BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT Istilah
Transcript of BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT Istilah
111
BAB IV
RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT
4.1 Syarat Umum dan Administrasi
Pasal 1
Istilah
Yang dimaksud dalam syarat-syarat umum ini adalah:
1. “Pemilik” adalah Pemerintah Republik Indonesia diwakili oleh
Departemen Pekerjaan Umum c.q Direktorat Jenderal Pengairan,
Direktorat Irigasi Sub Dinas Pengairan Pekerjaan Umum Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa Tengah.
2. “Pemimpin Proyek” atau “Pemimpin Bagian Proyek” adalah pejabat yang
mewakili pemilik untuk bertindak selaku pemberi dan pengatur jalannya
pekerjaan yang diatur dalam kontrak.
3. “Pekerjaan” adalah pekerjaan yang harus dilaksanakan, diselesaikan dan
dipelihara sesuai dengan kontrak, meliputi pekerjaan permanen dan
pekerjaan sementara.
4. “Pekerjaan Permanen” adalah pekerjaan permanen yang harus
dilaksanakan, diselesaikan dan dipelihara sesuai dengan dokumen kontrak.
5. “Pekerjaan Sementara” adalah segala macam pekerjaan penunjang yang
diperlukan untuk atau sehubungan dengan pelaksanaan, penyelesaian dan
pemeliharaan pekerjaan beserta barang-barang dan jasa yang harus
disediakan kontraktor untuk atas nama pemilik atau direksi.
6. “Direksi” adalah pejabat proyek, instansi atau badan hukum yang ditunjuk
dan diberi kekuasaan penuh oleh Pemimipin Proyek untuk mengawasi dan
mengarahkan pelaksanaan pekerjaan agar dapat tercapai hasil kerja sebaik-
baiknya menurut persyaratan yang ada dalam kontrak
7. “Pengawas” adalah pejabat proyek, instansi atau badan hukum yang diberi
kekuasaan penuh oleh Pemimipin Proyek atau Direksi atau Pengawas
Pekerjaan.
112
8. “Peserta Lelang” adalah rekanan yang bergerak dalam bidak Kontraktor
yang ditunjuk dalam pelelangan.
9. “Penawar” adalah peserta lelang atau badan usaha yang bergerak dalam
bidang jasa kontraktor yang mengajukan surat penawaran berdasarkan
ketentuan pelelangan yang berlaku.
10. “Kontraktor” adalah penawar yang telah ditunjuk oleh pemilik atau
Pemimpin Proyek yang telah menandatangani kontrak untuk
melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan.
11. “Kontrak” adalah surat perjanjian sesuai ketentuan hukum yang berlaku
antara Pemilik dan Kontraktor untuk melaksanakan, menyelesaikan dan
memelihara pekerjaan termasuk bagian-bagiannya.
12. “Nilai Kontrak” adalah jumlah nilai uang untuk melaksanakan,
menyelesaikan dan memelihara pekerjaan yang dicantumkan dalam
kontrak.
13. “Peralatan Konstruksi dan Bahan Konstruksi” adalah peralatan dan bahan
bantu konstruksi yang dipakai dalam pelaksanaan, penyelesaian dan
pemeliharaan pekerjaan permanen dan tidak merupakan bagian pekerjaan.
14. “Bahan” adalah semua bahan bangunan yang dipakai untuk pelaksanaan
penyelesaian dan pemeliharaan pekerjaan.
15. “Lapangan” adalah lahan yang disediakan oleh pemillik untuk keperluan
pelaksanaan pekerjaan.
16. “Penjamin” adalah Bank Pemerintah, Bank lain dan lembaga keuangan
lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang menerbitkan surat
jaminan.
17. “Bulan” atau “hari” adalah bulan kalender dan hari kalender.
18. “Pemeriksaan” (Opname) adalah kegiatan mengukur, menilai dan menguji
keadaan dan hasil/kemajuan pekerjaan atau keadaan serta mutu bagian
pekerjaan di lapangan.
19. “Pengujian” adalah kegiatan meneliti dan mengetes keadaan dan mutu
pekerjaan di lapangan.
20. “Pematokan” (Uiset) adalah penjabaran gambar-gambar berupa tanda-
tanda, dengan patok yang menggambarkan arah jarak dan ketinggian.
113
21. “Pengukuran” adalah kegiatan mengukur panjang, lebar, luas, isi dan hasil
pekerjaan dari bahan
Pasal 2
Kontrak dan Dokumen Kontrak
1. Kontrak meliputi pelaksanaan, penyelesaian dan pemeliharaan pekerjaan
dan kecuali apabila ditentukan lain dalam kontrak, meliputi juga
pengesahan segala tenaga baru, bahan, peralatan dan bahan konstruksi,
pekerjaan sementara dan segala keperluan yang bersifat permanen maupun
yang bersifat sementara.
2. Dokumen kontrak yang terdiri atas penawaran kontrak, syarat-syarat
umum/ khusus termasuk addendum, gambar dan berita acara penjelasan
pekerjaan adalah merupakan bagian-bagian yang tidak terpisahkan. Jika
terdapat perbedaan diantara dokumen yang satu dengan dokumen yang
lain maka harus tunduk kepada urutan sebagai berikut:
a. Amandemen kontrak, bila ada
b. Kontrak
c. Berita acara penjelasan
d. Penawaran
e. Addendum syarat-syarat khusus/ umum
f. Syarat-syarat khusus kontrak
g. Syarat-syarat umum kontrak
h. Spesifikasi teknis khusus
i. Spesifikasi teknis umum
j. Gambar-gambar
Pasal 3
Gambar-gambar dan Ukuran
1. Gambar-gambar yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan adalah:
- Gambar yang termasuk dalam dokumen pelelangan
114
- Gambar perubahan yang disetujui oleh Direksi
- Gambar lain yang disediakan akan disetujui oleh Direksi
2. Gambar-gambar pelaksanaan (Construction Drawing atau Shop Drawing)
dan gambar detailnya harus dibuat oleh kontraktor dan mendapat
persetujuan Direksi sebelum dipergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan.
3. Kontraktor harus menyediakan satu set gambar lengkap di lapangan.
4. “Gambar Pelaksanaan” (As Build Drawing) yang dibuat oleh kontraktor
dan disetujui oleh Direksi harus disertakan pada penyerahan kedua
pekerjaan.
Pasal 4
Pengalihan dan Pengawas-Sub-Kontrak
1. Kontraktor tidak boleh mengalihkan (assign) seluruh atau sebagian
kontrak kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
Pemimpin Proyek.
2. Setiap penyerahan bagian kepada Sub Kontraktor harus mendapatkan
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pemimpin Proyek. Pekerjaan
utama yang tidak boleh diserahkan Sub Kontraktor serta pembatasan
bagian yang boleh diserahkan kepada Sub Kontraktor ditentukan dalam
syarat-syarat teknis.
3. Kontraktor tetap bertanggung jawab atas pekerjaan dan segala yang
dihasilkan oleh Sub Kontraktor.
Pasal 5
Tugas dan Wewenang Pemimpin Proyek
Tugas dan wewenang Pemimpin Proyek diatur sesuai dengan keputusan Presiden
Republik Indonesia yang berlaku dan apabila masih diperlukan ketentuan lebih
lanjut akan ditentukan dalam bagian syarat khusus.
115
Pasal 6
Tugas Umum dan Wewenang Direksi serta Pengawas
1. Tugas dan Wewenang Direksi adalah mengawasi dan mengarahkan
pekerjaan yang meliputi membuat dan menandatangani Berita Acara
Pemeriksaan Prestasi Pekerjaan, menyetujui dan menyediakan gambar
sesuai pasal 3 ayat 1 dan 2, membantu Pemimpin Proyek dalam
memecahkan peermasalahan yang berhubungan dengan perpanjangan
jangka waktu pelaksanaan tambah/ kurang.
2. Direksi tidak mempunyai wewenang untuk membebaskan kontraktor dari
tugas-tugas yang akan mengakibatkan kelambatan pekerjaan atau
perubahan pembayaran oleh pemilik, kecuali diperintahkan secara tertulis
oleh Pemimipin Proyek.
3. Dalam keadaan darurat yang membahayakan keselamatan jiwa manusia,
pekerjaan dan harta benda, Direksi berwenang mengambil tindakan
dengan memerintahkan kontraktor melaksanakan pekerjan darurat yang
menurut Direksi perlu untuk meniadakan atau mengurangi resiko. Dalam
hal ini Direksi harus segera melapor secara tertulis kepada Pemimpin
Proyek.
4. Tugas dan wewenang pengawas adalah membantu Direksi dalam hal
mengamati dan mengawasi pelaksanaan serta menguji bahan, tenaga kerja
dan alat-alat yang akan dipergunakan serta hasil pekerjaan.
Pasal 7
Kewajiban Umum Kontraktor
Sesuai ketentuan Dokumen Kontrak, Kontraktor harus melaksanakan,
menyelesaikan dan memelihara pekerjan dengan sungguh-sungguh, penuh
perhatian dan teliti. Disamping itu kontraktor harus mengarahkan semua
keperluan tenaga kerja termasuk tenaga pengawas pelaksanaan, bahan, peralatan
konstruksi dan lain-lain keperluan yang bersifat permanen maupun sementarta.
Hal-hal tersebut harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
116
kontrak, maupun persyaratan yang secara wajar perlu, yang disimpulkan dari
ketentuan-ketentuan dalam dokumen kontrak.
Pasal 8
Pembuatan Kontrak
1. Sebagai tindak lanjut dari pembukaan dan penilaian penawaran, Pemimpin
Proyek akan menerbitkan dan mengirimkan Surat Penunjukan.
2. Setelah segera dikeluarkan surat penunjukan pemenang pelelangan,
penawar yang ditunjuk diwajibkan menandatangani kontrak. Kontrak
harus sudah ditandatangani dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam
bagian II syarat-syarat khusus terhitung sejak dikeluarkannya surat
penunjukan pemenang pelelangan.
3. Apabila penawar yang ditunjuk lalai melaksanakan penandatanganan
kontrak sebagaimana disebutkan dalam bagian II syarat-syarat khusus dan
lalai menandatangani kontrak setelah diberi peringatan tertulis oleh
Pemimipin Proyek sebanyak tiga kali berturut-turut dalam jangka waktu
15 hari, surat penunjukan pemenang pelelangan dibatalkan oleh Pemimpin
Proyek serta jaminan penawaran menjadi milik Negara.
4. Kontraktor diwajibklan menggandakan Dokumen Kontrak sesuai
kebutuhan atas biaya kontraktor.
Pasal 9
Jaminan Penawaran dan Jaminan Pelaksanaan
1. Jaminan penawaran untuk pelelangan ini adalah sebesar 1-3 % yang
berupa Surat Jaminan Bank Pembangunan Daerah dan jangka waktu
berlakunya ditetapkan oleh panitia pelelangan. Jaminan penawaran
ditunjukkan kepada Pemimpin Proyek dengan jangka waktu 90 hari.
2. Jaminan penawaran tersebut akan segera dikembalikan apabila yang
bersangkutan tidak menjadi pemenang setelah Gunning keluar.
117
3. Jaminan penawaran menjadi milik Negara apabila peserta mengundurkan
diri setelah pemasukan surat penawaran ke dalam kotak pelelangan atau
mengundurkan diri ditunjuk sebagai pemenang pelelangan.
4. Bila pelelangan dinyatakan gagal maka jaminan penawaran dikembalikan
kepada penawar.
5. Penawar yang telah ditunjuk, pada waktu menerima surat penunjukan
diwajibkan memberi jaminan pelaksanaan berupa Surat Jaminan
Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Bank Pembangunan Daerah yang
besarnya 5 % dari nilai penawaran/ kontrak dan berjangka waktu sampai
dengan penyelesaian pekerjaan/ penyerahan kedua. Pada saat jaminan
pelaksanaan diterima oleh Pemimpin Proyek/ Pimbagpro , maka jaminan
penawaran yang bersangkutan dikembalikan.
Pasal 10
Pemeriksaan Pekerjaaan
1. Apabila suatu waktu Direksi memandang perlu untuk mengadakan
pemeriksaan dan mutu pekerjaan atau apabila PIHAK KEDUA
mengajukan permohonan kepada Direksi untuk memeriksa suatu bagian
pekerjaan, maka PIHAK KEDUA atau wakilnya harus hadir di tempat
pekerjaan itu.
2. Pekerjaan yang telah selesai, sebelum diserahkan untuk pertama kalinya
kepada PIHAK KESATU, akan diperiksa oleh panitia pemeriksa akhir
pekejaan yang anggotanya terdiri staf proyek, pembangunan dinas dan
cabang yang bersangkutan sebelum diperiksa oleh panitia pemeriksa
akhir terlebih dahulu akan diadakan mutual chek dengan biaya
dibebankan kepada PIHAK KEDUA.
3. Untuk maksud tersebut Direksi akan memberitahukan secara tertulis
kepada PIHAK KEDUA 2 hari sebelum diadakan pemeriksaan
pekerjaan.
118
4. Apabila PIHAK KEDUA atau wakilnya tidak hadir pada waktu di
adakan pemeriksaan pekerjaan, maka pemeriksaan akan disampaikan
kepada PIHAK KEDUA secara tertulis.
Pasal 11
Penyediaan Bahan Bangunan
PIHAK KEDUA harus dengan biaya sendiri mendatangkan segala bahan
bangunan yang diperlukan untuk pekerjaan itu. Mutu dan cara penyimpanan atau
penimbunan tiap-tiap bahan harus memenuhi syarat-syarat atau spesifikasi teknik.
Penyediaan bahan-bahan harus sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.
Pasal 12
Lokasi Kerja dan Tempat Penyimpanan Bahan/Barang/Alat
PIHAK KEDUA harus menyediakan dengan biaya sendiri lokasi kerja
pembangunan Direksi keet, kantor bagi pelaksana, gudang barak kerja, tempat
untuk penyimpanan/ penimbunan bahan bangunan/ barang jadi dan lapangan
untuk peralatan dan bengkel alat-alat bangunan.
Pasal 13
Mutu dan Pemeriksaan Barang
Mutu bahan-bahan bangunan dan barang jadi yang akan digunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam
syarat-syarat teknis pelaksanaan pekerjaan dan sepanjang tidak tercantum di
dalamnya harus memenuhi persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia
(PUBI 82).
119
Pasal 14
Jam Kerja
1. Agar pelaksanaan pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya,
maka PIHAK KEDUA harus bekerja minimal 40 jam seminggu.
2. PIHAK KEDUA dapat melaksanakan pekerjaan-pekerjaan diluar jam
kerja, pada malam hari atau pada hari-hari libur. Untuk itu PIHAK
KEDUA harus memberitahukan tentang rencananya untuk bekerja lembur
terlebih dahulu kepada Direksi, sedang biaya-biaya akibat penambahan
jam kerja menjadi tanggungan PIHAK KEDUA.
Pasal 15
Volume Kerja
Volume pekerjaan dari tiap-tiap teknis pekerjaan yang tercantum dalam lampiran
Surat Perjanjian Pemborongan (Kontrak) merupakan satu kesatuan dengan
gambar dalam kontrak yang tidak berubah oleh siapa pun, kecuali ada perubahan
gambar dan syarat-syarat teknis yang diperintahkan oleh PIHAK KESATU
sehingga terjadi adanya pekerjaan tambah atau kurang.
Pasal 16
Harga Borongan
Besarnya harga borongan yang tercantum dalam Surat Perjanjian Pemborongan
adalah harga borongan lump sum yang tidak bisa berubah kecuali dengan
persetujuan bersama.
120
Pasal 17
Gudang dan Barak Kerja
PIHAK KEDUA wajib mendirikan dan merawat gudang dan barak kerja yang
diperlukan selama pelaksanaan pekerjaan, dengan ukuran sesuai dengan
kebutuhan volume pekerjaan.
Pasal 18
Kantor Lapangan
Kantor lapangan sesuai dengan keterangan pada anwijzing, dengan konstruksi
yang memenuhi syarat dan dilengkapi antara lain: meja kursi tulis, meja kursi
tamu, papan gambar dan papan tulis.
Pasal 19
Pekerjaan yang Tidak Memenuhi Syarat
Pekerjaan yang tidak memenuhi syarat-syarat teknis pelaksanaan atau tidak sesuai
dengan gambar, atas perintah tertulis dari Direksi harus dibongkar oleh PIHAK
KEDUA dalam waktu yang telah ditentukan oleh Direksi dan harus diperbaiki
atas beban PIHAK KEDUA.
Pasal 20
Penyerahan Pekerjaan
1. Penyerahan pekerjaan untuk pertama kalinya dilaksanakan dengan Berita
Acara yang menyatakan bahwa pekerjaan telah selesai seeluruhnya dan
diterima baik oleh Direksi. Sebelum diadakan pemeriksaan oleh tim
pemeriksa akhir harus diadakan pengukuran (mutual check).
2. Penyerahan kedua dilakukan setelah masa pemeliharaan selesai yang lamanya
ditetapkan dalam Surat Perjanjian Pemborongan dan setelah PIHAK KEDUA
melaksanakan perbaikan dan perawatan dengan sempurna.
121
3. Sebelum Berita Acara Penyerahan kedua ditandai oleh PIHAK KESATU,
PIHAK KEDUA harus menyerahkan bukti-bukti yang memuaskan PIHAK
KESATU, bahwa hutang yang mungkin ada, termasuk pajak upah buruh dan
pembayaran bahan bangunan, yang menyangkut pekerjaan tersebut, telah
dilunasi (bila dipandang perlu oleh PIHAK KESATU).
Pasal 21
Perubahan Gambar
1. Apabila Direksi memandang perlu untuk mengadakan perubahan dalam
gambar dan syarat-syarat teknis pelaksanaan, maka PIHAK KEDUA wajib
melaksanakan penambahan biaya yang timbul akibat perubahan tersebut
menjadi beban PIHAK KESATU.
2. Perubahan gambar atau syarat-syarat teknis pelaksanaan yang diusulkan oleh
PIHAK KEDUA atas persetujuan Direksi dapat dilaksanakan sepanjang
perubahan tersebut tidak mengakibatkan penambahan harga kontrak.
3. PIHAK KEDUA harus membuat gambar detail pelaksanaan yang diperlukan
diatas kalkir yang dicetak rangkap 4 berupa album atas biaya PIHAK KEDUA
dan diserahkan kepada PIHAK KESATU.
4. PIHAK KEDUA diwajibkan membuat gambar-gambar pelaksanaan (as build
drawing) diatas kalkir rangakap 4 berupa album atas biaya PIHAK KEDUA,
dan diserahkan kepada PIHAK KESATU pada penyerahan kedua.
Pasal 22
Bahan Bangunan dan Barang Jadi yang Ditolak
1. Bahan bangunan dan barang jadi yang ditolak, baik yang belum atau yang
sudah digunakan/ dipasang, harus diangkut keluar lokasi pekerjaan dalam
waktu yang ditentukan oleh Direksi.
2. Semua biaya akibat pemindahan bangunan dan barang jadi yang ditolak
dibebankan kepada PIHAK KEDUA.
122
3. PIHAK KEDUA harus membongkar dan menyingkirkan dengan segera
pekerjaan yang bahannya ditolak oleh Direksi, dan segera membangun
kembali pekerjaan yang dibongkar tersebut. Semua biaya yang timbul akibat
pembongkaran dan pembangunan kembali tersebut menjadi beban PIHAK
KEDUA.
Pasal 23
Jangka Waktu Penyelesaian
1. Waktu penyelesaian untuk pekerjaan ini ditetapkan selama hari kalender
terhitung setelah Surat Keputusan petunjukan pemenang diterbitkan
(Gunning).
2. Waktu pemeliharaan untuk pemeliharaan pekerjaan ini ditetapkan selama
hari kalender terhitung dari tanggal penyerahan pertama (pekerjaan selesai
100%)
Pasal 24
Perpanjangan Waktu Pelaksanaan
1. Atas perhatian pemborong dengan alasan-alasan yang dapat diterima,
Direksi dapat memperpanjang waktu penyerahan pekerjaan ini. Alasan-
alasan yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Terjadi pekerjaan tambahan
- Pelakasanaan pekerjaan tidak dapat dimulai pada waktunya (karena
pembebasan tanah/ ganti rugi dan lain-lain yang belum selesai)
- Ada perintah menghentikan pekerjaan oleh Direksi atau penguasa yang
berwenang.
- Ada gangguan luar antara lain: banjir besar, kebakaran, gema bumi,
sabotase dan lain-lain diluar kemampuan pemborong.
2. Permohonan pengunduran waktu penyerahan dilakukan pemborong
kepada Pemimpin Proyek/PIHAK KESATU dengan menyebutkan alasan-
alasannya.
123
3. Kelambatan karena kelalaian pemborong tidak dapat diterima untuk alasan
pengunduran waktu penyerahan.
Pasal 25
Kelalaian Menjalankan Perintah
1. Apabila PIHAK KEDUA lalai atau gagal menjalankan perintah Direksi
yang berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan, maka PIHAK KESATU
berhak melaksanakan sendiri tersebut atas beban PIHAK KEDUA.
2. Kerugian yang mungkin timbul akibat kelalaian atau kegagalan dalam
menjalankan perintah Direksi tersebut menjadi beban PIHAK KEDUA.
Pasal 26
Kelambatan Diluar Tanggung Jawab
1. PIHAK KEDUA akan dibebaskan dari tangung jawab atas kelambatan
yang disebabkan oleh hal-hal/ kejadian-kejadian sebagai berikut (yang
menurut pendapat Direksi menghambat pelaksanaan pekerjaan oleh
PIHAK KEDUA).
(a) Bencana alam seperti gempa bumi, angin topan, banjir, gunung meletus
dan lain sebagainya.
(b) Kejadian yang tidak terduga seperti peperangan, kebakaran dan kejadian
lain yang menurut Direksi bukan akibat kelalaian PIHAK KEDUA
sendiri.
(c) Kelambatan penyediaan dalam lokasi pekerjaan (pembebasan tanah) oleh
PIHAK KESATU sehingga menghambat pelaksanaan pekerjaan.
2. Semua kejadian tersebut di atas harus dilaporkan secara tertulis oleh
PIHAK KEDUA kepada PIHAK KESATU dalam waktu 3 hari setelah
terjadi.
124
Pasal 27
Keamanan dan Ketertiban
1. PIHAK KEDUA wajib menjaga keamanan dan keselamatan atas
pekerjaan, alat-alat, barang-barang dan harta benda yang terdapat di daerah
pekerjaan dan yang dimaksud untuk melaksanakan pekerjaan.
2. PIHAK KEDUA wajib menjaga keselamatan dan keamanan para
pekerjanya terhadap segala macam bencana dan wajib mencegah
peredaran minuman keras dan narkotika di kalangan mereka, yang bisa
mengakibatkan kerusuhan dan kekerasan.
3. PIHAK KEDUA wajib mentaati peraturan daerah setempat dalam hal
pengunaan jalan untuk lalu lintas dump truck dan alat-alat berat dan dalam
hal ini pendirian bangsal-bangsal kerja.
4. PIHAK KEDUA wajib membangun barak atau bangsal untuk tempat
tinggal yang mungkin diperlukan bagi pekerjanya, yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan dan wajib menjaga kebersihannya.
Pasal 28
Keselamatan Kerja
1. PIHAK KEDUA wajib menjaga keselamatan para pekerjanya dengan
mengambil tindakan penyelamatan terhadap kemungkinan kecelakaan.
2. PIHAK KEDUA wajib memberikan jaminan kesehatan, keamanan dan
keselamatan bagi para pegawai dan pekerjanya.
3. PIHAK KEDUA wajib mentaati ketentuan-ketentuan dalam Undang-
undang perburuhan dan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku di
Indonesia dan wajib mengikuti Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK).
4. PIHAK KEDUA wajib menyediakan segala alat-alat pertolongan bagi
pekerja dan pegawai yang mungkin mengalami kecelakaan pada waktu
menjalankan tugasnya dan wajib memikul beban pertolongan dan
perawatan.
125
5. PIHAK KEDUA wajib melaporkan kecelakaan yang mungkin menimpa
pegawai dan pekerjanya kepada Direksi secara tertulis.
6. PIHAK KEDUA wajib menyediakan air minum yang bersih dan cukup
bagi pekerja dan pegawainya.
Pasal 29
Kewajiban PIHAK KEDUA Selama Masa Pemeliharaan
1. Selama jangka waktu pemeliharaan sebagai yang tersebut dalam Surat
Perjanjian Pemborongan, PIHAK KEDUA wajib merawat bagian-bagian
pekerjaan baik yang telah berfungsi atau yang belum, mengalami retak, patah,
hilang, merosot, ambles, longsor dan kerusakan lainnya dibawah petunjuk dan
perintah Direksi. PIHAK KEDUA wajib pula membersihkan rumput-rumput
yang mungkin tumbuh di dalam penampang basah saluran dan mengangkat
lumpur yang mungkin mengendap di dasar saluran dan di dasar bangunan.
2. PIHAK KEDUA wajib tunduk kepada Direksi untuk menggunakan,
memfungsikan dan mengoperasikan bagian-bagian pekerjaan yang telah
selesai.
Pasal 30
Penyelesaian Perselisihan
1. Setiap perselisihan atau segala yang timbul dari atau yang berhubungan dengan
kontrak, di utamakan penyelesaiannya melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila perselisihan/ sengketa masih belum dapat diselesaikan, melalui panitia
Arbitrase.
3. Apabila digunakan Panitia Abitrase maka Panitia Arbitrase terebut terdiri dari
seorang Arbiter sebagai anggota yang ditunjuk oleh pemilik, seorang arbiter
lain yang ditunjuk oleh kontraktor dan seorang arbiter lagi sebagai ketua
merangkap anggota yang ditunjuk oleh kedua anggota tersebut diatas.
4. Bila dalam waktu 30 hari sejak ditunjuknya Panitia Arbitrase belum mendapat
kesepakatan mengenai ketua Panitia Arbitrase tersebut maka kedua belah
126
pihak menyerahkan penunjukan ketua kepada ketua penitia Pengadilan Negeri
dari domisili yang tercantum dalam kontrak.
5. Keputusan Panitia Arbitrase tersebut mengikat kedua belah pihak.
6. Semua penyelenggaraan Arbitrase dilaksanakan berdasarkan peraturan arbirtase
yang berlaku.
7. Selama proses penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah arbitrase
atau Pengadilan Negeri, kontraktor diharuskan meneruskan pekerjaan sesuai
dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan atau menurut perintah pemilik,
dengan memperhitungkan biaya yang akan ditetapkan sebagai hasil
musyawarah Arbitrase atau Keputusan Pengadilan Negeri.
Pasal 31
Surat Menyurat
Surat menyurat antara Pemilik, Pemimpin Proyek atau Direksi dan Kontraktor
harus dilakukan dengan pengiriman langsung disertai tanda terima yang dibubuhi
tanggal, tanda tangan dan nama jelas penerima. Untuk keprluan tersebut
kontraktor wajib memberi alamat kantor lapangan yang jelas.
Pasal 32
Bea dan Pajak
1. Semua bea, pajak, cukai dan pungutan lain oleh Pemerintah sehubungan
dengan pekerjaan ini menjadi beban dan tanggung jawab kontraktor. Untuk
pembayaran itu kontraktor tidak menerima pembayaran tambahan dari
Pemimpin Proyek.
2. Bea materai kontrak harus ditanggung oleh kontraktor.
127
Pasal 33
Pemutusan Kontrak
1. Apabila kontraktor tidak mulai melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal waktu
yang telah ditetapkan dalam kontrak atau telah mulai melaksanakan pekerjaan
namun tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dalam
kontrak dan telah diberi peringatan secara tertulis oleh Pemberi Pekerjaan atas
kesalahan/kelalaian kontraktor tersebut, maka Pemberi Tugas dapat
menentukan waktu yang wajar guna memberikan kesempatan kepada
kontraktor untuk memenuhi kewajibannya.
2. Apabila Kontraktor telah diberi peringatan oleh Pemberi Pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini dan kontraktor masih tetap
melakukan kesalahan/ kelalaiannya baik atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan terdahulu maupun pelaksanaan pekerjaan selanjutnya, dan telah
diberi peringatan tertulis tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu
masing-masing selama 15 hari atau dengan tenggang waktu yang wajar sesuai
dengan permasalahan maka kontraktor tetap dianggap dalam keadan lalai dan
Pemberi Pekerjaan berhak memutuskan kontrak secara sepihak.
3. Apabila kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang
telah ditetapkan dlam kontrak dan denda yang dikenakan kepada kontraktor
sebagai akibat keterlambatan pelaksanaan pekerjaan tersebut telah melebihi
besarnya denda maksimum yang dikenakan, maka Pemberi Pekerjaan dapat
menentukan waktu yang wajar guna memberikan kesempatan kepada
kontraktor untuk memenuhi kewajibannya.
4. Apabila dalam jangka waktu tersebut kontraktor tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan, maka Pemberi Tugas berhak memutuskan kontrak secara sepihak.
Dalam hal ini terjadi pemutusan kontrak berdasarkan pasal ini, tanpa
mengurangi hak kontraktor untuk memperoleh pembayaran bagi pekerjaan
yang telah dilaksanakan maka kontraktor wajib membayar denda-denda dan
hutang-hutang yang belum dibayar pada saat pemutusan kontrak dan Pemberi
Pekerjaan berhak mencairkan jaminan pelaksanaan.
128
5. Apabila kontraktor mengundurkan diri setelah penandatanganan kontrak atau
dalam waktu pelaksanaan pekerjaan, maka kontrak dinyatakan putus dan
berlaku ketentuan-ketentuan dalam ayat 4 pasal ini.
4.2 Syarat-syarat Teknis Pelaksanaan
Pasal 1
Ketentuan Umum
Sepanjang tidak ditentukan lain perihal pelaksanaan teknis pelaksanaan maka
untuk pekerjaan ini tetap mengikuti seperti yang tercantum dalam syarat-syarat
teknis berikut ini serta Normalisasi Standart Indonesia yang berlaku sebagaimana
tercantum antara lain dalam pasal 2 dibawah.
Pasal 2
Normalisasi Standart Indonesia
NI – 2 – Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971
NI – 3 – Peraturan Umum untuk Bahan Bangunan Indonesia
NI – 5 – Peraturan Konstruksi kayu Indonesia
NI – 7 – Syarat-syarat untuk Kapur Bahan Bangunan
NI – 8 – Semen Portland
Pasal 3
Mobilisasi
1. Sebelum kegiatan pelaksanaan pekerjaan dimulai, pemborong harus
mengajukan rencana mobilisasi kepada Direksi.
2. Kegiatan yang dimaksud pada ayat 1 dalam pasal ini meliputi:
a) Transportasi lokal alat-alat dan perlengkapan lainnya ke tempat pekerjaan.
b) Penguasaan dan pengamanan daerah kerja
129
c) Pembuatan bangunan sebagaimana yang tercantum dalam daftar uraian
pekerjaan
Pasal 4
Daerah Kerja
1. Areal tanah untuk kerja pada dasarnya disediakan oleh Pemberi Kerja.
Pengunaan daerah diluar yang telah disediakan menjadi tanggung jawab dan
atas usaha pemborong.
2. Pemborong harus menutup daerah kerja bagi umum guna keamanan kerja, alat
dan bahan selama pekerjaan berlangsung.
3. Pada daerah yang telah disediakan, pemborong harus merencanakan
pengunaannya, yang pada dasarnya akan membantu kelancaran pelaksanaan
pekerjaan. Rencana tersebut harus disetujui oleh Direksi sebelum penggunaan
areal kerja.
4. Pemborong diharuskan membuat kantor lapangan, gudang dan sebagainya
guna menunjang pelaksanaan pekerjaan.
5. Sebelum pelaksanaan dimulai, daerah kerja harus dikeringkan terlebih dahulu,
antara lain dengan membuat parit-parit drainage dan lain sebagainya.
6. Selama pelaksanaan pekerjaan, lalu lintas/transportasi, eksplorasi irigasi atau
bangunan-bangunan lainnya tidak boleh terganggu.
Pasal 5
Kantor Lapangan, Gudang, Barak Kerja
1. Pemborong harus membuat suatu bangunan “Kantor Lapangan” untuk
kepentingan Direksi. Letak kantor lapangan akan ditentukan oleh Direksi.
2. Gudang dan barak kerja harus di buat pemborong dengan konstruksi
memenuhi syarat-syarat teknis bangunan.
130
Pasal 6
Peralatan Kerja
1. Pemborong harus menyediakan peralatan yang baik dan siap dipakai yang
diperlukan sehubungan dengan pekerjaan.
2. Untuk pelaksanaan pekerjaan ini Pemberi Tugas/ Direksi tidak menyediakan/
meminjamkan/ menyewakan peralatan kerja.
3. Untuk pengamanan pelaksanaan pekerjaan pemborong diharuskan
menyediakan alat-alat keselamatan kerja sesuai dengan Peraturan Perburuhan
Pemerintah Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 7
Pembersihan Lingkungan
1. Sebelum dimulainya pekerjaan, pemborong harus membersihkan daerah kerja
dari semak-semak, pohon-pohon dan sebagainya yang mengganggu
pelaksanaan pekerjaan.
2. Setelah pelaksanaan pekerjaan selesai, maka pemborong masih berkewajiban
membersihkan material/ bahan-bahan bekas dan kotoran-kotoran akibat
pelaksanaan pekerjaan sehingga hasil pekerjaan menjadi bersih dan baik
sesuai dengan rencana.
3. Bongkaran bekas kantor lapangan harus diserahkan kepada Direksi dan
dikirim ke kantor cabang Dinas Pekerjaan Umum setempat atas biaya
pemborong dan diserahkan dengan berita acara.
Pasal 8
Pekerjaan Pengukuran, Bouwplank, Profil
1. Sebelum pekerjaan dimulai, pemborong harus melakukan pengukuran guna
penentuan antara lain: sumbu saluran, letak/ kedudukan bangunan, elevasi
galian dan timbunan, elevasi bangunan bawah/ dasar, elevasi bangunan atas
(upper structure), batas-batas daerah kerja, elevasi titik-titik pembantu dan
131
elevasi titik ikat. Masing-masing pengukuran harus disesuaikan dengan
gambar rencana. Semua hasil pengukuran dilaporkan kepada Direksi guna
mendapatkan persetujuan.
2. Pada waktu pekerjaan akan diserahkan untuk pertama kalinya Direksi akan
mengadakan pengecekan (mutual check) semua elevasi dan dimensi dari tiap
konstruksi. Akibat kesalahan elevasi yang menyebabkan dibongkarnya
bangunan maupun saluran, pembetulannya masih menjadi tanggungan
pemborong.
3. Sebelum pekerjaan dimulai pihak Direksi akan menunjuk terlebih dahulu titik
tetap/ titik ikat. Titik ikat iniharus dikaitkan dengan titik utama (BM) yang
terdekat. Pada tiap-tiap lokasi bangunan ditempatkan sebuah titik pembantu
(control point) yang dikaitkan dengan titik tetap. Titik pembantu untuk
pekerjaan saluran ditempatkan pada jarak setiap 500 m. titik tetap dan titik
pembantu harus ditempatkan disuatu tempat yang aman, tidak mengganggu
selama dalam pelaksanaan. Bahan titik tetap dan titik pembantu terbuat dari
beton masing-masing dengan ukuran 20 x 20 x 80 cm dan 10 x 10 x 80 cm
yang ditanam cukup menurut petnujuk Direksi.
4. Buowplank dibuat dan dipasang di tempat yang tidak terganggu dan
kedudukannya harus selalu terkontrol/ tidak berubah. Bahan bouplank
ditentukan dari bahan kayu kaso/ kayu kering.
5. Untuk pekerjaan bangunan dan saluran dibuat dan dipasang oleh pemborong.
Selama pekerjaan berlangsung, kedudukan profil harus selalu dikontrol
terhadap titik-titik ikat yang ada. Bahan untuk pembuatan profil ditetapkan
dari papan dan kayu kaso (kayu Kalimantan) dan bambu yang tua.
Pasal 9
Pekerjaan Pendahuluan
1. Pemborong harus melakukan sendiri pekerjaan persiapan yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan utama antara lain: pembuatan kantor,
lapangan, gudang, barak kerja, jalan dan jembatan darurat dan lain sebagainya.
132
2. Pemborong harus mengusahakan/ mencari tempat-tempat pengambilan tanah
untuk urugan dan sebelumnya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
Direksi, apakah tanah yang akan diambil cukup memenuhi persyaratan atau
tidak.
3. Pemborong harus memelihara/ memperbaiki seluruh kerusakan yang terjadi
pada jalan-jalan dan jembatan milik desa akibat dilalui kendaraan dan
peralatan selama dalam pelaksanaan.
Pasal 10
Pekerjaan Galian Tanah
1. Tanah dimana bangunan didirikan harus dibersihkan dari segala kotoran, sisa-
sisa bongkaran, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang dapat mengganggu
konstruksi bangunan yang akan dilaksanakan
2. Penggalian tanah untuk saluran maupun bangunan harus dilaksanakan dengan
kedalaman sebagaimana tersebut dalam gambar, terkecuali ditetapkan lain
oleh Direksi berkenan dengan keadaan setempat.
3. Lebar galian harus cukup memberikan ruang kerja sesuai dengan lebar
pondasi yang akan dibuat.
4. Penggalian tanah di dekat bangunan yang tidak dibongkar harus dilakukan
secara berhati-hati, kalau perlu diadakan konstruksi penyangga/ turap untuk
pengamanan terhadap kelongsoran.
5. Kemiringan tebing galian harus dibuat sedemikian rupa agar tidak terjadi
kelongsoran. Dan bila terpaksa tebing galian dibuat curam, maka supaya
diambil tindakan-tindakan pengaman.
6. Dalam pekerjaan menggali ini termasuk juga pekerjaan-pekerjaan
membersihkan segala apa yang terdapat dalam tanah galian tersebut.
7. Untuk tanah galian yang tidak terpakai untuk timbunan, maka harus dibuang
ke tempat lain dan diatur sebaik-baiknya atas petunjuk Direksi.
8. Bila tanah dasar dan sisi untuk pondasi bangunan belum mencapai duga/
tingkat seperti apa yang tercantum dalam gambar rencana, ternyata keadaan
tanahnya cukup keras, maka penggalian tanah sementara dapat dihentikan
133
sampai menunggu keputusan Direksi, demikian juga apabila penggalian tanah
pondasi telah mencapai elevasi seperti gambar rencana dan keadaan tanah
tersebut dipandang belum memenuhi keputusannya.
Pasal 11
Pekerjaan Timbunan
1. Sebelum pekerjaan timbunan dimulai, tanah dasar harus dibersihkan dari
tanaman, lumpur, sampah dan lain-lain yang dapat membusuk dan dapat
menimbulkan poros, gerak gembung maupun longsor.
2. Pekerjaan timbunan tidak boleh dimulai sebelum pembersihan tanah dasar
diperiksa dan disetujui Direksi.
3. Tanah untuk timbunan harus bersih dari segala kotoran dan bahan-bahan yang
dapat membusuk. Tanah bahan timbunan yang dipergunakan harus disetujui
Direksi.
4. Untuk menjaga adanya penusutan maka tinggi dan lebar penimbunan harus
dibuat lebih besar dari ukuran sebenarnya yaitu diberi timbunan 10 % dari
rencana.
5. Timbunan harus dilakukan lapis demi lapis setebal 15 – 20 cm dengan terlebih
dahulu dihancurkan/ dicacah dan dipadatkan serta disiram dengan air
secukupnya. Timbunan berikutnya boleh dilakukan setelah lapisan
sebelumnya dapat diterima oleh Direksi.
6. Pemadatan dilakukan dengan alat pemadat mekanis antara lain stamper mesin,
vibrator roller dan sebagainya. Atas pertimbangan dan persetujuan Direksi,
pemadatan dapat dilakukan dengan timbris yang beratnya 15 – 20 kg. Untuk
pekerjaan pemadatan yang menggunakan alat-alat berat akan dibuat syarat-
syarat tersendiri.
7. Bila timbunan dilakukan diatas tanah dasar yang miring, maka tanah dasar
tersebut harus digali bertingkat-tingkat sesuai petunjuk Direksi.
134
Pasal 12
Tes Kualitas Pemadatan
1. Bila menurut pengamatan dan pemerikasaan Direksi hasil timbunan
kualitasnya diragukan dan dipandang perlu maka Direksi akan mengadakan
tes pemadatan tanah tersebut pada tempat-tempat yang ditunjuk.
2. Bila dipandang perlu tes lapangan belum mencukupi, maka akan dilakukan tes
di Laboratorium mekanika tanah dengan biaya ditanggung oleh pihak
pemborong dan hasil tes akan diberitahukan. Kepadatan tanah timbunan
dinyatakan memenuhi syarat apabila tingkat kepadatan dalam pelaksanaan
mencapai minimal 90% dari tingkat kepadatan optimum.
3. Apabila berdasarkan hasil tes laboratorium ternyata pemadatan timbunan tidak
memenuhi syarat maka pemborong harus memadatkan kembali timbunan
tersebut.
Pasal 13
Pekerjaan Bongkaran
1. Apabila bongkaran pada sebagian bangunan lama harus dilakukan secara hati-
hati tidak merusak bagian lainnya yang tidak dibongkar.
2. Batu-batu bekas bongkaran tidak boleh dipakai lagi oleh pemborong sebelum
mendapat ijin dari Direksi. Batu-batu bekas bongkaran tersebut harus
dikumpulkan pada suatu tempat menurut petunjuk Dieksi.
3. Semua bongkaran pekerjaan besi/ pintu-pintu air harus diangkat ke tempat
penyimpanan di kantor cabang yang besangkutan dengan biaya transport
ditanggung pemborong.
135
Pasal 14
Syarat-syarat Bahan
1. Pasir
a) Butir-butir pasir harus tajam dan keras bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.
b) Pasir tidak boleh mengandung bahan lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering). Bila kandungan lumpur melebihi 5% pasir harus
dicuci.
c) Untuk pekerjaan beton pasir harus disaring/ diayak.
2. Split/ Kerikil
a) Split untuk beton harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak
berpori. Split yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai
apabila jumlah butir-butir tersebut tidak melampaui 20% dari berat
seluruhnya.
b) Split tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% berat kering. Jika
bandingan lumpur melampaui 1% split harus dicuci.
c) Split tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti
zat-zat relatif alkali.
d) Ukuran split 1 – 2 cm
3. Batu
a) Batu untuk pekerjaan pasangan dilarang menggunakan batu gandul/
bulat. Ukuran batu kurang lebih 15 cm
b) Sedikikt-sedikitnya 2/3 luas bidang merupakan bidang pecahan.
c) Batu–batu harus dari jenis yang kuat dan padat dan tidk lapuk, tidak
terdapat bekas-bekas lapukan dan tidak porous.
d) Batu harus bersih dari kotoran-kotoran yang mungkin melekat, kalau
perlu harus dicuci.
e) Untuk pekerjaan pasangan batu kosong, diameter minimal batu adalah 15
cm.
136
4. Portland Cement (PC)
a) PC yang digunakan adalah produksi dari pabrik semen dalam negeri.
b) PC yang disimpan dalam gudang lapangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyimpanan. Bilamana PC telah mengeras maka tidak boleh
dipakai untuk campuran.
5. Kapur
a) Semua kapur hidup harus terlebih dahulu dipadamkan sebelum dipakai
untuk pasangan. Pemadatan tersebut dapat dilakukan dengan cara
pemadaman kering atau pemadaman basah. Prosentase yang masih ada,
setelah diadakan percobaan pemadaman, sebagai batu yang tidak dapat
dipadamkan, setinggi-tingginya boleh berjumlah 5%.
b) Sisa material dari saringan tidak diperbolehkan mengandung bagian-
bagian yang belum padam.
c) Kadar hidrat kapur yang bebas sekurang-kurangnya harus 70%
d) Kapur harus disimpan dalam keadaan terlindung/ tertutup sehingga tidak
terkena air hujan yang dapat mengurangi mutu/ daya ikatnya.
6. Air
a) Air untuk pembuatan dan perawatan pasangan atau beton tidak boleh
mengandung minyak, asam alkali, garam, bahan-bahan organik, atau
bahan-bahan lainnya yang dapat merusak pasangan, beton maupun besi
tulangan.
b) Sebaiknya digunakan air bersih dan harus mendapat persetujuan dari
Direksi.
7. Tulangan untuk Beton
a) Besi tulangan yang diproduksi oleh pabrik-pabrik terkenal dapat dipakai
yaitu besi tulangan umum dengan minimum mutu U – 22.
b) Penggunaan besi tulangan dengan mutu yang lebih tinggi atau dengan
batang-batang yang diprofilkan akan ditunjukkan dalam gambar/
spesifikasi.
c) Besi tulangan yang sudah berkarat tidak boleh dipakai.
d) Pembengkokan dan pemasangan dilakukan dengan keahlian yang baik.
137
Pasal 15
Pekerjaan Adukan
1. Pekerjaan adukan harus dilaksanakan pada tempat yang terlindung dari sinar
matahari dan hujan, disamping itu tempatnya diusahakan tidak jauh dari
tempat pekerjaan pasangan atau pembetonan dan tidak boleh langsung diatas
tanah/ tercampur dengan material lain (dengan kotak adukan).
2. Bahan spesi terlebih dahulu harus dicampur dalam keadaan kering sehingga
cukup homogen. Pada pasangan volume besar, pencampuran bahan kering
harus dilakukan dengan alat mekanis (molen). Setelah adukan kering cukup
merata baru diberi air sesuai dengan perbandingan, sehingga menjadi mortar
yang baik.
3. Besarnya perbandingan bahan campuran harus dilakukan setepat-tepatnya.
Oleh karena itu diharuskan dengan menggunakan alat penakar bahan dari
kotak kayu dengan ukuran tertentu menurut petunjuk Direksi.
Pasal 16
Pekerjaan Pasangan
1. Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh blondos melainkan harus pesah.
Kotoran yang melekat pada bidang muka batu harus dibersihkan. Sebelum
dipasang batu-baatu dibasahi secukupnya.
2. Pemasangan batu harus disusun dan tidak boleh ada rongga-rongga.
3. Bidang tegak belakang yang akan tertimbun tanah harus ditutup dengan
mortar kasar (diberaben) dengan campuran seperti untuk pasangan.
4. Semua pasangan batu yang tampak dari luar bidangnya harus rata dan
menggunakan batu muka (rai). Ukuran batu muka ditetapkan lebar sisinya
antara 12 – 15 cm dan tebalnya minimal 10 cm. Susunan batu muka satu sama
lainnya harus diatur rapi dengan jarak 1 – 1,5 cm dan demikian juga mengenai
bentuk diusahakan sama. Kecuali dalam hal batu muka disyaratkan dengan
bentuk lain yaitu persegi empat atau persegi enam. Campuran spesi pasangan
batu muka ditetapkan 1PC : 3 Ps.
138
5. Bila pekerjaan dihentikan karena hujan lebat, maka pasangn yang masih baru
harus dilindungi dengan baik.
6. Sebelum melanjutkan pekerjaan berikutnya, bidang sambungan harus
dibersihkan dengan air secukupnya.
7. Semua pekerjaan pasangan batu menggunakan campuran 1 Pc : 4 Ps, kecuali
ditentukan lain di dalam gambar bestek.
8. Lubang-lubang drainase harus dibuat pipa PVC 1-2/3” dengan jumlah
minimal 1 lubang tiap 1,5 meter persegi bidang tampak. Pekerjaan drainase
itu termasuk pembuatan dari ijuk setebal 5 cm, kricak dan pasir kasar di
belakang pasangan harus sesuai petunjuk Direksi.
Pasal 17
Pekerjaan Plesteran
1. Pekerjaan plesteran dilakukan paada bagian-bagian:
a. Bidang atas dari pasangan (dekzerk) dengan lebar sesuai dalam gambar
ditambah masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimal 5
cm.
b. Plesteran band-band dan dibuat dengan lebar 8 – 10 cm untuk bangunan
kecil, dan 15 cm untuk bangunan besar.
c. Tempat kedudukan pintu romijin, tembok diplester licin penuh dari batas
lengkung depan sampai hilir pada bowplank (jembatan pelayanan).
d. Pertemuan pasangan (plesteran sudut) sebesar 8 – 10 cm untuk bangunan
kecil dan 15 cm untuk bangunan besar.
e. Pada samping kozen pintu-pintu sorong, diplester tegak selebar 20 cm.
f. Alur skotbalk.
g. Pekerjaan-pekerjaan lainnya yang akan ditetakan.
2. Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat kasar
dan bersih.
3. Pekerjaan plesteran lain harus lurus, rapi dan halus.
4. Setelah pekerjaan plesteran cukup kering, kemudian harus dipelihara dengan
siraman air secara rutin.
139
5. Plesteran dibuat setebal 1,5 cm dan campuran spesinya adalah 1Pc : 3 Ps.
Pasal 18
Pekerjaan Siaran
1. Semua bagian pasangan tampak, bidang mukanya diberi pasangan batu muka,
jarak muka diantara batu muka satu sama lainnya besarnya 1 – 1,5 cm. Jarak-
jarak ini lazimnya disebut “siar”.
2. Untuk memperkuat air tersebut maka bidang mukanya diberikan lapisan
perekat dengan bahan Pc dan pasir. Adapun perbandingan campuran adalah 1
Pc : 2 Ps dengan tebal 1 cm.
3. Pekerjaan siar ditetapkan “bentuk tenggelam” dimana bidang mukanya
berkedudukan 1 cm ke dalam dari lubang muka batu muka.
4. Dasar unutk siaran terlebih dahulu harus dibersihkan dan dibuat kasar serta
dibasahi dengan air.
5. Pekerjaan siar harus segera dilaksanakan setelah pasangan batu muka sselesai
dikerjakan.
Pasal 19
Pekerjaaan Beton
1. Sebagai pedoman pekerjaan pembetonan untuk pelaksanaan pekerjaan ini
berpedoman pada Peraturan Indonesia SKSNI 1991 sepanjang persyaratan
yang tidak ditentukan lain dalam peraturan ini.
2. Mutu Beton
a. Semua pekerjaan beton tidak bertulang (beton tumbuk) ditetapkan dengan
kualitas beton B0 dengan campuran 1 Pc : 2 Ps : 3 Kricak.
b. Semua pekerjaan beton bertulang kelas ringan ditentukan dengan K – 125
dengan campuran 1 Pc : 2 Ps : 3 kricak. Semua pekerjaan beton bertulang
kelas menengah (pekerjaan tulang, pekerjaan jambatan kelas II dan
setingkat) ditetapkan dengan mutu K – 175 dengan campuran 1 Pc : 1,5 Ps
: 2,5 kricak.
140
3. Tes Kualitas Beton
Bila menurut pengamatan dan pemeriksaan Direksi diragukan dan dipandang
perlu maka Direksi akan mengadakan pengetesan dilakukan sesuai dengan
pasal 4.4 PBI A1971 (slump test), pasal 4.7 (benda uji silinder) dan lain-lain.
Biaya yang diperlukan untuk mengadakan tes kualitas dibebankan kepada
pemborong.
4. Pekerjaan adukan Beton
Pekerjaan adukan untuk mortar beton harus menggunakan molen kecuali
ditentukan lain oleh Direksi
5. Selama dalam pelaksanaan pengecoran untuk mendapatkan hasil pemadatan
yang baik, maka dilakukan penggetaran dengan alat yaitu “vibrator”.
Kecuali pada konstruksi yang tidak memungkinkan dengan alat penggetar,
maka dipakai alat tradisional.
6. Tulangan beton harus dipasang dengan baik dan benar sehingga sebelum dan
selama pengecoran tidak berubah bentuknya
7. Setelah pengecoran beton selesai maka untuk selama 2 minggu beton harus
selalu dibasahi terus-menerus atau ditutup dengan karung-karung goni yang
selalu basah.
Pasal 20
Pekerjaaan Bekisting/ Perancah
1. Bekisting harus dibuat cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat
menghasilkan bentuk cetkan beton sesuai dengan gambar rencana.
2. Gambar rencana bekisting/ acuan beton harus dibuat oleh pemborong dan
dimintakan persetujuan kepada Direksi.
3. Perancah harus dibuat cukup dari dolken/ bambu yang dapat menahan beban
yang telah ditentukan.
4. Bongkaran bekisting/ perancah harus dilakukan secara hati-hati dengan cara
yang baik agar tidak merusak beton. Hal ini dilakukan dengan seijin Direksi.
141
Pasal 21
Pekerjaan Gebalan Rumput
1. Gebalan rumput ditempel pada bidang lereng dan datar yang ditetapkan oleh
Direksi.
2. Alas untuk menempelkan gebalan rumput harus dibersihkan, diratakan dan
sekedar digemburkan, agar kedudukan gebalan rumput lebih sempurna.
3. Gebalan rumput tebalnya harus memenuhi syarat dan seluruh akarnya masih
utuh.
4. Ukuran gebalan rumput sekurang-kurangnya 20 x 20 cm dan tebalnya tidak
kurang dari 5 cm.
5. Pemasangan gebalan rumput pada bidang yang miring harus diperkuat dengan
semat dari bambu yang panjangnya kurang lebih 30 cm dan cukup kuat.
6. Gebalan rumput harus menggunakan rumput lamuran dalam keadaan masih
subur, melekat dengan akarnya pada tanah dan bebas dari jenis rumput liar.
7. Agar gebalan rumput yang telah terpasang dapat hidup dengan baik maka
harus dilakukan penyiraman secara teratur. Bagi gebalan rumput yang mati
maka harus diganti baru dan masih menjadi beban pemborong.
8. Penggebalan rumput dilakukan pada sisi luar tangkis seluruhnya, sisi dalam
sampai 0,10 m dibawah muka air rencana, sisi atas tangkis 0,30 m dan sisi-
sisinya.
Pasal 22
Pekerjaaan Pintu Air dan Logam Lainnya
1. Pintu air dibuat dengan konstruksi menurut gambar yang diberikan oleh
Direksi.
2. Model pintu air yang akan digunakan adalah pintu sorong.
3. Lebar pintu besar dari 90 cm, konstruksi penggerak ditetapkan dengan
mengunakan ronsel (gigit payung).
4. Pekerjaan pintu-pintu air harus dibuat menurut ketentuan-ketentuan yang ada,
memenuhi syarat teknis, baik dan kokoh.
142
5. Sebelum pintu air dipasang, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan oleh pihak
Direksi. Pintu-pintu yang tidak memenuhi syarat spesifikasi harus diperbaiki
kembali.
6. Setelah pintu terpasang maka harus diadakan percobaan pengaliran untuk
mengetahui kerapatannya yang disaksikan oleh pihak Direksi. Apabila masih
bocor, maka harus diadakan perbaikan sehingga menjadi rapat dan dapat
digerakkan dengan mudah dan ringan.
7. Pintu-pintu air harus dicat warna “Brom” dan pada bagian yang akan terendam
air dicat besi warna hitam, dan sebelumnya didasari dengan cat meni.
8. Peil schaal dalam letter schaal dibuat dari plat baja dengan huruf maupun garis
pembaginya harus timbul atau tenggelam dan dicat Email.
9. Pekerjaan logam lainnya harus sesuai dengan gambar konstruksi serta
memenuhi persyaratan-persyaratan teknis.
Pasal 23
Pekerjaan Bangunan Terjun
1. Bangunan terjun dibuat dari beton bertulang sesuai dengan ketentuan pada
pasal 19.
2. Model bangunan terjun yang digunakan adalah bangunan terjun tegak dengan
H < 1,5 m dan bangunan terjun miring dengan H > 1,5 m.
3. Pada bagian hulu dan hilir bangunan dibuat ambang untuk menstabilkan aliran.
4. Untuk bangunan terjun miring, kemiringan yang direncanakan adalah 1 : 1.
5. Tipe kolam olak yang akan direncanakan disebelah hilir bangunan bergantung
pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude dan
pada bahan konstruksi kolam olak.