BAB V FAKTOR PENGARUH PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG …
Transcript of BAB V FAKTOR PENGARUH PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG …
47
BAB V
FAKTOR PENGARUH PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG
TAHUN 2009-2013
4.3.Ledakan Harga Komoditas (Commodity Boom) Tahun 2000
Pada tahun 1999, lingkungan ekonomi internasional telah berubah secara
fundamental. China memulai tingkat pertumbuhan ekonomi yang belum pernah
terjadi sebelumnya karena pembukaan ekonominya ke pasar global. Ekspor
manufaktur dalam industri padat karya sebagian besar didominasi oleh China
dan Jepang. Pada awal tahun 2000 terjadi ledakan harga komoditas (resource
boom) yang menyebabkan harga beberapa komoditas melonjak naik akibat dari
permintaan pasar China dan Jepang, khususnya komoditas barang mentah
seperti minyak mentah, gas alam dan batu bara. Produk pertanian juga ikut
mengalami hal yang sama.
Ledakan harga komoditas di Indonesia sendiri merupakan sebuah
fenomena dimana terjadi tren peningkatan ekonomi yang dihasilkan dari
surplus neraca perdagangan luar negeri Indonesia dari tahun 2001 hingga 2011
(terkecuali tahun 2008).
Tabel 7.0: Sepuluh komoditas teratas berdasarkan pangsa ekspor (%),
2014/2000
Commodity groups % in
2014
Commodity groups % in
2000
Batu bara 11.82 Gas 10.66
Minyak kelapa sawit 9.91 Minyak mentah 9.80
Gas 9.75 Pakaian 7.62
Bahan kimia 6.84 Bahan kimia 4.53
Minyak mentah 5.40 Minyak mentah 4.28
Pakaian 4.40 Kayu lapis 3.74
Produk manufaktur 3.41 Komputer, proses data
otomatis
3.71
Peralatan transportasi 3.06 Kertas dan produk kertas 3.64
48
Karet 2.73 Perekam video dan audio 3.51
Peralatan elektronik 2.44 Kain tekstil 3.51
Total % 10 tertinggi 59.76 Total % 10 tertinggi 55.01
Sumber : National Bureau of Statistics and World Bank staff calculations
Produk-produk yang mengalami peningkatan harga adalah produk migas
seperti batu bara dan hasil pertanian seperti karet dan kelapa sawit (lihat Tabel
6.0). Dua komoditas mendapatkan perubahan harga paling drastis adalah batu
bara dan minyak bumi, yang kemudian disusul oleh minyak kelapa sawit.
Peningkatan harga komoditas ini diakibatkan karena tingginya permintaan
bahan baku industri dan sumber energi fosil oleh China dan Jepang. Batu bara
sendiri merupakan sumber energi dominan pembangkitan listrik. Sebanyak 27
persen dari total produksi energi dunia dan sebanyak 39 persen dari seluruh
listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batu bara. Hal ini
dikarenakan melimpahnya jumlah batu bara. Dengan melimpahnya jumlah batu
bara dan proses ekstrasinya yang relatif mudah dan murah, ditambah dengan
persyaratan-persyaratan infrastruktur yang relatif lebih murah dibandingkan
dengan sumberdaya energi lainnya, membuat batu bara lebih diminati sebagai
komoditas perdagangan dan juga investasi.39 Daya saing China dan Jepang di
sektor manufaktur kelas bawah dikombinasikan dengan meroketnya harga
komoditas kemudian membalikkan keunggulan kompetitif Indonesia dalam
perdagangan internasional kembali ke komoditas berbasis sumber daya
(Garnaut, 2015).40
Ledakan harga komoditas diperkuat dengan kebijakan desentralisasi yang
dilakukan pada era reformasi dimana pemerintah daerah memiliki otonomi
dalam mengatur daerahnya, dalam hal memberikan izin bagi perusahaan
tambang untuk mengambil hasil alam Indonesia. Berdasarkan data dari
Jaringan Tambang (JATAM) Kalimantan Timur tahun 2007 ada sebanyak 633
39 Indonesia Investment. 2018. Batu Bara. dikutip dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM). https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/batu-
bara/item236 diakses pada 20 September 2019 40 Garnaut, Ross 2015. Indonesia’s Resources Boom in International Perspective: Policy
Dilemmas and Options for Continued Strong Growth. Ninth Sadli Lecture. Jakarta.
49
izin usaha tambang yang diterbitkan dengan luas lahan 1.725.553 hektar. Pada
tahun 2009 izin tambang yang diterbitkan adalah sebanyak 1.180 dengan luas
3.085.134 hektar. Jumlahnya semakin meningkat apada tahun 2012 yang
mencapai 1.488 izin usaha tambang dengan luas wilayah 5.410.664 hektar.41
Adanya ledakan harga komoditas terhadap produk kelapa sawit menyebabkan
peningkatan pemberian izin untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit.
Hal ini dibuktikan dengan bentuk perubahan aturan pemberian izin oleh
pemerintah yang menyuburkan industri kelapa sawit. Perubahan tersebut
digambarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 107
Tahun 1999 Tentang Izin Usaha Perkebunan yang menggantikan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 786 Tahun 1996. Dimana yang awalnya izin
peningkatan pembukaan lahan adalah 200 hektar meningkat menjadi 1000
hektar. Kewajiban bagi perusahaan skala besar (di bawah 1000 hektar) area
maksimal dalam sebuah provinsi yang bisa digunakan adalah 20.000 hektar dan
100.000 hektar di seluruh Indonesia dengan kewajiban membangun kemitraan
kerjasama dengan perusahaan skala kecil dan menengah yang dinamakan PIR-
KKPA (PIR- Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya).42
Aturan ini kembali diubah dan digantikan dengan peraturan baru yakni
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 357 tahun 2002 sebagai realisasi
pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, tentang
struktur desentralisasi pemerintah yang kemudian mengalihkan wewenang
pemberian izin usaha perkebunan dari Pemerintah Pusat dan Provinsi kepada
Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota).43 Berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 26 Tahun 2007 perusahaan mendapatkan cadangan lahan
(land bank) yang luas di atas 100.000 hektar per perusahaan. Pada era otonomi
41 Firman Hidayat. 2013. Izin Tambang di Kalimantan Timur Terus Bertambah. Tempo.co.
https://nasional.tempo.co/read/483967/izin-tambang-di-kalimantan-timur-terus-
bertambah/full&view=ok diakses pada 30 Agustus 2019 42 Ica Wulansari, Ridzki R. Sigit. 2016. Industri Kelapa Sawit dan Perjalanan Politik Komoditas
Ini di Indonesia. Mongabay. https://www.mongabay.co.id/2016/04/18/industri-kelapa-sawit-
dan-perjalanan-politik-komoditas- ini-di-indonesia/ diakses pada 30 Agustus 2019
43 Junji Nagata & Sachiho W. Arai. Evolutionary Change In The Oil Palm Plantation Sector in
Riau Province, Sumatra. The Palm Oil Controversy in Southeast Asia. Hal. 85.
50
daerah juga, gubernur berhak mengatur secara luas terkait pembangunan
ekonomi, perencanaan tata ruang, dan otoritas pemberian izin usaha.44
Aturan-aturan ini yang kemudian penjadi faktor pendorong peningkatan
industri perkebunan sawit tanah air. Selama 20 tahun (1990-2010) tarakhir,
industri perkebunan sawit berkembang dari sekitar 1,1 juta hektar menjadi 7,8
juta hektar dan angkanya terus bertambah.45 Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, alokasi daerah untuk lahan perkebunan sawit di Indonesia meningkat
dari 7,8 juta hektar tahun 2010 menjadi 10 juta hektar pada tahun 2013 atau
sebesar sebesar 35 persen. Nilainya setara dengan peningkatan sebesar 520.000
hektar per tahun.
44 Regnskogfondet (Rainforest Foundation Norway). 2015. Indonesia`s Evolving Governance
Framework for Palm Oil. Implication for No Deforestation, No Peat Palm Oil Sector.
Daemeter. Bogor. Hal. 16 45 Tandan Sawit. Edisi No.1 Januari 2015. Perkebunan Kelapa Sawit Memicu Pembalakan Liar di
Indonesia. Sawit Watch. Hal. 15.
51
Grafik 4.0 Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2008-2013
Tahun Nilai Ekspor (USD Thousand)
Nilai Impor (USD Thousand)
Selisih Neraca (USD Thousand)
2008 137,020,424 129,244,050 7,776,374
2009 116,509,992 96,829,163 19,680,829
2010 157,779,103 135,663,280 22,115,823
2011 203,496,619 177,435,550 26,061,069
2012 190,031,839 191,690,908 -1,659,069
2013 182,551,754 186,628,631 -4,076,877
Sumber : Trademap.org
Tabel 8.0 Nilai Kontribusi Komoditas Batu Bara dan Kelapa Sawit
Terhadap Ekspor Indonesia Tahun 2008-2013 (USD Thousand)
Tahun Total nilai ekspor Indonesia
Nilai ekspor batu bara
Nilai ekspor kelapa sawit
2008 137,020,424 10,488,911 12,375,570
2009 116,509,992 13,799,108 10,367,621
2010 157,779,103 18,169,654 13,468,966
2011 203,496,619 25,523,153 17,261,247
2012 190,031,839 24,293,180 16,602,168
2013 182,551,754 22,773,242 15,838,850
0
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nilai EksporPerdaganganInternasionalIndonesia (USDThousand)
Nilai ImporPerdaganganInternasionalIndonesia (USDThousand)
52
Sektor pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit memberikan
dampak positif bagi perekonomian Indonesia hal ini dapat dilihat pada tabel 7.0
dimana batu bara menyumbang 12,2% dan kelapa sawit menyumbang 8.64%
dari total akumulasi perdagangan Indonesia selam 5 tahun (2009-2013).
Industri pertambangan menyumbang 5-8% dari PDB Indonesia dalam 10 tahun
terakhir sejak 2008, yang sekitar 80%-nya berasal dari industri batu bara.46
Pertumbuhan kuat Indonesia selama ledakan harga komoditas, rata-rata adalah
sekitar 6%, sebagian besar didorong oleh konsumsi domestik yang kuat,
investasi, dan ekspor bersih. Harga-harga komoditas yang terus meningkat pada
tahun 2003 hingga 2007 dan 2009 sampai 2010 menjadi penentu utama
pertumbuhan ekspor Indonesia yang kuat, menghasilkan keuntungan
perusahaan yang lebih tinggi, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan
pemerintah, yang pada gilirannya mendorong konsumsi domestik bersama
dengan output dan impor domestik.47
Meskipun Indonesia menikmati masa pertumbuhan ekonomi saat terjadi
ledakan harga komoditas akibat dari surplus perdagangan bahan mentah di
pasar lnternasional, tetap ada dampak negatif yang mengancam. Dampak
negatif yang paling dirasakan adalah pangsa ekspor produk manufaktur
Indonesia yang menurun secara signifikan sebagai akibat dari pergeseran dari
ekonomi berbasis manufaktur ke ekonomi berbasis sumber daya selama
ledakan harga komoditas, terutama di pertambangan dan produk pertanian yang
didominasi oleh batu bara dan minyak kelapa sawit48. Pada tahun 2000, minyak
mentah, minyak bumi, dan gas menempati urutan teratas dalam daftar nilai
ekspor. Dengan adanya ledakan harga komoditas, relevansi sektor manufaktur
dan komoditas olahan dalam ekspor menurun sehubungan dengan komoditas
mentah; ekspor barang teknologi tinggi juga menurun setelah awal tahun
46 Arinaldo, Deon. Julius Christian Adiatma. 2019. Rangkuman untuk Para Pembuat Kebijakan :
Dinamika Batu Bara Indonesia: Menuju Transisi Energi yang Adil. Jakarta. Institute for
Essential Services Reform 47 Wihardja M.M. The Effect of the Commodity Boom on Indonesia’s Macroeconomic
Fundamentals and Industrial Development. Jakarta Bursa Efek Jakarta 48 Ibid
53
2000.49 Peralihan ekspor manufaktur kepada komoditas olahan menandakan
relevansi yang semakin berkurang dari sektor manufaktur, terutama produk
manufaktur komoditas yang tidak diproses, di pasar ekspor selama terjadinya
ledakan harga komoditas. Hal ini dapat mengarahkan Indonesia kembali kepada
krisis ekonomi tahun 1997 dimana peningkatan sektor finansial tidak diikuti
dengan peningkatan di sektor riil dapat memicu inflasi. Hal ini dikarenakan
cadangan devisa yang besar menyebabkan apresiasi nilai tukar yang artinya
produk domestik relatif lebih mahal di pasar global. Sehingga, daya saing
produk lain, termasuk komoditas manufaktur, akan menurun. Hanya orang-
orang tertentu yang terlibat dalam produksi komoditas yang mendapatkan
keuntungan paling besar dari ledakan komoditas.50 Hal ini yang kemudian
menyabkan ketimpangan pendapatan dan dapat menyebabkan inflasi. Selain itu
pasokan beberapa komoditas yang diandalkan Indonesia untuk ekspor,
misalnya seperti minyak kelapa sawit, tidak menjamin keuntungan Indonesia
yang akan terus berlanjut, meskipun pasokan berlimpah tetap dapat
menyebabkan pelemahan harga begitu permintaannya menurun.
Hal ini terbukti pada awal tahun 2012 dimana Indonesia mengalami defisit
perdagangan dan memburuknya kondisi fundamental ekonomi makro. Hal ini
disebabkan karena konsumsi yang terus meningkat dan permintaan terhadap
barang ekspor yang tinggi tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat. Hal
ini tidak lepas kaitannya dari kebijakan subsidi BBM oleh pemerintah sejak
tahun 2007 yang terus membebani ABPN negara.51 Subsidi BBM yang
diberikan diharapkan mampu mendorong sektor manufaktur tetapi sayang nya
hal tersebut salah sasaran karena masyarakat serta pengusaha masih melihat
kelapa sawit dan batu bara sebagai komoditas yang menjanjikan. Sehingga saat
ledakan harga komoditas berakhir pada tahun 2011, neraca perdagangan
49 World Bank. 2014. Revitalizing Productivity in the Manufacturing Sector in Indonesia.
Presentation at the second roundtable, Job Policy Forum, 50 Rahmawaty, Anna. 2017. Potential commodities boom: Harmful for income inequality. Jakarta.
The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/academia/2017/06/06/potential-commodities-
boom-harmful-for-income-inequality.html diakses pada 4 September 2019 51 Haryanto, Joko Tri. 2015. Reformasi Kebijakan Subsidi BBM. Jakarta. Kementerian Keuangan. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/reformasi-kebijakan-subsidi-bbm/
diakses pada 5 September 2019
54
Indonesia tidak kuat menahan tekanan terhadap ekonomi makronya. Sementara
itu, ekspor manufaktur dan jasa tidak dapat mengompensasi ekspor komoditas
yang lemah. Melalui pertengahan 2012 sebagian besar penurunan berasal dari
surplus perdagangan nonmigas yang menyusut dengan cepat, diikuti oleh
peningkatan defisit minyak. Pada 2013 akun modal telah melemah dan neraca
pembayaran mengalami defisit. Cadangan internasional menurun dan rupiah
masih terdepresiasi terhadap dolar AS.52
Akhir dari ledakan harga komoditas pada awal tahun 2012 terjadi karena
perlambatan ekonomi China di tahun 2011 yang dipengaruhi krisis ekonomi
Uni Eropa. Hal ini disebabkan krisis hutang Yunani yang kemudian menyebar
ke Irlandia dan Spanyol. di tahun 2012 dan 2013. Kawasan Eropa sebagai pasar
terbesar China, yang saat ini sedang mengalami krisis, otomatis ikut
mempengaruhi perlambatan ekonomi China dan menyebabkan China harus
mengubah strategi ekonomi nya dan mulai mengurangi impor. Hal ini yang
kemudian mempengaruhi negara-negara yang ekspor utamanya merupakan
komoditas dan sedang menikmati ledakan harga komoditas. Akibat dari
berhentinya tren harga komoditas ini, negara yang menikmati ledakan harga
komoditas ikut merasakan penurunan nilai perdagangan pada tahun 2011
termasuk Indonesia.53 Penurunan harga ini disebabkan karena permintaan
terhadap produk-produk di atas mulai menurun sehingga menyebabkan
harganya punikut menururun. Hal ini pun berpengaruh pada neraca
perdagangan Indonesia dan Jepang dimana pada tahun 2011 mulai terlihat
penurunan nilai perdagangan.
52 World Bank. 2014. Indonesia Economic Quarterly: Hard Choices. Jakarta,
http://www.worldbank.org/content/dam/Worldbank/document/EAP/Indonesia/IEQ-July14-
ENG.pdf (February 2016). 53 Fithria, Irfani . Fithra Faisal Hastiadi. 2015. Perekonomian Indonesia di Tengah bayang-
Bayang Perlambatan Global. FEB UI Quarterly Report.
55
Grafik 5.0 Nilai Ekspor Indonesia ke Jepang dan Nilai Impor
Indonesia dari Jepang
Tahun Nilai Ekspor (USD Thousand)
Nilai Impor (USD Thousand)
Selisih Neraca (USD Thousand)
Nilai EKspor Batu Bara Indonesia ke Jepang
2008 27,743,856 15,129,173 12,614,683 2,077,112
2009 18,574,730 9,843,729 8,731,001 2,191,841
2010 25,781,814 16,965,801 8,816,013 2,801,938
2011 33,714,696 19,436,612 14,278,084 3,760,723
2012 30,135,107 22,767,831 7,367,276 3,558,886
2013 27,086,259 19,284,588 7,801,671 3,238,592
Sumber : Trademap.org
Batu bara ikut mengalami penurunan permintaan dimana nilai ekspor batu
bara Indonesia ke Jepang mengalami penurunan (lihat Grafik 5.0) nilai ekspor
batu bara Indonesia ke Jepang tertinggi adalah sebesar USD 3,760 juta pada
tahun 2011 tetapi kemudian terus mengalami penurunan pada tahun-tahun
selanjutnya. Jepang sendiri bukan merupakan importir terbesar bagi Indonesia
dalam produk sawit, tetapi Jepang merupakan importir terbesar produk migas
Indonesia khususnya gas alam dan batu bara guna menunjang kebutuhan
pasokan energi industri Jepang.
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
35,000,000
40,000,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nilai Ekspor Indonesia keJepang (USD Thousand)
Nilai impor Indonesia dariJepang (USD Thousand)
56
Perlambatan ekonomi global 2012 juga mempengaruhi Jepang karena
terjadi kecenderungan pengamanan portofolio dimana menguatnya mata uang
safe-haven seperti yen karena permintaannya yang terus bertambah. Kondisi ini
akan mengokohkan apresiasi mata uang yen dan mempengaruhi ekspor Jepang
termasuk ekspor Jepang ke Indonesia. Hal ini memperparah kondisi ekonomi
Jepang yang saat itu sedang memulihkan diri akibat dari bencana alam yang
menimpa Jepang di tahun 2011.
4.4.Gempa Bumi Jepang Tahun 2011
Pada Pertengahan tahun 2011 tepatnya tanggal 11 Maret terjadi sebuah
gempa bumi besar dengan skala 9.0 magnitudo (SR) di Jepang yang
menyebabkan lumpuhnya perekonomian Jepang sepanjang tahun 2011.
Dampak kerugian terbesar dirasakan oleh 7 perfektur dari kawasan yang
mengalami kerusakan paling parah di Iwate, Miyagi, Fukushima, Hokkaido,
Aomori, Ibaraki, dan Chiba. Kerugian ekonomi dan pengaruhnya terhadap
neraca perdagangan Indonesia terhadap Jepang dipengaruhi oleh beberapa hal.
Pertama adalah menurunnya perekonomian Jepang akibat dari kerugian yang
disebabkan oleh bencana tersebut. Gempa dan tsunami Jepang menelan
kerugian hingga 2 triliun yen atau sekitar USD 309 miliar. Hancurnya sebagian
wilayah di Jepang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jepang
pada tahun fiskal 2011 hingga 0,5%. Menurut perkiraan resmi dari kantor
pemerintah Jepang, paling tidak diperlukan biaya sebesar 16 triliun yen hingga
25 triliun yen untuk mengganti kerusakan akibat hancurnya perumahan, pabrik-
pabrik dan infrastruktur seperti jalan dan jembatan yang diperkirakan untuk 3
tahun ke depan.54 Kedua adalah meningkatnya kebutuhan industri dalam hal
energi, dimana tercatat 11 dari 50 reaktor nuklir Jepang termasuk reaktor nuklir
Fukushima lumpuh akibat gempa. Akibatnya terjadi pengurangan pasokan
energi listrik negara sebesar 40 persen yang kemudian menuai kecaman publik
yang intens atas berhentinya pembangkit nuklir yang menyebabkan banyak
54 Detik Finance. 2011. Jepang: Kerugian Akibat Gempa dan Tsunami Capai Rp 2.780 Triliun.
Detk.com.https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1599637/jepang-kerugian-akibat-
gempa-dan-tsunami-capai-rp-2780-triliun diakses pada 19 Agustus 2019
57
perusahaan bangkrut yang kemudian mengarahkan kepada tutupnya 22
perusahaan lain pada Mei 2011 dan membuat Jepang harus mengimpor minyak
untuk menggantikan kapasitas pembangkit. Ini menyebabkan rekor defisit
perdagangan. Reaktor nuklir Jepang kembali pulih pada tahun 2013 tetapi
masih harus menjaga keberlangsungan pasokan energi nya sebelum benar-
benar pulih. Ketiga, selain karena gempa yang menyebabkan gagal panen dan
terganggunya rantai distribusi bahan mentah di Jepang, bencana akibat matinya
reaktor nuklir yang mencemari ladang milik masyarakat Jepang memaksa
pemerintah Jepang untuk melakukan impor lebih untuk memenuhi cadangan
makanan dan juga sumber eneregi. 55
Jepang tidak bisa berharap banyak dalam situasi bencana selain melakukan
impor karena saat ini Jepang sedang menghadapi kenaikan harga komoditas
dan kumpulan pekerja yang menua. Selain dariapada tiga hal di atas, neraca
perdagangan Indonesia dan Jepang sendiri dipengaruhi oleh kesadaran para
pengusaha akan pentingnya sebuah skema perjanjian perdagangan bebas dan
seberapa efektif mereka memanfaatkannya.
4.5. Kesadaran Pelaku Usaha dalam Pemanfaatan IJEPA
Setelah 3 tahun diterbitkannya IJEPA pada 2008 terjadi peningkatan
perdagangan Indonesia dan Jepang berdasarkan pangsa SKA (Surat Keterangan
Asal) yakni peningkatan terjadi pada tahun 2009-2011.
55 Amadeo, Kimberly. 2019. Japan's 2011 Earthquake, Tsunami and Nuclear Disaster Economic
Impact on Japan and the Rest of the World. The Balance. https://www.thebalance.com/japan-s-2011-earthquake-tsunami-and-nuclear-disaster-3305662 diakses pada 19 Agustus 2019
58
Tabel 9.0 Pangsa Nilai SKA ekspor Indonesia dalam Perjanjian IJEPA
tahun 2009-2011
Tahun Pangsa Nilai SKA dari
total ekspor ekspor non-
migas Indonesia ke
Jepang
Jumlah form
SKA yang
dikeluarkan
Nilai ekspor
berdasarkan
penggunaan SKA
2009 20,7 % 46.272 USD 2,5 milliar
2010 16,0 % 53.182 USD 2,9 milliar
2011 28,6 % 43.580 (periode
Januari-
September)
USD 3,9 miliar
(periode Januari-
September)
Sumber : Dit. Fasilitasi Ekspor dan Impor, Ditjen Perdagangan Luar
Negeri, Kemendag (2010), diolah Puska Daglu, BP2KP,
Kemendag, 2011.
Tahun 2009 terhadap ekspor non-migas Indonesia ke Jepang dilihat dari
pangsa nilai SKA Form IJ-EPA naik menjadi 20,7%. Pada tahun 2010 turun
menjadi 16%. Kemudian mengalami kenaikan selama periode Januari-
September 2011 sebesar 28,6%,. Pada tahun 2008, Indonesia mengeluarkan
16.226 lembar SKA Form IJ-EPA. Pada tahun 2009 meningkat menjadi
sebanyak 46.272 lembar atau sebesar 185,2% dari tahun sebelumnya. Pada
tahun 2010, naik menjadi 53.182 lembar. Pada periode Januari-September 2011
jumlah mencapai 43.580 lembar, melebihi jumlah penerbitan SKA Form IJ-
EPA pada periode Januari-September tahun 2010 yang hanya sebanyak 39.119
lembar atau naik sebesar sebesar 11,4% pada periode yang sama dari tahun
lalu. Jika dilihat berdasarkan nilainya pangsa nilai SKA pada tahun 2008 adalah
senilai USD 1,7 miliar. Pada tahun 2009 naik menjadi USD 2,5 milliar.
Kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi USD 2,9 milliar. Pada periode
Januari-September 2011 mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar
USD 3,9 miliar atau meningkat sebanyak 115,8% dari periode Januari-
September 2010 yang hanya mencapai USD 1,8 miliar.56
56 Salam, R. Aziza dkk. 2012. Op Cit. Hlm 24-26.
59
Meskipun demikian pemanfaatan SKA Form IJEPA ternyata relatif lebih
rendah dibandingkan dengan kesepakatan perdagangan bebas lainnya yang
telah ditandatangani dan diimpelementasikan Indonesia. Seperti misalnya
pangsa nilai SKA preferensi FTA lain terhadap ekspor non-migasnya
(misalnya, SKA Form AK (AK-FTA) sebesar 63,1%, SKA Form D/ASEAN
Trade In Goods Agreement (ASEAN AFTA) sebesar 40,5%, dan SKA Form E
(AC-FTA) sebesar 23,2%) pada tahun yang sama.57 Penyebabnya adalah
kurangnya pengetahuan para pengusaha akan manfaat dari perjanjian ini. Hal
ini digambarkan dalam data hasil wawancara para pengusaha oleh Kementerian
Perdagangan.
Lebih dari setengah pelaku usaha yang diwawancarai telah mengetahui IJ-
EPA sehingga sangat memahami kesepakatan tersebut, sedangkan sisanya
hanya pernah mendengar dan tidak mengetahui tentang IJ-EPA. Dari segi
pemahaman akan tarif preferensi IJ-EPA sebagaimana diuraikan dalam Grafik
7.0, sebanyak 25,6% pelaku usaha tidak mengetahui tentang adanya tarif
preferensi IJ-EPA dan pemanfaatannya. Ketidaktahuan tersebut disebabkan
oleh ketidakpedulian para pelaku usaha sebagai eksportir akan manfaat tarif
preferensi IJ-EPA. Manfaat keringanan tarif bea masuk preferensi IJ-EPA
justru lebih banyak dinikmati oleh pihak pembeli atau importir dari Jepang.
57 Ibid
60
Grafik 6.0 Pemahaman IJ-EPA, Tarif Preferensi IJ-EPA, dan Persyaratan
dan Prosedur Penerbitan SKA Form IJ-EPA
Sumber: Data Primer Kemendag (2011) diolah oleh Puska Daglu, BP2KP,
Kemendag, 2011
Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Fasilitasi Impor Kementrian
Perdagangan, dari pelaku usaha yang menjadi responden sebanyak 23,1%
mengindikasikan ketidaktahuan pelaku usaha terkait persyaratan dan prosedur
penerbitan SKA Form IJ-EPA. Terdapat beberapa alasan yang
melatarbelakangi ketidaktahuan mereka yakni para pengusaha telah terbiasa
menggunakan jasa perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) dalam
penerbitan SKA Form IJ-EPA; Sedangkan alasan lainnya adalah masih adanya
importir dari Jepang yang menginginkan penggunaan SKA Form A dan tarif
bea masuk untuk produk tertentu yang telah 0% sebelum
diimplementasikannya IJ-EPA. SKA Form A adalah surat keterangan asal non
preferensi Generalized System of Preferences (GSP). Penerbitan SKA Form IJ-
EPA sendiri membutuhkan waktu paling tidak satu hari kerja dengan biaya
penggantian aplikasi SKA Form IJ-EPA sebesar Rp. 5.000,-. Selain hal-hal
yang disebutkan di atas, terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi
61
kurangnya pemahaman pelaku usaha mengenai perjanjian dan mengenai SKA
IJEPA. 58
Faktor pertama adalah kurangnya SDM yang memiliki pemahaman penuh
tentang SKA IJEPA. Hal ini menjadi masalah baik bagi Instansi Penerbit SKA
(IPSKA) yang telah melakukan otomasi secara online maupun IPSKA yang
masih melakukan penerbitan SKA Form IJ-EPA secara manual. Selain itu
masalah pajak seperti struktur biaya dalam SKA form IJ-EPA juga menjadi
hambatan bagi sebagian pelaku usaha. Dengan adanya pencantuman struktur
biaya akan berpengaruh terhadap pajak yang harus pelaku usaha bayarkan
kepada negara.59
Faktor kedua adalah pemilihan kode HS (Harmonized System) yang sesuai
untuk dicantumkan dalam aplikasi SKA Form IJ-EPA yang membingungkan
para pelaku usaha.60 Hal teknis ini lebih cenderung kepada kesalahan
komunikasi dimana terkadang importir Jepang meminta para pelaku usaha
untuk mencantumkan kode HS nasional Jepang dalam aplikasi SKA Form
IJEPA guna kepentingan tarif preferensi IJ-EPA, sedangkan para pelaku usaha
sendiri memiliki pengetahuan yang minim tentang HS Code. Di samping itu,
keterbatasan pengetahuan para responden dan petugas IPSKA menjadi
penyebab lain dalam penentuan kode HS yang tepat. Dalam mengatasi
permasalahan perbedaan kode HS dan pemilihan kode HS yang tepat, maka
selama ini digunakan kode HS nasional Indonesia dalam aplikasi SKA Form
IJEPA.61
Faktor yang terakhir adalah minimnya sosialisasi mengenai fasilitas IJ-
EPA. Hal tersebut dirasakan oleh 20,5% responden yang menganggap kendala
dalam proses penerbitan SKA Form IJ-EPA diakibatkan karena kurangnya
pengetahuan para pelaku usaha terkait perjanjian ini termasuk pengetahuan
58 Salam, R. Aziza dkk. 2012. Op Cit. Hlm 29. 59 Ibid 60 HS Code adalah sandi yang digunakan sebagai sandi komoditas perdagangan dengan skala
internasional sehingga terdapat kemudahan dalam melakukan klasifikasi produk. 61 Ibid
62
tentang adanya perjanjian ini, tarif preferensi dan persyaratan penerbitan SKA.
62
4.6. Keunggulan Komparatif Perdagangan Indonesia-Jepang dalam
IJEPA
Indonesia dan Jepang telah menjalin hubungan dagang sejak lama bahkan
sebelum IJEPA dibentuk. Indonesia menjadi pasar Jepang dalam memasarkan
produk-produknya seperti mesin, peralatan mekanis, reaktor nuklir, boiler,
peralatan listrik. Selain itu, Indonesia juga mengimpor banyak produk otomotif
dan transportasi publik seperti mesin bermotor, kereta api atau trem, dan
produk besi dan baja. Jepang juga menjadi negara tujuan nomor satu Indonesia
dalam mengekspor gas alam dan negara kedua tujuan ekspor produk migas
Indonesia seperti minyak mentah dan batu bara serta produk mineral lainnya.
Jepang juga menjadi pasar Indonesia dalam menjual produk pertanian yakni
komoditas karet dan produk perikanan seperti tuna dan komoditas kelautan
lainnya. Jika ini dilihat
Dalam perjanjian IJEPA dan perdagangan Indonesia dan Jepang dapat
digambarkan bagaimana teori keunggulan komparatif berlaku. Meskipun kedua
negara sama-sama tidak memiliki keunggulan mutlak, tetapi keduanya masih
dapat melakukan perdagangan internasional karena memiliki keunggulan
komparatif. Jepang memiliki keunggulan komparatif dari segi produk
manufaktur yang menjadi prioritas impor Indonesia dari Jepang dan Indonesia
memiliki keunggulan komparatif dari produk migasnya yang menjadi prioritas
impor Jepang dari Indonesia.
62 Ibid
63
Tabel 10. Perbandingan Ekspor Indonesia ke Jepang dan Impor
Jepang dari Dunia Berdasarkan Komoditas yang sama
Ekspor Indonesia ke Jepang (US Dollar thousand)
Produk 2009 2010 2011 2012 2013
Bahan bakar fosil,
minyak mentah,
batu bara (migas)
8,788,994 12,087,310 19,145,925 16,510,657
14,240,709
Bijih, terak dan
abu
2,152,519 2,984,240 1,195,241
1,069,257 1,017,388
Nikel 581,342 1,430,850 1,213,784 987,241 928,592
Mesin dan
peralatan listrik
912,247 1,233,340 1,223,474 1,336,582 1,310,268
Karet 727,384 1,232,636 2,078,758 1,512,353 1,336,880
Impor Jepang dari Seluruh Dunia (US Dollar thousand)
Bahan bakar fosil,
minyak mentah,
batu bara (migas)
152,48,996 199,138,617 274,651,704 302,532,031 281,585,332
Bijih, terak dan
abu
20,086,810 32,065,373 38,873,411 35,467,093 32,122,611
Nikel 1,650.023 3,116,538 3,468,131 2,624,345
2,410,547
Mesin dan
peralatan listrik
64,897,332 86,420,642 92,475,646
96,878,439 96,790,538
Karet 3,456,297 5,395,608 7,581,513 6,383,177 5,405,319
Sumber : Tradeap.org
Jepang dan Indonesia sama-sama memproduksi barang yang mereka impor
satu sama lain. Indonesia sendiri bukan satu-satunya negara yang mengekspor
gas alam dari Jepang. Negara di kawasan Timur Tengah merupakan asal impor
produk migas terbesar bagi Jepang. Tetapi hal tersebut tidak berarti tidak dapat
dilakukan perdagangan antara keduanya. Indonesia tetap bisa memasarkan
produk migasnya di Jepang karena Jepang mempertimbangkan kuantitas impor
komoditas yang mereka butuhkan, dalam hal ini migas, sehingga kerjasama
dengan negara lain tetap dapat dilakukan.
64
Tabel 11. Perbandingan Ekspor Jepang ke Indonesia dan Impor
Indonesia dari Dunia Berdasarkan Komoditas yang sama
Ekspor Jepang ke Indonesia (US Dollar thousand)
Produk 2009 2010 2011 2012 2013
Peralatan mesin
dan reaktor nuklir
2,467,840 4,980,028 5,189,837 5,927,988 4,849,149
Kendaraan selain
kereta api atau
trem, dan bagian
dan aksesori
1,474,133
2,980,079 3,637,936 4,443,356 3,145,726
Mesin dan
peralatan listrik
1,226,895 1,932,381 1,860,764
1,974,376 1,718,314
Besi baja 787,418 1,452,958 1,819,930 1,944,900 1,802,794
Barang dari besi
atau baja
419,931 610,587 563,743 769,070 597,517
Impor Indonesia dari Seluruh Dunia (US Dollar thousand)
Peralatan mesin
dan reaktor nuklir
14,723,974 20,019,021 24,728,825 28,429,601 27,290,505
Kendaraan selain
kereta api atau
trem, dan bagian
dan aksesori
3,886,567 5,737,403 7,602,790 9,756,996 7,914,750
Mesin dan
peralatan listrik
11,087,755 15,633,161 18,245,203 18,904,705 18,201,101
Besi baja 4,356,621 6,371,546 8,580,546 10,138,892 9,553,612
Barang dari besi
atau baja
2,784,067 3,451,024 3,573,279 4,889,617 4,747,700
Sumber : Tradeap.org
Sama halnya dengan Jepang, Indonesia tidak hanya mengimpor produk
mesin hanya dari Jepang. Berdasarkan data dari tabel di atas, pada tahun 2011
produk mesin yang diekspor jepang ke Indonesia hanya senilai 5,927 juta USD
dari total impor Indonesia atas produk yang sama dari seluruh dunia dengan
total 28,429 juta USD. Hal ini mengindikasikan, untuk dapat memperoleh
sesuatu, kita pun perlu memberikan sesuatu sebagai gantinya. Hal serupa dapat
diterapkan dalam perdagangan internasional. Saat dua negara sama-sama
65
melihat sebuah kepentingan, maka keduanya akan mencari kesamaan
kepentingan dan membentuk sebuah perjanjian sehingga tercapailah win-win
solution.
Meskipun demikian perdagangan internasional dari kacamata teori
keunggulan komparatif tidak bisa hanya dilihat secara sempit dan hanya
dibatasi oleh perdagangan barang saja. Dalam hal ini, perjanjian IJEPA berbeda
dengan FTA pada umunya karena menerapkan konsep kerjasama ekonomi
(Economy Partnership) dimana perjanjian tersebut melingkupi aspek-aspek lain
dalam perdagangan internasional dan bukan hanya perdagangan barang. Hal
yang paling disoroti disini adalah investasi dan pengembangan kapasitas.
Jepang menilai Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi besar bagi
pasar otomotif Jepang. Selain itu Jepang membutuhkan banyak sumber tenaga
yang murah dan banyak yang diperlukan bagi industrinya. Jepang juga
memerlukan banyak sekali tenaga kerja untuk menggerakan sektor industri
manufakturnya. Hal itu bisa didapatkan di Indonesia, dimana Indonesia masuk
ke dalam daftar negara penghasil batu bara dan gas alam terbesar di dunia dan
salah satu negara dengan penduduk muda terbanyak di dunia. Di satu sisi,
Indonesia membutuhkan Jepang, salah satu alasannya adalah Jepang menjadi
negara pemberi hibah dana terbesar melalui dana ODA (Official Development
Assistance) sejak tahun 1954. Secara kumulatif, bantuan dana yang diberikan
Jepang melalui ODA hingga tahun 2006 adalah senilai USD 29,5 milyar.63
Program ODA sendiri tidak hanya menyediakan dana hibah tetapi juga
kerjasama pengembangan dan pelatihan terhadap SDM negara-negara
berkembang. Selain itu, seperti yang telah dijelaskan di atas, nilai investasi
langsung Jepang di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun awal perjanjian
IJEPA berjalan.
Dengan segala aspek di atas, Jepang menilai perlu dibentuk sebuah
kerangka kerjasama yang dapat mencakup segala hal tersebut. IJEPA hadir
sebagai bentuk perjanjian yang mengatur tidak hanya perdagangan barang
63 Official Development Assistance. Sejarah Bantuan ODA Jepang di Indonesia.
https://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_02.htm diakses pada 29 Oktober 2019.
66
tetapi juga masalah penanaman modal, perpindahan manusia (tenaga kerja),
energi dan sumber daya mineral. Selain itu dalam perjanjian IJEPA terdapat
juga fasilitas USDFS yang diberikan Indonesia bagi Jepang yang
menguntungkan Jepang dan penjualan produk industri manufakturnya yang
mendapat pembebasan tarif. Sedangkan bagi Indonesia, Jepang menawarkan
program MIDEC karena Jepang mengetahui yang paling dibutuhkan Indonesia
adalah bantuan pengembangan SDM dalam bidang industri untuk mencapai
kemandirian ekonomi Indonesia.