BAB SATU

8

Click here to load reader

description

hdr

Transcript of BAB SATU

2

BAB I

PENDAHULUANA. Latar BelakangGangguan jiwa merupakan salah satu masalah yang terbesar di dunia saat ini. WHO (2012) memperkirakan ada sekitar 568 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Menurut American Psychiatric Association (2004), gangguan jiwa adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada seseorang dari berhubungan dengan keadaan distres (gejala yang menyakitkan) atau ketidakmapuan (gangguan pada satu area atau lebh dari fungsi-fungsi penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu. Faktor yang menjadi pencetus gangguan jiwa yaitu genetik, pola asuh untuk membentuk mental serta lingkungan (Saidah, 2007).

Jenis dan karakteristik gangguan jiwa sangat beragam, salah satunya gangguan jiwa yang sering kita temukan dan dirawat yaitu skizofrenia (Maramis, 2008). Sekitar 45% penderita yang masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia dan sebagian besar pasien skizofrenia memerlukan perawatan (rawat inap dan rawat jalan) yang lama (Videbeck, 2008). Data American Psychiatric Association (APA) tahun 2010 menyebutkan, 1% populasi penduduk dunia (rata-rata 0.85%) menderita skizofrenia (Joys, 2011), sedangkan Benhard (2010) menjelaskan angka prevalensi skizofrenia di dunia adalah 1 per 10.000 orang per tahun. Angka prevalensi skizofrenia di Indonesia adalah 0.3 sampai 1 persen, terjadi pada usia 18 sampai 45 tahun, tetapi ada juga berusia 11 sampai 12 tahun. Apabila penduduk Indonesia 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Prabowo, 2010). Diperkirakan ada 450 juta penderita gangguan jiwa tersebar di seluruh dunia termasuk di Indonesia (Danayanti, 2009).Penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010), mencapai 2,5 juta orang dan diperkirakan 60% menderita harga diri rendah. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan, sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat paling tinggi ternyata terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu sekitar 3 dari setiap 1.000 atau 2.7 orang penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat. Dibandingkan dengan Provinsi Riau yang mencapai 0.9 per 1.000 orang penduduk.

Salah satu bentuk gangguan jwa adalah skizofrenia yaitu sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan yang menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang dapat menerima secaa sosial. Klien dengan skizofrenia mempunyai beberapa gejala salah satunya adalah gangguan konsep diri yaitu harga diri rendah (Keliat, 2006). Harga diri rendah merupakan gangguan konsep diri dimana pasien menganggap dirinya rendah, sebanyak 5-7% dari populasi didunia menderita harga diri rendah.Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri (Stuart dan Sundeen, 2005). Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa harga diri rendah adalah sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dalam kepercayaan diri yang gagal mencapai keinginan. Harga diri adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000). Klien dengan harga diri rendah cenderung memiliki tanda dan gejala seperti mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimistis, tidak menerima pujian, penurunan produktivitas, penolakan terhadap kemampuan diri, kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan berkurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk dan bicara lambat dengan nada suara lemah (Fitria, 2009). Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan akuntabilitas RSJ Tampan Pekanbaru, didapatkan diagnosa penyakit (rawat inap) dari bulan Januari sampai Desember tahun 2014, diantaranya rresiko perilaku kekerasan yaitu sebanyak 68,3 %, selanjutnya gangguan persepsi sensori halusinasi yaitu 60,4 %, isolasi sosial yaitu sebanyak 15,9 %, resiko bunuh diri yaitu sebanyak 7,46 %, defisit perawatan diri sebanyak 4,4 %, waham sebanyak 1,60 %, dan harga diri redah kronik sebanyak 1,16 %. Data laporan akuntabilitas RSJ Tampan menunjukkan diagnosa keperawatan jiwa yang banyak ditemukan pada tahun 2014 antara lain, resiko prilaku kekerasan sebanyak 2490 orang, gangguan persepsi sensori: halusinasi sebanyak 1232 orang, isolasi sosial sebanyak 341 orang, resiko bunuh diri sebanyak 271 orang, defisit perawatan diri sebanyak 193 orang, waham sebanyak 183 orang dan harga diri rendah kronis sebanyak 28 orang. Berdasarkan pengumpulan data tanggal 18 Mei 2015 di ruang Sebayang dalam 3 bulan terakhir didapatkan data pasien dengan harga diri rendah yaitu dari total 46 pasien dan 21 orang diantaranya mengalami harga diri rendah kronis dan situasional.Kasus harga diri rendah memerlukan intervensi keperawatan secara holistik, komprehensif dan paripurna. Terapi keperawatan yang diberikan pada klien dengan harga diri rendah dapat berupa terapi individu, terapi kelompok, dan terapi modalitas seperti terapi penghentian pikiran terhadap kemampuan mengontrol pikiran negatif. Terapi penghentian pikiran merupakan salah satu contoh dari teknik psikoterapi kognitif behavior yang dapat digunakan untuk membantu klien mengubah proses pikir (Twistiandayani & Widati, 2013). Penelitian yang dilakukan Rahayuningsih (2007) mendapatkan hasil bahwa sebelum dilakukan terapi kognitif didapatkan rata-rata nilai harga diri responden adalah 8,83 dengan nilai antar 2-19, yang artinya bahwa tingkat harga diri responden berapada pada kondisi harga diri rendah. Setelah dilakukan tindakan terapi kognitif diperoleh nilai rata-rata harga diri responden menjadi 1,66 dengan rentang nilai antara 0-9, yang artinya meskipun masih ada responden yang mengalami harga diri rendah tetpi tampak ada peningkatan harga diri responden. Penelitian tersebut menunjukkan ada perubahan harga diri antara sebelum dan sesudah terapi kognitif atau dari 100% repsonden mengalami harga diri rendah sebelum dilakukan terapi kognitif dan setelah dilakukan terapi kognitif terjadi peningkatan harga diri menjadi harga diri tinggi pada 17 responden (58,6%). Hal ini menunjukkan bahwa terapi kognitif bermanfaat pada klien dengan gangguaan harag diri rendah.

Berdasarkan data dan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukanasuhan keperawatan dan penerapan terapi penghentian pikiran untuk mengontrol pikiran negatif khusus pada pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah di RSJ Tampan Provinsi Riau.B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi penghentian pikiran untuk mengontrol pikiran negatif khusus dalam meningkatkan harga diri pada pasien dengan diagnosa utama Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah.2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah sesuai teori yang ada.

b. Mampu menegakkan diagnosa yang tepat dan sesuai dengan masalah yang dialami pasien.

c. Mampu menyusun rencana keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah

d. Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan yang telah disusun pada pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah

f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang benar dan baik pada pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.

g. Mampu menerapkan evidence based practice: terapi penghentian pikiran untuk mengontrol pikiran negatif khusus pada pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.C. Manfaat

1. Institusi pendidikan

Sebagai studi literatur bagi mahasiswa yang menginginkan pengetahuan tentang pengaruh terapi penghentian pikiran pada pasien yang mengalami harga diri rendah

2. Rumah sakit

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam penanganan dan pemberian asuhan keperawatan khusunya pada pasien dengan harga diri rendah.3. Mahasiswa

Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami harga diri rendah

4. Pasien Meningkatkan produktifitas pasien dengan berkarya untuk kembali kemasyarakat.

D. Metode Pengumpulan Data

Proses pembuatan makalah ini dimulai dari mengidentifikasi masalah utama yang ada di RSJ Tampan khususnya di ruang Sebayang. Selanjutnya, kelompok menentukan atau mengidentifikasi pasien yang akan dikelola dan yang akan mengikuti kegitan terapi penghentian pikiran untuk mengontrol pikiran negatif. Ners muda melakukan pengkajian terhadap 18 pasien yang telah dipilih, sesuai dengan kriteria dari terapi yang akan dilakukan. Setelah pengkajian dilakukan kelompok menentukan masalah utama dan penyebab permasalahan dari tiap-tiap pasien sehingga kelompok dapat menegakkan diagnosa keperawatan sesuai hasil yang didapatkan pada saat pengkajian dan menentukan intervensi keperawatan yang akan dilaksanakan. Kelompok melaksanakan intervensi asuhan keperawatan, implementasi keperawatan serta mengevaluasi semua tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan dari tiap-tiap pasien.

Makalah ini disusun berdasarkan pasien yang telah ditetapkan pada saat mengidentifikasi masalah utama yaitu gangguan konsep diri: harga diri rendah yang terdapat pada ruang Sebayang yang dimulai dari tanggal 18 Mei 2015. Sumber data yang didapat dalam pembuatan makalah ini adalah data primer dan data sekunder yang didapatkan oleh ners muda pada tiap-tiap pasien. Data primer yang diperoleh berdasarkan dari wawancara dan observasi langsung ke pasien sedangkan pada data sekunder yang diperoleh didapatkan ners muda dari status kesehatan pasien, medical record dan tim kesehatan lainnya. Metode pengumpulan data yang digunakan kelompok yaitu dengan wawancara, observasi langsung terhadap pasien mengenai tanda dan gejala yang tampak serta mengidentifikasi klien dengan harga diri kronis dengan format pengkajian mempelajari dokumentasi yang ada hubungannya dengan pasien.1