BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Triangular Theory of Love ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3770/3/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Triangular Theory of Love ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3770/3/BAB...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Triangular Theory of Love Sternberg pada Pasangan Dewasa Awal
yang Berpacaran
1. Pengertian Triangular Theory of Love Sternberg
Cinta merupakan salah satu tema yang selalu menarik untuk dibicarakan
dari dulu hingga saat ini, karena hampir sebagian besar manusia pernah
mengalaminya. Maka tidak heran jika dari generasi ke generasi orang mencoba
mendefinisikan apa itu cinta yang sesungguhnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta adalah:
“1. Suka sekali; sayang benar; 2. kasih sekali; terpikat (antara laki-laki
dan perempuan); 3. ingin sekali; berharap sekali; rindu; 4. susah hati
(khawatir); risau.”
(Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
Dalam Kamus Lengkap Psikologi, love (cinta) adalah:
“1. Satu perasaan kuat penuh kasih sayang atau kecintaan terhadap
seseorang, biasanya disertai satu komponen seksual, 2. Satu sentimen
dengan sifat karakteristik dominan ialah satu perasaan kuat penuh kasih-
sayang/cinta; ditunjukkan oleh kecintaan seseorang terhadap tanah
airnya, 3. (Psikoanalisis) naluri libidinal atau erotis, yang mencari
kepuasan atau pemuasan pada satu objek, 4. (Watson) dengan ketakutan
dan kemurkaan, salah satu dari ketiga emosi primer atau emosi yang
melekat menjadi sifat asli, 5. Dalam penulisan religius, berupa satu
kualitas spiritual dan mistik yang mempersatukan individu dengan
Tuhan.”
(J.P. Chaplin, 2005)
Nevid & Rathus (2005) mendefinisikan cinta sebagai sebuah emosi yang
kuat dan positif, yang melibatkan perasaan kasih sayang dan keinginan untuk
12
bersama dengan atau menolong orang lain. Dijelaskan lebih lanjut oleh Maslow
(dalam Akrom, 2008), bahwa emosi tersebut menjadi sangat penting bagi
kehidupan manusia. Sesungguhnya, cinta merupakan kebutuhan yang penting bagi
manusia, sehingga jika tidak ada cinta maka perkembangan kemampuan manusia
akan terhambat.
Menurut Dariyo (2003) cinta merupakan sutu perasaan emosi yang bersifat
positif yang memiliki pengaruh positif bagi individu. Ahmadi (2002) mengatakan
bahwa cinta merupakan salah satu bentuk dari ketertarikan dua orang yang
berbeda jenis kelamin antar pribadi antara pria dan wanita. Sedangkan Hazam
(dalam Jamal, 2007) menyatakan bahwa cinta merupakan ungkapan perasaan
jiwa, ekspresi hati dan gejolak naluri yang menggelayuti hati seseorang terhadap
kekasihnya. Cintaterlahir dengan penuh semangat, kasih sayang dan kegembiraan.
Cinta hakiki tidak akan dapat dimengerti kecuali dengan sebuah pengorbanan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cinta
merupakan perwujudan afeksi yang kuat terhadap seseorang sehingga
menimbulkan keinginan untuk bersama dan menyejahterakan.
Untuk memahami cinta secara mendalam, Sternberg(1986) mengajukan
sebuah model yang dinamakan teori segitiga cinta (triangular theory of love).
Teori segitiga cinta adalah teori Sternberg yang menyatakan bahwa cinta memiliki
tiga bentuk utama yaitu keintiman, gairah dan komitmen (Sternberg dalam
Santrock, 2002). Aron & Westbay (dalam Baron & Byrne, 2005) menyatakan,
formulasi ini menunjukkan bahwa masing-masing hubungan cinta terdiri dari tiga
komponen dasar yang hadir pada derajat yang berbeda pada pasangan yang
13
berbeda.Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa triangular
theory of love Sternberg merupakan suatu konsep cinta yang dikemukakan oleh
Sternberg, yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga komponen dasar yaitu
keintiman, gairah dan keputusan/komitmen.
2. Komponen-komponen Segitiga Cinta Sternberg
Sternberg (1986) menyatakan bahwa dalam triangular theory of love, cinta
dapat dipahami seperti sebuah segitiga yang masing-masing sudutnya merupakan
komponen cinta. Ketiga komponen ini adalah keintiman (sudut bagian atas dari
segitiga), gairah (sudut bagian kiri dari segitiga), dan keputusan/komitmen (sudut
bagian kanan dari segitiga). Komponen-komponen segitiga cinta Sternberg dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1
Komponen-komponen Segitiga Cinta Sternberg
a. Keintiman (Intimacy)
Komponen keintiman merupakan kedekatan yang dirasakan oleh dua
orang dan kekuatan dari ikatan yang menahan pasangan bersama (Baron & Byrne,
2005). Keintiman mengandung elemen afeksi yang mendorong individu untuk
Gairah
Keintiman
Komitmen
14
selalu memiliki kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Dorongan
ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati,
dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan dengan orang lain yang
tidak dicintai. Hal ini terjadi karena masing-masing individu merasa saling
membutuhkan dan melengkapi satu sama lain, sehingga merasa tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan dan kehadiran pasangan disisinya (Dariyo, 2008). Dengan
kata lain, keintiman merupakan perasaan emosional tentang kehangatan,
kedekatan, dan hal berbagi dalam hubungan (Sternberg dalam Santrock, 2002).
Keintiman berasal dari saling keterikatan yang kuat, sering (intens), dan
beragam bentuknya. Dengan demikian maka keintiman pasangan dicirikan dengan
ikatan yang kuat dan intensitas interaksi yang tinggi dalam beragam bentuk.
Selama tahap awal hubungan, keintiman dimulai dengan tingkat yang rendah
namun akan meningkat dengan cepat ketika pasangan saling berkomunikasi dan
terbuka satu sama lain (Sternberg, 2009). Pasangan yang memiliki derajat
keintiman yang tinggi akan mempedulikan kesejahteraan dan kebahagiaan satu
sama lain, saling menghargai, menyukai, bergantung, dan memahami satu sama
lain (Baron & Byrne, 2005). Menurut Sternberg (2009) komponen keintiman tidak
hanya dapat terjadi pada hubungan romantis melainkan dapat terjadi pada
hubungan cinta terhadap anak-anak, atau cinta terhadap sahabat. Komponen
keintiman merupakan fondasi di setiap jenis hubungan cinta (Sears, 2009).
Sternberg & Grajek (Sternberg, 2009) mengidentifikasi sepuluh komponen
keintiman dalam cinta yaitu :
1. Sangat ingin meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai
15
Seseorang yang dilanda cinta pasti ingin memerhatikan pasangannya dan
berusaha meningkatkan kesejahteraannya. Seseorang mungkin saja
mengorbankan diri demi meningkatkan kesejahteraan orang lain, tetapi
kadang-kadang ada juga harapan yang muncul bahwa perbuatan itu akan
mendapat balasan.
2. Merasakan kegembiraan dengan orang tercinta
Seseorang yang dilanda cinta pasti ingin menikmati kebersamaan bersama
dengan pasangannya. Saat melakukan banyak hal secara bersama-sama,
pecinta akan menikmatinya dan membentuk kenangan-kenangan yang
mungkin akan diingat pada masa-masa sulit dikemudian hari.
3. Menggenggam orang tercinta penuh rasa hormat
Pecinta sangat memikirkan dan menghargai pasangannya. Walaupun para
pecinta mengenali kekurangan dalam diri pasangannya, namun hal ini
tidak akan mengurangi rasa hormat yang diberikan.
4. Mampu mengandalkan orang yang dicintai saat membutuhkan
Para pecinta menginginkan pasangan ada di sisinya saat dibutuhkan.
Ketika dirinya membutuhkan pasangannya, pecinta dapat menghampiri
pasangannya dan mengharapkan bantuannya.
5. Saling memahami
Pasangan kekasih berharap bisa saling memahami. Pasangan kekasih
mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing dan bagaimana
menanggapi kelebihan dan kekurangan tersebut. Mampu memberikan
empati terhadap kondisi emosi pasangan.
16
6. Membagi diri dan harta miliknya dengan orang tercinta
Seseorang rela memberikan diri dan waktunya, seperti juga barang-barang
miliknya kepada pasangan. Para pecinta juga berbagi harta miliknya saat
dibutuhkan dan yang paling penting pecinta bersedia saling berbagi diri.
7. Menerima dukungan emosional dari kekasih
Pecinta akan merasa didukung dan dikuatkan oleh pasangannya terutama
pada masa-masa sulit.
8. Memberikan dukungan emosional kepada orang yang dicintai
Seseorang akan mendukung pasangannya dengan berempati dan
memberikan dukungan emosional terutama pada saat yang dibutuhkan.
9. Berkomunikasi secara lebih intim dengan orang yang dicintai
Seseorang dapat berkomunikasi secara mendalam dan jujur dengan orang
yang dicintainya, berbagi perasaan-perasaan yang paling mendalam.
10. Menghargai orang yang dicintai
Seseorang merasakan betapa pentingnya keberadaan sang kekasih dalam
kehidupnya.
Kesepuluh hal tersebut merupakan beberapa perasaan yang mungkin
dirasakan seseorang sehubungan dengan keintiman cinta. Namun untuk dapat
merasakan pengalaman keintiman, tidak harus merasakan semua komponen di
atas karena dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sternbergdan Susan Grajek
dibuktikan bahwa sesorang akan merasakan pengalaman keintiman jika
merasakan sejumlah komponen-komponen di atas dan jumlahnya berbeda pada
17
setiap individu. Biasanya pengalaman ini tidak dirasakan secara terpisah, namun
sebagai suatu kesatuan (Sternberg, 2009).
Yudisia (2013) menyatakan bahwa keintiman dapat diwujudkan dengan
mengurangi perilakumementingkan diri sendiri, arogan, dan tidak mau
mendengarkan pasangan. Keintiman dapat diekspresikan dengan cara
mengirimkan pesan singkat bermakna cinta, memberi hadiah kejutan meski kecil
atau murah, makan es krim atau kue berdua, menyiapkan teh atau cokelat hangat
bagi pasangan, mentraktir dengan makanan kesukaan, memberi perhatian
istimewa pada orang tua dan kerabat pasangan, mendengarkan pasangan bercerita
dan berkeluh kesah, mendukung hobi pasangan, memahami jadwal kerja,
memahami posisinya di tempat kerja berikut tanggungjawabnya.
b. Gairah (Passion)
Sternberg (dalam Sears, 2009) menyatakan bahwa komponen gairah berisi
dorongan yang menimbulkan emosi kuat dalam hubungan cinta. Dalam suatu
hubungan dekat, daya tarik fisik dan seksual sangat penting. Akan tetapi mungkin
juga ada motif lain, seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima perhatian,
kebutuhan untuk menjaga harga diri dan untuk mendominasi. Dariyo (2008)
mendefinisikan komponen gairah sebagai elemen fisiologis yang menyebabkan
seseorang merasa ingin dekat secara fisik, menikmati/merasakan sentuhan fisik,
ataupun melakukan hubungan seksual dengan pasangan hidupnya. Namun bila
dicermati secara mendalam, gairah juga dapat ditunjukkan dengan sentuhan fisik,
membelai rambut, berpegangan tangan, merangkul, memeluk, mencium atau
hubungan seksual. Ditambahkan oleh Yudisia (2013), bahwa gairah adalah sisi
18
cinta yang membutuhkan pembuktian fisik. Gairah dapat dimunculkan dengan
cara menyentuh jari jemari, menatap mata, memberikan aroma wangi,
berpenampilan menarik, memeluk bahu dan pinggang pasangan.
Hatfield & Walster (dalam Sternberg, 1986) menyatakan bahwa gairah
merupakan suatu keadaan yang secara mendalam membuat seseorang selalu ingin
bersama dengan orang yang dicintainya. Menurut Sternberg (2009) gairah
merupakan ekspresi dari keinginan dan kebutuhan seperti harga diri, pengasuhan,
afiliasi, dominasi, kepatuhan, dan kebutuhan seksual. Ekspresi dari berbagai
kebutuhan tersebut berbeda-beda tergantung pada orangnya, situasi dan jenis
hubungan cinta. Kebutuhan-kebutuhan ini termanifestasi dalam gairah fisiologis
dan psikologis, yang sering kali tak dapat dipisahkan satu sama lain. Maka
komponen gairah tampak sangat bergantung pada daya tarik fisik dan psikologis.
Komponen gairah dalam cinta cenderung berinteraksi dan saling
melengkapi dengan komponen keintiman. Bahkan terkadang gairah dapat
dibangkitkan melalui keintiman. Dalam beberapa hubungan yang melibatkan
lawan jenis, komponen gairah akan muncul dengan cepat dan keintiman akan
mengikuti kemudian. Gairah bisa jadi merupakan hal pertama yang menarik
individu ke dalam suatu hubungan, tetapi keintiman akan membantu dalam
memperkuat hubungan tersebut. Dalam hubungan dekat lainnya, gairah akan
muncul belakangan setelah munculnya keintiman. Terkadang gairah dan
keintiman saling berlawanan. Misalnya dalam hubungan prostitusi, seseorang
mungkin mencari pemenuhan kebutuhan gairah sembari meminimalkan
keintiman. Jadi, walaupun interaksi antara keintiman dan gairah bervariasi pada
19
setiap orang dan situasi, tetapi interaksi antara kedua komponen tersebut nyaris
ditemui dalam sebuah hubungan erat dengan cara apapun(Sternberg, 2009).
Ketika berbicara tentang gairah sebagian besar orang memandangnya
secara seksual, padahal bukan sekedar itu. Akan tetapi, dalam setiap kebutuhan
psikofisiologis dapat dikatakan sebagai pengalaman gairah. Contohnya, seseorang
dengan kebutuhan kasih sayang yang tinggi mungkin akan mendapatkan
pengalaman gairah pada orang yang memberikan kasih sayang padanya
(Sternberg, 2009).
c. Keputusan/Komitmen (Decision/Commitment)
Komponen komitmen merupakan faktor kognitif dalam model segitiga
cinta Sternberg(Baron & Byrne, 2005). Komponen komitmen terdiri atas dua
aspek yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Aspek jangka pendek adalah
keputusan untuk mencintai orang lain. Sementara aspek jangka panjang adalah
komitmen untuk mempertahankan hubungan cinta tersebut. Kedua aspek ini tidak
harus dialami bersamaan. Keputusan individu untuk mencintai seseorang tidak
berarti bahwa individu akan berkomitmen terhadap rasa cinta tersebut, begitu pula
sebaliknya. Namun demikian, keputusan untuk mencintai (jangka pendek)
hendaknya mendahului komitmen (jangka panjang) terhadap suatu hubungan
(Sternberg, 2009). Contoh komponen komitmen adalah adanya keinginan serta
kesungguhan untuk memelihara hubungan meskipun penuh kesulitan dan
pengorbanan (Yudisia, 2013).
Komponen komitmen merupakan komponen cinta yang dapat
mempertahankan suatu hubungan ketika hubungan tersebut mengalami pasang
20
surut. Komponen ini sangat penting untuk melalui saat-saat sulit dan untuk
kembali mencapai masa yang lebih baik (Akrom, 2008). Tidak seperti keintiman
dan gairah, komitmen meningkat dengan lambat pada awal hubungan. Seiring
berjalannya waktu, ketika pasangan memiliki tujuan jangka panjang maka
komitmen akan terus bertambah (Sternberg, 2009).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Dariyo (2008), bahwa komitmen yang sejati
ialah komitmen yang berasal dari dalam diri yang tidak akan pernah pudar/luntur
walaupun menghadapi berbagai rintangan, godaan atau ujian berat dalam
kehidupan perjalanan cintanya. Adanya rintangan, godaan atau hambatan justru
menjadi pemicu bagi masing-masing individu untuk membuktikan ketulusan cinta
terhadap pasangannya. Komitmen akan terlihat dengan adanya upaya-upaya
tindakan cinta (love behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya, rasa
diterima, merasa berharga, dan merasa dicintai oleh pasangannya. Dengan
demikian, komitmen akan mempererat dan melanggengkan kehidupan cinta.
Komponen komitmen berhubungan dengan komponen keintiman dan
gairah. Bagi sebagian besar orang, komponen komitmen berasal dari kombinasi
antara keintiman dan gairah penuh hasrat. Akan tetapi, keterlibatan yang intim dan
gairah penuh hasrat juga dapat diakibatkan oleh komitmen, misalnya pada
pasangan yang dijodohkan. Dalam hubungan seperti ini, individu akan
menemukan bahwa keintiman dan gairah yang dirasakan timbul akibat komitmen
kognitif terhadap hubungan yang sedang dijalani. Oleh karena itu, rasa cinta dapat
berawal dari komponen komitmen (Sternberg, 2009).
21
Ketiga komponen dalam cinta tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda.
Perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1
Sifat-Sifat Komponen Cinta
Sifat Keintiman Gairah Komitmen
Stabilitas Cukup Tinggi Rendah Cukup Tinggi
Daya Kontrol Kesadaran Cukup Rendah Tinggi
Kepentingan Berdasarkan
Pengalaman
Variatif Tinggi Variatif
Tingkat Kepentingan Dalam
Hubungan Jangka Pendek
Cukup Tinggi Rendah
Tingkat Kepentingan Dalam
Hubungan Jangka Panjang
Tinggi Cukup Tinggi
Kesamaan Dalam Hubungan
Percintaan
Tinggi Rendah Cukup
Kehadiran Psikofisiologis Cukup Tinggi Rendah
Kerentanan Terhadap
Kesadaran
Cukup Tinggi Tinggi Cukup Tinggi
Penjelasan pada Tabel 1 dapat diilustrasikan sebagai berikut, contohnya
dalam hubungan percintaan komponen keintiman dan komitmen merupakan
komponen yang cenderung stabil, sementara komponen gairah dinilai sebagai
komponen yang cenderung rendah sehingga kurang stabil dan naik turunnya tidak
dapat diprediksi. Setiap orang memiliki kontrol kesadaran yang cukup terhadap
keintiman, tingkat kesadaran yang tinggi terhadap komitmen tetapi hanya sedikit
kontrol kesadaran yang berkaitan dengan gairah. Berdasarkan pengalaman,
seseorang dapat menyadari kemunculan gairah namun tidak bisa sepenuhnya
sadar akan adanya keintiman dan komitmen. Terkadang seseorang merasakan
keintiman yang hangat tanpa menyadarinya bahkan tidak mampu melabelinya.
Hal serupa sering kali terjadi ketika seseorang tidak menyadari seberapa kuat
komitmen yang dimiliki terhadap suatu hubungan, sampai ada seseorang atau
22
suatu peristiwa yang mengganggu atau menjadi pemicu permasalahan dalam
hubungannya tersebut (Sternberg, 2009).
Peran masing-masing komponen cinta berbeda satu dengan yang lainnya,
tergantung pada hubungan cinta yang berlangsung merupakan hubungan jangka
pendek atau jangka panjang. Dalam hubungan yang bersifat jangka pendek,
terutama dalam hubungan romantis, komponen gairahlah yang cenderung
berperan besar, keintiman hanyalah memainkan peran kecil, sementara komitmen
hampir tidak ditemukan. Sebaliknya dalam hubungan jangka panjang, keintiman
dan komitmen biasanya memiliki peran yang sangat besar, sedangkan gairah
hanya berperan kecil dan itu pun kemungkinan akan menurun seiring berjalannya
waktu (Sternberg, 2009).
Keberadaan ketiga komponen cinta ini juga berbeda dalam hal
kemiripannya dengan hubungan-hubungan cinta lainnya. Komponen keintiman
biasanya menjadi inti dari banyak hubungan cinta, entah hubungan itu terhadap
orang tua, saudara sekandung, kekasih ataupun teman dekat. Komponen gairah
cenderung terbatas pada jenis hubungan cinta tertentu, khususnya hubungan yang
romantis. Sementara komponen komitmen dapat bervariasi derajatnya diseluruh
bentuk hubungan cinta. Misalnya, komitmen cenderung lebih tinggi dalam
hubungan orang tua dan anak, tetapi relatif rendah pada hubungan pertemanan.
Ketiga komponen ini juga berbeda jika dilihat dari segi psikofisiologis.
Komponen gairah sangat bergantung pada fungsi psikofisiologis, sementara
komitmen melibatkan fungsi psikofisiologis yang relatif kecil. Adapun
23
komponenkeintiman hanya memasukkan fungsi psikofisiologis dalam kadar
sedang (Sternberg, 2009).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
tiga komponen cinta yang dikemukakan oleh Sternberg yaitu keintiman, gairah
dan komitmen. Keintiman dapat dideskripsikan sebagai elemen afeksi yang
mencakup berbagai perasaan emosional yang menunjang kehangatan, kedekatan,
dan hal berbagi dalam suatu hubungan. Gairah dideskripsikan sebagai elemen
motivasional yang mengarah pada daya tarik fisik dan seksual pada pasangan.
Sedangkan komitmen berdasarkan pada elemen kognitif dan memiliki dua aspek
yang dapat dideskripsikan sebagai suatu keputusan untuk mencintai orang lain
(aspek jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan hubungan cinta
tersebut (aspek jangka panjang). Ketiga komponen cinta ini memiliki sifat yang
agak berbeda. Perbedaan sifat ini cenderung menyoroti beberapa cara dimana
ketiga komponen cinta berfungsi dalam suatu pengalaman cinta pada berbagai
jenis hubungan dekat.
3. Jenis-jenis Cinta Sternberg
Sternberg (2009) menyebutkan bahwa kombinasi dari ketiga komponen
cinta tersebut akan menghasilkan jenis-jenis cinta yang berbeda. Jenis-jenis cinta
ini memiliki perbedaan dalam jumlah komponen yang terlibat dan komponen
mana yang menyusunnya. Jenis-jenis cinta tersebut yaitu:
1. Tidak Ada Cinta (Non Love)
Merupakan jenis hubungan yang terjadi jika tidak terdapat satupun dari
ketiga komponen cinta yang ada. Ini terjadi pada hubungan yang
24
sederhana dan yang terjadi hanya interaksi biasa tanpa ada cinta. Contoh:
perkenalan.
2. Menyukai (Liking)
Jenis cinta yang hanya memiliki komponen keintiman, tanpa gairah dan
komitmen. Terdapat pada hubungan yang berciri pertemanan. Seseorang
akan merasakan kedekatan, saling terikat dan nyaman tanpa adanya gairah
maupun komitmen untuk membentuk hubungan jangka panjang.
3. Cinta nafsu (Infatuation love)
Hanya memiliki komponen gairah tanpa ada komponen keintiman dan
komitmen, biasanya merupakan cinta yang terjadi pada pandangan
pertama. Jenis cinta ini dapat muncul secara cepat dan menghilang dengan
cepat pula. Cinta nafsu dicirikan dengan adanya keterbangkitan
psikofisiologis dan tanda-tanda fisik seperti detak jantung meningkat,
jantung berdebar keras, peningkatan sekresi hormon dan adanya ereksi alat
genital (penis atau klitoris).
4. Cinta Hampa (Empty love)
Jenis cinta ini hanya didasarkan pada komponen komitmen tanpa ada
komponen keintiman dan gairah. Biasanya terdapat pada pasangan yang
telah lama menikah dalam waktu yang panjang, misalnya: terjadi pada
pasangan usia lanjut. Pada jenis cinta ini, pasangan kehilangan keterlibatan
emosional satu sama lain dan juga tidak ada lagi daya tarik fisik. Di
masyarakat tertentu, jenis cinta ini berada diakhir hubungan jangka
panjang. Namun di masyarakat lain, jenis cinta ini mungkin merupakan
25
tahap pertama dari sebuah hubungan jangka panjang. Misalnya, individu
memulai perkawinan dengan komitmen untuk mencintai satu sama lain
atau mencoba mencintai satu sam lain.
5. Cinta Romantis (Romantic love)
Jenis cinta ini merupakan kombinasi antara komponen keintiman dan
gairah, tetapi tidak memiliki komponen komitmen. Sehingga pasangan
yang jatuh cinta romantis ini merasakan saling tertarik secar fisik dan
terikat secara emosional, tetapi tidak mengharapkan hubungan jangka
panjang (pernikahan).
6. Cinta persahabatan (Companionate love)
Merupakan hasil kombinasi dari komponen keintiman dan komitmen tanpa
adanya komponen gairah. Jenis cinta ini pada dasarnya merupakan
pertemanan berkomitmen kuat, bersifat jangka panjang, dan dalam
hubungan perkawinan yang lama ketertarikan fisik tidak akan
menggairahkan lagi.
7. Cinta buta (Fatous love)
Merupakan hasil kombinasi dari komponen gairah dan komitmen tetapi
tidak memiliki komponen keintiman. Cinta ini sulit untuk dipertahankan
karena kurang adanya aspek emosi antar pasangan.
8. Cinta sejati (Consummate love)
Cinta sejati atau cinta sempurna merupakan cinta yang tersusun atas
komponen keintiman, gairah, dan komitmen. Jenis cinta ini merupakan
jenis cinta yang ideal sehingga setiap individu berusaha untuk
26
mendapatkannya. Cinta jenis ini dapat dijumpai dalam hubungan cinta
orang dewasa atau hubungan antara orang tua dan anak (Sears, 2009).
Namun Sternberg (2009) mengungkapkan bahwa hal ini serupa dengan
menurunkan berat badan yang mudah dilakukan dalam waktu sesaat, tetapi
sulit untuk mempertahankan sepanjang waktu. Maka Sternberg (dalam
Yudisia, 2013) mewanti-wanti bahwa memperoleh consummate love
mungkin mudah, tetapi mempertahankannya yang sulit. Sehingga salah
satu cara yang harus diperhatikan adalah mengimplementasikan masing-
masing komponen cinta baik keintiman, gairah, komitmen dalam bentuk
ekspresi dan aksi nyata. Sternberg (dalam Yudisia, 2013) mengatakan
bahwa tanpa ekspresi dan aksi cinta yang besarpun dapat mati.
Rangkuman mengenai jenis-jenis cinta di atas dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2
Taksonomi Jenis Cinta
No Jenis Cinta Keintiman Gairah Komitmen
1 Tidak Ada Cinta - - -
2 Menyukai + - -
3 Cinta nafsu - + -
4 Cinta hampa - - +
5 Cinta romantis + + -
6 Cinta persahabatan + - +
7 Cinta buta - + +
8 Cinta sejati/sempurna + + +
Catatan : tanda (+) menandakan kehadiran komponen dan tanda (-) menandakan
ketidakhadiran komponen.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kombinasi dari
ketiga komponen tersebut membentuk beberapa jenis cinta yaitu tidak ada cinta
(non love), menyukai (liking), cinta nafsu (infatuation love), cinta hampa (empty
27
love), cinta romantis (romantic love), cinta persahabatan (companionate love),
cinta buta (fatous love), dan cinta sejati/sempurna (consummate love).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cinta
Menurut Qayyim (dalam Yusuf, 2005), terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi kualitas cinta seseorang. Jika ketiganya menguat dan sempurna,
cinta akan menjadi kuat dan mengakar. Sebaliknya, jika ketiganya melemah dan
tidak terlalu kuat pada diri seseorang, rasa cinta juga akan semakin berkurang.
Ketiga faktor tersebut, antara lain :
1. Sifat-sifat yang membuat pasangan saling mencintai
Faktor pertama misalnya keelokan tubuh. Faktor ini sifatnya relatif,
pengaruhnya kepada setiap orang berbeda-beda. Seseorang mungkin biasa-
biasa saja melihat pesona kecantikan atau ketampanan seseorang,
walaupun di mata orang yang mencintai, pesona keindahan itu tampak
sempurna. Jadi, orang yang dicintai adalah orang yang paling indah dimata
orang yang mencintai.
2. Perhatian kekasih terhadap sifat-sifat tersebut
Individu telah menyadari sifat apa saja yang menyebabkan rasa cinta pada
kekasihnya. Perhatiannya pada sifat-sifat itu amat menonjol dan
diprioritaskan, mengalahkan perhatiannya pada sifat-sifat lain. Jika sifat
yang menjadi prioritas perhatiannya ini terus dilihatnya, maka individu
akan dapat memaklumi dan mengabaikan sifat-sifat jelek yang dimiliki
kekasihya.
28
3. Pertautan atau kesesuaian sesorang yang jatuh cinta dengan yang
dicintainya
Pertautan jiwa ini merupakan penyebab cinta yang paling kuat. Hal ini
merupakan faktor yang menyatukan jiwa kedua insan yang sedang jatuh
cinta. Pertautan jiwa dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Pertautan asal (dari pencipta), tumbuh karena adanya kesamaan
beberapa karakter dan kepribadian.
b. Pertautan yang tumbuh dari luar, timbul karena adanya suatu
maksud tertentu. Dalam hal ini, seseorang mencintai orang lain
karena ada hal-hal tertentu yang ingin diperoleh dari orang yang
dicintai itu. Misalnya, seseorang mencintai orang lain karena orang
tersebut tampan/cantik, anak pejabat, atau karena ingin memiliki
harta orang yang dicintai.
Kesesuaian karakter dan jiwa dua manusia, pengaruhnya lebih kuat dalam
menimbulkan rasa saling cinta dibandingkan sekedar keindahan tubuh. Jika
seseorang tertarik pada pasangan karena merasa mempunyai kesesuaian karakter,
ketertarikan ini akan tumbuh semakin kuat. Berbeda dengan ketertarikan akibat
kecantikan wajah. Ketertarikan ini akan mudah luntur seiring dengan lunturnya
kecantikan tersebut.
Menurut Soloski, Pavkov, Sweeney dan Wetchler (2013), terdapat
berbagai faktor yang mempengaruhi cinta yang berhubungan dengan kepuasan
suatu hubungan antara lain : faktor pengalaman, hubungan dengan orang tua
29
dimasa kecil, jenis kelamin, ras, kondisi ekonomi, religiusitas, dan lama
hubungan.
Selain itu dalam penelitiannya, Tung (2007) menemukan beberapa faktor
yang mempengaruhi komponen cinta, seperti :
1. Jenis kelamin, terdapat perbedaan komponen cinta antara priadan wanita.
2. Lama hubungan, keintiman pada pasangan yang sudah menikah dan pada
pasangan yang menjalin hubungan lebih dari dua tahun tidak menunjukkan
perbedaan, tetapi berbeda bila dibandingkan dengan pasangan yang baru
dua tahun atau kurang.
3. Tahapan hubungan, komitmen menunjukkan perbedaan yang jelas di tahap
hubungan, dari kencan, berencana untuk menikah dan menikah.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa cinta
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : sifat-sifat yang ada pada diri pasangan
yang membuat sepasang kekasih saling mencintai, kesesuaian diri dengan
pasangan, pengalaman individu, hubungan dengan orang tua dimasa kecil, jenis
kelamain, ras, kondisi ekonomi, religiusitas, lama hubungan, dan tahapan dalam
suatu hubungan.
5. Dewasa Awal yang Berpacaran
Salah satu periode transisi yang paling penting dalam perkembangan hidup
seseorang adalah ketika remaja berkembang ke periode dewasa, periode transisi
ini dikenal dengan masa dewasa awal. Periode ini merupakan perluasan dari masa
remaja dan sebagian lagi merupakan percobaan atas peran dewasa. Eksperimen
dan eksplorasi menjadi ciri khas pada tahapan ini, banyak individu dewasa awal
30
yang masih mengeksplorasi jalur karier yang ingin mereka geluti, identitas yang
mereka inginkan, dan jenis hubungan dekat yang akan dijalani (Arnett, dalam
King 2016).
Periode perkembangan dewasa awal dimulai pada awal usia 20-an sampai
usia 30-an. Menurut Santrock (2012) masa dewasa awal merupakan masa untuk
mencapai kemandirian pribadi dan ekonomi, perkembangan karier, serta bagi
sebagian besar orang adalah masa untuk memilih pasangan, belajar untuk
mengenal seseorang secara lebih dekat, memulai keluarga sendiri dan mengasuh
anak.
Havighurst (Mὅnks dkk, 2014) mengemukakan tugas-tugas perkembangan
dewasa muda, yaitu: mencari dan menemukan jodoh, belajar hidup dengan
suami/istri, mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, mengemudikan rumah
tangga, menemukan kelompok sosial yang cocok, menerima tanggung jawab
sebagai warga negara, dan mulai bekerja. Dari tugas perkembangan di atas, dapat
disimpulkan bahwa tugas terpenting pada masa dewasa awal adalah membangun
hubungan intim dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Erikson,
dimana Erikson meyakini bahwa individu dewasa awal memiliki tugas penting
dalam hal menjalin hubungan intim (King, 2016).
Menurut Erikson (dalam King, 2016) pada masa dewasa awal, individu
menghadapi dilema perkembangan yang melibatkan intimacy versus isolation.
Pada tahap ini, individu akan membentuk hubungan intim dengan individu lain
atau terisolasi dari lingkungan sosial. Jika individu dewasa awal mengembangkan
hubungan pertemanan dan hubungan intim yang sehat dengan pasangan, maka
31
keintiman akan tercapai dan isolasi tidak akan terjadi. Apabila tugas-tugas
perkembangan tercapai dengan sukses, maka akan menimbulkan kebahagiaan dan
keberhasilan dalam menghadapi tugas perkembangan selanjutnya (Mὅnks dkk,
2014).
Salah satu cara penting bagi individu dewasa awal untuk dapat mencapai
keintiman adalah dengan mencari dan menemukan calon pasangan hidup, maka
individu dewasa awal akan cenderung bergonta-ganti pasangan sebelum akhirnya
menentukan calon pasangan hidup yang dirasa cocok (Hurlock, 1992). Maka pada
masa ini, dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan cara berpacaran
(Dariyo, 2008). Bowman (dalam el-Hakim, 2014) mendefinisikan pacaran sebagai
kegiatan bersenang-senang yang dilakukan oleh pria dan wanita yang belum
menikah, dan nantinya hal ini dijadikan dasar yang dapat memberikan pengaruh
timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan. Wasikin (2004)
menyebutkan bahwa pacaran merupakan suatu hubungan antara dua orang yang
berbeda jenis kelamin dan berlangsung atas dasar perasaan cinta. Dijelaskan lebih
lanjut oleh Wasikin (2004), bahwa masa pacaran merupakan masa untuk saling
mengenal secara khusus sehingga ketika berpacaran seseorang akan belajar untuk
mengenal dan memahami karakter, kepribadian, kebiasaan maupun tutur kata
pasangannya. Menurut Havighurst (dalam Widianti, 2006), pacaran adalah
hubungan antara priadan wanita yang diwarnai dengan keintiman dimana
keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui sebagai pacar serta
dapat memenuhi kebutuhan dari kekurangan pasangannya. Kebutuhan itu meliputi
32
empati, saling mengerti dan menghargai antarpribadi, berbagi rasa, saling percaya
dan setia dalam rangka memilih pasangan hidup.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal yang berpacaran
adalah pria dan wanita yang berada pada rentang usia 20 sampai 30 tahun, yang
sedang menjalani suatu hubungan atas dasar perasaan cinta dan belum menikah
serta memiliki tujuan untuk saling mengenal satu sama lain sebagai pertimbangan
sebelum melangkah ketahap yang lebih serius yakni pernikahan.
6. Gambaran Triangular Theory of Love Sternberg pada Pasangan Dewasa
Awal yang Berpacaran
Salah satu kelompok yang tidak terlepas dari masalah cinta adalah individu
yang berada pada masa dewasa awal (Antonucci dalam Irmawati dan Saragih,
2005). Masa dewasa awal merupakan periode perkembangan yang dimulai pada
awal usia 20-an sampai dengan usia 30-an (Santrock, 2012). Pada masa ini,
individu dewasa awal memiliki beberapa tugas perkembangan yang juga dibarengi
dengan kematangan fungsi seksual (Simandjuntak & Pasaribu, 1984). Tugas
perkembangan terpenting pada masa dewasa awal adalah membangun hubungan
intim dengan orang lain (Erikson dalam Santrock, 2012), yang nantinya dapat
membantu pencapaian tugas perkembangan lain yaitu untuk menemukan calon
pasangan hidup (Havighurst, Mὅnks dkk, 2002). Jika tugas perkembangan ini
dapat tercapai dengan sukses, maka akan menimbulkan kebahagiaan dan
keberhasilan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan selanjutnya (Mὅnks
dkk, 2002).
33
Salah satu cara yang biasa dilakukan oleh banyak orang khususnya
individu dewasa awal untuk menemukan calon pasangan hidup adalah dengan
cara berpacaran. Bowman (dalam el-Hakim, 2014) menyatakan bahwa pacaran
merupakan suatu hubungan atas dasar perasaan cinta, yang dilakukan oleh pria
dan wanita yang belum menikah serta memiliki tujuan untuk saling mengenal satu
sama lain sebagai pertimbangan sebelum melangkah ketahap yang lebih serius
yakni pernikahan.
Paul dan White (dalam Santrock, 2005) menyebutkan beberapa fungsi
pacaranantara lain (a) pacaran sebagai bentuk rekreasi, (b) sumber status dan
keberhasilan, (c) sarana bersosialisasi, (d) melatih kemampuan untuk bergaul
secara intim, unik dan bermakna dengan lawan jenis, (e) sebagai eksperimen dan
eksplorasi seksual, (f) sarana untuk menjalin persahabatan dalam berinteraksi dan
beraktifitas dengan lawan jenis, (g) sarana pengembangan identitas, (h) sarana
untuk mencari dan memilih calon pasangan hidup. Selain itu, pacaran juga
merupakan sarana untuk mengenal pasangan sebelum memutuskan untuk hidup
bersama. Berdasarkan beberapa fungsi tersebut, dapat disimpulakan bahwa
mencari dan memilih calon pasangan hidup merupakan salah satu fungsi pacaran
yang khas pada masa dewasa awal, hal ini sesuai dengan salah satu tugas
perkembangan dewasa awal yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam Mὅnks
dkk, 2002) yaitu untuk mencari dan menemukan jodoh.
Dalam hubungan berpacaran terdapat perasaan yang disebut dengan cinta,
untuk memahami cinta secara lebih mendalam Robert J. Sternberg merancang
sebuah model yang dikenal dengan Triangular Theory of Love atau teori segitiga
34
cinta. Teori ini menyatakan bahwa cinta mencakup tiga komponen dasar yaitu
keintiman, gairah dan keputusan/komitmen (Baron & Byrne, 2005). Keintiman
dideskripsikan sebagai elemen afeksi yang berperan penting untuk memicu
terjadinya kedekatan, kehangatan dan kepercayaan dalam hubungan. Gairah
dideskripsikan sebagai elemen motivasional yang dapat memicu dorongan yang
mengarah pada percintaan, ketertarikan fisik, dan penyempurnaan seksual.
Sedangkan komitmen berdasarkan pada faktor kognitif yang dideskripsikan
sebagai suatu keputusan untuk tetap mempertahankan suatu hubungan dan setia
pada pasangan (Sternberg, 1986).
Dalam suatu hubungan dekat, perbedaan ketiga komponen cinta ini
cenderung berubah dari waktu ke waktu, sehingga hubungan yang berlangsung
juga ikut berubah. Komponen keintiman dalam hubungan percintaan bukanlah
sebuah perasaan tunggal, melainkan sekumpulan perasaan yang berbeda-beda.
Keintiman merupakan fondasi dari suatu hubungan percintaan, yang bisa jadi
berawal dari pembukaan diri. Pada awal hubungan, setiap pihak benar-benar
merasa tidak pasti mengenai apa yang akan dikatakan, dipikirkan, atau dilakukan
oleh pasangannya, karena tak satupun yang dapat memprediksi hal itu. Pada
umumnya akan terjadi gangguan dan hambatan saat kedua orang tersebut mulai
saling mengenal. Seiring berjalannya waktu, frekuensi gangguan mulai berkurang
karena pasangan mulai saling memahami, perilaku pasangan menjadi lebih mudah
diprediksi, dan menjadi saling tergantung untuk mendapatkan perilaku yang
dilharapkan (Sternberg, 2009).
35
Pada awal hubungan percintaan komponen gairah akan lebih berperan,
biasanya individu akan mengalami gelora hasrat yang disebabkan oleh daya tarik
fisik maupun hal lainnya setelah bertemu dengan seseorang yang ia sukai
(Sternberg, 2009). Hal ini juga dialami oleh individu yang berada pada periode
perkembangan dewasa awal. Tidak bisa dipungkiri bahwa masa pacaran yang
dilalui oleh individu dewasa awal juga tidak terlepas dari dorongan-dorongan
biologis yang dialaminya. Hal ini terjadi karena setelah melewati masa remaja,
individu dewasa awal semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga
dirinya siap untuk melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan
hubungan seksual dengan lawan jenisnya (Dariyo, 2008). Namun untuk sementara
waktu, komponen gairah terkadang ditahan terlebih dahulu karena ditakutkan
dapat merusak hubungan percintaan yang sedang dijalani (Sternberg, 2009).
Sehingga pasangan dewasa awal yang berpacaran cenderung akan memilih
perilaku seksual lain untuk menggantikannya, seperti memberikan sentuhan fisik,
membelai rambut, berpegangan tangan, merangkul, memeluk atau mencium
(Dariyo, 2008).
Perihal keputusan/komitmen dalam sebuah hubungan dekat sebagian besar
bergantung pada kesuksesan suatu hubungan. Umumnya, tingkat komitmen
berawal dari nol ketika individu belum saling mengenal dan jika hubungan
tersebut memiliki tujuan jangka panjang maka perkembangan komitmen akan
bertambah secara perlahan pada saat-saat awal hubungan dan kemudian akan
tumbuh semakin cepat. Komponen komitmen menjadi hal yang esensial untuk
dapat melewati masa-masa sulit dalam suatu hubungan. Komitmen bukanlah
36
pengakuan akan cinta tiada akhir atau jaminan bahwa hubungan sepasang kekasih
akan berlangsung selamannya. Namun komitmen adalah selalu berdua dan tinggal
bersama baik dalam saat susah maupun senang, dan menegaskan kembali pada
diri masing-masing bahwa apapun yang terjadi, hubungan yang tengah dijalani
akan selalu menjadi yang utama (Sternberg, 2009).
Seiring dengan perkembangan psikososial yang semakin kompleks, kini
individu dewasa awal telah mampu membuat suatu keputusan yang stabil
sehingga mampu berkomitmen dengan seorang individu yang paling dicintai
(Dariyo, 2008). Hal tersebut ditunjukkan oleh pasangan dewasa awal yang sedang
berpacaran. Sesuai dengan tugas perkembangan yang sedang dilalui, pada masa
ini individu dewasa awal mulai membentuk relasi akrab dengan orang lain yang
nantinya akan memudahkan individu dewasa awal untuk menemukan jodohnya
dan berakhir pada pernikahan (Havighurst dalam Simandjuntak & Pasaribu,
1984). Menurut Acker & Davis (dalam Tung, 2007) orang-orang yang berencana
menikah memiliki manifestasi komitmen lebih tinggi pada pasangannya.
Ketiga komponen cinta tersebut, masing-masing diekspresikan melalui
suatu tindakan. Tentu saja, tindakan yang menyatakan komponen-komponen cinta
tersebut tidaklah sama antara seseorang dengan lainnya, antara sebuah hubungan
dengan hubungan lainnya, dan antara satu situasi dengan situasi lainnya. Namun,
ekspresi cinta melalui tindakan perlu untuk dilakukan karena memiliki efek yang
baik pada hubungan percintaan (Sternberg, 2009). Putri (2010) menyatakan bahwa
individu yang merasakan ekspresi cinta yang maksimal antara keintiman, gairah
dan komitmen akan lebih menikmati hubungannya saat ini dan cenderung
37
mengharapkan hubungannya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Sedangkan individu yang komponen cintanya bermasalah akan cenderung
memilih hubungan jangka pendek atau dengan kata lain lebih memilih mengakhiri
hubungannya.
Kombinasi dari ketiga komponen cinta tersebut akan membentuk delapan
jenis cinta yang berbeda, hal ini didasarkan pada ada atau tidaknya masing-masing
komponen. Jenis-jenis cinta tersebut yaitu tidak ada cinta (non love), menyukai
(liking), cinta nafsu (infatuation love), cinta hampa (empty love), cinta romantis
(romantic love), cinta persahabatan (companionate love), cinta buta (fatous love),
dan cinta sejati/sempurna (consummate love) (Sternberg, 2009). Jenis cinta yang
paling diinginkan oleh banyak pasangan terutama yang sedang menjalin hubungan
dekat adalah cinta sempurna. Cinta sempurna merupakan cinta ideal yang berasal
dari kombinasi keintiman, gairah dan keputusan/komitmen dalam proporsi yang
seimbang. Cinta sempurna akan menciptakan hubungan yang semakin erat
sehingga keutuhan hubungan akan semakin terjaga (Sternberg, 2009). Cinta jenis
ini merupakan cinta yang terkuat dan paling tahan lama (Dwyer, 2014). Namun
terkadang dalam menjalani hubungan percintaan tidak setiap individu mampu
memenuhi syarat sebuah cinta yang sempurna. Bisa saja hanya terdapat satu atau
dua komponen cinta dalam suatu hubungan. Apabila hanya terdapat satu
komponen cinta yang mendominasi ditakutkan dapat memicu munculnya
permasalahan yang menyebabkan berakhirnya hubungan pacaran yang sedang
dijalani.
38
Pengetahuan akan adanya komponen-komponen cinta, diharapkan dapat
membuat setiap pasangan dewasa awal yang berpacaran mampu mengoptimalkan
ketiga komponen cinta yang ada. Selain itu, Sternberg (2009) berharap agar setiap
pasangan dapat memahami, membangun dan terus memperbaiki hubungannya
sehingga terhindar dari permasalahan.
39
B. Pertanyaan Penelitian
1. Central Question
Central Question dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran
Triangular Theory of Love Sternberg pada pasangan dewasa awal yang
berpacaran ?”
2. Sub Question merupakan pertanyaan untuk memperjelas pertanyaan utama
penelitian, yang disusun berdasarkan komponen-komponen triangular
theory of love Sternberg pada pasangan dewasa awal yang berpacaran
yang meliputi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Apa yang dilakukan selama proses pacaran?
b. Bagaimana kedekatan emosional partisipan terhadap pasangan?
c. Hal apa yang membuat partisipan tertarik pada pasangan?
d. Bagaimana rencana hubungan partisipan dan pasangan dimasa yang
akan datang?
e. Komponen cinta apa sajakah yang dimiliki partisipan dan pasangan?