Jurnal Ariyanto Nugroho

27
HUBUNGAN TEKANAN PANAS, GETARAN, PENGETAHUAN K3 DAN PERASAAN KELELAHAN PEKERJA DI BAGIAN CUTTING DAN SEWING PT. MATARAM TUNGGAL GARMENT YOGYAKARTA INTISARI Ariyanto Nugroho Latar belakang : Pekerja merupakan aset yang penting dalam sebuah perusahaan. Oleh sebab itu kesehatan dan keselamatan karyawan haruslah terjamin. Produktifitas kerja akan terjamin apabila pekerjaan dilakukan dengan cara dan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan serta kondisi pekerja. Lingkungan kerja fisik di antaranya kebisingan, tekanan panas, pencahayaan, serta faktor Pengetahuan pekerja yang akan mempengaruhi kejadian kelelahan pada pekerja. Tujuan penelitian : untuk menganalisis hubungan tekanan panas, getaran, pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan pekerja di bagian Cutting dan Sewing. Metode : Jenis penelitian digunakan survei analitik dangan rancangan cross sectional. Responden penelitian ini sebanyak 288 orang karyawan PT Mataram Tunggal Garment. Variable independen terdiri dari kebisingan, tekanan panas dan pencahayaan diukur di tempat kerja responden. Pengukuran usia, masa kerja dan komunikasi interpersonal dengan kuesioner yang telah diuji sejumlah 19 item pertanyaan. Variabel dependen stres kerja diukur dengan kuesioner stres kerja sejumlah 39 item pertanyaan yang telah diuji. Hasil penelitian diuji korelasi dan regresi dengan Seri Program Statistik 2005 pada α =0,05. Hasil penelitian dan Pembahasan : Ada hubungan antara tekanan panas, getaran, pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan di PT Mataram Tunggal Garment. Kata kunci: Lingkungan Kerja Fisik, Kesehatan Kerja, Komunikasi 20

Transcript of Jurnal Ariyanto Nugroho

Page 1: Jurnal Ariyanto Nugroho

HUBUNGAN TEKANAN PANAS, GETARAN, PENGETAHUAN K3 DAN PERASAAN KELELAHAN PEKERJA DI BAGIAN CUTTING DAN SEWING PT. MATARAM TUNGGAL GARMENT YOGYAKARTA

INTISARI

Ariyanto Nugroho

Latar belakang : Pekerja merupakan aset yang penting dalam sebuah perusahaan. Oleh sebab itu kesehatan dan keselamatan karyawan haruslah terjamin. Produktifitas kerja akan terjamin apabila pekerjaan dilakukan dengan cara dan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan serta kondisi pekerja. Lingkungan kerja fisik di antaranya kebisingan, tekanan panas, pencahayaan, serta faktor Pengetahuan pekerja yang akan mempengaruhi kejadian kelelahan pada pekerja.

Tujuan penelitian : untuk menganalisis hubungan tekanan panas, getaran, pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan pekerja di bagian Cutting dan Sewing.

Metode : Jenis penelitian digunakan survei analitik dangan rancangan cross sectional. Responden penelitian ini sebanyak 288 orang karyawan PT Mataram Tunggal Garment. Variable independen terdiri dari kebisingan, tekanan panas dan pencahayaan diukur di tempat kerja responden. Pengukuran usia, masa kerja dan komunikasi interpersonal dengan kuesioner yang telah diuji sejumlah 19 item pertanyaan. Variabel dependen stres kerja diukur dengan kuesioner stres kerja sejumlah 39 item pertanyaan yang telah diuji. Hasil penelitian diuji korelasi dan regresi dengan Seri Program Statistik 2005 pada α =0,05.

Hasil penelitian dan Pembahasan : Ada hubungan antara tekanan panas, getaran, pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan di PT Mataram Tunggal Garment.

Kata kunci: Lingkungan Kerja Fisik, Kesehatan Kerja, Komunikasi

20

Page 2: Jurnal Ariyanto Nugroho

PENDAHULUANKesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan suatu masalah penting

dalam setiap proses operasional, baik di sektor tradisional maupun sektor modern, khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu kebiasaan ke kebiasaan lain. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya menimbulkan beberapa permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa berbagai akibat buruk, seperti terjadinya ketidaknyamanan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan akibat kerja1. Gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan akibat kerja ternyata disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi, biologis, psikologis dan ergonomi yang terdapat dalam pekerjaan dan lingkungan kerja2. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Salah satunya adalah dengan menyelaraskan ketiga komponen utama dalam K3, yaitu (1) Kapasitas atau kemampuan kerja; (2). Beban kerja; dan (3) Beban tambahan, yaitu lingkungan kerja yang dapat mendukung beban optimal pekerja dalam melakukan pekerjaannya1,3. Apabila ketiga komponen tersebut dalam keadaan serasi dan seimbang, maka dapat diperoleh kesehatan tenaga kerja yang optimal. Sebaliknya bila tidak terdapat keserasian, seperti misalnya lingkungan kerja fisik yang panas dan getaran yang berasal dari aktivitas mesin yang digunakan dapat menyebabkan timbulnya ketidaknyamanan, mempercepat kelelahan, gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja4,5.

Pengaruh tekanan panas dan getaran terhadap pekerja berbeda-beda, tergantung pada kondisi fisik pekerja, frekuensi, lamanya paparan, dan posisi pekerja tersebut berada. Secara umum efek tekanan panas dengan timbulnya kelelahan kerja pada pekerja adalah disebabkan karena tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi panas antara tubuh dan lingkungannya melalui termoregulator sistem. Jika kehilangan cairan dan garam yang berlebihan, maka dapat menyebabkan menurunnya efesiensi otot, mengurangi kelenjar liur, penimbunan asam laktat dalam jaringan, sehingga pengeluaran energi lebih besar, mengakibatkan cepat lelah dan rasa kantuk, menurunnya prestasi kerja pikir, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, dan mengganggu koordinasi syaraf. Sedangkan efek getaran mekanis terhadap tubuh, adalah menimbulkan gangguan kenikmatan, mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan dan gangguan pada anggota tubuh4,6. Hal ini menunjukan bahwa kondisi lingkungan kerja dengan tekanan panas dan getaran yang melebihi nilai ambang batas (NAB) dapat menimbulkan kelelahan kerja, sehingga mengakibatkan kemampuan tenaga kerja untuk bekerja mengalami penurunan.

Karakteristik pekerjaan di PT. Mataram Tunggal Garment, hampir sama dengan karakteristik pekerjaan di industri garmen pada umumnya yaitu  proses material handling (angkat-angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, membutuhkan ketelitian cukup tinggi,  tingkat pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi dengan benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong, terjadi paparan kebisingan dan getaran dari mesin jahit dan peralatan lainnya, paparan panas di berbagai bagian produksi akibat penempatan mesin yang terlalu rapat, ventilasi yang tidak baik, dan alergi kulit serta gangguan pernafasan akibat menjahit beberapa jenis kain yang mempunyai banyak debu kain (floating fiber), dengan sumber bahaya potensial yang ada di industri garment terdapat pada  ruang pemotongan (Cutting), penjahitan (Sewing) dan Finishing. Tetapi dalam

21

Page 3: Jurnal Ariyanto Nugroho

penelitian ini, peneliti hanya akan melihat tinjauan terhadap paparan tekanan panas dan getaran di lingkungan kerja.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan diketahui bahwa pekerja pada bagian Ironing Sewing yang merupakan tempat dengan sumber panas yang cukup tinggi, mengeluh merasakan kepanasan, sering haus, dan berkeringat terus. Dan dari hasil pengukuran awal terhadap tekanan panas dengan menggunakan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) untuk pekerjaan di dalam ruangan dengan beban kerja sedang yang dilakukan secara terus menerus adalah berkisar antara 29,20C (Hasil pemeriksaan Balai Hiperkes, 2003). Hal ini menunjukan bahwa tingkat tekanan panas pada bagian tersebut telah melebihi NAB menurut ACGIH dan Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di tempat kerja untuk pekerjaan di dalam ruangan dengan beban kerja sedang yang dilakukan secara terus menerus, yaitu sebesar 26,70C ISBB.

Selain itu mesin potong dan jahit yang digunakan oleh pekerja pada bagian Cutting dan Sewing di PT. Mataram Tunggal Garment juga dapat memberikan pengaruh yang bersifat mekanis yang diakibatkan dari getaran yang ditimbulkan oleh mesin tersebut. Pengaruh tersebut dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan jenis pemaparannya, yaitu getaran seluruh tubuh (Whole Body Vibration) dan getaran tangan dan lengan (Hand and Arm Vibration).

Dari hasil pengukuran terhadap getaran dengan menggunakan vibration meter, diketahui bahwa paparan getaran pada tangan dan lengan masih dianggap memenuhi syarat NAB menurut Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di tempat kerja yaitu sebesar 4 meter/detik2, sedangkan untuk getaran seluruh tubuh, ternyata telah melebihi kriteria kenyamanan menurut ISO 2631 Tahun 1997, yaitu > 0.315 meter/detik, yang berarti paparan getaran pada seluruh tubuh telah menyebabkan rasa ketidaknyamanan pada pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat diketahui dari kondisi pekerja yang terkadang mengeluh cepat lelah, lesu, gelisah dan selalu menggerakan tubuhnya ketika bekerja, sering merasa sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuhnya, kurang berkonsentrasi dan tidak bergairah dalam bekerja.

Pelaksanaan K3 di PT. Mataram Tunggal Garment masih dirasakan kurang, walaupun dukungan dari pihak manajemen perusahaan telah mendukung terciptanya pelaksanaan K3 di perusahaannya, tetapi keterlibatan pekerja secara menyeluruh dalam pelaksanaan K3 belum maksimal, misalnya beberapa pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) ketika bekerja, dan beberapa pekerja tidak mengetahui apa dan bagaimana makna K3 bagi mereka.

Pengetahuan K3 merupakan suatu unsur penting yang dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam bekerja, karena ternyata terjadinya resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebagian besar disebabkan oleh tingkah laku yang tidak aman dari pekerja sebesar 80% dan sisanya 20% disebabkan oleh kondisi yang tidak aman2,7. Sehingga semakin baik persepsi atau pengetahuan K3 yang dimiliki pekerja, maka kemungkinan munculnya kelelahan, gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja akan semakin rendah8,9.

Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan kerja dengan tekanan panas dan getaran yang ditimbulkan oleh mesin produksi dan pengetahuan K3 dengan terjadinya kelelahan kerja dengan melakukan

22

Page 4: Jurnal Ariyanto Nugroho

pengukuran terhadap perasaan kelelahan pada pekerja di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment. Dengan rumusan masalah ”Apakah ada hubungan tekanan panas, getaran, pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment?”.

Tujuan penelitian ini, adalah untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel bebas, yaitu tekanan panas, getaran, dan pengetahuan K3 dengan variabel terikat, yaitu perasaan kelelahan kerja, dan mengetahui hubungan keseluruhan variabel tekanan panas, getaran, pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:Pekerja, Perusahaan, dan Institusi pendidikan.

BAHAN DAN CARA PENELITIANJenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

observasional, dengan rancangan penelitian cross sectional.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja di

bagian Cutting dan Sewing yang berjumlah 1173 orang, yang kemudian disaring lagi berdasarkan kriteria inklusi, dan tabel required sample size10, sehingga ukuran sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 211 orang. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah proporsional random sampling. dimana anggota dari populasi dipilih berdasarkan stratum, dimana setiap stratum beranggotakan subyek yang sama karakteristiknya, kemudian sampel dipilih secara acak 11,12.

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, antara lain : tekanan panas, getaran, dan pengetahuan K3, dan variabel terikat:, yaitu perasaan kelelahan kerja, yang secara operasional, variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut:

Tabel 1. Variabel Penelitian dan Definisi OperasionalNo. Variabel Definisi Operasional Skala

1 Tekanan Panas Keseluruhan beban panas yang diterima tubuh pekerja yang merupakan kombinasi dari kerja fisik dan faktor lingkungan fisik, yang diukur dengan menggunakan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) di dalam ruangan dengan beban kerja sedang dan waktu kerja 8 jam/hari dan dinyatakan dalam derajat celcius.

Interval

2. Getaran Besarnya paparan getaran yang diterima oleh pekerja yang diakibatkan karena mesin jahit dan gunting yang diukur dengan menggunakan vibration meter yang dinyatakan dalam meter/detik.

Interval

3. Pengetahuan K3 Sekumpulan informasi atau pemahaman pekerja tentang K3. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan K3 dengan topik pertanyaan meliputi aspek pengertian umum K3, aspek pelaksanaan K3, dan aspek yang berhubungan dengan tekanan panas, getaran dan kelelahan kerja.

Interval

23

Page 5: Jurnal Ariyanto Nugroho

4. Perasaan Kelelahan Kerja

Keluhan dan gejala subyektif yang dirasakan pekerja yang diukur dengan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2) yang terdiri dari 3 aspek, yaitu aspek pelemahan aktivitas, aspek pelemahan motivasi, dan aspek gejala fisik.

Interval

Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara melakukan pengukuran tekanan panas dengan menggunakan ISBB di dalam ruangan pada bagian Cutting dan Sewing, dan getaran dengan menggunakan vibration meter. Titik pengukuran ditentukan berdasarkan posisi responden dalam melakukan pekerjaannya. Dan untuk getaran seluruh tubuh, pengukuran dilakukan pada tempat duduk atau tempat berdirinya responden, dan gelang tangan yang digunakan responden untuk getaran pada lengan dan tangan, kemudian melakukan pengamatan dan wawancara kepada responden tentang pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan pekerja dengan menggunakan kuesioner.

Analisis data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu Analisis butir, Analisis univariat, Analisis uji asumsi, dan Analisis uji hipotesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

PT. Mataram Tunggal Garment adalah perusahaan yang produksinya bersifat padat karya, yaitu produksi yang banyak mempergunakan tenaga kerja manusia. Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan ini telah mencapai 1680 orang dengan komposisi; 1406 orang di bagian produksi yang terbagi dalam 4 unit, dan 274 orang di bagian staf kantor (Data Personalia PT. MTG, 2007).

Jam Kerja yang diberlakukan di PT. Mataram Tunggal Garment untuk staf bagian office dan produksi adalah 6 hari kerja, dengan 8 jam kerja per hari dari jam 08.00 - 15.00 untuk hari Senin dan Jumat, dan jam 08.00 – 13.00 untuk hari Sabtu. Sedangkan untuk pekerja bagian produksi adalah 10 jam kerja dari jam 08.00 – 17.00 untuk hari Senin dan Jumat, dan jam 08.00 – 15.00 untuk hari Sabtu. Untuk waktu istirahat telah diatur setiap harinya sebanyak 45 menit (Jam 12.00 – 12.45). Tetapi apabila waktu due date pemesanan telah tiba dan produk belum selesai, maka Perusahaan memberlakukan kerja lembur, sehingga jam kerja pekerja adalah jam 18.00 -21.00 untuk hari Senin sampai Jumat, dan jam 17.00 – 19.00 untuk hari Sabtu.

Karakteristik pekerjaan di industri garmen umumnya adalah  proses material handling (angkat-angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, membutuhkan ketelitian cukup tinggi,  tingkat pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi dengan benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong, banyaknya debu-debu serat dan aroma khas kain, terjadi paparan kebisingan dan getaran dari mesin jahit dan peralatan lainnya, paparan panas di berbagai bagian produksi, serta desain tempat kerja yang tidak baik, kesemuanya itu akan berpengaruh bagi kinerja pekerja, para pekerja mengeluhkan kondisi AC (Air Condition) dan ventilasi yang tidak baik, penempatan mesin yang terlalu rapat sehingga mengakibatkan peningkatan suhu di tempat kerja, dan alergi kulit serta gangguan pernapasan akibat menjahit beberapa jenis kain yang mempunyai

24

Page 6: Jurnal Ariyanto Nugroho

banyak debu kain (floating fiber). Sumber bahaya lain adalah permasalahan ergonomi seperti lamanya waktu kerja (duduk dan berdiri), pengulangan gerakan kerja, dengan sumber bahaya potensial yang ada di industri garmen terdapat pada  ruang pemotongan (cutting), penjahitan (sewing) dan finishing11,12. 

Pelaksanaan K3 di PT. Mataram Tunggal Garment masih dirasakan kurang karena keterlibatan pekerja dalam pelaksanaan K3 tidak maksimal, misalnya jarangnya menggunakan APD ketika bekerja dan beberapa pekerja tidak tahu makna dan pentingnya K3 dalam bekerja. walaupun telah dilakukan pelatihan K3 sebelumnya, tetapi ternyata pelatihan tersebut hanya pada level top manajemen, dan promosi yang dilakukan belum tersosialisasi secara merata, disebabkan karena status pekerja yang belum tetap. Dukungan pihak manajemen terhadap pelaksanaan K3 sebetulnya sangat positip, yang dapat dilihat dari penyediaan alat pelindung diri, peraturan penggunaan APD dalam bekerja, dan melakukan pemeriksaan lingkungan fisik.

2. Karakteristik RespondenResponden dalam penelitian ini adalah pekerja yang berusia 25-40 tahun,

bekerja lebih dari 3 tahun di bagian Cutting dan Sewing, dan dalam kondisi sehat. Jumlah total responden adalah 211 orang, dengan karakteristik responden dalam penelitian ini dibedakan menurut usia, pendidikan, lama kerja, indeks massa tubuh dan pengetahuan K3 yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden Menurut Usia, Pendidikan, Lama Kerja, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan Pengetahuan K3

Variabel N % Nilai Maksimum

Nilai Minimum

Rerata

Usia Responden25 – 30 tahun 79 37,4 40 25 3231 – 35 tahun 91 43,236 – 40 tahun 41 19,4PendidikanSD 10 4,7 - - -SLTP 34 16,2SLTA 153 72,5Perguruan Tinggi 14 6,6Lama Kerja3 – 7 tahun 87 41,2 15 3 88 -12 tahun 101 47,9> 13 tahun 23 10,9IMTGemuk 5 2,4 22,04 18,66 20,34Normal 174 82,5Kurus 32 15,1Pengetahuan K3Tinggi 52 24,6 47 13 25,2Sedang 104 46,0Rendah 62 29,4

Berdasarkan Tabel 2 diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden berusia antara 31-35 tahun yaitu 91 orang (43,2%), dengan rerata

25

Page 7: Jurnal Ariyanto Nugroho

usia responden adalah 32 tahun berada dalam kelompok usia yang berkekuatan fisik optimal yaitu antara 25 – 40 tahun6. Tingkat pendidikan responden pun beragam dan yang terbesar pada jenjang SLTA yaitu 153 orang (72,5%) dan hanya sebagian kecil berada dalam jenjang Sekolah Dasar yaitu 10 orang (4,7%). Distribusi Lama Kerja responden yang terbanyak adalah antara 8 – 12 tahun yaitu 101 orang (47,9%) dan yang terkecil adalah responden dengan masa kerja lebih dari 13 tahun yaitu 23 orang (10,9%), dengan rerata pekerja telah bekerja selama 8 tahun. Adapun Indeks Masa Tubuh (IMT) responden dalam penelitian ini mayoritas berukuran normal yaitu sebesar 174 orang (82,5%), dengan rerata IMT adalah 20,34.

Pengetahuan responden tentang K3 dalam penelitian ini dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan tinggi, sedang, dan rendah, dimana kategori tersebut dibagi berdasarkan kriteria penilaian pengetahuan K3 dari kuesioner penelitian. Dan dari tabel 8 diatas diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan K3 respronden dalam kategori sedang yaitu sebesar 104 orang (46,0 %), berpengetahuan rendah sebesar 62 orang (29,4%) dan berpengetahuan tinggi sebesar 52 orang (24,6%), dengan rerata pengetahuan berkategori sedang (25,2).

3. Faktor Kondisi Lingkungan Kerja FisikFaktor kondisi lingkungan kerja fisik yang diteliti adalah meliputi

tekanan panas dan paparan getaran baik berupa getaran pada seluruh tubuh maupun getaran sebagian, yaitu paparan getaran pada tangan dan lengan. Distribusi fator lingkungan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 3. Distribusi Faktor Lingkungan Kerja Fisik

Faktor Kondisi Lingkungan

Kerja Fisik

Nilai Maksimu

m

Nilai Minimu

m

Rerata

Tekanan Panas (0C ISBB) 27,1 26,4 26,76Getaran Seluruh Tubuh / WBV (m/det2) 1,0 0,3 0,59Getaran Pada Tangan dan Lengan / HAV (m/det2)

3,1 0.3 1,67

Dari tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa hasil pengukuran tekanan panas di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment adalah antara 26,40C ISBB sampai dengan 27,10C ISBB, dengan rerata tekanan panas 26,760C ISBB. Berdasarkan NAB menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51/Menaker/1999, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja bahwa Indeks Suhu Basah dan Bola untuk beban kerja sedang secara terus menerus (8 jam/hari) adalah 26,70C ISBB. Maka dapat dikatakan bahwa kondisi tekanan panas di bagian Cutting dan Sewing sedikit melebihi nilai ambang batas.

Perbedaan tekanan panas antara tiap individu di dalam bagian Cutting dan Sewing ini dipengaruhi oleh posisi dimana responden melakukan pekerjaannya. Pada responden dengan tekanan panas > 26,80C ISBB, pada umumnya mereka berada di dekat sumber panas, ventilasi yang kurang memadai, sehingga pergerakan udara dalam ruangan menjadi lambat, dan terlalu rapatnya posisi kerja antar pekerja. Selain itu responden juga

26

Page 8: Jurnal Ariyanto Nugroho

mendapatkan paparan panas dari mesin yang digunakan dalam bekerja. Berbeda dengan responden dengan tekanan panas < 26,70C ISBB, responden berada di dekat kipas angin dan agak jauh dari sumber panas lain walaupun mereka tetap mendapatkan paparan panas dari mesin yang digunakannya.

Paparan getaran seluruh tubuh adalah berkisar antara 0,3 m/det2 sampai 1,0 m/det2 dengan rerata 0,59 m/det2. Dan paparan getaran pada tangan dan lengan adalah berkisar antara 0,3 m/det2 sampai 3,1 m/det2 dengan rerata 1,67 m/det2. Sama halnya dengan tekanan panas, paparan getaran pada setiap individu ini dipengaruhi oleh jenis mesin yang digunakan, posisi kerja, frekwensi dan lamanya paparan getaran.

Paparan getaran tersebut diatas, menunjukkan bahwa paparan getaran telah melebihi kriteria kenyamanan menurut International Standard Organization (ISO) 2631 tahun 1997 tentang kriteria kenyamanan untuk pemajanan seluruh tubuh (Whole Body Vibration), bahwa paparan getaran dengan percepatan lebih dari 0,315 m/det2 sudah memberikan rasa sedikit kurang nyaman. Sedangkan untuk getaran pada tangan dan lengan (Hand and Arm Vibration) masih memenuhi syarat nilai ambang batas getaran menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51/Menaker/1999, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, yaitu dengan percepatan kurang dari 4 m/det2. walupun percepatan getaran 2,5 m/det2 sudah dapat memberikan efek pisikologis terjadinya kesalahan lebih besar dan berbahaya dalam bekerja2.

Paparan getaran > 0,3 m/det2 pada responden disebabkan karena sebagian mesin yang digunakan sudah lama dan dalam kondisi tidak terawat, responden mempunyai masa kerja dan waktu kerja yang lama, sehingga responden menerima paparan secara terus menerus, dan penopang tubuh responden ikut berperan pula dalam menghantarkan paparan yang diterimanya. Berbeda dengan responden dengan getaran < 0,3 m/det2, responden menggunakan alat yang terawat dan tempat duduk yang digunakan sebagai penopang tubuh menggunakan bantalan, sehingga paparan getaran yang diteruskan ke tubuh dapat berkurang.

4. Kelelahan KerjaKelelahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah perasaan kelelahan

kerja. Pengukuran perasaan kelelahan kerja dilakukan pada 211 responden dengan menggunakan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2) yang merupakan instrumen yang disusun oleh Setyawati (1994) yang telah diuji kesasihan dan keandalannya, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4. Distribusi Kelelahan Kerja Responden Berdasarkan Perasaan Kelelahan Kerja

Perasaan Kelelahan Kerja N % RerataNormal 19 9 40.0Kelelahan Ringan 54 25,6Kelelahan Sedang 104 49,3Kelelahan Berat 34 16,1

Jumlah 211 100

Dari Tabel 4 diatas, dapat diketahui bahwa kriteria kelelahan kerja berdasarkan perasaan kelelahan kerja yang terbanyak pada responden adalah kelelahan sedang yaitu sebayak 104 orang (49,3%), keleahan ringan sebanyak

27

Page 9: Jurnal Ariyanto Nugroho

54 orang (25,6%), kelelahan berat sebanyak 34 orang (16,1%) dan normal sebanyak 19 orang (9%), dengan rerata perasaan kelelahan kerja adalah 40,0 yang berarti bahwa kelelahan kerja pada responden di bagian Cutting dan Sewing termasuk dalam kategori kelelahan sedang.

Terjadinya kelelahan ini, dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti keadaan monoton, beban dan lama pekerjaan baik fisik, mental, keadaan lingkungan (cuaca kerja, bising, vibrasi, penerangan), keadaan kejiwaan (pengetahuan, tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik), serta penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi4. Sedangkan menurut Barnes (1980), kelelahan kerja dipengaruhi pula oleh jumlah pekerjaan yang dilakukan seseorang setiap hari, pengetahuan dan kemampuan tenaga kerja, keinginan kerja yang dipengaruhi oleh banyak hal dan tersedianya kondisi kerja yang aman dan peralatan yang memadai15. Dan menurut Grandjean (1988), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja dapat diakibatkan oleh sejumlah faktor antara lain seperti; (1). Intensitas dan lamanya pengaruh fisik dan psikis; (2). Masalah psikis atau stres: tanggung jawab, kecemasan, konflik, (3). Masalah lingkungan kerja: kebisingan, penerangan dan suhu; (4). Nyeri dan penyakit lainnya; (5). Irama detak jantung; dan (6). Gizi / nutrisi6. Jadi kelelahan kerja selain disebabkan oleh lingkungan fisik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri pekerja tersebut, yaitu motivasi dan energi untuk bekerja13. Sedangkan menurut Tarwaka, dkk (2004), penyebab kelelahan kerja adalah aktivitas kerja fisik dan mental, stasiun kerja tidak ergonomis, kerja statis dan monoton, lingkungan kerja ekstrim, dan kebutuhan kalori16.

Untuk menguji hipotesis penelitian, maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan analisis korelasi momen tangkar (Product Moment Karl Person) dan analisis regresi linier yang terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas sebaran, dan uji linieritas hubungan antar variabel.1. Uji Normalitas Sebaran

Berdasarkan hasil uji normalitas sebaran variabel terikat perasaan kelelahan kerja dapat diketahui bahwa nilai 2 (Kai Kuadrat) sebesar = 6,567 dengan p= 0,161, yang berarti bahwa data variabel perasaan kelelahan kerja berdistribusi normal.2. Uji Linieritas Hubungan

Berdasarkan hasil uji linieritas dapat diketahui bahwa nilai F untuk hubungan variabel tekanan panas dan perasaan kelelahan kerja adalah sebesar 0.989 dengan p = 0,678; Nilai F untuk hubungan variabel getaran seluruh tubuh dan perasaan kelelahan kerja adalah sebesar 0,126 dengan p = 0,724; Nilai F untuk hubungan variabel getaran pada tangan dan lengan dan perasaan kelelahan kerja adalah sebesar 0,321 dengan p = 0,578; dan Nilai F untuk hubungan variabel pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja adalah sebesar 3,494 dengan p = 0,060. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki hubungan yang liner dengan hasil uji linieritas hubungan p > 0,05 yang dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Hasil Uji Linieritas Hubungan Variabel

Variabel Db F p Hubungan

Tekanan Panas 1 0,989 0,678 LinierGetaran Seluruh Tubuh 1 0,126 0,724 LinierGetaran Pada Tangan Dan Lengan 1 0,321 0,578 LinierPengetahuan K3 1 3,494 0,060 Linier

28

Page 10: Jurnal Ariyanto Nugroho

3. Uji MultikolinieritasBerdasarkan hasil uji multikolinier terhadap variabel bebas, maka dapat

diketahui bahwa seluruh variabel bebas tidak mempunyai hubungan yang multikoliner, yang ditunjukan dengan nilai r < 0,80 dan p > 0,05, yang dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini

Tabel 6. Hasil Uji Kolinieritas Hubungan Antar Variabel

r X1 X2 X3 X4 p HubunganX1 -- 0,418 0,348 - 0,496 > 0,05 Tdk KolonierX2 0,418 -- 0,660 -0,456 > 0,05 Tdk KolonierX3 0,348 0,660 -- - 0,380 > 0,05 Tdk KolonierX4 - 0,496 -0,456 - 0,380 -- > 0,05 Tdk Kolonier

4. Uji Hipotesis PenelitianUntuk membuktikan apakah variabel bebas berhubungan atau tidak

dengan variabel terikat, maka dilakukan uji hipotesis. a. Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat

Analisis bivariat antara variabel bebas, yaitu tekanan panas, getaran seluruh tubuh, getaran pada tangan dan lengan, dan pengetahuan K3 dengan variabel terikat, perasaan kelelahan kerja dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi momen tangkar (Product Moment Karl Person) pada tingkat kemaknaan p<0,05. Hasil uji hipotesis antara masing-masing variabel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Hasil Analisis Korelasi Product Moment antar Variabel

Variabel Bebas r p Interprestasi

Tekanan Panas (X1)Getaran Seluruh Tubuh (X2)Getaran pada Tangan dan Lengan (X3)Pengetahuan K3 (X4)

0,5420,6070,494

- 0,695

0,0000,0000,000

0,000

SignifikanSignifikanSignifikan

Signifikan

1). Hubungan Antara Tekanan Panas dan Perasaan Kelelahan KerjaBerdasarkan analisis hubungan tekanan panas dan perasaan kelelahan

kerja pada tabel 7 diatas menunjukkan bahwa p-value = 0,000 < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan positif yang bermakna (signifikan) antara tekanan panas dan perasaan kelelahan kerja, dimana semakin tinggi tekanan panas yang diterima pekerja, maka semakin tinggi perasaan kelelahan kerja. Adapun keeratan hubungan antar variabel ditunjukan dengan nilai koefisien kotingensi (r)= 0,542 yang berarti kuatnya korelasi antara tekanan panas dan perasaan kelelahan kerja.

Efek tekanan panas dengan timbulnya kelelahan kerja pada pekerja adalah disebabkan karena tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi panas antara tubuh dan lingkungannya melalui termoregulator sistem, dan jika kehilangan cairan dan garam yang berlebihan, maka dapat menyebabkan menurunnya efesiensi otot, mengurangi kelenjar liur, penimbunan asam laktat dalam jaringan, sehingga pengeluaran energi lebih besar, mengakibatkan cepat lelah dan rasa kantuk, menurunnya prestasi kerja pikir,

29

Page 11: Jurnal Ariyanto Nugroho

mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, dan mengganggu koordinasi syaraf4,6. Dan Saridewi (2002) pun menyatakan bahwa, pekerja yang bekerja pada iklim kerja yang panas, maka akan memberikan respon-respon fisiologis pada tubuhnya, seperti perubahan tekanan darah, denyut nadi, dan sistem termoregulator di otak (hypothalamus) untuk mempertahankan suhu tubuhnya17. Apabila paparan tekanan panas dibiarkan secara terus menerus, maka akan menyebabkan kelelahan dan mekanisme pengontrolan suhu tubuh tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya efek heat stress18.

Begitu pula menurut OSHA (2002), bahwa efek fisiologis penyakit yang dapat muncul akibat lingkungan fisik yang panas, salah satunya adalah terjadinya kelelahan yang diikuti dengan hilangnya efesiensi kerja dalam melakukan kegiatan fisik dan mental5. Dan berdasarkan evaluasi tekanan panas dengan terjadinya kelelahan pada pekerja di pabrik baja, diketahui bahwa pekerja yang berada pada lingkungan yang panas, cenderung merasa kelelahan, memiliki waktu reaksi yang lebih lambat, dan merasa haus setelah bekerja dan gejala kelelahan mereka meningkat seiring dengan tingkatan paparan panas5.

Tingginya indeks tekanan panas di PT. Mataram Tunggal Garment ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya; 1) Sirkulasi aliran udara (air movement) dalam ruang kerja yang kurang baik; 2). Kurangnya ventilasi; 3). Adanya pengaruh sumber panas yang dipergunakan pada proses produksi, seperti mesin perata kain, proses ironing, mesin jahit, obras dan gunting; 4). Ruang kerja yang sempit, sehingga penempatan mesin yang terlalu rapat.

Tekanan panas yang melebihi nilai ambang batas dapat memberikan beban kerja tambahan kepada pekerja, sehingga dapat mengakibatkan perasaan kurang nyaman, gangguan psikologis, dan fisiologis yang dapat membahayakan kesehatan, cepat lelah, kurang konsentrasi, rasa tidak enak, mudah marah, tidak masuk kerja, dan pindah pekerjaan1. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Mutchler (1991), bahwa beban panas pada lingkungan kerja dapat mengakibatkan penurunan kerja fungsi intelektual, penurunan kesiagaan, dan gangguan kesehatan20.

Untuk mengurangi paparan tekanan panas pada pekerja, sebaiknya dilakukan pengendalian yang berupa 1). Pengendalian engineering, seperti; penyediaan ventilasi umum, penggunaan kipas angin atau pendingin ruangan untuk mengatur suhu ruangan; 2). Pengendalian administratif, seperti pelatihan/training bagi tenaga kerja mengenai resiko atau bahaya tekanan panas dan pengenalan faktor yang menyebabkan tekanan panas dan gejalanya; pengaturan waktu kerja dan istirahat; penyediaan air minum di tempat kerja, dan rotasi kerja; 3). Penggunaan personal protective equipments (PPE), seperti menggunakan pakaian yang menyerap keringat, menyadari kebutuhan air untuk mengganti cairan dan garam dengan banyak minum air yang telah diberi garam (200-300cc/30 menit); 4). Supervisi medik5,21.

30

Page 12: Jurnal Ariyanto Nugroho

2). Hubungan Antara Getaran dan Perasaan Kelelahan KerjaGetaran pada penelitian ini dibedakan menurut 2 (dua) jenis getaran,

yaitu getaran seluruh tubuh (Whole Body Vibration) dan getaran pada sebagian tubuh (Hand and Arm Vibration).

Hasil analisis hubungan getaran seluruh tubuh dan getaran pada tangan dan lengan dengan perasaan kelelahan kerja pada tabel 7 diatas menunjukkan bahwa kedua p-value = 0,000 < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan positif yang bermakna (signifikan) antara getaran seluruh tubuh dan getaran tangan dan lengan dengan perasaan kelelahan kerja, dimana semakin tinggi paparan getaran yang diterima pekerja, maka semakin tinggi perasaan kelelahan kerja. Adapun keeratan hubungan antar variabel ditunjukan dengan nilai koefisien kotingensi (r)= 0,607 untuk getaran seluruh tubuh yang berarti kuatnya korelasi antara getaran seluruh tubuh dan perasaan kelelahan kerja, sedangkan untuk getaran tangan dan lengan berkorelasi sedang dengan perasaan kelelahan kerja dengan koefisien kotingensi (r)= 0,494.

Berdasarkan hasil pengukuran paparan getaran di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment, dapat diketahui bahwa paparan getaran seluruh tubuh adalah berkisar antara 0,3 m/det2 sampai 1,0 m/det2

dengan rerata 0.59 m/det2. Dan paparan getaran pada tangan dan lengan adalah berkisar antara 0,3 m/det2 sampai 3,1 m/det2 dengan rerata 1,67 m/det2 (Tabel 3). Paparan getaran tersebut diatas, menunjukkan bahwa paparan getaran telah melebihi kriteria kenyamanan menurut International Standard Organization (ISO) 2631 tahun 1997 tentang kriteria kenyamanan untuk pemajanan seluruh tubuh (Whole Body Vibration), bahwa paparan getaran dengan percepatan lebih dari 0,315 m/det2 sudah memberikan rasa sedikit kurang nyaman. Sedangkan untuk getaran pada tangan dan lengan (Hand and Arm Vibration) masih memenuhi syarat nilai ambang batas getaran menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51/Menaker/1999, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, yaitu dengan percepatan kurang dari 4 m/det2, walaupun percepatan getaran 2,5 m/det2

sudah dapat memberikan efek pisikologis terjadinya kesalahan dan bahaya dalam bekerja2.

Efek pemaparan getaran terhadap pekerja yang berasal dari peralatan mekanik yang digunakan tergantung pada jenis, posisi dan frekuensi serta lamanya paparan getaran tersebut4. Dan secara fisiologis efek getaran dalam tubuh ini tergantung dari jaringan. Hal ini didapatkan sebesar-besarnya pada frekwensi alami yang menyebabkan resonansi. Menambahnya tonus otot dan kontraksi antar otot yang menyebabkan penimbunan asam laktat, sehingga mengakibatkan terjadinya kelelahan1.

Efek getaran pada seluruh tubuh (WBV) dengan frekuensi yang besar dapat menyebabkan penglihatan kabur, sakit kepala, gemetaran, kerusakan organ dan nyeri pada tulang belakang. Sedangkan pada frekuensi rendah dapat menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan kenikmatan dan kelelahan kerja1,22.

Pernyataan ini didukung oleh pendapat Mabbott (2001), bahwa jika seorang pekerja terpapar getaran seluruh tubuh dalam jangka waktu yang lama dan frekuensi rendah akan menimbulkan kelelahan, ketidaknyamanan dan gangguan kesehatan23.

31

Page 13: Jurnal Ariyanto Nugroho

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dapat diketahui bahwa responden merasakan adanya getaran pada mesin yang digunakannya, sehingga terkadang mengeluh cepat lelah, sering merasa sakit, pegal dan terkadang merasa kesemutan. Dan menurut Setyawati (1994), gejala subyektif tersebut menunjukan kecenderungan terjadinya kelelahan kerja22. Timbulnya paparan getaran pada mesin dapat diakibatkan oleh daya yang dikeluarkan oleh mesin tersebut, kurangnya perawatan dan pemeliharaan mesin yang digunakan. Selain itu lama kerja juga mempengaruhi paparan getaran ke dalam tubuh4.

Untuk mengurangi paparan getaran pada pekerja, dapat dilakukan dengan cara; 1). Pengendalian engineering, seperti; perawatan dan pemeliharaan mesin; 2). Pengendalian administratif, seperti pelatihan/training bagi tenaga kerja mengenai resiko atau bahaya getaran dan pengenalan faktor yang menyebabkan getaran dan gejalanya; supervisi medik; pengaturan waktu kerja dan istirahat; 3). Penggunaan personal protective equipment (PPE), seperti menggunakan sarung tangan ketika bekerja2.

3). Hubungan Antara Pengetahuan K3 dan Perasaan Kelelahan KerjaHasil analisis hubungan pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja

pada tabel 7 diatas menunjukkan bahwa p-value = 0,000 < α (0,05) maka Ho ditolak, ada hubungan negatif yang bermakna (signifikan) antara pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja, dimana semakin rendah pengetahuan K3 maka semakin tinggi perasaan kelelahan kerja. Dengan keeratan hubungan antar variabel ditunjukan dengan nilai koefisien kotingensi (r)= - 0,695 yang berarti kuatnya korelasi antara pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja.

Hal ini menunjukan bahwa baik tidaknya pengetahuan seseorang mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya kelelahan kerja, sehingga dapat dikatakan kelelahan kerja dipengaruhi pula oleh jumlah pekerjaan, pengetahuan, kemampuan, keinginan kerja dan kondisi kerja serta peralatan yang memadai15.

Pengetahuan adalah salah satu faktor predisposing yang menjadi dasar atau memotivasi perilaku seseorang dalam bekerja secara aman, dan perbuatan atau perilaku yang tidak aman dari seorang pekerja dalam bekerja disebabkan karena kurangnya pengetahuan K3, keterampilan dan tingkah laku yang sembrono7. Herlin (2000) mengatakan hal yang serupa dalam penelitiannya tentang hubungan persepsi terhadap lingkungan kerja dan rasa aman dengan accident prone behavior, bahwa semakin baik persepsi yang dimiliki seseorang terhadap lingkungan kerjanya, maka kemungkinan munculnya gangguan kesehatan dan kecelakaan akibat kerja akan semakin rendah, karena pekerja menyadari dampak dari pekerjaan dan lingkungan kerja bagi kesehatan dan keselamatan dirinya8,9.

Rendahnya pengetahuan K3 sehingga menimbulkan terjadinya perasaan kelelahan kerja di PT. Mataram Tunggal Garment, mungkin saja disebabkan karena; 1). Responden belum pernah mendapatkan pengetahuan K3; 2). Kurangnya keterlibatan pekerja dalam menerapkan K3 dalam bekerja; 3). Tidak adanya pendidikan atau pelatihan K3 yang berkaitan dengan resiko bahaya di tempat kerja, terutama yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan kerja.

32

Page 14: Jurnal Ariyanto Nugroho

Oleh karena itu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan pekerja dalam berperilaku yang aman dan sehat dalam bekerja, maka diperlukan suatu training atau pelatihan K3 secara intensif selama 1 tahun sekali oleh seorang trainer yang mempunyai pengetahuan tentang subjek pelatihan secara menyeluruh, memiliki sikap yang bersahabat dan kooperatif, bersikap professional, dan mampu menjadi contoh yang baik bagi pekerja yang dilatihnya, karena suatu pesan akan didengar, dipahami, dan dapat mempengaruhi perubahan sikap serta perilaku seseorang jika pemberi pesan memahami permasalahan yang timbul di tempat kerja serta adanya dukungan dari manajemen perusahaan, karena pelaksanaan K3 akan berjalan baik apabila ada keterlibatan dan dukungan dari seluruh pekerja baik dari tingkat top manajemen sampai dengan tingkat pekerja dasar 2,9.

b. Analisis Multivarit dengan Regresi LinierAnalisis Multivariat dengan uji statistik regresi linier ganda bertujuan

untuk melihat keseluruhan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dapat diketahui sebagai berikut :

1. Analisis Regresi Model PenuhAnalisis regresi model penuh dimaksudkan untuk menganalisis

pengaruh secara bersama-sama semua variabel pada penelitian ini terhadap variabel terikat stres kerja. Hasil analisis regresi model penuh dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Hasil Uji Regresi Model PenuhVariabel Beta (ß ) SB (ß) r-parsial t p

Tekanan Panas 14,796420 3,668682

0,230 4,033 0,000

Getaran Seluruh Tubuh 23,122320 3,621792

0,300 6,384 0,000

Getaran Pada Tangan Dan Lengan

2,193678 1,191785

0.095 1,841 0,032

Pengetahuan K3 -0,775288 0,073883

-0,515 -10,493

0.000

Galat Baku Estimasi = 10.047Korelasi R = 0.785Koef. Determinasi R² = 0.616Peluang Kesalahan p = 0.000

Hasil analisis regresi model penuh menunjukkan bahwa (R) sebesar = 0,785; R² = 0,616; Fregresi = 82,621, dan p-value = 0,000. Hal ini menunjukan bahwa p < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna (signifikan) bahwa semua variabel bebas, yang terdiri dari tekanan panas, getaran seluruh tubuh, getaran pada tangan dan lengan, dan pengetahuan K3 secara bersama-sama mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap variabel terikat, yaitu perasaan kelelahan kerja. Tetapi jika melihat hasil uji bivariat antara masing-masing variabel independent dengan variabel dependent, terdapat satu variabel, yaitu variabel getaran pada tangan dan lengan yang mempunyai nilai p >0,25 dan r parsial < 0,1, sehingga variabel tersebut tidak dapat masuk ke dalam model multivariat. Oleh karena itu analisis regresi ini dilanjutkan dengan analisis regresi bertahap (stepwise method), yaitu analisis

33

Page 15: Jurnal Ariyanto Nugroho

regresi dengan menghilangkan atau tidak mengikutsertakan variabel bebas yang tidak signifikan satu demi satu, sehingga diperoleh model persamaan yang paling tepat25.2. Analisis Regresi Bertahap (Anareg Stepwise)

Tabel 9. Hasil Uji Regresi Bertahap (Anareg Stepwise)Variabel Beta (ß ) SB (ß) r-parsial t p

Tekanan Panas 15,099090 3,669539 0,234 4,115 0,000Getaran Seluruh Tubuh

27,147570 3,630173 0,409 7,478 0,000

Pengetahuan K3 - 0.7866467 0,074054 - 0.520 - 10.620 0.000Galat Baku Estimasi = 10.070Korelasi R = 0.783Koef. Determinasi R² = 0.612Peluang Kesalahan p = 0.000

Dari hasil analisis pada tabel 16, dapat diketahui bahwa hasil analisis regresi model akhir menunjukkan bahwa (R) sebesar = 0,783; R² = 0,612; Fregresi = 109,003, dan p-value = 0,000. Hal ini menunjukan bahwa p < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna (signifikan) bahwa semua variabel bebas, yang terdiri dari tekanan panas, getaran seluruh tubuh, dan pengetahuan K3 secara bersama-sama mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap variabel terikat, yaitu perasaan kelelahan kerja, dengan koefisien korelasi (R) sebesar 0,783, yang berarti bahwa keeratan hubungan antara variabel bebas dan terikat adalah sangat kuat, dan R² = 0,612, yang berarti bahwa semua variabel bebas mempunyai kontribusi sebesar 61,2 % terhadap terjadinya perasaan kelelahan kerja sedangkan sisanya sebesar= 38,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.

Hal ini didukung oleh pendapat Suma’mur (1996), bahwa kelelahan merupakan batasan kemampuan otot dan sistem pernafasan untuk bekerja yang disebabkan karena kondisi monoton, beban dan lama kerja baik fisik, mental, dan keadaan lingkungan (tekanan panas, bising, vibrasi, penerangan), keadaan kejiwaan, penyakit, serta keadaan gizi1. Grandjean (1988), juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja dapat diakibatkan oleh sejumlah faktor antara lain seperti; (1). Intensitas dan lamanya pengaruh fisik dan psikis; (2). Masalah psikis atau stres: tanggung jawab, kecemasan, konflik, (3). Masalah lingkungan kerja: kebisingan, penerangan dan suhu; (4). Nyeri dan penyakit lainnya; (5). Irama detak jantung; dan (6). Gizi / nutrisi6.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, maka diperlukan suatu koreksi terhadap lingkungan fisik, dalam hal ini adalah tekanan panas dan getaran, serta peningkatan pengetahuan K3 dalam bekerja untuk menghindari terjadinya perasan kelelahan kerja. Selain itu perlu adanya keterlibatan dan dukungan dari seluruh pekerja baik dari tingkat top manajemen sampai dengan tingkat pekerja paling bawah dalam pelaksanaan K3, baik berupa 1). Pengendalian engineering, seperti; perawatan mesin dan pengaturan sistem sirkulasi udara, dan rotasi kerja; 2). Pengendalian administratif, seperti pelatihan/training bagi tenaga kerja mengenai resiko bahaya pekerjaan dan lingkungan kerja, dan pengenalan faktor-faktor penyebabnya dan gejalanya; pengaturan waktu kerja dan istirahat; 3). Penggunaan personal protective equipment (PPE), seperti menggunakan alat pelindung diri 4). Program

34

Page 16: Jurnal Ariyanto Nugroho

monitoring K3 pada pekerja, seperti melakukan suverpisi medik, membiasakan diri bekerja dengan sikap kerja yang aman dan sehat berlandaskan K3, serta berolahraga setiap hari5.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :1). Ada hubungan antara tekanan panas dan perasaan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment, dimana semakin tinggi tekanan panas, maka semakin tinggi perasaan kelelahan kerja; 2). Ada hubungan antara getaran dan perasaan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment, dimana semakin tinggi getaran, maka semakin tinggi perasaan kelelahan kerja; 3). Ada hubungan antara pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment, dimana semakin rendah pengetahuan K3, maka semakin tinggi perasaan kelelahan kerja; 4). Ada hubungan tekanan panas, getaran, pengetahuan K3 dan perasaan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Cutting dan Sewing PT. Mataram Tunggal Garment.

SARANSaran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pekerja :a. Meningkatkan keterlibatan pekerja dalam pelaksanaan K3, misalnya

dengan mengikuti training yang dilakukan oleh manajemen Perusahan.b. Membiasakan diri bekerja dengan sikap kerja yang aman dan sehat.c. Minum air 200 – 300 cc setiap 30 menit. , mengkonsumsi makanan yang

bergizi dan seimbang, serta menjaga kesehatan.d. Menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja, antara lain sarung tangan

dan menggunakan pakaian yang menyerap keringat.2. Bagi Perusahaan

a. Membuat perencanaan program manajemen K3 pada pekerja, melalui promosi kesehatan dan keselamatan kerja dengan cara pelaksanaan training dan pemasangan poster K3.

b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi resiko terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja secara:1). Engineering, antara lain pemeliharaan dan perawatan mesin,

pengaturan sistem sirkulasi udara dengan cara perbaikan ventilasi atau memasang local exhaust van, melapisi bantalan dari bahan busa pada kursi untuk memperkecil rambatan getaran;

2). Administratif, antara lain melakukan pengaturan waktu kerja dan istirahat, dan melakukan sepervisi medik bagi seluruh pekerja.

3). Penyediaan alat pelindung diri bagi seluruh pekerja.

c. Menyediakan air minum di tempat kerja yang mudah terjangkau oleh pekerja dan penyediaan makanan yang bergizi dan seimbang.

3. Bagi Peneliti lain,Peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang perbedaan pengaruh tekanan panas dan getaran dengan kelelahan kerja pada tiap-tiap bagian produksi di PT. Mataram Tunggal Garment, agar dapat diketahui

35

Page 17: Jurnal Ariyanto Nugroho

tingkat perbedaan dan besar sumbangan efektif dari tekanan panas dan getaran pada tiap bagian produksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suma’mur, P.K., 1996. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Edisi Kedua. PT. Toko Gunung Agung, Jakarta.

2. Setyawati, L., 2005. Peran Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3), Prosiding, Seminar Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Medan.

3. Sudrajat, 1998. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja., PT. Pustaka., Jakarta.

4. Suma’mur, P.K., 1994. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, CV Masa Agung, Jakarta.

5. OSHA., 2002, Heat Stress., OSHA Technical Manual, Section III- Chapter IV., U.S. Department of Labor, NW. Washington, http://www.osha.gov/

6. Grandjean. E., 1988. Fitting The Task To The Man, Edition 4, A Text Book of Occupational Ergonomic, Taylor and Francis, London

7. Cooper. DM., 1999. What Is Behavioral Safety?. In In A.P. Smith & D.M. Jones (Eds.), Handbook of human performance: Vol. 3. State and trait. London Academic Press, London.

8. Herlin, N., 2000. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja dan Rasa Aman dengan Accident Prone Behavior dalam Prosiding Seminar Nasional Ergonomi, 2004, Yogyakarta.

9. OSHA. 1995, Protecting Workers in Hot Environments, U.S. Department of Labor, NW. Washington, http://www.osha.gov/

10. Mitchell M. & Jolley J., 1992. Research Design Explained, Second Edition, Harcourt Brace Jonanovich College Publishers, P. 474. New York.

11. Murti, B., 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gadjah mada University Press, Yogyakarta.

12. Pratiknya, A. W., 2000., Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan., PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta.

13. Fitrihana, N., 2007. Memperbaiki Kondisi Kerja di Industri Garment, dalam B4D3 Consultants Education, Industry and Management Ergonomi Kerja, Yogyakarta. http://www .behavioral-safety.com

14. Trajković, C.Z., Djordjević, D.M., 1999. The Sources Of Dangers And The Character Of Injuries At Work In The Garment Industry in The Scientific

36

Page 18: Jurnal Ariyanto Nugroho

Journal Facta Universitatis Series: Working and Living Environmental Protection Vol. 1, No 4, 1999, pp. 107 – 113. University of NIS.

15. Barnes, R.M., 1980, Motion and Time Study Design and Measurement of Work, Sixth Edition. Wiley International Edition. John Wiley and Sons Inc., Sydney.

16. Tarwaka, Bakri, S., Sudiajeng, L., 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan dan Produktivitas. UNIBA PRESS, Surakarta.

17. Saridewi, M. 2002. Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Tekanan Darah Tenaga Kerja (Studi pada Stasiun Ketel dan Stasiun Diffuser Pabrik Gula Kedawung Pasuruan), Skripsi, FKM-UNAIR.

18. Erwin, D., 2004. WBGT As The Threshold Limit Value of Heat Stress in The Work Place, Bagian Kesehatan Kerja, FKM-UNAIR.

19. Chen, M.L., Chen, C.J, Yeh, W.Y., Huang, J.W, Mao, I.F; 2003. Heat Stress Evaluation and Worker Fatigue in a Steel Plant, et AIHA Journal; 64,352-359. Ohio.

20. Mutchler, J. E. 1991. Heat Stress : Its Effects, Measurenment, and Control, et Patty’s Industrial Hygiene and Toxicology. Vol I Part A Forth Edition John Wilay & Son. USA.

21. Achmadi, U.F., 1991, Kesehatan Lingkungan Kerja-Lingkungan Fisik. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, Depkes RI, Jakarta.

22. Barry S.L & David H.W., 1994, Occupational Health Recognizing and Preventing Work-Related Disease., Third Edition, USA.

23. Mabbott, N., Foster, G., & McPhee, B., 2001. Heavy Vehicle Seat Vibration and Driver Fatique, ARB Transport Research Ltd. 500 Burwood Highway, Vermont South.

24. Setyawati, L., 1994. Kelelahan Kerja Kronis, Kajian Terhadap Kelelahan Kerja, Penyusunan Alat Ukur serta Hubungannya dengan Waktu Reaksi dan Produkstivitas Kerja. Disertasi. Progam Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

37