BAB III Fauzan -...

download BAB III Fauzan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain-gdl-s1... · 48 Rifa’I menikah dengan seorang gadis pilihan di Kendal. Dari pernikahan

If you can't read please download the document

Transcript of BAB III Fauzan -...

  • 46

    BAB III PENDAPAT K.H AHMAD RIFA'I TENTANG HUKUM

    MENGERJAKAN SHALAT SUNNAH BAGI YANG SEDANG

    MENANGGUNG SHALAT QADHA MUBADARAH

    A. Biografi dan KH.Ahmad Rifai, Pendidikan dan Karya-Karyanya

    1. Latar Belakang K.H.Ahmad Rifai

    K.H.Ahmad Rifai, nama lengkapnya K.H.Ahmad Rifai bin

    Muhammad Marhum bin Abu Sujak. Lahir pada hari kamis tanggal 9

    muharram 1200H/1786 M, di desa Tempuran yang terletak di sebelah selatan

    Masjid Besar Kendal.1

    Pada umur 6 (enam) tahun, K.H. Ahmad Rifai telah ditinggal wafat

    ayahnya tahun 1207 H/1792 M.. Semenjak itu K.H. Ahmad Rifai diasuh oleh

    kakak Ipar ayahnya K.H. Asyari, seorang ulama terkenal di wilayah

    Kaliwungu. Di bawah asuhan K.H. Asyari, Ahmad Rifai kecil mendapatkan

    berbagai pendidikan agama Islam yang lazim di dunia pesantren, seperti ilmu

    sharaf, nahwu, fiqh, badi, bayan, ulum al-hadits, ulum al-Quran, mantiq,

    ilmu arudl dan lughah al-arabiyah. Hasil belajar K.H. Ahmad Rifai

    membuahkan hasil, terbukti sekembalinya belajar dari Makkah, K.H. Ahmad

    Rifai melakukan penterjemahan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa

    Jawa yang kemudian biasa disebut dengan kitab Tarajumah Ahmad.2

    1 Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa: Pemikiran dan Gerakan Islam KH.Ahmad Rifai

    Kalisalak, Yogyakarta: LKIS, 200, hlm. 13. 2 Ahmad Sadirin Amin, Gerakan Syekh Ahmad Rifai dalam menentang kolonial

    Belanda, Jakarta: Jamaah Masjid Baiturrahman, 1996, hlm. 19.

  • 47

    Pada tahun 1833, K.H. Ahmad Rifai berangkat ke Makkah untuk

    menunaikan ibadah haji dan kemudian menetap di sana selama 8 (delapan)

    tahun. Selama menetap di Mekkah, K.H. Ahmad Rifai berguru pada sejumlah

    ulama Masjidil Haram, seperti Syekh Abdurrahman, Syekh Abu Ubaidah,

    Syekh Abdul Aziz, Syekh Usman dan Syekh Abdul Malik.3

    Sekembalinya dari Makkah, K.H. Ahmad Rifai menetap di Kendal.

    Namun, semenjak menikah dengan janda dari Demang Kalisalak, kemudian

    pindah dan menetap di wilayah Demang Kalisalak dan mendirikan pesantren.

    K.H. Ahmad Rifai dikenal sebagai sosok yang anti Belanda. Bagi

    Belanda, beliau dipandang dapat mengancam stabilitas politik. K.H. Ahmad

    Rifai sering memberikan istilah kafir bagi penguasa kolonialisme di Jawa dan

    para pegawa pemerintah seperti penghulu, demang, dan bupati yang

    dianggapnya telah tersesat karena mengikuti kemauan raja kafir (Belanda).

    Istilah kafir ini dimaksudkan untuk memberikan legitimasi bagi umat

    beragama agar tidak tunduk kepada pemerintahan kolonial. Selain itu, K.H.

    Ahmad Rifai juga sering mengobarkan sikap anti pemerintah kolonial melalui

    tulisan-tulisan dalam kitab yang dikarangnya maupun surat yang dikirimnya

    secara langsung kepada pejabat pemerintah.4

    Sebagai pemeluk Islam yang taat tentu tidak mengabaikan perintah

    perintah agama yang dianutnya. Untuk menjaga dirinya agar selamat dari

    perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang dilakukan leluhurnya, Ahmad

    3 Abdul Djamil, Islam Indonesia Abad Sembilan Belas: Studi Tentang Protes Keagamaan

    K.H. Ahmad Rifai Kalisalak, Semarang: IAIN Walisongo, 1996, hlm. 54 4 Ibid, hlm. 58

  • 48

    RifaI menikah dengan seorang gadis pilihan di Kendal. Dari pernikahan itu,

    membuahkan keturunan sebanyak lima orang anak, masing-masing bernama:

    K.H Khabir, K.H Junaidi, Nyai Zaenab, Kyai Jauhari, Nyai Fatimah alias

    Umrah. Sedang pernikahannya dengan Sujainah di Kalisalak Batang

    membuahkan keturunan seorang anak laki-laki.5

    2. Pendidikan

    Setelah sekian lama digodok dalam tempaan guru Asyari, pada tahun

    1816 M, di usianya yang ke-30 tahun, setelah pulang dari penjara tahanan

    selama beberapa bulan karena difitnah, ia memutuskam sendiri menunaikan

    haji dan umroh ke Makkah al-Mukaromah. Seperti umumnya hujjaj (jamaah

    haji), terutama yang benar-benar mencintai ilmu pengetahuan, selalu

    berkeinginan untuk menetap (mukim) beberapa lama di Jazirah Arab guna

    mendalami ilmu pengetahuan agama Islam. Demikian juga halnya dengan

    Ahmad Rifai, selama delapan tahun menetap di mekah dan Madinah, ia

    berguru kepada sejumlah ulama terkenal di sana, seperti Syaikh Isa Al-

    Barowi (1235 H.), dan Syaikh Fakih Muhammad ibnu abdul Aziz al-Jaizi.6

    Ahmad Rifai berguru kepada kedua ulama tersebut tentang berbagai

    macam cabang ilmu pengetahuan agama Islam, di samping belajar dengan

    ulama-ulama besar lainnya. Sekalipun demikian, Ahmad Rifai tidak lepas

    dari pengaruh perkembangan Islam yang terjadi di Jazirah Arab sekitar abad

    XVII yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1791), yaitu

    5 Ibid. 6 Abdullah Ambari, Potensi Lembaga Sosial Keagamaan, Semarang: Balai Latihan dan

    Pengembangan Agama, 1982, hlm. 7

  • 49

    penegasan kembali kepada otoritas fikih atau aspek-aspek lain dari kehidupan

    keagamaan Islam yang bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Rasul.

    Setelah menuntut ilmu agama selama delapan tahun di Mekah dan

    Madinah, Ahmad Rifai melanjutkan studinya ke negeri yang terkenal kental

    dengan pemikiran-pemikiran mazhab Syafii yaitu Mesir, karena fatwa Imam

    Syafii Qaul Jadid yang terbanyak ada di sana. Koleksi kitab-kitab bermadzab

    Syafii yang belum sempat diterbitkan juga tersimpan diperpustakaan Darul

    Kutub di kota tersebut. Kepindahan Ahmad Rifai ke Mesir ini juga

    mempunyai maksud ingin memperluas ilmu agama kepada guru-guru yang

    berafiliasi kepada mazhab fikih Imam Syafii, karena dia juga sadar bahwa

    sebagian besar masayarakat Islam di Indonesia, terutama di Jawa adalah

    penganut faham tersebut.

    Selama dua belas tahun bermukim di Mesir, Ahmad Rifai berguru

    kepada ulama-ulama kenamaan di sana. Di antara gurunya adalah Syaikh

    Ibrahim al-Bajuri.7

    Sebenarnya banyak muslim Indonesia yang belajar di Mekah waktu

    itu. Akan tetapi kemudian terkenal sebagai ulama besar, khususnya di Jawa

    tersebut nama-nama besar seperi Syaikh Nawawi al-Banteni dan Syaikh

    Kholil al-Maduri. Kedua orang ini menjadi teman akrab Ahmad Rifai hingga

    kepulangannya ke Jawa kelak, selepas bermukim di Mesir selama dua belas

    tahun.

    7 Abdul Razaq, Manaqib Syaikh H.Ahmad RifaI al-jawi, (Jakarta: Jamaah Masjid

    Baiturrahman, tt), hlm. 5

  • 50

    Hingga genap dua puluh tahun pengembaraannya di negeri orang

    (Mekah, Madinah dan Mesir ), guna menuntut ilmu, di usianya yang ke lima

    puluh satu tahun kembali ke Indonesia bersama teman karibnya (Nawawi

    Kholil), dengan naik kapal dagang yang akan ke Indonesia. Dalam kapal

    mereka berkesempatan membuat perjanjian yang akan mereka tunaikan

    setelah bermukim di Jawa. Kesepakatan yang dimaksud adalah menegakkan

    amar maruf nahi mungkar, menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab

    sebagai media dakwah, bertindak adil dalam mengusir penjajahan Belanda dan

    mendirikan lembaga pendidikan. Adapun dalam kesepakatan tersebut terdapat

    pula penugasan antara mereka bertiga dengan rincian sebagai berikut :

    a. Syaikh Kholil Bangkalan, menyusun kitab terjemah dengan kosentrasi

    dan orientasi pada bahasan pokok masalah tasawuf

    b. Syaikh Nawawi al-Banteni, menyusun kitab terjemah dengan orientasi

    pada masalah ushuluddin.

    c. Syaikh Ahmad Rifai, menyusun kitab terjemahan yang berorientasi pada

    pokok masalah fikih.

    Demikian panjang perjalanan pulang ke tanah air, Ahmad Rifai

    sesampai di rumahnya di Kalisalak dan meneruskan berbagai misinya yang

    tertunda.8

    3. Karyanya

    Salah satu unsur terpenting yang di jadikan dasar pertimbangan dalam

    menilai bobot keilmuan seseorang, terutama masa-masa terakhir ini, ialah

    8 Ahmad Syadirin Amin, op. cit. hlm. 9

  • 51

    berapa banyak dan sejauh mana kualitas karya ilmiahnya yang telah di

    hasilkannya. Di lihat dari sisi ini Kyai Ahmad Rifai termasuk ulama

    pengarang yang produktif dalam menulis kitab berbahasa Jawa dengan nilai

    sastra tinggi 9

    Kyai unik dari pesisir Jawa Tengah ini memang melahirkan banyak

    karya tulis, walupun ia sendiri kurang populer di banding dengan sahabat

    kentalnya yaitu Kyai Nawawi dari Banten. Namun demikian iapun banyak di

    kenal terutama di kalangan ilmuan sejarah dan sastra. Hasil karyanya berupa

    kitab Tarajumah itu mengundang nilai sejarah dan sastra yang sangat

    tinggi. Tercatat sejarawan Sartono Kartodirdjo menyatakan, Kyai Rifai

    termasuk ulama yang sangat produktif dalam menulis kitab berbahasa Jawa

    dengan nilai sastra sangat tinggi.

    Di kalangan ilmuan pengikut jamaah Rifaiyah belum ditemui

    kesepakatan mengenai berapa jumlah karya-karya Kyai Ahamad Rifai ini,

    baik yang di karangnya ketika bermukim di Kalisalak maupun ketika

    diasingkan di Ambon. Kuntowijoyo merinci karya-karya Kyai Ahmad Rifai

    tersebut berjumlah 55 buah kitab.10

    Ahmad Syadzirin Amin, salah seorang pemimpin jamaah Rifaiyah

    memberi rincian tentang jumlah kitab karangan Ahmad Rifai, baik yang

    sekarang ada dan dapat dijadikan rujukan maupun yang masih dalam

    pencarian karena alasan hilang atau yang lainnya, tidak kurang dari 65 judul.11

    9 Ibid, hlm. 10. 10 Ibid, hlm. 18. 11 Ibid.

  • 52

    Perbedaan di atas memang wajar jika muncul di permukaan. Hal

    tersebut dikarenakan kitab-kitab Kyai Ahmad Rifai masih banyak tersimpan

    dalam musium di Negeri Kincir Angin (Belanda), karena dipandang bahwa

    ajaran Kyai Ahmad Rifai meresahkan masyarakat, sehingga kitab-kitab

    karyanya ikut disita sebagai barang bukti.

    Kitab-kitab tarajumah (nama kitab tarjumah karya Kyai Ahmad Rifai)

    mulai ditulis ketika ia menetap di Kalisalak, Batang yaitu mulai tahun 1254 H

    sampai tahun 1275 H.

    Karya-karya ilmiah yang dihasilkan dari kecerdasan dan kemahiran

    Kyai Ahmad Rifai di Kalisalak tersebut,12 adalah: Surat Undang-undang

    Biyawara(Maklumat), selesai tahun 1254 H.

    1. Nasihatul Awam (Nasehat Untuk Kaum Awam), selesai tahun1254 H/1837

    M

    2. Syarihul Iman,(Penjelasan Tentang Iman), selesai tahun 1255 H/1838 M

    3. Taisir (Kemudahan), selesai tahun 1256 H./1839 M

    4. Bayan (Penjelasan), selesai tahun 1256 H/1839 M

    5. Targib (Kegemaran Beribadah),selesai tahun 1257 H/1840 M

    6. Thariqat (Jalan Kebenaran), selesai tahun 1257 H/1840

    7. Inayah (Pertolongan), selesai tahun 1256 H/1839

    8. Athlab (Menuntut), selesai tahun 1259 H/1842 M

    9. Husnul Mithalab (Kebaikan Ilmu yang dianut), selesai tahun 1259 H/1842

    M

    12 Ibid, hlm. 119-127

  • 53

    10. Thullab (Pencari), selesai tahun 1259 H/1842 M

    11. Absyar (Mengupas), selesai tahun 1259 H/1842 M

    12. Tafriqah (Pemisahan Hak dengan Batil), selesai tahun 1260 H/1843 M

    13. Asnal Miqosad (Ketetapan yang Harus Dikerjakan), selesai tahun 1261

    H/1844 M

    14. Tafshilah (Perincian), selesai tahun 1261 H/1844 M

    15. Imdad (Pertolongan),selesai tahun 1261 H/1844M

    16. Irsyad (Petunjuk), selesai tahun 1261 H/1844 M

    17. Irfaq (Memberi Manfaat), selesai tahun 1261 H/1844 M

    18. Nadzam Arja (Penghargaan), selesai tahun 1261 H/1844 M

    19. Jamul Masail I (Kumpulan Masalah-masalah), selesai tahun 1261

    H/1844 M

    20. Jamul Masail II (Kumpulan Masalah-masalah), selesai tahun 1261

    H/1844 M

    21. Jamul Masail III (kumpulan Masalah-masalah), selesai tahun 1261

    H/1844 M

    22. Qowaid (Pilar-pilar Agama),selesai tahun 1261 H1844 M

    23. Tahsin (Memperbaiki), selesai tahun 1261 H/1844 M

    24. Shawalih (Perdamaian),selesai tahun 1262 H/1845 M

    25. Miqshadi (Tujuan), selesai tahun 1262 H/1845 M

    26. Asad (Membahagiakan), selesai tahun 1262 H/1845 M

    27. Fauziyah (Keberuntungan), selesai tahun 1262 H/1845 M

    28. Hasaniyah(Kebagusan), selesai tahun 1262 H/1845 M

  • 54

    29. Fadhiliyah (Keutamaan), selesai tahun 1263 H/1845 M

    30. TabyinalIslah (Perbaikan Hubungan), selesai tahun 1264 H/1846 M

    31. Abyanal Hawaij (Penjelasan Beberapa Hajat Pokok), selesai tahun

    1265/1847 M. Tasyrihatal Mubtaj (Penguraian Bagi Yang membutuhkan),

    selesai tahun 1265 H/1847 M

    32. Takhyirah Mukhtasyar (Pilihan Akidah yng Diringkas), selesai tahun

    1265 H/1847 M

    33. Kaifiyah (Metode atau Tata cara), selesai tahun 1265 H/1848 M

    34. Mushbahah (Lampu Petunjuk), selesai tahun 1266 H/1849 M

    35. Riayatul Himmah (Penjagaan Hendak Mengerjakan Ibadah), selesai tahun

    1266 H/1849 M

    36. Mauniyah (Bantuan atau Pertolongan), selesai tahun 1266 H/1849 M

    37. Uluwiyah (Kemuliaan atau Ketinggian), selesai tahun 1266 H/1849 M

    38. Rujumiyah (Pelemparan), selesai tahun 1266 H/1849 M

    39. Muthamah (ditanamkan), selesai tahun 1266 H/1849 M

    40. Basthiyah (Kekuasaan Dalam Ilmu), selesai tahun 1267 H/1850 M

    41. Tahsinah (Memperbaiki bacaan), selesai tahun 1268 H/1851 M

    42. Tazkiyah (Penyembelihan Binatang), selesai tahun 1269 H/1852 M

    43. Fatawiyah (fatwa-fatwaAgama), selesai tahun 1269 H/1852 M

    44. Samhiyah (kemurahan Hati), selesai tahun 1269 H/1852 M

    45. Maslahah (Reformasi), selesai tahun 1270 H/1853 M

    46. Wadlihah (Yang Tampak Jelas), selesai tahun 1272 H/1855 M

  • 55

    47. Munawirul Himmah (Lampu Penerang Cita-Cita), selesai tahun 1272

    H/1855 M

    48. Tasyrihatal (Penyiaran, Penyebaran Berita), selesai tahun 1273 H/1856 M

    49. Mahabbatullah (Cinta Pada Allah), selesai tahun 1273 H/1856 M

    50. Mirghabut Thaat (Yang Menimbulkan Keinginan Patuh), selesai tahun

    1273 H/1856 M

    51. Hujajiyah (Menyalahkan), selesai tahun 1273 H/1856 M

    52. Tashfiyah (Penjernihan), selesai tahun 1273 H/1856 M

    53. Sihhatun Nikah (Keabsahan Nikah).

    54. Sebanyak 700 B Nadzam Dan Jawabannya, selesai tahun 1273 H/1856 M

    55. Sebanyak 500 Tanbih bahasa Jawa, selesai tahun 1273 H/1856 M

    56. Ada lagi kitab tanpa judul yang berisi fatwa-fatwa Agama.

    Dari sekian banyak karya ilmiah K.H.Ahmad Rifai, maka kitab

    Abyanal Hawaij menjadi fokus kajian. Karenanya secara global ada baiknya

    diberikan penjelasan, bahwa kitab Abyanal Hawaij ini terdiri dari enam jilid

    yang masing-masing mencerminkan satu kesatuan yang tak terpisahkan,

    mengingat materi yang dimuat dalam kitab tersebut bersifat sambung

    menyambung. Membicarakan bidang ilmu ushuluddin(teologi), fikih dan

    tasawuf, berbentuk nadzam, enam jilid besar, 82 koras, 35. 992 baris atau

    1636 halaman dengan 11x 2 baris, selesai tahun 1265 H/1848 M. Dalam kitab

    yang berjumlah enam jilid itu, fikih dibahas secara lengkap mulai dari soal

    ibadah yang berhubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) sampai pada

    aspek hubungan horizontal antara sesama manusia (hablum minannas).

  • 56

    Meskipun uraiannya tidak mendalam namun secara global hampir

    menyangkut semua masalah yang bersangkut paut dengan fikih. Demikian

    pula bidang tasawuf. Kajian diawali dengan cara-cara penyucian diri

    (purifikasi) dan maqam-maqam yang harus ditermpuh oleh seseorang guna

    mendekatkan diri kepada Allah SWT yang pada puncaknya dapat mencapai

    tazali ( tersingkapnya tabir Tuhan).

    Dari karya-karyanya dapat dijelaskan bahwa pemikiran K.H.Ahmad

    Rifai sangat menekankan tiga pilar utama yaitu akidah, syariah dan akhlak

    agar dikaji dan diamalkan secara bersamaan. Ia menganggap keliru jika umat

    Islam hanya mengkaji dan mengamalkan salah satu saja dari ketiga pilar itu.

    Pendalaman yang bersifat parsial hanya akan menghasilkan pemikiran yang

    sempit dan pincang.

    Sebagai buktinya dalam kitab Abyanal Hawaij (Penjelasan Beberapa

    Hajat Pokok) tampak keinginannya untuk merekonsiliasi tasawuf, fiqih dan

    tauhid sebagai bagian mutlkak yang harus dikaji dan dimalkan oleh umat

    Islam. Menurut peneliti, pemikirannya dapat dipahami karena ia melihat

    adanya sebagian ulama yang hanya mengkaji dan mengamalkan fiqih tanpa

    taswuf dan sebaliknya mengamalkan tasawuf dengan meninggalkan fiqih.

    Dipandang dari sudut historis, peneliti berpendapat bahwa adanya

    penyingkiran tasawuf dari fiqih dan sebaliknya adalah bermuara pada adanya

    dikhotomi kedua ilmu itu yang berlatar belakang politis dan sempitnya

    memandang Islam sebagai suatu sistem dan ajaran. Itulah sebabnya

  • 57

    K.H.Ahmad Rifai ingin meletakkan kembali dinul Islam dalam kerangka yang

    utuh atau integral komprehensif.

    Namun sebagai kritik peneliti terhadap K.H.Ahmad Rifai bahwa dilain

    pihak ia pun menyempitkan fiqih hanya dalam perspektif mazhab Syafii,

    tauhid dalam perspektif ahlus sunnah wal jamaah. Dengan demikian secara

    tidak sadar ia pun tampaknya terjebak dalam dikhotomi antara mazhab Maliki,

    Syafii. Hanafi dan Hambali; antara sunni, mutazilah dan sebagainya. Namun

    demikian, pendikhotomian seperti itu sangat penelti pahami karena

    K.H.Ahmad Rifai meletakkan mazhab syafii dan aswaja sebagai hasil seleksi

    dari kelebihan dan kekurangan masing-masing aliran serta disesuaikan dengan

    kondisi umat Islam di Indonesia.

    B. Pendapat KH.Ahmad Rifai tentang Hukum Mengerjakan Shalat Sunnah

    Bagi Yang Sedang Menanggung Shalat Qadha Mubadarah

    1. Latar Belakang Pemikiran KH.Ahmad Rifai tentang Hukum

    Mengerjakan Shalat Sunnah Bagi Yang Sedang Menanggung Shalat

    Qadha Mubadarah

    Tipologi Gerakan KH Ahmad Rifa'i dilihat dari segi asal usulnya,

    munculnya gerakan sosial (termasuk di dalamnya gerakan keagamaan),

    dilandasi oleh beberapa sebab, antara lain:

    a. Struktur politik dan ekonomi di pedalaman Jawa diwarnai oleh penetrasi

    ekonomi kolonial khususnya pada abad ke-19. Pemerintah kolonial

    memperkenalkan peraturan baru dan hubungan-hubungan sosial

    mencakup persoalan petani dan buruh serta menerapkan peningkatan

    pajak sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Inilah yang dapat memicu

  • 58

    adanya protes terhadap sistem ekonomi dan politik yang dipandang telah

    merusak tatanan tradisional.

    b. Banyaknya dasar ideologi juga menjadi unsur penting dari lahirnya

    gerakan sosial. Artinya, suatu gerakan tidak dapat hanya ditelusuri dari

    satu ideologi saja karena unsur geografis, ekonomi dan politik, karakter

    sosiokultural juga dapat menjadi unsur penting yang melahirkan konflik

    dan cenderung menjadi gerakan protes yang terorganisir.

    c. Kepemimpinan dari tokoh-tokoh agama, para haji, dan demikian pula kiai

    serta guru ngaji dapat menjadi faktor pokok dari munculnya gerakan sosial

    tradisional. Para elit ini merupakan simbol dari tatanan tradisional dan

    memperoleh penghargaan yang cukup besar di antara pengikut-

    pengikutnya. Selama abad ke-19, telah muncul perkembangan agitasi yang

    militan terhadap pemerintah yang digerakkan oleh elit agama di atas.13

    d. Dilihat dari sisi Ideologi, terdapat adanya elemen-elemen yang

    mendasarinya, seperti: (1) Millenarianisme, yaitu suatu ide yang

    mendambakan datangnya masyarakat ideal dan berpandangan bahwa masa

    yang akan datang merupakan masa keemasan di mana semua bentuk

    ketidakadilan akan lenyap;14 (2) Eschatologisme, suatu ideologi yang

    beranggapan bahwa dunia telah dipenuhi dengan suatu bencana sehingga

    orang beriman yang ingin menyelamatkan diri harus mengikuti para

    13 Sartono, Protest.... hlm. 4-11. 14 S.L,Thrupp(ed.),"Millenial Dream m Action: Essays in Comparative Study", CSSH,

    Supplement II, The Hague, 1962.

  • 59

    pemimpin yang sedang melakukan suatu pemberontakan;15 (3)

    Mesianisme, yaitu ideologi yang beranggapan akan datangnya suatu

    Mesiah yang akan mendatangkan keadilan dan ketenteraman dalam

    masyarakat. Dalam tradisi yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa

    Timur disebut dengan datangnya Ratu Adil, atau juga Mahdi atau Juru

    Selamat yang dikenal dalam eskatologi Islam. Dalam perkembangan

    ideologi mesianis di Jawa, Ratu Adil juga disatukan dengan Mahdi

    sebagaimana terjadi pada masa Mataram;16 (4) Nativisme, suatu ideologi

    gerakan yang berusaha mengembalikan segi-segi kebudayaan masyarakat

    asli dan menolak hadirnya kebudayaan asing.17 Dalam gerakan nativisme,

    muncul harapan akan datangnya penguasa lama yang akan melenyapkan

    penguasa kulit putih; (5) Perang Suci, suatu ideologi yang berpangkal

    pada adanya panggilan untuk melakukan perang terhadap penguasa kafir

    serta kejahatan yang muncul pada penguasa asing; dan (6) Revivalisme,

    suatu ideologi yang berusaha memelihara nilai-nilai serta sistem lama

    untuk membentengi terjadinya kerusakan yang diakibatkan oleh

    perubahan sosial. Di sini ada dorongan untuk menolak dan membangkang

    15 Untuk Eskatologi Islam, lihat lebih lanjut pada catatan Snouck Hurgronje tanggal 21

    Mei 1889 dalam E. Gobee dan Adriaanse (ed.), Ambtelijke Adviesen van Snouck Hurgronje, 1889-1936, Vol. 2, Sgravenhage, 1959. Dapat juga dilihat Hoezoo, "Het Javaansch Geschrift "Achiring Djaman", MN2G, Vol. XXVII, 1883, hlm. 1-42.

    16 0. G. W. J. Drewes, Drie Javaansclie Goeroe's. Hun leven, Ondemcht en Messiasprediking, (Diss. Leiden, 1925), hlm. 165-168.

    17 Lebih lanjut pada R. Linton, "Nativistic Movement", dalam American Antropologist, Vol. XLV, 1943, hlm. 230.

  • 60

    terhadap pemimpin yang dianggap telah mengalami kerusakan. Oleh

    karena itu, ia juga bisa disebut dengan gerakan revitalisme.18

    e. Dilihat dari segi kondisi budaya dari masyarakat di mana gerakan itu

    muncul (dalam hal ini Jawa), dapat diidentifikasi adanya suasana budaya

    yang bercorak agamis yang kental dengan hal-hal yang bersifat magis

    (magico-religiouse practice). Dalam pemberontakan sering dijumpai

    adanya orang yang berkeyakinan adanya kekuatan yang disebut jimat,

    sementara ada juga keyakinan akan adanya keramat yang dimiliki oleh

    orang-orang suci. Pesantren sebagai suatu lembaga keagamaan dan

    merupakan sumber kebudayaan Islam dalam banyak hal bisa menjadi

    ajang dari para pemimpinnya untuk menolak kehadiran para pemimpin

    asing dan priayi.19

    f. Dilihat dari segi hubungan antargerakan, dapat diketahui adanya tipe

    gerakan seperti separatis dan reformatif. Gerakan separatis memiliki ciri

    terorganisir berdasarkan institusi agama dan memberikan tekanan pada

    status kelompok dalam masyarakat yang lebih luas.20 Gerakan reformatif

    berisi usaha yang dilakukan secara kreatif dan sadar dalam rangka

    mencapai kesatuan masyarakat dan perorangan melalui penolakan dan

    perubahan secara selektif terhadap komponen-komponen budaya

    tradisional dan yang terkait dengannya.

    18 A. F. C. Wallace, "Revitalization Movement", American Antropologist, Vol. LVIII,

    1959, hlm. 264-281. 19 Sartono, Protest.... hlm. 11-12. 20 Fernandez, "African Religious Movement" dalam Sociology of Religion, Roland

    Robertson, ed., Penguin Sociological Readings, hlm. 390.

  • 61

    Meskipun munculnya gerakan sosial dapat dipilah dalam beberapa

    motif, namun sering kali beberapa motif melatarbelakanginya secara

    sekaligus. Gerakan Padri yang biasanya dikaitkan dengan gerakan pemurnian

    Islam yang dilakukan oleh tiga orang haji yang pulang dan Makah (Haji

    Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang), ternyata mengandung muatan-

    muatan ekonomi sebagaimana diteliti oleh Dobbin.21

    Gerakan keagamaan Kiai Rifa'i tak dapat dilepaskan dari situasi sosial

    di mana ia muncul. Di satu sisi ada kebutuhan terhadap pengajaran agama bagi

    orang awam pada wilayah Kalisalak dan daerah sekelilingnya, di pihak lain

    ada kekuasaan asing yang dinilainya telah melakukan banyak penyimpangan.

    Pengajaran agama tersebut dilakukan melalui tulisan dalam bentuk nadham

    dan merupakan bentuk dari penyederhanaan ajaran Islam karena tradisi

    penyampaian ajaran melalui bentuk nadham (syair) merupakan bagian dari

    kebiasaan masyarakat waktu itu.22 Selain itu, dilihat dari segi isinya, bentuk

    nadham kitab Tarajumah menyodorkan ajaran Islam yang memungkinkan

    dimengerti oleh kebanyakan orang.23

    Reaksinya terhadap kekuasaan asing sesungguhnya telah ia perlihatkan

    sejak sebelum keberangkatannya ke Makah pada tahun 1833. Dalam lingkup

    21 Dobbin, Christine, "Economic Change in Minangkabau as a Factor in the Rise of Padri

    Movement", 1784-1830, Indonesia, No. 23,1977, hlm. 1-38. Lihat juga Wertheim yang membandingkan gerakan Padri dengan aliran Protestan yang memprotes sistem feodal dalam tulisannya Indonesie van Vorstenrijk tot Neo-Kolonie, Meppel/Amsterdam: Boom, 1978, hlm. 57.

    22 Bandingkan dengan tradisi penyampaian ajaran agama melalui syair yang menjadi kecenderungan pada abad ke-19. Lihat lebih lanjut Karel Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988, hlm. 160.

    23 Sebagai contoh, kitab Tarajumah mengajarkan tentang macam-macam air suci, batalnya wudhu, rukun shalat, rukun taubat, dan lain-lain. Dengan menyebutkan angka dari tiap-tiap satuan ajaran akan memudahkan santri Rifa'iyah untuk menghafal. Di kalangan Rifa'iyah sering kali diadakan lomba memahami kitab Tarajumah untuk mengetahui seberapa jauh seseorang hafal ajaran-ajaran Kiai Rifa'i.

  • 62

    wilayah Kendal, ia telah dikenal oleh pemerintah sebagai tokoh yang sering

    membuat kekacauan sehingga pernah dipenjara di Semarang.24

    Dua kondisi di atas inilah yang merupakan elemen pokok munculnya

    komunitas Kalisalak yang di kemudian hari menjadi gerakan Rifa'iyah

    (diambil dari nama tokoh yang diikuti, yaitu KH. Ahmad Rifa'i).

    2. Pendapat KH.Ahmad Rifai tentang Hukum Mengerjakan Shalat

    Sunnah Bagi Yang Sedang Menanggung Shalat Qadha Mubadarah

    KH.Ahmad Rifa'i menyatakan:

    # # # #

    Artinya: Tidak takut melanggar haram yang diingini. Tanda-tandanya takut dan kasih sayangnya hanya ditujukan pada Raja yang kafir yang merusak syari'at. Tidak takut pada siksa Allah di akhirat. Banyak orang 'alim yang ikut-ikutan haji tapi tetap dalam kekafiran dan tidak takut pada Allah sebenar-benarnya Tuhan

    # # # #

    # # #

    Artinya:

    Orang mempunyai qadha' wajib segera shalat

    24 Lihat Arsip dari Biro A, No. 421,19 Mei 1859, yang menjelaskan perilaku Ahmad

    Rifa'i semenjak berada di Kendal, dan akhirnya dianggap membahayakan stabilitas pemerintah.

  • 63

    Inilah Allah tidak mengizinkan dalam syara' yang ada Bepergian tidak wajib disebabkan ada arah yang dituju Sebaliknya malah haram kalau dilaksanakan Meninggalkan ibadah sunnah yang diharamkan Walaupun pelanggaran syara' diwiridkan Haram orang yang mengqadha yang kemudian dlaksanakan Itu jadikanlah ibadah yang disunnatkan Ora nyebut kita ing kaifiyahe shalat Ing riyaya lan liyane iku sunnah Sebab ora dosa tinggale dihajat Luwih hak kang wajib kita himmah Supaya luwih bangeta nyitaha ngaweruhi Ing dalem pakone syam' wajib dikekahi.25 Artinya:

    Tidak menyebut kita pada tata cara shalat Pada shalat hari raya dan lainnya itu adalah sunnah Sebab tidak berdosa meninggalkan shalat dimaksud Lebih berhak yang wajib kita perhatikan Agar supaya lebih banyak mengetahui Di dalam ketentuan syara' wajib dipegangi. Mujtahid fuqaha tetelu werna kinaweruhan Mutlaq, madzhab, fitiw ingaranan Mujtahid mutlak Qur'an Hadits gineyongan Mujtahid Madzhab ngambil imam panggeran Mujtahid Fatwa angerajihaken tinemune Selayane sahabat Syafi'i anane.26 Artinya:

    Mujtahid fuqaha' tiga macam diketahui Mutlaq, Madzhab, Fatwa sebutannya Mujtahid Mutlak Qur'an Hadits bergantung Mujtahid Madzhab mengambil imam ajarannya Mujtahid Fatwa mentarjih jadinya Semua sahabat Syafi'i adanya.

    25 Ahmad Rifa'i, Asnal..., hlm. 109. 26 Ahmad Rifa'i, Ri'ayah II ..., hlm. .Lihat juga tulisannya yang lain seperti Asnal Miqsad

    I, hlm. 248.

  • 64

    Keduwe wong kang taklid sah wenang Yen milih anut qoule ulama kang gampang Maka ngamal kelawan qoule mnjtahid kawilang Apa wongiku karepe anute ing pamulang Saking salah sijine ulama mujtahidin Tetapi arep weruh ilmune dibatin.27 Artinya:

    Bagi orang yang taqlid sah boleh Kalau memilih pendapat ulama yang mudah Maka melaksanakan ibadah menurut pendapat mujtahid terbilang Orang yang bermaksud mengikuti ajaran Dari salah satu ulama mujtahidin Akan tetapi mengetahui ilmunya dalam batin. Dalam Ri'ayah II ia menyatakan:

    Awam majib ing 'Alim 'Alim i'timad kuat Ing dalem zamane wongiku laku syari'at Akeh wong sasar bid'ah anut ing adat Tinggal saking syareate Nabi Muhammad.28

    Artinya:

    Orang awam wajib berpegang teguh kepada 'Alim 'Adil Di dalam zamannya orang itu dalam melaksanakan syari'at Banyak orang sesat bid'ah mengikuti adat Meninggalkan syari'atnya Nabi Muhammad. Keduwe wong kang taqlid sah wenang

    Yen milih anut qoule ulama kang gampang Lan ana malih imam papat tan masyhur Muwafaqate sekehe ulama jumhur Cukup taqlid salah sijine pinilahur Anut ing Imam Syafi'i ilmu pitutur.29

    27 I bid. 28 Ahmad Rifa'i, Ri'ayah II..., him. 60. Peryataan serupa juga dapat ditemukan dalam

    kitabnya yang lain seperti ash al-Miqsad, Abyan al-Hawa'ij, dan lain-lain. 29 Ahmad Rifa'i, Ri'ayah 11..., hlm. 60. Lihat juga tulisannya yang lain Asn al-Miqsad,

    hlm. 249.

  • 65

    Artinya:

    Bagi orang yang taqlid sah dan boleh Jika memilih ikut pendapat ulama yang mudah Dan ada lagi imam empat yang masyhur Sesuai dengan semua ulama jumhur Cukup taqlid pada salah satu dengan penuh perhatian Mengikuti ajaran ilmu Imam Syafi'i.

    3. Metode Istinbath Hukum KH.Ahmad Rifai tentang Hukum

    Mengerjakan Shalat Sunnah Bagi Yang Sedang Menanggung Shalat

    Qadha Mubadarah

    Dalam bidang fiqh, Ahmad Rifa'i menyatakan dirinya sebagai pengikut

    madzhab Syafi'i sebagaimana dinyatakan dalam berbagai tempat pada bagian

    awal dari setiap kitab yang ditulisnya. Sebagai contoh pada bagian dalam

    Ri'ayah al-Himmah ia menyatakan:

    Ikilah bab nyataaken tinemune Ing dalem ilmu fiqh ibadah wicarane Atas madzhab Imam Syafi'i panutane Ahli mujtahid mutlak kaderajatane. Artinya:

    Inilah bab menyatakan jadinya Di dalam pembicaraan mengenai ilmu fiqh ibadah Berdasarkan madzhab Syafi'i panutannya Ahli mujtahid mutlak derajatnya.30 Dilihat dalam konteks sejarah pemikiran dan gerakan Islam,

    sebenarnya ia berada dalam fase modern di mana ada kecenderungan kuat

    untuk mengembalikan citra Islam klasik yang banyak menghasilkan ijtihad

    dan sebaliknya memerangi taqlid kepada madzhab. Hal ini dapat dilihat pada

    30 Ahmad Rifa'i, Ri'ayah ..., hlm. 120. Pernyataan serupa juga muncul pada bagian depan (cover) kitab-kitab yang ditulisnya, antara lain: (ikilah kitab ... saking Haji Ahmad Rifa'i bin Muhammad Marhum Syafi'iyah madzhabe Ahlussunni toreqote)

  • 66

    pemikiran at-Tahtawi (1801-1873) yang mengisyaratkan untuk kembali

    membuka pintu ijtihad, hanya saja ia tidak menyatakannya secara terang-

    terangan dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi masyarakat pada waktu

    itu.31 Demikian pula Muhammad Abduh (1849-1905) berusaha

    memerdekakan pikiran dari ikatan taqlid dan sebaliknya memahami Islam

    dengan cara yang pernah ditempuh oleh orang salaf. Menurutnya, kelemahan

    umat Islam disebabkan oleh sikap fanatik terhadap satu madzhab dan

    selanjutnya mengakibatkan adanya ketundukan kepada aliran tertentu

    sehingga pengikutnya tidak berani mengemukakan kritik atau pendapat lain.32

    Dalam konteks India, juga ditemukan pemikiran serupa seperti Ahmad

    Khan yang justru lebih radikal lagi berpendapat bahwa untuk memahami

    Islam hanyalah Al-Qur'an yang dapat dipakai sebagai sumber utama

    sedangkan lainnya hanyalah komplemen. la tidak mau terikat dengan hadits

    dan kitab-kitab hukum agar relevan dengan masyarakat pada masanya.33 Ini

    mengandung arti bahwa keterikatan kepada madzhab harus dihentikan dan

    selanjutnya perlu pengembaraan pikiran langsung dari Al-Qur'an.

    Kecenderungan semacam ini secara langsung maupun tidak, berkaitan dengan

    suasana yang sering disebut sebagai kemandekan pemikiran dalam dunia

    31 Nasution, Pembaharuan .... hlm. 49 32 Al-Bahi, Al-Fikr ..., hlm. 99,137. 33 Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India, New Delhi: Usha Publication, 1979,

    hlm. 15.

  • 67

    Islam yang mengakibatkan penetrasi kaum Barat dalam ilmu pengetahuan,

    budaya, sosial politik, dan lain-lain.34

    Namun demikian, ajakan untuk ijtihad di atas hanya menjadi salah satu

    kecenderungan memahami agama dari kalangan tertentu saja, sebab di sisi lain

    justru timbul semangat bermadzhab yang juga melanda pemikiran Islam dari

    berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini dapat dimengerti jika dilihat

    dalam kerangka perkembangan pemikiran di bidang hukum Islam. Dilihat dari

    perspektif ini, ia berada dalam periode keenam yang dimulai dari momentum

    runtuhnya Baghdad di tangan Hulagu Khan sampai dengan masa sekarang.

    Periode ini ditandai dengan suasana taqlid yang semakin menguat setelah

    diawali situasi menguatnya semangat bermadzhab pada periode kelima. Juga

    adanya kecenderungan menyibukkan diri pada pendapat madzhab tertentu dan

    mencukupkan diri dengan kitab-kitab yang ditulis oleh madzhab yang

    bersangkutan.

    Upaya untuk mengembalikan kejayaan Islam masa lalu dalam dunia

    ilmu pengetahuan, paling tidak terbentur oleh dua hambatan pokok, yaitu:

    pertama, tidak ada lagi hubungan antar ulama dari berbagai negara Islam. Pada

    periode sebelumnya ada kecenderungan ulama menempuh perjalanan jauh

    (rihlah) untuk misi keilmuan sebagaimana diperlihatkan oleh para ahli hadits

    (muhadditsin) yang menempuh perjalanan jauh untuk mencari informasi

    mengenai hadits dan fiqh. Dalam pada itu musim haji menjadi wacana yang

    amat efektif untuk percaturan ilmu para ulama dari berbagai negara. Kedua,

    34 Lihat Harun Nasution dalam, Pembaharuan dalam Islam, yang menggambarkan ide-ide kebangkitan di berbagai negara Islam seperti Turki, Mesir, Saudi Arabia, Indo-Pakistan dalam konteks dominasi Barat dalam berbagai bidang di atas.

  • 68

    terputusnya hubungan ulama dengan kitab-kitab para imam. Jika sebelumnya

    (periode kelima) masih dijumpai adanya kecenderungan untuk mengkaji kitab-

    kitab tulisan dari imam madzhab dan selanjutnya dijadikan sebagai bahan

    telah, maka pada periode ini muncul kecenderungan untuk mencukupkan diri

    dengan kitab-kitab yang disusun pada masa kemunduran Islam (yang

    dimaksud adalah kitab-kitab yang mengacu pada madzhab tertentu).35

    Kenyataan ini dapat dicontohkan kitab Mutar fi al-Furu' tulisan Khalil

    bin Ishaq bin Musa Diyauddin as-Safa al-Gundi (meninggal tahun 1365 M)

    yang bermadzhab Maliki,36 Minhaj ath-Thullab karya Zakaria al-Ansari

    (meninggal tahun 1520) yang bermadzhab Syafi'i,37 dan kitab Kanz ad-Daqaiq

    fi al-Furu' tulisan Hafizaddin Abu al-Barakat Ali bin Ahmad an-Nasafi yang

    bermadzhab Hanafi.38 Kitab-kitab tersebut mencerminkan keberpihakan

    kepada salah satu di antara madzhab yang masyhur pada waktu itu.

    Sinyalemen tentang tidak adanya hubungan antar ulama dari berbagai

    negara, lebih banyak berkaitan dengan maju dan berkembangnya semangat

    ijtihad sebagaimana terjadi di masa keemasan pemikiran Islam pada periode

    klasik. Adapun percaturan ilmiah, khususnya di Haramain, masih sering

    terjadi walaupun dibarengi dengan meningkatnya ikatan kepada madzhab.

    Artinya, meskipun dalam intensitas yang tidak setinggi masa-masa keemasan

    pemikiran Islam, pada periode ini masih dijumpai tradisi percaturan ilmiah.

    35 Hudari Beik, Tarih at-Tasyri' al-lslam, Matba'ah as-Sa'adah, 1373, hlm. 366-372.

    Selanjutnya disebut Tarih. 36 Brockelman, Geschichte der Arabischen Litterahir, Supplementband II, E. I. J. Brill,

    Leiden, 1938, hlm. 96. Selanjutnya disebut GAL... 37 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning ..., hlm. 246. 38 GAL, Suplement Band II.... hlm. 263-264.

  • 69

    Sebagai contoh, pada periode keenam ini masih ada jaringan ulama Nusantara

    dengan Makah dan Madinah sebagaimana terlihat dari hubungan pemimpin

    dan ulama Nusantara dengan Haramain. Penghargaan yang diberikan

    penguasa Makah berupa stempel emas Bait al-Haram kepada penguasa Aceh

    pada abad enam belas memperlihatkan adanya hubungan ini, karena hadiah

    tersebut merupakan pertanda bahwa penguasa Aceh itu memiliki kesalehan

    yang tinggi.39

    Jaringan serupa juga dapat dijumpai pada penguasa Mataram,

    Pangeran Rangsang, yang mengirim delegasi ke Makah pada tahun 1641 dan

    sebagai konsekuensinya ia mendapat gelar sultan dari Syarif Makah.40 Hanya

    saja semangat bermadzhab masih mewarnai percaturan keilmuan ini dan

    sebagai akibatnya Islam Nusantara juga banyak didominasi oleh madzhab

    Syari'i.41

    Situasi makro inilah yang antara lain ikut mengilhami semangat

    mengikuti kepada salah satu di antara madzhab besar yang ada. Ahmad Rifa'i

    yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya semacam ini,

    mengembangkan ajaran keagamaan dengan cara bermadzhab pada salah satu

    di antara empat madzhab (asy-Syafi'i) yang dianggap memiliki reputasi dalam

    bidang hukum Islam. Dalam salah satu kitabnya, ia menyatakan bahwa

    39 Azra, Jaringan ..., hlm. 55 40 H. J. De Graaf, "De Regeering van Suttttn Agung, vorst van Matararn, 1613-1645 en

    Die van Zijn Voorganger Panembahan Se-da-ing-Krapyak 1601-1613", VK1, No. 23, Den Haag, Nijhoff, 1958,264-273.

    41 Lihat Azra dalam Jaringan ..., yang menjelaskan skema jaringan ulama Nusantara berpangkal pada Ahmad Qusasyi (wafat tahun 1661). Skema tersebut memperlihatkan bahwa al-Qusyasyi semula adalah pengikut madzhab Maliki, kemudian beralih ke Syafi'i mengikuti guru mertuanya.

  • 70

    mengikuti madzhab (taqlid) merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang

    yang memang masih awam dalam persoalan agama.42 Kecenderungan untuk

    taqlid tersebut lebih diperjelas dengan mengikuti salah satu di antara imam

    madzhab yaitu Imam Syafi'i sebagaimana dinyatakannya:

    Lan ana malih imam papat tan masyhur Muwafaqah sekehe ulama jumhur Cukup taqlid salah sawijine pinilahur Anut ing Imam Syafi'i ilmu pitutur Wajib ngaweruhi ing panggeran ilmune Ing imam kang neja ditutburi tinemune43 Artinya:

    Dan ada lagi imam empat yang tidak masyhur Sesuai dengan semua ulama jumhur Cukup taqlid pada salah satu yang luhur Ikut Imam Syafi'i ilmu pitutur Wajib mengetahui pada aturan ilmunya Pada imam yang bermaksud untuk diikuti. Sebagaimana dituturkan Hudari Beik dalam buku Tarih_at-Tasyri' al-

    Islam, kecenderungan bermadzhab memiliki nilai positif selama berhadapan

    dengan kalangan awam yang memang hanya berkeinginan mengetahui salah

    satu hukum saja. Adapun bagi orang-orang yang bermaksud menjadi ahli fiqh

    (fuqaha'), maka paling tidak harus mengetahui bagaimana dalil yang dipakai

    oleh imamnya dalam mengambil hukum (istinbat)44

    Jika Ahmad Rifa'i menempuh cara serupa, maka hal itu dilakukannya

    dalam rangka menyesuaikan dengan tingkat perkembangan pemahaman

    42 Dalam kitabnya Ri'ayah al-Himmah, hlm. 88, ia menyatakan bahwa taqlid pada

    masalah furu' hukumnya wajib bagi yang bukan mujtahid. Pandangan semacam ini juga ditemukan dalam kitab Syafi'iyah seperti Bughyah al-Musytarsyidin tulisan Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Amer Ba'lawi yang menyatakan kebolehan bertaqlid pada madzhab pada bab ijtihad, ifta, dan taqlid.

    43 Ahmad Rifa'i, Asnal ...,juz. 1, hlm. 249. 44 Beik, Tarih..., hlm. 372.

  • 71

    keagamaan pada lingkungan di mana ia berada, yakni wilayah Kalisalak

    Kabupaten Batang dan sekitarnya, yang masih tergolong awam, dilihat dari

    minimnya pesantren. Lebih jauh dari itu, pada lingkungan pesantren sendiri

    tumbuh dan berkembang suasana mengikuti tradisi bermadzhab, khususnya

    madzhab Syafi'i.

    Penelitian yang dilakukan oleh van den Berg atas kitab-kitab agama

    yang beredar di pesantren Jawa dan Madura pada tahun 1885 merupakan

    indikasi adanya kecenderungan ini. Hasil penelitian itu memperlihatkan

    adanya penggunaan kitab-kitab Syafi'iyah sebagaimana dinyatakannya sebagai

    berikut:

    De voomaamste boeken (kitab van hel Arabische kitab), weike men voor pekih (Arab. fiqh, d.i "het recht") gerbnikt , zijn, behalve zooven genoemden, Sapinah,45 Sollam,46 Sittin,47 Bapadal en Risala, Mihadjoelgawim,48 Sleman Kurdi49 Patakoelkarib,50 Badjoeri,51

    45 Yang dimaksud adalah Kitab Safinah ari-Najah fi Ushul ad-Din wa al-Fiqhi, tulisan

    Salim bin Sumair al-Hadrami yang membicarakan ushuluddin (pokok-pokok agama) dan fiqh (hukum Islam). Kitab tersebut juga bermadzhab Syafi'iyah sebagaimana dinyatakan pada bagian sampulnya.

    46 Yang dimaksud adalah Kitab Sulam Taufiq, tulisan Abdullah bin al-Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim Ba'lawi yang membicarakan Ushul, Fiqh, dan Tasawuf.

    47 Yang dimaksud adalah kitab Sittin Mas'al91Liu\isan Syekh Ahmad ar-Ramli yang membicarakan hukum Islam mulai dari istinja (bersuci) sampai dengan haji. Kitab tersebut diberi penjelasan oleh Ahmad al-Maihi asy-Syaibani.

    48 Yang dimaksud adalah Minhaj al-Qawim tulisan Ibnu Hajar al-Haitami, wafat tahun 973 H/1565 M, mengenai fiqh menurut madzhab asy-Syafi'i. Informasi mengenai hal ini dapat dilihat hasil penelitian Martin van Bruinessen yang mengelompokkan kitab di atas ini dalam syarh (penjelasan) atas karya Abdullah Bafadal (abad 10 H/ 16M) berjudul Al-Muqadddimah al-Hadramiyah.

    49 Yang dimaksud adalah kitab Al-Hawasy al-Madaniyah tulisan Sulaiman Kurdi (wafat 1194 H/1780 M). Kitab ini khusus membicarakan fiqh 'ubudiyah menyangkut masalah thaharah (bersuci) sampai dengan haji dan tidak melibatkan masalah mu'amalah.

    50 Yang dimaksud adalah Fath al-Qarib tulisan Muhammad bin Qasimal-Ghazi yang merupakan syarah (penjelas) kitab Taqrib tulisan Ahmad bin Husain yang terkenal dengan sebutan Abu Sujak. Kitab ini berisi pembicaraan mengenai hukum Islam mulai dari thaharah (bersuci) sampai dengan masalah pembebasan budak (Ataq).

    51 Yang dimaksud adalah Hasyhiyah al-Bajuri tulisan Ibrahim al-Bajuri, merupakan syarah atas kitab Taqrib tulisan Abu Sujak.

  • 72

    Iqna,"52 Bujairimi,53 Mokarrar,54 Nawawi,55 Makalli,56 Patakoelwahab,57 Toehpah,58 Patakolmoengin.59 Cara beragama yang dikembangkan oleh Ahmad Rifa'i pada

    pertengahan abad sembilan belas ini ternyata masih bertahan hingga periode

    sesudahnya dan lebih dari itu kemudian menjadi corak keagamaan kalangan

    yang mengaku sebagai pengikut Ahlussunnah seperti Nahdhatul Ulama yang

    juga memilih salah satu di antara empat madzhab.60

    Bagi kalangan yang hidup dalam suasana pesantren tradisional,61

    tradisi keagamaan semacam ini, merupakan suatu keniscayaan karena sejak

    penelitian van den Berg yang dijelaskan di atas hingga sekarang belum banyak

    perubahan atas kurikulum serta kitab-kitab yang dipakai sebagai bahan

    ajarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Martin van Bruinessen, diterbitkan

    52 Yang dimaksud adalah kitab Iqna' tulisan Khatib Sarbini (wafat 977 H/1569 M). 53 Yang dimaksud adalah Hasyiyah dari Fat al-Wahhab tulisan Bujairimi (wafat 1221

    H/1806 M). Kitab ini banyak dipakai di lingkungan pesantren hingga sekarang. 54 Yang dimaksud adalah kitab Muharrar tulisan dari Imam Ar-Rafi'i (wafat 623 H/ 1226

    M). 55 kitab ini banyak dipakai di lingkungan pesantren seperti Kasyifah as-Saja, syarah

    Safinah an-Najah, Nihayah az-Zain fi Irsyad al-Mubtadi'in, syarah Qurrah al-'Ain tulisan Zain ad-Din al-Malibari. Kedua kitab ini membicarakan fiqh berdasarkan madzhab Syafi'i.

    56 Kemungkinan yang dimaksud adalah kitab yang ditulis oleh Jalaluddin al-Mahalli (wafat 864 H/1520 M) berjudul Kanz al-Raglubin. Dilihat dari isinya yang masuk dalam rumpun kitab Minhaj ath-thalibin tulisan al-Nawawi (wafat 676 H/1277 M).

    57 Yang dimaksud adalah kitab Fath al-Wahhab tulisan Abu Yahya Zakaria al-Ansari mengenai fiqh menurut madzhab Syafi'i.

    58 Yang dimaksud adalah kitab Tuhfah al-Muhtaj tulisan bin Hajar al-Haitami (wafat 973 H/1565 M). Penulis termasuk jajaran ulama Syafi'iyah satu generasi dengan asy-Syarbini yang menulis kitab Mughni al-Muhtaj. ""

    59 Yang dimaksud adalah kitab Fath al-Mu'in bi Syarh Qurrah al-'Ain tulisan Zain al-Din al-Malibari, murid dari Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi'i. Kitab ini juga membicarakan fiqh sesuai dengan madzhab asy-Syafi'i.

    60 Lihat tulisan tokoh NU, KH. Mahfudz Siddiq, dalam Di Sekitar Soal Idjtihad dan Taqlid, terbitan Pengurus Besar NU, hlm. 55-58, yang memberikan penjelasan bahwa taqlid pada madzhab tertentu diperbolehkan, bahkan lebih jauh ia menjelaskan tingkatan orang-orang yang taqlid (muqallid) itu ada empat. Tingkat terendah disebut huffazh yakni golongan yang hanya menghafal, mengutip, dan memahami madzhab imamnya.

    61 Pesantren ini sering juga diberi sebutan salaf sebagai ungkapan untuk menggambarkan corak tradisionalnya yang menggunakan kitab-kitab madzhab (khususnya asy-Syafi'i) sebagai buku pegangan dalam persoalan hukum Islam.

  • 73

    tahun 1990, memperlihatkan bahwa fakta yang pernah ditemukan oleh van den

    Berg tahun 1886 masih berlaku. Dalam bidang fiqh misalnya, kitab-kitab yang

    masih dipakai di pesantren adalah:

    Fath al-Mu'in, I'anah ath-Thalibm, Taqrib, Fath al-Qarib, Kifayah al-

    Ahyar, Bajuri, iqna, Minhaj ath-Thalibin, Manhaj ath-Thullab, Fath al-

    Wahhab, Mahalli, Minhaj al-Qawim, Safinah an-Najah, Kasyifah as-Saja,

    Sulam at-Taufiq, Tahrir, Riyadz al-Badi'ah, Sulam Munajat, Uqud al-Lujjain,

    Sittin Masalah, Muhadzab, Bughyah al-Musytarsyidin, Mabadi' Fiqhiyyah,

    Fiqh Wadhih, Sabil al Muhtadi'in, Bidayah al-Mujtahid.62

    Kitab-kitab di atas inilah yang menjadi mata rantai penyambung tradisi

    madzhab Syafi'i di Indonesia ditambah dengan kitab terjemahan yang disusun

    oleh ulama lokal dalam rangka memenuhi kebutuhan daerah tertentu seperti

    yang dilakukan oleh Daud Abdullah Patani (wafat 1845) yang banyak menulis

    dalam bahasa Melayu, demikian pula Abdul Madjid Tamim dari Pamekasan

    yang menerjemahkan berbagai kitab ke dalam bahasa Madura pada abad

    sembilan belas.63

    Saleh Darat melalui kitabnya Majmu'at asy-Syari'at al-Kaifiyat li al-

    Awam, demikian pula Ahmad Rifa'i menyusun kitab yang kemudian disebut

    Tarajumah .64 Pengamalan madzhab Syafi'i dimungkinkan mengalami sedikit

    62 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning ..., hlm. 226. Kitab Bidayah al-Mujtahid tulisan

    Ibnu Rusd yang menyajikan bahasan fiqh secara komparatif dipakai di pesantren pada kalangan tertentu saja yakni pada Tingkatan khawas

    63 Ibid, hlm. 236. 64 Disebut Tarajumah karena kitab-kitab tersebut dianggap terjemahan dari kitab-kitab

    berbahasa Arab, sekalipun dalam kenyataannya bukan terjemah harfiah karena Rifa'i menyusunnya dalam bentuk nadham, selain itu, disana sini diberi penjelasan Sendiri olehnya.

  • 74

    variasi sehubungan dengan imam-imam Syafi'iyah dengan pandangan yang

    tidak selalu sama.

    Di kalangan pengikut Syafi'iyah, seperti Nahdhatul Ulama,

    menggariskan cara pengambilan sumber dari ulama Syafi'iyah sebagai berikut:

    a) Mengambil pendapat yang disepakati oleh Imam Nawawi dan Imam Rofi'i

    (syaikhan); b) Mengambil pendapat Imam Nawawi saja; c) Mengambil

    pendapat Imam Rofi'i saja; d) Mengambil pendapat yang disokong oleh ulama

    terbanyak; e) Mengambil pendapat ulama yang paling alim; f) Mengambil

    pendapat ulama yang paling wira'i65

    Perbedaan yang ditimbulkan oleh perbedaan pandangan di kalangan

    ulama Syafi'iyah tersebut pada umumnya tidak menimbulkan konflik intern

    pengikut Syafi'iyah dari komunitas tertentu tetapi bisa menimbulkan persoalan

    pada komunitas yang berbeda. Antara Rifa'iyah dan Nahdhatul Ulama di

    beberapa daerah dapat dijadikan sebagai contoh adanya kondisi yang

    digambarkan di atas.66

    Secara sosiologis, hal ini dapat disebabkan oleh sikap in-group anggota

    dalam suatu komunitas yang implikasinya akan menimbulkan ikatan

    solidaritas kelompok yang tinggi karena adanya rasa memiliki para anggota

    65 Lihat hasil keputusan Muktamar Nahdhatul Ulama I tanggal 21 Oktober 1926 di

    Surabaya, antara lain menggariskan ketentuan tersebut di atas dan dalam Konferensi Besar di Lampung tahun 1992 juga dikemukakan hal yang sama sebagai pedoman dalam melakukan pembahasan masalah agama (bahts al-masa'il).

    66 Peristiwa Demak pada tahun 1982 yang isinya pengaduan seorang guru agama bernama Sirajuddin kepada yang berwajib terhadap paham Rifa'iyah yang dianggap menyimpang. Ini berakhir dengan munculnya Keputusan Kajati yang berisi larangan menggunakan kitab Ri'ayah al-Himmah, pelarangan penyebaran paham 'Alim 'Adil, dan paham rukun Islam satu. Peristiwa penurunan khatib Rifa'iyah dari masjid di desa Meduri pada tahun 1965 dilakukan oleh orang yang tidak setuju dengan pendirian jum'atan jama'ah Rifa'iyah di tempat tersebut. Dua insiden di atas ini ternyata melibatkan tokoh-tokoh NU setempat.

  • 75

    kelompok itu terhadap kelompoknya. Sebaliknya, terhadap kalangan di luar

    kelompok muncul sikap out-group yang berpotensi menimbulkan konflik