BAB ll TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan.repository.ump.ac.id/5990/3/DWI AGUNG NUGROHO BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB ll TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan.repository.ump.ac.id/5990/3/DWI AGUNG NUGROHO BAB II.pdf ·...
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan.
Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang berperilaku.
Menurut Kelman (1958) dalam Sarwono (2007) dijelaskan bahwa
perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh,
identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya individu
mematuhi anjuran / instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan
tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sangsi jika dia
tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia
mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan
(compliance). Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya
sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada
pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur/ hilang, perilaku
itupun ditinggalkan.
Perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap
kepatuhan, identifikasi, dan kemudian menjadi internalisasi. Mula – mula
individu mematuhi anjuran atau instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan
tindakan, dan seringkali karena ingin menghindari hukuman atau sanksi
jika tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika
mematuhi anjuran. Tahap ini disebut tahap kepatuhan. Biasanya perubahan
yang terjadi dalam tahap ini sifatnya sementara, artinya tindakan itu akan
dilakukan selama masih ada pengawasan.
11
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
Pada tahap identifikasi, kepatuhan yang timbul dari seseorang
individu disebabkan untuk menjaga hubungan baik dengan individu lain
yang menganjurkan perubahan. Meskipun motivasi untuk mengubah
perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada tahap kepatuhan,
namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku, karena
individu belum dapat mengaitkan perilaku dengan nilai-nilai lain dalam
hidupnya.
Tahap internilitas adalah tahap individu melakukan sesuatu karena
memahami makna dari pentingnya kepatuhan. Perilaku yang baru itu
dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri da diintegrasikan
dengan nilai – nilai lain dari kehidupannya. Perubahan perilaku individu
baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses
internalisasi (Kelman, 1995).
B. Cuci Tangan.
1. Pengertian cuci tangan.
Mencuci tangan merupakan suatu proses yang secara mekanis
melepaskan kotoran dan debu dari kulit tangan dengan menggunakan
sabun biasa dan air, dengan tujuan untuk mencegah infeksi (Depkes,
2007). Mencuci tangan dengan sabun adalah praktik mencuci tangan
yang paling umum dilakukan. Walaupun perilaku mencuci tangan
dengan sabun sudah diperkenalkan sejak lama, dengan tujuan untuk
memutus mata rantai kuman.
Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir
untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan
mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et.al., 2000).
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, mencuci
tangan bertujuan untuk melepas atau membunuh patogen
mikroorganisme, agar tidak terjadi perpindahan mikroorganisme
kepada pasien. Penggunaan air saja dalam mencuci tangan tidak efektif
untuk membersihkan kulit karena air terbukti tidak dapat melepaskan
lemak, minyak, dan protein dimana zat-zat ini merupakan bagian dari
kotoran organik. Karena itu para staf medis, khususnya dokter bedah,
sebelum melakukan operasi diharuskan mensterilkan tangannya
dengan menggunakan antiseptik kimia dalam sabunnya (sabun khusus
atau sabun anti mikroba) atau deterjen. Untuk profesi-profesi ini
pembersihan mikro organisme tidak hanya diharapkan hilang namun
mereka harus bisa memastikan bahwa mikro organisme yang tidak bisa
bersih dari tangan, mati, dengan zat kimia antiseptik yang terkandung
dalam sabun. Aksi pembunuhan mikroba ini penting sebelum
melakukan operasi dimana mungkin terdapat organisme yang kebal
terhadap antibiotik.
Sesuai perkembangan zaman, dikembangkan juga cairan
pembersih tangan beralkohol. Namun apabila tangan benar-benar
dalam keadaan kotor, baik oleh tanah, darah, ataupun lainnya, maka
penggunaan air dan sabun untuk mencuci tangan lebih disarankan
karena cairan pencuci tangan yang berbahan dasar alkohol, walaupun
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
efektif membunuh kuman cairan ini tidak membersihkan tangan,
ataupun membersihkan material organik lainnya. Cuci tangan
menggunakan sabun atau cairan pencuci tangan yang beralkohol sama-
sama efektif dalam membersihkan bakteria-bakteria tertentu. Namun
cairan pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak efektif dalam
membunuh bakteria yang lain seperti e-coli dan salmonela. Karena
alkohol tidak menghancurkan spora-spora namun dengan mencuci
tangan dengan sabun spora-spora tersebut terbasuh dari tangan.
Metode terbaik adalah pada saat keadaan tidak memungkinkan untuk
mengakses air dan sabun, maka cairan pencuci tangan jauh lebih baik
daripada tidak menggunakan apapun.
2. Indikasi cuci tangan.
Pitet et.al. (2009) menganjurkan cuci tangan pada saat keadaan:
a. Ketika tangan terlihat kotor atau terkontaminasi dengan bahan
yang mengandung protein, darah, cairan tubuh lainnya, setelah
menggunakan kamar kecil, dan jika terpapar spora organisme yang
telah terbukti keberadaanya.
b. Setelah kontak dengan cairan tubuh, membran mukosa, luka
terbuka, atau melakukan pembalutan luka.
c. Saat sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, setelah melepas
sarung tangan, sebelum menggunakan perangkat invasif untuk
perawatan pasien, dan jika tangan berpindah melaksanakan
tindakan keperawatan dari situs tubuh terkontaminasi ke tubuh
yang bersih.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
d. Sebelum memegang obat dan menyiapkan makanan.
World Health Organisation (2009) dalam bukunya yang
berjudul Hand hygiene tehnical reference manual : to be used by
health-care workers, trainer, and observers of hand hygiene practices,
menulis lima waktu untuk membersihkan tangan pada tenaga
kesehatan. Lima waktu untuk mencuci tangan pada saat keadaan :
a. sebelum menyentuh pasien.
b. Sebelum melaksanakan tindakan aseptic maupun non aseptic.
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh yang beresiko.
d. Setelah menyentuh pasien.
e. Setelah menyentuh benda di sekitar pasien.
3. Sarana cuci tangan.
Sarana untuk melaksanakan cuci tangan harus menggunakan
air bersih dan mengalir. Air yang bersih yang layak digunakan untuk
cuci tangan tentunya adalah air yang jernih, tidak berbau dan tidak
berwarna. Ada banyak sekali standar kesehatan mengenai air bersih
terutama yang berhubungan dengan air minum dan untuk kesehatan,
termasuk di dalamnya air yang bebas mikroorganisme, bahan kimia,
dan bahan radioaktif. Namun untuk keperluan mencuci tangan bagi
masyarakat awam, maka cukup digunakan kriteria yang disebutkan
yakni jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
Dengan mencuci tangan di air mengalir, maka kotoran dan
kuman akan hanyut terbawa air. Jadi mulai sekarang bila kita makan di
rumah makan atau di warung makan yang ada wastafelnya, sebaiknya
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
cuci tangan di wastafel walaupun di sediakan mangkuk tempat
mencuci tangan di meja. Karena air di mangkuk cuci tangan tidak
mengalir, sehingga bakteri dan virus tetap tergenang di air dan dapat
menempel kembali ke tangan saat cuci tangan.
Cuci tangan sebaiknya dilakukan menggunakan sabun, baik
berupa sabun padat maupun cair. Karena sabun dapat membantu
proses pelepasan kotoran dan kuman yang menempel di permukaan
luar kulit tangan dan kuku. Dengan mencuci tangan yang benar
menggunakan sabun maka kotoran dan kuman akan terangkat dan
dapat membantu mengurangi resiko terinfeksi penyakit.
Seiring perkembangan jaman, cuci tangan tidak hanya
menggunakan air dan sabun saja. Cuci tangan bisa menggunakan
cairan antisepsis yang telah menjadi alternatif untuk membersihkan
tangan dari kuman, karena lebih praktis dari cuci tangan dengan air
dan sabun. Pembersih tangan berbahan dasar alkohol cukup cepat
bekerja dan secara signifikan mengurangi jumlah bakteri pada kulit,
tetapi tidak semua jenis bakteri bisa mati dengan gel pembersih tangan.
Cairan pembersih tangan yang efektif jika mengandung sedikitnya 60
% alkohol. Jadi untuk membersihkan tangan dari kuman hal terbaik
yang dapat Anda lakukan adalah mencuci dengan sabun dan air.
Pemakaian cairan pembersih tangan hanya dilakukan jika tidak
tersedia air dan sabun.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
4. Macam-Macam Cuci Tangan dan Cara Mencuci Tangan
WHO (2005) mengeluarkan pesan kesehatan untuk mencuci
tangan dengan 7 langkah. Dalam pelaksanaan di bidang kesehatan ada
yang mengembangkan dari 7 langkah menjadi 10 langkah mencuci
tangan. Berikut ini adalah cara mencuci tangan yang telah ditetapkan
oleh WHO:
a. Cuci tangan biasa atau cuci tangan 7 langkah.
Cuci tangan biasa adalah proses pembuangan kotoran dan
debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan
memakai sabun dan air mengalir.
1) Peralatan dan perlengkapan
(a) Sabun biasa/ antiseptik.
(b) Handuk bersih atau tisu.
(c) Wastafel atau air mengalir.
2) Prosedur pelaksanaan.
(a) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
(b) Lepas cincin, jam tangan, dan gelang.
(c) Basahi kedua tangan degan menggunakan air mengalir.
(d) Tuangkan sabun secukupnya.
(e) Ratakan sabun pada kedua telapak tangan.
(f) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya.
(g) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
(h) Bersihkan punggung jari dengan gerakan mengunci.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
(i) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan, lakukan sebaliknya.
(j) Bersihkan ujung jari tangan kanan dengan gerakan
memutar pada telapak tangan kiri dan lakukan sebaliknya.
(k) Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan
tangan kanan, dan lakukan sebaliknya.
(l) Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
(m) Keringkan tangan dengan tisu sekali pakai sampai benar-
benar kering.
(n) Gunakan tisu tersebut untuk menutup keran.
Berikut gambar (2.1) cuci tangan biasa atau cuci tangan 7
langkah:
Gambar 2.1 Cara mencuci tangan biasa(7 langkah).
Sumber : Pitet, Allegranzi, dan Boyce (2009).
b. Cuci Tangan Bedah atau cuci tangan 10 langkah.
Cuci tangan bedah adalah menghilangkan kotoran, debu
dan organisme sementara secara mekanikal dan mengurangi flora
tetap selama pembedahan. Tujuannya adalah mencegah
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
kontaminasi luka oleh mikroorganisme dari kedua belah tangan.
Cuci tangan dengan sabun biasa dan air yang diikuti dengan
panggunaan penggosok dengan bahan dasar alkohol tanpa air yang
mengandung klorheksidin menunjukkan pengurangna yang lebih
besar pada jumlah mikrobial pada tangan, meningkatkan kesehatan
kulit dan mereduksi waktu dan sumber daya.
1) Peralatan Dan Perlengkapan
(a) Sabun biasa/antiseptik.
(b) Sikat.
(c) Spon.
(d) Handuk steril / lap bersih dan kering.
(e) Wastafel atau air mengalir.
2) Prosedur Pelaksanaan
(a) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
(b) Lepas cincin, jam tangan dan gelang.
(c) Basahi kedua tangan dengan menggunakan air mengalir
sampai siku.
(d) Gunakan sabun kearah lengan bawah, lakukan hal yang
sama pada sebelah tangan.
(e) Bersihkan kuku dengan pembersih kuku atur sikat lembut
kearah luar, kemudian bersihkan jari hingga siku dengan
gerakan sirkular dengan spon. Ulangi hal yang sama pada
lengan yang lain. Lakukan selama minimal 2 menit.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
(f) Membilas tangan dan lengan secara terpisah dengan air
yang mengalir, setelah bersih tahan kedua tangan mengarah
ke atas sebatas siku. Jangan biarkan air bilasan mengalir ke
area bersih.
(g) Menggosok seluruh permukaan kedua belah tangan, jari
dan lengan bawah dengan antiseptik minimal selama 2
menit.
(h) Membilas setiap tangan dan lengan secara terpisah dengan
air yang mengalir, setelah bersih tahan kedua tangan
mengarah ke atas sebatas siku. Jangan biarkan air bilasan
mengalir ke area tangan.
(i) Menegakkan kedua tangan kea arah atas dan jauhkan dari
badan, jangan sentuh permukaan atau benda apapun.
(j) Mengeringkan tangan menggunakan handuk steril atau
diangin-anginkan. Seka tangan dimulai dari ujung jari
hingga siku. Untuk tangan yang berbeda gunakan sisi
handuk yang berbeda.
(k) Pakai sarung tangan bedah yang steril.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
Berikut gambar mencuci tangan bedah atau cuci tangan 10
langkah:
Gambar 2.2 Cara cuci tangan bedah atau cuci tangan 10 langkah.
Sumber : Pitet, Allegranzi, dan Boyce (2009).
5. Akibat tidak Melaksanakan Cuci Tangan.
Media penyebaran mikroorganisme paling potensial melalui
tangan. Tidak melaksanakan cuci tangan berarti membiarkan
mikroorganisme yang ada di tangan menyebar ketempat lainnya.
Mikroorganisme ini sangat merugikan, karena bias menyebabkan
infeksi.
Infeksi merupakan suatu tindakan perkembangbiakan oleh
organisme asing terhadap organisme inang dan membahayakan inang.
Organisme penginfeksi atau patogen menggunakan sarana yang
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri yang pada akhirnya
merugikan inang. Penyakit infeksi disebabkan oleh mikroba patogen
dan bersifat sangat dinamis. Mikroba bertahan hidup dan berkembang
biak pada reservoir. Reservoir mikroba patogen dapat berupa benda
hidup (manusia dan hewan) maupun benda mati (meja, kursi, tempat
sampah, dll), reservoir juga sebagai tempat hidup dan berkembang
biak bagi mikroba patogen (Darmadi, 2008).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit
dan terjadi pada pasien yang dirawat maupun tenaga kesehatan di
rumah sakit. Infeksi nosokomial menyebar saat pelaksanaan asuhan
keperawatan ataupun tindakan medis yang dilakukan. Perlu di ingat,
rumah sakit adalah gudang mikroba patogen. Penularan infeksi
nosokomial yang berpengaruh di rumah sakit yaitu:
a. Petugas pelayanan medis.
Dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan petugas lainnya
yang berada di rumah sakit.
b. Peralatan medis.
Jarum, respirator, linen, kasa, dan peralatan lain yang ada di rumah
sakit.
c. Lingkungan sekitar.
Ruang perawatan, ruang bersalin, kamar bedah, halaman rumah
sakit, tempat pengolahan lombah, dan tempat sampah.
d. Makanan dan minuman.
Hidangan yang dikonsumsi oleh penderita.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
e. Pasien lain.
Keberadaan pasien lain yang saling berdekatan atau bersama dalam
satu ruang perawatan.
f. Pengunjung maupun keluarga.
Pengunjung dan keluarga bisa sebagai sumber penularan infeksi.
Peranan penting perawat adalah mengetahui prosedur dan
praktik yang paling mungkin menyebabkan infeksi, serta menyadari
factor-factor yangdapat meningkatkan resiko infeksi. Tindakan atau
upaya pencegahan penularan infeksi merupakan tindakan yang utama,
cara pencegahan bisa dilaksanakan dengan memutus rantai penularan.
Rantai penularan merupakan suatu rentetan proses perpindahan
pathogen dari sumber penularan ke pejamu melalui perantara atau
tanpa melalui perantara.
Kasus infeksi nosokomial yang bersumber pada rumah sakit
dan lingkungannya dapat dicegah serta dikendalikan dengan penerapan
kewaspadaan standar, yang diharapkan dapat menurunkan resiko
penularan melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang
diketahui dan sumber yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus selalu dilaksanakan
terhadap semua pasien, dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
Kebersihan tangan merupakan komponen penting dari kewaspadaan
standar, dan merupakan salah satu metode efektif dalam mencegah
penularan pathogen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
Selain kebersihan tangan, pemilihan alat pelindung diri (APD) yang
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
akan digunakan harus didahului dengan penilaian resiko pajanan dan
sejauh mana antisipasi kontak dengan pathogen darah ataupun cairan
tubuh lainnya.macam-macam alat pelindung diri yang disesuaikan
dengan kebutuhannya:
a. Sarung tangan.
Digunakan saat akan bersentuhan dengan bagian tubuh untuk
pemeriksaan, darah, cairan tubuh lainnya, membrane mukosa, dan
kulit yang tidak utuh atau luka. Sarung tangan diganti setelah
selesai satu tindakan ke tindakan yang berikutnya pada pasien yang
sama, ataupun setelah kontak dengan bahan yang beresiko
infeksius. Lepaskan setelah penggunaan selesai dan sebelum
menyentuh benda lainnya yang tidak terkontaminasi. Cuci tangan
sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.
b. Pelindung wajah (mata, hidung, dan mulut).
Pelindung wajah digunakan saat tindakan yang beresiko terkena
kontaminasi udara, percikan darah, dan cairan tubuh lainnya.
Pelindung wajah memiliki dua kombinasi dalam penggunaannya:
a) Berupa masker dan pelindung mata, berguna untuk melindungi
bagian hidung, mulut, dan mata.
b) Pelindung wajah, berguna untuk melindungi seluruh
permukaan wajah.
c. Gaun pelindung.
Digunakan untuk melindungi kulit dan mencegah pakaian terkena
percikan darah, terkena kotoran, dan cairan tubuh lainnya.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
6. Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Kepatuhan Cuci Tangan.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa ada
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaksanaan cuci tangan
pada tenaga kesehatan. Pernyataan itu ditulis di dalam buku yang
berjudul WHO guidelines on hand hygiene in health care (WHO,
2005). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan
yaitu:
a. Jenis Pekerjaan.
WHO menyatakan bahwa dokter dan pembantu perawat
memiliki resiko tidak melaksanakan cuci tangan dibandingkan
dengan perawat(WHO, 2005), Adinma et.al. (2009) yang
melakukan penelitian di Nigeria, menemukan tingkat kepatuhan
perawat lebih tinggi dari dokter.
b. Jenis Kelamin.
WHO (2005) menyatakan bahwa jenis kelamin laki – laki
kurang patuh dalam melaksanakan cuci tangan dibandingkan
dengan jenis kelamin wanita. Wanita memiliki kepatuhan dengan
presentase sebesar 75% dibandingkan dengan laki – laki yang
hanya memiliki presentase 15,2% saja (Adinma et.al.)
c. Tempat Bekerja.
Tenaga kesehatan yang bertugas di ruang perawatan
intensif dan bekerja pada akhir pekan beresiko untuk tidak
melakukan cuci tangan (WHO, 2005).
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
d. Penggunaan Srung Tangan.
Adanya kepercayaan pada tenaga kesehatan yang
menyatakan bahwa, tidak perlu melakukan cuci tangan lagi jika
menggunakan sarung tangan (WHO, 2005).
e. Sarana Cuci Tangan.
Petugas kesehatan tidak melakukan cuci tangan dengan
alasan tidak tersedianya saran cuci tangan. Sarana yang
menyebabkan tidak terlaksannya cuci tangan yaitu, air mengalir,
cairan cuci tangan menyebabkan iritasi, tempat yang tidak nyaman,
tidak ada sabun cuci tangan, dan tidak ada alat untuk
mengeringkannya (WHO,2005). Sarana cuci tangan berupa
kurangnya air menjadi alasan tidak melaksanakan cuci tangan
(Adinma et.al., 2009).
f. Ketersediaan Waktu.
Kurang dan keterbatasan waktu bagi tenaga kesehatan
dalam melaksanakan pelayanan, meningkatkan resiko tidak
melaksanakan cuci tangan (WHO, 2005). Keadaan darurat
memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan
umum (Adinma et.al., 2009).
g. Keadaan Pasien.
Menurut WHO, cuci tangan beresiko tinggi tidak
dilaksanakan jika, keadaan pasien membutuhkan penanganan
segera dan pasien memiliki resiko infeksi penyakit yang rendah
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
(WHO, 2005). Anggapan bahwa keadaan pasien tidak infeksius
menyebabkan penurunan kepatuhan (Adinma et.al., 2009).
h. Pengetahuan.
Kurang pengetahuan tentang pentingnya melaksanakan cuci
tangan bagi tenaga kesehatan, mampu menjadi pemicu resiko
melaksanakan cuci tangan (WHO, 2005).
i. Penyuluhan dan Pemberian Contoh.
Kurangnya pelaksanaan promosi dan kurangya contoh
dalam pelaksanaan prosedur cuci tangan yang benar, menyebabkan
resiko tidak melaksanakan cuci tangan (WHO, 2005).
j. Sikap Terhadap Standar Operasional Prosedur.
Sikap tenaga kesehatan yang tidak setuju dengan Standar
Operating Procedure (SOP), khusunya SOP cuci tangan, beresiko
tidak melaksanakan prosedur cuci tangan yang telah ditetapkan
(WHO, 2005).
k. Faktor Lainnya.
Peningkatan resiko tidak melaksanakan prosedur cuci
tangan dikarenakan oleh, jumlah tenaga kesehatan yang banyak,
sabun yang menyebabkan iritasi, tidak ada sanksi atau imbalan
terhadap pelaksanaan cuci tangan, dan keadaan peraturan
keselamatan tenaga kesehatan yang tidak baik (WHO, 2005).
Adinma et.al. (2009) dalam penelitiannya juga menemukan faktor
lain yang mempengaruhi kepatuhan, seperti; keikutsertaan petugas
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
kesehatan dalam pelatihan, kelalaian petugas, mengganggu
ketrampilan teknis, dan pasien menjadi tidak koperatif.
Menurut Saefudin, et.al. (2006), tingkat kepatuhan untuk
melakukan KU (Kewaspadaan Universal), khususnya berkaitan
dengan HIV/AIDS, dipengaruhi oleh faktor individu (jenis kelamin,
jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan), faktor
psikososial (sikap terhadap HIV dan virus hepatitis B, ketegangan
dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap resiko), dan
faktor organisasi manajemen (adanya kesepakatan untuk membuat
suasana lingkungan kerja yang aman, adanya dukungan dari rekan
kerja dan adanya pelatihan).
Smet (1994) mengatakan bahwa keyakinan-keyakinan
tentang kesehatan atau perawatan dalam sistem pelayanan
kesehatan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan
peran dan fungsinya. Sedangkan dukungan sosial berpengaruh
terhadap kepatuhan seseorang. Variabel-variabel sosial
mempengaruhi kepatuhan perawat. Dukungan sosial memainkan
peran terutama yang berasal dari komunitas internal perawat,
petugas kesehatan lain, pasien maupun dukungan dari pimpinan
atau manajer pelayanan kesehatan serta keperawatan.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
Menurut Atkinson (1997) faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan adalah:
a. Norma Sosial
Norma sosial merupakan salah satu faktor yang dapat
menumbuhkan kepatuhan yang cukup besar. Norma sosial
adalah suatu kekuatan pendorong yang lebih besar yang
memaksa seseorang untuk tetap patuh terhadap aturan yang ada.
b. Pengawasan
Pengawasan adalah prosedur atau urut-urutan pelaksaan dalam
merealisasi tujuan badan usaha (Manullang, 1985). Salah satu
faktor yang penting untuk menimbulkan kepatuhan adalah
pengawasan dari pengawas atau atasan. Jika tidak ada
pengawas, maka kepatuhanpun akan menurun. Setiap pengawas
memberikan cara pengawasan atau supervisi yang berbeda-beda
terhadap pekerja. Pengawasan yang baik tidak sekedar
mengawasi tetapi
memberikan perhatian, pengawasan yang teratur, pengarahan,
petunjuk serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh pekerja. Pengawasan yang diberikan pengawas
ini akan menjadi stimulus yang diserap, dipersepsi dan cara-cara
bagaimana informasi diproses mempunyai pengaruh yang
penting pada tingkah laku seseorang (Martinah, 1984).
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
C. Lama Kerja
Robbins (2006) menyatakan bahwa lama kerja merupakan
karakteristik biografis terakhir dalam konsep karakter individu yang
sering dikaji. Berbicara mengenai masa kerja pasti akan berhubungan
dengan senioritas dalam suatu organisasi. Kajian-kajian ekstensif
mengenai hubungan senioritas terhadap produktivitas telah dilakukan,
dan hasilnya adalah ada hubungan positif antara senioritas dan
produktivitas kerja seorang karyawan.
Menurut Siagian (2008) menyatakan bahwa, masa kerja
menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing
pekerjaan atau jabatan.
Lama pengalaman kerja (Years Of Job Experience). Widiastuti
(2003) yang membagi level hierarkis auditor (akuntan publik) menjadi
dua yaitu termasuk kategori senior apabila telah bekerja lebih dari dua
tahun dan yunior di bawah dua tahun. Lama bekerja merupakan
pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam
pekerjaan dan jabatan (Winarsih dan Faizin, 2006).
D. Supervisi
1. Pengertian supervisi
Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi
telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan
supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala
oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, Smith dan
Bem, 1996).
Menurut Arwani (2006) menyatakan bahwa kegiatan supervisi
adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui
aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada
stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari.
2. Manfaat dan tujuan supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh
banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut
(Suarli & Bachtiar, 2009) :
1) Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja.
Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara
atasan dan bawahan.
2) Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja.
Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin
berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga
pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan
dapat dicegah.
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya
dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari
supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah
direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai
dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2008).
3. Prinsip supervisi keperawatan
Agar seorang manajer keperawatan mampu melakukan
kegiatan supervisi secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-
prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut harus memenuhi syarat antara
lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan hubungan
pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif,
memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu
membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus
dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara
objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation),
bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat mengembangkan potensi
atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat kreatif dan
konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan,
dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan ( Arwani, 2006).
Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang
keperawatan (Nursallam, 2007) antara lain:
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen,
keterampilan hubungan antar manusia dan kemempuan menerapkan
prinsip manajemen dan kepemimpinan.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan
dinyatakan melalui petunjuk, peraturan urian tugas dan standard,
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara
supervisor dan perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang
spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi
efektif, kreatifitas dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam
pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan
manajer
E. Pengetahuan.
1. Pengertian pengetahuan.
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007). Proses yang
didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersikap langgeng. Sebaliknya apabila perilaku
tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak
akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
2. Tingkatan pengetahuan.
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut:
a. Tahu (know).
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, dan mendefinisikan (Notoatmodjo, 2003).
b. Memahami (comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan
menyebutkan cotoh menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2003).
c. Analisis (analysis).
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, dan
mengelompokkan (Notoatmodjo, 2003).
d. Aplikasi (Application).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, dan prinsip (Notoatmodjo, 2003).
e. Sintesis (synthesis).
Sintesis menunujuk pada suatu kemampuan untuk
meletakkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau
rumusan yang ada (Notoatmodjo, 2003).
f. Evaluasi (evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaianpenilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada
(Notoatmodjo, 2003).
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2003) adalah:
a. Umur.
Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam
penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal
yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup
seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin
tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau
pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang
diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang
diperoleh dari orang lain.
b. Pendidikan.
Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan
seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan,
sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses
perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat
pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang atau lebih mudah menerima ide-ide dan
teknologi. Pendidikan termasuk peran penting dalam menentukan
kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia dianggap akan
memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
pendidikan yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik
yang menjadikan hidup yang berkualitas.
c. Paparan media massa.
Melalui berbagai media massa baik cetak maupun
elektronik maka berbagai ini berbagai informasi dapat diterima
oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar
media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki.
d. Sosial ekonomi (pendapatan).
Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun skunder
keluarga, status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi
disbanding orang dengan status ekonomi rendah, semakin tinggi
status social ekonomi seseorang semakin mudah dalam
mendapatkan pengetahuan, sehingga menjadikan hidup lebih
berkualitas.
e. Hubungan sosial.
Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan
individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model
komunikasi media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan
individu baik maka pengetahuan yang dimiliki juga akan
bertambah.
f. Pengalaman.
Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasanya
diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses pengembangan
misalnya sering mengikuti organisasi.
4. Sumber-sumber pengetahuan.
Sumber-sumber pengetahuan didapatkan dari beberapa media
antara lain (Notoatmodjo, 2007):
a. Media cetak.
Media cetak merupakan alat bantu untuk menyampaikan suatu
pesan yang sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut :
(1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
(2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam
bentuk kalimat maupun gambar kombinasi.
(3) Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet tapi tidak berlipat.
(4) Flift chart (lembar balik) media penyampaian pesan dalam
bentuk lembar balik, biasanya dalam bentuk buku dimana tiap
lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan lembaran
baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi yang
berkaitan dengan gambar tersebut.
(5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang
memabahas suatu masalah.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
(6) Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan atau
informasi yang biasanya ditempel di tembok-tembok atau di
kendaraan umum.
(7) Foto yang mengungkapkan informasi.
b. Media elektronik.
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan
pesan-pesan atau informasi-informasi berbeda jenisnya, antara
lain: televisi, radio , video, slide, dan film strip.
c. Media papan (Billboard).
Adalah papan yang dipasang ditempat-tempat umum dapat
diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi (Notoatmodjo,
2007).
5. Cara Memperoleh pengetahuan.
Beberapa cara memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2010) adalah sebagai berikut:
a. Cara Tradisional atau cara non ilmiah.
Cara tradisional ini dipakai orang umum untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sebelum ditemukan metode penemuan
secara sistematik dan logis. Cara penemuan pengetahuan pada
periode ini antaralain :
1) Cara coba salah (trial and error).
Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh
manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara
coba-coba.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
2) Secara kebetulan.
Penemuan secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja
ditemukan oleh orang yang bersangkutan.
3) Cara kekuasaan atau otoritas.
Pengetahuan diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan,
baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama
maupunahli ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadi
melalui jalan pikiran
4) Berdasr pengalaman pribadi.
Pengetahuan merupakan sumber pengetahuan, dan
pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan.
5) Cara akal sehat (Common sense).
Akal sehat kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.
Orang tua zaman dulu memberikan hukuman fisik (mencubit
atau menjewer) agar anaknya menurut atau disiplin. Metode ini
sampai sekarang berkembang menjadi teori bahwa hukuman
adalah merupakan metode (meskipun bukan metode yang
terbaik) bagi pendidikan anak.
6) Kebenaran melalui wahyu.
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang
diwahyukan dari Tuhan melalui Nabi. Kebenaran ini harus
diterima dan diyakini oleh pengikut agama yang bersangkutan,
terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi sebagai wahyu,
bukan hasil penalaran atau penyelidikan manusia.
7) Kebenaran secara intuitif.
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat
sekali melalui proses diluar kesadaran, dan tanpa melalui
proses penalaran atau berpikir.
8) Melalui jalan pikiran.
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah
menggunakan jalan pikirannya.
9) Berpikir induksi.
Berpikir secara induksi dalam pembuatan kesimpulan
tersebut berdasarkan pengalaman empiris yang ditangkap oleh
panca indra, kemudian disimpulkan ke dalam suatu konsep
yang mungkin seseorang bisa memahami suatu gejala.
10) Berpikir deduksi.
Aristoteles (384-322 SM) mengembangka cara berpikir ini
ke dalam suatu cara yang disebut silogisme. Silogisme
merupakan bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang
untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik.
b. Cara ilmiah.
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih logis, sistematis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut metodologi penelitian.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
6. Cara pengukuran pengetahuan.
Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur
dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang
ingin kita ketahui, atau kita ukur dengan tingkat-tingkat pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Arikunto (2006 ) tingkat pengetahuan
dikategorikan menjadi 4, yaitu baik (76-100% jawaban benar), Cukup
(56-75% jawaban benar), Kurang (40-55% jawaban benar), dan tidak
baik (<40% jawaban benar).
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
F. Kerangka Teori.
Kerangka teori adalah model konseptual yang menggambarkan
hubungan diantara berbagai macam faktor yang telah diidentifikasikan
sebagai sesuatu hal yang penting bagi masalah (Notoatmodjo, 2010).
Skema 2. 3 Kerangka teori.
Sumber: Modifikasi WHO (2005), Saefudin et. al. (2006) & Adinma et.al (2009).
Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan.
Jenis pekerjaan. Penggunaan
sarung tangan.
Jenis kelamin.
Lama kerja
Keadaan pasien
Pengetahuan.
Saran cuci tangan. Penyuluhan
dan pemberian contoh.
Ketersediaan waktu.
Organisasi manajemen: suepervisi
Sikap terhadap standar operasional prosedur.
Kepatuhan.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
G. Kerangka Konsep.
Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplifikasi dari
kerangka teori atau teori – teori yang mendukung penelitian (Notoatmodjo,
2010).
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar
2.4 berikut.
Gambar 2. 4 Kerangka konsep.
Keterangan :
: yang diteliti.
: yang tidak diteliti.
Variabel dependen
Kepatuhan
Variabel Independent
- Faktor lama kerja.
- Faktor supervisi
- Faktor pengetahuan.
Variabel counfunding.
- Ketersediaan waktu.
- Ketersediaan sarana
- Penggunaan sarung tangan.
- Keadaan pasien.
- Penyuluhan dan pemberian contoh.
- Sikap terhadap standar operasional prosedur.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013
H. Hipotesis.
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga
atau hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat
diuji secara empiris.
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan dua hipotesis, yaitu:
1. Faktor supervisi berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam
melaksanakan SOP cuci tangan.
2. Faktor lama kerja berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam
melaksanakan SOP cuci tangan.
3. Faktor pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam
melaksanakan SOP cuci tangan.
Pengaruh Faktor Jenis..., Dwi Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013