingginya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap pangan pokok beras
merupakan persoalan yang mengancamakan keamanan pangan nasional dalam jangka
panjang. Ketergantungan penduduk kepada pangan pokok beras sangat tinggi namun
ketersediaan lahan pertanian terus berkurang akibat konversi lahan dan pertumbuhan
penduduk sebesar 1,49% per tahun pada sisi yang lain. Menurut Badan ketahanan
pangan kedua hal tersebut merupakan salah satu masalah dalam pembangunan
ketahanan pangan Indonesia12
. Lahan pertanian semakin mengecil karena terjadinya
konversi lahan, sensus pertanian 2003 menunjukan total luas konversi lahan sawah
selama tahun 2000-2002 adalah sebsar 563.000 ha atau sekitar 188.000 ribu ha per
11
http://wartaekonomi.co.id/berita10076/bi-kerusakan-infrastruktur-ganggu-pasokan-pangan-di-sumatra-
bagian-tengah.htmldiakses pada 21-05 13 12
www.badanketahananpangan.com/html/dialog-publik-a0.html diakses pada 27-05-2013.
70
tahun13
. Konversi lahan pertanian biasanya dilakukan untuk pembangunan infrastruktur
publik, perumahan, kawasan industri atau kawasan perdagangan, sehingga produksi
pangan menurun dan berdampak pada supply pangan dalam negeri. Di sini terdapat
juga kelemahan dalam diversifikasi makanan terutama sosialisasi pola makan yang
mendorong konsumsi bahan lain selain beras, misalnya ubi, jagung, sagu di daerah
papua.
g) Selain faktor-faktor domestik ancaman kerawanan pangan banyak bergantung
pula kepada dinamika situasi ekonomi internasional. Contohnya crisis pangan dunia
tahun 2007-2008 disebabkan oleh volatilitas harga komoditas pertanian karena
pertumbuhan konsumsi dunia terhadap komoditas pertanian yang melampaui skala
produksi dunia (konsumsi untuk manusia, hewan dan biofuel, terutama komoditi
gandum dan jagung), ada juga faktor perubahan iklim di berbagai negara membuat
banyak panen gagal. Misalnya harga gandum di pasar internasional melonjak hingga
181% selama 3 tahun, harga kedelai naik rata-rata 87% , beras naik 74%, dan jagung
naik rata-rata 31% dibandingkan tahun 2007.14
Selain krisis pangan, tahun 2008
ditandai oleh krisis keuangan yang berasal dari Amerika Serikat (krisis kredit
perumahan) mengakibatkan krisis ekonomi dunia, dan juga kenaikan harga minyak di
13
Diambil dari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor.Warta penelitian dan
pengembangan pertanian Vol. 27.No 6.2005; dan Forum penelitian agro-ekonomi Vol.23.No 1 juillet
2005.
14
Budi Winarno 2011. Krisis Pangan Dunia dalam Isu-isu Global Kontemporer.
71
pasar internasional oleh karena berbagai spekulasi dan ketidakstabilan di negara-negara
produsen minyak.
Kenaikan harga internasional sangat mempengaruhi keamanan pangan
masyarakat dunia (bakhan menyebabkan kerusuhan dan aksi protes di berbagai negara)
karena harga pangan semakin naik, dan populasi semakin rentan, khususnya di negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia masih banyak bergantung kepada
berbagai komoditas impor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Indonesia mengimpor
barang seperti beras, kedelai, susu, jagung, terigu, gula, garam, daging sapi, bawang
merah, cabai dan buah-buahan. Barang dengan ketergantungan impor yang tinggi
adalah gandum, kedelai, daging sapi, jagung dan susu. Pada tahun 2012 misalnya
kekeringan yang terjadi di Amerika Serikat mengakibatkan penurunan tajam produksi
kedelai dunia karena negara tersebut merupakan produsen utama dari komoditas
kedelai. Hal itu berdampak kepada harga kedelai di Indonesia yang melonjak oleh
karena ketergantungan Indonesia kepada kedelai impor dari Amerika untuk menutupi
kebutuhan nasional. Produksi kedelai oleh para petani lokal dalam 10 tahun terakhir ini
bahkan tidak mencapai 1 juta ton. Produsksi tertinggi terlihat pada tahun 2009 sebesar
974.512 ton 15
jika kebutuhan nasional sudah mencapai sekitar 3 juta ton per tahun, jadi
Indonesia mengimpor hampir 70% kebutuhan kedelai dalam negeri. Pada kenyataannya
produksi dalam negeri menurun tajam pula karena melihat kebutuhan akan kedelai yang
jauh tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal, pemerintah mengambil kebijakan
15
Data statistic BPS diambil http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php diakses pada 28-05-2013
72
penurunan bea masuk kedelai menjadi nol persen. Sehingga pasar dibanjiri oleh produk
impor yang akhirnya menekan para petani lokal untuk menurunkan harga, dan karena
itu tidak sedikit dari para petani yang beralih kepada komoditas lain atau meninggalkan
usaha pertanian. Hal ini pula merupakan salah satu faktor penyebab inflasi pada harga
pangan di Indonesia dan secara otomatis memberatkan konsumen terutama mereka
yang rentan karena memiliki pendapatan yang sangat terbatas.16
Begitu juga dengan
komoditas lain seperti daging sapi dan bawang merah, serta bawang putih yang
mengalami kenaikan harga yang spekatuker akhir-akhir ini. Berikut ini suatu tabel yang
menujukan nilai dan volume impor pertanian Indonesia dalam 3 tahun 2009-2011:
Tabel 5.3: Impor Pertanian Indonesia Menurut Sub Sektor, 2009 - 2011
Sub Sektor 2009 2010 2011
Volume
(ton)
Nilai
($000)
Volume
(ton)
Nilai
($000)
Volume
(ton)
Nilai
($000)
1. Tanaman Pangan 7.788.215 2.737.862 10.504.604 3.893.840 15.363.009 7.023.936
2. Hortikultura 1.524.666 1.077.463 1.560.798 1.292.868 2.052.271 1.686.131
3. Perkebungan 2.963.532 3.949.191 3.578.061 6.028.160 4.311.982 8.843.792
4. Peternakan 1.124.737 2.132.800 1.231.525 2.768.339 1.190.630 3.044.801
Total Impor
Pertanian
13.401.150
9.897.316
16.874.988
13.983.207 22.917.892
20.598.660
Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2012. Kementerian pertanian (diolah dari BPS)
Impor komoditas di subsektor tanaman pangan justru terlihat tinggi dari tahun ke tahun,
tanaman pangan tersebut mencakup beras, gandum, kedelai, ubi, jagung, kacang dll.
5.4. Security by what means?
16
Penjelasan berdasarkan artikel diambil dari http://www.spi.or.id/?p=5851 dan http://erabaru.net/top-
news/37-news2/31161-andalkan-impor-negara-dan-rakyat-tanpa-kedaulatan-pangan diakses pada 26-05-
13
73
Pertanyaan terakhir ini bermaksud keamanan ekonomi dan keamanan pangan
dengan cara apa saja supaya masyarakat bebas dari ancaman kemiskinan dan kelaparan.
Jika dilihat secara singkat keamanan ekonomi adalah kepastian, kecukupan dan
kestabilan dari pendapatan setiap individu atau keluarga, dan juga akses kepada
berbagai kesempatan dan kemampuan untuk menghasilkan pendapatan. Sementara
keamanan pangan bergantung kepada ketersediaan pangan, aksesibilitas (secara fisik,
sosial, ekonomi), penggunaan dan stabilitas (dari ketersediaan, aksesibilitas, dan harga)
dalam jangka panjang.
Menurut pendekatan keamanan manusia dari UNDP, baik keamanan ekonomi
maupun keamanan pangan masyarakat dapat diberikan melalui promosi model
pembangunan manusia, terutama dengan fokus kepada basic needs, equity,
sustainability, democratization dan people empowerment.
Negara Indonesia sendiri mengoperasionalkan konsep pembangunan manusia
dan memakai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai tujuan perencanaan dan
pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Mengingat bahwa IPM
mengukur tiga hal penting yakni life expectancy index, Education index dan Income
index. Pada dasarnya ketiga indeks ini saling bergantung dan saling memenuhi,
misalnya untuk dapat menikmati kehidupan yang layak harus ada kepastian pendapatan
yang memastikan akses kepada pelayanan kesehatan dan pendidikan yang bermutu.
Dan pada sisi yang lain pendapatan yang terjamin juga yang memungkinkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan dll, dan kualitas pangan atau
74
nutrisi yang dikonsumsi akan memberikan kesehatan yang baik. Demikian semua
terikat seperti sebuah rantai yang tidak bisa pergi sendiri.
Dari pandangan Utusan presiden RI untuk MDG’s, tujuan pertama MDG itu
adalah sama dengan Human Development Index dimana income penilaiannya adalah
nilai ekonomi; dan kelaparan atau malnutrisi penilaiannya adalah tingkat kesehatan, dan
pekerjaan produktif sangat bergantung kepada tingkat pendidikan. Sehingga upaya
mencapai MDG pertama justru menolong untuk mencapai IPM yang baik.
Sementara konsep keamanan manusia tidak digunakan Indonesia secara
eksplisit, namun dioperasionalkan dalam perencanaan pembangunan nasional.
Pemerintah mengembangkan berbagai macam program yang berkaitan dengan
kesejahteraan dan kebebasan individu, baik dalam meningkatkan daya beli masyarakat
melalui berbagai program yang meperbaiki ekonomi rakyat, maupun dengan berbagai
progam keamanan pangan.
Penanggulangan kemiskinan dan keamanan pangan memang menjadi dua
prioritas utama pemerintah dalam pembangunan nasional dan hal itu dapat dilihat
dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014) dan
SNPK (Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan), dan juga khususnya dalam
upaya pemerintah untuk mencapai tujuan pertama pembangunan milenium (MDG),
yaitu menurunkan setengah proporsi penduduk yang hidup dalam kemiskinan ekstrim
dan menderita kelaparan.
75
Suatu hal yang perlu diingatkan adalah bahwa Indonesia sejak tahun 2001 telah
melakukan desentralisasi dan memiliki beberapa tingkat kepemerintahan. Pada
dasarnya pemerintah pusat Indonesia yang merencanakan dan mengeluarkan berbagai
kebijakan, strategi, dan program-program untuk menanggulangi kemiskinan dan
kelaparan, dan pemerintah daerah meskipun memilki kewenangan atas wilayahnya
tetap mengacu kepada kebijakan umum pemerintah pusat, dan bersama-sama
mengusahakan pencapaian MDG’s nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Analisis dari berbagai program terkait dengan upaya pencapaian sasaran MDG’s
pertama akan dipaparkan dalam bagian berikut.
5.4.1. Keamanan Ekonomi dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia
Pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan berhasil
menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Pemerintah Indonesia secara bertahap
terus menerus berusaha menurunkannya hingga 8-10% tahun 2014 menurut RPJMN,
dan bertujuan menjadikannya 7,55% pada 2015 sesuai target MDG, namun
penurunannya kelihatan melambat akhir-akhir ini. Pada saat ini pemerintah mempunyai
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang terbagi dalam empat klaster untuk
memperbaiki distribusi pendapatan dan kehidupan masyarakat miskin.17
17
Sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dan
dalam Peraturan Presiden No. 13 tahun 2009 tentang Koordinasi penanggulangan Kemiskinan, serta
Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
76
Empat klaster tersebut mencakup program pelindungan sosial yang berbasis
keluarga, program pemberdayaan masyarakat, program pemberdayaan ekonomi
masyarakat yang berpendapatan rendah, dan program murah untuk rakyat.
5.4.1.1. Klaster I: Bantuan Perlindungan Sosial Berbasis Keluarga
Klaster pertama perlindungan sosial berbasis keluarga merupakan bantuan
sosial justru untuk memenuhi kebutuhan atau hak dasar keluarga sangat miskin, untuk
mengurangi beban hidup serta memperbaiki kualitas hidup mereka. Fokus hak dasar
tersebut adalah hak atas pangan, kesehatan, dan pendidikan, air bersih dan sanitasi.
Program perlindungan sosial ini memiliki mekanisme pelaksanaan kegiatan yang
bersifat langsung dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin.
Demikian pemerintah meluncurkan aksi seperti Jamkesmas (Jaminan kesehatan
masyarakat), Bantuan siswa miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH), dan
program Raskin atau beras untuk keluarga miskin18
.
a. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
Pertama, Jamkesmas adalah program pelayanan yang memberikan jaminan
kesehatan bagi masyarakat rumah tangga sangat miskin (RTSM) tanpa dipungut biaya
untuk melindungi mereka terhadap resiko finansial yang tinggi karena masalah
kesehatan. Program ini dibiayai APBN dan dilaksanakan oleh departemen kesehatan
18
Pengertian dari Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
http://tnp2k.go.id/program/program/program/dprogram-jamkesmas/ diakses pada 06-06-2013
77
sejak tahun 2008. Menurut laporan MDG 2011 hasil pelaksanaan Jamkesmas telah
mencakup sebesar 59,1% penduduk miskin pada tahun 2010 dan meningkat menjadi
63,1% pada 2011. Sebelumnya Pemerintah melalui program Jamkesmas telah melayani
76,4 juta penduduk miskin, dan tahun 2013 ditingkatkan menjadi 86,4 juta peserta.19
Program Jamkesmas justru dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat
miskin agar bisa hidup layak.
Dalam pengertian pembangunan manusia program ini termasuk dalam upaya
untuk meningkatkan human capability dengan menjaga kesehatannya agar produktif
dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan sosial. Sehingga program ini
dapat menjadi kondusif terhadap keamanan ekonomi dalam arti bahwa orang yang
sehat dapat menghidupi keluarganya dengan bekerja, dan jika sakit dia mendapatkan
jaminan supaya tidak menghabiskan hartanya untuk berobat, terutama para RTSM.
b. Bantuan Siswa Miskin (BSM)
Kedua adalah program Bantuan Siswa Miskin (BSM), menurut Tim nasional
penanggulangan kemiskinan, bantuan ini diberikan kepada siswa dari keluarga kurang
mampu untuk menghilangkan halangan siswa miskin untuk bersekolah dengan
memberikan akses kepada pelayanan pendidikan. Jadi siswa miskin ditolong untuk
dapat masuk atau melanjutkan sekolah, dicegah supaya tidak putus sekolah dan bakhan
memberikan kesempatan bagi mereka untuk menempuh pendidikan di tingkat yang
19
http://www.ppjk.depkes.go.id diakses 06-06-2013, dan dari Surat Edaran No. 60 Menteri Kesehatan
tentang Pelaksnaan Jamkesmas dan Jampersal 2013.
78
lebih tinggi. BSM bersifat bantuan langsung diberikan kepada siswa dari keluarga
kurang mampu berdasarkan kondisi ekonominya yang rendah dan bukan beasiswa yang
berdasarkan prestasi.
Program ini juga bertujuan membantu siswa miskin untuk memenuhi kebutuhan
mereka dalam kegiatan pembelajaran (baju seragam, buku tulis, sepatu,..), dan
mendukung program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Selain itu BSM
diharapkan mendorong anak dari keluarga kurang mampu untuk mengubahkan
keadaannya di masa depan dalam arti bahwa dengan melanjutkan sekolah, mereka
dapat memutus rantai kemiskinan antara generasi dan bisa menghindari keadaan yang
dialami orang-tuanya saat ini.20
BSM diberikan kepada siswa mulai dari tingkat dasar sampai tingkat Perguruan
Tinggi dengan besar dana sebagai berikut21
: SD & MI sebesar Rp. 360.000 per tahun;
SMP & MTs sebesar Rp. 550.000 per tahun; SMA,SMK& MI sebesar Rp. 780.000 per
tahun; danPerguruan Tinggi sebesar Rp. 1.200.000 per tahun22
. Menurut laporan MDG
2011, pada tahun 2011 BSM telah diberikan untuk 4.666.220 siswa SD/MI/SDLB;
untuk 1.995.100 siswa SMP/MTs/SMPLB; 1.292.374 siswa SMA/SMK/MA; dan
126.538 mahasiswa PT/PTA. Pendanaanya semua bersal dari APBN, misalnya pada
2009 jumlah dana yang dialokasikan dari APBN adalah sebesar 2,350 triliun, dan pada
tahun 2012 sebesar 3,805 triliun.
20
http://tnp2k.go.id/program/program/program/dprogram-bsm-bantuan-siswa-miskin/ 07-06-2013 21
http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-i/program-bantuan-siswa-miskin-bsm/ diakses pada 07-06-2013 22
http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-i/program-bantuan-siswa-miskin-bsm/ diakses pada 07-06-2013
79
Dapat dikatakan bahwa upaya pemerintah ini mencoba meningkatkan potensi
masyarakat miskin dengan memberikan insentif bagi anak-anak mereka untuk
bersekolah, dan di situ ada harapan untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik
karena dalam jangka yang panjang anak-anak itu bisa mengubah nasib keluarga dan
bisa keluar dari kemiskinan. Jadi dalam kata lain BSM termasuk juga dalam upaya
formation of human capability melalui peningkatan pengetahuan dan skills, dan hal itu
akan banyak menyumbang kepada kesejahteraan, kebebasan dan keamanan manusia.
c. Program Keluarga Harapan (PKH)
Program Keluarga Harapan (PKH), merupakan program perlindungan sosial
juga yang memberikan uang tunai kepada rumah tangga dan keluraga sangat miskin,
tetapi dia berupa pemberian bersyarat (conditional cash transfert), dimana para
penerima diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Keluarga yang ingin menjadi peserta PKH harus memenuhi sedikitnya satu dari
kriteria berikut: memiliki ibu hamil/nifas; memiliki anak balita atau anak pra-sekolah;
memiliki anak usia SD, dan/atau SLTP, dan /atau anak 15 hingga 18 tahun yang belum
menyelesaikan pendidikan dasar.
Kewajiban peserta PKH adalah kehadiran di fasilitas pendidikan bagi anak usia
sekolah, dan di fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan sistematis bagi anak balita dan
ibu hamil. Hak mereka adalah menerima bantuan uang tunai; menerima pelayanan
kesehatan (untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, balita,
anak prasekolah) di Puskemas, atau Posyandu sesuai ketentuan yang berlaku;
80
menerima pelayanan pendidikan bagi anak usia wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun
sesuai ketentuan yang berlaku.23
Berikut ini suatu tabel memperlihatkan nilai dan jenis
bantuan dalam rangka PKH:
Tabel 5.4: Besaran Bantuan PKH
Jenis Bantuan
Nilai
Bantuan/Tahun
Bantuan tetap Rp. 200.000
Bantuan bagi KSM yang memiliki Ibu hamil menyusui, atau Anak usia di
bawah 5-7 tahun, atau Anak usia pra sekolah
Rp. 800.000
Anak peserta pendidikan setara SD/MI Rp. 400.000
Anak peserta pendidikan setara SMP/MTs Rp. 800.000
Sumber : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Pelaksanaan PKH memang dilakukan secara bertahap, mulai tahun 2007 hanya
7 provinsi dan 48 kabupaten-kota yang terjangkau dengan jumlah penerima sebanyak
387.9208 RTSM. Dan setiap tahun terus dikembangkan hingga meluas di 25 provinsi
dan 119 kabupaten-kota pada tahun 2011 dengan jumlah penerima sebanyak 1,1 juta
RTSM. Penerima manfaat dari program ini akan ditingkatkan hingga menjangkau
seluruh keluarga miskin di seluruh provinsi Indonesia dan pada tahun 2014 jumlah
ditargetkan menjadi sebesar 3 juta peserta.24
Program PKH terlihat mencukupi kebutuhan dasar kaum lemah dari RTSM
yaitu ibu hamil, nifas dan anak balita, dan seperti program lain di atas PKH juga
bersifat pemberian tunai tetapi bersyarat, yang ditujukan untuk memberikan kehidupan
yang panjang sehat dan kreatif untuk orang kurang mampu. PKH juga melengkapi
23
Penjelasan diambil dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan diambil dari
http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-i/program-keluarga-harapan-pkh/ diakses pada 07-06-2013 24
Laporan MDG’s 2011, hal 21.
81
program BSM, dan pelaksanaanya sekaligus membantu pencapaian target MDG’s lain
seperti pengurangan kematian bayi, mencapai pendidikan dasar, dll.
d. Program Beras untuk orang miskin (Raskin)
Raskin atau beras bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pada
awalnya dilakukan pemerintah sebagai respon terhadap tingginya tingkat kemiskinan
dan kerawanan pangan setelah krisis moneter dan ekonomi 1998. Waktu itu Raskin
adalah sebagai bantuan yang bersifat darurat untuk mengatasi krisis tersebut. Kini
Raskin sudah dijadikan bagian penuh dari program pengetasan kemiskinan yang berupa
program perlindungan sosial untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok mereka yang
berupa beras, dan bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran RTM. Penerima
manfaat Raskin ditetapkan dari basis data terpadu PPLS 2011, dengan tingkat
kesejahteraan paling rendah ditentukan BPS berdasarkan indeks kesejahteraan
objektif.25
Berikut ini suatu tabel menunjukan perkembangan pelaksanaan Raskin dari
tahun 2004 hingga 2011:
25
Diambil dri http://www.bulog.co.id/sekilasraskin_v2.php diakses pada 11-05-2013 dan
http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-i/beras-bersubsidi-bagi-masyarakat-berpenghasilan-rendah-raskin/
07-06-2013
82
Tabel 5.5: Perkembangan Program Raskin 2004-2011
URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah RumahTangga miskin
(juta) 15,75 15,79 15,50 19,10 19,10 18,50 17,50 17,50
Rumah tangga sasaran (RTS-juta) 8,59 8,30 10,83 15,78 19,10 18,50 17,50 17,50
Alokasi Beras/RTS/bulan (kg) 20 20 15 10 15 15
13
(5 bulan) 15
15
(7 bulan)
Durasi (bulan) 12 12 10 11 12 12 12 12
Harga pembelian beras (Rp/kg) 3549 3.351 4.275 4.275 4.619 5.500 6.285 6.450
Harga tebus RTS (Rp/kg) 1.000 1.000 1.000 1.000 1.600 1.600 1.600 1.600
Subsidi harga beras (Rp) 2.549 2.351 3.275 3.275 3.019 3.900 4.685 4.850
Jumlah Subsidi harga beras 5,3 4,7 5,3 5,7 10,1 12,99 13,9 15,27
(Rp Trilyun)
Sumber: Laporan MDG 2011 (dari Kemenko kesra, Bulog 2011)
Terlihat dari tabel ini bahwa sejak tahun 2008 penyaluran Raskin baru berhasil
mencakup sepenuhnya jumlah RTM (19,1 juta RTM 100% terjangkau) yang tercatat
dalam basis data BPS, dan ini juga merupakan penyaluran tertinggi selama ini.
Banyaknya beras yang dialokasikan berkisar antara 10 sampai 20 kg, bergantung pada
pendataan baru, ada misalnya penambahan RTM atau keterbatasan dari pagu nasional.
Raskin dibelikan masyarakat dengan harga tebus Rp.1000/kg sampai tahun 2007, dan
sejak tahun 2008 ada revisi menjadi Rp 1.600/kg sebab jumlah rumah tangga
bertambah banyak, dan juga ada pertimbangan sesuai anggaran pemerintah. Jadi
pemerintah yang membayar perbedaan antara harga normal dan harga tebus beras. Dan
terlihat anggaran yang dialokasikan pemerintah terus naik karena harga normal beras
juga mengalami kenaikan terus meskipun jumlah RTS sempat menurun.
83
Proram ini terlihat berupaya memberikan akses terhadap pangan bagi keluarga
miskin agar konsumsi energi dan protein mereka terpenuhi, sehingga dapat diakatakan
bahwa Raskin berkontribusi memberikan keamanan pangan bagi kaum kurang mampu,
dan mendukung keadilan dan pemerataan akses di tengah masyarakat.
Pelaksanaan bantuan perlindungan soasial berbasis keluarga telah dipaparkan
terlihat memberikan insentif bagi pembangunan manusia yang peduli atas kebutuhan
dasar kaum miskin berpenghasilan rendah dan peningkatan kapasitas mereka. Namun
pada sisi yang lain program bantuan sosial ini bersifat pemberian atau charity dan
masyarakat akan terbiasa dengan hanya menerima tanpa aktif menggali kegiatan yang
produktif untuk meningkatkan daya belinya. Lebih dari itu masyarakat tidak dapat
mencapai keamanan keluarga secara ekonomi jika tidak mempunyai sumber
penghidupan yang cukup, stabil dan terjamin.
Menurut Koordinator Divisi Advokasi Sains misalnya, BLT hanya merupakan
bantuan dalam jangka pendek, atau hanya berada di permukaan dan tidak mendasar
untuk menjawab masalah kemiskinan yang struktural. Beliau mengatakan bahwa
kemiskinan dari pandangan mereka dikarenakan ketidakadaan akses atau hambatan
akses masyarakat atas sumber daya yang ada di lingkungannya. Maka karena
kemiskinan adalah persoalan akses, solusinya sebelum menangani keadaan ekonominya
harus dibongkar dulu ketimpangannya, misalnya rekonsesi tambang, perkebunan, dan
memberikan tanah kepada petani. Pemerintah melihat kemiskinan hanya pada economic
mindset sehingga semua solusinya adalah pemenuhan ekonomi, tetapi bagaimana
84
membuka akses mengenai ketimpangan penguasaan lahan, dan penguasaan sumber
daya tidak pernah dijadikan solusi. Program perlindungan sosial diperlukan tetapi di
sisi lain ketimpangan distribusi sumber daya dan pendapatan, harus menjadi perhatian
pemerintah juga untuk menanggulangi kemiskinan.
Jadi orang miskin membutuhkan lapangan kerja yang productif dan remuneratif,
dan juga pekerjaan layak jika ingin memiliki keamanan ekonomi keluarga. Dilemanya
mereka tidak mempunyai keterampilan karena tidak menempuh pendidikan tinggi.
Semua faktor itu menentukan nasib orang yang di bahwa garis kemiskinan dan selalu
berputar sehingga mereka tidak dapat keluar, tetapi justru di situ pemerintah ingin
masuk untuk memotong rantainya, terutama melalui pemberian kesempatan bagi anak-
cucu mereka untuk bersekolah, dan bagi orang tua bantuan bersifat sementara, dan juga
pemberdayaan seperti yang ditawarkan dalam klaster-klaster berikutnya.
Selain itu pelaksanaan program perlindungan sosial di lapangan masih belum
optimal, dan juga ditemukan berbagai masalah yang timbul. Antara lain masalah
mekanisme pendataan para target bantuan, misalnya tidak di-update atau tidak sesuai
jumlah riil RTS di desa (sudah pindah atau sudah tidak miskin lagi), jadi ada
ketidaktepatan penentuan sasaran; pendistribusian kartu sesuai sasaran untuk
jamkesmas menjadi kesulitan dalam menjangkau semua sasaran; pembayaran (BLT)
tidak tepat waktu. Untuk Raskin, kondisi geografis penerima manfaat jauh dari titik
distribusi, atau jumlah beras yang dapat dibeli tidak selalu sesuai dengan ketentuan
(jumlah beras Raskin yang dibeli oleh masyarakat rata-rata dari seluruh kuintil hanya
85
5,14 kg dari ketentuan 20 kg per rumah tangga); masih kurangnya sosialisasi yang
berakibat kepada tingkat pemahaman masyarakat mengenai program, misalnya untuk
Raskin masyarakat memikirkan berhak untuk mendapatkan beras bersubsidi ini tetapi
aturannya hanya untuk RTSM dan hal itu menimbulkan benturan di tengah masyarakat;
kekurangan tenaga fasilitator di daerah; kekurangan tenaga, sarana dan prasarana
pendidikan, dll.26
5.4.1.2. Klaster II: Pemberdayaan Masyarakat - PNPM Mandiri
Program PNPM atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat merupakan
salah satu strategi nasional Indonesia dalam rangka mengetaskan kemiskinan. PNPM
dilakukan terutama untuk meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat miskin agar
terlibat dalam proses pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.Tujuannya
antara lain adalah untuk: (a) meningkatkan partisipasi dan kesempatan kerja masyarakat
miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan komunitas yang rentan; (b)
meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif, dan
akuntabel; (c) meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan
yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor); (d) meningkatkan sinergi
masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, LSM, dan kelompok
26
Bappenas. Evaluasi Satu Tahun Pelaksanaan RPJMN 2010-2014; dan Laporan Capaian Kinerja 2011;
dan TNP2K Panduan Pemantauan Program Penanggulangan Kemiskinan.
86
peduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.27
Proses pemberdayaan masyarakat PNMP dilakukan melalui:
a. Pengembangan Masyarakat: mencakup serangkaian kegiatan yang terdiri dari
pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat; perencanaan partisipatif;
pengorganisasian; pemanfaatan sumberdaya; pemantauan; dan pemeliharaan hasil yang
telah dicapai.
b. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM): merupakan dana yang dialokasikan
kepada kelompok masyarakat setelah bersepakat dalam menentukan kegiatan prioritas
yang akan dilaksanakan. Termasuk juga pembyaiaan kegiatan pembelajaran
masyarakat, pengembangan relawan, biayia operasional pendampingan masyarakat,
fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Selain itu dapat dipakai
juga sebagian untuk pinjaman modal bergulir. Dana BLM berasal dari APBN
dialokasikan pemerintah pusat, dan APBD dialokasikan pemerintah daerah sesuai
kemampuan fiskalnya, sebagai wujud cost sharing kedua tingkat pemerintah.
c. Peningkatan Kapasitas Pemerintah daerah dan Pelaku Lokal: agar
mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif dalam
pemberdayaan masyarakat miskin. Antara lain peningkatan kapasitas berupa seminar,
pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan..
d. Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program: mencakup kegiatan
untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam
27
TNP2K dari http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-ii/kelompok-program-berbasis-pemberdayaan-
masyarakat-program-nasional-pemberdayaan-masyarakat-pnpm-mandiri/ 07-06-2013
87
pengelolaan kegiatan, seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu,
evaluasi, dan pengembangan program.28
Tabel di bawah menunjukan beberapa program PNPM inti menurut wilayah
Tabel 5.6: Program Pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri Inti Program Tujuan Sasaran Pelaksanaan
1. PNPM Mandiri
Perdesaan
Memberdaya dan meningkatkan
pasrtisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerahnya
Kelompok Masyarakat
Perdesaan
5.020 Kecamatan
2. PNPM Mandiri
Perkotaan
Membangun kemandirian masyarakat
dan Pemerintah Daerah dalam
menanggulangi kemiskinan di perkotaan
Kelompok Masyarakat
Perkotaan
1.153 Kecamatan
3. PNPM Daerah
Tertinggal dan
Khusus
Membantu Pemerintah Daerah dalam
mempercepat pemulihan dan
pertumbuhan sosial ekonomi di daerah-
daerah tertinggal dan khusus
Kelompok Masyarakat
Pedalaman, Tertinggal
dan Khusus (Bencana,
Konflik dll)
7 Kabupaten
4. PNPM
Infrastruktur
perdesaan(RIS
PNPM)
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa dengan meningkatkan akses mereka
kepada infrastruktur dasar di wilayah
perdesaan
Kelompok Masyarakat
Perdesaan
215 Kecamatan
5. PNPM
Pembangunan
Infrastruktur
Ekonomi
Wilayah (PISEW)
Mempercepat pembangunan sosial
ekonomi masyarakat yang berbasis
sumberdaya lokal, mengurangi
kesenjangan antar-wilayah, pengentasan
kemiskinan daerah perdesaan,
memperbaiki local governance dan
penguatan institusi di perdesaan
Indonesia
Kelompok Masyarakat
Perdesaan
237 Kecamatan
Sumber: diolah dari Tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan dan Laporan MDG’s 2011
PNMP inti menurut wilayah pada tahun 2011 menghabiskan dana sebesar 9,58
triliun untuk PNPM Perdesaan; 1,67 triliun untuk PNPM Mandiri Perkotaan; 345,9 miliar
untuk PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus; 1,01 miliar untuk PNPM Infrastruktur
perdesaan; dan 527,8 miliar untuk PNPM Pembangunan Infrastruktur Ekonomi
28 Ibid TNP2K
88
Wilayah. Selain itu PNPM juga didukung oleh PNPM Penguatan atau berbasis sektoral,
diantaranya PNPM Generasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dan kesehatan generasi penerus, telah dilaksanakan di 7 kabupaten dan 5 provinsi pada
tahun 2011. PNPM Kelautan dan Perikanan telah memberikan BLM kepada 1.106
kelompok nelayan (di 132 kabupaten/kota), 2.070 kelompok pembudidaya (di 300
kabupaten/kota), 408 kelompok pengolah di 53 kabupaten/kota, dan kelompok usaha
garam di 40 kabupaten/kota.29
Program ini mengarusutamakan prinsip pemberdayaan kaum miskin agar
terdapat keadilan dalam proses pembangunan karena masyarakat seluruhnya diajak
berpartisipasi dalam pemetaan dan perencanaan kegiatan, hingga pelaksanaan. Dapat
dikatakan bahwa PNPM menggunakanan pendekatan pembangunan yang berbasis
maysarakat, masyarakatnya yang menjadi pusat perhatian dan agen penggerak
(kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat), tentu dengan bantuan pemerintah setempat
dan para fasilitator. Selain berfokus kepada kelompok masyarakat miskin, partisipasi
dari masyarakat, serta mendorong keadilan, pelaksanaan program ini juga mendorong
prinsip pembangunan manusia lain, seperti demokrasi dimana pengambilan keputusan
terkait dengan serangkaian kegiatan pembangunan dilakukan dengan konsensus, dan
selalu beriorientasi kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin. Ada juga
konsep keberlanjutan (sustainability) yang diperhitungkan supaya pemanfaatan sumber
29
Laporan MDG’s 2011
89
daya lokal dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat saat ini dan di
masa depan30
.
Upaya pemberdayaan yang menyentuh berbagai bidang inti dari kehidupan
masyarakat miskin seperti PNPM sangat penting dan kondusif untuk dapat menciptakan
lapangan kerja bagi mereka. Contohnya dengan pembangunan infrastrukutr dasar di
desa yang tertinggal (jalan desa, irigasi, unit listrik, jembatan..) akan memperluas
kesempatan kerja, dan meningkatkan aktivitas ekonomi rakyat, dan hal itu akan
berdampak kepada pendapatan keluarga (jangka pendek dan panjang). Misalnya PNPM
perdesaan sejak dilaksanakan dari tahun 1998 31
, telah melibatkan pekerja jangka
pendek hingga 9,9 juta orang dengan standard honor setempat; menciptakan usaha
jangka panjang seperti usaha transportasi menysul terbangunnya jalan. PNPM
Perdesaan juga mengalokasikan 25% dana bergulir untuk usaha kecil kaum perempuan
(Simpan Pinjam Perempuan). Terkait PNPM pemberdayaan miskin perkotaan, dana
kegiatan pinjaman bergulir hingga tahun 2011 sudah mencapai 530 miliar dengan
jumlah peminjam sebesar 1,6 juta orang.32
Terdapat juga bantuan kepada pengrajin-pengrajin di sektor pariwisata, dan
nelayan di sektor kelautan. Jadi pada intinya program pemerintah ini merupakan salah
satu program multi-sektor dan juga memperhatikan berbagai wilayah yang kurang
30
Op.cit berdasarkan TNP2K 31
PNPM Perdesaan mengadopsi mekanisme dari PPK (Program Pengembangan Kecamatan sejak 1998) 32
Data dari PNPM Mandiri Paket Informasi 2012-2013 dari http://www.pnpm-
mandiri.org/perpustakaan/buku/PNPM_Mandiri_Info_Kit_2012.pdf diakses pada 08-06-2013
90
maju, sehingga jika dilaksanakan secara optimal akan menyumbang kepada keamanan
ekonomi dan peningkatan taraf hidup orang miskin.
Namun PNMP juga menunjukan berbagai kelemahan yang terlihat di lapangan
seperti misalnya masih terdapat korupsi di tingkat masyarakat dan fasilitator;
ketidaksesuaian pelaksanaan dengan perencanaan sebab adanya pemekaran
kecamatan/desa; koordinasi yang lemah antar instansi pemerintahan terkait dalam
pelaksanaan program terutama di perdesaan; terlihat juga bahwa partisipasi dan
keterlibatan warga dalam pengambilan keptusan masih sebatas formalitas; masih
kurangnya akses masyarakat miskin di pesisir kepada modal, informasi, teknologi, dan
pemasaran yang menjadi akar kemiskinan mereka; jumlah tenaga pendamping, sarana
dan prasarana pendukung pariwisata yang belum memadai;..33
Dari pengamatan Peneliti pihak Akatiga, PNPM berhasil dalam pembangunan
infrastruktur perdesaan, namun pada sisi penanggulangan kemiskinan program ini
kurang konkrit, bagus di atas kertas tetapi koordinasi dan implementasinya agak
kurang. Kedua sifatnya kurang berkelanjutan, karena misalnya pemberian modal untuk
umum atau perempuan terlalu kecil (berkisar antara Rp 500-1juta), dan jumlah itu tidak
bisa menanggulangi kemiskinan, karena masalahnya bukan hanya modal tetapi
kemampuan penerima manfaat untuk mengolah modal tersebut untuk dijadikan
sandaran hidup dia dalam jangka panjang juga menjadi persoalan. Selain itu tidak
semua orang bisa menikmakti dari program pemberdayaan dan pembelajaran, karena
33
Bappenas 2011. Evaluasi Satu Tahun Pelaksanaan RPJMN 2010-2014.
91
sulit prakteknya di lapangan, misalnya satu desa di Jawa memiliki 7.000 kepala
keluarga, bagaimana mengajak semuanya itu untuk musyawarah, pasti hanya beberapa
yang bisa mengikuti dan merasakan manfaatnya, tetapi di luar Jawa justru bisa karena
satu desa memiliki kira-kira 300 kepala keluarga. Maka PNPM sangat bergantung juga
kepada kondisi wilayah.
5.4.1.3. Klaster III: Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil
Jenis program pemberdayaan usaha mikro dan kecil disebut KUR atau Kredit
Usaha Rakyat. KUR merupakan pemberian kredit sebagai modal kerja atau investasi
kepada usaha produktif (menghasilkan nilai tambah) skala mikro kecil menengah dan
kooperasi (UKMK), yang usahanya layak (feasible atau usaha yang menguntungkan)
namun tidak mampu memenuhi persyaratan perbankan (belum bankable). Pada
dasarnya KUR ditujukan untuk memfasilitasi masyarakat yang sudah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, namun untuk mendukung usaha-usahanya masih memerlukan bantuan
permodalan agar dapat menstabilkan pendapatan keluarga.
KUR dilaksanakan di seluruh 33 provinsi Indonesia, dan diberikan kepada
masyarakat yang telah dilatih dari program-program pemberdayaan di atas, yaitu
mereka yang keberdayaan dan kemandiriannya telah ditingkatkan agar memakai modal
dengan baik sehingga bisa diharapkan menjadi modal bergulir, selain itu diberikan juga
kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pelaksanaanya melibatkan 3 pihak, pertama
pemerintah yang mendukung pelaksanaan pemberian kredit (dengan membuat
92
kebijakan KUR, menempatkan dana penjaminan, memberikan bimbingan teknis kepada
UKMK,..); kedua adalah perusahaan penjaminan berfungsi sebagai penjamin atas kredit
yang disalurkan (PT Jamkrindo, dan PT Askrindo, dengan coverage maksimal 70 %
dari plafon kredit); dan ketiga adalah kerjasama dengan perbankan yang menyalurkan
dana pinjaman, dan menerima jaminan dari lembaga penjamin. Berarti KUR bukan
hibah pemerintah kepada masyarakat melainkan sepenuhnya bersumber dari bank, dan
demikian wajib dikembalikan sesuai dengan ketentuan perbankan. Keputusan
pemberian KUR sepenuhnya merupakan kewenangan bank juga. Mengenai jumlah
dana yang dapat dipinjam kepada UKMK terbagi dua golong, untuk KUR Mikro
maksimum sebesar Rp 20 juta, dengan suku bunga per tahun maksimum 22%. Untuk
KUR Ritel plafonnya di atas 20 juta sampai 500 juta, dengan suku bunga maksimum
13% per tahun.
Manfaat penyaluran KUR bagi para UKMK adalah membantu mereka
mengembangkan usahanya serta meningkatkan akses pembiayaan para UKMK kepada
lembaga keuangan. Sedangkan bagi pemerintah, KUR sekaligus mencapai beberapa
tujuan: pertumbuhan ekonomi, sebab lewat program ini terdapat percepatan
pengembangan kegiatan ekonomi di sektor riil; pemberdayaan UKMK dan upaya
penanggulangan kemiskinan, KUR juga berkontribusi kepada perluasan kesempatan
kerja masyarakat.34
34
Semua penjelasan dari http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-iii/progam-kredit-usaha-rakyat-kur/07-06-
2013; dan dokumen Tnp2k 2012, Panduan Pemantauan Program Penanaggulangan Kemiskinan.
93
Demikian program pemberdayaan usaha kecil menengah ini dapat dikatakan
sangat ideal dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan memberikan keamanan
ekonomi sebab programnya memudahkan akses kepada kredit untuk usaha-usaha kecil
seperti warung, perusahaan keluarga, dan hal itu akan memperbaiki secara langsung
pendapatan dan kemampuan keluarga memenuhi kebutuhannya. Mengingat juga bahwa
UKMK di Indonesia sangat banyak, mereka yang disebut kelompok informal, di desa
atau di perkotaan yang sulit untuk mengembangkan diri dan mengakses kepada kredit
karena tidak punya asset untuk dijadikan agunan. Dalam hal ini pemerintah Indonesia
telah menysun berbagai program untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin di
atas garis kemiskinan, tidak hanya dengan memberikan bantuan langsung, tetapi juga
dengan upaya pemberdayaan supaya masyarakat yang sering disingkirkan semakin
mampu mengatasi kerentanan dan ketergantungan mereka. Pelaksanaan KUR juga di
sisi lain mendorong system keadilan dalam arti akses kepada kredit, karena mereka
yang tidak mampu bersaing dapat berpartisipasi dalam pengembangan kegiatan
ekonomi nasional, tanpa harus memberikan jaminan kepada lembaga keuangan (untuk
KUR dibawah Rp 20 juta), karena perusahaan penjamin dari pemerintah yang
meberikan sebagian jaminan tersebut.
Pelaksanaan KUR tahun 2011 terlihat jauh lebih tinggi dari yang ditargetkan,
kredit yang telah disalurkan untuk UKMK mencapai Rp 29 triliun jika targetnya adalah
94
sebesar Rp 20 triliun, dengan jumlah nasabah mencapai 1,9 juta. Penyaluran KUR
mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebesar Rp 17,229 triliun
diberikan kepada 1,44 juta nasabah35
. Sejak diluncurkan hingga triwulan pertama 2013
total KUR yang telah direalisasikan oleh bank pelaksana mencapai Rp 108,4 triliun.
Namun jika dilihat per sektor ekonomi, usaha perdagangan dan restoran yang dominan
mengakses sebagian besar KUR, sebesar 53,7%. Sementara sektor hulu yang mencakup
sektor pertanian dan perikanan hanya sebesar 19,18%, dan belum mencapai targetnya
yaitu seharusnya 25%. Sedangkan, sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah
negara agraris, berarti sebagian besar penduduk merupakan pengusaha tani, dan juga
tingkat kemiskinan lebih tinggi di wilayah perdesaan, namun pengusaha tani tersebut
sedikit kebagian dari program KUR dan tentunya terbatas untuk melakukan investasi
pertanian.
Berdasarkan provinsi penyaluran KUR masih terpusat di Jawa (47,9%), disusul
Sumatera (22,0%), Kalimantan (10,6%), Sulawesi (12,0%), Bali (4,7%) dan Papua
Maluku (2,7%)36
. Realisasi penyaluran KUR dilakukan secara proporsional dengan
penduduk dan jumlah UMK di suatu daerah, dan memang penduduk terbesar berada di
pulau Jawa, namun KUR termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan
seharusnya lebih ditingkatkan di daerah tertinggal seperti Papua dan Maluku dimana
angka kemiskinan sangat tinggi.
35
Laporan MDG’s 2011 36
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I – 2013; dan Laporan
Pemantauan Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan oleh Bappenas 2012.
95
Dengan kata lain Program KUR seperti juga program lain masih memiliki
kendala dalam pelaksanaanya. Pada umumnya program ini telah banyak berkontribusi
menurunkan kemiskinan di Indonesia, dan jutaan masyarakat yang sudah merasakan
manfaatnya, namum masih banyak juga kalangan masyarakat yang menghadapi
kesulitan dalam proses pengajuan untuk mendapatkan KUR.
Selain yang dijeslakan di atas kendalanya antara lain adalah bahwa UKM yang
belum bankable sulit mendapatkan pembyaiaan sebab mekanisme penyaluran KUR
melewati sistem perbankan dengan prosedur yang terkesan sulit; masih terdapat juga
beberapa bank yang mewajibkan agunan kepada UKM meskipun untuk kredit di bawah
Rp 20 juta, dan hal itu melanggar aturan yang seharusnya dipantau oleh Bank Indonesia
selaku regulator program ini37
; Koperasi dan UKM juga menghadapi masalah seperti
kurangnya kesempatan usaha, keterbatasan akses kepada sumber daya produktif, dan
rendahnya kualitas sumberdaya manusia.38
5.4.1.4. Klaster IV: Program Murah untuk Rakyat
Menurut Direktif Presiden klaster 4 ditujukan utuk menyediakan fasilitas dasar
bagi masyarakat miskin dengan harga murah di wilayah tertentu. Program ini juga
dilakukan guna melengkapi 3 klaster penanggulangan kemiskinan yang telah
dipaparkan, dengan tujuan untuk memperluas program pro rakyat yang memenuhi
37
Diambil dari http://liputanbisnis.com/2013/02/19/belum-maksimal-pelaksanaan-kur-masih-setengah-
setengah/ diakses pada 23-06-2013
38
Tnp2k 2012, Panduan Pemantauan Program Penanaggulangan Kemiskinan
96
kebutuhan masyarakat miskin. Kelompok sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat
daerah nelayan, masyarakat daerah tertinggal, dan masyarakat pinggir daerah
perkotaan. Program klaster 4 mulai dilaksanakan tahun 2012 dan terdiri dari 6 program
yaitu39
:
1. Program Rumah Sangat Murah dan Murah : pada tahun 2012 telah terbangun rumah
swadaya sebanyak 18.159 unit, dan mencapai 32.512 unit jika diakumulasi dari tahun
2010 hingga 2012, serta fasilitasi peningkatan kualitas sebanyak rumah swadaya
230.000 unit. Perkiraan pembangunan rumah murah pada tahun 2013 adalah sebanyak
20.000 unit berarti akan melampaui target RPJMN 2010-2014 yaitu sebanyak 50.000
unit.
2. Program Kendaraan Umum Angkutan Murah: diutamakan angkutan umum
perdesaan untuk penumpang dan produk pertanian, pada tahun 2012 dengan anggaran
APBN Rp 50 miliar, program ini memang masih dalam proses uji coba dan
penyempurnaan desain prototipe oleh Kementerian Perindustrian.
3. Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat: telah dibangun 568 SPAM di
kawasan masyarakat berpenghasilan rendah hingga tahun 2012 (jika target RPJMN
2010-2014 sebanyak 577 kawasan) ; Untuk SPAM di IKK, hingga tahun 2012 telah
mencapai 523 IKK dari target sebanyak 820 IKK. Sementara itu, pengembangan SPAM
Perdesaan telah mencapai 6.570 desa dari target sebanyak 4.650.
39
Rencana Kerja Pemerintah 2014, Buku II: Prioritas Pembangunan Bidang.
97
4. Program Listrik Murah dan Hemat: pelaksanaan program listrik murah dan hemat
mencapai 60.702 rumah tangga sasaran atau mencapai rasio elektrifikasi sebesar
76,56% pada tahun 2012, dan rasio listrik perdesaan menjadi 96,70 persen.
5. Peningkatan Kehidupan Nelayan: telah dilaksanakan pada 400 PPI (2012).
Kegiatannya meliputi bantuan langsung kepada individu nelayan, kelompok nelayan,
dan sarana-prasarana PPI; pemberian sertifikasi hak atas tanah nelayan sebanyak
13.741 sertifikat untuk individu nelayan; pemberian bantuan kapal penangkap ikan
untuk kelompok nelayan,..
6. Program Peningkatan Kehidupan Masyarakat Pinggir Perkotaan: tahun 2012
dilasksanakan di 5 kota yakni DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar,
termasuk pembangunan rumah sangat murah dan skema KUR. Sebelumnya, pada tahun
2011 di Bandung dan Surabaya.
Program murah untuk rakyat terlihat memberikan kesempatan bagi masyarakat
terpinggir untuk mengakses kepada kebutuhan dasar selain pangan, pendidikan dan
kesehatan, yaitu dengan menawarkan rumah yang relatif murah, air bersih, listrik, dan
angkutan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Program ini menandakan juga
upaya pemerintah memberikan keamanan manusia dan kebebasan sebab rumah layak
huni, air berish dan listrik itu merupakan hak dasar yang harus dipenuhi supaya rakyat
miskin bisa hidup bermartabat. Namun efektivitasnya masih sangat kurang, hal itu
terlihat dari berbagai masalah misalnya kesulitan dalam kesepakatan penyediaan lokasi
di tingkat daerah untuk pembangunan rumah murah; belum tersedianya sistem
98
pelayanan terpadu yang menyediakan informasi dan pendampingan bagi kelompok
penerima potensial untuk mengakses program-program yang ada, terutama di tingkat
komunitas; kemampuan menjangkau kelompok miskin yang belum maksimal; masih
adanya ketimpangan antar daerah dan antar kelompok masyarakat (miskin dan non-
miskin) untuk mengakses pelayanan dasar40
.
5.4.1.5. Upaya Penciptaan Kesempatan Kerja
Penanggulangan kemiskinan banyak bergantung kepada akses angkatan kerja
kepada lapangan kerja yang produktif dan layak, terutama kaum muda yang jumlahnya
tinggi, untuk memastikan bahwa mereka bisa hidup dengan kemampuan memenuhi
kebutuhan dasarnya. Pemerintah Indonesia telah menetapkan penciptaan kesempatan
kerja khususnya bagi kaum muda sebagai isu strategis dalam Rencana Kerja
Pemerintah (2013), dengan tujuan dan harapan untuk mengurangi jumlah penganggur
usia muda dan menurunkan angka pengangguran terbuka secara nasional.
Strategi utama pemerintah adalah dengan meningkatkan pendidikan, dalam kata
lain angkatan kerja yang berpendidikan rendah dibantu dengan pemberian pelatihan
berbasis kompetensi atau juga pelatihan di tempat kerja, dan internship. Anak muda
juga diberikan insentif dan dimotivasi untuk tidak meninggalkan sekolah terlalu awal.
Misalnya anak yang sudah putus sekolah dikembalikan lagi di sekolah dan bisa
mengikuti pendidikan siap kerja atau dipersiapkan dengan kurikulum yang disesuaikan
40
Ibid RKP 2014
99
dengan kebutuhan industri, untuk itu pemerintah bekerjasama dengan industri, lembaga
pelatihan berbasis kompetensi, dan berbagai kementerian.41
Menciptakan kesempatan kerja untuk semua orang, terutama kaum muda dan
perempuan, untuk Indonesia mutlak bergantung kepada dua hal penting, yaitu tingkat
pendidikan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertama karena seperti yang telah
dibahas lebih awal bahwa 54,62% pekerja Indonesia tamat sekolah SD ke bawah, dan
hanya 7,94% pekerja yang tamat perguruan tinggi, artinya kesempatan kerja yang layak
dan produktif seperti apa yang dapat diberikan kepada masyarakat yang begitu banyak
yang berpendidikan rendah. Sehingga menurut penjelasan Utusan Khusus RI untuk
MDG’s, pendidikan sekarang diperhatikan pemerintah dan memiliki anggaran yang
terbesar (20%) untuk sekolah formal, tetapi juga untuk upaya pelatihan kompetensi
diberikan kepada orang yang tidak bersekolah lagi agar mendapatkan tambahan
pengetahuan dan skills untuk meningkatkan produktvitas mereka dan mengangkat
masyarakat Indonesia dari kemiskinan. Peneliti dari Akatiga menjelaskan bahwa
institusi pelatihan pemerintah disebut BLK (Balai Latihan Kerja) yang berperan melatih
para pekerja memberikan kompetensi, atau internship, tetapi ketika dikunjungi
beberapa BLK tidak selalu bisa mengikuti perkembangan atau inovasi teknologi
(berbagai mesin) yang ada di pabrik industri. Dan hal itu salah satu yang membuat tidak
efektif upaya pelatihan dari pihak pemerintah. Kalau dari pandangan pihak Sains,
pendidikan memang merupakan salah satu alat untuk membuka kesemptan kerja, tetapi
41
Laporan MDG’s 2011
100
bagaimana dengan anak muda dan perempuan petani dalam hal ini. Dunia pendidikan
semakin mahal sementara lapangan kerja yang disediakan lebih banyak untuk orang
yang mepunyai pendidikan. Jadi dunia pertanian dan kelautan tidak menjadi satu dasar
bagi pengembangan pembangunan, dan sejauh yang mereka melihat, belum ada
kesempatan kerja yang dikembangkan pemerintah untuk memprioritas kedua sektor
tersebut.
Kedua adalah Indonesia berusaha untuk mempertahankan pertumbuhan
ekonominya untuk menjadi sarana utama peningkatan pendapatan lapisan bawah dan
mengetaskan kemiskinan. Indonesia sekarang sudah termasuk dalam kelas middle
income country, dan merupakan salah satu negara yang masih memiliki pertumbuhan
ekonomi selain Cina dan India, sekitar 6.23% (2012). Pemerintah menciptakan
kesempatan kerja dengan mengeluarkan kebijakan pro-poor growth, yaitu pertumbuhan
ekonomi yang disertai keadilan melalui kebijakan berpihak kepada rakyat miskin,
misalnya pemberdayaan dan pemberian kesempatan bagi semua orang untuk berusaha
(PNPM dan KUR). Keadilan di sini berarti bahwa meskipun Indonesia memiliki
pertumbuhan ekonomi yang bagus yang dapat meningkatkan GNI per capita, namun
ketimpangan pendapatan juga semakin naik, sehingga dengan intervensi pemerintah
kesempatan berusaha dibagi juga kepada usaha kecil menengah dan sektor informal
agar mereka dapat meningkat pendapatannya.
Dari sudut pandang Deputy Director of Economic Development and
Environmental Affairs Kementerian Luar Negeri, Pemerintah dalam hal ini
101
menyeimbangkan konsep pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan kesinambungan
(sustainability of the resources), jadi pemerintah tidak bermaksud untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan memaksimalkan penggunaan sumberdaya,
karena hal itu juga membahayakan pertumbuhan secara berkesinambungan, namun
pertumbuhan yang sedang saja supaya lingkungan hidup tetap terjaga. Dengan
demikian penyediaan kesempatan kerja untuk semua orang dan pengetasan kemiskinan
juga tidak dapat dilakukan secepatnya, tetapi secara bertahap.
Dalam pelaksanaanya tantangan pemerintah untuk memeratakan kesempatan
tersebut adalah antara lain, bahwa Indonesia sudah melakukan desentralisasi untuk
hampir semua urusan kepemerintahan, dan sejak itu terdapat 33 provinsi dengan
otonomi daerah yang memiliki kebijakannya masing-masing. Sekretariat MDG’s
Nasional juga se-pendapat dengan hal tersebut, dan sejak itu peran pemerintah provinsi
dan kabupaten dibesarkan dan mereka bertanggung jawab atas penyediaan kesempatan
bagi penduduk dan juga terhadap pencapaian MDG’s. Namum pemerintah pusat terus
melakukan sosialisasi dan menunjukan kepada pemerintah provinsi bagaimana
mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik, yang berkesinambungan, dan yang dapat
memberikan kesempatan kepada semua orang. Demikian ada peran pemerintah pusat
dan ada juga peran pemerintah provinsi.
Lebih lanjut, pihak Kementerian luar negeri telah disebutkan, melihat bahwa
tantangan pemerintah Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan adalah terutama
keterbatasan sumber daya dibandingkan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak,
102
jadi pemerintah mepunyai perencanaan yang baik, pemerintah mengetahui apa yang
semestinya dilakukan, namun kemampuan untuk menjangkau semua kelompok
masyarakat yang sangat terbatas. Dalam kata lain di situ ada persoalan keterbatasan
sumberdaya, persoalan tenaga terdidik yang bisa turun memberdaya masyarakat, dan
juga soal jarak (daerah terpencil). Selain itu menjaga kesinambungan permodalan yang
dipinjamkan, artinya jaminan atas pengembalian modal yang diharapkan menjadi
modal bergulir mengingat tingkat pendidikan masyarakat desa dan kemampuan
berusaha sangat rendah, tetapi itulah tujuan pemberdyaan masyarakat memampukan
mereka berusaha.
Fenomena lain yang menjadi hambatan dalam memberantas kemiskinan dan
mengatasi ketimpangan untuk Indonesia adalah tingkat korupsi aparat pemerintah yang
begitu tinggi, dan kenyataan itu sangat merugikan masyarakat, dalam arti bahwa
ketimpangan semakin besar, dan dana yang seharusnya dipakai untuk membangun
infrastruktur, untuk meningkatkan pendidikan dan kesejatheraan masyarakat dinikmati
oleh segelintir orang saja. Sehingga tingkat korupsi, pertumbuhan ekonomi yang pro-
poor dengan kebijakan yang jelas dalam pendistribusian pendapatan dan sumberdaya,
peningkatan pendidikan dan keterampilan wajib ditangani pemerintah dengan baik jika
ingin mencapai MDG’s pertama, dan memberikan keamanan, kesejahteraan dan
kebebasan bagi masyarakat miskin.
103
5.4.2. Keamanan Pangan dan Upaya Mengatasi Kelaparan di Indonesia
5.4.2.1. Ketersediaan Pangan
Dalam rangka pencapaian MDG’s untuk menjaga status nutrisi dan gizi, serta
menghindari kelaparan masyarakat, pemerintah menerapkan berbagai strategi, terutama
pemerintah menjaga kestabilan ketersediaan pangan lewat peningkatan produkitivitas
dan kualitas hasil pertanian. Ketersediaan pangan yang harus dipastikan terlebih
dahulu, apakah cukup untuk seluruh penduduk Indonesia, dan hal itu tidak bisa
dipisahakan dari kuantitas dan juga kualitas produk pertanian. Beberapa tabel berikut
ini menujukan kapasitas produksi pangan utama selama 4 tahun terakhir:
Tabel 5.7: Perkembangan Produksi Tanaman Pangan (Ribu ton)
Jenis 2009 2010 2011 2012
Padi 64.398 66.469 65.756 69.045
Jagung 17.629 18.327 17.643 19.377
Kedelai 974 907 851 851
Kacang tanah 777 779 712 712
Kacang hijau 314 291 341 287
Ubi kayu 22.039 23.918 24.044 23.922
Ubi jalar 2.057 2.051 2.196 2.483
Sumber: BPS (diolah)
Tabel 5.8: Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura ( Ribu ton)
Jenis 2009 2010 2011 2012
Total Sayuran 10.628 10.706 10.871 10.939
Total Buah-buahan 18.653 15.490 18.037 18.089
Sumber: hortikultura.deptan.go.id 42
42
Diakses pada 30-06-2013
104
Umumnya produksi pangan lokal mengalami kenaikan yang cukup baik (padi
dan jagung dan sayuran), hanya komoditas lain terlihat stagnan atau bakhan sedikit
menurun (kedelai dan kancang tanah,..). Namun dibandingkan dengan permintaan
dalam negeri masih belum cukup sehingga impor kedelai, gandum, beras dan jagung
tetap tinggi. Pada tahun 2011 impor beras sebesar 2,7 juta ton; kedelai 2,08 juta ton;
gandum 5,6 juta ton; dan jagung 3,2 juta ton43
. Untuk memastikan ketersediaan pangan
yang cukup pemerintah terpaksa melakukan kebijakan impor tetapi yang diharapkan
adalah kecukupan produksi dalam negeri dan penurunan quota impor.
Pada sisi yang lain, memastikan keamanan pangan negara dengan meningkatkan
produktivitas pertanian juga banyak ditentukan oleh berbagai faktor lain, termasuk
infrastruktur, investasi, ketersediaan input (bibit, pupuk,..), penguasaan lahan pertanian,
teknologi,..44
.
Pemerintah mendukung peningkatan hasil dan kualitas pertanian dengan
membangun infrastruktur pertanian, pada kurun waktu 2005-2009 misalnya tercatat
pembangunan 388.106 ha jaringan irigasi tingkat usaha tani; 227.282 ha jaringan irigasi
desa; tata air mikro seluas 116.702 ha; jalan usahta tani sepanjang 3.992,24 km; sumur
serapan sebanyak 2.469 unit; konservasi dan reklamasi lahan seluas 80.457 ha45
, dan
juga pembangunan jalan desa yang memudahkan sirkulasi produk, serta membuka
akses untuk wilayah-wilahaya rawan pangan. Masalahnya sarana irigasi dan jalan desa
43
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian 2012. 44
Makalah dari Tulus Tambungan.2008. 45
Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014, hal 20.
105
banyak yang rusak, kini kondisinya tidak cukup memadai karena kurang perawatan
atau sebab kebanjiran dan tanah longsor, dan kondisi tersebut menghambat efisiensi
dan produktivitas hasil pertanian serta pendistribusian pangan. Dokumen rencana
strategis kementerian pertanian menjelaskan bahwa prasarana pertanian yang
dibutuhkan namun keberadaannya masih terbatas adalah jalan usaha tani, jalan
produksi, pelabuhan yang dilengkapi dengan pergudangan berpendingin udara,
laboratorium dan kebun percobaan bagi penelitian, laboratorium pelayanan uji standar
dan mutu, kebun dan kandang untuk penangkaran benih dan bibit,..
Selain infrastruktur, investasi dalam sektor pertanian adalah faktor yang penting
pula. Pemerintah meningkatkan investasi pertanian melewati APBN yang dialokasikan
kepada kementerian pertanian (tahun 2005 sebesar Rp 4,02 triliun meningkat Rp 17,8
triliun tahun 2012), dan juga jumlah subsidi untuk membantu daya saing petani terdiri
dari subsidi pupuk (sebesar Rp 2,59 miliar tahun 2005 meningkat Rp 17,44 miliar pada
tahun 2009), dan subsidi benih yang meningkat juga (Rp 125 juta menjadi Rp 1,31
miliar tahun 2009). Penguatan modal bagi petani dilakukan juga lewat Bantuan
Lansung Masyarakat-Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM-PUAP)
diberikan per unit gabungan kelompok tani sebesar Rp 100 juta46
. Di samping itu ada
juga yang disebut dengan Dana Alokasi Umum dan Khusus (DAU, DAK) dari
pemerintah pusat ditransfer ke daerah untuk pembangunan infrastruktur perdesaan,
46
Ibid., hal 18-20.
106
contohnya pada tahun 2010 DAK untuk jalan adalah sekitar Rp 2,8 triliun, untuk irigasi
Rp 968,4 miliar, dan untuk bidang pertanian Rp 1,54 triliun47
.
Alokasi anggaran untuk pertanian dikritisis tidak maksimal, bahkan sangat kecil
untuk merevitalisasi infrastruktur pertanian yang kurang dan banyak kerusakan.
Kementerian pertanian menghitung total investasi yang dibutuhkan untuk
pembangunan pertanian (2010-2014) setiap tahun kira-kira 220 triliun dan sumbernya
85% hingga 90% bersal dari swasta, perbankan dan masyarakat, dan hanya sebagian
kecil sekitar 10% - 15% yang disediakan oleh pemerintah baik melalui APBN maupun
APBD 48
.
Selain itu sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang mempunyai
keterbatasan mendapatkan kredit atau permodalan, mengingat bahwa jumlah petani
skala kecil sangat banyak (dari Sensus Pertanian 2003 sebanyak 14 juta lebih RT
petani), dan mereka itu tidak mempunyai asset agunan seperti rumah, dan luas lahan
rata-rata kurang dari 0,5 ha, yang juga kebanyakan belum memiliki legalitas kuat
seperti sertipikat sehingga sulit mengakses kepada sistem perkreditan. Status
kepemilikan lahan yang sangat minim ini terutama disebabkan oleh konversi lahan ke
non-pertanian (untuk fasilitas dasar) yang terus meningkat dibandingkan dengan
penambahan lahan sawah yang tidak signifikan, dan juga ketimpangan distribusi lahan.
Pengamat dari Akatiga justru menekankan bahwa ketersediaan jangka panjang sembako
terancam konversi lahan yang sangat cepat dan besar-besaran, tetapi data tidak
47
Journal Pangan, Vol. 20 No.1 Maret 2011: 1-13 48
Kementan hal 147
107
meunujukan begitu, karena 90% lahan di Indonesia dimiliki oleh swasta dan individu,
dan kira-kira 10% milik pemerintah maka konversi tidak terkendali. Jadi terdapat
masalah konversi dan keterbatasan penguasaan lahan yang merupakan asset utama
pembangunan sektor pertanian, dan hal itu menghambat kesejatheraan petani, dan
berakibat pula kepada produksi dan keamanan pangan.
Hal lain mempengaruhi ketersediaan pagan adalah ketersediaan in-put seperti
bibit dan pupuk serta perkembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi
dalam negeri dan daya saing produk pertanian. Telah dibuktikan di lapangan bahwa
penggunaan bibit unggul menjadi faktor kunci keberhasilan peningkatan produksi
khususnya beras, jagung dan tebu. Kendalanya sistem perbibitan nasional belum
berjalan optimal. Kebanyakan benih unggul saat ini diimpor, misalnya padi hibrida,
sayuran dan bibit sapi, karena kebutuhan benih tidak dapat dipenuhi oleh industri benih
dalam negeri, dan varietas yang dihasilkan belum bisa bersaing dengan varietas-varietas
dari luar negeri, sehingga impor benih masih terus dilakukan. Lebih lanjut industri
benih sulit berkembang karena produksinya memerlukan investasi yang cukup besar,
dan makan waktu yang lama sebelum dapat dipasarkan, apalagi tambah dengan
peraturan bahwa varietas benih yang baru harus melakukan uji adaptasi sebelum
dilepas, yang juga membutuhkan biaya mahal.49
Untuk menyikapi hal tersebut
pemerintah memberikan insentif bagi petani agar tetap bisa memakai benih unggul
49
Penjelasan diambil dari Rencana strategis Kementan, hal 32; dan
http://benihipb.files.wordpress.com/2011/03/tm02-dan-03-kebijakan-produksi-dan-tingkatan-industri-
benih.pptx. diakses pada 05-07-2013
108
dengan memberikan subsidi benih tidak langsung (subsidi harga), dan subsidi langsung
benih unggul (BLBU).
Mengenai in-put pupuk, sama dengan halnya benih, pemerintah memberikan
fasilitas berupa subsidi pupuk juga yang memiliki dampak positif kepada peningkatan
produksi, dan ketahanan pangan nasional. Walaupun itu, petani menghadapi juga
masalah dengan kenaikan harga pupuk sebab bahan baku produksinya naik tajam pula
(fosfor, sulfur,..), sehingga seringkali terdapat kelangkaan pupuk khususnya yang
bersubsidi, dan juga masalah distribusi yang belum benar-benar sampai kepada
petani50
. Kementerian pertanian menjelaskan bahwa masih ada tantangan sarana
produksi, karena belum cukup tersedianya benih unggul bermutu, pupuk, pakan,
pestisida, obat-obatan, alat dan mesin pertanian hingga ke tingkat usaha tani, serta
belum berkembangnya kelembagaan pelayanan penyedia sarana produksi (penangkar
benih dan alat pertanian). Selain itu kedua subsidi tersebut juga dilengkapi pemerintah
dengan subsidi bunga kredit, yaitu selisih antara bunga ditentukan perbankan dan yang
dibayar oleh petani, subsidi ini merupakan insentif diberikan kepada petani dan
peternak pada skema prekreditan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E);
Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP); Kredit
Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), termasuk juga skema KUR.51
Selanjutnya, teknologi pertanian di Indonesia sudah cukup tersedia sesuai
dengan pengembangan penelitian dan inovasi teknologi yang dihasilkan lembaga
50
sebagai terlihat dalam penjelasan Tulus, hal 26-27 51
Kementan, hal 77, dan 79-80.
109
penelitian, juga pihak perusahaan sarana produksi, baik itu inovasi terkait dengan
varietas benih unggul (varietas unggul padi, varietas unggul jagung, varietas unggul
kedelai..), maupun teknologi produksi pupuk dan produk bio; alat dan mesin pertanian;
serta alat pasca panen dan pengolahan hasil pertanian. Telah dikembangkan juga
inovasi pola tanam dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), dan Pengedalian
Hama Terpadu (PHT). Namun berbagai teknologi tersebut belum semuanya yang dapat
diadopsi oleh masyarakat petani, mereka memiliki keterbatasan terutama dalam
memperoleh sarana produksi (alat, benih ataupun pupuk) karena biayanya yang tinggi,
dan juga ada persoalan keterbatasan keterampilan dan pengetahuan petani untuk
menerapkan teknologi baru, contohnya proses diseminasi.
Sebetulnya inovasi dan teknologi tinggi yang umumnya dikuasai para
perusahaan penghasil sangat berdampak positif kepada peningkatan hasil produksi
pertanian, tetapi di sisi lain setiap inovasi baru tentu semakin jauh dari jangkauan
petani, dalam arti biaya dan kemampuannya. Untuk itu pemerintah membantu petani
dengan bantuan pembelian alat dan mesin (Alsintan), sebagian besar petani
mendapatkan mesin tersebut dari pemerintah, ada juga yang membeli secara pribadi.
Para petani juga diberikan pelatihan dengan upaya mendukung pengembangan
kelembagaan petani, dan salah satunya adalah Lembaga Mandiri yang Mengakar di
Masyarakat (LM3). Lewat LM3 disalurkan bantuan modal guna memberdaya SDM,
meningkatkan akses terhadap sumberdaya, teknologi dan pasar, serta berbagai
kemitraan lain. Dalam hal ini peran penyuluh juga sangat penting sebagai fasilitator
110
yang memfasilitasi petani dalam akses kepada informasi terkait dengan input ataupun
teknologi produksi dan pemasaran. Para penyuluh pertanian berperan juga membagikan
ilmu dan pelatihan, memfasilitasi proses pembelajaran, mengidentifikasi dan
memecahkan permasalahan petani, juga berperan sebagai penghubung antara
pemerintah dan petani. Sementara para penyuluh tersebut medapatkan pelatihan dari
Bidang Litbang kementerian pertanian melalui Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian.52
Salah satu persoalan dalam penyediaan pangan di Indonesia kalau dikaitkan
dengan kesejahteraan petani adalah bahwa para petani lokal kurang mendapatkan
proteksi dari pemerintah sehingga tidak bisa menggali potensi pagan lokal dan
berdaulat sebagai produsen utama pangan. Strategi pemerintah mengenai ketahanan
pangan berkelanjutan terkadang lebih cenderung menjaminkan ketersediaan pangan
saja untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga. Namun pada satu sisi selama ini
kecenderungan tersebut banyak merugikan petani, karena kenyataannya adalah asal
kertersediaan terjamin, baik itu diimpor dari luar (terutama komoditas hortikultura:
buah-buahan, bawang, sayur terlihat membanjiri pasar lokal), meskipun menjatuhkan
harga dari petani. Sementara petani lokal tidak bisa bersaing dengan produk impor
karena daya jangkau mereka terhadap teknologi yang terbatas mengalahkan mereka
52
Penjelasan berdasarkan berbagai sumber: Rencana strategis Kementan, hal 22, 25; http://pustaka-
pertanian.blogspot.com/2011/12/cara-mendapatkan-bantuan-alsintan-dari.html ; dan
http://www.sainsindonesia.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=610:penyuluh-bantu-
petani-mengakses-teknologi-pertanian&catid=59&Itemid=111 diakses pada 06-07-2013
111
dalam kualitas maupun harga. Produk impor biasanya berasal dari negara yang
memiliki keunggulan teknologi, lahan yang luas dan melakukan proteksi atas
petaninya.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensial lahan dan tenaga kerja
pertanian yang tinggi, jadi para petani bisa memproduksi (dengan dukungan yang
kondusif bagi mereka), dan kemiskinan dapat diatasi tetapi masalahnya seperti telah
dijelaskan adalah adanya ketimpangan-ketimpangan pembagian lahan, kebanyakan
petani bekerja sebagai buruh tani, atau memiliki sebagian kecil lahan, dan kesulitan
mengakses kepada kredit. Petani tidak bisa berdaulat karena tidak punya tanah, semua
in-put mulai dari benih, pupuk sampai teknologi sangat bergantung, terutama kepada
berbagai perusahaan asing yang menjadi produktor in-puts dalam negeri. Mereka tidak
mendapatkan proteksi pasar yang baik karena rantai distribusi dikuasai pengusaha-
pengusaha yang membeli hasil panen dengan harga murah dan menjual mahal kepada
konsumen, jadi nilai tambah pertanian lebih dinikmati oleh pedagang bukan oleh
produsen pangan yaitu petani.
Dalam hal itu kekuasaan dan hak masyarakat untuk menentukan sistem
produksi, konsumsi dan pemasaran secara mandiri ditimpah oleh mekanisme pasar
bebas dan globalisasi pasar. Dan dewasa ini kedaulatan pangan sangat diperjuangkan
para petani. Persoalan ini akhirnya menggaggu juga ketersediaan pangan karena dalam
112
kerugiannya tidak sedikit petani yang beralih ke komoditas dengan profitabilitas lebih
tinggi atau meninggalkan usaha tani untuk pergi ke kota.
5.4.2.2. Aksesibilitas terhadap Pangan
Pertama masyarakat menderita kelaparan (atau kekurangan gizi) karena masalah
kemiskinan, yaitu keterbatasan secara ekonomi (daya beli) untuk memperoleh pangan.
Untuk masalah akses ekonomi pemerintah mengatasinya dengan cara pemberdayaan
(memperbaiki pendapatan lewat PNPM, KUR, SPP, BLM, berbagai kredit lain).
Program pemerintah Raskin juga termasuk upaya untuk meningkatkan akses penduduk
terhadap makanan pokok beras, terutama mereka yang terbatas daya belinya.
Kedua kelaparan terjadi karena masalah akses fisik (jarak), tidak sedikit
masyarakat Indonesia yang mengalami rawan pangan karena pangan tidak sampai ke
daerah mereka, dan jika sampai harganya mahal oleh sebab masalah transportasi dan
infrastruktur jalan yang belum memadai untuk menjangkau seluruh wilayah.
Demikian aksesibilitas masyarakat terhadap pangan terganggu oleh biaya
pemasaran yang tinggi, jadi ada masalah akses atas pangan yang tidak merata, dan hal
itu merupakan tugas pemerintah untuk membuka akses. Jika dilihat dalam Rencana
Kerja Pemerintah 2014 (241-244), tercatat beberapa usaha untuk meningkatkan
infrastruktur dalam upaya mendukung pendistribusian pasokan pangan dan barang lain.
Pada tahun 2012 secara umum terdapat peningkatan infrastruktur konektivitas yang
dilaksanakan dengan preservasi jalan nasional (36.267 Km), dan preservasi jembatan
113
(289.909 m); pelebaran jalan (4.632 km) dan jembatan (9.746 m); prasarana
transportasi antar pulau terutama melalui pembangunan terminal tipe A (antar propinsi)
dan terminal antarlintas batas negara yang tersebar di 31 lokasi; pembangunan
infrastruktur perkeretaapian melalui pembangunan jalur kereta api baru dan jalur ganda
untuk mendukung kelancaran jalur distribusi utama nasional pada lintas Utara dan
Selatan Pulau Jawa (103,08 km), peningkatan kondisi dan pengaktifan kembali jalur
kereta api sepanjang 79,35 km serta peningkatan jumlah sarana kereta api;
pembangunan dan pemeliharaan 245 pelabuhan, termasuk beberapa pelabuhan
strategis; pembangunan dan pengembangan bandara strategis terutama di daerah rawan
bencana.
Pemerintah mendorong juga pembangunan infrastruktur jalan di wilayah
terpencil, perbatasan, perdalaman dan pulau terluar (928,31 Km); dan pembangunan
kapal perintis/penumpang, serta pemberian subsidi pelayaran perintis untuk
menguatkan kegiatan ekonomi di daerah terpencil.
Mengkaji keamanan pangan dan kecukupan gizi masyarakat Indonesia, jika
diukur dari basis rumah tangga, sebetulnya kerawanan pangan sangat tinggi di wilayah
timur dalam arti insiden rawan pangan seperti Papua, Papua Barat dan Maluku, tetapi
dalam jumlah atau distribusi rumah tangga rawan pangan, peneltian menunjukan bahwa
sekitar 25% RT rawan pangan berada di 3 provinsi di Jawa yakni Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Barat, meskipun di pulau Jawa dikatakan pembangunan sudah
114
merata. Lebih rinci daerah yang mendesak mengingat tingginya tingkat kemiskinan dan
insiden rawan pangan RT adalah Papua, NTB, NTT, Maluku, Gorontalo, Jatim, DIY.53
Menurut Sekretariat MDG’s Nasional persoalan yang sebenarnya adalah bukan
ketersediaan pangan, ketersediaan bisa dikatakan lumayan cukup di Indonesia
(produksi beras lokal meningkat dan impor juga masih dilakukan untuk menjaga
kestabilan pasokan dan harga) tetapi faktor kunci keamanan pangan yaitu aksesibilitas
masyarakat di desa-desa terpencil yang merupakan masalah besar.
Upaya pemerintah dalam membangun prasarana distribusi masih belum cukup
memadai, tantangannya adalah prasarana distribusi darat dan antar pulau terbatas untuk
menjangkau seluruh konsumen; khusus di wilayah terpencil kelembagaan pemasaran
belum berkembang optimal dan mengakibatkan fluktuasi harga; terdapat juga biaya-
biaya pungutan resmi atau tidak resmi di sepanjang jalan distribusi dan memberatkan
harga yang harus diabayar konsumen54
. Tidak bisa dilupakan bahwa para petani juga
merupakan net konsumen ketika pasca panen candangannya habis dijual untuk
mendapatkan penghasilan demi kebutuhan rumah tangga.
Ketiga kelaparan terjadi karena banyak wilayah Indonesia yang rawan akan
bencana alam yang mengakibatkan pengusian warga, dan hal seperti ini sifatnya sudah
darurat sehingga pemerintah melakukan bantuan darurat pangan yang disertai dengan
bantuan perawatan kesehatan lewat Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan
53
Dari Erna Yulianingsih dan Abuzar Asra 2008, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol. XX (1), 2012:
51-64. 54
Kaman Nainggolan, Jurnal Pangan, Vol. 20 No 1 Maret 2011:1-13.
115
biasanya bersama kementerian kesehatan, atau PMI. Contoh seperti gempa bumi yang
baru saja terjadi di Aceh (Juli 2013) ratusan personil BNPB dan BPBD, dibantu dengan
personil TNI dan Polri, dan PMI terlibat dalam penanganan darurat bencana tersebut.
5.4.2.3. Penggunaan pangan
Yang dimaksud dengan penggunaan atau pemanfaatan pangan adalah
bagaimana pola konsumsi masyarakat didorong untuk mencapai gizi yang cukup dan
seimbang. Selain ketersediaan dan aksesibilitas, keamanan pangan juga memerlukan
terjaganya pola konsumsi yang memenuhi kebutuhan gizi, yang pada gilirannya
menentukan tingkat kesehatan dan tingkat produktivitas masyarakat. Sesuai dengan
standar nasional angka kecukupan konsumsi kalori adalah 2.000 kkal/kapita/ hari, dan
konsumsi protein adalah 52 gram /kapita/hari. Tabel berikut menunjukan contoh rata-
rata konsumsi energi nasional di Indonesia:
Tabel 5.9: Angka nasional rata-rata konsumsi kalori dan konsumsi protein
Konsumsi Energi 2011 (Maret) 2012 (September)
Kalori (kkal/kap/hari) 1 952,01 1 865,30
Protein (gram/kap/hari) 56,25 53,14
Sumber: Susenas berbagai tahun BPS
Pada tahun 2011 (Maret) angka nasional rata-rata konsumsi kalori per kapita per hari
adalah 1.952,01 kkal, dan 2012 (September) adalah 1.865,30 kkal (terdapat penurunan
namun tetap masih di bawah standar). Sementara rata-rata konsumsi protein
2011(Maret) adalah 56,25 gram, dan pada 2012 (September) adalah 53,14 gram, jadi
terdapat penurunan lebih besar tetapi kedua sudah di atas standar. Namun permasalahan
116
besar dalam kualitas gizi maysarakat adalah adanya kesenjangan konsumsi yang
didominasi oleh kelompok makan padi-padian (cereals), terutama beras. Pola makan
masyarakat cenderung lebih banyak karbohidrat, karena memang beras sudah menjadi
makanan pokok bagi masyarakat Indonesia , dengan konsumsi setinggi 139,15
kg/kapita/tahun pada tahun 2010, dua kali lipat dengan rata-rata konsumsi beras dunia
per kapita/tahun yaitu 60 kg.55
Sedangkan tingkat konsumsi kelompok pangan hewani,
dan kelompok yang sumber vitamin dan mineral relatif rendah, sehingga kurang
beragam dan tidak seimbang. Sebagai contoh, pada tahun 2012 konsumsi kalori per
kapita dari sereal56
(beras, termasuk jagung, gandum) adalah 886,84 kkal; daging 61,62
kkal; telor dan susu 50,25 kkal; ikan 47,26 kkal, buah-buahan 35,12 kkal. Demikian
konsumsi karbohidrat jauh lebih tinggi, padahal Indonesia adalah negara kepulauan
yang memiliki banyak laut dan bisa menjadi potensi besar untuk sumber asupan energi.
Hulunya ketergatungan pada pola konsumsi tunggal beras berasal dari kebijakan
pemerintah orde baru untuk meningkatkan produksi beras sehingga mengakibatkan
itensifikasi konsumsi beras, dan memicu berbagai daerah untuk meninggalkan makanan
lokal seperti sagu, ubi, jagung, dll. Akhirnya beras menjadi komoditas strategis
meskipun menanam sagu misalnya lebih mudah dan tidak mahal dibandingkan beras
(perlu bibit, irigasi, pemberantasan hama,.). Suatu hal yang menarik perhatian juga
adalah meningkatnya konsumsi pangan berbasis gandum (mie, roti,..) sementara
55
Departmen Pertanian, Roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menuju Surplus Beras
10 Juta Ton pada Tahun 2014. 56
Susenas BPS diakes dari www.bps.go.id 11-07-2013
117
sebagian besar komoditi ini diimpor karena sulit tumbuh dengan iklim yang ada di
Indonesia, dengan demikian pemerintah harus banyak mengeluarkan devisa.
Jadi ada persoalan kekurangan diversifikasi pangan dalam pola nutrisi
masyarakat Indonesia yang sangat memberatkan upaya keamanan pangan serta upaya
menangani pengeluaran pemerintah. Untuk mengatasi hal itu pemerintah telah
mengambil tindakan untuk mempercepat diversifikasi pangan berbasis sumberdaya
lokal57
dengan memanfaatkan kembali komoditas pangan lokal yang ada sumber
karbohidrat (umbi-umbian, sagu, jagung,.), dan mengurangi konsumsi beras sebesar
1,5% per kapita per tahun. Program diversifikasi pangan dilakukan dengan
meluncurkan sasaran skor PPH (Pola Pangan Harapan) yang idealnya adalah 100,
namum diusahakan secara bertahap pada 2011 sebesar 88,1 dan 95 pada 2015. PPH
merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan
energi dari 9 kelompok pangan dengan mempertimbangkan segi daya terima,
ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama58
. Susunan tersebut dianjurkan untuk
kehidupan rakyat yang sehat, aktif dan produktif karena kuantitas dan kualitas
konsumsi energi diatur, dan di sisi lain membantu pemerintah meringankan masalah
ketergantungan pada makanan pokok beras. Demikian PPH telah dijadikan ukuran
keberhasilan upaya diversifikasi pangan di Indonesia. Berikut ini suatu tabel yang
menunjukan sasaran konsumsi energi beberapa tahun dan PPH ideal:
57
Peraturan Presiden No.22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan Berbasis Sumberdaya lokal. 58
Kaman Nainggolan, Jurnal Pangan, Vol. 20 No 1 Maret 2011:1-13.
118
Tabel 5.10: Sasaran Konsumsi Energi terhadap AKG dan Skor PPH (%)
Kelompok Pangan 2010 2011 2012 PPH Ideal
Padi-padian 54,9 53,9 52,9 25,0
Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 2,5
Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 24,0
Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 5,0
Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 1,0
Kacang-kacangan 4,3 4,4 4,6 10,0
Gula 4,9 4,9 5,0 2,5
Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 30,0
Lain-lain 2,9 2,9 2,9 0,0
Total Konsumsi terhadap AKG 99,75 99,8 99,85 100,0
Skor PPH 86,4 88,1 89,8 100
Sumber: BKP (Data dari BPS diolah oleh BKP)
Upaya yang dilakukan kementerian pertanian dalam hal ini meliputi kampanye,
pendidikan formal dan non formal, penyuluhan, pemanfaatan pekarangan, pembinaan
UKM untuk memproduksi dan menjual aneka-ragam pangan lokal jadi mendorong
investasi agroindustri pangan lokal termasuk tepung berbasis sumberdaya lokal,
tanaman pangan, hortikultura, susu, dan daging; dan juga pemberian penghargaan,
pengembangan bisnis pangan, serta penerapan standar mutu59
.
Meskipun itu kualitas konsumsi pangan masyarakat belum mencapai kondisi
idealnya jika dilihat dari skor PPH tahun 2009 yaitu 75,7; naik menjadi 77,5 pada
tahun 2010, kemudian turun pada tahun 2011 menjadi 77,3.60
Berarti jika dibandingkan
dengan sasaran skor PPH tujuan pada 2010 dan 2011 tidak terwujud dan masih jauh
59
Op.Cit; dan dari
http://www.neraca.co.id/harian/article/26605/Konsumsi.Beras.Nasional.Tertinggi.SeAsia 11-07-2013 60 http://www.setkab.go.id/artikel-7199-.html 10-07-2013
119
dari skor ideal, bakhan terus menurun. Sebabnya antara lain adalah bahwa upaya
sosialisi, promosi PPH kepada masyarakat, dan dukungan terhadap UKM untuk
mengembangkan olahan pangan lokal belum optimal; ada juga masalah lambatnya
perkembangan, penyebaran, dan penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal.
Di samping itu masalah kemiskinan dan daya beli sebagian besar masyarakat
menghambat kemampuan mereka menjangkau semua komponen pola pangan harapan
(mengetahui bawa ketersediaan beras lebih terjamin dengan harga murah dari pada
buah-buahan, dan daging misalnya); serta berkembang pesat industri pangan siap saji
yang sebagian besar memakai bahan impor khususnya dari gandum, jadi konsumsi
beras menurun, dan sebaliknya konsumsi gandum naik dari 6,74 kg/kapita/tahun pada
2002 menjadi 9,88 kg tahun 2011. Selain faktor tersebut termasuk tantangan pula sisi
budaya masyarakat yang kurang sadar akan pola nutrisi sehat, dan semakin
meninggalkan pangan lokal.61
5.4.2.4. Stabilitas Pangan
Jika dilihat dari berbagai penjelasan telah dipaparkan, stabilitas pagan di
Indonesia agak sukar untuk dijamin karena berbagai dinamika faktor yang
mempengaruhi ketersediaan, distrubusi dan harga pangan. Stabilitas pasokan pangan
sering terganggu oleh perubahan iklim (gagal panen karena kekeringan atau kebanjiran)
dan konversi lahan pertanian yang besar-besaran. Kestabilan distribusi atau pemasokan
61
Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 – 2014, hal 31-32.
120
masih belum merata karena terhambat prasarana yang tidak memadai terutama di
wilayah terpencil, dan hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi stabilitas harga.
Selain itu tingkat inflasi, dan kenaikan harga minyak menambah beban kestabilan
aksesibiltas masyarakat terhadap pangan pokok karena daya beli menurun.
Selain mendorong peningkatan produksi pertanian, mengimpor pada waktu
tertentu ketika terdapat kelangkaan komoditas, memberdayakan masyarakat, serta
membangun infrastruktur, upaya pemerintah yang mendasar untuk menstabilkan
ketersediaan dan harga pangan pokok adalah dengan mengantisipasi perubahan iklim.
Strategi pemerintah sebagai antisipasi, mitigasi dan adaptasi terhadap isu global ini
anatara lain mencakup62
:
(1) identifikasi daerah yang rawan bencana dan delineasi wilayah atau lahan
berdasarkan tingkat dampaknya; (2) penyesuaian pola tanam terutama tanaman pangan
yang sangat rentan perubahan iklim melalui perbaikan dan pengembangan jaringan
irigasi dan drainase, normalisasi dan peningkatan kapasitas waduk, reklamasi,
rehabilitasi dan konservasi lahan terlantar atau terdegradasi, konservasi DAS kritis hulu
utama di Jawa, Sulawesi dan Sumatera; (3) Perakitan dan penerapan teknologi adaptif
yang ramah lingkungan dan rendah penurunan emisi GRK seperti varietas unggul (yang
toleran genangan, kekeringan, salinitas, umur genjah, OPT), pupuk organik atau bio,
teknologi pengelolaan lahan, pemupukan dan air; (4) Sosialisasi teknologi dan model
62
Rencana strategis Kementan, hal 82-84.
121
adaptasi seperti System Rice Intensification (SRI) dan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT);..