BAB V PENUTUP A. Kesimpulan -...

21
193 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data-data dan penjabaran yang sudah dilakukan pada bab sebelumnya, dan bersandar pada rumusan masalah pada bab pertama, maka dapat disimpulkan bahwa: pertama dari segi pahatan termasuk kedalam relief rendah (bas relief). Busana yang ditampilkan tidak terlalu jelas karena pahatannya yang tipis, namun lain halnya apabila terkena cahaya sehingga nampak bayangan- bayangan yang menampilkan kesan timbul. Selain itu relief rendah di sini menimbulkan kesan dari pertunjukan wayang, dan busananya pun tidak jauh berbeda dengan yang dikenakan pada tokoh-tokoh pewayangan. Wayang merupakan gambaran dari proyeksi diri bagi manusia, seperti halnya busana yang ditampilkan dalam relief Candi Panataran pada dasarnya mengacu pada cerita-cerita yang terkandung di dalamnya. Cerita ini di usung dari sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal inti cerita, namun busana pada relief Candi Induk digambarkan dengan ragam busana yang kaya dan mewah. Sedangkan untuk batur pendopo digambarkan dengan busana yang sedikit lebih sederhana. Kedua, relief candi Panataran merupakan data yang berwujud artefak. Pendeskripsian busana dengan menggunakan pendekatan arkeologi seni disini pada dasarnya mengacu pada teori gabungan antara materialistik dan idealistik. Maka dengan demikian relief di ilustrasikan sesuai dengan data artefak yang ada atau kondisi fisik materialnya, seperti yang digunakan hanya pada relief yang utuh

Transcript of BAB V PENUTUP A. Kesimpulan -...

Page 1: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

193

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data-data dan penjabaran yang sudah dilakukan pada bab

sebelumnya, dan bersandar pada rumusan masalah pada bab pertama, maka dapat

disimpulkan bahwa: pertama dari segi pahatan termasuk kedalam relief rendah

(bas relief). Busana yang ditampilkan tidak terlalu jelas karena pahatannya yang

tipis, namun lain halnya apabila terkena cahaya sehingga nampak bayangan-

bayangan yang menampilkan kesan timbul. Selain itu relief rendah di sini

menimbulkan kesan dari pertunjukan wayang, dan busananya pun tidak jauh

berbeda dengan yang dikenakan pada tokoh-tokoh pewayangan.

Wayang merupakan gambaran dari proyeksi diri bagi manusia, seperti

halnya busana yang ditampilkan dalam relief Candi Panataran pada dasarnya

mengacu pada cerita-cerita yang terkandung di dalamnya. Cerita ini di usung dari

sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

Keduanya memiliki kesamaan dalam hal inti cerita, namun busana pada relief

Candi Induk digambarkan dengan ragam busana yang kaya dan mewah.

Sedangkan untuk batur pendopo digambarkan dengan busana yang sedikit lebih

sederhana.

Kedua, relief candi Panataran merupakan data yang berwujud artefak.

Pendeskripsian busana dengan menggunakan pendekatan arkeologi seni disini

pada dasarnya mengacu pada teori gabungan antara materialistik dan idealistik.

Maka dengan demikian relief di ilustrasikan sesuai dengan data artefak yang ada

atau kondisi fisik materialnya, seperti yang digunakan hanya pada relief yang utuh

Page 2: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

194

dan terutama pada saat busana dideskripsikan. Karena dikawatirkan akan timbul

keraguan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, hal ini mengacu pada

peranan cerita maupun bangunan candi yang digunakan oleh relief. Pada busana

dan atribut yang sudah diilustrasikan dibedakan mengenai jenis dan macamnya

saja. Untuk klasifikasi atau penggolongan dari busananya sendiri mengacu pada

istilah-istilah ikonografi Hindu yang kemudiana dijabarkan sesuai pada

pengamatan bentuk atribut busana yang dikenakan. Kemudian beberapa penelitian

yang juga membahas busana dan kemudian dilihat kesamaan dari busana yang

dikenakan.

Seperti halnya pada Batur Pendopo digambarakan dengan cerita-cerita

panji dengan busana yang sederhana atau dapat dikatakan dengan taraf menengah.

Terutama para tokoh pria identik dengan penutup kepala panjinya (topi tekes), dan

busananya yang hanya mengenakan kain dan antribut busana yang sederhana.

Begitu juga dengan tokoh punokawan yang selalu mengikuti sang Panji, dan juga

tokoh-tokoh yang lainnya biasanya mengenakan busana sederhana dengan kain

panjang ataupun pendek dan disertai beberapa perhiasan sebagai atributnya.

Sedangkan pada Candi Induk digambarkan dengan busana-busana yang mewah

dan atributnya yang lebih banyak nan lengkap. Seperti halnya relief cerita

Ramayana yang banyak menampilkan tokoh-tokoh raksasa dan gaya berbusana

lakon dengan hiasan model rambut yang khas bergaya supit urang. Konsep

tersebut dilihat dari keindahan seseorang dalam satu kesatuan dari ciri fisik, watak

dan pembawaannya. Maka demikian pula penampilan busana yang ada pada relief

Page 3: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

195

tersebut dijadikan sebagai alat penunjang komunikasi yang dimaksudkan sebagai

penunjang keagungan agama.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, busana yang dikenakan dalam hal ini

sudah barang tentu mengacu pada status sosial dari pengguna busana tersebut,

namun kelangkapan busana yang dikenakan oleh setiap tokoh juga mengarah

kepada nilai-nilai seni dan estetik yang terkandung di dalam kesatuan busana

tersebut. Dalam hal ini terdapat perbedaan gaya seni pada setiap kebudayaan

setiap bangsa, meskipun pada masalah relief Candi Panataran juga merupakan

salah satu karya yang di dalamnya terdapat pengaruh dari budaya asing seperti

India. Nilai estetik pada setiap kesatuan busana tersebut bisa di arahkan kedalam

kesan-kesan yang ditampilkan pada penggambaran busana tersebut. Akan tetapi

demikian ini dapat dilakukan apabila pembahasan menginjak pada tataran

kefilsafatan yang mana membutuhkan waktu dan data yang lebih banyak lagi.

Maka dikarenakan waktu yang tidak memungkinkan, kajian ini hanya

sampai pada taraf pendeskripsian busana saja. Dapat disimpulkan bahwa pada

penelitian ini hanya sampai menginjak pada teori dengan permasalahan

materialistik atau hanya pada permukaan awalnya saja. Sedangkan pada teori

idealistik lebih mengarahkan kepada sesuatu hal yang lebih dalam lagi, seperti

yang sudah disinggung di atas yaitu masalah status sosial sampai nilai-nilai

seninya. Meskipun dalam mendeskripsikan busana data-data di atas digunakan,

namun hanya beberapa sebagai data pembanding. Maka demikian dapat

digunakan data-data seperti pada ilmu ikonografi maupun filologi dan lainnya

yang lebih mendalam untuk dapat di jadikan sebagai sarana dalam memperoleh

data dan hasil yang maksimal.

Page 4: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

196

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dan hasil yang didapat, maka

dapat diajukan saran bagi para akademisi ataupun para arkeolog yang tertarik

dalam hal mengkaji busana, diharapkan dapat lebih melakukan penelitian yang

lebih mendalam mengenai busana pada relief Candi Panataran. Terkait penelitian

ini merupakan hasil dari permukaan awal penelitian yang lebih mendalam dan

penelitian yang mengkaji busana pada relief masih sangat jarang ditemukan.

Page 5: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

197

DAFTAR PUSTAKA

Asba, A.Rasyid. 2007. Paradigma Baru Perkembangan Teori dalam Ilmu Sejarah

dan Arkeologi. Seminar bulan bahasa dan Ulang tahun Fakultas Ilmu

Budaya. 46. 12.

Arikunto, S. 1985. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Ayatroehadi et al. 1978. Kamus Istilah Arkeologi. Jakarta: Proyek Penelitian

Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Berger, Arthur Asa. 2005. Tanda – Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer,

Suatu Pengantar Semiotika. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.

BP3 Jawa Tengah. 2009. “Dewa-Dewi Masa Klasik Jawa Tengah”. Edisi revisi.

Halama. 59.

Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat

Permuseuman. 2000. Ragam Hias pada Busana dan Peralatan Kesenian

Tradisional Se-Jawa, NTT, NTB Dan Bali.

Dhamika, Ida Bagus dan tim. 1988. Pakaian Adat Tradisional Daerah Bali.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hall, Stuart. 1997. Representation, Cultural Representations and Signifying

Practices. London: Sage Publications.

Hari Lelono, T.M. 1999. “Pakaian dan Startifikasi Sosial Masa Klasik di Jawa

Timur”. Berkala Arkeologi. Thn XIX No.1. halaman 112-113.

Husni, Muhammad et al. 2000. Perhiasan Tradisional Indonesia. Jakarta:

Direktorat Permusiuman, Direktorat Jendral Kebudayaan dan Departemen

Pendidikan Nasional.

Maulana, Ratnaesih. 1997. Ikonografi Hindu. Jakarta: Universitas Indonesia

Fakultas Sastra.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, Slamet. 1979. Negarakertagama dan Penafsirannya. Jakarta: Bharata.

Ngadino, et al. 2003. Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Candi Panataran.

Surabaya: Dinas Pnedidikan Dan Kebudayaan.

Noerhadi, Inda Citraninda. 2012. Busana Jawa Kuno. Jakarta: Komunitas Bambu.

Page 6: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

198

Nordholt, Henk Schulte (ed). 2005. Outward Appearances : Trend, Identitas,

Kepentingan.Cetakan I. Yogyakarta: LKiS.

Primordian Meisner, Widma. 2011. Busana Dan Perhiasan Pada Relief Sudamala

Dan Sri Tanjung Di Candi-Candi Jawa Timur Masa Majapahit. Skrupsi.

Jakarta : Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Arkeologi.

Purwadi. 2009. Sejarah Sastra Jawa Edisi Cetakan I. Panji Pustaka.

Purwadi dan Eko Priyo Purnomo. 2005. Kamus Sansekerta Indonesia.

Yogyakarta: Budaya Jawa.com.

Ratnawati, Yuni Dwi. 2000. Study Komparatif relief Cerita Ramayana pada

Candi Prambanan dan Candi Panataran. Surabaya : Fak. Ilmu Sosial

Universitas Negri Surabaya.

Sedyawati, Edy. 2012. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah.

Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Sedyawati, Edy. 1984. Kumpulan Diskusi Ilmiah Arkeologi II. Jakarta :

Depdikbud.

Setya Nurma Wahyuni, Erry. “Motif-Motif Sanggul Masa Majapahit: Suatu

Penelitian Melalui Ungkapan Bentuk Sanggul Terakota Figurin Manusia

Koleksi Informasi Majapahit”. Skripsi. Malang : Universitas Negeri

Malang Fakultas Sastra Jurusan Sejarah, 2009.

Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. 1973. Yogyakarta:

Yayasan Kanisius.

Soekmono, R. “Candi Fungsi dan Pengertiannya”. Desertasi UI. Semarang : IKIP

Semarang Pres, 1977.

Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas

Sebelas Maret Press.

Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional.

Windarti, Esti. 1998. Busana Kain Pada Beberapa Arca Masa Singasari. Skripsi.

Denpasar : Universitas Udayana Fakultas Sastra.

Wisnoewhardono, Soeyono. 1995. Memperkenalkan Komplek Percandian

Panataran di Blitar. Mojokerto : KPN. Purbakala.

Page 7: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

199

Sumber Lain :

Hasanudin. 2010. Arkeologi Toraja Pola Sebaran Dan Hubungan Fungsional

Situs Pemukiman Di Tana Toraja. Diperoleh 5 juni 2013 jam 07:28 dari

<http://hasanuddinblr.blogspot.com/2010/06/arkeologi-toraja.html>

<http://wayangindonesia.web.id> (Diakses pada tanggal 6 juni 2014 jam 22:10).

<http://id.wikipedia.org> (Diakses pada tanggal 19 juni 2014 jam 16:32, 23:30,

01:50).

Page 8: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

200

GLOSARIUM

Arca : Perwujudan seorang Dewa dalam bentuk patung. Dalam

bahasa Sansekerta, istilah arca berarti perwujudan atau

gambaran jasmani dari seorang Dewa yang disembah

penganutnya untuk tujuan pemujaan. Ada pula arca

perwujudan yang merupakan perwujudan dari seorang

Raja yang wafat dan kemudian diarcakan dalam wujud

salah seorang Dewa dari agama yang dianutnya semasa

hidup.

Artefak : Semua benda, alat-alat yang masih sangat sederhana

bentuknya, dipakai pada zaman batu dan semua

tinggalan arkeologis yang dibuat oleh manusia.

Agni : Dewa api yang berkedudukan di tenggara dan merupakan

anggota lokapala.

Alengka : Kerajaan Alengka atau Lanka dalam bahasa Sansekerta

lanka berarti pulau. Kerajaan ini diperintah oleh

Rahwana dalam kisah cerita Ramayana. Konon pada

zaman sekarang dikenal dengan nama Sri Langka.

Angkin : Istilah dalam bahasa Jawa untuk stagen, dan dalam

bahasa sansekerta diartikan sebagai ikat pinggang. atribut

ini biasa dikenakan oleh wanita.

Asana : Pemaknaan sebagai tempat duduk atau disebut juga

pitha. Dalam pengertian tempat duduk arca, bahan yang

dikenakan berupa batu, logam ataupun kayu.

Ayodhya : Kota kuno di India, ibu kota Awadh di distrik Faizabad

di Uttar Pradesh. Dalam kisah epik Ramayana Ayodya

merupakan ibukota Kerajaan Kosala. Ayodhya dalam

bahasa Sansekerta berarti “yang tidak akan kalah dalam

peperangan”, menurut Susastra Hindu, Kerajaan Kosala

Page 9: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

201

terletak di sebelah utara Sungai Gangga dan Ayodhya

merupakan kota suci bagi umat Hindu.

Bas Relief : Relief rendah, wujudnya timbul dari latar belakang

sangat tipis, namun jika diterpa sinar ketebalannya akan

nampak sebagai akibat efek bayangan yang

ditimbulkannya terhadap batas tepi dari wujud tersebut.

Sebagai contoh, uang logam.

Batur Pendopo : Sebutan lain dari Pendopo Teras, letaknya disebelah

tenggara bale agung

Betara Guru : Dalam mitologi Jawa merupakan Dewa yang menguasai

Kahyangan.

Betari Durga : Dipercaya sebagai salah satu perwujudan agresif parwati,

yang merupakan sakti (istri) Siwa.

Bhatara : Sebutan untuk arwah nenek moyang atau raja yang telah

didewakan dalam masyarakat Jawa Kuno Pada masa

Kerajaan Majapahit dipakai sebagai gelar untuk para

raja-raja daearah dengan disertai nama tempat atau

daerah kekuasaannya. Dalam hal ini dikaitkan dengan

kata Bhatara Palah.

Binggel : Perhiasan berbentuk gelang yang melingkar tanpa ujung

pangkal, dan sebagai lambang keabadian. Dalam

Ikonografi Hindu disebut Kankana.

Candi Induk : Candi utama dalam suatau komplek percandian, dapat

diketahui melalui besar dan megahnya suatu bangunan,

terdapat arca dewa tertinggi dan terletak di tengah

halaman kmplek. Di Indonesia umumnya candi tidak

berdiri sendiri melainkan suatu kelompok bangunan yang

dibatasi oleh pagar.

Page 10: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

202

Cantrik : Siswa yang berguru pada seorang begawan, pendeta atau

resi.

Cawat : Kain yang diangkat pendek dengan panjang kain di atas

lutut dan dipakai di sekeliling badan mulai dari bawah

pusar.

Celurit : Bentuknya menyerupai sabit ataupun arit, perbedaannya

secara bahasa kedua alat tersebut digunakan sebagai alat

pertanian yang berupa pisau melengkung dan

menyerupai bulan sabit. Sedangkan celurit lebih merujuk

pada penggunaan senjata tajam khas suku Madura.

Cerita Panji : Merupakan kumpulan cerita yang berasal dari Jawa

periode klasik, dan yang sangat populer adalah cerita

Panji Asmarabangun tepatnya di era Kerjaan Kadiri.

Isinya menceritakan kepehlawanan dan cinta yang

berpusat pada dua orang tokoh utammanya. Beberapa

cerita rakyat dalam berbagai versi juga dimasukkan ke

dalam lingkup cerita Panji.

Cungkup : Dalam “Kamus Bahasa Sansekerta-Indonesia”

disebutkan bahwa cungkup merupakan rumah yang ada

di kuburan.

Dharma Lpas : Bangunan suci yang bukan merupakan tempat

pendarmaan nenek moyang raja.

Dharma : Berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti cukup

luas, yaitu seperti hukum, aturan hidup dan tingkah laku

yang ditentukan oleh agama dan adat, keadilan,

kabajikan, ajaran agama, kebenaran, kewajiban,

kesucian, dan lain-lain. Salah satu pengertian kata

dharma dalam bahasa Jawa kuna adalah lembaga

keagamaan, candi, biara, pertapaan, dan bangunan suci

lainnya.

Page 11: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

203

Dodot : Atau kemben, berupa kain lebar dan panjang yang

menutupi dada. Pada busana artefak terakota

digambarkan tanpa mengenakan perhiasan dan lain-lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan

sebagain pakaian adat Jawa dari kain batik, dipakai pada

upacara resmi.

Dwarapala : Arca penjaga dengan sikap yang bermacam-macam, ada

yang berdiri ada juga yang menekuk salah satu lututnya

Ekofak : Dalam arkeologi dikenal dengan nama boifak dan

merupakan salah satu objek kajian arkeologi yang tidak

pernah mengalami perubahan oleh perbuatan manusia.

Obyek ini terkait dengan lingkungan yang terkait dengan

temuan artefak dan fitur. Ekofak juga memperlihatkan

bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungan pada

masa lampau.

Emban Wanita : Sama halnya dengan punokawan yang merupakan

seorang abdi. Hanya saja Emban wanita merupakan abdi

wanita dan yang selalu mendampingi tokoh utama

(wanita) dalam sebuah cerita.

Gada : Alat pemukul yang bentuknya mirip dengan pemukul

kasti. Senjata ini dipergunakan sebagai senjata jarak

dekat. Dalam seni Arca dan relief, gada ada yang

digambarkan sederhana dan ada juga yang digambarkan

dengan hiasan.

Genta : Atau ghanta adalah sebuah lonceng.

Gunung Meru : Disebut juga Sumeru yang berarti Gunung Agung,

adalah gunung suci dalam kosmologi Hindu, Buddha dan

juga Jain. Gunung ini merupakan tempat bersemayam

para Dewa, dan dianggap sebagai pusat alam semesta

baik secara fisik maupun metafisik spiritual. Tinggi dari

Page 12: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

204

gunung ini setinggi 84.000 Yojana atau sekitar 1.082 juta

kilometer, dan banyak kuil dan candi Hindu dan Jain

dibangun dengan bentuk simbol meyerupai gunung ini.

Hara : Dalam Ikonografi Hindu merupakan sebutan lain dari

kalung dan bentuknya bermacam-macam.

Hanoman : Hanumat atau disebut juga sebagai Anoman. Merupakan

salah satu Dewa dalam kepercayaan Hindu, Hanoman

adalah manusia kera (Wanara) putih anak dari Batara

Bayu dan Anjani dan memiliki saudara Subali dan

Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, Hanoman

merupakan tokoh asli dari cerita Ramayana dan di India,

Hanoman dipuja sebagai Dewa pelindung.

Ikat Pinggang : Atribut busana yang dikenakan di sekeliling pinggang

dengan kegunaan agar kain tidak merosot dan terdiri dari

satu, dua bahkan tiga susun. Dalam Ikonografi Hindu,

penyebutan ikat pinggang berbeda-beda sesuai

penggunanya. Antara lain, Udarabandha dikenakan oleh

arca laki-laki berperut gendut, Katibandha dikenakan

oleh arca wanita, Avyanga yaitu ikat pinggang yang

dikenakan oleh Dewa Surya, dan terutama pada kesenian

India Utara.

Ikonografi Hindu : Cabang ilmu sejarah seni yang mempelajari identifikasi,

deskripsi dan interpretasi yang terkandung dalam suatu

gambar atau benda dengan menggunakan simbol-simbol

berupa unsur-unsur bentuk untuk mencapai realitas

sosial, dan tidak di tujukan kepada materi gambar saja

melainkan ditujukan kepada tokoh yang digambarkan.

Dalam hal ini arca dalam bahasa Sansekerta diartikan

sebagai gambaran.

Indraloka : Kahyangan tempat tiggal Dewa Indra

Page 13: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

205

Jamang : Tepian mahkota pada perbatasan dahi dan rambut, dan

bisa juga dikenakan tersendiri. Merupakan sebuah

perhiasan yang dikenakan di kepala dan bukan

merupakan bagian bawah dari suatu mahkota.

Jarik : Busana berupa kain berbentuk sarung yang biasa

dikenakan oleh wanita.

Jata : Pintalan rabut yang disusun hingga seperti sorban besar,

dan bukan sebagai penutup kepala. Gaya rambut ini biasa

diguakan oleh para pertapa dan pendeta. Dalam

Ikonografi Hindu disebut dengan Jatamakuta.

Kahyangan : Istilah Kahyangan berasal dari bahasa sanskerta yang

jika dipilah menjadi ka-hyang-an, atau bermakna

"tempat tinggal para Hyang atau leluhur". Sebelum

masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat

Nusantara di pulau Jawa dan Bali, seperti masyarakat

Sunda, Jawa, dan Bali sudah menganut agama pribumi

berupa pemujaan terhadap arwah leluhur. Mereka

menyebut leluhur mereka dengan istilah Hyang dan

tempat tinggal mereka di alam gaib disebut Kahyangan.

Kakawin : Karya sastra Jawa Kuno berupa tembang-tambang atau

lagu berbahasa Kawi.

Kala : Dalam perwujudan sebagai Dewa, merupakan putera

Dewa Siwa yang menguasai waktu, dalam mitologi

hindu juga digambarkan sebagai salah satu binatang yang

sangat menakutkan. Mata melotot, mulut menyeringai

dngan memperlihatkan taring.

Kalawijaya : Dalam agama Hindu, Kala adalah putera Dewa Siwa

yang menguasai waktu. Sedangkan Wijaya dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia di artikan sebagai kemenangan.

Dalam cerita Bubuksah dan gagang aking digambarkan

Page 14: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

206

sebagai dewa yang diutus batara guru untuk menguji

mereka.

Kara : Adik sepupu Rahwana dalam wiracarita Ramayana dan

merupakan penghuni pos penjagaan raksasa di Citrakuta.

Pemakan daging manusia terutama para resi yang

menghuni daerah sekitar Citrakuta dan sempat meneror

hutan Dandaka.

Kebaya : Pakaian baju perempuan bagian atas, berlengan panjang,

dan dipakai dng kain panjang.

Keyura : Hiasan berbentuk tipis dan digunakan pada pangkal

lengan, ada yang berhiaskan permata ada juga yang tidak

atau berbentuk tipis sebutan dari kelat-bahu dalam

Ikonografi Hindu.

Kidung : Tembang-tambang atau lagu berbahasa Jawa.

Kiritamakuta : Dalam Ikonografi Hindu Kiritamakuta merupakan

bentuk dari mahkota dan bukan berupa pintalan rambut

seperti Jatamakuta. Bentuknya silindris dan bagian

atasnya mengecil, biasanya diberi beberapa benda

penghias dan pada bagian depan dihias dengan manikam.

Kiritamakuta biasa dikenakan oleh Narayana sebagai

avatara Wisnu, arca lain seperti Surya dan Kubera.

Selain itu mahkota ini kerap dikenakan oleh raja-raja

besar seperti Rahwana.

Klasik Tua : Periode Jawa yang lebih tua, dan kerap dicirikan dengan

periode Jawa Tengah.

Kloncer : Atribut busana yang dikenakan pada busana kesenian

Panji Asmorobangun berupa tiruan bunga yang

Page 15: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

207

menggantung pada pelipis kanan dan kiri. Tertancap

pada topeng berjuntai panjang sampai pinggang.

Makuta : Sebutan lain dari mahkota dalam Ikonografi Hindu.

Manikam : Hiasan berupa intan atau permata dan biasa digunakan

sebagi penghias benda atribut dari busana seperti

mahkota dan yang lainnya.

Negarakertagama : Kitab karangan Mpu Prapanca yang dibuat pada tahun

1287 Saka atau 1365 Masehi. Kitab ini dibuat pada masa

pemerintahan Hayamwuruk setelah meninggalnya Gajah

Mada. Negarakertagama berisi tentang laporan

perjalanan Prabu Hayamwuruk yang sedang inspeksi ke

daerah-daerah, pedoman tata cara upacara, tuntunan budi

pekerti luhur dan metode mengatur tata pemerintahan

yang baik. Nama lain Negarakertagama adalah

Desawarnana dan diakui sebagai Memory of the World

oleh UNESCO pada tahun 2008.

Paduraksa : Istilah dalam arkeologi dalam menyebutkan bangunan

berbentuk gapura yang memiliki atap. Banyak ditemukan

pada arsitektur kuno masa klasik Jawa dan Bali.

Bagnunan ini juga sering disebut sebagai candi.

Pandawa : Putra mahkota kerajaan salah satu Raja Hastinapura

dalam wiracarita Mahabharata. Menurut susastra Hindu

(Mahabharata), setiap anggota Pandawa merupakan

titisan dari Dewa tertentu.

Panteon : Sususnan dewa dewi Hindu maupun Buddha yang berarti

keseluruhan dewa dewi yang dipuja.

Patirtan : Bangunan yang digunakan sebagai tempat pemandian

kuno yang biasa digunakan oleh kalangan istana dan di

masa sekarang sering disebut sebagai candi.

Page 16: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

208

Perdikan : Desa yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak

pada zaman kerajaan

Topi Tekes : Penutup kepala yang biasa dikenakan oleh tokoh

kepahlawanan dalam cerita panji dan menjadi ciri

khasnya.

Pradaksina : Cara menyelenggarakan uapacara keagamaan dengan

berjalan berkeliling menurut arah jarum jam.

Pradaksina patha : Lorong yang mengelilingi badan candi. Biasanya pada

tembok langkan atau pada tembok candi yang

terpahatkan relief cerita, dan urutan jalan cerita tersebut

searah dengan jarum jam.

Prasasti : Tulisan kuno yang dipahatkan atau digoreskan pada batu,

logam maupun daun tal (lontar), dikeluarkan oleh raja

atau pejabat tertentu sejak abad kelima. Prasasti berisi

penetapan sima (perdikan) pada suatu desa atau sebidang

tanah sebagai anugerah kepada seseorang atau kelompok

tertentu yang sudah berjasa. Namun, dapat juga sebagai

sebagai anugerah untuk kepentingan keagamaan dan

sebagainya tergantung pada kepentingannya. Bahasa

yang dikenakan juga tergantung pada dimana dan kapan

prasasti tersebut dibuat.

Prasawya : Upacara keagamaan yang diselenggarakan dengan

berjalan bereliling menurut arah yang berlawanan

dengan arah jarum jam.

Pripih : Benda-benda yang melambangkan zat jasmaniah sebagai

pengganti jenazah seorang raja yang telah wafat. Benda

tersebut dapat menjadi wadah Sang Dewa untuk

memasukkan zat inti kedewaannya. Dapat berupa 5

macam kepingan logam (pancadatu), yang masing-

Page 17: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

209

masing diberi tanda huruf gaib (rajahan), kemudian

dibungkus dengan lalang, rumput dan kapas, dan

kemudian diikat menjadi satu dengan benang merah-

putih-hitam (benang tridatu).

Punden : Tempat pemujaan dan biasa digunakan sebagai tempat

pemujaan kepada nenek moyang. Umumnya berupa

bangunan teras bertingkat dan dikenal dengan nama

punden berundak.

Punokawan : Seorang abdi laki-laki yang selalu mendampingi tokoh

utama cerita, dan merupakan tokoh ciptaan pujangga

Jawa.

Pylaster : Pilaster, tiang segi empat yang menempel atau bersandar

pada tembok. Pada dasarnya berfungsi sebagai penahan

tembok dan bukan sebagai penahan bagunan yang ada di

atasnya. Pada candi-candi di Indonesia umumnya tiang

tersebut dibuat pada sudut-sudut bagian luar candi atau

menjadi batas antara bidang hias. Jadi pilaster tidak lain

hanya berfungsi sebagai hiasan.

Raksasi : Sebutan untuk raksasa wanita

Rapek Atau sembong : Atribut yang dikenakan pada busana kesenian Panji

Asmorobangun, terbuat dari kain beludru hitam dan

digunakan sebagai penutup bawah perut terletak di depan

dan belakang.

Relung : Ceruk atau lubang yang sengaja dibuat pada bangunan

atau candi dan biasa digunakan untuk menempatkan

arca.

Saka : Sebuah kalender pertanggalan asal India. Kalender ini

menggunakan kalender Suryacandra atau Kalender

Lunisolar yang menggunakan fase bulan sebagai acan

Page 18: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

210

pergantian musim dan dalam satu tahun dapat mencapai

12 sampai 13 bulan. Era ini dimulai pada tahun 78

Masehi.

Sampur : Hiasan yang dikenakan pada pinggang atau pinggul yang

ujungnya terjuntai di sekitar pinggul.

Sanggul : Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa

sanggul merupakan Gelung atau sususnan rambut

perempuan di atas, atau di belakang kepala, dapat disebut

dengan kundai ataupun konde. Namun dalam Kamus

bahasa Sansekerta, sanggul juga merupakan gelung

rambut bagi pria. Pada terakota figurin koleksi PIM

(Pusat Informasi Majapahit) terdapat 4 macam sanggul

yaitu sanggul samping, sanggul konde, sanggul keling,

dan juga sanggul jata.

Sang Hyang Wenang : Salah satu nama seorang dewa senior dalam

tradisi pewayangan Jawa dan dianggap sebagai

leluhur Batara Guru

Sankhapatrakundala : Subang atau anting-anting yang memiliki ciri bentuk atau

hiasan siput dengan daun-daunan maupun rumah siput

yang sudah diiris.

Sima : Tugu atau tiang batu yang dipasang sebagai tanda batas

suatu daerah perdikan. Tugu ini biasa berbentuk lingga

yang dipasang di empat sudut, terkadang berisi prasasti

dan istilah ini biasa digunakan untuk menyebutkan

daerah perdikan yang dibatasi oleh tugu atau tiang batu

tersebut.

Simbar Atau Antefix : Salah satu bentuk hiasan candi ayng terutama ditemukan

pada bagian atap.

Page 19: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

211

Siristrakamakuta : Penyebutan makuta dalam Ikonografi Hindu yang

memiliki ciri bentuk menyerupai sorban besar,

menyerupai Jatamakuta. Namun makuta seperti ini

hanya khusus dalam kesnian Sunga.

Siwa : Salah satu dari dewa trimurti yang berberan sebagai

Dewa perusak, dan menjadi dewa tertinggi dalam

alirannya. Dalam kedudukannya ia mempunyai berbagai

aspek dan dipuja sebagai Siwa Mahadewa, Siwa

Mahakala, Siwa Nataraja atau sebagai Bhuteswara.

Soubasement : Dasar bangunan atau batur

Stamba : Stamba merupakan bentuk variasi dari Stupa, berbentuk

tugu batu dan berfungsi sebagai penyebaran ajaran

Buddha.

Stupa : Tempat yang digunakan untuk menyimpan benda-benda

suci seperti abu bagi orang yang sudah wafat, terutama

dari kalangan bangsawan ataupun tokoh tertentu. Dalam

ajaran Buddha digunakan sebagai tempat menyimpan

abu Buddha, dan di India Kuno dugunakan sebagai

makam.

Subang : Hiasan telinga, kundala atau anting-anting, digunakan

pada daun telinga yang berlubang panjang. Terdapat

beberapa macam yang dapat diklasifikasikan menurut

Ikonografi Hindu, di antaranya patrakundala subang

dengan hiasan daun. Makarakundala subang berbentuk

makara, sankhapatrakundala subang berhiaskan siput

dengan daun-daunan atau terdiri dari rumah siput yang

sudah diiris. Subang yang terbuat dari manikam biasa

disebut dengan ratnakundala, dan sarpakundala

merupakan subang berbentuk ular.

Page 20: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

212

Supit Urang : Jenis gaya rambut yang di sususn melebihi tiggi kepala,

bentuknya murip dengan capit udang

Surphanaka : Adik kandung Rahwana Dalam wiracarita Ramayana dan

merupakan seorang rakshasi (raksasa perempuan). Salah

satu tokoh antagonis yang tinggal di pos perbatasan

raksasa Chitrakuta. Dalam bahasa Sansekerta

Surphanaka berarti “(Dia) yang memiliki kuku jari yang

tajam”.

Tantri Kamandaka : Kitab dongeng tentang hewan dengan induk karangan

dari kitab Prapancantra berbahasa Sansekerta yang

berasal dari tanah Indu dan datang di tanah Jawa sejak

jaman kuno.

Terakota : Terracotta, tanah yang dimasak atau benda tanah liat

yang dibakar. Istilah ini biasa digunakan untuk

menyebutkan benda-benda kecil yang masif seperti alat

pemberat, miniatur candi, arca kecil dan yang sejenis.

Uncal : Perhiasan yang digantungkan pada ikat pinggang dan

terjuntai di depan paha, dapat berupa tali yang terjulur

pada bagaian kanan dan bagian kiri.

Upavita : Selempang kasta atau pita kasta yang dikenakan dari

bahu kiri turun ke pinggang kanan, dapat berupa tali

polos ataupun untaian mutiara. Dalam Ikonografi Hindu

disebut juga sebagai Yajnopavita, pada mulanya pita

kasta ini dikenakan oleh para pendeta namun sejak jaman

Gupta, dikenakan juga pada arca-arca tokoh.

Wanara : Sebutan untuk manusia kera jantan, sedangkan untuk

betina wanari.

Page 21: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0909020_bab5.pdf · sastra puisi Jawa Kuno, yang terdapat pada Batur pendopo dan Candi Induk.

213

Wibhisana : Vibhīshaṇa merupakan bangsa raksasa sama halnya

dengan Kumbakarna dan Sumali dalam wiracarita

Rammayana, hanya saja kedudukannya yang berbeda

dan merupakan salah satu dalam tokoh pewayangan

Jawa. Wibhisana adalah adik kandung Rahwana yang

membela Rama dalam peperangan antara raksasa

melawan manusia kera (Wanara). Menjadi raja Alengka

setelah Rahwana wafat dan dianggap sebagai

Chiranjiwin, yaitu mahluk abadi selamanya. Dalam

pewayangan Jawa, sering disebut dengan Gunawan

Kuntawibisana dan tempat tinggalnya bernama

Kasatrian Parangkuntara.

Wihara : Rumah ibadah agama Buddha dan bisa juga disebut

dengan kuil.

Wiru : Lipatan-lipatan kain dan biasanya terdapat pada sampur.

Yajnopavita : Atribut busana yang memiliki fungsi sama dengan

upavita, yaitu sebagai pita kasta dan pita kasta ini

digunakan oleh para pendeta. Akan tetapi sejak jaman

Gupta dikenakan juga pada arca-arca tokoh.