BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 4.1.1.eprints.umm.ac.id/56509/5/BAB IV.pdf · Tugas...
Transcript of BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 4.1.1.eprints.umm.ac.id/56509/5/BAB IV.pdf · Tugas...
32
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Profil Perusahaan
PT Fajar Putra Plasindo berdiri pada tahun 2016 untuk merespon tingginya
permintaan pasar akan pallet plastik dalam kebutuhan industri dan peralatan
rumah tangga yang terbuat dari plastik. Tingginya permintaan pallet plastik dan
peralatan rumah tangga diikuti juga dengan banyaknya variasi ukuran dan model
yang harus disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan pengguna dan
penanganan material yang ada. PT. Fajar Putra Plasindo merupakan sebuah
perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang produksi plastik, yang didirikan
oleh Albert Tjondrokoesoemo pada tahun 2016. Produk utama yang dihasilkan
oleh PT. Fajar Putra Plasindo adalah Plastic Pallet. Plastic Pallet terdiri dari
beberapa varian yaitu Plastic Pallet NS 1111.4.-4D, Plastic Pallet NS 1210.2-T,
Plastic Pallet FS 1210.2-4.T, Plastic Pallet NS 1212.4-4T dan Plastic Container.
Perbedaan kelima jenis pallet tersebut terletak pada ukurannya. Selain Plastic
Pallet, produk lain yang dihasilkan adalah Plastic Chair, Plastic Bucket TC 15,
Plastic Animal Food Container dan Leg Shield.
4.1.2. Lokasi Perusahaan
Perusahan ini beralamat di Jl. Raya Raos Pecinan, Desa Carat Kejapanan -
Kabupaten Pasuruan Jawa Timur Indonesia.
4.1.3. Visi dan Misi Perusahaan
Visi
PT Fajar Putra Plasindo menjadi perusahaan produsen pallet plastik dan peralatan
rumah tangga dengan kualitas produk terbaik bertaraf internasional yang dapat
memimpin pasar pallet plastik dan peralatan rumah tangga berbahan plastik, dan
dapat selalu memipin dalam inovasi dan teknologi.
Misi
1. Memproduksi pallet plastik dan peralatan rumah tangga dengan kualitas terjamin
dan harga yang kompetitif serta memenuhi kebutuhan pelanggan.
33
2. Mengembangkan tenaga kerja yang berkompeten dengan terus membangun
lingkungan kerja yang baik.
3. Berperan aktif secara sosial dengan lingkungan dengan mengembangkan operasi
perusahaan yang sehat dalam segala aspek.
4.1.4. Struktur Organisasi Perusahaan
Direktur Utama
Manajer Akuntansi & Keuangan
Manajer PPICManajer HRDManajer
MarketingManajer Logistik
PegawaiPegawaiPegawaiPegawaiPegawai
Manajer Purchasing
Pegawai
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Fajar Putra Plasindo
Tugas-tugas di bagian struktur organisasi
Direktur utama bertugas untuk mengorganisasi visi dan misi perusahaan
secara keseluruhan, menyusun formula dan strategi untuk mengarahkan bisnis
& mengikuti situasi kompetensi internal & eksternal
Tugas seorang manajer logistik adalah mengurus sistem untuk mengawasi
proses arus dari logistik dari mulai penyimpanan, pengantaran yang strategis
untuk material, bahan-bahan atau suku cadang , dan juga barang jadi atau
produk akhir agar dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh organisasi yang
terkait seperti perusahaan.
Tugas manajer HRD ialah merencanakan dan mengkordinasikan tenaga kerja
perusahaan yang hanya mempekerjakan karyawan yang berbakat, Mengawasi
proses perekrutan, wawancara kerja, seleksi, dan penempatan karyawan baru,
menangani isu-isu ketenagakerjaan, seperti memediasi pertikaian dan
mengarahkan prosedur kedisiplinan.
Tugas manajer keuangan ialah menjalankan dan mengoperasikan roda
kehidupan perusahaan se-efisien dan se-efektif mungkin dengan menjalin
34
kerja sama dengan manajer lainnya, mengambil keputusan penting dalam
investasi dan termasuk dalam menggaji karyawan.
Tugas manajer PPIC ialah melakukan perencanaan dan pengorganisasian
jadwal produksi, menentukan standar kontrol kualitas, mengawasi proses
produksi
Tugas manajer marketing : membina hubungan baik dengan konsumen dan
mengatur invoice kepada konsumen
Tugas manajer purchasing : Mencari dan menganalisa calon supplier yang
sesuai dengan material yang dibutuhkan, melakukan koordinasi dengan pihak
supplier mengenai kelengkapan dokumen
4.1.5. Produk
Produk yang diteliti ialah pallet plastic berjenis NS 1210.2-4 T.
Gambar 4.1 Plastik Pallet NS 1210 2-4T Blue
Spesifikasi Produk :
Ukuran : 1200 x 1000 x 160mm
Model : Nest Type – Single Face
Structure : Three Legs
4.1.6. Proses produksi
Berikut merupakan Operation Process Chart dari plastic pallet NS 1210.2-4T di
PT. Fajar Putra Plasindo:
35
Pallet Plastic NS 1210
O-1Mencampurkan bahan original
dengan Master BatchMesin Mixer
18'
O-2 Bahan baku di keringkanMesin Hopper
O-3 Bahan baku di lelehkanMesin Barrel
O-4 Proses mencetak pallet Mesin Inject Molding
30'
60'
60'
Inspeksi produk hasil inject moldingManusia
25' I-1
Besi penguat
O-5Pengukuran besi sesuai panjang lubang pallet
Meteran
10'
O-6
Pemotongan besi sesuai ukuranGerinda
5'
Karet bawah
O-7Proses seleksi karet bawah
Manusia15'
O-8Assembly antara pallet plastik NS
1210 dengan besi dan karet bawahPalu
30'
Inspeksi produk hasil assemblyManusia10'
I-1
Penyimpanan barangGudang
Keterangan
Kegiatan Jumlah Waktu
8
2
1
35'
228'
Gambar 4.2 Operation Process Chart Plastic Pallet
Penjelasan:
Bahan utama yang dibutuhkan untuk membuat Pallet Plastic yaitu Original
Plastik dan juga MB Pewarna (Masterbatch). Proses pertama yang dilakukan
untuk membuat Pallet Plastic adalah dengan mencampurkan Bahan PP
Crusher Intraco dan MB Pewarna kedalam mesin mixer yang berkapasitas 250
kg dengan komposisi Original plastik 95% serta MB Pewarna 5% selama
kurang lebih 18 detik, hal ini bertujuan agar bahan antara Original dan MB
Pewarna tercampur rata. Kemudian setelah tercampur, bahan dari mesin mixer
36
tadi disedot melalui saluran ke mesin hopper untuk dilakukan proses
pengeringan material.
Setelah material kering kemudian masuk dalam mesin barrel yang secara
otomatis bahan tersebut di lelehkan oleh pemanas (heater) yang terdapat di
dinding barrel dan gesekan yang diakibatkan oleh perputaran sekrup injeksi.
Bahan yang sudah meleleh dan diinjeksi oleh sekrup injeksi melalui nozzle ke
dalam cetakan yang berada di mesin inject molding yang kemudian
didinginkan oleh air. Produk yang sudah mengeras dan dingin kemudian akan
dikeluarkan dari cetakan oleh pendorong dengan bantuan angin atau hidraulik
yang terdapat dalam rumah cetakan dan kemudian akan diambil oleh operator.
Kemudian setelah produk jadi maka dilakukan inspeksi oleh operator,
terdapat dua inspeksi yaitu inspeksi uji ketahanan dan juga inspeksi visual,
inspeksi yang pertama adalah inspeksi uji ketahanan yang diambil beberapa
sampel, kemudian inspeksi kedua yang dilakukan adalah full inspeksi secara
visual hal ini dilakukan untuk tetap menjaga kualitas produk secara visual
selain itu juga bersamaan dengan pemasangan besi penguat kedalam lubang –
lubang plastic pallet dan juga karet bawah oleh operator. Besi penguat
sebelumnya merupakan besi lonjoran yang kemudian melalui proses
pengukuran menyesuaikan panjang lubang pallet dan kemudian dilakukan
proses pemotongan dengan menggunakan mesin gerinda. Setelah dilakukan
pemasangan besi penguat dan karet bawah, produk diangkat untuk dipindahkan
ke tempat penampungan sementara oleh operator untuk disusun, satu tumpukan
berisi 10 pallet, kemudian setelah itu tumpukan pallet tersebut akan
dipindahkan lagi menggunakan forklift menuju gudang penyimpanan.
4.2 Pengumpulan Data
4.2.1 Aliran Informasi
Aliran informasi dalam proses produksi dibuat berdasarkan hasil observasi
dan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang memiliki kemampuan dalam
bidangnya. Aliran informasi pada proses produksi PT. Fajar Putra Plasindo
adalah sebagai berikut :
37
1. Informasi dimulai dari customer yang memesan produk kepada pihak
marketing
2. Pihak marketing kemudian memberikan sales order kepada pihak PPIC
3. Kemudian pihak PPIC memberitahu pihak purchasing berupa bahan baku
dan kualifikasi bahan yang harus dibeli
4. Pihak purchasing kemudian mencari supplier yang sesuai dengan
kualifikasi perusahaan.
5. Jika supplier sudah terpilih, kemudian pihak purchasing mengirimkan
surat penerimaan barang yang berisi tanggal kedatangan barang, banyak
barang dan spesifikasi barang kepada pihak logistik.
6. Pihak PPIC kemudian membuat SPK (surat perintah kerja) kepada
pegawai kemudian mengambil bahan di gudang logistik
7. Kemudian bahan baku di proses
8. Setelah barang selesai diproduksi, diserahkan kepada pihak logistik
9. Pihak logistik membuat invoice, kemudian barang di kirim ke costumer
4.2.2 Aliran fisik
1. Di dalam produksi, operator memasukkan bahan baku ke dalam mesin
mixer, yang berfungsi untuk mencampur bahan baku pallet yang original
dan MB pewarna.
2. Bahan baku dari mesin mixer, dibawa ke mesin hopper yang berfungsi
untuk mengeringkan bahan baku
3. Selanjutnya dibahan baku dibawa ke mesin barrel untuk dilelehkan
4. Kemudian dari mesin barrel dibawa ke mesin inject molding untuk
dilakukan pencetakan pallet
5. Pallet yang sudah dicetak kemudian oleh operator di beri besi penguat,
kemudian dibawa ke tempat penyimpanan barang.
4.2.3 Data Produksi
Data produksi pallet jenis NS 1210.2-4.T di PT. Fajar Putra Plasindo di
tunjukkan pada tabel 4.1. Satu unit pallet memiliki berat 17 kg
38
Tabel 4.1 Data Produksi Pallet NS 1210.2-4.T
Bulan Total produksi
bulanan (Kg)
18-Jan 9350
18-Feb 8262
18-Mar 10087
18-Apr 11115
18-May 8973
18-Jun 10115
18-Jul 9834
18-Aug 11263
18-Sep 9869
18-Oct 10236
18-Nov 10166
18-Dec 8262
(Sumber : PT. Fajar Putra Plasindo)
4.2.4 Cycle Time
Tabel 4.2 merupakan data cycle time dalam pembuatan pallet NS 12.10
Tabel 4.2 Data waktu siklus
No Deskripsi Aktivitas Waktu siklus (detik)
1 Bahan baku di campur menggunakan mesin mixer 18
2 Pengeringan bahan baku di mesin hopper 30
3 Pelelehan bahan baku di mesin barrel 60
4 Pembentukan pallet di mesin inject molding 60
(Sumber : PT. Fajar Putra Plasindo)
4.2.5 Jumlah Mesin
Tabel 4.3 merupakan data jumlah mesin yang terlibat dalam pembuatan
pallet NS 1210
39
Tabel 4.3 Data Jumlah Mesin
No Mesin Jumlah mesin Operator
1 Mixer 1 3
2 Hopper 1 2
3 Barrel 1 1
4 Inject Molding 1 2
(Sumber : PT. Fajar Putra Plasindo)
4.2.6 Working Days
PT Fajar Putra Plasindo melakukan produksinya secara terus-menerus selama
6 hari dan 24 jam. Untuk itu ada pembagian shift kerja di PT Fajar Putra
Plasindo yang di atur sebagai berikut :
1. Shift 1 : Pukul 07.00 – 15.00 WIB
2. Shift 2 : Pukul 15.00 – 23.00 WIB
3. Shift 2 : Pukul 23.00 – 07.00 WIB
4.2.7 Biaya Pemakaian Mesin
Tabel 4.4 merupakan data biaya pemakaian mesin di PT. Fajar Putra
Plasindo yang terlibat dalam proses produksi. Biaya pemakaian mesin ini
diperoleh dari energi yang dikeluarkan oleh mesin dikali dengan jumlah
mesin dikali tarif listrik. Tarif listrik industri untuk daerah Pasuruan sebesar
Rp 1.115/kwh
Rate Mesin Mixer = Daya Listrik x Jumlah Mesin x Tarif Listrik x
Jam Pemakaian
= 51 x 1 x Rp 1.115 x 1
= Rp 56.865
Tabel 4.4 Data Biaya Pemakaian Mesin
Mesin Daya Listrik (kwh) Rate Mesin (Rp/ jam)
Mixer 51 56.865
Hopper 107 119.305
Barrel 427 476.105
Inject Molding 427 476.105
(Sumber : PT. Fajar Putra Plasindo)
40
4.2.8 Rate Operator
Untuk menghitung rate operator per jam, maka dibutuhkan UMK (Upah
Minium Kota), data jam kerja dan data jmlah hari kerja perbulan. Berikut
merupakan perhitungan labor hour rate di PT. Fajar Putra Plasindo
UMK = Rp 3.861.518
Hari kerja = 26 hari
Jam kerja = 8 jam
Labour hour rate =
= Rp 18.565 / jam
4.2.9 Material Cost
Tabel 4.5 merupakan data harga material yang digunakan untuk membuat
pallet di PT. Fajar Putra Plasindo
Tabel 4.5 Harga Bahan Baku
Nama Material Unit Harga / unit
Original Plastik Kg Rp 18.000
MB Pewarna Kg Rp 11.000
(Sumber : PT. Fajar Putra Plasindo)
4.2.10 Jumlah Inventory
Inventory terdiri dari stock material, WIP maupun finished good. Untuk
perancangan value stream mapping maka inventory dalam unit akan dibagi
dengan permintaan perhari sehingga akan menjadi inventory dalam satuan
hari. Pada tabel dibawah ini merupakan data inventory (stock material, WIP
dan finished good) yang berada antar workstation pada satuan waktu tertentu.
Tabel 4.6 Data Inventory
Jenis Tempat Jumlah unit (kg)
Bahan baku Antara gudang bahan baku dan mesin mixer 2500
WIP Antara mesin mixer dan mesin hopper 1634
WIP Antara mesin hopper dan mesin barrel 1634
WIP Antara mesin barrel dan mesin inject molding 0
Barang jadi Antara mesin inject molding dan final inspection 1652
(Sumber : PT. Fajar Putra Plasindo)
41
4.2.11 Holding Cost
Holding cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya
persediaan. Selanjutnya dijabarkan mengenai biaya holding cost di PT. Fajar
Putra Plasindo yang terdapat pada tabel 4.7
Holding cost di dapatkan dari opportunity cost x suku bunga. Suku bunga
bank BRI BRI 9.95% / tahun = 0.000995 / 48 = 0.0000207291 / minggu
Tabel 4.7 Inventory Cost
No Nama Inventory Holding Cost/kg (Rp)
1 Bahan baku Rp 622
2 WIP mesin mixer Rp 700
3 WIP mesin hopper Rp 750
4 WIP mesin barrel Rp 800
5 WIP mesin inject molding Rp 871
6 Barang jadi Rp 871
Contoh perhitungan holding cost produk jadi = Rp 420.000 x
0.0000207291 = Rp 871
4.2.12 Informasi mengenai pemasok
Pemasok bahan baku pada pembuatan pallet di PT. Fajar Putra Plasindo
adalah dari PT Sinar Alam & CV Sumber Plastik
4.2.13 Bahan baku
Tabel 4.8 merupakan data bahan baku yang digunakan PT. Fajar Putra
Plasindo.
42
Tabel 4.8 Data Bahan Baku
Bulan Jenis Bahan Baku (kg)
PT Sinar Alam CV Sumber Plastik
18-Jan 8882.5 467.5
18-Feb 7848.9 413.1
18-Mar 9582.65 504.35
18-Apr 10559.25 555.75
18-May 8524.35 448.65
18-Jun 9609.25 505.75
18-Jul 9342.3 491.7
18-Aug 10699.85 563.15
18-Sep 9375.55 493.45
18-Oct 9724.2 511.8
18-Nov 9657.7 508.3
18-Dec 7848.9 413.1
(Sumber : PT. Fajar Putra Plasindo)
4.2.14 Hasil Penyebaran Kuesioner
Data jenis waste yang diperoleh berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner
ke 5 orang karyawan. Berikut data pemilihan ranking waste menurut responden yang
diperoleh :
Misal : jenis waste Defect responden 1 memilih rangking 2.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Kuesinoner Jenis Waste
Waste Responden
1 2 3 4 5
Defects 2 3 1 2 2
Waiting 5 3 3 4 5
Unnecessary Inventory 1 2 2 1 1
Unappropriate Processing 3 3 2 4 4
Unnecesarry Motion 4 3 2 2 3
Transportation 4 3 3 5 2
Over Production 3 2 1 2 3
43
4.3 Pengolahan Data
4.3.1 Persiapan Current State Map
Data yang dibutuhkan untuk membuat cost integrated value stream
mapping antara lain :
1. Informasi pelanggan 7. labour hour rate
2. Informasi pemasok 8. Material cost
3. Alur proses produksi 9. Jumlah Inventory
4. Data tiap mesin 10. Holding cost
5. Cycle time 11. Defect
6. Machine haour rate 12. Available time
Setelah semua data yang ada terkumpul dan diolah maka langkah
selanjutnya adalah merancang cost integrated value stream mapping
berdasarkan data-data tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
selain aliran informasi dan time line pada cost integrated value stream
mapping disertakan pula cost line. Melalui gabungan aliran informasi, aliran
produksi, time line, dan cost line kita dapat mengetahui gambaran umum
mengenai alur proses produksi pallet dari mulai pemesanan bahan baku
sampai ke pengiriman finished good kepada pelanggan dan juga dapat lebih
memfokuskan area perbaikan
4.3.2 Pembuatan Cost Integrated Value Stream Mapping
Pada sub bab ini akan dijelaskan bagaimana merancang cost integrated
value stream mapping.
4.3.2.1 Total Value Stream Inventory
Berikut ini adalah inventory material produk NS1210 baik yang berupa bahan
baku, WIP, atau barang jadi mulai dari gudang bahan baku sampai
dengan pengiriman.
Bahan baku dari gudang ke mesin mixer = 2500
WIP antara mesin mixer dengan mesin hopper = 1634
WIP antara mesin hopper dengan mesin barrel = 1634
WIP antara mesin barrel dengan mesin hopper = 0
Barang jadi = 1652
44
Total inventory = 7420
4.3.2.2 Processing Lead Time
Processing lead time dapat dihitung berdasarkan persamaan 4 pada sub
bab 2. Setelah dilakukan perhitungan jumlah inventory selanjutnya dilakukan
perhitungan jumlah WIP on hand diantara proses operasi. Daily inventory
dihitung dengan cara membagi inventory antar proses dengan produksi
perhari dari produk pallet NS 1210. Permintaan perhari pelanggan dihitung
dengan membagi permintaan bulan Desember sebesar 8262 kg dengan jumlah
hari dalam 1 bulan yaitu 26 hari
Permintaan perhari adalah 8262 / 26 = 317,8 kg
Tabel 4.10 Perhitungan Processing Lead Time
Proses (i) WIP (i) d (i) Jenis Inventory Lead Time
1 2500 317.8 Bahan baku dari gudang ke mesin mixer 7.87
2 1634 317.8 WIP antara mesin mixer dan mesin hopper 5.14
3 1634 317.8 WIP antara mesin hopper dan mesin barrel 5.14
4 0 317.8 WIP antara mesin barrel dan mesin inject molding 0.00
5 1652 317.8 WIP antara mesin inject molding dan final inspection 5.20
Total 23.35
Contoh perhitungan :
LT1 =
4.3.2.3 Total Value Added Cost
Aktitas utama pada analisis biaya yaitu mengintegrasikan cost line dalam
value stream mapping. Value added cost dihasilkan dengan menghitung biaya
langsung pada tiap proses. Total value added cost dihitung berdasarkan
persamaan 7 pada bab 2 yang difokuskan hanya pada bulan Desember 2018.
Adapun data yang diperlukan adalah data biaya material, waktu sibuk, biaya
pemakaian mesin dan rate operator.
Adapun dalam menghitung biaya material yang dibutuhkan adalah total
bahan baku yang digunakan pada bulan Desember 2018 yang dapat dilihat
pada tabel 4.9, biaya material yang dapat dilihat pada tabel 4.5 dan total
proses dalam bulan Desember 2018. Total proses ini diperoleh dari total hari
45
dalam satu bulan dikali dengan jumlah proses dalam satu hari. Waktu siklus
dapat dilihat pada tabel 4.2 Biaya pemakaian listrik didapat dari tabel 4.4 dan
rate operator diperoleh dari perkalian antara labour hour rate dengan jumlah
operator. Contoh perhitungan total value added cost pada proses pembuatan
pallet, yaitu :
1. Biaya material (mi)
= ( ) ( )
2. Cycle time (Cti) mesin mixer = 18 detik
3. Biaya pemakaian mesin (Mi) = Rp 56.865/jam
4. Rate operator (Li) = Rp 18.656/jam x 3 orang di mixer
= Rp 55.695/jam
Tabel 4.11 Labor Hour Rate
Proses Tingkat Jam Kerja/Jam
Mixer Rp 55.695
Hopper Rp 37.130
Barrel Rp 18.565
Inject Molding Rp 37.130
Rumus yang dipakai = (
)
= Rp 300.050 + 18 (
)
= Rp 300.613
Selanjutnya dilakukan perhitungan total value added cost pada workstation
lainnya. Adapun daftar value added cost tiap proses ditunjukkan pada tabel
4.12
Tabel 4.12 Value Added Cost
Proses Value Added Cost
Mixer Rp 300.613
Hopper Rp 1.304
Barrel Rp 8.245
Inject Molding Rp 8.554
Total Rp 318.715
46
4.3.2.4 Total non value added cost
Hasil perhitungan total non value added cost pada setiap jenis inventory
disetiap workstation dapat dilihat pada tabel 4.14. Total non value added cost
dihitung berdasarkan persamaan 6 pada bab 2. Contoh perhitungan total non
value added cost pada proses pembuatan pallet yaitu :
Holding Cost bahan baku = hi * WIPi = Rp 622 * 2500
= Rp 1.554.947
Tabel 4.13 Non Value Added Cost
No Inventory Non Value Added Cost
1 Bahan baku Rp 1.554.947
2 WIP Mixer Rp 1.143.800
3 WIP Hopper Rp 1.225.500
4 WIP Barrel 0
5 WIP Inject Molding Rp 1.438.273
Total Rp 5.362.519
4.3.2.5 Metric and Baseline Measurement
Berdasarkan penjelasan data yang sudah ada sebelumnya dapat
disimpulkan dengan membuat metric baseline bahwa kondisi current cost
integrated value stream ditunjukkan pada tabel 4.14. Selanjutnya data
tersebut digambarkan dalam sebuah current cost integrated value stream.
Total value stream mapping adalah total inventory dalam proses produksi
pada satuan tertentu. Total lead time adalah waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pesanan customer dari awal pesan sampai pengiriman. Total
processing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk bahan baku berubah
menjadi pallet. Total non value added cost didapat dari waste inventory yang
muncul. sedangkan untuk value added cost didapat dari perhitungan biaya
material. waktu siklus. biaya pemakaian mesin dan biaya operator.
47
Tabel 4.14 Metric And Baseline Measurement
Metric Baseline
Total Value Stream Inventory 7420
Total Lead Time 23.35
Total Processing Time 168 detik
Total Non Value Added Time Cost Rp 5.362.519
Total Value Added Cost Rp 318.715
48
Mesin Mixer
01
18 detik
7,87
Mesin Barrel
03
C/T = 18 s
M/C hour rate = Rp 56.865
Labor hour rate = Rp 55.695
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
30 detik
5,14
Process time = 168 detik
Process lead time = 23,35 hari
5,2
PPIC
Supplier
Mesin Inject Molding
04
Mesin Hopper
02
C/T = 30 s
M/C hour rate = Rp 119.305
Labor hour rate = Rp 37.130
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
C/T = 60 s
M/C hour rate = Rp 476.105
Labor hour rate = Rp 18.565
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
C/T = 60 s
M/C hour rate = Rp 476.105
Labor hour rate = Rp 37.130
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
Gudang finishing goodGudang Bahan Baku
WIP = 2500
HC = Rp 622
60 detik
5,14
60 detik
Costumer
Rp 300.613
Rp 1.554.947
Rp 1.304
Rp 1.143.800
Costumer ready to pay = Rp 318.715
Costumer not ready to pay = Rp 5.362.519
Rp 1.438.273
Rp 8.245
Rp 1.225.500
Rp 8.554
MarketingPurchasing
I
WIP = 1634
HC = Rp 700
I
WIP = 1634
HC = Rp 750 WIP = 1652
HC = Rp 871
Gambar 4.4 Current Cost Integrated Value Stream Map
49
4.3.2.6 Pembobotan Waste
Pembobotan waste dilakukan dengan cara membobotkan hasil
kuesioner dengan mengggunakan metode Borda Count Method (BCM).
Peneliti memberi peringkat pada setiap waste-nya sesuai dengan tingkat
keseringan dan berpengaruhnya terhadap proses produksi. yaitu peringkat 1
sampai peringkat 7. Untuk waste yang peneliti beri peringkat 1 menandakan
bahwa waste yang paling sering terjadi dan sangat berpengaruh terhadap
proses produksi. Begitu pula sebaliknya. untuk waste yang kami beri
peringkat terakhir atau 7 menandakan bahwa waste tersebut sama sekali tidak
berpengaruh atau tidak terjadi pada proses produksi berlangsung.
Untuk perhitungan bobot menggunakan metode Borda Count Method.
Dimana untuk pemberian nilai bobot untuk tiap – tiap rangking berdasarkan
metode Borda yaitu apabila ada n pilihan. maka nilai peringkat pertama
nilainya n – 1. pilihan kedua nilainya n – 2. kemudian peringkat ketiga n – 3
dan seterusnya. Pada pembobotan ini nilai bobot setiap ranking adalah
sebagai berikut ; untuk peringkat 1 mempunyai nilai bobot 6. peringkat 2
mempunyai nilai bobot 5. peringkat 3 mempunyai nilai bobot 4. peringkat 4
mempunyai nilai bobot 3. peringkat 5 mempunyai nilai bobot 2. peringkat 6
mempunyai nilai bobot 1. dan peringkat 7 mempunyai nilai bobot 0. Dari
hasil rekap data dan pengolahan hasil peringkat pembobotan waste diperoleh
hasil bahwa menurut hasil kuesioner. waste yang sering terjadi pada proses
produksi di PT Fajar Putra Plasindo adalah waste unnecessary inventory.
Berikut ini adalah rekap rangking dan hasil kuesioner.
50
Tabel 4.15 Pembobotan Waste
Waste
Rangking Score
Akhir
Bobot
Setelah
Normalisasi
Rangking 1 2 3 4 5 6 7
Defects 1 3 1 0 0 0 0 25 0.168 2
Waiting 0 0 2 1 2 0 0 15 0.101 7
Unnecessary Inventory 3 2 0 0 0 0 0 28 0.188 1
Unappropriate Processing 0 1 2 2 0 0 0 19 0.128 5
Unnecesarry Motion 0 2 2 1 0 0 0 21 0.141 4
Transportation 0 1 2 1 1 0 0 18 0.121 6
Over Production 0 3 2 0 0 0 0 23 0.154 3
Bobot 6 5 4 3 2 1 0 149
Contoh perhitungan untuk menentukan skor akhir pada waste :
Rangking 1 (Unnecessary Inventory) = ∑( jumlah ranking x bobot skor )
Rangking 1 (Unnecessary Inventory) = ( 3 x 6 ) + (2 x 5) + ( 0 x 4 ) + ( 0 x 3
) + ( 0 x 2 ) + ( 0 x 1 ) + ( 0 x 0 ) = 28
Contoh perhitungan untuk menentukan bobot setelah normalisasi :
Rangking 1 (Unnecessary Inventory) = skor akhir / Jumlah skor akhir
Rangking 1 (Unnecessary Inventory) = 28 / 149 = 0.188
Dari tabel 4.15 dapat dilihat bahwa waste yang paling dominan yaitu
waste unnecessary inventory menempati rangking 1 dengan skor akhir 28 dan
bobot setelah normalisasi sebesar 0.1888. Kemudian waste rangking 2 yaitu
waste defect dengan skor akhir 25 dan bobot setelah normalisasi sebesar
0.168. Waste pada rangking 3 yaitu waste overproduction dengan skor akhir
23 dan bobot setelah normalisasi sebesar 0.154. Waste pada rangking 4 yaitu
waste unnecessary motion dengan skor akhir 21 dan bobot setelah
normalisasi sebesar 0.141. Selanjutnya waste pada peringkat 5 . 6 . dan 7
adalah unappopriate processing. transportation dan waiting dengan skor
51
akhir 19. 18 dan 15 dan nilai bobot setelah normalisasi sebesar 0.128 ; 0.128
dan 0.101
4.3.3 Identifikasi dengan Root Cause Analysis
Setelah mengetahui kondisi awal dalam current cost integrated value
state map maka selanjutnya dapat ditentukan apa saja yang harus dicari akar
permasalahan dan juga pemecahan dari permasalahan tersebut. Metode yang
digunakan dalam pencarian akar permasalahan tersebut dengan menggunakan
metode root cause analysis. Metode ini digunakan setelah melakukan
pemetaan terhadap aktivitas-aktivitas yang berpotensi menimbulkan waste.
Analisa root cause analysis ini memungkinkan untuk mengetahui
pengaruh suatu waste pada kegiatan operasional perusahaan. Selanjutnya
akan dijelaskan mengenai causal factor waste unnecessary inventory. Tabel
4.16 yaitu causes yang mendeskripsikan permasalahan inventory.
52
Tabel 4.16 Root Cause Analysis waste Unnecessary Inventory
Waste Inventory Why 1 Why 2 Why 3 Why 4
Unnecessary
Inventory
Bahan Baku
pasokan bahan baku tidak
sesuai dengan jumlah
produksi yang diminta
konsumen, yaitu yang
dipesan 1000 kg, yang di
produksi 8262 kg
Bahan baku tidak dapat dibeli
atau didatangkan dalam jumlah
unit yg diperlukan perusahaan
(pengiriman bahan baku dalam
jumlah besar)
total pemesanan bahan baku
sesuai kontrak yang telah
disepakati dengan supplier
sebelumnya
ada kebijakan safety stock kesulitan memprediksi waktu
produksi secara akurat
belum ada metode yang tepat
dan belum memperhatikan
pertimbangan yang lain dalam
penentuan safety stock
jumlah produksi tidak sesuai
dengan target perusahaan
mesin macet saat proses
produksi kurangnya maintenance mesin
ada kebijakan safety stock mengantisipasi keterlambatan
pengiriman
kinerja supplier saat mengirim
bahan baku buruk
belum ada punishment
jika terjadi keterlambatan
bahan baku
Work In
Progress
terjadi perbedaan cycle time
antara mesin mixer dengan
mesin hopper (18 detik
dengan 30 detik), mesin
hopper dengan mesin barrel
(30 detik dengan 60 detik)
Barang Jadi
adannya sistem Just In Case
yaitu melakukan produksi
barang jadi secara berlebih
meminalisir resiko tidak bisa
memenuhi permintaan costumer
53
Tabel 4.16 Root Cause Analysis waste Unnecessary Inventory (Lanjutan)
Waste Inventory Why 1 Why 2 Why 3 Why 4
Unnecessary
Inventory
Barang
Jadi
mengantisipasi
sebagian
produk jadi ada
yang cacat
adanya material
yang lembab dia
area produksi
Pada tabel 4.16 causal factor unnecessary inventory pada kegiatan produksi dapat
dilihat bahwa ada beberapa penyebab terjadinya waste unnecessary inventory.
Terkait penyebab sub waste inventory yang terjadi. Why terakhir menunjukkan
akar penyebab permasalahan, yaitu :
1. Total pemesanan bahan baku sesuai kontrak yang telah disepakati dengan
supplier sebelumnya.
2. Belum ada metode yang tepat dan belum memperhatikan pertimbangan yang
lain dalam penentuann safety stock.
3. Belum ada punishment jika terjadi keterlambatan bahan baku.
4. Kurangnya maintenance mesin.
5. Terjadi perbedaan cycle time antara mesin mixer dengan mesin hopper. mesin
hopper dan mesin barel.
6. Meminalisir resiko tidak bisa memenuhi permintaan costumer.
7. Adanya material yang lembab di area produksi.
4.3.4 FMEA waste unnecessary inventory
Setelah memperoleh informasi yang dibutuhkan dari RCA.
selanjutnya membentuk FMEA dari RCA tersebut yaitu Potential Failure
Mode (Effect). Potential Cause (Cause) dan Current Process Control
(Control). Sementara itu nilai severity (Sev). occurance (Occ) dan
detection (Det) diperoleh dengan cara brainstorming dengan pihak
perusahaan. dengan begitu nilai RPN (Risk Priority Number) dapat
diketahui.
54
Tabel 4.17 Failure Mode and Effect Analysis
Waste Mode
Kegagalan
Potensi Efek
Kegagalan Severity
Penyebab
Potensial
Kegagalan
Occurance Proses
Kontrol Detection RPN Usulan Perbaikan
Unencessary
Inventory
Bahan
Baku
Kualitas bahan
baku menurun
dan
menghambat
laju produksi
5
total
pemesanan
bahan baku
sesuai kontrak
yang telah
disepakati
dengan
supplier
sebelumnya
6 Belum ada 7 210
dibuat kesepakatan
(kontrak) baru yang mana
untuk pengiriman bahan
baku dapat dilakukan
seminggu dua kali agar
menghindari penumpukan
bahan baku digudang
gudang semakin
penuh dengan
bahan baku
6
belum ada
metode yang
tepat dan
belum
memperhatikan
pertimbangan
yang lain
dalam
penentuan
safety stock
8
penentuan
safety stock
berdasarkan
intuisi
7 336
penentuan safety stock
dengan mempertimbangkan
average usage. maximum
usage hingga minimum
usage pada periode
sebelumnya
tidak
tercapainya
target produksi
4
kurangnya
maintenance
mesin
3
maintenance
saat terjadi
macet
7 84
pengecekan mesin
dilakukan dalam sehari dua
kali
55
Tabel 4.17 Failure Mode and Effect Analysis (Lanjutan)
Waste Mode
Kegagalan
Potensi Efek
Kegagalan Severity
Penyebab
Potensial
Kegagalan
Occurance Proses
Kontrol Detection RPN Usulan Perbaikan
Unnecessary
Inventory
Bahan
Baku
proses produksi
terhenti 5
belum ada
punishment jika
terjadi
keterlambatan
bahan baku
5 belum ada 5 125
diberikan punishment
berupa denda 1/1000 dari
nilai kontrak untuk setiap
hari keterlambatan
berdasarkan LKPP
No.14/2012
Work In
Progress
semakin
banyak produk
setengah jadi di
setiap
workstation
2
terjadi
perbedaan
cycle time
antara mesin
mixer dengan
mesin hopper.
mesin hopper
dengan mesin
barrel
4 belum ada 4 32
menambah mesin hopper
dan barel untuk
mengurangi penumpukan
barang setengah jadi
Barang Jadi
merusak
kualitas produk
jadi dan terjadi
penumpukan
produk jadi
5
meminalisir
resiko tidak
bisa memenuhi
permintaan
costumer
3 belum ada 4 60
diadakan sistem Just In
Time agar resiko
kerusakan produk menjadi
kecil
gudang
semakin penuh
dengan produk
jadi & produk
defect
5
adanya material
yang lembab di
area produksi
4
penataan
material
yang
seadanya
5 100
benda/material yang tidak
diperlukan. ditempatkan
pada tempat lain
56
Dari tabel 4.17 dapat dilihat bahwa penyebab yang memiliki nilai RPN paling
tinggi pada sub waste bahan baku menumpuk terlalu lama disebabkan karena
belum ada metode yang tepat dan belum memperhatikan pertimbangan yang
lain dalam penentuan safety stock dengan nilai RPN sebesar 336. Kemudian
nilai RPN tertinggi kedua adalah total pemesanan bahan baku sesuai kontrak
yang telah disepakati dengan supplier sebelumnya dengan dengan nilai 210.
Nilai RPN tertinggi ketiga yaitu belum ada punishment jika terjadi
keterlambatan bahan baku nilai RPN sebesar 125. Selanjutnya nilai RPN
tertinggi keempat yaitu penataan material agar tidak lembab saat proses
produksi dengan nilai RPN 100. Selanjutnya nilai RPN tertinggi kelima yaitu
kurangnya maintenance mesin dengan nilai RPN 84. Selanjutnya nilai RPN
tertinggi keenam yaitu meminalisir resiko tidak bisa memenuhi permintaan
costumer dengan nilai RPN 60. Selanjutnya nilai RPN tertinggi terakhir yaitu
Terjadi perbedaan kecepatan antara mesin satu dengan mesin lainnya dengan
nilai RPN 32.
4.3.5 Usulan perbaikan
Adapun usulan perbaikan yang dilakukan adalah :
1. Penentuan safety stock berdasarkan estimasi dengan
mempertimbangkan average usage. maximum usage hingga
minimum usage pada periode sebelumnya.
2. Pengiriman bahan baku dari supplier yang tadinya dilakukan
seminggu sekali diganti menjadi seminggu dua kali pengiriman.
Pengiriman bahan baku dari supplier yang dirubah ini dimaksudkan
agar menghindari penumpukan bahan baku di gudang. Karena
penumpukan bahan baku di gudang yang besar akan
mengakibatkan besarnya biaya penyimpanan. Dengan mengurangi
penumpukan bahan baku di gudang juga bisa mengurangi resiko
banyak bahan baku yang rusak akibat terlalu banyak tumpukan dan
biaya penyimpanan juga dapat ditekan.
3. Dilakukan kesepakatan dengan supplier bahan baku. jika terjadi
keterlambatan pengiriman bahan baku. maka akan diberikan
57
punishment. Yaitu denda 1/1000 dari nilai kontrak per hari dari
keterlambatan. berdasarkan LKPP No.14/2012
4. Benda yang tidak termasuk bahan produksi dipisahkan /
ditempatkan pada tempat tersendiri agar material bahan baku tidak
lembab
5. Dilakukan pengecekan mesin secara berkala yaitu 2x sehari selama
proses produksi
6. Diadakan sistem just in time yaitu pemesanan bahan baku ke
supplier berdasarkan jumlah yang diminta costumer agar resiko
kerusakan produk menjadi kecil.
7. Menambahkan jumlah mesin mixer dan hopper untuk
menyelaraskan kecepatan.
4.3.6 Future Cost Integrated Value Stream Map
Setelah mengidentifikasi. menganalisa. dan memberikan usulan
perbaikan pada proses produksi pallet NS 1210 di PT Fajar Putra Plasindo
sebagai upaya mengurangi waste yang terjadi. maka dapat digambarkan
future cost integrated value stream map untuk mengetahui improvement
apa saja yang harus dilakukan. Future cost integrated value stream map
merupakan sebuah gambaran pada pendekatan lean manufacturing yang
digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui perubahan proses yang
dilakukan dan acuan untuk melakukan continuous improvement
selanjutnya.
58
Mesin Mixer
01
18 detik
3,93
Mesin Barrel
03
C/T = 18 s
M/C hour rate = Rp 56.865
Labor hour rate = Rp 55.695
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
30 detik
5,14
Process time = 168 detik
Process lead time = 19,41 hari
5,2
PPIC
Supplier
Mesin Inject Molding
04
Mesin Hopper
02
C/T = 30 s
M/C hour rate = Rp 119.305
Labor hour rate = Rp 37.130
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
C/T = 60 s
M/C hour rate = Rp 476.105
Labor hour rate = Rp 18.565
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
C/T = 60 s
M/C hour rate = Rp 476.105
Labor hour rate = Rp 37.130
Material cost = Rp 300.050
Jumlah mesin = 1
Gudang finishing goodGudang Bahan Baku
WIP = 1250
HC = Rp 311
60 detik
5,14
60 detik
Costumer
Rp 300.613
Rp 388.750
Rp 1.304
Rp 1.143.800
Costumer ready to pay = Rp 318.715
Costumer not ready to pay = Rp 4.196.323
Rp 1.438.273
Rp 8.245
Rp 1.225.500
Rp 8.554
MarketingPurchasing
I
WIP = 1634
HC = Rp 700
I
WIP = 1634
HC = Rp 750 WIP = 1652
HC = Rp 871
Penentuan safety stock
Diberikan punishment berupa denda 1/1000 setiap hari keterlambatan
Pengiriman seminggu 2x
Gambar 4.5 Future Cost Integrated Value Stream Mapping