BAB IV PEMBAHASAN A. Keadaan Sosial Masyarakat Provinsi...

31
17 BAB IV PEMBAHASAN A. Keadaan Sosial Masyarakat Provinsi Gorontalo a. Letak geografis dan keadaan alam. Asal mula Gorontalo adalah wilayah kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo yang ada di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi Gorontalo kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000. Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215,44 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 1,038.585 jiwa (berdasarkan Sensus Penduduk 2010), dengan tingkat kepadatan penduduk 85 jiwa/km². Sampai dengan September 2011, wilayah adminitrasi provinsi Gorontalo mencakup kota Gorontalo, kabupaten Boalemo, kabupaten Bone Bolango, kabupaten Gorontalo, kabupaten Gorontalo Utara, dan kabupaten Pohuwato yang terdiri dari 75 kecamatan, 532 desa, dan 69 kelurahan. Data ini terus mengalami perubahan seiring dengan adanya proses pemekaran kabupaten dan kota, kecamatan, desa, atau kelurahan yang ada di provinsi Gorontalo hingga sekarang. b. Identifikasi penduduk Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Gorontalo, populasi penduduk provinsi Gorontalo hingga dengan tahun 2011 berjumlah 1.062.883 jiwa. Terdiri dari 534.027 jiwa penduduk laki-laki dan 528.856 jiwa penduduk perempuan.

Transcript of BAB IV PEMBAHASAN A. Keadaan Sosial Masyarakat Provinsi...

17

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Keadaan Sosial Masyarakat Provinsi Gorontalo

a. Letak geografis dan keadaan alam.

Asal mula Gorontalo adalah wilayah kabupaten Gorontalo dan Kota

Madya Gorontalo yang ada di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya

pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi Gorontalo

kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000,

tertanggal 22 Desember 2000.

Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian

barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215,44 km² dengan jumlah

penduduk sebanyak 1,038.585 jiwa (berdasarkan Sensus Penduduk 2010), dengan

tingkat kepadatan penduduk 85 jiwa/km². Sampai dengan September 2011,

wilayah adminitrasi provinsi Gorontalo mencakup kota Gorontalo, kabupaten

Boalemo, kabupaten Bone Bolango, kabupaten Gorontalo, kabupaten Gorontalo

Utara, dan kabupaten Pohuwato yang terdiri dari 75 kecamatan, 532 desa, dan 69

kelurahan. Data ini terus mengalami perubahan seiring dengan adanya proses

pemekaran kabupaten dan kota, kecamatan, desa, atau kelurahan yang ada di

provinsi Gorontalo hingga sekarang.

b. Identifikasi penduduk

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Gorontalo, populasi penduduk

provinsi Gorontalo hingga dengan tahun 2011 berjumlah 1.062.883 jiwa. Terdiri

dari 534.027 jiwa penduduk laki-laki dan 528.856 jiwa penduduk perempuan.

18

Dengan kepadatan penduduk terbanyak berada di Kota Gorontalo dengan 2.791

jiwa/km2. Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk terkecil adalah

kabupaten Pohuwato, yaitu hanya sekitar 30 jiwa/km2. Suku yang menghuni

provinsi Gorontalo terdiri atas 90% Gorontalo dan sisanya suku Suwawa, suku

Bone, suku Atinggola dan Mongondow. Agama yang dianut oleh masyarakatnya

yakni Islam (95,63%), Protestan (2,20%), Hindu (0,39%), Katolik (1,70%),

Buddha (0,08%).

c. Bahasa

Bahasa daerah yang cukup dikenal di Gorontalo ada tiga bahasa. Yaitu

bahasa Gorontalo, bahasa Suwawa, dan bahasa Atinggola. Bahasa Gorontalo

dalam proses perkembangannya lebih dominan sehingga menjadi lebih dikenal

oleh masyarakat. Akan tetapi saat ini bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh

bahasa Indonesia, karena masuknya budaya yang dibawa oleh masyarakat

transmigran sehingga kemurnian bahasa Gorontalo agak sulit diperoleh.

d. Adat Istiadat

Di Provinsi Gorontalo masyarakatnya mengenal adanya sebuah falsafah

yang mengatakan Adat bersendikan syara', syara' besendikan kitabullah, atau

adati hulahulaa to syaraa, syaraa hulahulaa to Quruani (selanjutnya disingkat

adat-syara-kitabullah/Quran-ASQ). Kaluku dalam Basri (2012) menjelaskan

bahwa ASQ ini tidak pernah tertulis, tapi ia merupakan tuntutan yang harus ditaati

sebagai fatwa leluhur yang telah disempurnakan oleh agama Islam.

19

Pendapat lain memperjelas tentang sejarah kemunculan ASQ yang sudah

lama di taati oleh masyarakat Gorontalo, sebagai mana di jelaskan oleh Prof. S. R.

Nur dalam Basri (2012) menegaskan bahwa rumusan adati hulahulaa to saraa,

saraa hulahulaa to Quruani adalah sebuah rumusan yang lahir pada masa Sultan

Eato.

e. Mata Pencaharian

Letak geografis yang berbeda-beda yaitu dataran, pantai dan danau serta

sungai menyebabkan potensi desa/kelurahan, mata pencaharian, maupun perilaku

penduduk juga berbeda. Misalkan di desa pantai, sebagian besar mata pencaharian

penduduk adalah nelayan. Sementara itu penduduk di desa dataran maupun

perbukitan banyak yang menjadi petani, yaitu petani sawah dan berkebun.

f. Kesenian

Meskipun tergolong provinsi yang baru, Gorontalo telah memiliki

beragam kesenian daerah yang telah mentradisi. Baik itu seni tari, seni musik,

serta seni bertutur atau yang sering dikenal dengan tanggomo. Pada seni tari

masyarakat telah mengenal beberapa jenis tarian tradisi, modern, hingga kreasi.

Beberapa contoh tarian yang hingga dengan saat ini masih membudaya yakni

Longgo, Langga, Tidi, Dana-dana, Saronde, Marwas, Danca serta masih banyak

lagi.

Pada seni musik, ada beberapa alat musik tradisi yang hingga dengan saat

ini masih terus dijaga oleh masyarakat. Contohnya gambusi, maruasi, rebana,

polopalo, tonggobi serta musik bambu. Alat-alat musik ini tidak hanya dimainkan

20

secara tunggal, pada acara-acara tertentu masyarakat sering mengkolaborasikan

alat musik yang satu dengan lainnya. Sehingga tidak jarang muncul perpaduan

baru dari nama kesenian tersebut. Misalnya hadra dan turunani.

B. Bambu'a

a. Asal mula bambu'a

Ditinjau dari asal mula belum ditemui teori yang pasti menjelaskan tentang

asal-usul bambu'a di Gorontalo. Namun berdasarkan informasi yang di peroleh

dari informan yang ada di desa Kabila Kabupaten Bone Bolango menyatakan

bahwa pada masa penjajahan Jepang, masyarakat memanfaatkan bambu'a sebagai

alat informasi. Bunyi bambu'a menjadi penanda bahwa pada saat itu kondisi

masyarakat dalam situasi bahaya. Sehingga masyarakat harus berkumpul di satu

tempat untuk mengatur strategi dalam menghadapi bahaya tersebut. Selanjutnya,

sekitar tahun 1943 bambu'a masih digunakan sebagai alat informasi. Akan tetapi

dalam hal ini bunyi bambu'a bukan sebagai tanda bahaya lagi, melainkan sebagai

alat bagi para ketua kelompok nelayan untuk memberitahu pada nelayan lainnya

bahwa saat itu mereka akan turun ke laut untuk menjaring ikan.

Seiring dengan perkembangan masyarakatnya, mulai tahun 1950-an

bambu'a difungsikan sebagai media komunikasi antara pedagang ikan dan para

pembeli. Melalui bambu'a, pedagang ikan mampu memperoleh pembeli yang

secara tidak langsung menjadi langganan tetap. Sehingga, para pedagang ikan

mampu memperkirakan hasil yang mereka peroleh setiap harinya.

Berbeda dengan informasi di kabupaten Bone Bolango, informan yang

berada di kecamatan Mananggu kabupaten Boalemo menjelaskan bahwa awal

21

mula penggunaan bambu'a di tempat ini pula terbilang menarik, karena sebelum

para pedagang ikan memulai karir mereka dengan berdagang menggunakan

bambu'a. Para penjual Es keliling, telah lebih dulu menggunakan bambu'a untuk

menjajakan jualannya. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena telah

muncul inovasi baru dengan menggunakan gong kecil hingga terompet. Kebiasaan

ini pula yang di adaptasi para badola atau nelayan ikan di kecamatan Mananggu

untuk menjajakan jualannya. Pemanfaatan kerang laut yang mudah di peroleh,

membuat para badola ini harus mempelajari cara meniup bambu'a dari para

pendahulunya. Mereka pun meyakini bahwa para badola di Kecamatan

Mananggu, haruslah orang yang tau meniup bambu'a. Karena bambu'a telah

menjadi ciri khas utama dalam berjualan ikan.

Pada beberapa tempat lainnya masih ada kesimpang siuran tentang kabar

mengenai asal usul bambu'a. Seperti informasi yang berasal dari kabupaten

Gorontalo Utara, bambu'a yang berada di kecamatan Bolontio pertama kali

digunakan oleh sanak saudara mereka. Akan tetapi, informan berikutnya pun

berkata serupa. Sehingga peneliti mengambil kesimpulan bahwa asal mula

bambu'a di kabupaten Gorontalo Utara masih ada kesimpang siuran, bagi mereka

yang terpenting adalah menjaga tradisi yang telah di wariskan oleh para

pendahulunya. Yakni memakai bambu'a dalam berdagang ikan.

b. Jenis-jenis Bambu'a

Jenis bambu'a yang sering diperoleh dari laut Sulawesi dan Teluk Tomini

ada 2, yang bercangkang besar dan bercangkang panjang. Namun pada proses

22

pelestariannya, para pedagang ikan lebih suka menggunakan bambu'a yang

bercangkang besar karena suaranya lebih keras dan nyaring.

Bambu'a becangkang panjang yang memiliki suara keras hanyalah

bambu'a yang usianya sudah tua sehingga semakin berat pula untuk di genggam

atau di bawa-bawa. Bambu'a yang bercangkang besar praktis untuk di bawa-bawa

dan juga memiliki suara yang lebih keras dari pada bambu'a yang bercangkang

panjang. Pada proses pembuatan lubang untuk meniup, lebih sering di lubangi

pada bagian tengahnya. Sementara untuk bambu'a dengan cangkang panjang,

akan lebih sering di lubangi pada bagian samping punggung bambu'a. Hal ini di

sebabkan karena kondisi cangkang yang berbeda.

Gambar 1.1 bambu'a bercangkang panjang (Angel, 2012)

23

Gambar 1.2 bambu'a bercangkang besar (Angel, 2012)

c. Organologi Bambu'a

1. Alat dan Bahan

Bambu'a pada mulanya merupakan biota laut yang diperoleh secara alami

dari dasar laut. Di perlukan sedikit kreativitas agar bambu'a dapat di manfaatkan

oleh pedagang ikan dalam berniaga. Dengan demikian sebelum menjadi alat bantu

berniaga yang dapat menghasilkan bunyi, bambu'a terlebih dahulu perlu di proses

dengan menggunakan alat dan bahan. Alat dan bahan dalam pembuatan bambu'a

yakni :

o Kulit kerang

o Paku

o Palu

o Panci

24

o Kompor

o Cat

o Kuas

Alat dan bahan ini umumnya di pakai oleh para pedagang ikan dalam

membuat bambu'a. Namun pada beberapa pedagang, ada yang hanya

menggunakan sebagian alat saja untuk dapat menghasilkan bambu'a. Seperti kulit

kerang, paku dan palu. Badan Bambu'a terdiri atas punggung, mulut, tanduk dan

lubang tiup. Untuk penjelasan lebih detil maka dapat kita amati gambar.

Gambar 1.3. Lubang tiup bambu'a (Angel, 2012).

Pada gambar 1.3 di perlihatkan lubang bambu'a yang sudah di modifikasi

pemakainya. Lubang tempat meniup harus di buat melalui ukuran yang di

sesuaikan dengan mulut pemakainya.

25

Hal ini disebabkan karena jika pembuatan lubang pada bambu'a terlalu

besar maka atau pun kecil, maka akan berpengaruh pada bunyi yang dihasilkan

oleh bambu'a. Jika terlalu besar, maka bambu'a tidak akan berbunyi. Sementara

jika terlalu kecil, bunyi yang di hasilkan akan kecil pula. Untuk itu pada proses

pembuatan lubang, pembuatnya harus berhati-hati dalam memahat lubang tempat

meniup bambu'a.

Gambar 1.4. Mulut bambu'a (Angel, 2012).

Pada gambar 1.4 merupakan mulut cangkang dari bambu'a. Dikatakan

mulut cangkang bambu'a karena dari tempat itulah isi kerang keluar untuk

melakukan aktifitas baik untuk berjalan maupun mencari makan. Mulut bambu'a

juga merupakan tempat keluarnya bunyi yang dihasilkan oleh bambu'a setelah di

tiup.

26

Gambar 1.5. Punggung bambu'a (Kabura, 2012)

Pada gambar 1.5 di perlihatkan letak punggung bambu'a. Dalam meniup bambu'a,

punggung bambu'a dapat berfungsi sebagai tempat menggenggam bambu'a agar

lebih mudah sehingga tidak menutupi bibir tempat keluarnya suara dari bambu'a.

Pada gambar 1.6 dapat kita amati bahwa bambu'a ternyata juga memiliki

tanduk. Tanduk inilah yang menandakan usia dari bambu'a ketika di temukan di

dasar laut. Semakin tinggi tanduk yang dimiliki oleh bambu'a, maka semakin tua

pula usia dari bambu'a tersebut . Hal ini pula dapat berpengaruh pada bunyi dan

teknik meniup bambu'a. Semakin tua usianya, maka akan semakin besar tenaga

yang di perlukan untuk meniup bambu'a tersebut. Sehingga pada saat

pencariannya, nelayan lebih banyak mencari bambu'a yang tanduknya terlihat

kecil.

27

Gambar 1.6, Tanduk bambu'a (Angel, 2012)

2. Proses Pembuatan Bambu'a

Proses pembuatan bambu'a melalui beberapa tahap yakni sebagai berikut :

Tahapan pertama yaitu mencari kerang di dalam laut.

Setelah ditemukan, kemudian kerang di rebus.

Lalu isinya dikeluarkan dari cangkangnya.

Setelah itu, kulit kerang di keringkan selama 2 minggu untuk memperoleh

bunyi yang lebih nyaring.

Jika sudah kering, bambu'a di lubangi pada bagian tengah cangkang secara

hati-hati.

Pada tahap akhir, bambu'a di bersihkan dari serpihan-serpihan cangkang

yang masih tersisa. Setelah bersih maka bambu'a pun siap di gunakan.

28

Yang membuat bambu'a berbeda yaitu pada proses penemuan alatnya.

Semakin dalam kedalaman laut yang nelayan tempuh, maka akan semakin besar

pula tangkai/tanduk yang ada pada bambu'a tersebut. Sementara pengaruh

terhadap bunyinya yaitu semakin besar bambu'a yang di gunakan akan semakin

besar pula suara yang dihasilkan, begitupun sebaliknya. Akan tetapi hal ini pula

yang menyebabkan nelayan terkadang kesulitan memakai bambu'a yang besar,

karena dibutuhkan tenaga yang keras untuk meniup.

3. Teknik Meniup Bambu'a

Teknik meniup bambu'a hampir sama dengan alat musik aerophone

lainnya. Bedanya bambu'a tidak memakai pita hembus. Peniup harus

memaksimalkan tiupan dan menjaga agar tidak ada udara yang merembes keluar.

Hal ini dikarenakan bambu'a memiliki ruang yang berupa ulir di dalamnya.

Sehingga peniup harus membuat sepadat mungkin udara yang masuk ke bambu'a.

Gambar 1.7 Bakri meniup bambu'a bercangkang besar (2012)

29

Teknik meniup bambu'a yang bercangkang panjang dan bercangkang besar dapat

dikatakan sama. Namun dalam proses memegang bambu'a yang akan terlihat

berbeda. Untuk melihat perbedaan tersebut mari kita amati pada gambar berikut

ini.

Gambar 1.8 Bakri meniup bambu'a bercangkang panjang (2013)

C. Transkripsi Bunyi Bambu'a

a. Bambu'a Bakri

Bakri adalah seorang pedagang ikan dengan rute penjualan dari

Kelurahan Tenda hingga ke kelurahan Moodu di kota Gorontalo. Bakri

menjual ikan pada waktu pagi hari. Bakri memiliki pengalaman selama

kurang lebih 30 tahun sebagai penjual ikan dengan menggunakan alat

bantu bambu'a. Dari pengalaman yang panjang itu, Bakri telah dikenal

dengan baik oleh masyarakat Tenda dan Moodu. Selain dikenal secara

30

personal, masyarakat juga mengenalnya melalui bunyi tiupan bambu'a-

nya yang "khas". Disetiap harinya Bakri mengandalkan satu-satunya

ritme yang sering ia mainkan untuk memanggil pelanggan. Yakni sebagai

berikut :

b. Bambu'a Rahman

Rahman merupakan pedagang ikan dengan rute penjualan melewati Jalan

Pangeran Hidayat atau dikenal oleh masyarakat Kota Gorontalo dengan

Jalan Dua Susun (JDS) di Kelurahan Tanggidaa. Rahman biasanya

menjual ikan di mulai pada pukul 08.30 WITA. Menjelang siang hari,

rute selanjutnya yang di lalui Rahman adalah Kecamatan Tapa. Ritme

yang selalu dimainkan oleh Rahman hanya 1 ritme. Yakni sebagai

berikut :

c. Bambu'a Karim

Salah satu pedagang yang masih menggunakan bambu'a dalam menjual

ikan di kabupaten Gorontalo adalah Karim. Menurut Karim, di kabupaten

Gorontalo tersisa 2 orang saja yang memperdagangkan ikan dengan

menggunakan bambu'a. Namun, peneliti hanya dapat bertemu dengan 1

orang yakni Karim. Ia menjual ikan dengan menggunakan sepeda motor.

31

Rute yang dilaluinya adalah Kelurahan Molosipat, Buladu hingga tiba

pada tengah hari di kecamatan Telaga. Ritme bambu'a yang sering di

perdengarkan oleh Karim terdiri dari dua ritme. Ritme tersebut adalah:

Ritme 1

Ritme 2

d. Bambu'a Iman

Iman merupakan pedagang ikan yang berasal dari kabupaten Bone

Bolango. Seperti Bakri, Iman juga melewati rute kelurahan Tenda, Ipilo,

Tamalate, Padebuolo hingga akhirnya ke kecamatan Kabila.

Perbedaannya yakni dalam kesehariannya, Iman memilih untuk

berdagang ikan dengan menggunakan motor. Sehingga lebih cepat

sampai ke tujuan, dibandingkan dengan Bakri yang menggunakan

sepeda. Iman memilih menggunakan motor karena merasa lebih praktis

dan mudah. Pengalaman dalam menggunakan bambu'a pun dikatakan

terbilang baru. Sehingga dapat kita lihat ritme yang ia hasilkan pun

sangat sederhana. Seperti berikut ini.

32

e. Bambu'a Irham

Irham adalah pengguna bambu'a dalam usaha penjualan ikannya. Ada

yang unik pada sosok Irham dalam menggunakan bambu'a. Ia mampu

membunyikan bambu'a dengan ritme yang beragam dan menghasilkan

irama yang berbeda pada umumnya bunyi bambu'a yang ditiup pengguna

bambu'a lainnya. Dari keunikan ritme yang di hasilkan bambu'a Irham,

para pelanggannya mengenal dengan baik bunyi tersebut. Bunyi bambu'a

Irham menjadi hiburan tersendiri di pagi hari bagi masyarakat Kecamatan

Mananggu. Ritme yang sering menjadi hiburan Irham di tengah

masyarakat yakni seperti berikut :

Ritme 1

Ritme 2

Ritme 3

33

Ritme 4

f. Bambu'a Uwin

Uwin merupakan pedagang ikan yang sering berjualan di kecamatan

Mananggu hingga ke kecamatan Paguat. Ia memilih waktu di siang hari

untuk mendagangkan ikannya. Pada hari-hari tertentu, Uwin memilih

untuk memperdagangkan ikannya di rumah. Pengalamannya dalam

memakai bambu'a dapat terbilang baru, karena ia baru menjalani profesi

sebagai badola yakni setelah ditinggalkan orang tuanya 2 tahun lalu.

Ritme yang sering dimainkan oleh Uwin yakni sebagai berikut :

Dilihat dari ritme diatas dapat kita simpulkan di Kecamatan

Mananggu memiliki suatu tradisi unik dalam memainkan bambu'a. Hal

ini dapat kita amati melalui ritme yang mainkan oleh pedagang ikan

kedua yakni mempunyai bunyi yang bernada. Ritme ini pula yang

menjadi ciri khas pedagang ikan tersebut. Hanya dengan mendengar dari

kejauhan, para pembeli ikan dapat langsung mengetahui bahwa yang

memainkan ritme ini merupakan pedagang ikan favorit mereka. Jika

dibandingkan dengan ritme pedagang ikan kedua, ritme pedagang ikan

34

yang pertama lebih terdengar monoton. Karena hanya dapat menguasai 1

ritme saja.

Perbedaan ini dapat dikarenakan pengalaman serta keinginan

belajar yang lebih tinggi oleh pedagang ikan yang satu di bandingkan

dengan yang lainnya. Terbukti dengan pedagang ikan pertama barulah

menjalani profesinya selama 2 tahun, sementara pedagang ikan kedua

telah menjalani profesinya sudah 43 tahun. Sejalan dengan menjalani

profesi berdagang, pedagang ikan kedua melatih teknik meniupnya

secara terus menerus.

g. Bambu'a Rustam

Rustam merupakan pedagang ikan yang telah menggunakan bambu'a

semenjak 20 tahun silam. Dengan pengalaman tersebut, Rustam telah

memiliki pelanggan tetap di rute yang ia lewati di desa Pohuwato Timur.

Ritme yang sering ia mainkan dalam berdagang ikan yakni sebagai

berikut :

h. Bambu'a Jemi

Jemi salah seorang pedagang yang masih bertahan dengan menggunakan

bambu'a di desa Taluduyunu kecamatan Marisa. Dalam kesehariannya

Jemi menjajakan ikan menjelang siang hari dengan menggunakan motor.

Alasannya, ia hanya tidak ingin berpapasan dengan pedagang lain saat

35

berjualan di tempat yang sama. Ritme yang menjadi andalannya dalam

berdagang yakni sebagai berikut :

i. Bambu'a Tahir

Tahir merupakan kerabat dari Rustam, mereka tinggal dalam satu

lingkungan yang sama. Perbedaannya, dalam berjualan Tahir memilih

untuk menggunakan sepeda motor. Rute yang dilalui oleh Tahir pun

berbeda dengan Rustam. Dalam berjualan, Tahir memilih waktu pagi hari

karena lebih banyak pelanggan yang menantinya di waktu tersebut. Tidak

jarang, dimusim nike Tahir akan memperdagangkan ikannya pula pada

waktu malam. Ritme yang sering dimainkan oleh Tahir yakni sebagai

berikut :

Ritme 1

Ritme 2

36

Pada ketiga ritme diatas, ada persamaan ritme yang dapat kita lihat.

Yaitu pada pedagang ikan pertama dan pedagang ikan yang ketiga.

Sementara pada pedagang ikan yang kedua, umumnya memiliki bunyi

yang sama pada ritme 1. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam teknik

meniup mereka. Sehingga akhirnya ritme tersebut menjadi berbeda pada

nilai notasinya saja. dari ketiga ritme ini dapat di simpulkan bahwa ritme

bambu'a di Kecamatan Marisa memiliki bunyi yang monoton, karena

pada kenyataanya para pedagang ikan ini tidak peduli dengan variasi

bunyi yang di hasilkan. Mereka lebih mementingkan tingkat volume

suara yang keras agar dapat langsung di dengar oleh para pembeli.

j. Bambu'a Majid

Majid merupakan pedagang ikan yang berdagang di desa Bolontio

kecamatan Sumalata. Dalam kesehariannya Majid memperdagangkan

ikannya di pagi hari dengan menaiki sepeda. Karena jarak yang jauh serta

usia yang sudah mulai tua, Majid hanya berdagang ke desa-desa

tetangganya. Ritme yang di andalkan oleh Majid dalam mendagangkan

ikannya yakni sebagai berikut:

k. Bambu'a Salim

Salim tidak lain merupakan salah seorang kerabat dari Majid. Meskipun

demikian, Salim baru menjalani profesi sebagai pedagang ikan selama 2

37

tahun terakhir karena di ajak oleh saudaranya. Setiap harinya Salim

mendagangkan ikannya di pagi hari dengan memakai motor. Rute yang ia

lewati mulai dari desa Kasia, desa Buloila hingga ke kecamatan

Tolinggula. Ritme yang sering ia mainkan dalam berdagang ikan yaitu

sebagai berikut:

Ritme 1

Ritme 2

Ritme diatas menjelaskan bahwa di desa ini memiliki ritme

bambu'a yang beragam. Meskipun bunyinya terdengar sama, namun

teknik meniupnya berbeda. Ini bisa di sebabkan oleh usia dan kondisi

kesehatan dari pedagang ikan yang pertama dan kedua berbeda.

Sehingga pada ritme bambu'a yang dihasilkan oleh pedagang ikan

pertama lebih bervariasi.

Berdasarkan contoh ritme bunyi yang telah di peroleh, maka

peneliti dapat mengambil kesimpulan sementara bahwa ritme bunyi

bambu'a para nelayan ikan akan di pengaruhi oleh lingkungan sekitar

mereka. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran para

pedagang ikan yang masih menggunakan bambu'a ini di pengaruhi oleh

orang-orang terdekat, dan juga lingkungan tempat mereka tinggal.

38

Seperti yang dapat kita lihat pada kecamatan Marisa dan

kecamatan Sumalata, ritme bambu'a yang di peroleh dari beberapa

nelayan ikan yang masih menggunakan bambu'a tidak ada perbedaan

yang mencolok. Hanya saja pada pengaplikasian teknik meniup masing-

masing pedagang akan berbeda karena di pengaruhi oleh kondisi fisik

serta pengalaman dari tiap pedagang ikan.

D. Analisis Ritme Bambu'a

Pada pembahasan ritme bambu'a, peneliti memilih untuk mentranskrip

ritme dalam bentuk notasi balok. Hal ini dikarenakan meskipun tidak memiliki

nada yang pasti, bunyi bambu'a yang di tiup oleh masing-masing pedagang ikan

ternyata memiliki perbedaan. Pada tiupan pertama dan yang kedua memiliki aksen

bunyi yang berbeda. Berdasarkan pertimbangan diatas maka peneliti akhirnya

memilih notasi balok untuk mentranskrip ritme bambu'a yang diperoleh dari

pedagang ikan. Penamaan motif A, Motif B, motif C dan lainnya hanyalah untuk

mempermudah penulis dalam membedakan motif yang ada.

Analisis ritme bambu'a terdiri atas 2 motif umum, 34 motif variasi, 6 frase

dan 2 kalimat. Sebagaimana di jabarkan berikut ini;

1. Motif umum

Motif umum ritme bambu'a terdiri dari 2 motif, sebagai berikut:

Motif A

39

Motif B

Pada motif A terlihat jelas belum ada variasi bentuk yang dihasilkan.

Motif A memiliki nilai not 4 ketuk, dan tidak memiliki nada yang pasti. Dari 8

nara sumber pengguna bambu'a, terdapat 2 orang yang memiliki motif A. Berbeda

dengan motif A, motif B telah memiliki aksen tertentu pada pengaplikasiannya.

Ada perbedaan bunyi yang dihasilkan pada motif B. Terutama pada not pertama

menuju not berikutnya.

2. Motif variasi

Motif variasi terbagi atas 34 motif, yaitu sebagai berikut;

Motif AA

Motif A1

Motif A2

Motif Ab

40

Motif AA merupakan repetisi1 dari motif A. Dikatakan demikian karena

secara tidak langsung motif AA memiliki nilai not yang sama dengan motif A.

Motif A1 merupakan diminusi dari motif A. Motif ini (A1) dikatakan diminusi

karena nilai dari nada telah dibagi dua.

Selain motif A1, motif A2 juga mengalami diminusi dari motif A1.

Dikatakan demikian karena motif A2 telah mengalami pemerkecilan nilai dari

motif A1. Tidak jauh berbeda, motif Ab merupakan diminusi dari motif A1. Pada

motif Ab dikatakan diminusi A1 karena nilai dari A1 telah di bagi dua sehingga

menjadikan motif Ab.

Motif B1

B2 C

B3 C1

1 Repetisi atau pengulangan dalam motif merupakan pengulangan tanpa adanya perubahan.

41

Motif B1 merupakan diminusi yang disertai dengan perubahan nada dari

motif B. Sebagaimana dapat di lihat pada motif B, diawali dengan nada E

kemudian naik ke nada F. Motif ini (B1) tidak mengalami perubahan nada.

Berbeda dengan motif sebelumnya, motif B2 mengalami augmentasi2 yang

berasal dari motif B.

Motif C merupakan diminusi dari motif C1. Hal sebaliknya pun terjadi

pada motif C1 yang merupakan augmentasi dari motif C. Motif B3 merupakan

diminusi yang berasal dari motif B. Sama dengan motif B1 dan B2, jika di amati

lebih cermat motif B3 terlihat serupa dengan motif B namun terlihat berbeda pada

nilai ketukan yang dimiliki.

Motif D

DU D1 DU' D2 D2'

D2' DU'' D22 E

D2'' E1 DU" DU'''

2 Augmentasi merupakan penambahan atau pembesaran nilai yang terjadi pada beberapa hal

diantaranya nilai nada dan interval. Soeharto (1986) hal. 49.

42

Motif D adalah merupakan sekuens3 dari motif D1. Sebaliknya, motif D1

merupakan sekuens naik dari motif D. Dikatakan demikian karena kedua motif

tersebut saling mengalami pengulangan dengan tingkat nada berbeda. Pada motif

D2 dikatakan diminusi dari motif D1 karena motif ini (D2) telah mengalami

pemerkecilan nilai ketuk dari motif D1. Motif D22 merupakan pengulangan

harafiah yang terjadi dari motif D2. Hal ini dikatakan demikian karena pada motif

D22 tidak mengalami perbedaan nada ataupun tempo dengan motif sebelumnya

(D2).

Motif DU telah mengalami inversi dari motif D. Meskipun terlihat serupa

akan tetapi nada yang dimiliki oleh motif DU telah mengalami inversi. Motif DU'

telah mengalami sekuens turun dari motif DU. Awal motif DU' dimulai dengan

La dan berakhir pada Sol. Sementara motif DU dimulai dengan Si dan kembali

pada Si pula. Motif DU" merupakan pengulangan dari motif DU'. Sementara

motif DU'" merupakan sekuens dari motif DU'. Motif E' merupakan pengulangan

( tanpa adanya perubahan) dari motif E.

F F1 F11

3 Sekuens merupakan ulangan pada tingkat lain. Sekuens merupakan variasi termudah. Ada dua

kemungkinan : Sekuens naik dan Sekuens Turun. Edmund Prier, Ilmu bentuk musik (Yogyakarta :

2011) hal. 28.

43

FAA G2

G1 G1' G1'' J1

F2 J

K KK

Motif F merupakan inversi4 dari motif C. Sementara Motif FAA

merupakan inversi dari motif F. Dinyatakan inversi karena motif F dan FAA telah

mengalami pembalikan bebas. Sementara itu, motif F1 dapat dikatakan diminusi

dari motif C. Motif F1' merupakan pengulangan harafiah dari motif F1. Motif G2

telah mengalami pembesaran nilai ketuk dari motif G1. Motif G1 merupakan

diminusi dari motif G2. Motif G1' merupakan pengulangan harafiah dari motif

G1. Motif G' merupakan pengulangan harafiah dari motif G. Motif G1''

merupakan pengulangan harafiah dari motif G1'. Motif J1 telah mengalami

4 Inversi dapat didefinisikan sebagai pengulangan dengan cara menggerakan melodi bertolak

belakang. Inversi juga dapat berarti pembalikan motif. Edmund Prier, Ilmu bentuk musik

(Yogyakarta : 2011) hal. 31-32.

44

sekuens naik dari motif J pada bagian akhir nada. Motif KK merupakan

pengulangan harafiah dari motif K.

3. Frase

Frase ritme bambu'a terdiri atas 7 frase, frase ini diperoleh dari gabungan motif-

motif yang telah mengalami variasi. Frase tersebut sebagai berikut;

F-1

B2 C

F- 2

B3 C1

Frase pertama merupakan gabungan dari 2 motif, yaitu motif B2 dan motif

C yang terdiri atas 2 birama. Pada frase pertama birama 1, bentuk motif (B2)

hampir sama dengan frase ke dua birama 1 (motif B3). Ada kesamaan aksen

dalam memainkan irama tersebut, yakni dari nada Mi kemudian dinaikan setengah

ke nada Fa.

F-3

F F1 F11

45

F-4

FAA G2

F-5

G1 G1' G1'' J1

Frase 3 merupakan gabungan dari 3 motif (F, F1 dan F11). Pada frase ini

terjadi 2 kali pengulangan motif yang terjadi pada motif F1 dan F11. Jika di

perhatikan dengan seksama ada inversi yang terjadi dari frase 3 ke birama pertama

di frase 4. Begitu pula pada frase 5, pengulangan terjadi dari birama pertama

hingga birama kedua notasi pertama.

F-6

F2 J

F-7

K KK

46

Pada frase 6 dan 7 ini masih sama dengan frase sebelumnya, yakni

memiliki 2 birama pada tiap frase. Perbedaannya yakni pada frase 7 motif terlihat

bervariasi dengan adanya pengulangan.

4. Kalimat

Kalimat dalam ritme bambu'a terdiri atas 2 kalimat yaitu terdapat pada ritme

berikut ini;

DU D1 DU' D2 D2'

A

D2' DU'' D22 E

B

D2'' E1 DU" DU'''

A B

Pada ritme bambu'a pertama dapat kita lihat terdapat 2 bentuk kalimat

tanya, dikatakan demikian karena pada akhir nada pertama (A) dan nada kedua

(B) memiliki kesamaan bentuk. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa kedua

kalimat merupakan kalimat tanya yang di gabungkan oleh koma.

47

Ritme kedua juga memiliki 2 bentuk kalimat, namun kali ini berbeda

dengan ritme sebelumnya. Pada ritme bambu'a yang kedua ini, bentuk kalimat

dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu kalimat tanya dan kalimat jawab. Dari birama

1-2, menjadi kalimat tanya. Kemudian dari birama 3-4 menjadi kalimat jawaban.

Dengan demikian dapat disimpulkan, ritme bambu'a dalam pembentukan

kalimat tidak lebih banyak terarah pada kalimat tanya. Hal ini disebabkan pola

permainan ritme yang monoton dari peniup bambu'a.