Paper Nugroho

9
KAJIAN KONSENTRASI PARTIKEL DEBU DI DAERAH PEMUKIMAN DENGAN METODE GAUSS (Studi Kasus PT Semen Gresik) Oleh: Nugroho Budi Susilo [12804021] Pembimbing: Dra. Sri Hartati Soenarmo, MSP. Program Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung 2008 Abstrak Pabrik semen adalah industri yang sebagian besar proses produksinya berupa pengecilan ukuran material (size reduction) dan pembakaran (pyroprocessing) sehingga pencemaran terhadap lingkungan yang paling menonjol adalah emisi partikel debu ke udara, baik yang berasal dari emisi peralatan dan aktifitas industri sendiri maupun dari kegiatan transportasi. Salah satu model matematika untuk menganalisa masalah ini adalah Model Gauss. Dalam tugas akhir ini, model tersebut akan direpresentasikan dalam program komputer yang dibuat dengan Matlab 7. Analisis dilakukan pada data yang sesuai dengan data ambient yang didapat. Kenaikan kepulan dan konsentrasi hasil verifikasi simulasi dengan data lapangan tanggal 7 Maret dan 20 September 2006 dengan persaman Briggs lebih akurat daripada Holland. Besarnya kesalahan pada simulasi dikarenakan beberapa faktor antara lain sumber emisi pencemar debu hanya ditinjau dari cerobong roller mill, sedangkan faktor topografi dan aktifitas lainya di sekitar pabrik tersebut diabaikan. Selanjutnya akan dikaji tujuh daerah pemukiman di sekitar pabrik untuk mengetahui konsentrasi debu pada 7 Maret, 27 Juni, 20 September dan 19 Desember 2006. Daerah yang mendapatkan konsentrasi debu terbesar dibandingkan enam daerah lainya, adalah daerah yang berada di area bertiupnya angin. Daerah simulasi dan sekitarnya sampai jarak tertentu bisa dikatakan terkontaminasi debu tapi dalam jumlah yang kecil dan masih berada di bawah ambang batas baku mutu udara ambient. Kata kunci: Model dispersi polutan, Gaussian Model, Plume rise, Briggs, Holland. I. Pendahuluan

Transcript of Paper Nugroho

Page 1: Paper Nugroho

KAJIAN KONSENTRASI PARTIKEL DEBU DI DAERAH PEMUKIMAN

DENGAN METODE GAUSS (Studi Kasus PT Semen Gresik)

Oleh:

Nugroho Budi Susilo[12804021]

Pembimbing: Dra. Sri Hartati Soenarmo, MSP.Program Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung

2008

Abstrak

Pabrik semen adalah industri yang sebagian besar proses produksinya berupa pengecilan ukuran material (size reduction) dan pembakaran (pyroprocessing) sehingga pencemaran terhadap lingkungan yang paling menonjol adalah emisi partikel debu ke udara, baik yang berasal dari emisi peralatan dan aktifitas industri sendiri maupun dari kegiatan transportasi. Salah satu model matematika untuk menganalisa masalah ini adalah Model Gauss. Dalam tugas akhir ini, model tersebut akan direpresentasikan dalam program komputer yang dibuat dengan Matlab 7. Analisis dilakukan pada data yang sesuai dengan data ambient yang didapat.

Kenaikan kepulan dan konsentrasi hasil verifikasi simulasi dengan data lapangan tanggal 7 Maret dan 20 September 2006 dengan persaman Briggs lebih akurat daripada Holland. Besarnya kesalahan pada simulasi dikarenakan beberapa faktor antara lain sumber emisi pencemar debu hanya ditinjau dari cerobong roller mill, sedangkan faktor topografi dan aktifitas lainya di sekitar pabrik tersebut diabaikan. Selanjutnya akan dikaji tujuh daerah pemukiman di sekitar pabrik untuk mengetahui konsentrasi debu pada 7 Maret, 27 Juni, 20 September dan 19 Desember 2006.

Daerah yang mendapatkan konsentrasi debu terbesar dibandingkan enam daerah lainya, adalah daerah yang berada di area bertiupnya angin. Daerah simulasi dan sekitarnya sampai jarak tertentu bisa dikatakan terkontaminasi debu tapi dalam jumlah yang kecil dan masih berada di bawah ambang batas baku mutu udara ambient.

Kata kunci: Model dispersi polutan, Gaussian Model, Plume rise, Briggs, Holland.

I. Pendahuluan

Di saat standar kehidupan manusia semakin

meningkat dan persaingan taraf internasional telah

mengarah pada perkembangan sektor industri,

manusia berlomba-lomba untuk menciptakan

kemajuan dan inovasi di bidang teknologi. Akan

tetapi hal ini seringkali mengarah pada kerusakan

lingkungan hidup sekitar manusia. Dalam

menciptakan kemajuan-kemajuan tersebut, salah satu

dampak pentingnya adalah berubahnya tingkat

konsentrasi pencemar udara tidak saja di daerah

proyek (dalam hal ini adalah industri semen), tetapi

juga di daerah sekitarnya, akibat adanya pengaruh

dispersi polutan yang ditentukan keadaan meteorologi

dan iklim yang berlaku.

Pabrik semen sendiri adalah industri yang sebagian

besar proses produksinya berupa pengecilan ukuran

material (size reduction) dan pembakaran

(pyroprocessing) sehingga pencemaran terhadap

lingkungan yang paling menonjol adalah emisi

partikel debu ke udara, baik yang berasal dari emisi

Page 2: Paper Nugroho

peralatan dan aktifitas industri sendiri maupun dari

kegiatan transportasi.

Di sisi lain, manusia yang terutama menetap di daerah

sekitar lokasi penambangan dan industri semen,

memiliki ambang batas terhadap konsentrasi polutan

terutama di sini adalah debu, yang mampu ditolerir

oleh tubuh manusia sendiri. Apabila sudah

melampaui ambang batas tersebut, manusia akan

rentan terhadap berbagai penyakit terutama infeksi

saluran pernapasan.

Melihat betapa berbahayanya pengaruh polutan

berupa debu hasil dispersi (penyebaran) cerobong

asap pabrik pada kesehatan manusia dan lingkungan,

timbul pertanyaaan seberapa besar dan seberapa

berbahaya konsentrasi polutan yang dirasakan

manusia yang tinggal di sekitar pabrik. Salah satu

metode penentuan konsentrasi tersebut adalah dengan

suatu model matematika Gaussian Plume Model, atau

Metode Gauss. Pada Tugas Akhir ini, akan dikaji

proses penentuan konsentrasi polutan hasil dispersi

cerobong asap pabrik dengan Metode Gauss

Tujuan tugas akhir dengan menggunakan Model

Dispersi Polutan dari cerobong adalah

memperkirakan dispersi dan distribusi konsentrasi

partikulat debu dari cerobong di daerah pemukiman

penduduk sekitar PT. Semen Gresik Pabrik Tuban.

Sumber emisi partikulat berasal dari sumber tunggal

kontinu yaitu emisi yang berasal dari cerobong roller

mill pada Electrostatic Presipitator saja. Segala

aktifitas transportasi, rumah tangga dan industri tidak

dimasukkan ke dalam model ini.

Simulasi untuk kajian konsentrasi debu akibat

keberadaan Pabrik Semen akan diterapkan pada tujuh

daerah pemukiman di sekitar pabrik, yaitu

Sumberarum, Temandang, Karanglo, Sumberejo,

Kasiman, Margomulyo, dan Tlogowaru

II. Metodologi

Data fisik cerobong diperoleh dari PT Semen

Gresik Pabrik Tuban, yang terdiri dari diameter dan

tinggi cerobong, laju emisi, dan temperatur polutan

saat keluar dari cerobong.

Data meteorologi yang diperlukan untuk masukan

program adalah data arah dan kecepatan angin,

radiasi matahari, temperatur dan tekanan udara

sekitar rata-rata selama sepuluh tahun (1996-2005).

Data meteorologi tersebut didapat dari hasil

pengamatan antara pihak perusahaan dengan Balai

Hiperkes Kota Surabaya, serta data dari BMG

Perak Surabaya. Data konsentrasi partikel debu,

pengambilan sampling dan pengamatan udara

ambient setiap tiga bulan sekali, yaitu pada Maret,

Juni, September, dan Desember.

Gambar 1 Diagram Alir Pengerjaan

Page 3: Paper Nugroho

III. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Hasil simulasi 2006

Pada saat dilakukan simulasi (pada empat waktu yang

berbeda) tepatnya pada 7 Maret, 27 Juni, 20

September, dan 19 Desember 2006 memberikan

Cmaks yang masih jauh di bawah ambang batas baku

mutu udara (khususnya konsentrasi debu), itupun,

Cmaks didapat di daerah persawahan, dan bukan di

daerah pemukiman. Jadi pada saat dilakukan studi

konsentasi debu, daerah pemukiman masih aman dari

gangguan debu. Sehingga dengan ini, bisa dilakukan

simulasi pada saat cerobong mengalami emisi debu

yang besar, dan bisa diketahui daerah mana yang

berpotensi mengalami pencemaran terparah.

Simulasi Maret

Gambar 2 Simulasi 7 Maret 2006

Gambar 3 Windrose rata-rata 10 tahun (1996-2005) Bulan Maret

(sumber: BMG Perak Surabaya)

Tabel 2. Hasil simulasi 7 Maret 2006

Hasil simulasi pada pada 7 Maret 2006 (gambar 2.)

menunjukkan konsentrasi debu terbesar diantara

enam daerah lainya adalah 3,15.10-6 3g

m di daerah

Sumberejo, daerah di selatan pabrik. Karena rata-rata

angin yang berkuasa pada bulan Maret (gambar 3)

bertiup dari utara. Sehingga daerah di selatan pabrik

akan mendapatkan konsentrasi debu yang besar jika

dibandingkan dengan daerah yang berada di sisi lain

pabrik. Sedangkan konsentrasi debu terkecil jika

dibandingkan dengan keenam daerah lainya adalah

daerah Temandang yang berada di sebelah timur

pabrik yaitu sebesar 7,62.10-35 3g

m .

Pada Bulan Maret merupakan Musim Transisi I

(Maret-April-Mei), yaitu transisi dari musim hujan ke

musim kemarau atau Monsun Barat ke Monsun

Timur dan posisi matahari masih berada di selatan

ekuator, sehingga pada saat itu masih dipengaruhi

oleh Angin Monsun Barat. Dan angin rata-rata yang

berkuasa saat itu di daerah studi adalah dari utara,

barat, dan barat laut.

Simulasi Juni

Page 4: Paper Nugroho

Gambar 4 Simulasi 27 Juni 2006

Gambar 5 Windrose rata-rata 10 tahun (1996-2005) Bulan Juni

(sumber: BMG Perak Surabaya)

Tabel 3. Hasil simulasi 27 Juni 2006

Hasil simulasi pada 27 Juni 2006 (gambar 4), pada

tingkat kestabilan B dengan rata-rata arah angin pada

Bulan Juni (gambar 5) yaitu dari arah timur

menunjukkan daerah Kasiman mengalami konsentrasi

debu terbesar (4,47.10-8 3g

m ) jika dibandingkan dengan

dengan keenam daerah lainya. Daerah Kasiman, kira-

kira berada di sebelah barat dari area pabrik, dan

angin rata-rata sendiri bertiup ke arah barat, sehingga

daerah ini berada pada area downwind (arah

bertiupnya angin) dan memiliki konsentrasi debu

yang besar. Sedangkan konsentrasi debu terkecil hasil

simulasi pada 27 Juni 2006 terjadi di daerah Karanglo

yang berada pada arah selatan dari area pabrik dengan

konsentrasi debu 1,90.10-67 3g

m .

Pada Bulan Juni merupakan masa berlaku Monsun

Timur (Juni-Juli,Agustus), dan angin yang berkuasa

saat itu rata-rata adalah angin Monsun Timur, dimana

pada daerah studi dengan rata-rata angin yang

berkuasa pada Bulan Juni adalah Angin Timur, dan

pada saat itu pula daerah studi sedang mengalami

musim kemarau. Angin yang mendominasi adalah

rata-rata dari timur dan tenggara.

Simulasi September

Gambar 6 Simulasi 20 September 2006

Gambar 7 Windrose rata-rata 10 tahun (1996-2005) Bulan

September (sumber: BMG Perak Surabaya)

Tabel 4. Hasil simulasi 20 September 2006

Hasil simulasi pada 20 September 2006 (gambar 4.5),

pada tingkat kestabilan A dengan rata-rata arah angin

yaitu dari arah Timut laut, menunjukkan daerah

Sumberejo yang berada 1607.14 meter di sebelah

Barat Daya dari area pabrik, mengalami konsentrasi

debu terbesar dengan 3,80.10-6 3g

m , sedangkan

Page 5: Paper Nugroho

konsentrasi debu terkecil terjadi di daerah

Temandang yang berada di sebelah timur pabrik

yaitu 1,53.10-8 3g

m . Pada bulan ini, merupakan masa

Transisi II (September,Oktober,November) transisi

dari musim hujan ke musim kemarau atau Monsun

Timur ke Monsun Barat dan posisi matahari hampir

di atas ekuator tetapi masih di Belahan Bumi Utara

(BBU), sehingga pada saat itu masih dipengaruhi oleh

Angin Monsun Timur. Sedangkan pada daerah studi

pada Bulan September, rata-rata selama sepuluh

tahun didominasi oleh angin Timur dan Timur Laut

Simulasi Desember

Gambar 8 Simulasi 19 Desember 2006

Gambar 9 Windrose rata-rata 10 tahun (1996-2005) Bulan

Desember (sumber: BMG Perak Surabaya)

Tabel 5. Hasil simulasi 19 Desember 2006

Simulasi pada 19 Desember 2006 (gambar 4.6)

memberikan konsentrasi maksimum pada daerah

Temandang sebesar 4,41.10-15 3g

m yang berada 5929.2

meter di sebelah timur dari area pabrik. Karena

daerah Temandang adalah tercakup sebagai area

downwind (arah bertiupnya angin) sehingga

konsentrasi debu dirasa paling besar di antara enam

daerah lainya. Sedangkan konsentrasi minimum

(3,57.10-33 3g

m ) pada daerah Kasiman yang berada

2192.98 meter di sebelah Barat Daya dari area pabrik,

dan konsentrasi terkecil kedua setelah Kasiman

adalah Margomulyo yang juga berada di sebelah

Barat daya dari area pabrik sejauh 2083.29 meter

dengan 2,30.10-31 3g

m .

Bulan Desember merupakan bulan dengan dominasi

Monsun Barat yang bersamaan dengan musim

penghujan untuk daerah Jawa, Sumatera bagian

selatan, Bali, dan Nusa Tenggara. Untuk daerah studi

rata-rata angin yang berkuasa selama sepuluh tahun

(1996-2005) pada Bulan Desember berasal dari Barat,

Barat Laut dan Utara. (Gambar 5.4)

IV. Kesimpulan

Pada sumulasi secara keseluruhan pada 2006 di

daerah studi, pada 7 Maret 2006 konsentrasi

maksimum 1,35.10-5 3g

m pada jarak 2100 m dari

cerobong, sedangkan untuk 27 Juni 2006 sebesar

7,16.10-6 3g

m pada jarak 900 m, pada 20

September 2006 sebesar 2,59.10-5 3g

m pada 700

m, dan 19 Desember 2006 dengan 1,59.10-5 3g

m

pada jarak 1500 m. Dari keempat studi tersebut,

konsentrasi maksimum masih berada di bawah

ambang batas udara ambient (26.10-5 3g

m ) dan

berada di daerah persawahan yang masih jauh

dari daerah pemukiman. Sehingga pada saat

Page 6: Paper Nugroho

studi, darah pemukiman tidak berpotensi

mengalami pencemaran udara berupa debu. Dan

bisa juga disimulasikan apabila cerobong

mengalami emisi yang sangat besar, maka bias

diketahui daerah mana yang akan mendapatkan

konsentrasi debu terparah.

Hasil simulasi pada 7 Maret 2006 konsentrasi

debu maksimal 3,15.10-6 3g

m terjadi di daerah

Sumberejo, sedangkan terkecil dialami daerah

Temandang yang berada di sebelah timur pabrik

dengan 7,62.10-35 3g

m . Pada 7 Juni 2006, Kasiman

mengalami konsentrasi debu terbesar (4,47.10-8

3g

m ) dan terkecil daerah Karanglo dengan 1,90.10-

67 3g

m . Untuk pada 20 September 2006, dengan

stabilits A, daerah Sumberejo mengalami

konsentrasi debu terbesar dengan 3,80.10-6 3g

m ,

sedangkan terkecil daerah Temandang 1,53.10-8

3g

m . Pada 19 Desember 2006 konsentrasi

maksimum Temandang sebesar 4,41.10-15 3g

m dan

konsentrasi minimum (3,57.10-33 3g

m ) pada

daerah Kasiman. Dan dari ketujuh daerah

pemukiman tersebut mengalami konsentrasi debu

terbesar di antara enam lainya yaitu pada angin

bertiup ke daerah tersebut (downwind area).

Besarnya kesalahan model dispersi polutan

secara garis besar disebabkan oleh belum

intensifnya proses verifikasi dengan data

sampling lapangan mengingat keterbatasan data

dan waktu. Dengan demikian masih banyak

asumsi yang digunakan dalam model ini yang

harus dikaji kembali meliputi: sumber emisi yang

ditinjau hanya dari cerobong pabrik saja tanpa

memprtimbangkan sumber di sekitar pabrik

tersebut dan diabaikanya faktor topografi

V. Daftar Pustaka

Amirudin (2000), Identifikasi Sebaran Partikulat

dengan Model Dispersi Dua Dimensi dari

Cerobong (Studi Kasus di PT Freeport

Indonesia), Tugas AkhirProgram

Sarjana,Program Studi Meteorologi Institut

Teknologi Bandung.

Beychok, M.R. (2005), Fundamental of Stack

Gas Dispersion, Newport Beach, California.

Georgopoulus, G Panos (2004), An Introduction

to human Exposure Modeling: Atmospheric

Dispersion Modeling, Computational

Chemodynamics Laboratory-Environmental and

Occupational Health Sciences Insitute. New

Jersey.

Prawirowardoyo, Susilo. (1996), Meteorologi,

Penerbit ITB:Bandung

Soedomo, Moestikahadi (2001), Pencemaran

Udara, Penerbit ITB: Bandung.

Soenarmo, Sri Hartati. (1999), Meteorologi

Pencemaran Udara, Penerbit ITB: Bandung.

Tjasyono, Bayong, HK. (2002), Meteorologi

Dinamis, Penerbit ITB, Bandung.

Tjasyono, Bayong, HK. (2004), Klimatologi,

Penerbit ITB, Bandung.

Wark, K., Warner, C.F. (1981), Air Pollution, Its

Origin and Control, Harper & Row, New York.

Page 7: Paper Nugroho

William R. Hogan, G.F. Cooper, M.M. Wagner,

G.L. Wallstrom. (2004), An Inverted Gaussian

Plume Model for Estimating the Location and

Amount of Release of Airborne Agents from

Downwind Atmospheric Concentrations, Journal

The RODS Laboratory, University of Pittsburgh,

Pittsburgh, Pennsylvania.