BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian · Data yang dikumpulkan pada...
Transcript of BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian · Data yang dikumpulkan pada...
14
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI
PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelalawan, Propinsi
Riau. Lokasi penelitian disajikan pada lampiran 1. Pengukuran kadar air, berat jenis, zat
terbang, kadar abu, dan kadar karbon vegetasi dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan untuk mengukur Bulk
density, kadar air gambut, kadar abu gambut dan kadar karbon tanah gambut
dilaksanakan di Laboratorium Pengaruh Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Nopember 2010.
4.2 Bahan dan Alat
Bahan dalam penelitian ini terdiri dari : pohon contoh dari tegakan Acacia
crassicarpa, tumbuhan bawah, serasah, akar, tunggak, dan tanah gambut
Alat yang digunakan terdiri dari : kompas, pita ukur, rollmeter, tali rafia, spidol
permanen, cat warna kuning dan merah, timbangan besar kapasitas 25 - 100 kg,
timbangan kecil 0,5 - 2 kg, chainsaw, sekop, label, kantong plastik ukuran 1 kg, terpal,
tanur, ayakan dengan ukuran lubang 40-60 mess, oven, kuas kawat, bor gambut, ring,
parang, sekop, cawan aluminium, alat tulis, kalkulator, perangkat lunak (software)
Microsoft Word, Microsoft Excel dan SPSS 15.
4.3 Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran di lapangan dan
di laboratorium. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi
terkait dan studi literatur.
Data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan meliput i :
(1). Diameter pohon dalam tegakan berdasarkan kelas umur.
(2). Diameter, tinggi dan volume batang utama pohon contoh.
(3). Berat basah cabang, ranting, akar, dan daun dari pohon contoh.
(4). Berat basah tumbuhan bawah dan serasah dari plot contoh.
15
(5). Kedalaman gambut dan tingkat kematangannya pada kedalaman tertentu.
(6). Berat basah dan volume contoh gambut.
Data primer yang diperoleh dari uji bahan di laboratorium terdiri dari :
(1). Kadar air, berat jenis, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon dari contoh uji
yang diambil di lapangan.
(2). Bulk Density, kadar air, kadar abu dan kadar C tanah gambut dari contoh uji yang
diambil dari lapangan.
Data sekunder yang diambil meliputi hasil inventarisasi hutan perusahaan, peta
lokasi penelitian, keadaan umum lokasi penelitian (meliputi letak, luas, kondisi
tegakan), kondisi fisik (tanah, topografi, iklim, curah hujan) dan data lain yang
diperlukan.
4.4 Prosedur Pengumpulan Data Di Lapangan
4.4.1 Survei Potensi Karbon
Pada areal tegakan umur 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun ditetapkan
masing-masing 3 ulangan petak ukur. Luas petak ukur penelitian adalah 1 ha. Variabel
yang diukur adalah diameter setinggi dada (1,30 meter dari permukaan tanah),
sedangkan pada areal tegakan umur 0 tahun selain variabel di atas juga dilakukan
pengukuran logging waste.
Survei potensi karbon menggunakan sistem jalur, dimana lebar jalur 20 m.
Desain petak ukur penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
16
2 3
1 4
Gambar 1 Desain Petak Ukur Penelitian (PUP) di lapangan
Keterangan :
1,2,3,4 titik pengukuran kedalaman tanah gambut dan tempat
pengambilan contoh uji pada kedalaman tertentu.
Patok pada setiap panjang 100 m.
Patok pada setiap panjang 20 m.
Untuk pengambilan contoh sampel tumbuhan bawah dan serasah diwakili oleh
tiga buah sub plot contoh berukuran 0,5 m x 0,5 m di dalam plot contoh. Sub plot
contoh tersebut diletakkan pada pertengahan poros jalur plot.
Gambar 2 Sub plot petak ukur tumbuhan bawah dan serasah
Untuk penetapan petak ukur terpilih dilakukan dengan menggunakan simple
random sampling menggunakan angka acak kalkulator.
20 m
20 m
100 m
100 m
U
0,5 m
Petak ukur tumbuhan bawah Petak ukur serasah
0,5 m
17
4.4.2 Pengukuran Massa Karbon Dalam Pohon
Pengukuran massa karbon dalam pohon dilakukan dengan metode destruktif
melalui penebangan pohon. Lokasi penelitian di areal penebangan yang sedang
berlangsung.
Pohon yang dijadikan contoh harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Elias
2009):
(1). Pohon contoh merupakan pohon sehat.
(2). Jumlah pohon-pohon contoh harus dapat mewakili sebaran kelas-kelas diameter.
(3). Pohon contoh harus dapat mewakili keadaan rata-rata pohon pada kelas diameter
yang bersangkutan.
Jumlah pohon contoh dan sebaran kelas diameter di sajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah pohon contoh dan sebaran kelas diameter No Kelas diameter (cm) Jumlah pohon contoh (pohon) 1 2 3 4
4,6 -< 9,3 9,3 - < 14,1 14,1 - < 18,8 18,8 – 23,5
15 8 8 9
Total Pohon 40
Jumlah pohon contoh ditetapkan dengan metode penarikan contoh acak berlapis
dengan ukuran contoh alokasi sebanding, menggunakan rumus sebagai berikut
(Walpole 2007):
Ni ni = n
N
Keterangan :
ni = Setiap lapisan yang ditarik contoh acak sederhana berukuran masing-masing n1,
n2,…nk.
Ni = Populasi yang disekat menjadi k lapisan yang masing-masing berukuran N1,
N2…Nk.
N = Jumlah Populasi keseluruhan.
n = Ukuran contoh keseluruhan.
Langkah-langkah pengukuran massa karbon dalam pohon sebagai berikut (Elias
2009):
(1) Pemilihan pohon contoh.
18
(2) Pengukuran diameter batang setinggi dada (dbh) di atas permukaan tanah dan
dilakukan pada kondisi pohon berdiri kemudian memberi tanda cat kuning dan
nomor pohon.
(3) Setelah melakukan pengukuran diameter batang setinggi dada (dbh) melakukan
pemotongan cabang-cabang pohon kemudian menurunkan potongan cabang
tersebut ke atas tanah yang telah dibentangi terpal. Kondisi cabang pohon yang
tidak di potong adalah batang bebas cabang utama sampai ujung pohon (Ø 5 cm).
(4) Kemudian melakukan penebangan dengan teknik penebangan yang menghasilkan
tunggak serendah mungkin. Penebangan dilakukan dengan menggunakan
chainsaw.
(5) Setelah pohon rebah, melakukan pemisahan pada bagian-bagian pohon sebagai
berikut : daun, ranting (Ø ≤ 5 cm), cabang (Ø > 5 cm), batang utama (Ø 5 cm ke
atas), akar dan tunggak.
(6) Mengukur tinggi tunggak.
(7) Melakukan penggalian akar, membersihkan akar dari tanah dengan kuas kawat
sampai benar-benar bersih dari kotoran dan tanah gambut.
(8) Melakukan penimbangan pada masing-masing bagian pohon contoh yaitu daun,
ranting (Ø ≤ 5 cm), akar dan tunggak langsung di lapangan sehingga diperoleh
berat basah.
(9) Untuk batang utama dan cabang (Ø > 5 cm) dilakukan pengukuran volume batang
utama dan cabang pohon. Pengukuran volume batang kayu dan cabang pohon (Ø >
5 cm) dengan tahapan :
- Setelah pohon rebah, melakukan pengukuran tinggi pohon mulai dari pangkal
batang sampai batang bebas cabang dan sampai ujung pohon (Ø 5 cm).
- Melakukan pengukuran dan penandaan pada masing-masing sortimen batang
dengan panjang sortimen 2 m.
- Mengukur diameter ujung dan diameter pangkal pada tiap sortimen batang
dengan pita keliling.
- Untuk cabang pohon (Ø > 5 cm) melakukan pengukuran diameter pangkal,
diameter ujung dan panjang cabang.
(10) Pengambilan contoh uji untuk bahan uji di laboratorium.
- Daun-daun dicampur dan diaduk, kemudian mengambil contoh uji sebanyak 1 kg
masukkan ke dalam kantong plastik dan pemberian label.
19
- Memotong ranting kecil-kecil dengan panjang rata-rata 10-20 cm, mengambil
untuk contoh uji sebanyak 1 kg masukkan ke dalam kantong plastik dan
pemberian label.
- Memisahkan cabang antara cabang besar, sedang dan kecil kemudian mengambil
untuk contoh uji dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm.
Memasukkan ke dalam kantong plastik dan pemberian label.
- Mengambil contoh uji batang dari bagian pangkal batang, bagian tengah batang
dan ujung batang dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm.
Jika diameter batang besar ambil ¼ sampai 1/2nya, jika diameter sedang ambil
1/2nya dan jika diameter kecil ambil semuanya.
- Akar yang telah bersih, pengambilan contoh uji dilakukan dengan memisahkan
akar dari tunggak kemudian mengambil bagian akar yang dekat dengan tunggak,
akar berdiameter ≤ 5 cm dan akar berdiameter > 5 cm.
4.4.3 Pengukuran Massa Karbon Dalam Tumbuhan Bawah dan Serasah
Tumbuhan bawah adalah salah satu komponen dalam ekosistem hutan yang
tumbuh di sela-sela pohon dan memperoleh sinar matahari untuk metabolismenya
melalui celah-celah antar pohon dan memiliki keliling batang kurang dari 6,3 cm
termasuk semai, kecambah, paku-pakuan, rumput-rumputan, tumbuhan memanjat dan
lumut (Hardjosentono 1976).
Serasah adalah lapisan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan yang telah
mati seperti guguran daun, ranting dan cabang, bunga, buah, kulit kayu serta bagian
lainnya yang menyebar di permukaan tanah di bawah lantai hutan sebelum bahan-
bahan tersebut mengalami dekomposisi (Departemen Kehutanan 1997).
Pengukuran massa karbon tumbuhan bawah dilakukan dengan pengambilan
contoh melalui metode destructive (merusak bagian tanaman), menempatkan sub plot
berukuran 0,5 m x 0,5 m di dalam petak ukur penelitian ukuran 100 m x 100 m.
Demikian juga dengan serasah diambil pada tempat yang sama dengan tumbuhan
bawah.
Tumbuhan bawah dan serasah dalam tiap sub plot masing-masing dipanen dan
dilakukan penimbangan untuk memperoleh berat basah tumbuhan bawah dan serasah,
kemudian mencincang dan mencampur selanjutnya pengambilan contoh uji masing-
masing sebanyak 1 kg. Masukkan kedalam kantong plastik dan pemberian label.
20
4.4.4 Pengukuran Massa Karbon Dalam Logging Waste
Cara pengukurannya dilakukan pada petak ukur penelitian 100 m x 100 m di
areal bekas tebangan 0 tahun. Prosedur pengukuran limbah batang adalah mengukur
diameter pangkal, diameter ujung, panjang batang limbah, tinggi tunggak dan cabang
untuk menghitung volume.
4.4.5 Pengukuran Massa Karbon Gambut
4.4.5.1 Kedalaman Gambut
Pengukuran kedalaman gambut dilakukan pada titik pengeboran yang
ditunjukkan pada Gambar 1. Tahapan yang harus dilakukan yaitu :
(1) Memasukkan bor gambut yang dimodifikasi secara bertahap, mengangkat bor
untuk dicatat dan diambil contoh tanahnya.
(2) Memasukkan bor pada tingkat kedalaman yang diinginkan sampai pada batas
kedalaman yang diinginkan misal di lapisan serasah, di atas permukaan air dan di
bawah permukaan air.
(3) Apabila bor belum mencapai pada kedalaman yang diinginkan maka dapat
menyambungkan dengan bor berikutnya.
(4) Mengulangi pencatatan pada setiap penyambungan bor sampai mencapai
kedalaman yang diinginkan.
4.4.5.2 Pengambilan Contoh Uji Tanah Gambut
(1). Menggunakan bor gambut (contoh hampir tidak terganggu)
a. Memasukkan bor kedalam tanah gambut mencapai kedalaman yang diinginkan.
b. Kemudian bor dicabut, merebahkan bor di permukaan tanah.
c. Untuk penentuan kadar air, bulk density maka gambut dan air di tabung bor
harus dipindahkan ke dalam kantong plastik supaya air tidak tercecer dan
jumlah gambut yang diambil tertentu volumenya misal 500 cm3
(2). Menggunakan ring (dimodifikasi dari Suganda et al. 2007, diacu dalam Agus 2009)
.
a. Meratakan dan membersihkan permukaan tanah dari rumput dan serasah
tanaman.
b. Menggali tanah sampai kedalaman tertentu (5-10 cm) di sekeliling titik
pengambilan, kemudian meratakan tanah dengan pisau.
21
c. Meletakkan tabung di atas permukaan tanah secara tegak lurus, kemudian
dengan menggunakan balok kecil tabung ditekan sampai tiga per empat bagian
masuk ke dalam tanah.
d. Meletakkan tabung lain di atas tabung pertama, dan tekan sampai 1 cm masuk
ke dalam tanah.
e. Menggali tabung menggunakan sekop atau parang. Saat menggali, ujung sekop
harus lebih dalam dari ujung tabung agar tanah di bawah tabung ikut terangkat.
f. Mengiris kelebihan tanah bagian atas terlebih dahulu dengan hati-hati agar
permukaan tanah sama dengan permukaan tabung, kemudian menutup tabung
menggunakan tutup plastik yang telah tersedia.
g. Mengiris dan memotong kelebihan tanah bagian bawah dengan cara yang sama
dan menutup tabung.
h. Mencatumkan label di atas tutup tabung bagian atas contoh tanah yang berisi
informasi kedalaman, tanggal dan lokasi pengambilan contoh tanah.
4.4.5.3 Penentuan Tingkat Kematangan Gambut
Penentuan tingkat kematangan gambut dilakukan dengan mengambil
segenggam tanah gambut (dari hasil pengambilan tanah gambut) kemudian memeras
dengan telapak tangan secara perlahan-lahan, lalu melihat serat-serat yang tertinggal di
dalam telapak tangan. Melakukan pemerasan sebanyak tiga kali ulangan.
(1) Bila kandungan serat yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah pemerasan,
adalah tiga perempat bagian atau lebih (≥ ¾), maka tanah gambut tersebut
digolongkan kedalam jenis fibrik.
(2) Bila kandungan serat yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah pemerasan,
adalah antara kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih (≥1/4
dan < ¾), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis hemik.
(3) Bila kandungan serat yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah pemerasan,
adalah kurang dari seperempat bagian (<1/4), maka tanah gambut tersebut
digolongkan kedalam jenis saprik (Murdiyarso et al. 2004).
22
4.5 Prosedur Pengumpulan Data di Laboratorium
4.5.1 Kadar Karbon Pohon, Tumbuhan Bawah, Serasah, Akar, dan Tunggak
(1). Berat Jenis Kayu (ASTM D 2395-97a)
Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Pengukuran berat
jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut (Elias dan Wistara
2009):
a) Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk
mendapatkan berat awal.
b) Mengukur volume contoh uji: mencelupkan contoh uji dalam parafin,
lalu memasukannya ke dalam tabung Erlenmayer yang berisi air sampai
contoh uji berada di bawah permukaan air. Berdasarkan Hukum
Archimedes volume sampel adalah besarnya volume air yang
dipindahkan oleh contoh uji.
c) Mengeringkan contoh uji pada suhu kamar sampai mencapai kadar air
kering udara (kira-kira 15%). Kemudian mengeringkan contoh uji dalam
tanur selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2o
Pengukuran berat jenis terhadap sampel dari tiap bagian pohon sebanyak tiga
kali ulangan.
C, dan menimbang untuk
mendapatkan berat keringnya.
(2). Kadar Air Kayu (ASTM D 4442-07)
Contoh uji kadar air dari batang dan akar yang berdiameter > 5 cm dibuat
dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun,
ranting dan akar kecil (berdiameter < 5 cm) diambil masing-masing ± 300
gram.
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut (Elias dan
Wistara 2009):
a) Menimbang berat basah contoh uji.
b) Mengeringkan contoh uji dalam tanur suhu 103 ± 2o
tercapai berat konstan, kemudian memasukkan kedalam
C sampai
eksikator dan menimbang berat keringnya.
c) Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen
terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.
23
Pengukuran kadar air terhadap sampel dari tiap bagian pohon sebanyak tiga
kali ulangan.
(3). Kadar Zat Terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for
Testing Material (ASTM) D 5832-98.
Prosedurnya adalah sebagai berikut (Elias dan Wistara 2009):
a) Memotong sampel dari tiap bagian pohon berkayu menjadi bagian-bagian
kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang.
b) Mengoven sampel pada suhu 80o
c) Menggiling sampel kering menjadi serbuk dengan mesin penggiling
(willey mill).
C selama 48 jam.
d) Menyaring serbuk hasil gilingan dengan alat penyaring (mesh screen)
berukuran 40-60 mesh.
e) Memasukkan serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak
± 2 gr ke dalam cawan porselin, kemudian menutup rapat cawan dengan
penutupnya, dan menimbangnya dengan alat timbang Sartorius.
f) Memasukkan contoh uji ke dalam tanur listrik bersuhu 950o
g) Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap
berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
C selama 2
menit. Kemudian mendinginkannya ke dalam eksikator dan melakukan
penimbangan.
Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian pohon
sebanyak tiga kali ulangan.
(4). Kadar Abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing
Material (ASTM) D 2866-94.
Prosedurnya adalah sebagai berikut (Elias dan Wistara 2009):
a) Memasukkan sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang ke dalam
tanur listrik bersuhu 750o
b) Mendinginkannya ke dalam eksikator dan kemudian menimbang untuk
mencari berat akhirnya.
C selama 6 jam.
c) Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering
tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
24
Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan.
(5). Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon
menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana
kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar
zat terbang dan kadar abu.
Kadar karbon = 100% - Kadar Zat Terbang – Kadar Abu
4.5.2 Massa Karbon Pada Tanah Gambut
4.5.2.1. Penetapan Bulk Density Gambut
Contoh yang digunakan dapat berupa contoh dari bor gambut atau contoh
ring dengan volume tertentu. Cara penentuan bulk density adalah sebagai berikut
(dimodifikasi dari Agus et al. 2007) :
(1) Memindahkan contoh tanah yang berasal dari bor gambut atau dari ring secara
kuantitatif ke dalam cawan aluminium. Jika menggunakan ring, maka dapat
memindahkan contoh tanah yang berada dalam ring ke dalam cawan aluminium
atau mengeluarkan tanah dari ring terlebih dahulu.
(2) Menimbang massa tanah basah yang berada di dalam ring untuk menetapkan
kadar air tanah. Massa tanah basah adalah Ms + Mw, dimana Ms adalah massa
tanah dan Mw adalah massa air yang terkandung di dalam matriks tanah.
(3) Mengeringkan contoh tanah di dalam oven pada suhu 105o
(4) Menimbang berat kering tanah (Ms) + berat ring (Mr).
C selama 24 jam
sampai dicapai berat yang konstan. Berat konstan diperoleh dengan
memasukkan contoh ke dalam desikator selama kurang lebih 10 menit sebelum
penimbangan.
(5) Menentukan volume contoh tanah Vt.
Bila contoh tanah adalah contoh ring maka Vt = πr2
(6) Menghitung bulk density.
t, dimana r = radius bagian
dalam dari ring dan t = tinggi ring.
(7) Mencuci dan mengeringkan ring di dalam oven (105o
C) selama 1-2 jam.
Menimbang massa ring, Mr.
25
4.5.2.2. Penentuan Kadar Karbon dengan Pengabuan Kering
Dalam menentukan kadar karbon menggunakan metode pengabuan kering
(Agus 2009). Prinsip analisis ini adalah membakar semua bahan organik yang ada
dalam contoh tanah kering sampai suhu 550o
Prosedur :
C selama 6 jam. Kehilangan massa
dalam pembakaran adalah massa bahan organik. Konversi dari massa bahan organik
ke massa C menggunakan faktor konversi 1/1,724.
a) Menggiling satu sendok tanah kering oven (dari prosedur penentuan bulk
density)
b) Untuk mengoreksi kadar air, dengan menimbang contoh tanah yang sudah
digiling (dari prosedur 1) sekitar 3 gr (BB=berat basah) ke dalam cawan
aluminium yang sudah diketahui beratnya. Mengeringkan selama 24 jam pada
suhu 105
dengan menggunakan lumpung porselen (mortar and pestle) sampai
halus.
o
c) Tanpa mengayak terlebih dahulu, menimbang 1 atau 2 gr contoh tanah gambut,
M
C dan menimbang berat kering (BK).
p, yang sudah halus dan memindahkannya ke dalam cawan porselin yang
sudah diketahui beratnya, Mc
d) Menyusun cawan porselin berisi contoh di dalam furnace (tanur pemanas).
.
e) Menaikkan suhu secara bertahap; membiarkan selama 1 jam untuk setiap
kenaikan suhu 100oC sampai suhu mencapai 550oC. Membiarkan pembakaran
berlangsung pada suhu 550o
f) Mematikan tanur dan membiarkan tungku menjadi dingin selama kurang lebih 8
jam.
C selama 6 jam.
g) Menimbang abu yang tersisa di dalam cawan, Ma
.
4.6 Pengolahan Data
4.6.1 Kadar Karbon dalam Pohon, Serasah, Tumbuhan Bawah, Akar dan
Tunggak
a. Volume Batang Kayu
Volume batang kayu per sortimen dihitung dengan persamaan sebagai berikut
:
Vp = ¼ π d2
Keterangan :
p
26
Vp= Volume per sortimen (m3
π = Tetapan/kanstanta, nilainya 3,14
)
p = Panjang log (m)
d = Diameter rata-rata sortimen (m)
du + dp di mana, d = 2
Keterangan :
du = Diameter ujung sortimen (m)
dp = Diameter pangkal sortimen (m)
b. Berat Jenis Kayu
Berat jenis kayu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
BK BJ = V/ρ
Keterangan :
BJ = Berat jenis (gr/cm3
BK= Berat kering contoh uji (gr)
)
V = Volume contoh uji (cm3
ρ = Kerapatan air (= 1 gr/cm
) 3
)
c. Kadar Air
Persen kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:
BBc-BK KA = x 100% (Haygreen dan Bowyer, 1989)
c
BK
Keterangan : c
KA = Kadar air contoh uji (%)
BBc
BK
= Berat basah contoh (gr)
c
= Berat kering contoh (gr)
27
d. Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang dihitung dengan rumus sebaga berikut: Kehilangan berat contoh Kadar Zat Terbang = x100% (ASTM. 1990a)
Berat contoh uji bebas air
e. Kadar Abu
Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut: Berat sisa contoh uji
Kadar Abu = x 100% …. (ASTM. 1990b) Berat contoh uji bebas air
f. Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon dalam bagian-bagian pohon berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, yakni dengan rumus:
Kadar karbon = 100% - Kadar Zat Terbang – Kadar Abu
4.6.2. Kadar Karbon dalam Gambut
a. Bobot Isi atau Bulk density
M s ( M sBd= = ….(Agus 2009)
+ Mr) – (Mr)
Vt V
Keterangan :
t
Bd = Bobot isi tanah (gr/cm3
M
)
s
Mr = Berat ring (gr)
= Berat tanah (gr)
Vt = Volume contoh tanah (cm3
)
b. Kadar air
BB - BK KA = x 100%
BK
Keterangan :
KA = Kadar air (%)
BB = Berat basah (gr)
28
BK = Berat kering (gr)
c. Kadar C gambut
Mp – MaC = x KKA/1,724 x 100% …(Agus 2009) M
p
Keterangan :
C = Kadar C (%)
Ma
M
= Massa sisa abu (gr)
p
1,724 = Faktor konversi
= Massa contoh tanah gambut (gr)
KKA = Faktor koreksi kadar air ((100-Kadar air)/100)
d. Kadar abu
Kadar abu (%) = Ma/Mp
Keterangan :
x KKA x100% ………(Agus 2009)
Ma
M
= Massa sisa abu (gr)
p
KKA = Faktor koreksi kadar air (100-Kadar air)/100
= Massa contoh tanah gambut (gr)
e. Kerapatan karbon tanah gambut :
Kerapatan karbon (C density, Cd) yaitu berat karbon per satuan volume,
dapat dihitung dengan persamaan: Cd = Db x C (Agus 2009)
Keterangan :
Cd = Kerapatan karbon, (g/cm3 atau ton /m3
Db = Bulk density (gr/cm
). 3
C = kadar karbon (%)
)
f. Massa karbon tanah gambut pada satuan luasan
KC = Cd x H x A ………………………. (Agus 2009)
Keterangan :
KC = Massa karbon satuan luas (ton/ha)
Cd = Kerapatan karbon (ton/m3
H = Kedalaman gambut (m)
)
29
A = Luas areal penelitian (1 ha)
4.7 Analisis Data
4.7.1 Uji Persamaan Alometrik
Persamaan alometrik yang dihasilkan merupakan persamaan yang
menggambarkan hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Pada penelitian ini persamaan
alometrik menggambarkan hubungan antara diameter setinggi dada (1,3 m) dengan
massa karbon seluruh bagian pohon, dan hubungan diameter setinggi dada dan tinggi
pohon (sampai cabang utama dan total) dengan massa karbon seluruh bagian pohon.
Model yang digunakan untuk menyusun sebuah model penduga karbon menurut
Brown, et al (1989) adalah :
Model dengan satu peubah bebas
W = aD
C = aD
b
Model dengan dua peubah bebas
b
a. W = aDbHbc
b. W = aD
c
bHtot
c. C = aD
c bHbc
d. C = aD
c
bHtot
Keterangan :
c
W = biomassa (kg)
C = karbon (kg)
D = diameter setinggi dada (cm)
Hbc = tinggi pohon bebas cabang (m)
Htot = tinggi pohon total (m)
a,b,c = konstanta
Pengujian kecermatan hasil perhitungan terhadap persamaan alometrik
digunakan pedoman berupa nilai simpangan baku (s), koefisien determinasi (R2),
dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R2adjusted) dan PRESS (Predicted
residual sum of square). Kriteria model yang baik adalah model yang memiliki nilai
s terkecil, nilai R2 dan R2
a. Perhitungan simpangan baku (s)
adjusted yang terbesar dan PRESS yang paling kecil.
30
Simpangan baku merupakan ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan
terhadap nilai sebenarnya. Nilai s terkecil menunjukkan bahwa nilai dugaan
berdasarkan model yang disusun mendekati nilai actual. Semakin kecil nilai s maka
semakin tepat nilai dugaan yang diperoleh. Nilai s ditentukan dengan rumus :
S = Σ(Ya – Yi) ( n – p ) ……………………………(Draper dan Smith 1992)
2
Keterangan : s = simpangan baku
Ya = nilai biomassa sesungguhnya
Yi = nilai biomassa dugaan
(n-p) = derajat bebas sisa
b. Perhitungan koefisien determinasi (R2
Koefisien determinasi adalah nilai yang mencerminkan seberapa besar
keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. Nilai R
)
2
dinyatakan dalam persen (%) yang berkisar antara 0% sampai 100%. Semakin tinggi
nilai R2, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi keragaman peubah
tak bebas Y dapat dijelaskan oleh peubah bebas X. Nilai R2
(JK karena regresi)
ditentukan dengan
rumus :
R2
(JK total terkoreksi untuk rataan Y) = ………(Draper dan Smith 1992)
Keterangan : R2
JK = Jumlah Kuadrat
= koefisien determinasi
c. Perhitungan koefisien determinasi yang disesuaikan (R2
Koefisien determinasi yang disesuaikan adalah nilai koefisien determinasi yang
disesuaikan terhadap derajat bebas bebas JKS dan JKTT. Kriteria statistik pada R
adjusted)
2
adjusted sama dengan R2, dimana semakin tinggi R2 adjusted maka semakin tinggi
pula keeratan hubungan antara peubah tak bebas Y dan peubah bebas X. Nilai R2
(JKS) / (n-p)
adjusted ditentukan dengan rumus :
Ra2
(JKTT)/(n-1) = 1 - ……………………………(Draper dan Smith 1992)
Keterangan : Ra2 = R2
JKS = Jumlah Kuadrat Sisa
adjusted
31
JKTT = Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi
(n-p) = derajat bebas sisa
(n-s) = derajat bebas total
d. PRESS (Predicted Residual Sum of Square)
Setelah beberapa persamaan yang memenuhi syarat ditetapkan, maka akan
sangat baik kalau dilakukan uji validasi. Uji validasi tersebut untuk memilih
persamaan terbaik pada setiap keadaan. Dan uji tersebut menggunakan nilai PRESS
dari masing-masing persamaan yang dibuat.
n ^ PRESS = Σ (Yi – Yip)2
i = 1 ……………………(Draper dan Smith 1992)
Keterangan : Yi = nilai Y pada pengamatan ke-1 ^ Yip = nilai Yi dugaan persamaan regresi tanpa mengikut
sertakan pengamatan ke-i
Persamaan terbaik adalah persamaan yang memiliki nilai PRESS paling kecil.
Untuk mengetahui perbedaan potensi karbon pada setiap kelas umur tegakan A.
Crassicarpa dan potensi karbon bawah lahan gambut di analisis menggunakan uji
beda nilai tengah uji t menggunakan software SPSS 15. Parameter yang diuji adalah
perbedaan massa karbon pada umur tegakan 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun dan 0
tahun di atas dan di bawah tanah gambut.