BAB IV tatik -...

18
69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN KESEHATAN MENTAL A. Analisis Konsep Tasawuf K.H. Ahmad Rifa’i Pemikiran tasawuf Kiai Rifa'i pada dasarnya juga merupakan bagian dari gagasan untuk mempertahankan hubungan harmonis antara syari'at dan hakikat yang dirumuskan dengan istilah Ushul, Fiqh, dan Tasawuf. Gagasan tasawuf Kiai Rifa'i tidak membentuk komunitas yang disebut tarikat sebagaimana ditulis oleh Alwan Khairi 1 tetapi hanya sebatas ajaran tentang pembinaan akhlak melalui pengisian diri dengan akhlak mahmudah dan peniadaan diri dari akhlak madzmumah dalam rangka mencapai kedekatan pada Allah yaitu Ma'rifat dan Taqarrub yang dapat dilakukan siapa saja tanpa harus melalui tata aturan sebagaimana lazim terjadi dalam dunia tarikat. Jika hendak ditelusuri berdasarkan apa yang ditulis dan dialami sendiri oleh Kiai Rifa'i, akan terlihat ia tidak pernah menyebut dirinva baik secara langsung ataupun tidak sebagai penganut tarikat Qodiriyah. Lebih-lebih hampir dalam setiap kitab yang ditulisnya ia selalu menyatakan dirinya sebagai penganut tarikat Ahlussunni (ikilah kitab... saking Haji Ahmad Rifa'i bin Muhammad Marhum Syafi'iyah madzhabe Ahlussunni torekote). 2 Sekalipun tidak membentuk tarikat (komunitas sufi), namun paling tidak pemikiran tasawufnya memberikan elemen moral bagi para muridnya dalam melaksanakan tasawuf. Kenyataan di atas, semakin memberikan dukungan bahwa Kiai Rifa'i memang berusaha memberikan kriteria pengikut Ahlussunnah yang dalam bidang tasawuf mengikuti pandangan Junaid al-Baghdadi sebagaimana dikemukakan dalam kitabnya Ri'āyah al-Himmah 1 Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa: Pemikiran dan Gerakan Islam KH.Ahmad Rifa’i Kalisalak, LKIS, Yogyakarta, 2001, hlm.114. 2 Ibid, hlm. 115.

Transcript of BAB IV tatik -...

Page 1: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

69

BAB IV

ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I

RELEVANSINYA DENGAN KESEHATAN MENTAL

A. Analisis Konsep Tasawuf K.H. Ahmad Rifa’i

Pemikiran tasawuf Kiai Rifa'i pada dasarnya juga merupakan bagian

dari gagasan untuk mempertahankan hubungan harmonis antara syari'at dan

hakikat yang dirumuskan dengan istilah Ushul, Fiqh, dan Tasawuf.

Gagasan tasawuf Kiai Rifa'i tidak membentuk komunitas yang disebut

tarikat sebagaimana ditulis oleh Alwan Khairi1 tetapi hanya sebatas ajaran

tentang pembinaan akhlak melalui pengisian diri dengan akhlak mahmudah

dan peniadaan diri dari akhlak madzmumah dalam rangka mencapai kedekatan

pada Allah yaitu Ma'rifat dan Taqarrub yang dapat dilakukan siapa saja tanpa

harus melalui tata aturan sebagaimana lazim terjadi dalam dunia tarikat. Jika

hendak ditelusuri berdasarkan apa yang ditulis dan dialami sendiri oleh Kiai

Rifa'i, akan terlihat ia tidak pernah menyebut dirinva baik secara langsung

ataupun tidak sebagai penganut tarikat Qodiriyah. Lebih-lebih hampir dalam

setiap kitab yang ditulisnya ia selalu menyatakan dirinya sebagai penganut

tarikat Ahlussunni (ikilah kitab... saking Haji Ahmad Rifa'i bin Muhammad

Marhum Syafi'iyah madzhabe Ahlussunni torekote).2 Sekalipun tidak

membentuk tarikat (komunitas sufi), namun paling tidak pemikiran

tasawufnya memberikan elemen moral bagi para muridnya dalam

melaksanakan tasawuf.

Kenyataan di atas, semakin memberikan dukungan bahwa Kiai Rifa'i

memang berusaha memberikan kriteria pengikut Ahlussunnah yang dalam

bidang tasawuf mengikuti pandangan Junaid al-Baghdadi sebagaimana

dikemukakan dalam kitabnya Ri'āyah al-Himmah

1Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa: Pemikiran dan Gerakan Islam KH.Ahmad Rifa’i

Kalisalak, LKIS, Yogyakarta, 2001, hlm.114. 2Ibid, hlm. 115.

Page 2: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

70

Untuk mengetahui corak tasawuf Kiai Rifa'i digunakan kriteria

berdasarkan pembagian tasawuf menjadi akhlaqi (amali) dan falsafi. Dalam

hal ini, Rifa'i menyatakan dirinya sebagai pengikut jalan Sunni 3 dalam dunia

tasawuf sebagaimana dinyatakan dalam berbagai tempat pada kitab-kitabnya.

Memang harus diakui bahwa pembagian ini mengandung unsur kekaburan

mengingat tasawuf adalah pengalaman batin manusia dalam berhubungan

dengan Tuhannya yang memiliki watak subjektif. Oleh karena itu, kriteria

yang biasanya dipakai untuk mengidentifikasi tidak menghasilkan corak yang

akurat dan tetap.

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa pembagian tersebut biasanya

didasarkan kecenderungan tokoh-tokoh sufi yang pada satu pihak menekankan

aspek amaliah dan di lain pihak menekankan aspek pemikiran. Yang pertama,

menghasilkan rumusan-rumusan tingkah laku yang dipandang dapat

mendekatkan seseorang pada Tuhan, sementara yang kedua menghasilkan

rumusan pemikiran tentang kemungkinan manusia mengalami kesatuan

dengan Tuhannya. Inilah yang sering disebut dengan istilah tasawuf nadzari

yang banyak mengambil ide-ide berasal dari kebudayaan luar Islam (Ats-

Tsaqafah al-Ajnabiyyah).4

Pemaparan mengenai pemikiran tasawuf dari delapan tokoh

sebagaimana telah diutarakan dalam bab tiga (enam tokoh masuk dalam

kategori amali dan dua tokoh masuk dalam kategori nadzari atau falsafi) ini

cukup memberikan gambaran pengalaman ruhani mereka yang memiliki titik

berat pada dua kategori yang berbeda satu dengan lainnya, yaitu yang

berorientasi kepada amal (akhlak) di satu pihak dan yang berorientasi kepada

pemikiran (nadzari) di lain pihak.

Jika dilihat dalam kerangka pemikiran berdasarkan pengalaman para

sufi yang dikategorikan menjadi dua di atas, yakni 'amali (akhlaki) dan

3 Tasawuf Sunni memiliki corak 'amali karena tokoh-tokohnya memberikan tekanan pada

pelaksanaan syari'at terlebih dahulu baru kemudian menghiasinya dengan amaliah tasawuf. Corak ini berbeda dengan falsafi yang menekankan aspek pemikiran dan menitik beratkan pada aspek kesatuan dengan Allah. Abdul Djamil, Ibid, hlm. 122.

4 Ibid, hlm. 122-123.

Page 3: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

71

nadzari (falsafi), maka corak pemikiran tasawuf KH. Ahmad Rifa'i termasuk

dalam kategori 'amali (akhlaqi) atas dasar pertimbangan bahwa isi ajaran

tasawuf Rifa'i berupa latihan ruhani dengan jalan (1) pengisian diri dengan

sifat terpuji (tahalli/ لى تّح ), (2) pengosongan sifat tercela (takhalli/ لى تّخ ) yang

kemudian ditindaklanjuti dengan kedekatan kepada Allah (taqarrub), dan (3)

pengenalan Allah dengan mata hati (makrifat).5

Dengan demikian mengenai persoalan tasawuf, pemikirannya dapat

dikategorikan dalam tasawuf 'amali dan lebih banyak rumusan ajaran akhlak

yang pada akhirnya berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui

jalan pengisian diri dengan sifat terpuji dan pengosongan diri dari sifat tercela.

Tasawufnya tidak mengesankan arti yang spesifik sebagaimana tasawuf

konvensional yang idiom-idiomnya mengesankan adanya unsur eksklusif

seperti pengertian taubat, wara, dan zuhud. Bagi Kiai Rifa'i, pengertian butir-

butir akhlak terpuji dan akhlak tercela, memiliki pengertian yang tidak jauh

berbeda dengan pengertian akhlak. Titik puncak tasawufnya adalah

diperolehnya kedekatan kepada Allah yang dihiasi dengan tiga kondisi, yaitu

khauf, mahabbah, dan ma'rifat. Karena hanya berupa tataran moral dan tujuan

akhirnya adalah tiga kondisi tersebut maka pemikiran tasawufnya bukanlah

tasawuf falsafi.

B. Analisis Konsep Tasawuf K.H. Ahmad Rifa’i relevansinya dengan

Kesehatan Mental

Kiai Haji Ahmad Rifa’i dalam kitabnya Abyan al-Hawaij tidak

menyebut istilah kesehatan mental secara eksplisit, apalagi menguraikan

istilah itu. Meskipun demikian, konsepnya tentang pembersihan diri melalui

zuhud, qona’ah, sabar dan sebagainya dapat diambil kesimpulan bahwa secara

implisit ada konsep kesehatan mental. Alasan peneliti menyimpulkan seperti

itu karena dalam literatur yang berkembang sebagaimana diungkapkan oleh

Ramayulis bahwa setidak-tidaknya terdapat tiga pola untuk mengungkap

metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam persfektif Islam

5 Ibid, hlm. 123.

Page 4: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

72

yaitu Pertama, metode pengembangan potensi jasmani dan rohani; kedua,

metode iman, Islam dan ihsan; dan ketiga, metode takhalli, tahalli dan tajalli6

Ahmad Rifa’i meletakkan iman, Islam dan ihsan sebagai tiga sendi

pokok yang mutlak harus dikaji dan diamalkan oleh umat Islam. Sedangkan

metode iman, Islam dan ihsan itu dalam literatur yang berkembang

sebagaimana telah dikemukakan di atas merupakan metode perolehan dan

pemeliharaan kesehatan mental/ jiwa.

Jika dihubungkan pemikiran dan metode KH.Ahmad Rifa'i dengan

konsep tasawuf masuk dalam kategori metode tahalli yaitu mengisi diri dari

sifat-sifat yang terpuji. (mahmudah). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh

Mustafa Zahri bahwa metode dan fase-fase yang harus dilalui untuk mencapai

pengisian diri menuju jiwa yang sehat yaitu melalui takhalli ( membersihkan

diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (mengisi diri dengan sifat-sifat yang

terpuji), dan tajalli (memperoleh kenyataan Tuhan)7

Penegasan Mustafa Zahri didukung pula oleh Amin Syukur yang

menyatakan dalam tasawuf lewat amalan dan latihan kerohanian yang

beratlah, maka hawa nafsu manusia akan dapat dikuasai sepenuhnya. Adapun

sistem pembinaan dan latihan tersebut adalah melalui jenjang takhalli, tahalli

dan tajalli.8 Sejalan dengan itu Hanna Djumhanna Bastaman mengemukakan

empat pola wawasan kesehatan mental dengan masing-masing orientasinya

sebagai berikut: pertama, pola wawasan yang berorientasi simtomatis; kedua,

pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri; ketiga, pola wawasan yang

berorientasi pengembangan potensi; keempat, pola wawasan yang berorientasi

agama/kerohanian 9

Ahmad Rifa’i dalam kitab Abyan al-Hawaij menegaskan:

6 Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002, hlm. 129. 7 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1995, hlm.

65 8 Syukur, Amin, Zuhud di Abad Moderen, Pustaka Pelajar, (Anggota IKAPI),

Yogyakarta, 2000, hlm. 156 9 Hanna Djumhanna Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikoilogi

Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997, hlm. 133

Page 5: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

73

يائكووولوع فركارايكي له فرتيل

ا حب الدنياطمع اتباع اهلوى كتوال

عجب رياتكربحسودمسعه ايكوله بسوءارتينYoiku wolung perkoro ikilah pertelo Hubbud dunya thoma’ itba’ hawa nafsu ketula U’jub riya takabbur hasud sum’ah ikulah bissu’ artine Terjemahnya: Delapan perkara yang merupakan sifat-sifat tercela yaitu mencintai dunia, tamak, mengikuti hawa nafsu, riya, ujub, takabbur, hasud, dan sum’ah 10 Pemikiran Ahmad Rifa’i di atas masuk dalam kategori takhalli.

Dengan demikian tampaklah bahwa zuhud, qona’ah, shabar, tawakkal hatinya,

mujahadah, ridho, syukur, masuk dalam kategori kriteria jiwa atau mental

yang sehat. Sedangkan cinta dunia, tamak, mengikuti hawa nafsu, ujub, riya,

takabbur, hasad, sum’ah, masuk dalam kriteria jiwa atau mental yang sakit 11

KH. Ahmad Rifa’i tidak menyatakan dengan tegas pengertian

kesehatan mental, namun beliau membuat kriteria–kriteria yang mengarah

pada pengertian tentang jiwa/mental yang sehat dan sakitnya jiwa. Kriteria-

kriteria tersebut adalah :

a. Kriteria Jiwa Yang Sehat

1. Zuhud

Secara harfiah zuhud adalah bertapa di dalam dunia. Sedangkan menurut istilah yaitu bersiap-siap di dalam hatinya untuk mengerjakan ibadah, melakukan kewajiban semampunya dan menyingkir dari dunia yang haram serta menuju kepada Allah baik lahir maupun batin Dalam menjelaskan kata ini Ahmad Rifa’i lebih menekankan pada aspek pengendalian hati daripada aspek perilaku yang harus ditampilkan Jika perkembangan zuhud pada fase yang paling awal ditandai dengan tindakan

10 Ahmad Rifa’i, op. cit., hlm. 58 11 Joko Triharyanto, (editor), Intelektualisme Tasawuf, Lembkota, Semarang, 2002, hlm.

45-50.

Page 6: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

74

konkrit menjauhi kehidupan dunia sebagaimana yang diperlihatkan oleh Rabi’ah al-Adawiyah dan lainnya, maka dalam pemikiran Ahmad Rifa’i titik beratnya adalah pada pengendalian hati supaya tidak tergantung pada harta. Oleh karenanya Ahmad Rifa’i menekankan bahwa zuhud bukan berarti tidak ada harta tetapi tidak ada ketertarikan dengan harta. 12

2. Qona’ah

Secara harfiah qona’ah adalah hati yang tenang. Sedangkan

menurut istilah adalah hati yang tenang memilih rihda Allah, mencari

harta dunia sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan kewajiban

dan menjauhkan maksiat.13 Pengertian ini merupakan kelanjutan sikap

zuhud yang tidak mau mengejar kehidupan dunia selain kebutuhan

pokok Dalam menjalankan zuhud ia memberikan penekanan qona’ah

itu sebagai suatu kondisi jiwa yang bernuansa pada aktivitas batin. Hal

ini dapat dilihat lebih lanjut ketika ia mengemukakan pernyataan yang

mendudukkan arti kaya pada proporsi yang lebih bersifat batini dengan

ungkapannya.

Dari syair KH.Ahmad Rifa'i sebagaima telah dikemukakan

dalam bab tiga skripsi ini tersimpul pengertian bahwa kekayaan bukan

hanya berisi harta tetapi rasa puas terhadap apa yang dimiliki. Atas

dasar pengertian ini maka orang bisa merasa kaya meskipun secara

lahiriah ia miskin

3. Sabar

Sabar secara harfiah bermakna menanggung penderitaan. Sedangkan

menurut istilah menanggung penderitaan yang mencakup tiga hal

yaitu:

a. Menanggung penderitaan karena menjalankan ibadah yang

sesungguhnya

b. Menanggung penderitaan karena taubat dan berusaha menjauhkan

diri dari perbuatan maksiat baik lahir maupun batin

12 Ahmad Rifa’i, op.cit., hlm. 59 13 Ibid., hlm. 60

Page 7: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

75

c. Menanggung penderitaan ketika tertimpa sesuatu bencana di dunia

dan tak mengeluh 14

Dengan pembatasan ruang lingkup pengertian sabar yang

demikian ini, ia terlihat berusaha memberikan makna yang mempunyai

cakupan menurut pengalaman subyektif dari para sufi. Di satu pihak

sabar dikaitkan dengan pelaksanaan hukum Allah sebagaimana

pendapat al-Khawwas yang menyatakan bahwa sabar adalah sikap

teguh terhadap hukum-hukum dari Al-Quran dan As-Sunah.

Pengertian ini sejalan dengan apa yang diberikan oleh al-Qusyairi yang

menyatakan bahwa di antara bermacam-macam sabar adalah kesabaran

terhadap perintah dan larangan-Nya. Di pihak lain sabar dikaitkan

dengan musibah seperti pendapat Abu Muhammad al-Jarir yang

menyatakan bahwa sabar adalah suatu kondisi yang tidak berbeda

antara mendapat nikmat dan mendapat cobaan.

Kelanjutan dari pengertian sabar menurut Ahmad Rifa’i adalah menempatkan kesabaran secara proposional khususnnya pengertian ketiga. Di sini ia menekankan bahwa kesalahan terhadap penyimpangan agama (yang mengandung unsur keharaman) tidak diperlukan lagi.

4. Tawakal

Ia mengartikan tawakal adalah pasrah kepada Allah terhadap

seluruh pekerjaan, sedangkan secara istilah adalah pasrah kepada

seluruh yang diwajibkan Allah dan menjauhi dari segala yang haram 15

5. Mujahadah

Arti harfiah dari mujahadah ialah bersungguh-sungguh dalam

melaksanakan perbuatan sedangkan secara istilah adalah bersungguh-

sungguh sekuat tenaga dalam melaksanakan perintah dan menjauhi

14 Ibid., hlm. 61 15 Ibid., hlm. 62

Page 8: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

76

larangan, memerangi ajakan hawa nafsu dan berlindung kepada Allah

dari orang-orang kafir yang dilaknati 16

Dalam penjelasan selanjutnya, Ahmad Rifa’i lebih menekankan pada aspek kesungguhan dalam memerangi hawa nafsu dengan tujuan memperoleh jalan benar serta keberuntungan.

6. Ridha

Akhmad Rifa’i mengartikan ridha dengan senang hati,

sedangkan menurut istilah adalah sikap menerima atas pemberian

Allah dibarengi dengan sikap menerima ketentuan hukum syari’at

secara ikhlas dan penuh ketaatan serta menjauhi dari segala macam

kemaksiatan baik lahir maupun batin. Dalam dunia tasawuf, kata ridha

memiliki arti tersendiri yang terkait dengan sikap kepasrahan sikap

seseorang dihadapan kekasihnya. Sikap ini merupakan wujud dari rasa

cinta pada Allah yang diwjudkan dalam bentuk sikap menerima apa

saja yang dikehendaki olehnya tanpa memberontak.

Implikasi dari pemahaman terhadap konsep ridha ini adalah sikapnya yang menerima kenyataan sebagai kelompok kecil di tengah-tengah akumulasi kekuasaan pada waktu itu. Implikasi lain terlihat pada pelaksanaan syari’at Islam yang dilakukan dengan penuh ketaatan dan penuh berhati-hati seperti masalah perkawinan, shalat jum’at dan lain-lain.

7. Syukur

Ahmad Rifa’i memjelaskan kata syukur yakni mengetahui akan

segala nikmat Allah berupa nikmat keimanan dan ketaatan dengan

jalan memuji Allah yang telah memberikan sandang dan pangan. Rasa

terima kasih ini kemudian ditindaklanjuti dengan berbakti kepada-Nya.

Sejalan dengan pengertian di atas, bersyukur dapat dilakukan dengan

tiga cara: pertama, mengetahui nikmat Allah berupa sahnya iman dan

ibadah. Kedua, memuji lisannya dengan ucapan Alhamdulillah. Ketiga,

melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan Allah. Cara bersyukur

16 Ibid., hlm. 63

Page 9: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

77

semacam ini sejalan dengan penjelasan al-Qusyairi mengatakan bahwa

bersyukur dapat dilakukan melalui lisan anggota badan dan hati.

Makna lain dari pengertian syukur menurut Ahmad Rifa’i adalah adanya prioritas pada dua unsur pokok yaitu keimanan dan ketaatan serta tercukupinya sandang dan pangan. Pandangan ini memiliki relevansinya dengan sifat terpuji lainnya seperti Qona’ah yang berupa ketenangan hati memilih ridha Allah dengan cara mencari harta dunia sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan tersebut sebatas terpenuhinya hal-hal yang dapat membantu ketaatan melaksanakan kewajiban dan menjauhkan diri dari kemaksiatan. Sekalipun menganjurkan sikap sederhana, tetapi tidak menganjurkan sikap fakir sebagaimana yang ada dalam tradisi sufi tradisional, Ahmad Rifa’i tidak menganjurkan untuk menganjurkan untuk menolak akan tetapi menolak ketergantungan kepada harta.

8. Ikhlas

Apa yang disebut ikhlas menurut Ahmad Rifa’i adalah

membersihkan, sedangkan secara istilah ikhlas adalah membersihkan

hati untuk Allah semata sehingga dalam beribadah tidak ada maksud

lain kecuali kepada Allah. Segenap amal tidak akan diterima jika

didasarkan oleh rasa ikhlas ini. Untuk mewujdkan keikhlasan dalam

beribadah dituntut adanya dua rukun ikhlas; pertama, hati yang hanya

bertujuan taat kepada Allah dan tidak kepada selain-Nya. Kedua, amal

ibadahnya disahkan oleh peraturan fikih.

Dalam memberikan penjelasan mengenai kata ikhlas ini Ahmad

Rifa’i hendak membawa persoalan kepada situasi amaliah keagamaan

kalangan yang memiliki pamrih kepada selain Allah dalam setiap amal

perbuatannya. Ia mengaitkan orang yang tidak ikhlas dalam beribadah

dengan perbuatan syirik (menyekutukan Allah). Penjelasan ini

memiliki kemiripan dengan17 tradisi tasawuf abad III Hijriah ketika

para tokohnya semisal Hasan Basri yang menolak gaya hidup para

penguasa yang dinilai dalam jalan yang salah.

17 Ibid., hlm. 64

Page 10: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

78

Pandangan di atas ini semakin memperjelas posisi Ahmad Rifa’i sebagai tokoh agama yang cukup keras terhadap penyimpangan yang memiliki keterkaitan dengan kekuasaan kolonial dan pembantu-pembantunya. Ia menyatakan bahwa orang-orang yang dalam ibadahnya memiliki pamrih terhadap urusan dunia maka tidak akan selamat bahkan dimasukkan dalam kategori kafir.

b. Kriteria jiwa yang sakit

1. Hubb al Dunya (Mencintai Dunia)

Menurutnya hubb al-dunya adalah cinta pada dunia, sedangkan

secara istilah adalah cinta pada dunia yang dianggap mulia dan tidak

melihat pada akhirat yang nantinya akan sia-sia 18 Perilaku ini

dianggap Ahmad Rifa’i sebagai suatu perbuatan yang tercela karena

memandang dunia lebih mulia dibanding akhirat. Ia menekankan

celaan terhadap dunia yang dapat membawa orang lupa akan akhirat.

Dengan batasan ini maka ia masih memberikan peluang untuk

menyisihkan pada dunia selama tidak menjadikan orang lupa akan

akhirat.

2. Tamak

Pengertian tamak menurut Ahmad Rifa’i adalah hati yang rakus

terhadap dunia sehingga tidak memperhitungkan halal dan haram yang

mengakibatkan adanya dosa besar.19 Meskipun sifat ini dikemukakan

dalam rangka takhalli, namun sebenarnya mengandung ajakan untuk

menciptakan isolasi dengan kebudayaan kota sebagaimana ditampilkan

oleh kekuasaan dan pejabat pribumi yang mengabdi untuk kepentingan

pemerintah saat itu. Dalam kitabnya yang sarat dengan kritik yang

ditujukan kepada masyarakat pribumi yang selalu mengabdikan pada

pemerintah kolonial pada saat itu.

3. Itba’ al-Hawa’

18Ibid., hlm. 64. 19 Ibid., hlm. 66

Page 11: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

79

Yang disebut itba al- hawa’ menurut Ahmad Rifa’i adalah

menuruti hawa nafsu, sedangkan secara istilah adalah orang yang

hatinya selalu mengikuti perbuatan buruk yang telah diharamkan oleh

syariat. Pengertian tersebut dikemukakan dalam konteks mencela

orang kafir di satu pihak dan orang munafik di satu pihak.

4. ‘Ujub

Pengertian ujub menurutnya adalah:

Ujub tegese anggawoaken dalem kebatinan Utawi makna istilah kapertelanan Iku majibaken sentosane badan Saking siksa akhirat keslametane Iku kawilang dosa gede ning batine.20

Terjemah: 'Ujub artinya mengherankan dalam batin Adapun makna istilah penjelasannya Yaitu memastikan kesentosaan badan Dari siksa akhirat keselamatannya. Sekalipun masuk dalam kategori haram dan dosa besar, namun Rifa'i

masih memberi harapan untuk diampuni jika mau bertobat. Hanya saja ia

membedakan antara tobatnya orang yang menjadi panutan dengan orang

awam.

Tobatnya orang yang menjadi panutan, harus melalui siksa terlebih

dahulu karena telah banyak menyesatkan orang lain sebagaimana dinyatakan:

Alim kang taubat iku siniksa ning neraka Sebab dosane ngajak gede duraka Dibit dene wong akeh ika Ikulah dosa dalur dadi gede cilaka. Terjemah:

20 Ahmad Rifa'i, Abyan al-Hawaij, juz 5, tp., tt, 1264 H, Korasan, hlm. 68

Page 12: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

80

Orang alim yang tobat disiksa di neraka Sebab dosanya mengajak kepada durhaka besar Diikuti oleh orang banyak itu Itulah dosa zahir menjadi besar celaka.

Secara bahasa ‘ujub adalah mengherankan dalam hati/batin.

Sedangkan makna secara istilah adalah memastikan kesentosaan badan

dari keselamatan siksa akhirat. Menurutnya ‘ujub yang sebenarnya

adalah membanggakan diri atas hasil yang telah dicapai di dalam

hatinya dan dengan angan-angan merasa telah sempurna baik dari segi

ilmu maupun amalnya dan ketika ada seseorang tahu tentang ilmu dan

amalnya maka ia tidak akan mengembalikan semua itu pada yang

kuasa yakni telah memberikan nikmat tersebut, maka ia telah benar

dikatakan’ujub.

5. Riya’

Yang dimaksud riya’ menurut Ahmad Rifa’i adalah memperlihatkan atas kebaikannya kepada manusia biasa. Sedangkan menurut istilah adalah melakukan ibadah dengan sengaja dalam hatinya yang bertujuan karena manusia (dunia) dan tidak beribadah semata-mata tertuju karena Allah. Dengan pengertian seperti ini beliau membatasi riya’ sebagai penyimpangan niat ibadah selain Allah.

6. Takabur

Pengertian takabur menurut Ahmad Rifa’i adalah sombong merasa tinggi. Sedangkan menurut istilah adalah menetapkan kebaikan atas dirinya dalam sifat-sifat baik atau keluhuran yang disebabkan karena banyaknya harta dan kepandaian. Inti perbuatan takabur dalam pengertian tersebut adalah merasa sombong karena harta dan kapandaian yang dimiliki seseorang.

7. Hasud

Jika penyakit hasud telah menyebar luas, dan setiap orang yang hasud mulai memperdaya setiap orang yang memiliki nikmat maka pada saat itu tipu daya telah menyebar luas pula dan tidak seorangpun yang selamat dari keburukannya karena setiap orang pembuat tipu daya dan diperdaya. Ahmad Rifa’i mengartikan

Page 13: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

81

hasud adalah berharap akan nikmatnya tuhan yang ada pada orang Islam baik itu ilmu, ibadah maupun harta benda.

8. Sum’ah

Secara bahasa sum’ah adalah memperdengarkan kepada orang

lain. Sedangkan secara istilah adalah melakukan ibadah dengan benar

dan ikhlas karena Allah akan tetapi kemudian menuturkan

kebaikannya kepada orang lain agar orang lain berbuat baik kepada

dirinya. Dalam pembahasan ini beliau menekankan pada jalan yang

harus ditempuh bagi seseorang muslim agar selalu mengerjakan sifat-

sifat terpuji dan menjauhi sifat-sifat tercela yang dapat membawanya

pada kerusakan pada amaliah lahir maupun batin. Beliau mengajak

kepada kita unuk berperilaku dengan benar, baik secara lahir maupun

batin.

Sedangkan untuk meninggalkan sifat tercela beliau menyatakan:

Tan ngistoaken ing syarat sahe sembahyang Pada shalat teksir batalan syarat kurang Ikulah wong sasar anut syaitomn kawilang Dhahir becik ning donyane kesawang Iku wong pada kena rencanane syaiton Asih anut maring syaiton neroko pinaringan Terjemahannya: Tidak memperhatikan syarat sahnya sembahyang Sama melaksanakan shalat terksir rusak kurang syarat Itulah orang sesat mengikuti syaitan terbilang Lahirnya baik di dunia terlihat Itulah orang yang terrkena rencananya syaitan Cinta menggikuti kepada syaitan neraka didapat

Dengan mengkaji atau menelaah pemikiran Kiai Haji Ahmad Rifa’i

sebagaimana telah dikemukakan, bahwa Ahmad Rifa’i secara ekplisit tidak

menyebutkan istilah kesehatan mental, namun secara implisit dengan

membagi cara-cara pembersihan jiwa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

Page 14: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

82

pembagiannya itu berhubungan dengan kesehatan mental. Sebagai buktinya ia

mengemukakan konsep zuhud, qona’ah, shabar, tawakkal, mujahadah, ridho,

syukur, ikhlas, cinta dunia, tamak, mengikuti hawa nafsu, ujub, riya, takabbur,

hasad, dan sum’ah 21

Konsep pemikiran K.H Ahmad Rifai, bila dihubungkan dengan metode

perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental, maka termasuk cara-cara

penyucian diri. Dalam metode penyucian diri dikenal dengan istilah takhalli,

tahalli dan tajalli.22 Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela

dan juga dari kotoran-kotoran serta penyakit hati yang merusak, contohnya:

hasud, al-hirsu, al-takabur, al-ghadhab, riya, sum’ah, ujub, syirik. Sedangkan

Tahalli maksudnya adalah menghias diri dengan jalan membiasakan diri

dengan sifat dan sikap perbuatan yang baik, contohnya: zuhud, warak, sabar,

syukur, tawakal, dan sebagainya.

Adapun tajalli berarti lenyap atau hilangnya hijab dari sifat

kemanusiaan atau terangnya Nur yang selama itu tersembunyi (gaib); atau

fana segala sesuatu (selain Allah) ketika nampak wajah Allah. Dari sini

tampak bahwa konsep K.H Ahmad Rifa’i sama dengan konsep tasawuf dalam

menyucikan diri.

Konsep takhalli, tahalli dan tajalli bila ditempuh oleh seseorang tentu

saja akan memperoleh jiwa yang sehat. Ini berarti konsep K.H Ahmad Rifa’i,

secara Implisit sangat berhubungan dengan kesehatan mental.

Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, kotoran, dan

penyakit hati yang merusak. Langkah pertama yang harus ditempuh adalah

mengetahui dan meyadari, betapa buruknya sifat-sifat tercela dan kotor

tersebut, sehingga muncul kesadaran untuk memberantas dan menghindarinya.

Bila hal ini bisa dilakukan dengan sukses, seseorang akan memperoleh

kebahagiaan. Tahap selanjutnya ialah tahalli yakni menghias diri dengan jalan

membiasakan dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik. Berusaha agar

dalam setiap gerak dan perilakunya selalu berjalan di atas ketentuan agama.

21 Ibid., hlm. 57 22 Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002, hlm. 129, 138,

142, 145

Page 15: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

83

Setelah seseorang melalui dua tahap tersebut maka tahap ketiga yakni tajalli,

seseorang hatinya terbebaskan dari tabir (hijab) yaitu sifat-sifat kemanusian

atau memperoleh nur yang selama ini tersembunyi (Ghaib) atau fana segala

selain Allah ketika nampak (tajalli) wajah-Nya 23

Apabila proses penyucian diri berupa takhalli, tahalli dan tajalli telah

selesai dan berhasil dicapai selama dalam riyadhah, berarti seseorang telah

memperoleh ketrampilan dan keahlian dalam memelihara kesehatan mental.

Keahlian dan ketrampilan ini tidak hanya penting bagi orang yang mengalami

masalah tapi juga bagi konselor terutama da’i yang tugasnya menyampaikan

amar ma’ruf nahi munkar. Seterusnya ia dapat melanjutkan ketrampilan dan

keahliannya itu dengan lebih sempurna dengan mengkaji dan meneliti

berbagai macam ilmu dan pengetahuan, khususnya yang relevan dengan

keberadaan manusia dan segenap misterinya. Hal ini dapat dilakukan baik

lewat kajian-kajian teori, aplikasi maupun empirik, baik alam lahir manusia

maupun alam batinnya. Pemberdayaan terhadap potensi dan keahlian yang

bertingkat-tingkat itu adalah dengan berupaya meningkatkan pemahaman

penghayatan dan pengalaman-pengalaman ibadah seperti pada fase tahalli

pada tingkat yang lebih tinggi.

Semakin dalam dan kokohnya pemberdayaan itu maka akan kian

meningkatkan keahlian dan ketrampilan dalam melaksanakan tugasnya

sebagai konselor (jika ia menjadi konselor), psikodiagnostikus dan

psikoterapis secara proporsional dan profesional. Karena proses pemahaman

dan penerimaan informasi serta data melalui kajian teori, aplikasi dan empirik

yang bersifat lahiriyah maupun batiniah adalah selalu dalam bimbingan

illahiyah.

Konselor, psikodiagnostikus dan psikoterapis dalam Islam, mereka

bukan sekadar manusia biasa dan orang kebanyakan akan tetapi mereka adalah

hamba Allah yang memikul amanat dan tanggung jawab yang besar yaitu

tidak hanya sebagai hamba Allah tetapi juga sebagai wakil Allah dalam

mendidik, mengembangkan, memberdayakan dan melindungi serta

23 Joko Triharyanto, op.cit.,hlm. 25

Page 16: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

84

menyembuhkan alam dari kerusakan dan kehancuran; khususnya adalah

manusia sebagai alam kecil dan umumnya alam lingkungan semesta sebagai

alam kabir.

Allah Zat Wajibul Wujud, yang Maha konselor, Maha

psikodiagnostikus dan Maha Psikoterapis. Oleh karena itu seseorang tidak

akan dapat memahami, mengetahui dan mempelajari seluk beluk manusia

secara sempurna jika tidak belajar dan menimba ilmu pengetahuan itu dari-

Nya 24

Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa konsep Ahmad Rifa’i dapat

dijadikan sebagai sarana untuk menciptakan ketenangan jiwa, rasa dilindungi

oleh yang kuasa dan termanifestasikannya seluruh potensi hidup manusia ke

jalan yang benar menuju ridha illahi.

Keutuhan kepribadian atau kemantapan kepribadian merupakan kerja

fungsi-fungsi yang harmonis atau aspek-aspek kejiwaan yang meliputi

kehidupan jasmaniah, psikologis dan kehidupan sosial budaya. Keutuhan

kepribadian itulah yang menentukan kebahagiaan seseorang. Pengertian

bahagia bersifat relatif, bergantung dari pengertian konsep manusia dan tujuan

hidupnya. Bagi muslim yang mempunyai tujuan hidup beribadah, kebahagiaan

akan tercapai apabila ia mampu memahami, menghayati dan mengamalkan

kenikmatan-kenikmatan yang terdapat dalam beribadah, baik berupa

melaksanakan perintah Tuhan maupun meninggalkan larangannya.

Penghayatan bahwa ia berasal dari Allah, melaksanakan aktivitas atas bantuan

Allah semua itu dilakukan untuk dan karena Allah dan kembali berserah diri

kepada Allah merupakan inti kehidupan muslim yang bersifat dinamis. Derajat

penghayatan tersebut merupakan ukuran bagi tingkatan kebahagiaan.

Dewasa ini kesehatan mental berusaha membina kesehatan mental

dengan memandang manusia sebagaimana adanya. Artinya, kesehatan mental

memandang manusia sebagai satu kesatuan psikosomatis, kesatuan jiwa raga

atau kesatuan jasmani rohani secara utuh. Jiwa yang sehat merupakan tujuan

kesehatan mental. Psikoterafi menangani orang sakit untuk disembuhkan dan

24 Jalaluddin, Psikologi Agama, cet 8, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm, 154

Page 17: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

85

kesehatan mental menangani orang yang sehat untuk dibina agar tidak jatuh

menjadi sakit jiwa.

Kedua ilmu itu saling berkaitan. Psikologi dan agama merupakan dasar

atau landasan dan sekaligus sebagai alat, baik untuk menyembuhkan gangguan

jiwa maupun untuk pembinaan kesehatan mental. Baik agama maupun

psikologi berupaya membentuk, mengolah, membina dan mengembangkan

kepribadian yang utuh, kaya rohani dan mantap 25

Pribadi yang utuh atau kepribadian yang terintegrasi menunjukkan

adanya susunan hirarkis yang teratur dan kerjasama yang harmonis antara

fungsi-fungsi kejiwaan atau aspek-aspek mental. Kalau fungsi kejiwaan

bekerja terpisah satu sama lain, tidak ada keterarutan susunan secara hirakis,

tidak ada penjalinan, tetapi tiap fungsi atau aspek seolah-olah merupakan

kesatuan yang berdiri sendiri, maka kepribadian menunjukkan desintegrasi

atau disharmoni.

Demikian pula kalau fungsi kejiwaan itu bekerja secara berlawanan.

Kalau pada seseorang terjadi kekacauan peranan fungsi kejiwaan maka

keadaan mentalnya tegang. Derajat integrasi dan keharmonisan menunjukkan

derajat keutuhan kepribadian dan derajat kesehatan mental.

Dari uraian di atas tampak bahwa konsep tasawuf K.Ahmad Rifa'i

mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan mental. Dikatakan

demikian karena ajaran yang dikemukakannya berhubungan dengan jiwa

manusia. Dengan mengklasifikasikan sifat-sifat tercela dan sifat-sifat terpuji

manusia, menunjukkan bahwa ia menghendaki agar manusia mampu

mengenal dirinya dan Tuhan-Nya. Pemikiran seperti ini termasuk metode

pembersihan diri, dan metode pembersihan diri terkait dengan aspek

kebutuhan manusia pada Tuhan serta pada dirinya sendiri dalam upaya

mewujudkan rida ilahi di atas mental yang sehat.

Metode pembersihan diri versi KH.Ahmad Rifa'i ada relevansinya

dengan kesehatan mental. Dikatakan demikian karena apabila seseorang

25 Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, 1994, Psikologi Islam : Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 151.

Page 18: BAB IV tatik - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB4_410-0.pdf · 69 BAB IV ANALISIS KONSEP TASAWUF K.H.AHMAD RIFA’I RELEVANSINYA DENGAN

86

mengamalkan konsep KH.Ahmad Rifa'I maka secara otomatis akan

membentuk jiwa atau mental yang sehat. Dengan demikian manakala teori

KH.Ahmad Rifa'I diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari maka merupakan

keniscayaan bahwa mental orang itu menjadi sehat. Dengan jiwa yang bersih

dan dengan selalu membuang sifat-sifat yang tercela dan mengisi dengan sifat-

sifat yang terpuji maka manusia tersebut dapat menghindar dari kecemasan,

kegelisahan dan kekosongan jiwa dari sentuhan agama. Hal ini sudah barang

tentu berimbas pada mental yang terkait di dalamnya aspek rohani manusia

itu.