BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

108
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan hasil penelitian, yang diperoleh dari awal sampai akhir proses penelitian. Dengan berpedoman pada prinsip bahwa penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, maka penulis berkewajiban untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, integral dan rinci dari gejala faktual sesuai dengan fokus masalah sehingga diperoleh nilai pertanggung jawaban ilmiah dari penelitian ini. Materi laporan ini merupakan hasil pengumpulan data baik data skunder dan primer atas dasar observasi, wawancara, studi dokumentasi dan kuesioner atau daftar pertanyaan sesuai dengan ciri penelitian kualitatif. Kemudian diadakan dengan cara : a) pRyt.Hina, proses unitisasi dari data yang terkumpul yang didasarkan pada keadaan, informasi, peristiwa atau kejadian yang diperoleh dari subyek dan obyek penelitian. Melalui unitisasi dapat ditransformasikan dalam beberapa unit yang ditampilkan dalam kalimat, tabel dan gambar untuk diidentifikasi dan dianalisa; b) Kedua. diadakan katagorisasi data dalam unit, sehingga makna dalam satu katagori dari cakupan unit yang lebih menampakkan diri sehingga memudahkan untuk memberikan gambaran karakteristik dari setiap data; c). Ketiga , dilakukan uraian data untuk memperoleh deskripsi dari setiap katagori dalam kaitannya dengan katagori lainnya, sehingga diperoleh makna dari setiap unit dan dalam hubungannya dengan unit lainnya; dan d) Keempat , memberikan tafsiran yang dilakukan dengan tidak hanya bersifat empirik akan tetapi dilandasi pemikirian historis antisipatif, sehingga diharapkan tidak hanya keutuhan makna alamiah akan tetapi sekaligus diperoleh makna terapetik futuristik sebagai bentuk hasil penelitian. Langkah-langkah proses analisis deskripsi data di atas, dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dari awal sampai akhir penelitian, sehingga kebenaran data dapat dipertanggung J awabkan secara alamiah dan ilmiah. Paparan 157

Transcript of BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Page 1: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

Pada Bab ini dilaporkan hasil penelitian, yang diperoleh dari awal sampai akhir proses penelitian. Dengan berpedoman pada prinsip bahwa penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, maka penulis berkewajiban untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, integral dan rinci dari gejala faktual sesuai dengan fokus masalah sehingga diperoleh nilai pertanggung jawaban ilmiah dari penelitian ini.

Materi laporan ini merupakan hasil pengumpulan data baik data skunder dan primer atas dasar observasi, wawancara, studi dokumentasi dan kuesioner atau daftar pertanyaan sesuai dengan ciri penelitian kualitatif. Kemudian diadakan dengan cara : a) pRyt.Hina, proses unitisasi dari data yang terkumpul yang didasarkan pada keadaan, informasi, peristiwa atau kejadian yang diperoleh dari subyek dan obyek penelitian. Melalui unitisasi dapat ditransformasikan dalam beberapa unit yang ditampilkan dalam kalimat, tabel dan gambar untuk diidentifikasi dan dianalisa; b) Kedua. diadakan katagorisasi data dalam unit, sehingga makna dalam satu katagori dari cakupan unit yang lebih menampakkan diri sehingga memudahkan untuk memberikan gambaran karakteristik dari setiap data; c). Ketiga , dilakukan uraian data untuk memperoleh deskripsi dari setiap katagori dalam kaitannya dengan katagori lainnya, sehingga diperoleh makna dari setiap unit dan dalam hubungannya dengan unit lainnya; dan d) Keempat , memberikan tafsiran yang dilakukan dengan tidak hanya bersifat empirik akan tetapi dilandasi pemikirian historis antisipatif, sehingga diharapkan tidak hanya keutuhan makna alamiah akan tetapi sekaligus diperoleh makna terapetik futuristik sebagai bentuk hasil penelitian.

Langkah-langkah proses analisis deskripsi data di atas, dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dari awal sampai akhir penelitian, sehingga kebenaran data dapat dipertanggung J awabkan secara alamiah dan ilmiah. Paparan

157

Page 2: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

laporan penelitian ini, secara sistematik berdasarkan rujukan hasil studi dokumentasi, catatan lapangan dan klasifikasi data/informasi sumber data. Sebagai sumber data penduduk miskin terdiri dari klasifikasi pendidikan, pekerj aan, agama, pendapatan dsb. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk Biblografi Wllavah Penelitian dan Analisis Data diakrlptif sebagai berikut :

A. Bibiografi Wilayah Penelitian 1. Kondisi dan Potensi Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon a. Keadaan Fisik Wilayah

Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon mempunyai luas wilayah 989,70 km2 atau 2,12 % dari luas wilayah administratif Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan luas 46.300 km2. Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon secara geografis terletak dibagian Timur dan sekaligus batas antara Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kabupaten Cirebon merupakan wilayah yang cukup strategis, karena disamping merupakan pintu gerbang bagi Propinsi j?awa Barat dari arah Timur juga memiliki posisi strategis dalam jaringan jalan menuju Jakarta, Bandung, Jawa Tengah dan beberapa Kabupaten lain disekitarnya.

Posisi geografis wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon terletak pada kordinat 108 48' sampai dengan 108 50' Bujur Timur dan 6 3' sampai dengan 7 0' Lintang Selatan, dengan Jarak Jauh arah Barat - Timur 54 Km dan Utara - Selatan 39 Km, dimana batas wilayah administratifnya sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten DT II Indramayu dan Laut Jawa

serta sebagian Kotamadya DT II Cirebon Sebelah Selatan: Kabupaten DT II Kuningan Sebelah Barat : Kabupaten DT II Majalengka Sebelah Timur : Kabupaten DT II Brebes di Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Tengah. Kabupaten DT II Cirebon terletak pada garis pantai laut

Jawa dengan ketinggian 0 sampai dengan 500 m di atas permukaan laut. Ketinggian 0 - 25 m di atas permukaan laut Bekitar 65,35 % dari luas Kabupaten, ketinggian 25,01 sampai 50 m di atas

158

Page 3: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

permukaan laut sekitar 11,64 %, ketinggian 50,01 - 100 m di atas permukaan laut sekitar 10,30 ketinggian 100,01 - 200 m di atas permukaan laut sekitar 6,21 %, ketinggian 200,01 - 300 m di atas permukaan laut sekitar 4,30 % dan ketinggian 300 m < di atas permukaan laut sekitar 2,20 %. Wilayah Kabupaten DT II Cirebon memiliki kemiringan lereng yang bervariasi antara 0 - 2 % sampai dengan 40 %. Namun yang paling mendominasi adalah kemiringan lereng antara 0 - 2 % sekitar 80,80 %, sehingga mempunyai bentuk wilayah dataran rendah.

Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara yang mempunyai 23 Kecamatan dan dari permukaan tanah daratan dapat dibedakan menjadi dua bagian yritu : Pertama , daerah dataran rendah yang pada umumnya terletak disepanjang pantai utara Jawa misalnya Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Arjawinangun, Klangenan, Cirebon Utara, Cirebon Barat, Weru, Mundu, Astanajapura, Lemahabang, Karangsembung, Babakan, Waled, Ciledug dan Losari. Kedua. daerah dataran sedang dan tinggi berada pada kecamatan lainnya yaitu Cirebon Selatan, Susukan, Beber, Plumbon, Sedong, Sumber, Ciwaringin dan Palimanan.

Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dataran pantai terutama daerah bagian Utara, Timur dan Barat sedangkan sebelah Selatan adalah daerah perbukitan. Curah hujan rata-rata pertahun 1838 mm/tahun atau antara 1.250 mm/tahun sampai > 2.500 m/tahun, daerah curah hujan dibagi menjadi 3 daerah yaitu : 1. Daerah curah hujan 1.250 - 1.500 mm/tahun dengan luas areal

16.200,80 Ha atau 16,39 % dari luas wilayah Kabupaten Cirebon yang tersebar di daerah pantai dan bagian utara yang meliputi Kecamatan Cirebon Utara, Mundu, Astanajapura, Babakan, Losari bagian Timur, sebagian Waled dan sebagian kecil Kecamatan Kapetakan.

2. Daerah dengan curah hujan antara 1.500 - 2.500 mm/tahun meliputi luas areal 64.970 Ha atau 56,63 % dari luas wilayah Kabupaten Cirebon, tersebar di Kecamatan Klangenan, Susukan, Arjawinangun, Gegesik, Kapetakan, Mundu, Astanajapura,

159

Page 4: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Karangsembung, Babakan, Ciwaringin, Palimanan, Plumbon, Weru, Cirebon Barat, Sedong, Losarl dan Ciledug.

3. Daerah curah hujan > 2.500 mm/tahun meliputi luas areal 17.800 Ha atau 17,98 % dari luas wilayah Kabupaten Cirebon tersebar di Kecamatan Ciwaringin, Palimanan, Plumbon, Sumber, Cirebon Selatan, Beber, Sedong, Lemahabang dan sebagian kecil Kecamatan Waled.

Atas dasar itu, curah hujan tertinggi terdapat dibagian Tengah dan Selatan yaitu di daerah perbukitan di kaki Gunung Ciremai yang berada pada kecamatan Plumbon, Palimanan, Sumber dan Beber. Akibatnya beberapa kecamatan yang termasuk dataran rendah dan sering terkena banjir adalah: kecamatan Cirebon Utara, Cirebon Barat, Astanajapura, Waled, Babakan, Losari, Ciledug, Arjawinangun, Gegesik dan Kapetakan. Walaupun dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian Selatan dan sungai tergolong besar antara lain Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik dan Kaligaja, tetapi karena permukaan tanah yang ada pada wilayah perairan Sungai tersebut berada pada dataran rendah maka selain rawan banjir juga adanya rawan air bersih, intrusi air laut maupun abrasi. Kecamatan rawan air bersih adalah kecamatan Kapetakan, Gegesik, Astanajapura, Arjawinangun, Beber dan Losari. Kecamatan yang rawan instrusi air laut adalah kecamatan Losari, Kapetakan, Babakan, Astanajapura dan Cirebon Utara, Kecamatan yang terkena abrasi adalah sebagian kecamatan Kapetakan, Losari dan AstanaJapura.

Jenis tanah di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon didominasi oleh jenis aluvial kelabu tua dan gleyhumus rendah. Jenis tanahnya cocok untuk pertanian tanaman semusim khususnya padi, palawija maupun perikanan. Jenis tanah lainnya adalah asosiasi mediteran coklat, grumosol coklat kelabu, regosol kelabu, latosol coklat kemerahan dan podsolik. Kedalaman efektif tanah yang lebih besar dari 90 Cm seluas 69,99 %, kedalaman efektif antara 60 - 90 Cm seluas 28,21 % dan kedalaman antara 30 - 60 Cm sekitar 1,80 %.

Struktur geologi wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon terdiri atas endapan Aluvial, Undifferentiated,

160

Page 5: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Vulcanic Product, Pliocenae Sendimentary Facies dan Mlocene Sendimentary Facies. Sedangkan sumber daya geologi yang dianggap potensi bahan galian berupa gas bumi, gips, oker, posfat, yodium, batu alam, marmer, trass, tanah diatomae, dan luminit yang tersebar di Kecamatan Plumbon, Palimanan dan Beber. Penggunaan tanah di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon pada tahun 1992 secara umum terdiri dari penggunaan tanah untuk perkampungan mencapai seluas 15.137,34 Ha ( 15,29 X ), persawahan seluas 59.131,60 Ha ( 59,74 % ) dan penggunaan untuk lahan kering mencapai seluas 24.721,38 Ha ( 24,97 % ). Konservasi penggunaan tanah selama Pelita V rata-rata bergeser dari tanah pertanian ke non pertanian seluas 32.272 Ha pertahun, dari pertanian ke perumahan 75.455 Ha pertahun, dari pertanian ke sektor lainnya sebesar 29.338 Ha pertahun atau seluruhnya 137.066 Ha pertahun. Pergeseran lahan pertanian pada penggunaan lahan non pertanian akibat industrialisasi berdampak terhadap sektor pertanian mengalami hambatan struktural.

b. Ket>endudukan Kabupaten DT II Cirebon merupakan salah satu Kabupaten di

Jawa Barat yang mempunyai penduduk cukup besar. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 1980, jumlah penduduk Kabupaten Cirebon sebanyak 1.331.690 jiwa. Pada tahun 1990 melalui Sensus Penduduk meningkat menjadi 1.647.845 jiwa dan tahun 1995 berjumlah 1.651.790 j iwa terdiri dari laki-laki berjumlah 815.558 jiwa dan perempuan berjumlah 836.232 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk dari tahun 1980 dan 1990 mencapai 1.665 jiwa/Km2. Walaupun jumlah penduduk meningkat, pertumbuhannya menurun karena tahun 1980 rata-rata pertahun sebesar 2,77 % serta tahun 1990 rata-rata pertahun sebesar 2,16 %. Penyebaran penduduk Kabupaten Cirebon relatif tidak merata dengan jumlah penduduk yang terbesar di Kecamatan Plumbon sebesar 110.152 jiwa dan terkecil di Kecamatan Sedong sebesar 40.111 jiwa. Rata-rata penduduk per Km2 adalah sekitar 1.675 jiwa/Km2. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk jiwa/ Km2 tertinggi berada di wilayah Kecamatan Cirebon Barat yaitu 3.761 J iwa/Km2,

161

Page 6: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

sedangkan yang terendah di Kecamatan Kapetakan dengan 935 jIwa/Km2. Perbandingan luas wilayah, jumlah penduduk dan rata-rata penduduk per Km2 di setiap Kecamatan sebagal berikut :

TABEL.IV.1 PERBANDINGAN LUAS WILAYAH, JUMLAH PENDUDUK DAN RATA-RATA

PENDUDUK KABUPATEN CIREBON TAHUN 1995

No KECAMATAN LUAS(Km2) JML PENDUDUK SATA2 PENDUDUK/Km2

1 B e b e r 43,64 52.986 1.214 2 . Lemahabang 28,09 56.359 2.006 3 S e d o n g 37,57 40.111 1.068 4 Karangsembung 43,96 67.030 1.525 5 W a 1 e d 60,57 67.983 1.122 6 Ciledug 33,94 84.795 2.498 7 L o s a r i 46,00 76.268 1.656 8 Babakan 52.66 107.397 1.039 9 Astanaj apura 67.83 104.555 1.541 10 M u n d u 23,57 41.903 1.778 11, Cirebon Selatar 20,89 43.137 2.065 12 S u m b e r 33,64 61.019 1.814 13. Palimanan 52,73 73.563 1.395 14 P 1 u m b o n 16,33 110.152 3.032 15. W e r u 28,14 102.066 3.627 16 Cirebon Barat 18,55 69.768 3.761 17. Cirebon Utara 21,08 58.008 2.752 18 Klangenan 39,32 73.788 1.877 19 Arjawinangun 35,43 77.490 2.187 20 Ciwaringin 35,53 52.629 1.481 21. Susukan 50,82 53,748 1.058 22 Gegesik 84,36 91.411 1.084 23, Kapetakan 91,55 85.631 935

1

J u m l a h 966.20 1.651.790 1.675

Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Cirebon tahun 1995

162

Page 7: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Penduduk Kabupaten Cirebon dilihat dari keturunan pada umumnya adalah Warga Negara Asli dan hanya sebagian kecil berasal dari keturunan Cina dan Arab.

TABEL IV.2 PENDUDUK WNI DAHI KETURUAN DI KABUPATEN CIREBON TAHUN 1995

No. WNI KETUTUNAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1. A s l i 811.829 832.291 1.644.120 2. C i n a 3.245 3.418 6.663 3. A r a b 417 459 876 5. Lain-lain 67 64 131

815.558 836.232 1.651.790 l>

Sumber : Diolah dari data Kantor Statistik

Dilihat dari penduduk Usia Kerja maupun Angkatan Kerja di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon terjadi peningkatan yang relatif kecil pada tahun 1989 dan tahun 1995.

TABEL IV.3 USIA DAN ANGKATAN KERJA

DI KABUPATEN CIREBON TAHUN 1989 DAN 1995

No USIA DAN ANGKATAN KERJA TAHUN 1989 TAHUN 1995 KENAIKAN X

1. Usia kerja 1.063.050 1.164.336 0,95 2. Angkatan Kerja 478.176 589.978 2,34

Sumber : diolah dari Statistik Kabupaten Cirebon tahun 1995 Hal ini menun j ulekan bahwa beban untuk menyalurkan dan

menciptakan kesempatan kerja pada berbagai sektor, terutama industri, perdagangan, pertukangan, jasa dan angkutan akibat dari pergeseran lahan pertanian pada sektor lain maka membutuhkan usia dan angkatan kerja yang produktif dan profesional.

163

Page 8: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

C. Wilavah Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon secara administratif

terbagi menjadi 6 wilayah Pembantu Bupati, 23 Kecamatan, 6 Perwakilan Kecamatan dan 421 Desa serta 3 Kelurahan. Dari segi jumlah kecamatan dan desa/kelurahan, Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon memiliki kecamatan dan desa/ kelurahan cukup banyak sesudah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan Kabupaten Bandung. Selain faktor luas wilayah dan jumlah penduduk banyak juga Kabupaten Cirebon berada pada posisi strategis pengembangan wilayah Timur yang memerlukan pelayanan pemerintahan yang efektif. Pembagian Wilayah Administratif tersebut adalah sebagai berikut :

164

Page 9: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL IV.4. WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN CIREBON TAHUN 1995

NO. KEWEDANAAN KECAMATAN PERWACAM KELURAHAN DESA JML

1. Cirebon 1.Beber - - 18 18 2.Crb.Selatan 13 13 3.Crb.Barat - - 16 16 4.Crb.Utara 15 15

2. Sindanglaut 5.Lemahabang - - 9 9 1.Susukan Lebak- 10 10

6-Sedong 12 12 7.Karangsambung - - 22 22 B.Astanajapura - - 15 15

2.Pangenan - 8 8 9.Mundu 11 11

3. Ciledug 10.Waled 19 19 11.Ciledug 24 24 12.Losari 10 10

3-Pabedilan 8 8 13.Babakan 27 27

4. Plumbon 14.Sumber - 3 5 8 4.Dukupuntang — 8 8

15.Plumbon - — 29 29 16.Weru 23 23

5. Palimanan 17.PaiJmaman - - 18 18 18.Klangenan - - 18 18 19.Ciwaringin 15 15

6. Ar j awinangui 20.Arj awinangun - - 8 8 5.Panguragan 7 7

21.Susukan - - 12 12 22.Gegesik 13 13

6.Kaliwedi 9 9 23.Kapetakan 21 21

J u m l a h 23 6 3 421 424

Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Cirebon 1995 165

Page 10: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Dari keenam pembagian wilayah administratif kewedanaan ( Pembantu Bupati ternyata Kewedanaan Sindanglaut memiliki Jumlah lima Kecamatan 2 Perwakilan Kecamatan dan 88 Desa yang paling banyak. Sedangkan yang paling sedikit Kewedanaan Palimanan karena mempunyai 3 Kecamatan dan 51 Desa. Sedangkan rata-rata desa/kelurahan setiap Kecamatan dan Perwakilan Kecamatan sekitar 15 desa/kelurahan.

Tipelogi wilayah kecamatan, setiap kecamatan mempunyai karakteristik wilayah pantai, pegunungan/dataran tinggi, dan dataran rendah yang membawa pengaruh terhadap tipelogi desa setiap kecamatannya. Tipelogi desa tersebut beragam mulai desa nelayan, desa persawahan, desa perkebunan, desa perkebunan, desa industri dan desa lainnya. Adapun tipelogi kecamatan di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon adalah bervariasi karena dipengaruhi oleh struktur dan kondisi goegrafis yaitu sebagai berikut :

166

Page 11: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL IV.5 TIPELOGI WILAYAH DESA PER-KECAMATAN

DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON TAHUN 1995

Nc >. Kecamatan Desa Jum-Nelayan l PerBawa

han -Perkebun-an

Industri Kecil

Jasa&Per-dagangan

lah

1. B e b e r — 11 5 — 2 18 2. Lemahabang - 14 - - 5 19 3. S e d o n g - 9 3 - - 12 4. Kr.sembung - 13 - - 9 22 5. Waled - 12 - - 7 19 6. Ciledug - 15 - _ 7 22 7. Losari 1 15 - - 2 18 8. Babakan 2 23 - - 2 27 9. Ast.J apura - 11 - - 12 23 10. Mundu 2 4 - - 5 11 11. Cirebon Slt — 2 - - 11 13 12. Sumber - 11 1 - 4 16 13. Palimanan - 10 - - 8 18 14 Plumbon - 12 - 1 16 29 15 Weru _ 4 - - 19 23 16 Cirebon Brt - - 1 - 15 16 17 Cirebon Utr - 3 - - 12 15 18 Klangenan — 10 - - 8 18 19 Arjn.Wng - 5 - - 10 15 20 Ciwaringin - 15 - - — 15 21 Susukan - 11 1 - — 12 22 Gegesik - 22 - _ - 22 23 Kapetakan - 17 — - 4 21

] r u m l a h 5 249 11 1 158 424

Sumber : Kantor Bappeda Kab. Tingkat II Cirebon Tahun 1995

167

Page 12: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Pada umumnya tlpelogi desa disetiap kecamatan memiliki kerakteristlk desa pesawahan terkecuali pada Kecamatan Cirebon Barat umumnya bersifat desa jasa dan perdagangan karena ciri perkotaannya. Jumlah tipelogi desa di Kabupaten Cirebon ditandai dengan : desa persawahan sebanyak 249 desa ( 58,7 % ), desa nelayan sebanyak 5 desa (1,2 % ), desa perkebunan sebanyak 11 desa ( 2,6 % ), desa industri 1 desa ( 0,2 % ) dan desa jasa & perdagangan sejumlah 158 desa <37,3 % ). Ini menunjukkan desa dengan masyarakatnya bergerak pada sektor pertanian, jasa dan perdagangan sebagai unggulan utama dalam mendukung sektor eknomi penduduk. Dari segi wilayah ternyata tipelogi desa persawahan terdapat pada wilayah pedesaan dan tipelogi desa perdagangan berada pada desa perkotaan, walaupun keduanya saling mendukung dan mempengaruhi dalam rangka mengembangkan ekonomi masyarakat. Hanya sebagian kecik desa yang bertipelogi desa pantai, perkebunan dan idustri sehingga masyarakatnya bergerak pada kegiatan nelayan, perkebunan dan industri kecil padat modal terutama pada desa-desa tertentu saja sesuai dengan potensi yang ada pada desanya.

d. Sosial Budava Masyarakat Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon ditinjau

dari segi sosial budaya memliki ciri umum yaitu masyarakat religius, patriotis dan budayawan yang disemangati oleh kegotong royongan, keterbukaan dan kerukunan umat yang cukup tinggi. Pemeluk agama pada umumnya Islam berjumlah 1.644.449 Jiwa ( 99,6 %), agama lainnya sekitar 0,4 % yaitu Protestan 2.843 Jiwa, Katholih 3.105 Jiwa, Hindu 277 Jiwa dan Budha 1.116 Jiwa. Bentuk keunggulan masyarakat religius, didukung dengan adanya pusat penyebaran agaman islam pada abad 14 dengan ditandai adanya Keraton Kasepuhan dan Kanoman, Mesjid Agung, Goa Sunyaragi, Pondok Pesantren, dan beberapan sekolah pendidikan agama islam mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Masyarakat patriotis, masyarakat Cirebon pada masa penjajahan Belanda dimana Raja dan Kesultanan Cirebon bersatu dengan Kesultanan Demak dan Banten melawan dan mengusir

168

Page 13: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Belanda sampai ke Batavia. Selain itu, masyarakat budayawan, karena berbagai kesenian tradisional berupa kesenian Genjring Akrobat, Wayang kulit Purwa/Wayang Golek Cepak/Sunda, Sandiwara, Burok, Gembyung, Tari Topeng, Tarling, Lais, Sintren, dan lainnya terus dipelihara dan dikembangkan. Bentuk karya seni batik dan kerajinan tangan lainnya dijiwai dengan nafas agam islam dikembangkan secara nasinal. Ini menunjukan nilai sosial budaya yang khas dan merupakan potensi pembangunan dalam membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan didukung oleh kreativitas dan produktivitas yang dilandasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam bidang pendidikan formal untuk mencerdaskan masyarakat telah tersedia sekolah TK sampai pada SMTA baik sekolah negeri, agama dan swasta untuk menampung anak usia sekolah, tetapi belum mempunyai Perguruan Tinggi karena telah tersedia di Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon. Dalam bidang kesehatan telah tersedia fasilitas kesehatan Rumah Sakit Umum, Puskesmas, Balai Pengobatan, Klinik Bersalin, BKIA Pembantu, dan Balai Pengobatan Gigi yang didukung paramedis yaitu Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat, Manteri Kesehatan, Bidan dan Dukun Bayi serta Apotek yang memadai dan tersebar di setiap Kecamatan dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat.

Berbagai program dan kegiatan bidang pendidikan, kesehatan dan agama serta fasilitasnya mendapat dukungan positif sehingga kerukunan dan kualitas masyarakat beragama, kualitas pendidikan masyarakat serta kesehatan masyarakat meningkat terus yang didukung oleh sarana dan prasaran pendidikan, agama dan kesehatan yang memadai. Hal ini berpengaruh terhadap meningkatnya kesadaran belajar yaitu Angka Partisipasi < Net Enrollment Ratio ) usia 7-9 tahun mencapai 99 %, melanjutkan Sekolah Tingkat Pertama 73,00 % dan Tingkat Atas 92,07 % pada tahun 1992. Menurunnya angka kematian bayi sebesar 65,3 per seribu kelahiran hidup dan meningkatnya angka harapan hidup ( 64,03 tahun ) dan mutu hidup 73,85 serta terciptanya kerukunan beragama dan meningkatnya kesadaran beragama.

169

Page 14: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Masalah kualitas sumber daya manusia yang belum optimal, pelayanan kesehatan yang belum maksimal dan fasilitas sosial budaya yang belum memadai merupakan masalah bidang kesejahtraan, pendidikan dan kebudayaan. Untuk memecahkan masalah tersebut, sasaran bidang kesejahteraan, pendidikan dan kebudayaan diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya, penguasaan dan pengembangan iptek, pendidikan dan pelayanan kesehatan, memeliharan nilai seni dan budaya, menumbuhkan jatidiri serta kepribadian masyarakat.

e.Perekonomian Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Daerah Tingkat II

Cirebon rata-rata setiap tahun 7,50 % karena mengalami fluktuasi setiap Pelita. Pada Pelita III laju pertumbuhan ekonomi sebesar 9,80 %, Pelita IV menurun sebesar 5,07 % dan Pelita V sebesar 7,08 % setiap tahun. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 7,80 % setiap tahun tetapi berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon adanya kontribusi sektor pertanian cenderung menurun dan terjadinya peningkatan sektor industri. Menurunnya sektor pertanian akibat tergesernya lahan pertanian menjadi perumahan, perdagangan dan Industri. Kontribusi sektor pertanian terhadap Product Domestic Regional Bruto ( PDRB ) pada tahun 1980 sebesar 37,31 % pada tahun 1992 turun menjadi 20,36 %.

Sedangkan sektor industri pada tahun 1980 9,42 % naik menjadi 15,05 %. Dilihat dari Product Domestic Regional Bruto tahun 1992, terjadi pergeseran nilai kontribusi terbesar pada sektor perdagangan sebesar 25,22 Meskipun kontribusi sektor pertanian makin menurun, akan tetapi kesempatan kerja masih didominasi oleh sektor pertanian 30, 92 % dan 21,74 % untuk sektor Industri.

Pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten DT II Cirebon cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada awal tahun Pelita III baik menurut harga konstan maupun harga berlaku

170

Page 15: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

sebesar Rp 98.313,00 dan pada tahun keempat Pelita V menjadi Rp 353.021,00 menurut harga konstan dan Rp 708.987,00 menurut harga berlaku. Potensi dan peluang untuk mengembangkan sektor industri dan perdagangan sangan terbuka dalam mendukung laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat, dengan tetap memperhatikan sektor pertanian melalui pengembangan indusrtialisasi pertanian yang didukung oleh perdagangan barang dan jasa pertanian.

Salah satu masalah dalam sektor ekonomi adalah kelembagaan ekonomi dan sosial belum sepenuhnya menjadi pendorong dan penunjang pertumbuhan serta pemerataan hasil pembangunan, termasuk terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi sehingga masih terdapat kesenjangan dan adanya kantong kemiskinan. Untuk mendukung perekonomian daerah yang mantap melalui peningkatan aktivitas ekonomi, penggunaan sumber daya alam yang optimal dan kelestarian lingkungan maka pembangunan ekonomi diarahkan meningkatkan pendapatan masyarakat, mengatasi ketimpangan dan kesenjangan sosial serta menghilangkan kantong kemiskinan. Disamping memberikan perlindungan serta bimbingan terhadap pengusaha industri kecil dan ekonomi lemah, maka dengan adanya program Pengembangan Kawasan Terpadu ( PKT ) bagi desa-desa terisolir, desa kritis dan terbelakang merupakan program nasional untuk mengatasinya termasuk program Inpres Desa Tertinggal serta program lainnya.

Z. Kebijaksanaan Pembangunan Daerah Kabupaten DT II Cirebon a. Masalah- Masalah Pokok Kabupaten DT II Cirebon

Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kapubaten DT II tahun 1994/1995-tahun 1998/99, masalah-masalah pokok yang belum terselesaikan pada PJP I dan menjadi agenda pada PJP II adalah: 1. Pembangunan Ibukota Sumber sebagai Pusat Pemerintahan masih

belum terisi seluruhnya sebagaimana yang telah direncanakan. 2. Pendayagunaan sumber daya manusia yang berkualitas masih

belum optimal. 3. Kelembagaan ekonomi dan sosial yang ada belum sepenuhnya

dapat menjadi pendorong dan penunjang pertumbuhan serta

171

Page 16: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

pemerataan hasil pembangunan, sehingga masih terdapat kesenjangan dan masih adanya kantong - kantong kemiskinan.

4. Cakupan pelayanan kesehatan masih belum optimal. 5. Masih adanya sebagian sarana dan prasarana pemerintahan

belum dimanfaatkan secara optimal. 6. Pertumbuhan dan penyebaran penduduk relatif lebih tinggi dan

belum merata antar daerah serta pertumbuhan angkatan kerja yang belum diimbangi dengan lapangan kerja yang memadai dan tingkat upah masih di bawah standar upah minimum.

7. Pembangunan jalan alternatif dalam rangka mengurangi kemacetan lalu lintas yang belum terwujud dan sejalan dengan pertumbuhan sentra-sentra produksi serta kegiatan tata niaga lainnya.

8. Daerah pusat pertumbuhan ekonomi masih kurang diimbangi dengan penyediaan fasilitas yang memadai.

9. Tingkat disiplin, mutu dan daya guna aparatur pemerintah belum optimal serta pelaksanaan tugas pelayanan kepada masyarakat belum seperti diharapkan.

10.Masalah pertanahan yang belum terselesaikan secara tuntas. 11.Kebutuhan air bersih masih belum dapat memenuhi kebutuhan

sebagian besar masyarakat. 12.Penataan Kawasan dan Zona Industri yang belum mantap. 13.Tingkat penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dlbidang

pertanian belum merata. 14.Daerah rawan bencana dan lahan keritis yang belum sepenuhnya

teratasi. 15.Penataan batas wilayah administratif Kabupaten Daerah

Tingkat II Cirebon dengan Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon belum mendapatkan kesepakatan.

16.Masih terdapatnya desa tertinggal dan penduduk di bawah garis kemiskinan.

17.Sarana dan prasarana pendidikan dasar belum memadai.

b. Sasaran £J£ 11 Kabupaten Cirebon Sasaran Pembangunan Jangka Panjang Kedua Kabupaten Daerah

Tingkat II Cirebon adalah :

172

Page 17: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

1. Sasaran Umum PJP II Daerah adalah terclptanya kualitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang maju dan mandiri dalam suasana kehidupan yang tentram, sejahtera lahir bathin serta hubungannya yang selaras dan seimbang antara sesama manusia, manusia dengan alam sekitarnya dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Sasaran bidang pembangunan untuk mendukung sasaran umum melaiputi bidang ekonomi; bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan kebudayaan; bidang agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; bidang hukum; bidang politik, aparatur pemerintah, penerangan, komunikasi dan media masa; dan bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat.

c. Arah EiIE XX Daerah Sesuai dengan titik berat PJP II Kabupaten Cirebon yang

diletakkan pada bidang ekonomi seiring dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang saling memperkuat, terkait dan terpadu dengan bidang lainnya, maka arah pembangunannya adalah: 1. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia diarahkan kepada peningkatan mutu dan pendayagunaannya secara optimal sesuai dengan keahlian/keterampilan, pendidikan dan pengetahuan.

2. Pembangunan yang berkelanjutan Pembangunan yang berkelanjutan diarahkan kepada pembangunan yang mempertimbangkan aspek kelestarian sumber daya alam dan keseimbangan lingkungan hidup dengan melaksanakan pengkajian dan pemantapan terhadap Sub-sub Wilayah Pembangunan setiagai Kebijaksanaan Spasial Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon.

3. Pembangunan ekonomi Pembangunan ekonomi diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, mengatasi ketimpangan dan kesenjangan sosial serta menghilangkan kantong-kntong kemiskinan, disamplng memberikan perlindungan serta bimbingan terhadap pengusaha industri kecil dan ekonomi lemah. Pembangunan Industri yang maju dan didukung oleh pertanian yang tangguh diarahkan

173

Page 18: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

sebagai penggerak ekonomi yang berjalan seimbang dengan pembangunan lainnya sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup masyarakat.

4. Pengembangan kelembagaan sosial ekonomi Pengembangan kelembagaan sosial ekonomi khususnya koperasi lebih ditekankan pada pengembangan mutu personil, fungsi dan peranan organisasi serta prosedur yang dinamis, sehingga tercipta tatanan ekonomi yang mantap, mandiri dan terkendali sebagai upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

5. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Diperlukan suatu iklim yang menumbuhkan, mendorong kreativitas dan dinamika iptek baru yang menunjang efisiensi, produktivitas dan efektivitas penggunaan sumber daya alam.

6. Konsolidasi perwilayahan pemerintahan dan pembangunan Pembangunan diarahkan kepada penataan wilayah pemerintahan yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.

7. Penegakan dan perlindungan hukum bagi masyarakat Peningkatan penegakan dan perlindungan hukum bagi masyarakat diarahkan untuk terciptanya masyarakat sadar hukum, agar peran sertanya di dalam pembangunan dapat dilakukan seoptimal mungkin.

d. Sasaran Bidang Ekonomi d&n Kesejahteraan Rakyat. Untuk menumbuh kembangkan sikap dan perilaku masyarakat

yang mandiri yaitu masyarakat yang mempunyai peran serta dalam pembangunan, efisiensi dan produktivitas dalam meningkatkan kesejahteraannya, maka terdapat tujuh ( 7 ) bidang sasaran pembangunan. Sasaran bidang pembangunan yang erat kaitannya dengan ekonomi dan sosial masyarakat Kabupaten Cirebon untuk lima tahun adalah diperioritas pada : 1. Sasaran Bidang Ekonomi Sarasan bidang ekonomi lebih diarahkan pada :

174

Page 19: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

a). Terwujud dan tertatanya Kawasan Industri di Kecamatan Kapetakan dan Zona Industri di Kecamatan Astanajapura, Babakan dan Losari. Sentra Industri di Kecamatan Weru, Plumbon, Klangenan, Paiimanan, Ciwaringin, ArJawinangun dan Karangsembung.

b). Terj adinya penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan dan penyebaran industri baik kecil maupun menengah untuk mendukung perluasan kesempatan kerja dan perluasan lapangan kerja.

c). Meningkatnya keterkaitan antara sektor industri dengan sektor pertanian dalam rangka mengembangkan agro industri dan atau agro bisnis.

d). Meningkatnya pendapatan dan taraf hidup petani serta nelayan serta memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dibidang pertanian,

e). Meningkatnya mutu hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, gizi masyarakat, yang menunjang komoditi pertanian serta mendukung pengembangannya.

f). Meningkatnya perekonomian rakyat atau golongan ekonomi lemah dalam memberikan kesempatan berusaha dan kerja.

g). Mantapnya pola perdagangan dan sistem distribusi dengan meningkatnya peran pasar Dalam dan Luar Negeri yang diiringi tumbuhnya kesempatan berusaha.

h). Tertata dan mantapnya peran koperasi dan pengusaha kecil. i). Meningkatnya peran lembaga keuangan khususnya pedesaan. J). Terwujudnya kerjasama antar pelaku ekonomi dalam rangka

menuju perubahan struktur ekonomi yang terkendali antar ektor pertanian, industri dan perdagangan.

k). Terkendalinya fungsi pengelolaan hutan kawasan droorologis dan non budidaya sebagai fungsi hutan lindung, produksi dan fungsi tangkapan air ( Catchment Area ).

1). Terciptanya sistem pengelolaan dan pemanfaatan bahan tambang dan energi dengan tetap memperhatikan kaidah konservasi.

m). Terwujudnya sistem pengelolaan sistem potensi wisata

175

Page 20: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

secara profesional dengan melibatkan akses masyarakat dan swasta, yang diatur dan dipadukan dengan kepentingan penataan ruang, peningkatan pendapatan asli daerah, pengembangan seni dan budaya daerah serta pelestarian lingkungan hidup.

n). Meningkatnya upaya penyerasian pembangunan perkotaan dan dan pedesaan dengan memperhatikan kesenjangan infra struktur dan pengendalian mobilitas penduduk.

o). Meningkatnya kondisi dan pelayanan Pos dan Telekomunikasi yang merata , terutama penyebaran ke daerah-daerah terpencil dan berbatasan antar daerah.

P). Meningkatnya pendayagunaan sumberdaya laut dan kedirgantaraan bagi pengembangan dan kesejahteraan rakyat.

q). Terciptanya manajemen transmigrasi yang mampu mengembangkan transmigrasi swakarsa mandiri.

r). Meningkatnya sistem jaringan transformasi antar daerah dan daerah perbatasan yang memadai dan terkendali.

2) Sasaran Bidang Kesejahteraan Rakyat, Pendidikan dan Kebudayaan a). Meningkatnya kesejahteraan rakyat melalui peningkatan

pendapatan terutama pada masyarakat pedesaan dalam rangka terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang dan papan yang memadai dan seimbang dengan kemampuan daya beli masyarakat.

b). Meningkatnya pelayanan umum yang makin adil dan merata serta mampu menjangkau seluruh rakyat.

c). Berkembangnya jenis pendidikan keahlian dan kejuruan serta kualitas pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi yang semakin meningkat.

d). Meningkatnya penghayatan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan berkembangnya seni dan budaya daerah yang menunjang iklim pembangunan.

e). Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang terpencil yang ditandai dengan semakin menurunnya angka kematian bayi, balita dan ibu melahirkan serta pelaksanaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera ( NKKBS ).

176

Page 21: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

f). Meningkatnya kualitas, terkendalinya mobilitas dan

pertumbuhan penduduk serta tertatanya administrasi kependudukan.

g), Terbinanya anak, remaja dan pemuda sebagai potensi pembangunan yang memiliki jiwa kepeloporan, disiplin dan mandiri.

h). Meningkatnya keterampilan , produktivitas dan perlindungan tenaga kerja , terutama tenaga kerja wanita.

i). Meningkatknya pemasyarakatan dan pembinaan olah raga dalam rangka pembentukan fisik manusia dan masyarakat untuk menumbuhkan sportivitas dan produktivitas kerja.

J). Meningkatnya kerjasama pembangunan daerah dibidang pendidikan, kebudayaan dan kesehatan antar daerah dan di daerah perbatasan.

e. Prioritas i Kfihi-iaknanaan Strategis dan Arah Pembangunan Lima Tahun Keenam Daerah.

1. Prioritas Pembangunan Lima Tahun Keenam Prioritas Pembangunan Lima Tahun Keenam Daerah adalah

mengembangkan mutu dan mendayagunakan sumberdaya manusia yang mendukung pembangunan bidang ekonomi dengan tetap memperhatikan keterkaitan pengembangan industri yang maju dan intensifikasi pertanian yang tangguh serta didukung oleh pembangunan bidang lainnya. Pembangunan bidang lainnya terus ditingkatkan secara selaras dan serasi sehingga saling memperkuat dengan pembangunan bidang ekonomi sehingga keseluruhannya pembangunan tersebut merupakan gerakan terpadu dalam mewujia&kan masyarakat maju, mandiri dan sejahtera. 2. Kebijaksanaan Strategis Lima Tahun Keenam

Pembangunan Lima Tahun keenam diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan aparatur pemerintah di daerah yang makin berkembang dan mandiri berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kebij aksanaan pembangunan yang strategis tersebut, maka ditetapkan lima (5) kebijaksanaan yaitu: a). Peningkatan mutu dan dayaguna sumber daya manusia.

177

Page 22: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

b). Peningkatan, perluasan dan pengembangan kegiatan ekonomi serta kesempatan kerja baik antar sektor, antar wilayah maupun antar daerah.

c). Aktivitas pembangunan yang lebih seimbang antar wilayah dan daerah serta antar kelompok masyarakat.

d). Penataan dan pendayagunaan kelembagaan serta apartur pemerintahan di daerah.

e). Pemanfaatan, pelestarian dan penyeimbangan sumberdaya alam dan lingkungan.

3. Arah Kebijaksanaan Strategis Bidang Ekonomi dan Kesra Arah kebijaksanaan strategis pada masing-masing bidang

pembangunan yang dikembangkan dan didukung dengan sektor-sektornya sebagai upaya pelaksanaan dan integrasi kebijaksanaan yang mengacu pada Trilogi Pembangunan yang saling berkaitan dan menunjang. Sektor - sektor dalam suatu bidang yang dikembangkan dalam kebijaksanaan strategis tetapi erat kaitannya dengan pokok bahasan yaitu : a). Sektor Industri

Sektor industri adalah antara lain meliputi : 1). Meningkatkan industri menengah, kecil dan industri rumah

tangga dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha serta perluasan lapangan kerja.

2). Mmembina dan mengembangkan industri kecil dan kerajinan serta industri rumah tangga di wilayah pengembangan dan desa-desa tertinggal dengan memanfaatkan teknologi tepatguna dan potensi yang ada.

3). Pengembangan sumberdaya manusia industri yang diarahkan kepada peningkatan kemampuan profesi dan wiraswasta melalui pendidikan dan pelatihan serta optimalisasi peranan pendidikan dan pelatihan.

b). Sektor Pertanian 1). Meningkatkan kemampuan para petani, peternak dan nelayan

dalam penerapan dan penguasaan teknologi tepatguna melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.

2). Mengembangkan pertanian yang maju, efisien dan tangguh sehingga mampu memanfaatkan dan mengkombinasikan hasil,

178

Page 23: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

meningkatkan mutu dan drajat pengelolaan produksi dalam rangka menunjang pembangunan daerah.

3). Meningkatkan usaha diversifikasi, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang makin terpadu dengan memperhatikan kehidupan dan penghidupan masyarakat serta memelihara kelestarian lingkungan hidup.

4). Memantapkan swasembada pangan dan memperbaiki gizi keluarga melalui penganekaragaman tanaman serta memenuhi industri.

5). Mengembangkan agro industri dan agro bisnis untuk meningkatkan nilai tambah pertanian serta memenuhi kebutuhan pertanian.

6). Mengembangkan pemanfaatan lahan kering dengan pengelola-an yang lebih intensif dan didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

7). Mengembangkan dan memanfaatkan produksi perkebunan untuk memenuhi keperluan daerah, dengan peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi mutu tanaman serta lahan kering melalui sistem pengelolaan agro bisnis dan agro industri perkebunan dengan pola Perkebunan Inti Rakyat, Swadaya dan Unit Pelayanan dan Pengembangan.

8). Mengembangkan peternakan melalui peningkatan iklim usaha yang diarahkan pada peningkatan peranan koperasi dan melibatkan usaha swasta.

9). Meningkatkan upaya diversifikasi produksi perikanan dalam rangka memanjukan kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat desa pantai.

10). Peningkatan, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air , sarana dan prasarana pertanian lainnya,

c). Sektor Tenaga Ker.la 1). Meningkatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia yang

diarahkan pada pembentukan tenaga produktif, profesional yang mandiri dan beretos kerja tinggi.

2). Menciptakan dan memperluas lapangan kerja dlsegala bidang untuk mengurangi pengangguran.

3). Meningkatkan perlindungan tenaga kerja melalui

179

Page 24: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

pengembangan Jaminan sosial tenaga kerja serta perbaikan persyaratan kerja, peranan SPSI dan Koperasi Kerja.

4). Meningkatkan dan mengembangkan tenaga kerja wanita sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya baik pada sektor formal maupun informal.

5). Meningkatkan kualitas pembinaan dan perlindungan tenaga kerja dan pencari kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan dan i lmu pengetahuan serta teknologi.

6). Perbaikan Ketentuan Upah Minimum, peningkatan kualitas pengiriman tenaga kerja serta memanfaatkan tenaga kerja yang efekktif dan efisien.

d). Sektor Perdagangan 1). Meningkatkan sistem perdagangan yang makin efisien dan

efektif yang mampu memanfaatkan dan memperluas pasar serta mengarah pada kesepakan harga yang wajar.

2). Mengembangkan sistem informasi pasar dan promosi yang maikin efektif dan efisien dalam rangka upaya mengantisipasi paersaingan tidak sehat.

3). Meningkatkan dan mengembangkan komoditi ekspor non migas.

4). Meningkatkan sarana dan prasarana perdagangan, kemudahan memperoleh kredit serta sumber pembiayaan lainnya terutama bagi pengusaha kecil dan ekonomi lemah.

5). Meningkatkan kemitrausahaan antara usaha skala besar, menengah dan kecil dalam kerjasama yang saling mendukung dan menguntungkan.

6). Meningkatkan sistem tranportasi dan informasi pada kawasan perdagangan di pusat ibukota.

e). Sektor Koperasi 1). Meningkatkan peran dan fungsi koperasi dan pengusaha

kecil melalui peningkatan kapasitas managemen yang profesional dengan dukungan upaya penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.

2). Menciptakan iklim usaha yang mendukung kemudahan memperoleh modal usaha.

180

Page 25: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

3). Mendorong kesempatan berusaha sebesar-besarnya bagi koperasi dan pengusaha kecil diberbagai sektor kegiatan ekonomi.

4). Menumbuh kembangkan koperasi dan pengusaha kecil yang mempunyai kemampuan sebagai badan usaha dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi anggotanya.

5). Meningkatkan kerjasama antar koperasi dengan pengusaha kecil maupun badan usaha milik pemerintah dan swasta yang saling mendukung dan menguntungkan.

f). Sektor Pembangunan Daerah, Eess dan 1). Meningkatkan pembangunan daerah dan mengembangkan

keserasian laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar sektor serta antar kota dan desa.

2). Mempercepat pembangunan dearah tertinggal, kritis dan perbatasan dalam rangka kemandirian daerah dan kemampuan daerah yang merata.

3). Meningkatkan perkembangan desa swakarya menjadi desa swasembada melalui peningkatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.

4). Mengembangkan hubungan antara masyarakat perkotaan dan perdesaan dalam rangka pemerataan pembangunan.

5). Menertiban dan menata, penggunaan dan penguasaan tanah untuk menghindari penyalahgunaan peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

6). Menata dan memperbaiki batas-batas wilayah dan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan daerah.

g). Sektor Kesejahteraan Sosial 1). Meningkatkan pelayanan sosial melalui keterpaduan

bimbingan, pembinaan, pemberian bantuan dan rehabilitasi sosial dengan mengutamakan pada kegiatan - kegiatan yang mempengaruhi tingkat kualitas pendapatan kelompok masyarakat miskin.

2). Meningkatkan kemampuan lembaga-lembaga sosial secara profesional khususnya panti-panti milik pemerintah dan non pemerintah.

181

Page 26: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

3). Meningkatkan kesadaran, kepedulian, kesetiakawanan dan rasa tanggung Jawab masyarakat dalam pelayanan bagi kesejahteraan sosial.

4). Mendorong jiwa kepeloporan , keperintisan dan kepahlawanan dalam rangka memantapkan dan meningkatkan semangat pembangunan.

h). Sektor pendidikan 1). Meningkatkan mutu dan pelaksanaan wajib belajar

pendidikan dasar serta perluasan dan peningkatan kualitas pendidikan kejuruan.

2). Meningkatkan pendidikan luar sekolah dalam pembekalan keterampilan guna memenuhi kebutuhan pasar kerja.

3). Meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan menengah terutama di daerah terpencil guna mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan.

4). Membina dan mengembangkan Pendidikan Tinggi agar mampu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengkajian dibidang disiplin ilmu pengetahuan serta memberikan pengabdian kepada masyarakat terutama dalam pemasyarakatan teknologi tepatguna.

5). Meningkatkan pengajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional di daerah dan penguasaan bahasa asing tanpa mengabaikan bahasa daerah.

6). Mengembangkan karier, kualitas dan kesejahteraan guru serta tenaga kependidikan lainnya.

7). Menempatkan tenaga pendidik secara adil dan merata keseluruh daerah sesuai dengan kebutuhan.

8). Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan proporsional.

9). Meningkatkan dan mengembangkan pembinaan, kurikulum dan materi pendidikan secara dinamis.

10). Meningkatkan dan mengembangkan lembaga pendidikan swasta. 11). Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat

terhadap pentingnya arti pendidikan. i). Sektor Kebudayaan

1). Menumbuh kembangkan kemampuan masyarakat dalam pemahaman

182

Page 27: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

dan pengamalan nilai budaya daerah serta menyerap budaya luar yang positip untuk memperkaya budaya daerah.

2). Menciptakan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat sikap kerja keras, disiplin menghargai prestasi, kreatif, saling menghormati dan menghargai.

3). Meningkatkan proses pembauran yang dijiwai sikap mawas diri, tahu diri, tenggang rasa, tanggung jawab, dan kesetiakawanan sosial.

4). Membina, memelihara, melestarikan, mengembangkan dan memanfaatkan kesenian daerah untuk mendukung daya cipta para seniman, meningkatkan apresiasi dan kreativitas seni budaya masyarakat dalam rangka memperkaya budaya daerah.

5). Meningkatkan pembinaan, penggalian dan pemeliharaan nilai tradisi dan peninggalan sejarah serta melestarikan bangunan atau benda yang mengandung nilai sejarah dengan memperhatikan lingkungan hidup.

j). Sektor Kesehatan 1). Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam perilaku hidup

sehat yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas fisik sumber daya manusia, kualitas kehidupan, serta meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

2). Meningkatkan pelayanan yang berkualitas dan memperluas jangkauan pelayanan yang didukung dengan pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai terutama pelayanan pada penduduk yang berpenghasilan rendah di pedesaan.

3). Meningkatkan usaha perbaikan kesehatan masyarakat melalui pecegahan dan pemberantasan penyakit menular , penyakit lingkungan pemukiman, perbaikan gizi dan penyediaan air bersih.

4). Meningkatkan pembinaan terhadap pengobatan tradisional yang secara medis dapat dipertanggung Jawabkan serta pelatihan bagi dukun-dukun bayi.

5). Meningkatkan fungsi dan peranan pelayanan rumah sakit daerah.

183

Page 28: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

k). Sektor Keluarga Sejahtera 1). Memantapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Norma

Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera ( NKKBS ). 2). Meningkatkan gerakan Keluarga Berencana ( KB } yang

mengarah pada terwujudnya kesejahteraan keluarga dan mengurangi ketergantungan pada program pemerintah.

3). Meningkatkan pembudayaan gerakan KB melalui penyelenggaraan penerangan dan motivasi, pemasyarakatan Bina Keluarga Balita ( BKB ) terutama di daerah-daerah yang laju pertumbuhan penduduknya tinggi.

4). Meningkatkan peran serta pemuka agama, pemuka masyarakat, organisasi dan lembaga masyarakat khususnya generasi muda dalam memasyarakatkan keluarga kecil.

1). Sektor Kependudukan 1). Meningkatkan kualitas penduduk sebagai pelaku utama dan

sasaran pembangunan. 2). Meningkatkan pengendalian mobilitas penduduk yang lebih

serasi dan seimbang sesuai dengan kemampuan daya dukung alam dan rencana tata ruang melalui peningkatan pembangunan di pedesaan.

3). Meningkatkan penerangan, pendidikan dan penyuluhan mengenal kependudukan dan keluarga berencana dengan melibatkan kader pembangunan desa.

4). Mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui upaya penurunan angka kelahiran, kematian balita serta meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak melalui pemasyarakatan pondok bersalin desa dan pembentukan kelompok bina keluarga balita.

5). Menyempurnakan mutu sistem administrasi dan statistik kependudukan.

m). Sektor Politik Dalam Negeri 1). Menata kehidupan politik yang diarahkan pada pertumbuhan

dan pengembangan politik, tegaknya hukum dan pendidikan politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2). Meningkatkan pemasyarakatan dan pembudayaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila melalui pendidikan

184

Page 29: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

formal, penataran serta pendidikan luar sekolah. 3). Meningkatkan mutu penyelenggaraan Pemilu tahun 1997 dan

suksesnya Sidang Umum MPR 1988. 4). Meningkatkan kemampuan, kualitas dan kemandirian

organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan dalam rangka memantapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

5). Meningkatkan hubungan kerjasama secara konsultatif antara inpra struktur dan supra struktur politik sebagai pengembangan demokrasi Pancasila.

6). Mengembangkan otonomi daerah tingkat II yang makin nyata, dinamis, serasi dan bertanggung Jawab.

7). Meningkatkan intensitas pengawasan dan pengendalian pembangunan yang disesuaikan dengan pelaksanaan asas pemerintahan serta mengarah kepada efisiensi penggunaan sumberdaya yang ada.

8). Mengembangkan budaya politik yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan yang bertanggung jawab.

9). Meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat untuk mengutarakan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya melalui wadah penyalur aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

10). Mengembangkan peran, fungsi kualitas dan kemandirian organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan agar benar-benar berpegang pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

11). Meningkatkan keterkaitan pelaku kekuatan sosial politik dalam badan perwakilan daerah dengan masyarakat yang diwakilinya agar sistem perwakilan berdasarkan demokrasi Pancasila dapat berkembang secara mantap dan dinamis.

). Rftktor Aparatur Pfttnfirint.nh 1). Meningkatkan sistem manajemen pemerintahan yang makin

handal, profesional, efisien dan efektif serta tanggap terhadap aspirasi rakyat.

185

Page 30: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

2). Meningkatkan pembinaan, penyempurnaan dan pendayagunaan aparatur pemerintah baik kelembagaan, ketatalaksanaan maupun kepegawaian, terutama kuaiitas kepemimpinan aparaturnya.

3). Memantapkan keterpaduan dan konsistensi pengawasan baik pengawasan keuangan dan pembangunan, melekat dan fungsional termasuk pengawasan oleh masyarakat.

4). Meningkatkan mutu dan profesionalisme aparatur pemerintah melalui pendidikan dan latihan.

5). Meningkatkan disiplin aparatur agar terciptanya aparatur pemerintah yang kuat, bersih dan berwibawa dalam upaya meningkatkan pelayan pada masyarakat.

6). Meningkatkan koordinasi dan kerjasama aparatur pemerintah agar lebih meningkatkan keserasian, kelancaran dan efisiensi.

3. Kebijaksanaan dan Program IDT di Kabupaten OT II Cirebon a. Tu.luan Program IHI

Program Inpres Desa Tertinggal ( IDT ) merupakan program dalam rangka perluasan dan peningkatan berbagai program dan upaya penanggulangan kemiskinan yang langsung ditujukan untuk menangani masalah kemiskinan di desa. Dasar hukum program IDT dengan INPRES Nomor 5 Tahun 1993, tanggal 27 Desember 1994 Tentang Penanggulangan Kemiskinan dan Petunjuk Teknis Menteri Dalam Negeri Nomor 414.1/774/PMD/1994 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Desa Tertinggal ( IDT ) Tahun 1994/1995.

Program IDT ini untuk menumbuhkan dan memperkuat penduduk miskin meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka kesempatan berusaha. Program IDT diarahkan pada upaya pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kemandirian penduduk miskin di desa/kelurahan tertinggal dengan menerapkan prinsip gotong royong, keswadayaan, dan partisipasi. Ditinjau dari segi kebijakan pemerintah, program IDT merupakan program terpadu untuk meningkatkan potensi dan dinamika ekonomi masyarakat lapisan bawah.

186

Page 31: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Dalam hal Ini tujuan secara umum program IDT adalah memenatapkan segi kelembagaan sosial ekonomi penduduk miskin sebagai wadah penyaluran aspirasi rakyat dalam meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha produktif yang berkelanjutan. Program IDT yang didasarkan pada Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan adealah bertujuan :

1. Memadukan gerak langkah semua instansi dan lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.

2. Membuka peluang bagi penduduk miskin di desa tertinggal untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan cara menciptakan dan memperluas lapangan kerj a produkt if melalui peningkatan berbagai kegiatan pembangunan di desa-desa tertinggal.

3. Mengembangkan, meningkatkan dan menantapkan kehidupan ekonomi penduduk miskin melalui penyediaan dana bantuan khusus.

4. Meningkatkan kesadaran, kemauan, tanggung jawab, rasa kebersamaan, harga diri dan percaya diri masyarakat. Untuk mencapai tujuan Program IDT tersebut, maka dalam

pelaksanaannya memerlukan pendekatan sistem, terutama pendekatan administrasi maupun pendekatan pemberdayaan untuk penguatan sosial ekonomi masyarakat miskin suatu pendekatan penanggulangan dan pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, pendekatan administrasi dengan pengorganisasian, manajemen, pembinaan, koordinasi dan keterpaduan kebijaksanaan, program maupun unsur yang terkait. Sedangkan Pendekatan pemberdayaan dalam rangka menumbuhkan kualitas sumber daya manusia penduduk miskin dari segi penguatan persepsi, kemampuan dan kreativitasnya untuk menumbuhkan kemandirian dengan pendekatan keswadayaan, kegotong royongan, partisipasi dan kepercayaan pada diri sendiri. Kedua pendekatan tersebut, dipedomani melalui Panduan Inpres Desa Tertinggal yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Departemen Dalam Negeri.

187

Page 32: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

b. Kelembagaan Pelaksana Program IET Tanggung Jawab Program IDT di tingkat Kabupaten/

Kotamadya menjadi tanggung Jawab Bupati/ Wakilotamadya Daerah Tingkat II. Tanggung Jawab Bupati Kepala Daerah Tingkat II Cirebon dalam pelaksanaan program IDT, dengan memperhatikan Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan dan Intruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat II Jawa Barat Nomor 13 Tahun 1994 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. Sebagal tindak lanjutnya, maka Bupati Kepala Daerah Tingkat II Cirebon mengeluarkan Intruksi Nomor 5 Tahun 1994 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon dalam rangka persiapan dan perencanaan program IDT dari segi kelembagaan pemerintah. Intruksi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Cirebon tersebut ditujukan pada Ketua BAPPEDA, Asisten Administrasi Sekwilda, Kepala Instansi/Dinas/Badan Usaha/Lembaga, Para Pembantu Bupati, Camat Kepala wilayah yang memiliki Desa/Kelurahan tertinggal sesuai dengan tugasnya masing-masing untuk melaksanakan program peningkatan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan petunjuk dalam Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993.

Untuk mengintensifkan kelembagaan program IDT yang terorganisir dalam rangka upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pengentasan kemiskinan masyarakat di desa maupun peran serta semua pihak secara aktif baik dari pemerintah maupun masyarakat, maka perlu adanya penanganan yang terpadu dalam bentuk Kelompok Kerja Operasional tingkat Kabupaten dan Kecamatan serta Kelompok Kerja tingkat desa maupun pendamping untuk membantu Bupati Kepala Daerah Tingkat II Cirebon selaku penangung jawab program IDT di daerahnya.

Dibentuknya Kelompok Kerja Operasional ( POKJANAL ) melalui Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Nomor 147.121.12/SK.85-Bangdes/1994 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Operasional ( POKJANAL ) Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan Tim Pembina LKMD Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon. Pada dasarnya Kelompok Kerja Operasional tingkat

188

Page 33: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Kabupaten dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pembinaan sesuai dengan pedoman yang berlaku dalam rangka penanggulangan kemiskinan pada desa tertinggal. Sedangkan Kelompok Kerja Operasional tingkat Kecamatan dibentuk oleh Camat dan Kelompok Kerja tingkat Desa dibentuk oleh Kepala Desa. Adapun satuan kelembagaan Kelompok Kerja Operasional tingkat Kabupaten dan Kecamatan, Kelompok Kerja di tingkat Desa dan pendamping dalam rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan di desa-desa tertinggal Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon adalah sebagai berikut :

GAMBAR IV. 1. SATUAN KELEMBAGAAN BIROKRASI PELAKSANA PROGRAM IDT

KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON

189

Page 34: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

1. Tugas dan tanggung Jawab Bupati Kepala Daerah a. Memadukan program sektoral dan regional dengan

memberikan prioritas pada kegiatan pembangunan yang menunjang program IDT.

b. Melaksanakan pembinaan yang menyeluruh dan terpadu untuk keberhasilan program.

c. Merangkum laporan tahunan dari Camat menjadi laporan triwulan dan disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat.

d. Pemantauan dan pengendalian dilakukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program di lapangan.

e. Mengadakan evaluasi pelaksanaan program IDT berdasarkan laporan bulanan dari Camat mengenai perkembangan penduduk miskin, penyerapan dana, perkembangan usaha anggota kelompok, pendapatan perumah tangga penerima program, jenis usaha dan hambatan serta permasalahan yang timbul.

f. Dalam teknis pelaksanaannya, Bupati dibantu oleh Kepala Kantor Pembangunan Masyarakat Desa.

2. Tugas dan Tanggung Jawab POKJANAL Kabupaten dan Kecamatan Kelompcife: Kerja Operasional Peningkatan Penanggulangan

kemiskinan Tim Pembina LKMD tingkat Kabupaten dalam membantu Bupati Kepala Daerah Tingkat II Cirebon selaku penanggwng jawab terdiri dari unsur Dewan Pembina dan Pengurus Harian. Sedangkan Kelompok Kerja Operasional dipimpin oleh Kepala Seksi Pembangunan Masyarakat Desa dan anggotanya instansi/dinas tingkat Kecamatan dalam rangka membantu Camat melaksanakan tugasnya.

Tugas dan tanggung jawab Kelopok Kerja Operasional adalah sebagai berikut : a. Mengkomunikasikan program-program IDT mulai dari penyiapan

masyarakat V tersehat sampai pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan program pengentasan kemiskinan.

b. Menciptakan jaringan kerjasama yang dinamis dan terpadu antar petugas instansi dalam pelaksanaan IDT.

190

Page 35: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

c. Memfasilitasi kebutuhan pembinaan IDT dan kelancaran kelompok masyarakat sasaran dalam pelaksanaan kegiatan secara swadaya dan partisipasi.

d. Mengkoordlnasikan perencanaan dan pelaksanaan program sektor dengan kebutuhan pembangunan desa tertinggal yang mendukung keberhasilan kegiatan usaha Pokmas.

e. Menginventarisasi calon pendamping kelompok masyarakat sasaran pada setiap desa tertinggal dan menetapkan statusnya sebagai pendamping oleh masing-masing Camat.

f. Mengkoordinir penyusunan kriteria penduduk miskin untuk dibina melalui program IDT bersama ketua LKMD dan instansi sektor.

g. Memonitor pelaksanaan seleksi dan penentuan kelompok masyarakat sasaran ( Pokmas ) dimasing-masing desa tertinggal.

h. Memantau dan membina Kelembagaan di tingkat desa/ kelurahan dan atau kecamatan.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Camat Camat sebagai Kepala Wilayah Kecamatan mempunyai tugas

dan tanggung «jawab : a. Dibantu oleh Kasi FMD, Camat bertugas menyerasikan

program-program IDT di desa- desa tertinggal dalam wilayah kerjanya, memantau dan menyusun laporan hasil pelaksanaannya.

b. Menginformasikan rencana program IDT di desa-desa tertinggal yang berada di wilayah kerjanya serta program-program sektoral dan regional yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program IDT kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II.

c. Membuat/menyusun laporan bulanan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II tentang informasi mengenai : nama desa, jenis usaha, jumlah kelompok, Jumlah KK yang menerima dana, alokasi dana, perkembangan penggunaan dana ( penerimaan dan pengeluaran ), serta masalah dan alternatif pemecahannya.

191

Page 36: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Camat dapat meminta bantuan pendamping dan petugas lapangan dari berbagai dinas/instansi atau lembaga kemasyarakatan di kecamatan.

4. Tugas Dan Tanggung Jawab Kaei PMD Kecamatan Kasi PMD Kecamatan berkewajiban membantu Camat dan

bertanggung jawab untuk : a. Melaksanaan pembinaan dan mengelola dana IDT di wilayahnya

.. pemantauan ke kelompok-kelompok masyarakat. c. Membuat laporan bulanan mengenai pelaksanaan kegiatan

program IDT dalam wilayahnya dan mengirimkan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II. Dalam rangka membina dan memanfaatkan dana program IDT,

Kasi PMD Kecamatan bertugas antara lain : a. Mengadakan pengenalan wilayah antara lain mengenai

potensi wilayah, keadaan sosial ekonomi penduduk miskin serta keadaan prasarana dan sarana kerja.

b. Membina dan mengembangkan usaha dan kegiatan ekonomi masyarakat melalui forum musyawarah serta membina keserasian rencana kerja melalui forum koordinasi.

c. Mengadakan inventarisasi kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dengan program sektoral dan regional. Untuk membina dan mengembangkan kelompok-kelompok

masyarakat, Kasi PMS bertugas antara lain sebagai berikut : a. Mengadakan inventarisasi kelompok-kelompok masyarakat dan

membuat perencanaan pembinaan kelompok masyarakat tersebut.

b. Mengembangkan kelompok-kelompok masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin.

c. Mengadakan inventarisasi kebutuhan tenaga pendamping bagi setiap kelompok.

d. Bersama aparat desa, mengembangkan kualitas sumber daya manusia penduduk miskin di desa tertinggal.

e. Membina hubungan kerjasama antara kelompok di dalam satu desa dan antar desa serta dengan tokoh-tokoh masyarakat.

192

Page 37: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Dalam rangka mempersiapkan laporan bulanan, Kasi PMD bertugas sebagai berikut : a. Mengembangkan sistem catatan harian dalam wadah kelompok

yang mencakup : nama kelompok, jenis usaha kelompok, jumlah KK/anggota keluarga dalam kelompok serta rincian penerimaan dan pengeluaran kelompok.

b. Membina Kepala Desa melakukan pendataan, pencatatan penduduk miskin, penyerapan dana dan perkembangan usaha kelompok.

c. Bersama Kepala Desa dan Pendamping mengadakan pemantauan secara langsung dilapangan, terutama untuk mengetahui hambatan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompok.

5. Tugas dan Tanggung Jawab Pendamping Dalam melaksanakan program IPDT, Pendamping bertugas

untuk : a. Membina penduduk miskin dalam kelompok sehingga menjadi

suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan.

b. Bertugas sebagai pemandu ( fasilitator ), penghubung ( komunikator ), dan penggerak ( dinamisator ) dalam pembentukan Kelompok Masyarakat Sasaran ( Pokmas ) IDT dan Pembimbing pengembangan kegiatan usaha kelompok.

Ruang lingkup tugas Pendamping adalah sebagai berikut : a. Melalui prakarsa Kepala Desa, Pendamping memandu

pembentukan Pokmas IDT melalui musyawarah RW / RT / Lingkungan/Dusun/Desa.

b. Membina Pokman IDT agar berfungsi sebagai wahana proses belajar, proses alih teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumber daya para anggota dan komunikasi antar anggota dengan petugas.

c. Bersama aparat Kecamatan dan Desa menyusun rencana peningkatan kualitas SDM anggota dan pengurus Pokmas IDT.

d. Pengembangan informasi pasar, hasil dari masukan serta ketersediaan teknologi.

e. Peningkatan kerjasama dengan para tokoh masyarakat,

193

Page 38: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

lembaga-lembaga penelitian serta lembaga swadaya masyarakat.

f. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota Pokmas IDT.

g. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikan ke lembaga-lembaga penelitan atau lembaga lainnya. Kegiatan utama Pendamping Kelompok Sasaran Masyarakat (

Pokmas ) IDT meliputi : a. Memahami buku panduan IDT dan arahan Camat, prosedur

pencairan dana, aspirasi dan usaha Pokmas yang dibina, merumuskan kebutuhan Pokmas, indentifikasi jenis sumber daya yang ada dan peluang peluang berusaha.

b. Menyusun jadwal kerja terlebih dahulu menyepakati dengan Kasi PMD, mengkonsultasikan dengan Kepala Desa serta LKMD.

c. Membantu pendataan penduduk miskin. d. Membantu pembentukan kelompok sasaran masyarakat (Pokmas)

IDT. e. Membimbing pilihan jenis dan mengembangkan mutu usaha. f. Memimbing perencanaan kegiatan usaha Pokmas IDT. g. Mengusahakan bantuan teknis berupa : pengorganisasian,

permodalan, pengembangan sumber daya manusia, jaringan kerja atas kegiatan sektoral ( pertanian, perikanan, perindustrian, perdagangan dsb )-

h. Membantu pencairan dana, membina kegiatan usaha dan pengguliran dana.

i. Membimbing penyusunan catatan Pokmas IDT dan membantu pelaporan kegiatan Pokmas Desa.

c. Persiapan dan Perencanaan Program IDT

1. Sosialisasi Program IDT Pada tahap persiapan untuk pelaksanaan program IDT di

Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon diawalai atau dimulai dengan mengadakan sosialisasi atau internalisasi program. Manifestasi sosialisasi program berbentuk kegiatan Pelatihan bagi fasilitator tingkat Kabupaten, Kecamatan dan melakukan

194

Page 39: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Penyuluhan di tingkat Desa terhadap lembaga-lembaga desa, tokoh masyarakat, kelompok sasaran dan sebegalnya. Dalam rangka pemantapan kegiatan sosialisasi program dilakukan dengan diadakan rapat koordinasi, pertemuan berkala, dan ekspose rencana kegiatan dari unsur Dinas/Instansi/Lembaga baik tingkat Kabupaten maupun Kecamatan.

Pelatihan bagi fasilitator tingkat Kabupaten dilakukan dalam bentuk Pelatihan Pengelola IDT di tingkat Propinsi dan Pelatih Pembangunan Desa Terpadu. Pelatihan bagi fasilitator IDT tingkat Kecamatan dilakukan oleh Pelatih tingkat Kabupaten. Peserta pelatihan tingkat Kabupaten Cirebon untuk tiap Kecamatan 4 orang terdiri dari : Kasi PMD, Kesos dan 2 orang Kepala Dinas/Instansi Kecamatan yang telah melaksanakan Pelatihan UDKP/PT.KPD.LKMD. Penyelenggaraan latihan bagi fasilitator kecamatan pada tingkat Kabupaten dilakukan oleh Kantor PMD dibantu Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Sosial dan Bagian Kesra Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon selama satu Minggu. Metode pelatihan aplikatif program yang dibantu dengan peragaan dan diskusi.

2. Pendataan KE Miskin dan Pembentukaan Pokmas Mengadakkan pendataan keluarga miskin melalui LKMD dan

Kepala Desa yang dibantu oleh pendamping, KPD dan tokoh masyarakat. Hasil pendataan tersebut dilaporkan olek Kepala Desa ditingkat Desa ke Kabupaten melalui Kecamatan masing-masing. rekapitulasi Jumlah penduduk miskin di seluruh desa tertinggal pada Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon berjumlah 162.453 jiwa ( 34,17 % ) dari Jumlah penduduk seluruh desa tertinggal. Jumlah KK miskin di desa tertinggal 33.493 KK ( 31,00 % ) dan rencana jumlah Pokmas seluruhnya 1.445 Pokmas. Prioritas Pokmas tahun anggaran 1994/95 di desa tertinggal Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon berdasarkan rencana 730 Pokmas atau 50,73 % dari jumlah Pokmas, terdiri dari 19.344 KK atau 57,75 % jumlah KK miskin, dengan Jumlah 34.674 jiwa atau sekitar 21,34 % dari Jumlah penduduk miskin desa tertinggal.

195

Page 40: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

3. Pembentukan Pendamping Program IDT Untuk kelancaran pelaksanaan program IDT, terutama dari

segi administrasi dan pemberdayaan dibentuk atau ditetapkan Pendamping dari unsur Dinas /Instansi Sektoral Kecamatan dan Tokoh Masyarakat sejumlah 208 orang melalui Surat Keputusan Camat dilokasi Kecamatan masing-masing ( 22 Kecamatan ) Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon. Selain itu, terdapat pendamping droping atau yang ditugaskan di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon yang disebar pada desa IDT dari Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen untuk ditempatkan ditingkat Desa yaitu : a). 3 orang Sarjana Pendamping Purna Waktu ( SP2W ), b). 10 orang Sarjana Penggerak Pembangunan Pendesaan ( SP3) , c). 5 orang Tenaga Kerja Muda Mandiri Profesional Sarjana ( TKPMPS) dan d). 8 orang Petugas Sosial Kemasyarakatan ( PSK ) sehingga keseluruhannya berjumlah 28 orang.

4. Struktur Desa Tertinggal di Kabupaten DT II Cirebon a. Jumlah Desa Tertinggal dan Penduduk Miskin

Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon memiliki 424 Desa yang terdiri dari 132 Desa Miskin ( 29,01 % ) dan 301 Desa Non Miskin ( 70,99 % ). Dari sejumlah 123 Desa miskin tersebut terbagi pada desa miskinyang bersifat Pedesaan 50 Desa (40, 7 % ) dan Perkotaan 73 Desa ( 59,3 % ).

TABEL IV.6 JUMLAH DESA MISKIN PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON

No. JENIS DESA DESA MISKIN TIDAK MISKINM JUMLAH

1. Perkotaan 73 66 139 2. Pedesaan 50 235 285

T o t a l 123 301 424

Sumber : Kantor Statistik Kabupaten DT II Cirebon 1995

196

Page 41: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Sebaran desa miskin terdapat pada 22 Kecamatan dari seluruh 23 kecamatan di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon. Sebaran desa tertinggal yang bersifat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya tersebar di wilayah kecamatan sebelah Timur, Tengah dan Barat Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon yaitu :

TABEL. IV. 7. DESA TERTINGGAL PERKOTAAN DAN PEDESAAN KAB. CIREBON TAHUN 1995

No. Kecamatan Jumlah Desa/Kel.Miskin •

Desa Miskin No. Kecamatan Jumlah Desa Kelurahan Pedesaan Perkotaan

1. Beber 18 1 — 1 —

2. Cirebon Selatan 13 5 - 2 3 3. Cirebon Barat 16 7 - - 7 4. Cirebon Utara 15 - - - -

5. Sumber 16 4 - - 4 6. Lemah Abang 19 2 — - 2 7. Sedong 12 1 - - 1 8. Astanaj apura 23 5 - - 5 9. Clledug 22 10 - 1 9 10. Arjawinangun 15 6 - - 6 11. Susukan 12 2 - 2 -

12. Mundu 11 7 - 4 3 13. Weru 23 11 - 2 9 14. Klangenan 18 7 - - 7 15. Palimanan 18 9 - 2 7 16. Losari 18 4 - 3 1 17. Karangsembung 22 4 - 2 2 18. Babakan 27 4 - 3 1 19. Gegesik 13 3 - 3 -

20. Kapetakan 21 4 - 2 2 21. Waled 19 12 - 11 1 22. Plumbon 29 10 - 2 8 23. Ciwaringin 15 5 — 4 1

T o t a 1 424 123 -

50 73

Sumber : Kantor Bappeda Tingkat II Cirebon Tahun 1995

197

Page 42: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Gejala terjadinya desa tertinggal perkotaan dan pedesaan karena faktor geografis, demografi, pedalaman, pantai, kritis dan terisolir termasuk desa tersebut penduduknya berpendidikan rendah akibat sebagian besar penduduknya miskin. Sedangkan Kecamatan yang memiliki banyak desa tertinggal, karena disebabkan oleh jauh pada pusat kota kecamatan, wilayah pertanian lahan kering dan nelayan seperti Kecamatan Cirebon Barat, Waled, Mundu, Ciledug, Palimanan dan Weru. Jumlah penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan pada desa tertinggal yang berada pada 123 desa di 22 Kecamatan sebanyak 162.453 jiwa ( 34,17 % ) dengan jumlah 33.493 Kepala Keluarga dari seluruh penduduk desa tertinggal di Kabupaten Cirebon. Penduduk miskin di desa tertinggal sekitar 9,8 % dari jumlah penduduk Kabupaten Cirebon sebanyak 1.651.790 jiwa. Sedangkan penduduk miskin di Jawa Barat 4,8 Juta atau 13,9 % dari keseluruhan jumlah penduduknya. Penduduk miskin di Kabupaten Cirebon lebih rendah dari Propinsi Jawa Barat termasuk di Indonesia sekitar 15,2 %. Berarti Kabupaten Cirebon memiliki penduduk miskin yang sedikit dari Kabupaten Lebak, Pandeglang dan Serang serta lainnya di Jawa Barat baik dilihat dari persentase penduduk dan jumlah desanya. Dilihat dari jumlah absolut desanya relatif tinggi karena penduduk miskin pada desa tertinggal di Kabupaten Cirebon termasuk banyak.

h.Kelompok Masyarakat Miskin 1 FofrglftfS X Dana bantuan dalam rangka program IDT untuk penduduk

miskin, setiap desa sebesar Rr. 20.000.000,- dan diberikan pada Kelompok Sasaran Masyarakat ( KSM ) yang disebut Kelompok Masyarakat C Pokmas ). Pokmas yang mendapatkan dana IDT setiap desa maksimal 20 kelompok yang terdiri dari satuan Kepala Keluarga ( KK ). Setiap kelompok masyarakat miskin terdiri maksimal 30 Kepala Keluarga. Pembentukan kelompok masyarakat miskin didasarkan pada keluarga miskin dengan menggunakan kriteria setempat dan dibahas dalam musyawarah desa melalui wadah LKMD. Pembentukkannya diprakarsai oleh Kepala Desa dengan dibantu LKMD, PKK, KPD dan para pemuka serta tokoh masyarakat

198

Page 43: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

setempat. Pendataan keluarga miskin dilaksanakan oleh Kepala Desa/ Lurah dibantu oleh unsur tersebut tadi mulai dari Tingkat RT/ RW, Dusun/Lingkungan sampai tingkat Desa dengan memperhatikan rujukan sebagai berikut:

a. Kebutuhan keluarga miskin untuk meningkatkan kesejahteraan;

b. Menghindari pembentukan yang dipaksakan; c. Kegiatan sosial ekonomi yang bersifat produktif,

pemupukan modal dan tabungan sehingga memberikan manfaat ekonomis;

d. Kelompok yang dapat dibina dan kembangkan oleh aparat desa. Mekanisme penyusunan rencana kegiatan Pokmas dilakukan

pada setiap desa tertinggal yang jumlahnya 123 desa di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon. Teknis penyusunannya melalui musyawarah kelompok yang dibantu oleh para Pendamping, KPD, Kader Teknis, Tokoh Masyarakat, PKK Desa selaku fasilitator, komunikator dan dinamisator. Jenis usaha Kelompok Masyarakat ditentukan oleh anggota kelompok yang dipimpin oleh ketua kelompok berdasarkan keahlian yang dikuasai serta memanfaatkan dan menggunakan bahan baku yang mudah didapat pada lokasi desa tertinggal. Jenis usaha yang dipilih setiap kelompok bervariasi dan dikelompokkan pada dua macam usaha yaitu : a) Usaha bersama kelompok masyarakat sasaran, dan b) usaha keluarga yang tergabung dalam kelompok.

GAMBAR.IV.2. PEMILIHAN DAN PENENTUAN USAHA KELOMPOK

199

Page 44: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Jenis kegiatan usaha yang telah dipilih anggota Pokmas atas dasar kesepakatan kelompok dituangkan dalam Daftar Usulan Kegiatan ( DUK ) yaitu DUK-1. DUK-1 merupakan perencanaan dan urutan kegiatan, termasuk penyusunan anggaran, penjadwalan, dan penanggung jawabnya. DUK-1 setelah dimusyawarahkan dalam forum musyawarah LKMD, direkapitulasi oleh Kepala Desa yang dituangkan dalam DUK-2 sebagai bahan pembahasan di tingkat Kecamatan melalui Diskusi UDKP. Kemudian setiap kegiatan usaha kelompok dituangkan dalam Daptar Isian Kegiatan Kelompok ( DIKK ) yang disyahkan oleh Camat. Setiap kelompok membuat DUK-1, DUK-2 dan Daftar Isian Kegiatan Kelompok ( DIKK ) di desanya. GAMBAR. IV.2. MEKANISME PERENCANAAN KEGIATAN PROGRAM IDT

200

Page 45: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Jumlah dan Jenis kegiatan usaha Pokmas yang dilaksanakan pada desa tertinggal dalam program IDT di Kabupaten Cirebon pada tahun anggaran 1994/1995 berjumlah 730 Pokmas dan delapan { 8 ) jenis kegiatan usaha sesuai dengan DUK-1, DUK-2 dan DIKK, dengan perincian sebagai berikut :

TABEL.IV.8. JUMLAH DAN JENIS USAHA POKMAS DESA IDT KAB. DT II CIREBON

No. Pokmas Jenis Usaha X Keterangan

1. 112 Pertanian 15,3 Sesuai dengan 2. 15 Nelayan/Perikanan 2,0 alokasi dana 3. 187 Peternakan 25,6 IDT 4. 265 Dagang/Warung 36,3 5. 75 Pengrajin/Industri Kecil 10,3 6. 18 Becak 2,5 7. 5 Bengkel/Las 0,7 8. 53 Aneka Usaha 7,3

Jmlh 730 _ 100

Sumber : Kantor PMD Kabupaten DT II Cirebon 1995 Usaha kegiatan Pokmas bergerak pada umumnya disektor

perdagangan ( 36,3 % ), peternakan < 25,6 % ), pertanian ( 15,3 % ), dan pengrajin ( 10,3 % ). Ini menunjukkan bahwa usaha kegiatan kelompok yang bersifat produktif, pemupukan modal dan pemanfaatan bahan baku setempat disesuaikan dengan kemampuan kelompoknya dari pekerjaan yang dapat menjamin kelangsungan profesinya, sehingga dari segi keterampilan terapan sesuai dengan pengembangan SDM dan usahanya sangat dibutuhkan dalam meningkatkan pendapatan angggota kelompok masyarakat.

c.Dana inpres Desa Tertinggal L IHL 1 Dana Bantuan Pembangunan Desa Tertinggal yang

selanjutnya disebut sebagai dana IDT, adalah dana bantuan yang disediakan oleh Pemerintah untuk pembiayaan Inpres Desa

201

Page 46: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Tertinggal ( IDT ) yang bersumber dari APBN terdiri dari Dana Bantuan Langsung dan Efina Bantuan Pemantauan- Dana Bantuan Langsung secara umum disediakan dengan tujuan untuk digunakan sebagai modal kerja bagi penduduk miskin dalam rangka membangun dan mengembangkan kemampuan dirinya sehingga dapat mempercepat upaya pengurangan jumlah penduduk miskin desa tertinggal. Secara khusus, Dana Bantuan Langsung bertujuan untuk: 1. Membuka peluang bagi penduduk miskin di desa tertinggal

agar dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan cara menciptakan dan memperluas lapangan kerja produktif melalui peningkatan berbagai kegiatan pembangunan di desa-desa tertinggal.

2. Mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan kondisi sosial ekonomi penduduk miskin yang bermukim di desa/kelurahan tertinggal. Sedangkan dana Bantuan Operasional Pemantauan ( BOP ),

bertujuan untuk mendukung kelancaran tugas para pelaksana program peningkatan penanggulangan kemiskinan di setiap tingkatan pemerintahan. Secara khusus, Dana BOP ditujukan untuk kegiatan : 1. Memadukan secara optimal gerak langkah semua Instansi dan

lembaga pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan. 2. Menurunkan kewenangan pembuatan keputusan perencanaan dan

pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan kepada aparat pemerintah di daerah.

3. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan yang serasi dalam program penanggulangan kemiskinan baik sektoral maupun regional.

4. Meningkatkan kegiatan, monitoring, evaluasi, pelaporan, pembinaan dan administrasi Program penanggulangan kemiskinan disemua tingkatan pemerintahan. Besarnya dana IDT atau Dana Bantuan Langsung yang

dialokasikan bagi penduduk miskin untuk setiap desa tertinggal Rp. 20.000.000 ,-. Dana BOP merupakan dana bantuan yang dialokasikan kepada Pemerintah Propinsi Dati I, Kabupaten / Kotamadya Dati II, dan Kecamatan serta Desa / Kelurahan

202

Page 47: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

tertinggal. Besarnya jumlah Dana BOP untuk masing-masing tingkatan pemerintahan adalah : 1. Propinsi Dati I : Rp. 20.000 x Jumlah Desa / Kelurahan

Tertinggal. 2. Kabupaten/Kotamadya DT II : Rp. 100.000 x Jumlah Desa

/ Kelurahan Tertinggal. 3. Kecamatan : Rp.500.000,- x jumlah Desa/ Kelurahan

Tertinggal. 4. Desa/Kelurahan : Rp. 600.000,- per Desa/Kelurahan

Tertinggal. Dana Bantuan Langsung Pembangunan Desa Tertinggal

disalurkan kepada kelompok melalui Bank atau Lembaga Keuangan lainnya yang ditunjuk Pemerintah. Dana bantuan Pokmas diberikan sebagai modal kerja disertai pembimbingan dan pendampingan, kemudian disalurkan kepada anggota Pokmas secara bertahap sesuai dengan rencana kerja yang telah diketahui oleh Kepala Desa/Kelurahan dan disyahkan oleh Camat. Dana bantuan Pokmas dicatat dalam Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa ( APPKD ) sebagai " Transito Jumlah Kelompok Masyarakat dan Dana Bantuan Inpres Desa Tertinggal pada desa tertinggal tahun anggaran 1994/95 di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon adalah sebagai berikut :

TABEL.IV.9. JUMLAH POKMAS DAN BANTUAN IDT KAB. DT II CIREBON TAHUN 1995

No. Kecamatan Desa IDT Pokmas Alokasi Dana

1. 22 123 730 2.460.000.000

Sumber : diolah dari Kantor PMD Kabupaten Cirebon Tahun 1995 Sedangkan jumlah Bantuan Dana Operasional program IDT

untuk tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa dari sejumlah 123 desa tertinggal di Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut :

203

Page 48: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL.IV.10.

DANA BOP PROGRAM IDT KABUPATEN CIREBON TAHUN 1994/1995

No BOP Tingkat Jumlah Desa Per—Desa Jumlah Dana

1 Kabupaten 123 Rp. 100.000 Rp. 12.300.000 2. Kecamatan 123 Rp. 500.000 Rp. 61.500.000 3. Desa 123 Rp. 600.000 Rp. 73.800.000

J u m l a h 123 - Rp.147.600.000

Sumber : diolah dari Kantor PMD Kabupaten Cirebon Tahun 1995. Secara keseluruhan dana IDT baik untuk Dana Bantuan

Langsung Pokmas ( 730 Pokmas ) terhadap 123 desa tertingal sebanyak Rp. 2.460.000.000,- dan Dana Bantuan Operasional Pemantauan untuk tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa sebanyak Rp. 147.600.000,- , sehingga berjumlah Rp. 2.607.600.000,-. Hal ini berarti suatu jumlah dana yang sangat besar untuk satu tahun anggaran yang diharapkan dapat berkembang melalui pemupukan modal serta pengguliran dana bagi kelompok lainnya. Dana bantuan langsung bagi Pokmas pada desa tertinggal tersebut, sangat bermanfaat dan berguna bagi kegiatan usaha permodalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan kelompok masing-masing dan telah disyahkan oleh pejabat di tingkat desa maupun kecamatan.

Rician jumlah alokasi dan penggunaan dana pada setiap kecamatan sangan dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah desa IDT. Oleh karena itu, jumlah alokasi dana sesuai dengan Jumlah Pokmas pada desa IDT baik untuk Dana Bantuan Langsung maupun dan BOP tingkat Kecamatan dan Desa yang digunakan baik usaha Kelompok Masyarakat maupun kegiatan pemantauan bagi tingkat pemerintahan kecamatan maupun desa adalah sebagai berikut :

204

Page 49: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL. IV. 11. ALOKASI DANA BANTUAN LANGSUNG DAN BOP TINGKAT KECAMATAN

KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON TAHUN 1994/95 C Rp. Ribuan)

No. Kecamatan Jumlah Pokmas Jumlah Jumlah Jumlah Desa IDT Bant.IDT BOP Desa BOP Kec.

1- Beber 1 6 20.000 600 500 2. Cirebon Selat an 5 31 100.000 3.000 2.500 3. Cirebon Barat 7 57 140.000 4.200 3.500 4. Sumber 4 29 80.000 2.400 2.000 5. Lemahabang 2 10 40.000 1.200 1.000 6. Sedong 1 4 20.000 600 500 7. Astanaj apura 5 25 100.000 3.000 2.500 8. Ciledug 10 75 200.000 6.000 5.000 9. ArJawinangun 6 30 120.000 3.600 3.000 10. Susukan 2 9 40.000 1.200 1.000 11. Mundu 7 64 140.000 4.200 3.500 12. Weru 11 70 220.000 6.600 5.500 13. Klangenan 7 44 140.000 4.200 3.500 14. Palimanan 9 30 180.000 5.400 4.500 15. Losari 4 20 80.000 2.400 2.000 16. Karangsembung 4 14 80.000 2.400 2.000 17. Babakan 4 17 80.000 2.400 2.000 18. Gegesik 3 13 60.000 1.800 1.500 19. Kapetakan 4 20 80.000 2.400 2.000 20. Waled 12 70 240.000 7.200 6.000 21. Plumbon 10 62 200.000 6.000 5.000 22. Ciwaringin 5 30 100.000 3.000 2.500

J u n 1 a h 123 730 2.460.000 73.800 61.500

Sumber : diolah dari data Kantor PMD Kabupaten Cirebon Kecamatan Waled, Weru, Ciledug, dan Plumbon memperoleh

Dana Bantuan IDT dan Bantuan Operasional Pemantauan untuk tingkat desa dan Kecamatan yang paling besar bila dibandingkan

205

Page 50: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

dengan kecamatan lainnya. Disebabkan karena Jumlah desa IDT di Kecamatan tersebut jumlahnya cukup besar lebih dari 10 desa.

B. Analisis Data Diekriptlf

1. Format Program Desa Tertinggal Lokasi Penelitian a. Jumlah Penduduk £an Penduduk Miskin

Berdasarkan metodologi penelitian, ditetapkan empat desa lokasi penelitian desa tertinggal. Penentuan keempat lokasi desa tertinggal atas dasar sampel kewilayahan yang bercirikan bentuk, Jarak jenis dan sifat desa IDT yang mempenngaruhi terhadap keberadaan. Program IDT pada 4 desa tertinggal lokasi penelitian berada pada desa pantai, pegunungan, pedalaman dan dataran rendah yang terdiri dari sifat pedesaan 3 desa yaitu Desa Cilengkrang Girang, Desa Bungko Lor dan Desa Cipinang sedangkan yang bersifat perkotaan satu desa yaitu Desa gamel. Pada umumnya keempat desa tersebut, mempunyai penduduk padat, jauh pada pusat kota, sarana dan prasarana sosial ekonomi terbatas, potensi wilayah pertanian lahan kering, pendidikan umumnya Sekolah Dasar dan tidak sekolah, maupun daya dukung lingkungannya kurang menguntungkan sehingga membawa konsekuensi pada persentase penduduk miskin yang banyak.

TABEL. IV. 12. PERSENTASE PENDUDUK MISKIN PADA DESA PENELITIAN

DI KABUPATEN CIREBON

No. Kecamatan Desa Jml Penduduk Jml Pend.Miskin X

1. Beber Cipinang 2.281 1.544 67,69 2. Waled Cilengkrang 2.112 1.112 52,65 3. Kapetakan Bungko 3.406 1.664 4«,85 4. Weru Gamel 3.519 715 20,32

Total 11.318 50.35 X 44,43

Sumber : Diolah dari data skunder penelitian tahun 1995

206

Page 51: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Pada desa tertinggal Cipinang, Cilengkrang Girang dan Bungko mempunyai penduduk miskin lebih dari setengah Jumlah penduduk desa dan desa Gamel di bawah seperempat Jumlah penduduk. Rata-rata Jumlah penduduk miskin pada desa tertinggal sejumlah 123 desa maka rata-rata 34,17 %. Sedangkan pada lokasi sampel rata-rata 44,49 % penduduk miskin, keadaan ini menunjukan bahwa rata-rata penduduk miskin pada lokasi sampel lebih banyak dibandingkan dengan penduduk miskin pada desa tertinggal lainnya di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon.

b.Penduduk Miskin, Pokmas dan Kepala Keluarga Desa XDT Faktor penentu kemiskinan, selain faktor ekonomi,

politik, geografis dan lingkujqgan„ . Juga faktor demografi ( keluarga ) sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesehatan dan pendidikannya. Penentuan bantuan IDT pada penduduk miskin, maka Jumlah Kepala Keluarga ( KK ) memberikan kontribusi penetapan anggota Pokmas desa tertinggal- Terdapat relevansi antara Jumlah penduduk miskin dengan Pokmas dan Kepala Keluarga penduduk miskin pada desa tertinggal sebagai kelompok sasaran masyarakat baik pada 123 desa tertinggal maupun pada desa Cilengkrang Girang, Cipinang, Bungko dan Gamel.

TABEL.IV.13. PENDUDUK MISKIN, POKMAS DAN KK DESA IDT LOKASI PENELITIAN

No. Desa Pdk Miskin KSM Jumlah Kefcera-

Jumlah KK Pokmas KK Jiwa Usahfl

1. Cipinang 1.544 317 6 122 584 7 Sangat Msfe 2. Bungko 1.664 431 5 150 749 9 sda 3. Gamel 715 180 5 150 561 5 sda 4. Cilengkrang 1.112 387 7 160 447 5 Tidak Msk

T o t a 1 5.035 1.315 23 582 2.341 26 _

Sumber : diolah dari data skumder penelitian Tahun 1995

206

Page 52: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Jumlah penduduk pada desa tertinggal lokasi penelitian adalah 11-318 Jiwa dengan j u m l a h 2589 Kepala Keluarga ( KK ) atau dengan perkataan lain perbandingannya setiap KK memiliki 4 orang jiwa. Jumlah penduduk miskin pada desa tertinggal lokasi penelitian adalah 5.035 dengan jumlah 1.315 KK atau setiap KK mempunyai 4 orang jiwa. Rata-rata anggota Kepala Keluarga pada penduduk desa tertinggal maupun pada penduduk miskin sekitar 4 orang yang terdiri dari Ayah, Ibu dan 3 orang anak. Tetapi di lihat dari program Kesejahteraan Keluarga, rata-rata tersebut melebihi satu orang anak. Ditinjau dari jumlah penduduk miskin yang tergabung dalam Pokmas untuk tahun pertama program IDT sebanyak 582 KK atau sejumlah 2.341 jiwa penduduk dengan jumlah 23 Pokmas. Ternyata bila dihubungkan dengan jumlah penduduk miskin pada desa tertinggal tersebut untuk KK sekitarnya 46,5 %. Lebih besar dari KK secara keseluruhan pada desa tertinggal di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, karena hanya 31,08 %. Ini menunjukkan bahwa KK pada desa lokasi penelitian mempunyai KK lebih besar dari desa lainnya akibat dari jumlah penduduk miskinnya paling banyak.

c. Usaha Kelompok Masyarakat Miskin Desa tertinggal Kelompok masyarakat C Pokmas ) sebagai sasaran program

IDT pada lokasi penelitian di 4 desa berjumlah 23 Pokmas atau rata-rata setiap desa 6 Pokmas. Sama dengan rata-rata Pokmas seluruh desa tertinggal di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, karena Jumlahnya 730 Pokmas dari 123 desa tertinggal. Rata-rata Pokmas terdiri dari 25 Kepala Keluarga dan melakukan kegiatan satu jenis usaha Pokmas. Dilihat dari kegiatan usaha Pokmas pada seluruh desa tertinggal sejumlah 7 3® Pokmas meliputi kegiatan pada sektor pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan, industri kecil/pengrajin, beca, bengkel dan aneka usaha. Sedangkan Jenis usaha sejumlah 23 Pokmas pada desa tertinggal lokasi penelitian dengan memperhatikan usaha keluarga, keterampilan dan bahan baku yang tersedia di desanya. Pokmas melakukan kegiatan jenis usaha pada sektor perikanan, peternakan, perdagangan, industri kecil, pengrajin dan becak.

207

Page 53: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Hal ini disesuaikan dengan karakteristik dan potensi desa serta kegiatan usaha yang dikembangkan oleh setiap anggota Pokmas. Di desa Bungko yang berada pada wilayah pantai, kelompoknya lebih diarahkan atau difokuskan pada usaha dibidang perikanan dalam mendukung pembuatan alat dan hasil laut baik ikan maupun terasi serta pengawetannya. Begitupula pada desa tertinggal Gamel yang diklasifikasikan desa industri perkotaan lebih diarahkan pada usaha kelompok pengrajin atau industri rumah berupa mebel dan batik.

TABEL.IV.14. JENIS USAHA POKMAS PADA DESA TERTINGGAL LOKASI PENELITIAN

No. Desa Jumlah Jumlah Jenis Usaha Jumlah Jumlah Ban-Pokmas KK Usaha tuan (Rp)

1. Cipinang 6 122 -Pemb.Kr.Ayam 2 Unit 4.000.000 -Jual Es 2 Unit 4.000.000 -Dagang/Warung 1 Unit 5.800.000 -Dagang Eceran 1 Unit 6.200.000

2. Cilengkrang 7 160 -Terk. Domba 106 ekor 6.250.000 Girang -Warung 6 Unit 10.350.000

-Penarik Beca 5 Unit 3.400.000 3. Bungko 5 150 -Buat Jaring 2 Unit 8.000.000

-Buat Anco 1 Unit 3.380.000 -Buat Gesek 1 Unit 1.690.000 -Buat Terasi 1 Unit 3.272.200 -Dagang Ikan 1 Unit 1.690.000 -Warung 3 Unit 1.867.800

4. Gamel 5 150 -Pengr. Mabel 30 KK 9.500.000 -Pengr. Batik 30 KK 6-000.000 -Warung 90 KK 4.500.000

J u m 1 a h 23 582 80.000.000

Sumber : diolah dari data skunder lokasi penelitian Tahun 1995

208

Page 54: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Usaha dari 23 Pokmas bervariasi yang secara keseluruhan meliputi 26 jenis usaha, dimana usaha industri rumah tangga paling dominan pada lokasi desa tertinggal baik desa Cipinang, Bungko dan Gamel. Dihubungkan antara usaha Pokmas dan Dana Bantuan IDT untuk Pokmas, ternyata usaha industri kecil sebagai bentuk usaha industr i rumah tangga yang menggunakan keterampilan dan bahan baku yang tersedia, bantuan modalnya cukup besarnya seperti pembuatan jaring/jala ikan, pengrajin mebel dan batik.

d.Susunan Kepengurusan Pokmas Pokmas yang sudah dibentuk sebanyak 23 kelompok pada desa

sampel lokasi penelitian dan pada umumnya 730 di 123 desa tertinggal dibentuk kepengurusan yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan anggota. Tujuannya agar Pokmas dalam melakukan usaha kegiatan sosial ekonomi kelompoknya mengembangkan prinsip kebersamaan, kegotong royongan dan keswadayaan dengan bantuan bimbingan dan permodalan dari pemerintah baik melalui Pokjanal, Pokja, fasilitator maupun pendampingan yang dtugaskan oleh pemerintah. Dalam pembentukan Pokmas, sekaligus ditetapkan nama dan kepengurusannya pertama-tama diberikan penjelasan, dan diprakarsai oleh Kepala Desa yang dibantu oleh LKMD, PKK, Kader Pembanguan Desa, Pemuka dan Tokoh Masyarakat desa maupun Pendamping dan Fasilitator.

Pembentukkan Pokmas sejumlah 23 kelompok, ternyata minimal mempunyai 20 anggota dan maksimal 30 Kepala Keluarga seperti di Desa Cipinang hanya terdiri dari 6 Pokmas dengan Jumlah anggota 122 Kepala Keluarga, sehingga rata-rata 20 anggota Kepala Keluarga. Sedangkan untuk desa Gamel dan Bungko, baik Pokmas maupun anggota Kepala Keluarga yang kesemuanya berjumlah 5 Pokmas dan 150 Kepala Keluarga, sehingga setiap Pokmas mempunyai rata-rata 30 anggota Kepala Keluarga. Kepengurusan Pokmas dipilih dari anggota yang memiliki kemampuan organisasi, manajemen, pengetahuan keterampilan dan berjiwa keterbukaan serta motivasi tinggi dalam memajukan kelompoknya baik dari segi administratif, demokratis dan

209

Page 55: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

ekonomis dalam memanfaatkan dan mengembangkan dana IDT melalui Keputusan Kepala Desa untuk menetapkan Ketua, Sekretaris, dan Bendahara Pokmas.

TABEL.IV.15. NAMA-NAMA KELOMPOK PADA DESA TERTINGGAL LOKASI PENELITIAN

No Desa Pokmas Pokmas Pokmas Pokmas Pokmas Pokmas Pokmas I II III IV V VI VII

1 Bungko Widya Sri Tunggal Tri Fajar — —

Karya Karya Karya sakti Bakti 2 Cipi-nang

Mawar Dahlia Melati Mata-hari

Cempaka Delima —

3 Gamel Melati Mawar Anggrek Nusa Indah

Mataha-ri

4 .Cileng - Serba- Serba- Laksana Laksa- Laksana Sejah- Sejah-krang -neka I neka I na II III tera I terall Girang II |

Sumber : KSM Desa IDT Lokasi Penelitian Tahun 1995 Berdasarkan Keputusan Kepala Desa masing desa

tertinggal ditetapkan Pokmas disertai dengan : Nama Pokmas, Nama Pengurus dan Anggota, Umur, Jumlah KK, Jenis Usaha, Jumlah Dana dan Keterangan. Sebagai contoh format Pokmas Nusa Indah pada desa Gamel Kecamatan Weru adalah sebagai berikut. Kesemuanya itu, ditujukan untuk tertib administrasi program yang secara struktural melalui tanggung jawabnya, mulai dari anggota dan pengurus Pokmas sampai Kepala Desa maupun Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten melalui Rekapitulasi Program IDT di wilayahnya masing-masing.

210

Page 56: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL. IV.16 POKMAS NUSA INDAH DESA IDT GAMEL TAHUN 1994/95

No .Nama KK Umur Pekerjaai . Jumlah Jenis Usaha Jumlah Ketera-(Th Angg.Kel Dana(Rp!

1 .Mastiri 40 Peng.Btk 5 orang Ind.Kecil 200.000 Ketua 2 .Rundawi 53 sda 7 orang sda 200.000 Seks. 3 Suah 26 sda 2 orang sda 200.000 Bend. 4 Sarjum 47 sda 1 orang sda 200.000 Angg. 30 Dariah 39 sda 4 orang sda 200.000 sda

Jumlah - - LOB orang Rp. 6 .000.000 -

Sumber : Pokmas Nusa Indah Desa Gamel Tahun 1995 Untuk lebih Jelasnya, gambaran kepengurusan masing-masing

Pokmas pada desa tertinggal yang mendapatkan dana bantuan program IDT dalam rangka pengentasan kemiskinan adalah sebagai berikut :

GAMBAR.IV.4. SUSUNAN KEPENGURUSAN POKMAS

Sumber : Kantor Desa Gamel Tahun 1995

211

Page 57: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

e.Pendamping Dalam rangka mencapai tingkat perkembangan dan

efektivitas kelompok dari segi manajemen dan organisasinya untuk mengembangkan administrasi, pemberdayaan, keterbukaan, kerjasama, sikap demokratis-partisipatif kegiatan usaha kelompok maka dibantu oleh Pendamping yang bertugas membina baik selaku fasilitator, komunikator maupun dinamisator. Lingkup pembinaan dan pengembangannya yang dilakukan Pendamping berupaya peningkatan kualitas SDM anggota dan pengurus Pokmas, peningkatan kemampuan penyelenggaraan kelompok dan peningkatan usaha anggota. Dalam pembimbingan kepada Pokmas selain dilakukan oleh Pokj anal Kabupaten dan Kecamatan serta Pokja Desa, secara teknis operasional dilakukan oleh Pendamping secara khusus dari Kader Teknis Instansi/Dinas pemerintahan tingkat Kecamatan seperti dari Instansi Pertanian, Perikanan, Dikbud dan lain sebagainya untuk membina Pokmas di satu desa tertinggal.

Bahkan untuk lebih efektif dan efisien Pokmas dalam rangka dinamisasi kegiatannya, terdapat juga Pendamping dari Sarjana Pendamping Purna Waktu { SP2W ), Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan ( SP3), dan Tenaga Kerja Muda Mandiri Profesional Sarjana ( TKPMPS ) dan Penggerak Sosial Kemasyarakatan ( PSK ) dari Departemen Teknis jumlahnya 28 orang untuk 123 Desa IDT Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon yang bekerjasama dengan pendamping lainnya termasuk dengan pendamping dari masyarakat sendiri.

Para Pendamping dari Departemen Teknis mempunyai wilayah kerja pembinaan meliputi beberapa desa tertinggal, tetapi berdomisili di desa tertinggal tertentu. Seperti untuk Pendamping TKPMPS di Desa Cilengkrang, Tonjong dan Tanjung Anom berdomisili di Desa Tanjung Anom. Rata-rata Pendamping tersebut mempunyai 3 atau 4 wilayah kerja desa tertinggal yang diberi bantuan honorarium dari Pemerintah.

212

Page 58: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL.IV.17. PENETAPAN PENDAMPING DI DESA TERTINGGAL LOKASI PENELITIAN

No. Desa /Kec. Pendamping Kader Kenis

Pendamping Droping

1. Cilengkrang -Karju HS Drs. Liza Lisdiana Girang/Waled KCD Pertanian Kec. Drs.Hari Daryanto

-Mahpud AR ( TKPMPS ) PP1 Pertanian Kec.

2. Gamel/Weru -Dadang Suptandar PSK Mawil Hansip Kec.

3. Bungko/Kapeta -Dahiim, Sukarminto PSK kan dan R.Delap Ha-

napiah Dikbud Kec. 4. Cipinang/Be- Drs Akda PSK

ber KUD Kec.

Sumber : Kantor PMD Kabupaten Cirebon Tahun 1995 Beberapa upaya yang dilakukan Pendamping pada desa

tertinggal dalam pembinaan dan pemberdayaan Pokmas melalui pase adaptasi, integrasi dan koordinasi, aplikasi, dan evaluasi program IDT di wilayah kerjanya. Namun demikian, faktor kultural dan lingkungan sangat mempengaruhi terhadap dinamika proses pembimbingan administratif, pembinaan demokratis-partisipatif, dan pembelajaran sosial berupa pengetahuan dan keterampilan terhadap anggota Pokmas baik secara individual maupun secara kelompok. Faktor budaya mempunyai relevansinya dengan kendala dan peluang bahasa, tradisi, adat istiadat maupun cara berpikir yang masih kental terhadap proses penerimaan nilai, gagasan, dan inovasi baru yang diemban oleh para Pendamping kepada anggota Pokmas. Ini menyangkut kemampuan pendekatan dan metode para Pendamping untuk memahami, mendekati, mempengaruhi dan mensosialisasikan program sesuai dengan tarap dan kemampuan anggota Pokmas bersifat dialogis, komunikatif dan keterbukaan.

213

Page 59: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Pendekatan yang dilakukan para Pendamping bukan atas dasar struktural, kekuasaan maupun instruksional program yang bersifat internal untuk menumbuhkan partisipasi, kebersamaa, keswadayaan, kewiraswastaan serta keterampilan kelompok , tetapi seharusnya lebih menitik beratkan pada pendekatan yang bersifat internal dan ekternal. Pendekatan yang bersifat internal dan ekternal dengan memperhatikan faktor individual anggota kelompok miskin dengan berbagai potensi, peluang dan kelemahannya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungannya.

Nampaknya pendekatan pembinaan yang dilakukan para Pendamping harus berorientasi pada paradigma baru untuk merubah sosio-kultural masyarakat miskin dengan cara memahami tingkat kebutuhan individu dan masyarakat miskin dalam kemandiriannya. Paradigma baru tersebut, tentunya bersifat pembinaan yang fleksibel, mempunyai jaringan yang terpadu, mengembangkan team work, pemberdayaan dan pemberiaan keleluasaan ( otonomi ) untuk berkembang Pokmas sesuai dengan potensinya yang selaras dengan kondisi lingkungannya.

2. Profil Kemiskinan Anggota Pokmas Profil kemiskinan anggota Pokmas mempunyai kesesuaian,

keterhubungan dan kontekstual terhadap individual penduduk miskin desa tertinggal. Untuk keperluan tersebut, maka kemiskinan anggota Pokmas dapat ditinjau dari faktor internal sumber daya manusianya maupun faktor eksternal sumber daya alam serta lingkungannya yang saling pengaruh mempengaruhi.

a. Faktor Internal kemiskinan Anggota Pokmas Pengaruh faktor internal kemiskinan anggota Pokmas

secara umum mempunyai relevansi terhadap sumber daya manusianya dari tingkat pendidikan dan status sosial ekonominya yang terbatas. Dengan kata lain, kualitas sumber daya manusia yang ditandai rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, sulitnya kesempatan kerja, rendahnya produktivitas kerja, terbatasnya permodalan, kurangnya pemanfaatan teknologi

214

Page 60: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

.kurangnya pemanfaatan teknologi tepat guna, rendahnya tingkat kesehatan, kurang memanfaatkan kelembagaan sosial ekonomi maupun terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.

Dari sejumlah 23 Pokmas yang meliputi 582 anggota pada empat desa tertinggal lokasi penelitian ditemui 30 orang anggota Pokmas untuk mengungkap pengaruh kemiskinannya. Ketiga puluh anggota Pokmas miskin tersebut, ditelaah makna faktor penyebab kemiskinan secara internal dan eksternal, kemudian dikaitkan dengan status dan peranannya dalam pelaksanaan program IDT. Untuk mengetahui profil kemiskinan yang berkenaan dengan karakteristik pengaruh faktor internal dari ketiga puluh ( 30 ) Responden tersebut sebagai berikut :

TABEL. IV.18 KARAKTERISTIK KEMISKINAN ANGGOTA POKMAS ( N=30)

No. Variabel Indikator Jumlah Keterangan

1. Jenis Kelamin laki-laki 28 Suami/isteri Perempuan 2 meninggal/cerai

2. Umur > 30 Tahun 0 31 - 40 Th 3 41 - 50 Th 6 51 - 60 Th 21 61 < Tahun 0

3. Pendidikan Tdk Tamat SD 7 Umumnya tdk mem-Tamat SD 20 punyai keteram -SLTP 2 pilan SLTA 1

4. Agama Islam 30 Non Islam 0

5. Pekerjaan/Usaha Pengrajin 11 Berdagang 10 Penarik Beca 2 Petani/Peterm ik 3 Nelayan 4

215

Page 61: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

t

6. Keluarga 1 - 3 2 diantaranya ada mem-4 - 6 18 bantu orang tua dan 7 - 8 10 sudah keluarga

7. Pendapatan > Rp. 2000 6 Rp2001-Rp3000 8 Rp3001-Rp4000 10 Rp4001-Rp5000 4 Rp5001—Rp6000 2 < Rp.6.000 0

8. Modal Usaha Modal Sendiri 14 umumnya modal sendi-Pinjaman Orang 12 ri ditambah dari lu-Kredit Bank 0 ar Bantuan Pemerin - 4 tah diluar IDT

Sumber : Diolah dari Has ih Pedoman Kuesioner dan Wawancara Penelitian Tahun 1995

Terbentuknya kemiskinan mereka pada umumnya mempunyai relevansi dengan landasan historis dan geograis yang bersumber dari pengaruh sosial budaya secara alamlah dan struktural serta melembaganya hubungan " pattern and cllen " akibat warisan nilai-nilai kerajaan dan kolonialisme. Keberadaan penduduk miskin atau orang miskin dilihat dari pengelompokkan demografis di Cirebon mengakses pada pemilikan tanah " «ilmp dan tanekon^ Atau kuren " ( tanah sawah hak milik, kebun dan pekarangan ). Pemilikan tanah sikep mempunyai status sosial yang lebih tinggi dan tangkong yang sifatnya turun temurun yang berdampak pada status ekonomi atas hasilnya.

Perkembangan ekonomi kolonial mendesak kehidupan desa-desa sehingga banyak yang memiliki sikep untuk disewakan atau dijual kepada kolonial atau yang kaya untuk perkebunan tebu atau sawah, sehingga diantaranya Jatuh miskin. Timbul komposisi penduduk desa yaitu pemilikan tanah petani kaya, petani

216

Page 62: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

penggarap dan buruh tani. Pergeseran pemilikan tanah berakibat pada terbentuknya stratifikasi sosio-kultural masyarakat berdasarkan tingkat kekayaan yang dimiliki terutama bersumber dari tanah, perdagangan dan pegawai dan buruh tani serta buruh lainnya. Kekayaan yang menentukan stratifikasi sosial ekonomi selain tanah, rumah, kebun dan pekarangan berkembang menjadi pemilikan perhiasan, peliharaan binatang, perabot rumah, pakaian, toko atau warung, alat transportasi atau kendaraan, perusahaan dan lain sebagainya.

Terjadi klasifikasi atau strata sosial yang berbentuk piramidal yaitu kelompok kaya yang Jumlahnya sedikit, kelompok menengah yang kekayaan tidak menonjol dan tidak miskin cukup banyak serta kelompok miskin yang paling banyak. Penduduk kelompok kaya disebut " -inlma beunghar atau SPUfilh Al&U wong migih .lawa Cirebon JL " dan kelompok penduduk miskin disebut ,1alma malarat atau ̂ alma miskin atau .inlmn leutik fltau ypng ik X. r1awa Cjrebon ", sedangkan kelompok menengah disebut " -ialrna railnip

Kemiskinan kultural secara turun temurun menjadi fokus untuk ditelaah secara kontektual pengaruh internal sumberdaya manusianya tercermin pada tabel di atas. Dilihat dari faktor fisik demografis, karakteristik penduduk miskin yang berjumlah 30 orang anggota Pokmas dengan usaha pengrajin, pedagang, buruh petani, nelayan dan penarik beca dari Jenis kelamin pada umumnya laki-laki dan sebagian kecil perempuan. Ini menunjukkan laki-laki mempunyai tanggung Jawab keluarga yang efektif terhadap kehidupan keluarga penduduk miskin, dan bukan berarti perempuan tidak bertanggung Jawab melainkan bersama-sama untuk membantu suaminya tetapi tidak dominan, terutama bagi suaminya sudah tidak ada maka perempuan sangat memikul beban kehidupan keluarganya.

Keadaan umur penduduk miskin yang bertanggung Jawab pada * keluarganya, maka anggota Pokmas kebanyakan berumur 51 ke atas, suatu usia yang sudah tidak mempunyai produktifitas tinggi dan menerima keadaan yang pasrah atau tidak berdaya, sehingga keberadaan anak-anaknya sangat membantu kehidupan orang tuanya

217

Page 63: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

baik yang sudah bekerja dan bekeluarga maupun yang belum keluarga. Mereka dalam bidang pekerjaannya, bergerak dalam bidang pertanian selaku buruh tani atau petani penggarap/kecil yang bersifat " maro " pada tuan tanah. Begitu pula mereka yang pekerjaannya selaku neyalan memanfaatkan " perahu " milik orang kaya yang disebut " saudagar ", termasuk juga penarik beca kebanyakan bukan milik sendiri tetapi menyewa dari orang lain.

Faktor kultural kemiskinan anggota Pokmas dari segi ekonomi, yang ditandai oleh keadaan usia sudah tidak produktif bahkan tingkat kemampuan kognisi, afeksi dan aksiologi atau pendidikan dan keterampilannya sangat lemah. Sebagian besar mereka tidak tamat SD dan hanya tamat SD ( 27 orang ). Ditambah dengan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan teknis yang dibutuhkan petani penggarap, pegangan kecil dan pengrajin belum mengenal dan memanfaatkan " teknologi tepatgima ", terlebih-lebih teknologi tepat guna yang mengandung unsur agrobisnis maupun agrolnduBtri yang mendukung pekerjaannya. Mereka pada umumnya tidak mempunyai pekerjaan pokok yang menjadi andalannya dan pekerjaannya bersifat tidak menetap atau mus iman, yang menyebabkan ke tidak pastian dalam fokus pekerjaaan.

Variasi pekerjaan berdampak pada penumbuhan keterampilan teknis, etos kerja maupun kreativitas kerja yang mandiri. Kuatnya pengaruh kepercayaan agama tradisional yang sangat dominan yang berhubungan dengan pandangan mereka terhadap T»jgdH ditangan Tuhan " atau " kumaha fiiigke " menunjukkan pola hidup pasrah, orientasi pendapatan yang konsumtif dan tidak mempunyai motivasi hidup yang bersifat produktif. Hal Ini berakibat pada tingkat pendapatan mereka pada umumnya antara Rp. 2.000,- sampai dengan Rp. 5.000,- suatu keadaan berada di bawah Umpah Minimum Regf®®al( UMR ) yang berlaku diwilayahnya dan diutamakan penggunaannya untuk kehidupan konsumtif daripada kepentingan lnvestif.

Pandangan keberadaan dan kelangsungan hidup keturunannya yang lebih baik, lebih melembaga pada sikap tradisional yaitu "

218

Page 64: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

nasib jiaii keberuntungan ", keadaan ini sangat ditentukan oleh faktor luar dan supranatural. Pemikiran hidup ditentukan salah satu faktor determinannya adalah kualitas SDM, pemikiran mereka terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan kurang mempunyai kesadaran tinggi, sehingga kurang motivasi untuk pemanfaatan lembaga-lembaga ekonomi dan sosial dipedesaan dalam rangka partisipasi dalam proses pembangunan dan mereka lebih mengharapkan bantuan pemerintah maupun pihak lainnya dalam kelangsungan hidup keluarganya. Adanya kecenderungan sikap dan tingkah laku yang apatis dan menerima keadaan yang ada sulit untuk merubah diri sehingga kemauan untuk maju sangat terbatas.

Bari segi sosiologis, interaksi dan gerak sosial mereka sangat terbatas dalam memanfaatan lembaga-lembaga sosial baik yang tradisional maupun lembaga pemerintahan desa. Interaksi sosial ekonomi lebih bersifat individual dan lebih mengutamakan pada lapisan sosial horizontal, atau keluarga dan tetangga terdekat sehingga terjadi alinasi kehidupannya. Interaksi sosialnya lebih menekankan pada sosial ekonomi dan agama, terutama yang lebih menguntungkan pada kehidupan ekonomi dan ketagwaan agamanya. Dalam Ikatan sosial, jaringan dan integrasi sosial masih dipengaruhi oleh keadaan latar belakang ekonomi mereka, sehingga terjadi adanya " pel api, pan sosial" dari orang kaya, menengah dan miskin, sehingga orang miskin dengan sebutan" mm»«a nalma lentik " mempengaruhi makna dan orientasi dalam berbagai aspek kehidupannya ( apatis dan apologis ).

b. Pengaruh Faktor Kemi Hkinan Anggota Pokmfm Pengaruh faktor eksternal kemiskinan anggota Pokmas

ditentukan oleh faktor sumberdaya alam dan lingkungannya berupa kondisi geografis, keadaan sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budayanya. Pada dasarnya, faktor ekonomi merupakan penentu dalam kehidupan penduduk miskin dan derajat kemiskinan diukur dari kemampuan ekonomnya. Ditinjau dari sudut pandang faktor ekonomi, ternyata makna kehidupan anggota Pokmas sangat ditentukan dari kesediaan lapangan pekerjaan, terbukanya kesempatan berusaha, dan penyaluran bantuan permodalan

219

Page 65: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

permodalan, sarana dan prasarana ekonomi yang menunj ang, pemerataan kesematapan berusaha dalam proses pembangunan, pelayanan sosial yang merata maupun pembinaan pemerintah yang intensif dalam segala bidang sehingga mempunyai dampak terhadap ikut serta dalam proses pembangunan guna meningkatan SDM dan pendapatannya.

Faktor geografis yang terisolasi dan kurang didukung sumber daya alam serta bahan baku yang langka atau terbatas memberi warna terhadap keengganan mereka untuk usaha dalam pemupukan permodalan dananya melalui mengelola tanah pertanian sawah, peternakan maupun perkebunan dalam penggunaan dana IDT. Dari segi manfaat hasilnya, sangat kurang menguntungkan bagi mereka dalam jangka pendek.

Ternyata pemanfaatan dana oleh Pokmas melalui peternakan di desa Cilengkrang mengalami kegagalan akibat faktor geografis. Tetapi pada Pokmas untuk memanfaatkan kondisi alam dalam penggunaan dananya dengan pengangkutan, industri kecil dan perdagangan dapat dikatakan lancar dan berhasil. Sektor ini sangat menguntungkan bagi mereka baik dalam kelancaran pengembangan usahanya. Baru 56 % dari jumlah Pokmas pada desa IDT yang mengembalikan dan menggulirkan dana pada kelompok lainnya. Adanya ketidak berhasilan atau mampuan kelompok untuk mengembangkan atau menggulirkan dana tersebut pada kelompok lain, karena kondisi alam desa dan bencana alam.

Kemampuan ekonomi pokmas selain faktor potensi georgrafis dengan sumber alamnya yang menguntungkan, Juga kesempatan kemudahan permodalan memberi kontribusi untuk berusaha atau berproduksi dalam kegiatan ekonominya. Diantara mereka sulit mendapatkan kemudahan modal KUK ( Kredit Usaha Kecil > atau KUMKP ( Kredit Usaha Modal Kerja Permanen ) selain dari dana IDT, akibat prosedural yang birokratis maupun persyaratan administratif yang ketat.

Selain modal dana IDT, mereka lebih berusaha pinjam pada orang lain ( orang kaya ) atas dasar kepercayaan yang tentunya melalui transaksi konvensional. Dampaknya terjadi akumulasi modal orang kaya pada pokmas tersebut. Campur tangan pihak

220

Page 66: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

perbankan sulit -untuk mendapatkan kepercayaan pada kelompok, mereka lebih berorientasi pada harapan bantuan pemerintah. Pemasaran hasil dirasakan sangat sulit bagi mereka guna mendapatkan keuntungan lebih baik bagi Pokmas nelayan seperti di Desa Bungko maupun pengrajin batik Desa Gamel. Mereka menempuh sistem bapak angkat yang mampu untuk memasarkan hasilnya, walaupun sangat merugikan dari segi keuntungannya. Pengaruh karakteristik sistem sosial budaya masyarakat desa yang paternalistik, prismatik dan primordial sangat sulit untuk menerima inovasi maupun pembaharuan, karena dalam berbagai bidang kehidupannya sedang mengalami proses transisional dari masyarakat agraris pada masyarakat industri.

Kristalisasi sikap tradisional, kebiasaan dan tatacara serta adat istiadat dalam perilaku kehidupannya sangat kuat pada masyarakat desa, terutama sekali masyarakat miskin, yang ditandai dengan cara berpikir irasional mempunyai dampak kekakuan dalam mendukung kegiatan sosial ekonomi. Penyederhanaan dan penyesuaian sikap tradisional tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, hati-hati, telaten dan kesungguhan dalam upaya pemberdayaannya. Kebiasaan berpikir tanpa memperhatikan masa depan, pasrah dan rendah diri ini merupakan kebiasaan yang perlu dirubah dari segi sosial budaya melalui peningkatan kesadaran berbudaya. Masalahnya bagaimana mengangkat mereka untuk ikut serta dalam proses internalisasi nilai sosial budaya, dengan menempatkan intrumental sosialisasi dan komunikasi politik serta sarana dan prasarana sosial yang menunjang di tingkat desa.

Faktor pengaruh eksternal yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah, lembaga politik dan kemasyarakatan maupun para penggerak pembangunan yang berorientasi pada program IDT menciptakan ekonomi masyarakat desa yang kondusif. Kondusifnya ekonomi masyarakat desa terutama berfokus pada penduduk miskin lebih mengutamakan kesediaan dan kesempatan lapangan, kemudahan perolehan permodalan disertai pembinaan usahanya, mewujudkan jiwa wiraswasta yang didukung dengan menguatnya pengetahuan dan keterampilan serta etos kerja yang produktif, pembinaan yang

221

Page 67: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Intensif dari pemerintah untuk menumbuhkan atau mengembangkan peran serta aktif dan melembaga dalam berkiprah bagi proses pembangunan di desanya.

Oleh karena itu, erat kaitannya dengan " political well

dari unsur birokrasi pemerintahan secara berjenjang dan berstruktur dalam bentuk lima ( 5 ) C yaitu : " concern,

competency, capacity, contextual and continulty " ( arah, kempotensi, kemampuan, kontekstual dan keberlangsungan ) untuk memperhatikan, pengaturan dan perlakukan program IDT yang terpadu dengan program pembangunan masyarakat desa. Perhatian dan perlakuan pemerintah dalam program - program pembangunan masyarakat yang terpadu pada desa tertinggal yang lebih difokuskan pada kegunaan untuk menunjang Pokmas dan program IDT, secara sosial politik direalisasikan dalam bentuk program kesehatan, perkereditan, keterampilan, pertanian dan lain sebagainya guna mendukung pengembangan kehidupan sosial ekonominya. Dengan kata lain, untuk menyemarakan program IDT yang tertuju pada dinamika Pokmas, maka program-program pembangunan masyarakat desa lebih di t itik beratkan pada " based

communl ty programme " yang berdampak pada pemberdayaan dan peningkatan kualitas SDM masyarakat miskin. Ini mengisyaratkan adanya kontekattcal antara sasaran " developmen t people poor

centered " ( pengentasan masyarakat miskin ) dengan kesesuaian dan keterpaduan program-program dan kelembagaan pembangunan masyarakat desa.

Oleh karena itu, kesesuaian dan keberhasilan pengentasan kemiskinan penduduk miskin dari faktor ekternal SDM sangat ditentukan oleh daya dukung pengembangan sumberdaya alam yang optimal dan dinamika lingkungan sosial yang kondusif maupun perlakukan atau pembinaan pemerintah yang berakses pada pemberdayaan atau " learning socSety " secara adaptif dan kontekstual.

3. Pendidikan Kelembagaan dan Keterampilan Pokmas Program IDT Kelompok Masyarakat { Pokmas ) miskin salah satu dari

aneka ragam bentuk kelembagaan sosial masyarakat. Pokmas adalah

222

Page 68: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

kelembagaan sosial ekonomi masyarakat miskin yang merupakan transformasi antara masyarakat miskin dengan pemerintah dalam rangka program IDT pada desa tertinggal- Dari segi soBioloeia. Pokmas sebagai " membership organization " dan " cooperat.tve

yang ditandai dengan persamaan kepentingan untuk meningkatkan dan mengembangkan sikap kebersamaan, nilai kegotong royongan, rasa ewadayaan serta kemandirian untuk mencapai kesejahteraan anggotanya. Bentuk kelembagaan sosial ekonomi tersebut, mempunyai karakteristik sebagai suatu lembaga yang mempunyai kemampuan adaptif, komplementer, kontekstual, transformatif, partisipastif dan inovatif bagi kelangsungan serta perkembangan aneka ragam kelompok dalam memanfaatkan dan IDT sampai berhasil meningkatkan pendapatan, keterampilan usaha serta penggulirannya.

Oleh karena itu, kelembagaan sosial ekonomi masyarakat miskin dalam bentuk Pokmas pada dasarnya mempunyai tanggung jawab pendidikan administrasi dan keterampilan usaha anggotanya. Tanggung jawab kelembagaan dalam kelancaran pengelolaan dana bantuan IDT oleh anggota Pokmas untuk usaha ekonominya dengan pendidikan dan keterampilan administrasi, kemampuan manajerial maupun keterampilan anggotanya bagi peningkatan usaha dan pendapatannya menuju kesejahteraan secara bertahap.

Berkembangnya dana IDT oleh Pokmas erat kaitannya dengan kemampuan kelembagaan, administrasi, usaha dan produktivitasnya yang didukung dengan kemampuan individual dari segi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kretaivi tasnya. Kemampuan kelembagaan, pengetahuan dan keterampilan Pokmas pada sejumlah 730 Pokmas miskin yang terdapat pada 123 Desa Tertinggal di 22 Kecamatan pada Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, dapat dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek kegiatan pendidikan Pokmas. Aspek kegiatan pendidikan yang difokusnya pada pembimbingan, pembinaan, pendampingan serta penterampilan anggota Pokmas. Pendidikan yang bermula pembentukan, penggunaan dana, aktivitas jenis usaha, jenis pengetahuan dan keterampilan sampai pada pemanfatan hasil dana IDT yang digunakan Pokmas.

223

Page 69: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Di bawah ini disajikan klarifikasi kontekstual terhadap 23 Pokmas pada 4 Desa tertinggal di Kabupaten DT II Cirebon yang berkenaan dengan kemampuan kelompok dan perkembangan administrasi program IDT yang dilakukan Pokmas adalah sebagai berikut :

a. Pftmbinaan Dfllflm Pembentukan PolTPflfl Dari sudut pendidikan, pembentukkan Pokmas miskin program

IDT di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan teknis yang dikeluarkan oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah Tingkat I. Pada umumnya pembentukkan Pokmas berdasarkan penggunaan kirteria dan dibahas dalam musyawarah desa melalui wadah LKMD dengan pembinaan oleh Pokjanal Kecamatan dan Pokja Desa yaitu Kepala Desa dibantu LKMD, PKK, KPD , dan tokoh masyarakat, termasuk pendataan keluarga miskin mulai tingkat RT/RW sampai dengan Dusun/Lingkungan yang akhirnya tingkat Desa/Kelurahan.

Dalam hal ini, Pokjanal dan Pokja berupaya untuk terciptanya mekanisme perencanaan melalui kegiatan membina dan membimbing dalam pendataan, penentuan dan pembentukan Pokmas serta kegiatannya. Mekanisme perencanaannya, dengan menerapkan model " bot ton up and top down planing " untuk menenc iptakan keterpaduan antara kebijaksanaan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat miskin. Pembentukan Pokmas miskin bervariasi jenis kegiatan atau usahanya sesuai dengan potensi Internal dan kondisi eksternal kelompok tersebut.

Terbentuknya Pokmas yang bervariasi jenis dan usaha kegiatan merupakan kesinambungan dari kelompok masyarakat yang sudah ada baik berupa kelompok tani, kelompok KB, kelompok arisan dan bentuk kelompok lainnya yang bersifat sosial ekonomi maupun kebudayaan. Dari segi sosial budaya pembentukkan kelompok mempunyai manfaat ganda yaitu : Disatu, ei&L, adanya responsif dari kelompok masyarakat miskin untuk ikut serta aktif pada program IDT dalam memperbaiki kehidupan sosial ekonominya maupun adanya keterlibatan dalam dinamika dan mobilitas sosial sehubungan dengan proses pembangunan pedesaan.

224

Page 70: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Disial lain, dengan adanya program tersebut, akan lebih menumbuhkan " grass root atau based comaiunlty " dalam rangka meningkatkan tanggung j awab dan kepedulian semua unsur penggerak pembangunan masyarakat pedesaan terhadap nasib dan ketidak berdayaan orang miskin yang dilandasi oleh nilai kegotong royongan, kebersamaan maupun keswadayaan.

Bahkan dari segi ekonomi, adanya kelompok masyarakat miskin yang melakukan kooperatif untuk mengungkapkan dan menyalurkan berbagai " basic needs " untuk dipecahkan bersama maka terjadi proses tukar menukar informasi dalam bentuk peberdayaan yang bersifat " internal empowering " atau pemberdayaan di dalam kelompok untuk meningkatkan harkat sumber daya manusianya maupun sosial ekonominya.

Pada prinsipnya terjadi " Internal empowering " kelompok masyarakat miskin berhubungan dengan segi kelangsungan kegiatan usaha ekonomi kelompok, maka pengetahuan kewirausahaan, agrobusines maupun agroindustri perlu dikembangkan secara terstruktur maupun teratur.

b. PefrerdfiYflfln Internal Eokmaa Dinamika kelompok masyarakat miskin dalam pelaksanaan

program IDT menunjukkan " empcwaring " yang tercermin pada agregasi kepentingan yang disalurkan pada bentuk komunikasi anggota dalam menentukan, merencanakan dan perkembangan jenis usaha atau kegiatannya, administrasi keuangan kelompok, dan saling tukar informasi maupun keterampilan termasuk dalam memecahkan hambatan serta kelemahan Pokmas.

Pertemuan kelompok merupakan sarana atau wahana untuk terjadinya komunikasi dalam rangka memadukan berbagai kepentingan anngota, identifikasi informasi yang bermanfaat bagi kepentingan rencana kelompok, prosedur dan mekanisme untuk me laksanakan dan langkah- langkah untuk mengevaluasi kegiatan baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha kelompok tersebut. Ini menunjukkaan sikap dan perilaku dari kebersamaan, kegotong royongan dan kemandirian untuk menanggulangi kemiskinannya.

225

Page 71: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

D i antara 23 Pokmas dari seluruhnya Pokmas di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon yang berjumlah 730 kelompok masyarakat miskin, menunjukkan kondisi bahwa sekitar 80 % jumlah Pokmas melakukan pertemuan anggota setiap satu bulan sekali. Sisanya Z0 % jumlah Pokmas hanya melakukan dua atau tiga kali kegiatan pertemuan anggotanya.

Aktivitas pertemuan Pokmas penduduk miskin lebih memfokuskan pada aspek ekonomi dalam bentuk penggunaan, jenis usaha dan produktivitas kegiatannya dalam usaha ekonomi bagi peningkatan pendapatannya. Belum mengutamakan aspek sosial budaya berupa kesadaran berkelompok, kemauan memikul beban, sikap gotong royong dan kebersamaan usahanya. Dalam tahap awal atau tahun pertama, pertemuan Pokmas miskin ini sebagai sarana peralihan atau transformasi pengetahuan berorganisasi, administrasi dan ekonomi. Dengan istilah lain proses pemberdayaannya menekankan pada aspek sosial politik dan sosial ekonomi penduduk miskin melalui pembinaan oleh Pendamping selaku fasilitator ataupun Pokja serta Pokjanal.

Dinamika atau otonomi Pokmas penduduk miskin dalam arti permberdayaan terhadap peningkatan kelembagaan, ekonomi, sosial budaya yang mengacu pada peningkatan sumber dayanya secara umum belum berkembang. Mereka masih membutuhkan bantuan dan sumbangan pihak luar dari peningkatan SDM melalui proses pemberdayaan dalam bentuk bimbingan, pembinaan dan pengarahan maupun bantuan teknis keterampilan maupun sarana dan prasarana lainnya.

Dinamika yang dilandasi tanggung jawab kelembagaan dan kelancaran usaha kegiatannya, perhatiannya lebih difokuskan dalam upaya pemecahan masalah internal melalui pertemuan kelompok adalah : upaya mengatasi hambatan kegiatan ( 38,90 % ), membahas perkembangan hasil yang dicapai ( 27,77 % ), mengkaji perkembangan kegiatan ( 22,22 % ), dan mengatasi setoran atau angsuran ke Bank ( 11,11 % ). Kelompok masih ditandai oleh kemampuan organisasi yang belum mapan atau konsisten, karena masih berorientasi pada adanya hambatan-hambatan yang dipengaruhi oleh sifat yang fundamental

226

Page 72: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

menyangkut sikap mental penduduk miskin dalam keberadaan kelompok, sehingga hambatan kelembagaan yang bersumber pada nilai sosial budaya.

Keberadaan semua Pokmas penduduk miskin di desa tertinggal, dalam perkembangan kelembagaan dan administratif mengalami peningkatan, pertumbuhan maupun penambahan anggotanya, termasuk perkembangan dana yang dikelola sesuai dengan usahanya. Tetapi terdapat juga kelompok yang jumlah anggotanya tetap dan bahkan berkurang. Diantara 23 Pokmas pada 4 desa tertinggal lokasi penelitian keberadaan dan perkembangannya sebagai berikut : 12 Pokmas berkembang ( 52, 18 % ), 4 Pokmas yang tetap ( 17,39 % ) serta 7 Pokmas yang berkurang ( 30 , 43, % ). Perkembangan Pokmas secara rinci baik dari kelembagaan dan bidang usahanya adalah sebagi berikut :

TABEL.IV.19. PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN BIDANG USAHA POKMAS

PADA EMPAT DESA LOKASI PENELITIAN

No. D e s a Jumlah Pokmas

Perkembangan Bidang Usaha Berkembang

No. D e s a Jumlah Pokmas Bertambah Tetap Kurang

Bidang Usaha Berkembang

1. Cipinang 6 5 — 1 bergerak di 2. Cilengkerang 7 - 2 5 bidang in-

Girang dustri kecil/ 3. Gamel 5 4 1 - pengraj iri, dan 4. Bungko Kidul 5 3 1 1 perdagangan

Jumlah 23 12 4 7

Sumber : diolah dari Kuesiner Penelitian Adanya Pokmas yang berkurang dari segi keanggotannya

maupun kemacetan administrasinya disebabkan karena persepsi, orientasi dan kemauan serta perilaku anggota dalam kesadaran dan tanggung jawab integritas kelompok atau " cooperative

Bahkan kegiatan yang dipilih dan dikembangkan oleh kelompok,

227

Page 73: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

tidak terdapat kesesuaian potensi anggota dengan bidang usaha kelompok, sehingga keluar dan mengalami kegagalan kelompok. Penyebabnya selain mereka tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang usaha tersebut, juga karena mereka mengintegrasikan diri untuk ikut dalam kelompok yang secara mayoritas untuk melakukan jenis usaha yang telah ditetapkan. Selain itu, adanya pengaruh dari faktor luar kelompok yang bersifat " geografy and environmen tal

situation ", yaitu situasi dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung pada keberadaan dan kelangsungan kegiatan kelompok masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada usaha kelompok yang melakukan kegiatan dibidang peternakan domba seperti di desa Cilengkrang Girang, Sedangkan Pokmas yang mengalami perkembangan baik dari segi kemampuan berkelompok maupun kegiatan usaha yang produktif, terutama dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan kemampuan administrasi Pokmas IDT, sehingga dapat membantu untuk pengguliran dana pada anggota masyarakat miskin lainnya.

Ini terjadi pada beberapa Pokmas di desa Cipinang yang bergerak pada usaha kerajinan rumah tangga berupa kurung ayam dan usaha perdagangan di luar desa. Pada desa Gamel, Pokmasnya sangat berkembang dalam kelembagaan dan usaha kegiatan membatik kain, industri kecil mebel dan perdagangan atau warung. Untuk Desa IDT Bungko Kidul terdapat 5 Pokmas, diantaranya 3 Pokmas yang bergerak pada bidang pengasinan, pembuatan jaring dan alat - alat nelayan mengalami perkembangan administrasi dan Pokmas lainnya yang bergerak pada usaha penangkapan ikan selaku nelayan tidak mengalami perkembangan kelompok dan usahanya.

Oleh karena itu, perkembangan anggota Pokmas pada desa tertinggal secara internal sangat ditentukan dari : , segi sosial budaya adalah sangat tergantung pada sikap dan kesadaran berkelompok, kesesuaian bidang usaha anggota dengan kelompok, kerjasama dan kebersamaan kelompok, pemecahan masalah - masalah kelompok secara sistematis, obyektif dan konsisten maupun dukungan pengetahuan serta keterampilan anggota kelompok yang dikembangkan diantara kelompoknya. Kedua, segi sosial

228

Page 74: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

ekonomi adalah kemampuan potensi pengetahuan generik anggota yang dijiwai oleh kewirausahaan dan keterampilan teknis untuk ditularkan dalam kelompok, sekaligus daya dukung sumber daya alam dan lingkungannya yang interaktif.

Konsekuensi logis dari pengaruh dinamika internal kelompok membawa dampak pada sumberdayanya dengan terjadi peningkatan sikap, pengetahuan, keterampilan dan perilakunya dalam kelompok untuk nelakukan interaksi dan kooperatif dalam bidang kegiatan secara administratif. Salah satu keberhasilan Pokmas ditinjau dari sudut administrasi keuangan tercermin berkembangnya bidang usaha, kelancaran penyetoran pada Bank secara rutinitas, dan dampaknya yang sangat dirasakan anggota kelompok karena adanya kelangsungan msa£car produktivitas dan peningkatan pendapatan mereka.

c. Pembinaan Ppkmap Tingkat perkembangan Pokmas di .-.tinjau dari aspek

kemampuan kelembagaan dan administrasi program IDT, tidak dapat dilihat dari pengaruh dinamika internal yang bersumber pada kelembagaan Pokmas melainkan juga peran Pendamping, Pokja tingkat Desa, Pokjanal tingkat Kecamatan maupun Pokjanal tingkat Kabupaten.

Peran dan fungsi Pendamping, Pokja dan Pokjanal dalam rangka menumbuhkan dinamika kelompok melalui pemberdayaan kemampuan kelembagaan maupuan administrasi bersifat kebijaksanaan teknis dan operasional terhadap kelancaran program dan kegiatan bidang usaha setiap Pokmas pada desa tertinggal melalui pendampingan dan bimbingan keterampilannya. Kegiatan pembinaan atau bimbingan administratif serta teknis operasional menjadi tanggung jawab yang dilakukan oleh kelembagaan Pokja Desa dan Pokjanal Kecamatan maupun Pokjanal Kabupaten. Sedangkan bimbingan atau pembinaan administrasi serta sosial, ekonomi dan budaya lebih diutamakan atau dilakukan Pendamping Droplng Pemerintah Pusat yang ditempatkan di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon seperti SP2W, SP3, PSK maupun TKPMPS bertugas di 3 atau 4 desa IDT.

229

Page 75: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Selain itu, dibentuk Pendamping berasal dari aparat tingkat Kecamatan sesuai dengan ketetapan Camat yang berasal dari suatu Intansi atau Cabang Dinas tingkat Kecamatan untuk membimbing satu Desa IDT. Penetapan Pokja dan Pokjanal serta Pendamping, menggunakan pendekatan kelembagaan pemerintahan dan masyarakat secara struktural dan fungsional dalam melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab kepada Bupati, Camat dan Kades selaku pimpinan pemerintahan di wilayahnya. Kelembagaan Pokja dan Pokjanal dalam tugas dan tanggung jawabnya lebih mengutamakan pembinaan program dari segi administratif mulai penetapan, perencanaan, pelaksanaan sampai kepada evaluasi dan pelaporan kegiatan setiap Pokmas pada desa tertinggal.

Tugas dan tanggung jawab Pandamping dalam pembinaannya selain aspek administratif juga tanggung jawab dalam pemberdayaan melalui proses belajar, proses alih teknologi dan memobilisasi sumber daya Pokmas. Pendamping yang utama sekali berfungsi sebagai pembina, pembimbing, pemandu, penghubung dan penggerak Pokmas dalam mengkatkan sumberdaya manusianya. Keberadaan Pendamping sangat besar sekali manfaatnya oleh Pokmas dalam rangka pembinaan kelembagaan, administratif maupun SDM.

Namun demikian, masih dirasakan adanya hambatan kultural dan teknis fungsional yang bersumber dari Pendamping, terutama masalah adaptasi budaya, hambatan komunikasi, kesesuaian keterampilan teknis maupun kemampuan koordinasi dengan pihak terkait lainnya terutama dengan pemerintah setempat. Pembinaan yang dilakukan Pokja dan Pokjanal, secara struktural memberi warna terhadap dinamika kelompok, administratif kelompok maupun pengembangan usaha kelompok dalam rangka program IDT yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

230

Page 76: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL-IV.20. FOKUS PEMBINAAN POKMAS OLEH POKJA DAN POKJANAL

No Fokus Pembinaan Tingkat Desa ( Pokja )

Tingkat Kecamatan ( Pokj ana )

1. 2. 3.

4. 5.

Pembinaan teknis operasiona Bimbingan keterampilan Bimbingan organisasi/admini trasi kelompok Bimbingan pemecahan masalah Bimbingan lain-lain

1 20 % 16 %

s- 44 %

20 X - %

32 % 8 % 28 %

28 % 4 %

T o t a l i*--

100 % 100 %

Sumber : diolah dari Kuesioner Penelitian

Terdapat kecenderungan bahwa terciptanya kelancaran Pokmas dalam melaksanakan program IDT tidak terlepas dari pembinaan yang dilakukan oleh Pokja tingkat Desa dan Pokjanal tingkat Kecamatan, serta termasuk Pokjanal tingkat Kabupaten. Bimbingan kelembagaan dan administrasi serta pemecahan masalah Pokmas merupakan kegiatan yang menjadi perhatian Pokja maupun Pokjanal, bila dibandingkan dengan bimbingan teknis maupun keterampilan. Dengan asumsi bahwa pada tahap pertama prioritas pembinaan lebih difokuskan pada struktur keberadaan, kesesuaian, keajegan dan kelangsungan kelembagaan dan administrasi Pokmas miskin pada desa tertinggal.

Perhatian pada pemberian bimbingan keterampilan teknis seperti bimbingan dan pelatihan bidang nelayan, industri kecil atau rumah tangga, peternakan, perdagangan untuk mendukung pengembangan usaha Pokmas dihidang usahanya. Pelaksanaannya masih bersifat insidental dan belum bersifat struktural atau terprogram. Pokmas menyadari bimbingan kelembagaan dan administrasi program Pokmas besar manfaatnya, terutama untuk

231

Page 77: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

menambah pengetahuan organisasi dan administrasi keuangan program IDT. Bimbingan kelembagaan dan administratsi keuangan yang sangat besar manfaatnya dilakukan oleh aparat kecamatan dan desa, aparat Bank, LKPMD/PKK, KPD maupun pendamping.

Ditinjau dari segi administrasi, lancarnya penyaluran dana IDT yang di peroleh Pokmas melalui Bank Rakyat Indonesia ( BRI ) Kecamatan dan Unit Desa, berkembangnya dana bantuan, lancarnya penyetoran maupun pelaporan yang rutin menunjukkan adanya perkembangan kelembagaan kelompok yang berhasil. Setiap Pokmas pada desa tertinggal yang berhasil atau berkembang sudah memanfaatkan hasilnya untuk digunakan kebutuhan konsumtif, pengembalian angsuran ( modal kerja ), dan pengguliran.

Mereka belum memikirkan investasi sumber daya manusia maupun sumber daya permodalan dalam pengembangan usaha kelompoknya. Tentunya untuk menumbuhkan sikap yang demikian, memerlukan tanggung jawab para unsur Pokjanal dan Pendamping serta LSM yang terkait untuk mengarahkan fokus pembinaan yang bersifat empowering keterampilan teknis. Artinya, selain pembinaan kelembagaan dan administratif program, juga yang lebih penting pembinaan sumberdaya Pokmas dari pendekatan keterampilan teknis melalui penataran, kursus maupun pelatihan yang syarat pada tujuan, materi dan metode keterampilan.

4. Perilaku Birokrasi Pemerintahan Di Daerah ( Pokjanal dan Pokja ) Pelaksana Pendidikan Program IDT

Untuk memperoleh klarifikasi dari deskripsi perilaku birokrasi pemerintahan di daerah ( Pokjanal dan Pokja ) selaku pelaksana pendidikan program IDT di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, mempunyai relevansi terhadap profil birokrasi, struktur dan kultur serta kemampuan kelembagaan birokrasi pemerintahan tersebut. Dengan asumsi bahwa " Performan c e and

capability to education " dari birokrasi pemerintahan daerah dalam kerangka fungsi pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat sehubungan dengan pelayanan publik.

232

Page 78: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Komitmen tersebut mengacu pada makna pembahasan berdimensi perilaku birokrasi pemeritahan pelaksana program IDT dengan pendekatan pendidikan sosial dan fungsi pemberdayaan serta pembelajaran masyarakat miskin Pokmas pada desa tertinggal.

a. Landasan Kewenangan Birokrasi Pemerintahan iii Daerah Aparat birokrasi pemerintahan di tingkat di daerah

merupakan bagian dari birokrasi pemerintah ( debirokratisasi ). Untuk memperoleh gambaran birokrasi pemerintahan di daerah tersebut dalam konteks model birokrasi menurut Max Weber, berupa birokrasi tradisional, patrimonial maupun birokrasi modern atau legal rasional, sangat tergantung pada kondisi empirik dari birokrasi pelaksana program IDT.

Oleh karena itu, model birokrasi pemerintahan tersebut sangat diwanai oleh karakteristik perilaku internal individual dan perilaku individual pada organisasi birokrasi pemerintah lokal maupun dengan lingkungan sekitarnya dalam rangka fungsi pelayanan publik program IDT. Perilaku birokrasi pemerintahan lokal dapat dikatakan mempunyai kemampuan birokrasi ( sikap, persepsi, kualifikasi, profesional dan efektivitas ), apabila melekat dimensi nilai, kultural, struktural, fungsional dan sosial ekonomi. Ini mempunyai makna terhadap kemampuan perilaku birokrasi pemerintahan lokal untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat yang konsisten pada nilai kultural demokrasi berupa sikap kepedulian, keterbukaan, dialogis sehubungan dengan peningkatan kualitas masyarakat miskin.

Gambaran empirik birokrasi pemerintahan di daerah, bertautan dengan indetifikasi dan realitas jumlah, status, komposisi maupun kualifikasi aparatur pemerintah pada organisasi pemerintahan di daerah. Keberadaan organisasi birokrasi pemerintah di daerah berpedoman pada nilai dan aturan aparatur pemerintah atau kepegawaian dalam bentuk sistem kepegawaian untuk mendukung sistem pemerintahan. Pengaturan general perilaku birokrasi lokal selain bersumber pada landasan Indiil Pancasila, landasan konstitutionl UUD 1945 serta Garis-

233

Page 79: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Garis Besar Haluan Negara ( GBHN ), juga secara spesipik diatur dalam UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, PP No 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri dan Sapta Prasetya Korpri maupun pengaturan teknis tentang pendidikan dan latihan, pengangkatan jabatan struktural dan fungsional serta bentuk pembinaan pegawai lainnya.

Namun apabila dihubungkan dengan kedudukan, kewenangan dan tanggung jawabnya dalam organisasi birokrasi pemerintahan lokal untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berpedoman pada : 1. Pancasila, UUD 1945 dan GBHN 2. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di

Daerah. 3. UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. 4. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. 5. PP No. 6 Tahun 1980 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi

Vertikal di Daerah. 6. PP No. 45 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi

Daerah Dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II. 7. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Organisasi Departemen, dan Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 Jo Keputusan Presdien No. 27 Tahun 1992 tentang Perubahan Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1984 tentang Sususan Organisasi Departemen sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 1991 dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 92 Tahun 1992 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri.

8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982 tentang Perencanaan Pembangunan Daerah.

9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1981 tentang Mekanisme Pengendalian Program Masuk Desa.

10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 1992 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Setwilda dan Sekretariat Tk. II.

11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 1993 tentang

234

Page 80: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Pendoman Organisasi dan Tatakerja Pemerintah Wilayah Kecamatan.

12. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 115 Tahun 1991 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Pemerintah Kelurahan.

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 18 Tahun 1993 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Pemerintah Desa.

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 1992 tentang Pola Organisasi Dinas Daerah.

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 97 Tahun 1993 tentang Pola Organisasi dan Tatakerja Pemerintah Wilayah dan Daerah.

16. Intruksi Menteri Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Organisasi Dinas Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Atas dasar ketentuan tersebut, Pemerintah Propinsi Daerah

Tingkat I Jawa Barat melalui Gubernur Kepala daerah Tingkat I Jawa Barat mengeluarkan intruksi untuk pelaksanaannya bagi Kabupaten / Kotamadya daerah Tingkat II sebagai tindak lanjut dari Keputusan Menteri tersebut. Kesemuanya itu menunjukkan adanya " Camitment Value and Policy " sebagai pedoman birokrasi pemerintahan melaksanakan fungsi kewenangan pelayanan publik secara tertib dan teratur.

b. Se.iarah HIU Birokrasi Pemerintah Kabupaten Cirebon Birokrasi pemerintahan di Kabupaten Daerah Tingkat II

Cirebon secara " Hystorical Backround " tidak terlepas atau mempunyai relevansi yang diwarnai oleh pengaruh birokrasi pada masa Kesultanan Cirebon yang berdimensi penyebaran agama islam serta lahirnya pemerintahan, pengaruh penjajahan Belanda dan Jepang maupun semasa birokrasi pemerintahan Indonesia. Terbentuknya Kabupaten DT II Cirebon berlangsung dalam tiga babak yakni masa pra-islam, masa transisi dan masa islam. Pada masa pra- islam atau masa sebelum agama islam masuk, berlangsung semenjak abad IV hingga abad XV, di wilayah Kabupaten Cirebon terdapat adanya beberapa kerajaan dengan pola

Page 81: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

dan lingkup pemerintahannya yang masih sederhana. Adapun kerajaan-kerajaan tersebut adalah : 1. Kerajaan Idraprahasta yang berlokasi di desa Sarwadadi

Kecamatan Sumber ( berada di ibukota Kabupaten DT II Cirebon ).

2. Kraton Carbon Girang yang berlokasi di wilayah Kecamatan Cirebon Selatan.

3. Kraton Singapura yang berlokasi di wilayah Kecamatan Cirebon Utara.

4. Kadipaten Pf*l imanan yang berlokasi di wilayah Kecamatan Palimanan. Keempat keraj aan tersebut, statusnya berada di bawah

kekuasaan kera j aan Ga~bih yang merupakan bagian dari kerajaan Pakuan PaJajaran, sehingga penyelenggaraan serta pengendalian pemerintahan tidak terlepas dari garis kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Ra,1a Galuh. Ketika agama islam masuk dan mempengaruhi kehidupan masyarakat maka masa transisi dimulai. Masa transisi atau peralihan antara pra-islam dan masa islam yang diawali dengan peristiwa pembukaan hutan oleh seorang Kesatria pemeluk agama islam bernama Pangeran Walangsungsang untuk membangun tempat pemukiman ( pedukuhan ) yang kemudian dikenal sebagai dukuh Tegal Alang-alang. Pengaruh perubahan sosial dan pesatnya kemajuan, pedukuhan berkembang menjadi sebuah desa yang diberi nama Z. Desa flamtwm bentuk kekuasaan pemerintahan yang secara formal berorientasi pada pendekatan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan agama islam. Walangsungsang seorang pigur kepemimpinan pemerintahan dan agama islam tercermin dari putra seorang Raja PaJ ajaran yang bermukim desa Cirebon menjabat sebagai Kuwu dengan Gelar Pangeran Cakrabuana pada tahun 1447 Masehi.

Semasa agama islam masuk di Cirebon pada tahun 1445 M, yang kemudian menjadi pusat penyebaran agama islam yang di pelopori " flvekh Nur.ladi " dari Arab yang bermukim di Cirebon untuk diajarkan pada Walangsungsang putra Raja P aj ajaran yang ingin mendalami agama islam. Kemudian menjadi " Santeri Gunung Jati dan belajar pemerintahan pada Banusela atau Ki Gedeng

236

Page 82: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Alang - Alang ( Kuwu Cirebon ) dengan julukan " nak̂ atnimi dan akhirnya dijadikan Wakil Kuwu serta akhirnya menjadi Kuwu Cirebon bergelar " Pangeran CakrnhHanH Selang beberapa waktu kemudian tepatnya pada tahun 1454 Masehi dengan dasar kepemimpinan-- dan kemampuan Pangeran Walangsungsang memperoleh kepercayaan menduduki jabatan sebagai Tumenggung ( Kepala Pemerintahan ) pada Kraton Pakungwati dengan gelar Sri Mgnpana

Dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada sebelumnya, struktur pemerintahan Kraton Pakungwati relatif lebih lengkap termasuk sejumlah prajurit yang dimiliki. Meskipun demikian pada masa kepemimpinan pemerintahan Sri Mangana, corak keislaman belum tampak lebih jelas, karena mekanisme pemerintahan Kraton Pakungwati berada di bawah kekuasaan Kerajaan pakuan Pajajaran.

Namun demikian beliau dalam membangun Cirebon dan mengembangkan wilayah pemerintahan berusaha menyebarkan agama pada tataran Sunda, sehingga berkembang menjadi Kesultanan dan tempat berkumpulnya para Wali. Untuk memperdalam agama islam, Pangeran Cakrabuana berkesempatan pergi ke Mekah dan Mesir bersama adiknya Larasantang untuk mendalami agama islam. Larasantang adiknya Walangsungsang ( Pangeran Cakrabuana ) dipersunting oleh Sultan Mesir Jeng Sultan Maulana Syarif Abdul lah yang melahirkan Syarif Hidayatullah pada tahun 1448 M yang akan menggantikan Sultan Mesir ( P. Suladiningrat, 1 990 ).

Pangeran Cakrabuana kembali ke Cirebon untuk membangun Kraton dan menyebarkan agama islam di Jawa yang berputra Pangeran Carbon pada tahun 1454 M. Sultan Syarif Hidayatullah diperintahkan oleh ibunya untuk pergi ke Jawa ( Cirebon ) menemui Pangeran Cakrabuana dalam membantu agama islam sambil berguru pada Syekh Nurjadi dipeguron Gunung Jati. Kesultanan Cirebon diserahkan dari Pangeran Cakrabuana pada Sultan Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati agar kekuasaan pemerintahan dan agama diteruskan dan dikembangkan yang berdarah keturuana Arab. Pada masa kekuasaan pemerintahan ditangan Pangeran Syarif Hidayatullah tampil sebagai Sultan Cirebon yang pertama pada tahun 1479 maka corak keislaman

23:7

Page 83: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

semakin tampak Jelas melalui upaya penerapan pada mekanlsime pemerintahan. Format dan model kekuasaan birokrasi pemerintahan kesultanan Cirebon di bawah Pangeran Syarif Hidayatullah berdimensi keagamaan serta menyebar ketatar wilayah pantai utara sampai ke Banten, sehingga dengan kekuatan dan mendapat keyakinan dari rakyat maka melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Raja Pakuan Pajajaran Sri baginda Prabu Siliwangi. Lahirnya pernyataan kebebasan kesultanan Cirebon dari kekuasaan Raja Pakuan Paj ajaran menandai masa islam sehingga menjadi embrio terbentuknya Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon pada tanggal 2 April 1482.

Pada masa pemerintahan Belanda terbentuknya struktur kekuasaan pemerintahan Kresidenan, Kabupaten/Kotamadya, Distrik dan Asisten Distrik. Di Kabupaten Cirebon terbentuk Kresidenan, Kabupaten, Kotamadya, Distrik ( Kewedanaan ) serta Assisten Distrik ( Kecamatan ) pada masa penjajahan Belanda. Bentuk wilayah pemerintahan tersebut dilengkapi dengan struktur kekuasaan birokrasi pemerintahan Belanda dan Pangreh Praja digunakan selaku alat adminsitratif, politik dan ekonomi bagi Belanda yang berorientasi kepentingan feodalisme dan ditentang oleh kaum nasionalis, priyayi dan santri.

Pada masa Jepang yang menanamkan sikap dan etos kekuasaan yang keras untuk mengabdi pada kekuasaan pemerintahannya, menimbulkan dampak kekuasaan otoritatif. Pangreh Pra/ia pada masa pemerintahan Jepang, dimanfaatkan untuk alat kontrol administratif dan politik, tetapi disisi lain terdapat kaum priyayi dan politisi yang menenntang pengaruh kekuasaan pemerintahan Jepang. Struktur wilayah dan kekuasaan pemerintahan dirombak dengan menghapuskah Propinsi, tetapi Kresidenan ( shu ), Kabupaten ( Ken ), Kewedanaan ( Gun ), Kecamatan ( Son ) tetap dipertahankan sebagai tulang punggung kekuasaan pemerintahan Jepang di bawah Departemen Dalam Negeri ( Naimura ) di Jakarta.

Setelah pemerintahan Jepang menyerah terjadi kekacauan politik dan kembali Belanda ingin menegakkan kekuasaannya. Para birokrat terperangkap antara " Netherland Indies Civil

83

Page 84: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Admlnistration ( NICA ) yakni pemerintahan Sipil Hindia Belanda dan Republik Indonesia menuntut loyalitas Pangreh Praja. Sesuai dengan penjelasan Heatler Santerland dalam Elit Birokrasi Indonesia ( Selo Soemardjan, 1978 : 261 ) bahwa rezim yang berkuasa dan penguasa nasionalis serta pemberontak setempat menentang kekuasaan pemerintahan Belanda» terjadi pemberontakan yang berkecamuknya " revolusi sosial " terjadi antara lain di Cirebon, Tangerang dan Banten, tetapi akhirnya dikuasai oleh kelompok keagamaan dan politisi nasionalis atau " Republiken " . Pada masa itu, terjadi gejala gaya dan citra pegawai yang bercirikan Pamong Praja yang berdimensi keagamaan dan politisi dengan komitmen pada anti feodal dan menjunjung kedaulatan rakyat. Tumbuh elit birokrasi lokal berupa model Pangreh Pra.ia. Pamong Pra-ia atau Pol i t S si. Priyavi i pamong keagamaan ± seria Aparat Sipil abdi Pemerintah-

Berbagai pengaruh perkembangan kekuasaan pemerintahan kerajaan, masuknya agama islam dan penjajahan ( Belanda dan Jepang > maka kekuasaan dan elit birokrasi pemerintahan di Kabupaten DT II Cirebon tetap diwarnai oleh kekuasaan kerajaan / keraton yang melahirkan Priyayi dan Santri, Politisi atau Pamong Praja maupun Aparat Sipil dan Militer dalam mengendalikan mekanisme pemerintahan berwatak islam. Kekuasaan birokrasi pemerintahan, sejak Bupati pertama ( tahun 1800 ) sampai kesembilan ( 1942 ) berasal dari keturunan kerajaan dan keraton baik yang bergelar Raden atau Kanjeng Adipati. Pada Bupati kesepuluh ( 1943 ) sampai keduapuluh dua ( 1966 ) berasal dari Keturunan Kerajaan dan Pamong Parja. Sedangkan Bupati keduapuluh tiga C 1973 ) sampai sekarang ( duapuluh delapan ) dipegang oleh ABRI dan Bupati keduapuluh lima dipegang oleh Pamong Praja.

Kualifikasi elit birokrasi dewasa ini, secara formal dituntut landasan aturan birokrasi, tetapi faktor status keturunan keningratan, penguatan agama, stratifikasi sosial ekonomi berpengaruh pada kedudukan elit pemerintahan pada tingkat daerah sampai dengan desa. Penempatan birokrasi pada legislatif dan eksekutif yang strategis sangat ditentukan atau

259

Page 85: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

setidaknya oleh pengaruh keturunan " Sultan atau Sunan. Kuwu" . Birokrasi Sultan atau Sunan sebagai cerminan pimpinan kekuasaan pemerintahan yang bercorak agama pada kesultanan/kerajaan termasuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan birokrasi Kuwu merupakan pimpinan kekuasaan politik, pemerintahan dan masyarakat dalam tingkatan desa atau dukuh.

Penetrasi pengaruh ini disesuaikan dengan kualifikasi lainnya budaya/pendidikan dan status sosial ekonomi yang bersangkutan. Hubungan kekuasaan pemerintahan sangat erat dengan kekuasaan status sosial ( priyayi, santri dan aparat pemerintah ) dan ekonomi untuk menentukan elit birokrat penentu, menengah dan bawah pemerintahan terutama pada tingkat desa masih sangat dirasakan sampai sekarang. Ini mencirikan adanya orientasi struktur kekuasaan pemerintahan dalam masa transisional, disatu sisi menerapkan pemerintahan modern tetapi disisi lain masih dilatar belakangi oleh pengaruh budaya pemerintahan setempat.

c. Kelembagaan Birokrasi Pemerintahan Lokal Tingkat IX Kelembagaan birokrasi pemerintahan lokal tingkat II

diatur dalam UU No. 5 Tahun 1974 dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Konsekuensi pelaksanaan asas tersebut, memerlukan manajemen, ketatalaksanaan, personil, keuangan dan perlengkapannya. Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon sebagai daerah otonom dan wilayah administratif, sehingga organisasi atau kelembagaannya terdiri dari unsur : 1. Pemerintahan Daerah ( Kepala Daerah Tingkat II selaku

Kepala Wilayah dan DPRD ) 2. Dinas Daerah 3. Instansi Vertikal 4. Unit Pelaksana Wilayah 5. Unit Pelaksana Daerah 6. Perusahaan Daerah dan BKPD 7. Pembantu Bupati Kepala Daerah Tingkat II 8. Kecamatan dan lain sebagainya.

24®

Page 86: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Kesemuanya merupakan unsur kelembagaan daerah dan wilayah dalam rangka penyelenggaraan urusan yang bersifat pemerintahan umum, pemerintahan teknis maupun pemerintahan daerah. Pemerintahan Umum dilakukan oleh Kepala Wilayah dan aparat Unit Pelaksana Wilayah. Pemerintahan Teknis dilaksanakan oleh aparat Instansi Vertikal ( Kantor Wilayah/Badan/Lemabaga di Daerah ) dan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan DPRD dibantu dengan BAPPEDA, Dinas Daerah dan UPD. Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya diatur berdasarkan peraturan perudangan dan kebijaksanaan Menteri Dalam Negeri. Kelembagaan Pemerintah Daerah Tingkat II Cirebon secara rinci adalah sebagai berikut : 1. Sekretariat : Sekretariat Wilayah Daerah, DPRD dan Korpri 2. Kantor : Itwilkab, Bappeda, BP7, Kamawil Hansip, PMD,

Sospol, Capil, Inspektorat BKPD dan Arsip Daerah.

3. Dinas Daerah: PU, Kesehatan, Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Pendapatan Daerah, Pariwisata, Perkebunan, P dan K, Perhutanan, Kebersihan dan Pertamanan.

4. Wilayah : Kantor Pembantu Bupati, Kecamatan, Kelurahan Pemerintahan dan Desa

5. Unit Daerah : SPP/SPMA/SMA Pemda 6. Perusda : BPD, BKPD dan PDAM

Secara umum gambaran kelembagaan birokrasi pemerintahan daerah tingkat II Cirebon adalah sebagai berikut :

241

Page 87: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

GAMBAR : IV.5. STRUKTUR KELEMBAGAAN BIROKRASI PEMDA TK II CIREBON

BUPATI KDH TK II

DPRD

SETWILDA

ITWILKAB BAPPEDA ITWILKAB BAPPEDA

UNIT PELWIL UNITPELDA -- DINAS DAERAH PERUSDA —

d. Kondisi Aparatur Blrnkrani Pemarintahan Lnkal Birokrasi Aparatur Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II

Cirebon termasuk di dalamnya pamong praja ( perangkat atau jajaran Departemen Dalam Negeri ) berjumlah 11.286' orang Pegawai Negeri. Dari sejumlah pegawai tersebut mempunyai status kepegawaian Pusat sebanyak 9.630 orang pegawai ( 399 DPK dan 9237 DPB ) serta kepegawaian Daerah Otonom berjumlah 1.650 orang. Sedangkan komposisi pegawai di Kabupaten daerah Tingkat 11 Cirebon berdasarkan tingkat pendidikan, pangkat atau golongan pegawai negeri serta dikaitkan dengan komposisi jabatan struktural dan eselon adalah sebagai berikut :

242

Page 88: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL.IV.21. KOMPOSISI PEGAWAI BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

No. Unsur Organisasi Sarjana Sarmud SLTA SLTP SD Jumlah

1. Setwilda 70 46 118 35 43 312 2. Sekretariat DPRD 2 1 9 4 4 20 3. Itwilkab 13 6 19 - 2 40 4. Bappeda 16 12 18 - 2 48 5. BP7 7 4 4 1 1 17 6. Dinas PO 9 22 10 36 173 347 7. Dinas Kesehatan 98 116 631 142 233 1220 8. Dinas Pertanian T.I 8 9 71 5 4 97 9. Dinas Peternakan 8 3 24 13 7 55 10. Dinas Perikanan 6 8 40 4 62 11. Dipenda 8 4 51 17 21 101 12. Dinas Pariwisata 2 8 14 - 24 13. Kamawil Hansip - 1 4 1 1 7 14. Kantor Sospol 8 1 15 1 29 15. Kantor PMD 12 7 27 - 1 47 16. Kantor Catatan Sipi .1 4 2 23 1 1 31 17. Kantor Pemb. Bupat 17 17 34 11 12 91 18. Kantor Kec/Perw.Ke< . 64 54 222 62 61 463 19. Sekretariat Korpri 2 3 4 - 9 20. Inspektorat BKPD 3 2 16 1 1 23 21. Dinas Perkebunan 6 12 47 1 1 67 22. SPP/SPMA/SMA Pemda 2 13 7 1 3 26 23. Kelurahan 5 - 4 1 4 14 24. PDAM 2 1 5 - - 7 25. Dinas P dan K 227 131 7037 64 623 8182 26. Dinas Perhutanan 6 1 15 - - 22 27. Dinas Kebersihan 2 1 6 7 - 16 28. Kantor Arsip Daerah 2 — 6 1 — 9

J u m l a h 609 485 8577 409 1205 11286

Sumber : Bagian Kepegawaian Kabupaten DT II Cirebon tahun 1995

243

Page 89: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Berdasarkan data di atas, bahwa tingkat pendidikan pegawai yang paling banyak berpendidikan SLTA berjumlah 8577 orang atau sekitar 76 % ; berpendidikan SLTP berjumlah 409 orang atau sekitar 3,6 % dan yang berpendidikan SD berjumlah 1205 orang atau sekitar 10,7 % dari jumlah pegawai berada pada unit orgainisasi Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon. Hanya sebagian kecil saja yang berpendidikan Sarjana dan Sarjana Muda dengan jumlah 1094 orang atau sekitar 9,7 % dari j timlah pegawai yang tersebut dan mereka pada umumnya menduduki jabatan struktural pemerintahan baik pada unit sekretariat wilayah daerah, dinas/instansi vertikal maupun pada unit pelaksana operasional lainnya.

Komposisi yang demikian menunjukkan tentang pelaksanaan tugas staf operasional dan staf teknis administratif lebih banyak ditanangi oleh yang berpendidikan SLTA dan SLTP, sedangkan yang berpendidikan SD tenaga staf pembantu. Untuk kegiatan manajerial operasional maupun manajerial staf dilakukan oleh yang berpendidikan Sarjana dan Sarjana Muda. Kaitan pendidikan selalu dihubungkan dengan pangkat dan pengalaman tugas dalam menentukan jabatan struktural pemerintahan.

Di bawah ini diberikan gambaran komposisi aparat birokrasi Pemerintah daerah tingkat II Cirebon dari segi golongan kepegawaian yaitu :

244

Page 90: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL.IV.22; KOMPOSISI PEGAWAI DI KABUPATEN DATI II CIREBON

No Unsur Organisasi Gol.VI .Gol.III. Gol.II Gol. I .Jumlah

1. Sekretariat Wilda 5 94 ITO 92 312 2. Sekretariat DPRD 1 4 10 5 20 3. Itwilkab 1 27 11 1 40 4. Bappeda 1 26 20 2 49 5. BP7 1 9 6 1 17 6. Kamawil Hansip - 1 6 - 7 7. Kantor Sospol - 15 14 - 29 8. Kantor PMD - 22 24 1 47 9. Kantor Catatan Sipil 1 9 20 1 31 10. Kantor Pemb. Bupati 5 47 31 8 91 11. Kantor Kec/Perw.Kec. - 108 299 66 463 12. Sekretariat Korpri - 8 1 - 9 13. Inspektorat BKPD - 5 16 2 23 14. SPP/SPMA/SMA Pemda - 7 16 3 26 15. Kantor Kelurahan - 4 5 5 14 16. PDAM 1 2 4 - 7 17. Dinas Kesehatan 9 156 914 141 1220 18. Dinas Pertanian T.P 1 27 59 10 97 19. Dinas Peternakan - 13 35 7 55 20. Dinas Perikanan 1 18 37 6 62 21. Dinas Pendapatan Daerc ih 1 26 52 22 101 22. Dinas Kebersihan - 4 9 3 16 23. Dinas Parawisata 1 12 11 - 24 24. Dinas P dan K - 3877 4593 522 8182 25. Dinas Perkebunan - 14 53 - 67 26. Dinas PU - 33 225 89 347 27. Dinas Perhutanan 1 5 16 - 22 28. Kantor Arsip Daerah - 3 6 — 9

J u m l a h 29 4994 5798 965 11286

Sumber: Kantor Bagian Kepegawaian Tk. II Cirebom tahun 1995

24-5

Page 91: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Struktur birokrasi pemerintahan Kabupaten Cirebon tersebut, menunjukkan gejala bahwa pada pegawai golongan I dengan jumlah 965 orang ( 8,55 % ), pegawai golongan II berjumlah 5798 orang ( 51,37 % ), pegawai golongan III berjumlah 4494 orang ( 39,80 % ) dan pegawai golongan IV berjumlah 29 orang ( 0,28 % ). Golongan pegawai pada golongan III dan Golongan II menunjukkan jumlah yang cukup besar dan pada golongan I dan IV sangat kecil.

STRUKTUR GOLONGAN PEGAWAI PEMDA TK II CIREBON

Golongan IV

Golongan III

29

4994

Golongan II

Golongan I

5798

966

Dari segi struktur birokrasi, bahwa keberadaan elit birokrasi pemeritahan lokal tingkat atas adanya kecenderungan selektif dari kemampuan profesional aparatur pemerintah. Kemampuan profesional aparatur untuk menduduki jabatan tertentu, erat berhubungan dengan kewenangan yang bersifat manajerial yang dituntut dalam konsistensi proses pengambilan keputusan yang strategis. Untuk personil level menengah berkedudukan pada posisi managerial operasional yang dituntut untuk berkemampuan profesional teknis dalam rangka pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan oleh elit birokrasi tingkat atasnya. Sedangkan pada personil level bawah berkedudukan selaku pelaksana teknis yang membantu kelancaran administratif.

Sebagai konsekuensi dari posisi birokrasi dalam wadah organisasi pemerintahan lokal, maka birokrasi yang berperan selaku manajemen strategis maupun pelaksana dalam fungsi

246

Page 92: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

pelayanan publik, diatur dalam jabatan struktural yang bersumber pada PP No. 14 tahun 1994 tentang Pengisian Jabatan Struktural Pemerintahan untuk mengisi Organisasi Pemerintahan Wilayah dan Daerah Tingkat II Cirebon. Pengisian jabatan tersebut dipersyaratkan melalui ketentuan PP No. 15 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Latihan Jabatan Struktural.

TABEL.IV.23. KOMPOSISI JABATAN STRCJKTURAL/ESELON PEGAWAI DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON

No. Jabatan Struktural Eselon Jumlah No. Jabatan Struktural Ilb lila Illb IVa IVb Va Vb

Jumlah

1. Tersedia 1 11 20 117 78 242 289 758 2. Terisi 1 10 18 102 71 232 273 707 3. Belum Terisi 1 2 15 7 10 16 51

Sumber : Bagian Kepegawaian Pemda TK. II Cirebon tahun 1995

Jabatan struktural yang belum terisi oleh pegawai negeri sipil di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon karena alasan tidak memenuhi pangkat , golongan maupun pendidikan dan latihan yang dipersyaratkan dari unit tersebut yaitu : a. Setwilda sebanyak 3 jabatan struktural eselon IVa b. Itwilkab sebanyak 2 jabatan struktural eselon IVa dan Va c. Kantor Sospol sebanyak 2 jabatan struktural untuk eselon

IVb dan Va d. Kantor Catatan Sipil sebanyak 3 jabatan struktural untuk

eselon lila, IVa dan Va e. Kantor Pembantu Bupati sebanyak 5 orang jabatan untuk 3

eselon IVa dan 2 eselon Va d. Kantor Kecamatan sebanyak 4 jabatan struktural untuk 2

orang eselon V a dan Vb e. Dinas Peternakan sebanyak 3 jabatan struktural eselon Vb f. Dinas Perikanan sebanyak 3 orang jabatan struktural

eselon IVb dan 2 eselon Vb

247

Page 93: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

g. Dinas Kesehatan sebanyak 12 jabatan struktural untuk 9 eselon IVa dan 4 eselon IVb

h. Dinas Perhutanan sebanyak 2 jabatan struktural untuk eselon IVb dan

i. PDAM sebanyak 1 jabatan struktural untuk eselon IVa Dengan masih adanya jabatan struktural yang belum terisi

tentunya akan menghambat pola karir kepegawaian maupun kelancaran mekanisme kegiatan unit organisasi pemerintahan yang bersangkutan. Apalagi jabatan yang belum terisi pada umumnya eselon IV dimana jabatan yang bersifat manajerial operasional maupun staf pada tingkat menengah ( midle management ) untuk diduduki personil yang mempunyai pangkat, kemampuan dan pendidikan serta dedikasi tertentu. Untuk pengisian tersebut dapat dilakukan melalui "tour o f duty" dari

i unit lain apabila tidak tersedia dari unit yang bersangkutan dalam rangka pemanfaatkan dan mendayagunakan personil secara keseluruhan . Selain itu, dapat ditempuh dengan cara pengangkatan pejabat sementara dari unit yang bersangkutan yang memenuhi kriteria tertentu.

e. Karakteristik Unsur Birokrasi Pelaksana Program UZL Untuk mengungkap " perilaku " unsur birokrasi

pemerintahan pelaksana program IDT secara psikologis berkenaan dengan sikap dan motivasi individual dalam tanggung jawab pribadi, sosial dan pemerintah dari unsur legislatif dan eksekutif. Unsur legislatif dimaksud adalah Pimpinan dan Anggota Dewan yang berperan sebagai wakil dan aspirator yang peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat di daerah. Sedangkan eksekutif, unsur yang bertanggung jawab langsung terhadap penangan program IDT baik selaku birokrasi lokal maupun selaku Pokjanal dam Pokja pada tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Karakteristik unsur birokrasi pemerintahan tersebut sangat pelinting dalam menentukan persepsi serta orientasi kemampuannya bagi kelancaran pelayanan publik ( program IDT ). Kualitas profesional birokrasi biasanya ditentukan oleh kualitas setiap individual birokrasi

248

Page 94: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

pemerintahan lokal yang bersangkutan sesuai dengan sikap, persepsi, orientasi, produktivitas, kreativitas, efisiensi dan tanggung jawabnya.

Penguat karakteristik kualitas pribadi birokrasi pemerintahan ditentukan oleh faktor pengalaman bekerja, pendidikan dan latihan, status sosial, status ekonomi, status kesukuan, status agama, status dalam organisasi sosial dan politik maupun organisasi lainnya. Figur birokrasi pemerintahan lokal yang menjadikan ideal untuk duduk dalam suatu jabatan atau fungsi tertentu adalah mereka yang konsisten terhadap landasan nilai dan peraturan, memperhatikan kaidah birokrasi, berjiwa birokrat ( Pamong Praja ) , perkuatan agama, komitmen dalam kegiatan orpol dan ormas maupun kepedulian pada masyarakat. Di bawah ini, diberikan gambaran karakteristik birokrasi pelaksana program IDT pada level Kabupaten DT II Cirebon.

TABEL.IV.24. PROFIL BIROKRASI PEMERINTAHAN PELAKSANA PROGRAM IDT (N-25)

No Variabel Indikator Jumlah % Keterangan

1. Status Pegawai a. PNS 23 92 b. ABRI 2 8

2. Umur a. 21-30 tahun 2 6 b. 31-40 tahun 4 16 c. 41-50 tahun 13 52 d. 51 - keatas 6 24

3. Jenis Kelamin a. Laki-laki 24 96 b. Perempuan 1 4 Kakanbangde s

4. Jabatan a. Kepala/Ketuc Intansi Kab. 10 40

b. Kasi/Kabid/ Kabag Kab/Kc c 10 40

c. Staf/Juru/Pe -laksana 5 20

249

Page 95: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

5. Pendidikan a. SLTA 17 68

b. PT 8 32 6. Agama a. Islam 25 100 7. Suku a. Sunda 20 80

b. Jawa 2 8 c. lain-lain 3 12

8. Orpol a. Golkar 25 100 b. lain-lain 0 0

9. Penataran/Kursus a. 1 - 1 0 kali 2 8 c. 11 keatas 23 92

10. Pengalaman jabatan a. 1-10 jabatan 14 54 b. 11 keatas 11 44

Sumber : diolah dari kuesioner penelitian tahun 1995

Unsur penguat yang sangat dominan terhadap penempatan posisi atau jabatan birokrasi pada struktural satuan organisasi pemerintahan pada tingkat Kabupaten dan Kecamatan, yang sekaligus dalam kedudukannya selaku Pokjanal maupun Pokja secara umum dapat dikalisifikasikan pada kemampuan manajerial dan kemampuan operasional. Dalam hal ini dikatagorikan pada tf̂ Tmrrvpiian sikap fttau persepsi terhadap nilai-nilai yang menjadi landasan kewenangan lebih diutamakan yaitu taat pada kesetiaan pada Pancasila dan UUD 1945, taat aturan, loyalitas, tanggung jawab dan dedikasi. Sedangkan kemampuan lainnya berupa ltfimampnan profenjonal yang diwujudkan pada keterampilan, kreativitas, produktivitas, efisiensi dan efektif dalam menjalankan tugasnya.

Oleh karena itu, pendekatan kedua kemampuan tersebut digunakan sebagai tolok ukur untuk memberikan kewenangan kepada aparat birokrasi untuk menunjukkan kemampuan perilaku birokrasinya dalam pelayanan publik. Faktor yang sangat dominan dari kualifikasi tersebut tergantung pada pangkat/golongan, pengalaman kerja/jabatan, pendidikan dan latihan, kesukuan, agama, keanggotaan orpol dan ormas dan kegiatan sosial lainnya

250

Page 96: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

merupakan prioritas utama. Terdapat adanya pengaruh faktor patronage ( kawan ), famili ( family ) maupun status sosial yang menjadi pertimbangan utama dalam kaitannya dengan alasan yang bersifat budaya organisasi.

f. Orientasi Perilaku Birokrasi Dai «m Pendidikan Pr>offT»ani HZC Persepsi dan orientasi birokrasi pelaksana program IDT

mencerminkan sikap kepedulian, respons dan tanggung jawab terhadap program Nasional dalam pengentasan kemiskinan. Sejak program tersebut tahun 1994 diluncurkan pada tingkat pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon, maka pemerintah daerah melakukan persiapan administratif yang diperlukan bagi perencanaan kegiatan program IDT yang berakses pada pengentasan kemiskinan.

Tahapannya dilaksanakan secara prosedural adalah sebagai berikut : Tahap pertama, penentuan desa tertinggal dan persiapan pembentukkan kelembagaan program IDT berupa Pokjanal dan Pokja serta pembentukkan kelompok miskin melalui pendekatan fungsional kelembagaan pemerintah dan sosial. Tahap kedua, sosialisasi program dilaksanakan dari mulai aparat birokrasi kabupaten sampai ke desa, termasuk pada penduduk miskin penerima program IDT. Tahap ketiga. perencanaan program, d i laksanakan melalui pendekatan " botom up planning " dari mulai pendataan penduduk miskin sampai pada program usaha penduduk miskin untuk diajukan pada pemerintah tingkat atasnya. Tahap keempat , pencairan dan penggunaan dana IDT oleh Pokmas . Tahap Kelima, tahap pembinaan usaha dana IDT oleh pendamping dan Pokjanal serta Pokja pada desa tertinggal.

Kegiatan tersebut, pada prinsipnya lebih menitik beratkan kemampuan adminstratif, kelembagaan dan manajerial program IDT yang dilakukan birokrasi pelaksana pada tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Secara pendekatan administratif, program IDT di Kabupaten DT II tidak mengalami hambatan politis maupun kultural, karena sejak persiapan sampai pada penggunaan termasuk pembinaan dana IDT berjalan dengan baik atau tidak terdapat penyimpangan dana sesuai dengan sasaran program

251

Page 97: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

tersebut. Namun demikian, masih terdapat adanya persepsi dan orientasi yang beragam tentang pelaksanaan program IDT sehingga yang menitik beratkan pada pelaksanaan administrasi program. Sedangkan segi pemberdayaan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia penduduk miskin, kurang mendapatkan sorotan secara maksimal dari birokrasi pelaksana program IDT pada desa tertinggal, terutama dalam bentuk peningkatan keterampilan teknis yang diperlukan penduduku miskin untuk kelancaran usaha dan kemandiriannya.

Titik berat administrasi program yang lebih diutamakan tercermin adanya upaya intansi dan dinas kabupaten serta kecamatan untuk menangani masalah kemiskinan terpadu dengan program lainnya. Instansi dan Dinas yang mempunyai kaitan erat dengan program terpadu IDT yaitu Dinas PU, Dinas Kesehatan, Depdikbud, Dinas peternakan, Dinas Perindustrian, Dinas Perindustrian, Dinas Pertanian dan dinas lainnya yang dibantu Tim Penggerak PKK Kabupaten serta kecamatan dalam rangka penanganan program IDT PPWT, PPT, UED UP2K, UP2K-AKB, KCK, KIK dan P4K.

g- Perilaku Birokrasi Dalam Pendidikan Sosial Pada Potanflff Pendekatan pendidikan sosial merupakan kewenangan atau

kekuasaan birokrasi sehubungan dengan fungsi pelayanan publik. Bentuk pendidikan sosial tersebut dalam upaya pemberdayaan yang kontekstual ada aplikatif berupa pendidikan keterampilan kepada Pokmas dalam rangka program IDT. Dilakukan oleh aparat birokrasi pemerintahan selaku Pokjanal Kabupaten dan Kecamatan serta Pokja Desa melalui pendekatan struktural fungsional kelembagaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dari instnasi dan dinas yang bersangkutan. Pendidikan keterampilan dilakukan berupa bimbingan, pembinaan, pengarahan dan pengetahuan keterampilan yang diberikan oleh kelembagaan Pokjanal maupun Pokja. Pendidikan yang dilakukan bersifat administrasi program IDT serta teknis ke terangi lan usaha Pokmas yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan dan pengelolaan permodalan yang berorientasi

252

Page 98: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

pada tingkat kemandirian kelompok maupun individu penduduk miskin.

Pendidikan yang bersifat administrasi program berupa sosialisasi dan internalisasi program secara berjenjang yang dilakukan Pokjanal Tingkat Kabupaten pada Pokjanal Tingkat Kecamatan. Selanjutnya dilakukan Pokjanal Tingkat Kecamatan pada Pokja Desa dan Pokmas. Substansi pendidikan administrasi program berupa informasi program, pendataan penduduk miskin, pembentukkan Pokj anal Kecamatan, Pokj a Desa dan Peokmas, penggunaan dana bantuan IDT serta kegiatan jenis usaha Pokmas. Metode pendidikan administrasi program berupa pengarahan, penataran dan bimbingan teknis pada tingkat kecamatan dan desa.

TABEL.IV.25 PENDIDIKAN ADMINISTRASI PROGRAM DARI POKJANAL

PADA POKJA DAN POKMAS

NO. KELEMBAGAAN SUBSTANSI METODE TUJUAN

1. Pokj anal Kec. 1.Penjelasan Program Penataran Sosialisasi 2.Pembentukan Pokja- Pembinaan Terbentuknya nal dan Pendamping Pokjanal Kec.

3.Pengelolaan Program Bimbingan Administrasi 2. Pokja Desa 1.Penjelasan Program Pertemuan Sosialisasi

2.Pembentukan Pokja Pembinaan Terbentuknya Pokja Desa

3.Pengelolaan Program Bimbingan Administrasi 3. Pokmas 1.Penjelasan Program Pertemuan Sosialisasi

2.Pendataan Penduduk Bimbingan Data Pendu -Miskin duk miskin

3.Pembentukan Pokmas sda Pokmas Desa 4.Perencanaan Usaha sda DURK I & II 5.Pengelolaan Usaha sda Administrasi

Sumber : Diolah dari Hasil Kuesioner dan Wawancara Penelitian

253

Page 99: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Sedangkan sosialisasi dan transformasi berbagai jenis pelatihan bagi kebutuhan keterampilan teknis program berupa bimbingan dan pembinaan yang dilakukan birokrasi pemerintahan dari instansi dan dinas yang menjadi keanggotaan Pokjanal tingkat Kabupaten dan kecamatan yaitu :

TABEL . IW26. PENDIDIKAN PROGRAM OLEH POKJANAL KABUPATEN PADA POKMAS

NO. INSTANSI/DINAS PENDIDIKAN & KETERAMPILAN

METODE TUJUAN

1. Depdikbud Kerja Usaha Pembinaan/ Peningkatan Menjahit Bimbingan Keterampilan

2. Pertanian Tanaman Panca Usaha Tan: sda sda Pangan

3. Kesehatan Kesehatan Lingk sda sda 4. Perdagangan Perdagangan sda sda 5. Perindustrian Industri Kecil sda sda 6. Dinas tenaga Kerja Menjahit dan sda sda

Bordil 7. Perikanan Usaha perikanan sda sda 8. Koperasi Manajemen Usaha sda sda

Kecil

Sumber : diolah dari kuesioner penelitian tahun 1995

Adapun bimbingan dan pembinaan yang dilakukan Pokjanal Kecamatan kepada Pokja Desa serta Pokmas miskin di desa dalam rangka pendidikan adalah sebagai berikut :

254

Page 100: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL.XV.27. PENDIDIKAN PROGRAM YANG DILAKUKAN POKJANAL KEMACATAN

PADA POKJA DAN POKMAS

NO. KECAMATAN/DESA ANGGOTA POKJANAL PENDIDIKAN KETERAMPLIAN

1. Weru/Gamel KCD Pertanian Pemasaran dan Pengelolaan Bahan Baku Tenun/Mebelair

Dikmas Depdikbud Teknis dan Disain Tenun/ Mebelair

Kasi PMD Pembinaan Administrasi 2. Waled/Cileng- Jupen Kecamatan Wiraswasta, Manajemen dan

krang Girang Pemasaran Kasi PMD Manajemen Pengeloaan Dana

IDT KCD Pertanian Pengelolaan Peternakan

3. Kapetakan/Bungko Kasi PMD Pembuatan Jaring, Jala dan Pengeringan Ikan

Dikas Depdikbud Bimbingan Perikanan dan Peternakan

KCD Pertanian Bimbingan Pertanian dan Perikanan

4. Beber/Cipinan Kasi PMD Pembinaan Industri Kecil/ Rumah Tangga & Anyaman

Koperasi Pembinaan Koperasi Dikmas Depdikbud Pembinaan Industri Kecil

Sumber : diolah dari kuoesioner penelitian tahun 1996

Kegiatan bimbingan dan pembinaan keterampilan tersebut, dilakukan oleh briokrasi secara berjenjang yaitu unsur Pokjanal Kabupaten dan Kecamatan kepada Pokja maupun Pokmas yang bersifat penjelasan umum, pengarahan maupun bimbingan teknis yang berhubungan dengan administrasi program maupun keterampilan teknis usaha Pokmas.

255

Page 101: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

Adapun kegiatan pendidikan mempunyai implikasi yang kontekstual terhadap hah—hal sbb :

1. Sasaran bimbingan dan pembinaan administrasi program dilakukan pada tahap penetapan Pokja dan Pokmas, perencanaan kegiatan Pokmas dan pelaksanaan pencairan dana serta penggunaan maupun monitor ing atau pengawasan dana IDT. Sedangkan pembinaan dan bimbingan keterampilan teknis usaha kegiatan Pokmas dilakukan pada waktu penggunaan dan pengguliran dana IDT. Sikap, persepsi dan orientasi dari Pokjanal, Pokja dan Pendamping terhadap makna program IDT masih beragam sehingga mempengaruhi kemampuan Pokmas untuk melaksanakan usaha kegiatan yang dilakukannya.

2. Materi bimbingan dan pembinaan administrasi program dan keterampilan teknis yang dilakukan kurang terpadu secara struktural dan fungsional dari instansi dan dinas yang terlibat dalam Poknajal Kabupaten maupun Kecamatan yang dibantu unsur Pendamping di desa IDT. Bentuk bimbingan pelatihan administrasi program dilaksanakan secara ter struktur yang dilakukan Pokjanal maupun Pokja. Sedangkan bimbingan administrasi program dan keterampilan teknis tidak terstruktur yang dilakukan oleh Pokjanal maupun Pokja dan Pendamping, tetapi dalam realitasnya lebih menitik beratkan pada bimbingan administrasi program daripada bimbingan keterampilan teknis usaha kelompok miskin. Belum melaksanakan pendidikan dan latihan secara terprogram atau terstruktur yang berdampak pada peningkatan keterampilan profesional yang dibutuhkan Pokmas. Materi kegiatan yang dilakukan bersifat insidental dan belum secara terencana dan terkoordinasi dengan baik dalam peningkatan sumberdaya penduduk miskin. Titik berat pendidikan dan latihan pada bimbingan dan pembinaan penggunaan dana yang didukung oleh kemampuan usaha kelompok dengan penambahan pengetahuan teknis kegiatannya ( dagang, peternakan, industri kecil, nelayan dsb ). Sedangkan oleh Pokmas sesuai dengan kemampuannya berupa

256

Page 102: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

keterampilan wirausaha dan agrobisnis kurang diberikan secara intenaif dan efektif.

3. Pendekatan bimbingan dan pembinaan administrasi program dan keterampilan teknis yang dilakukan Pokjanal dan Pokja menggunakan pendekatan struktural dan fungsional yang lebih berorientasi pada kelancaran program, belum memperhatikan kebutuhan peningkatan sumberdaya penduduk Pokmas miskin dalam usaha penggunaan dana IDT. dalam menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab Pokmas bersifat instruktif dan juklak serta kurang memperhatikan atau memperlakukan Pokmas selaku " human resources". untuk dikembangkan sumberdaya manusianya dan kemandiriannya. Pendekatan yang dilakukan lebih menitik beratkan pada pendekatan administrasi program bukan pada peningkatan sumberdaya manusia. Pendekatan program selain menitik beratkan tujuan administrasi dan terlaksananya program serta kurang berakses pada tujuan perbaikan sosial budaya. Selain itu, metode yang digunakan masih bersifat brifing, pengarahan dan instruksi yang menimbulkan kurang adanya respons dari peningkatan keterampilan sesuai dengan kebutuhan berupa pemberian keterampilan teknis melalui peragaan, demonstarsi, pemberian contoh dan praktek langsung yang dibimbing secara intensif oleh para pendamping yang bersifat pengetahuan pengetahuan aplikatif-

4. Intensitas bimbingan dan pembinaan administrasi program serta keterampilan teknis bersifat insidental, berkala dan tidak terstruktur/terprogram selama ini- Ini menunjukkan pembinaan yang tidak terencana dan terkoordinasi dengan baik. Pada akhirnya berdampak pada sasaran kualitas pembinaan maupun kedalaman pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh Pokmas dalam usaha kegiatannya. Alokasi waktu, model pendekatan, dan metode serta materi yang terprogram dalam pembinaan dari birokrasi pemerintahan Pokjanal dan Pokja serta Pendamping, pada prinsipnya

257

Page 103: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

mempunyai dampak terhadap partisipasi Pokmas dalam peningkatan keterampilan teknis yang dibutuhkannya.

5. Hambatan struktural dan kultural antara Pokjanal, Pokja dan Pendamping dengan Pokmas baik dari status sosial maupun ekonomi, berpengaruh pada partisipasi dan dinamika kelompok miskin. Lebih-lebih kemampuan profesional yang bersifat keahlian manajerial para Pokjanal, Pokja dan Pendamping Sarjana Purna Waktu sangat terbatas dan diiringi dengan pembinaan yang sangan formalisitik. Akan menimbulkan kemampuan Pokmas untuk menerima pengetahuan pengetahuan dan keterampilan yang kurang adaptif dan terbuka, yang pada gilirannya mempengaruhi generik dan spesifik untuk dikembangkannya. Disisi lain Pokmas yang serba tidak berdaya membutuhkan kedekatan, keterbukaan, kesesuaian, keterhubungan dan keaktifan dari fasilitator dan komunikator untuk memberikan ide dan gagasan yang diperlukan Pokmas. Iklim komunikasi yang tidak memandang status sosial budaya serta kekuasaan dalam proses transformasi nilai, pengetahuan dan keterampilan akan menumbuhkan proses pemberdayaan penduduk miskin. Komunikasi yang fleksibel antara birokrasi dengan Pokmas akan menciptakan " transferability " nilai , pengetahuan dan keterampilan dalam suasana partisipasi dan peningkatan sumber daya manusianya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan yang

dilakukan oleh briokrasi pemerintahan lokal dalam penanggulangan kemiskinan melalui program IDT, lebih ditekankan pada pendekatan pendidikan administrasi. Belum pada pendekatan pemberdayaan sosio-kultural dalam upaya peningkatan mutu sumber daya penduduk miskin baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun harkat dan martabat nilai kemanusiaannya sehubungan dengan pendidikan sosial.

258

Page 104: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

mempunyai dampak terhadap partisipasi Pokmas dalam peningkatan keterampilan teknis yang dibutuhkannya.

5. Hambatan struktural dan kultural antara Pokjanal, Pokja dan Pendamping dengan Pokmas baik dari status sosial maupun ekonomi, berpengaruh pada partisipasi dan dinamika kelompok miskin. Lebih-lebih kemampuan profesional yang bersifat keahlian manajerial para Pokjanal, Pokja dan Pendamping Sarjana Purna Waktu sangat terbatas dan diiringi dengan pembinaan yang sangan formalisitik. Akan menimbulkan kemampuan Pokmas untuk menerima pengetahuan pengetahuan dan keterampilan yang kurang adaptif dan terbuka, yang pada gilirannya mempengaruhi generik dan spesifik untuk dikembangkannya. Disisi lain Pokmas yang serba tidak berdaya membutuhkan kedekatan, keterbukaan, kesesuaian, keterhubungan dan keaktifan dari fasilitator dan komunikator untuk memberikan ide dan gagasan yang diperlukan Pokmas. Iklim komunikasi yang tidak memandang status sosial budaya serta kekuasaan dalam proses transformasi nilai, pengetahuan dan keterampilan akan menumbuhkan proses pemberdayaan penduduk miskin. Komunikasi yang fleksibel antara birokrasi dengan Pokmas akan menciptakan " transferability " nilai , pengetahuan dan keterampilan dalam suasana partisipasi dan peningkatan sumber daya manusianya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan yang

dilakukan oleh briokrasi pemerintahan lokal dalam penanggulangan kemiskinan melalui program IDT, lebih ditekankan pada pendekatan pendidikan administrasi. Belum pada pendekatan pemberdayaan sosio-kultural dalam upaya peningkatan mutu sumber daya penduduk miskin baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun harkat dan martabat nilai kemanusiaannya sehubungan dengan pendidikan sosial.

5. Tingkat Keberhasilan Program IDT Keberhasilan kegiatan program IDT pada sasaran Pokmas

secara umum berkenaan dengan meningkatnya kesejahteraan sosial

259

Page 105: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

ekonomi anggota Pokmas. Meningkatnya kesejahteraan sosial ekonomi diukur dari peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengembangan permodalan, peningkatan produktivitas kerja dan penguatan kelembagaan kelompok ( Pokmas ).

Keberhasilan kegiatan Pokmas dalam pelaksanaan program IDT dari segi pendidikan sosial diukur dari peningkatan pengetahuan dan keterampilan, partisipasi kelompok, pengelolaan administrasi dan pendapatan anggota Pokmas pada 23 Pokmas dari jenis usaha perdagangan, industri kecil/kerajinana, peternakan, perikanan ( nelayan ) serta jasa angkutan atau perbengkelan di empat Desa. Sebelum diadakan pengukuran keberhasilan kegiatan Pokmas terlebih dahulu perlu diketahui keadaan dan perkembangan jumlah jenis usaha Pokmas pada empat desa adalah sebagai berikut :

TABEL IV. 28 PERKEMBANGAN JENIS USAHA POKMAS PADA DESA PENELITIAN

No. Jenis Usaha Jumlah Pokmas Desa Jum-lah

No. Jenis Usaha Cipinang Cilengkrang Bungko Gamel

Jum-lah

1. Dagang/warung 4 2 1 2 9 2. Industri Kecil/ 2 - 3 3 8

keraj inan 3. Peternakan - 4 - - 4 4. Perikanan - - 1 - 1 5. Jasa Angkutan/ - 1 - - 1

Perbengkelan

J u m l a h 6 7 5 5 23

Sumber : diolah dari data wawancara dan kuesioner penelitian tahun 1995

Jenis usaha dagang/warung dan industri kecil atau kerajinan rumah suatu jenis usaha yang banyak dikembangkan pada setiap desa. Bahkan berdasarkan pada Tabel IV. 19 terdahulu

260

Page 106: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

perkembangan kelembagaan Pokmas dibidang administrasi, keterampilan, usaha kegiatan dan pendapatannya mengalami peningkatan terus bila dibandingkan dengan jenis usaha peternakan, perikanan dan jasa angkutan/perbengkelan. Sedangkan dari perkembangan jenis usaha Pokmas sejumlah 23 Pokmas yang mengalami perkembangan maupun yang tidak di tinjau dari segi keanggotaan, penge lo laan dana, pr odukt i vi tas usaha maupun tingkat pendapatannya adalah sebagai berikut : a) 12 Pokmas jenis usaha dagang/warung dan industri kecil/

keraj inan: berkembang. b) 4 Pokmas jenis usaha dagang/warung serta industri kecil/

kerajinan .sedang berkembang, c) 7 Pokmas jenis usaha peternakan, perikanan dan jasa angkut

an/ perbengkelan karang berkembang. Untuk melihat tingkat keberhasilan dari segi pendidikan

sosial terhadap perkembangan 23 Pokmas yang melakukan kegiatan jenis usahanya ( perdagangan, industri kecil, peternakan, perikanan dan jasa angkutan > dapat diukur dari variabel peningkatan pengetahuan dan keterampilan, partisipasi kelembagaan, pengelolaan administrasi dan bertambahnya pendapatan anggota Pokmas sesuai dengan indikator yang telah ditentukan pada Bab III bervariasi sesuai dengan kemampuan dan dinamika dalam mengelola jenis usaha tersebut. Variasi kemampuan dan dinamika Pokmas jenis usaha dari segi pendidikan berupa tingkat pengetahuan dan keterampilan, partisipasi kelembagaan, pengelolaan administrasi dan pendapatannya dapat dikatagorikan pada tingkat tinggi ( T ), sedang/cukup < S ) dan tingkat kurang/rendah ( K ). Adapun perkembangan keberhasilan kegiatan Pokmas pada empat lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

261

Page 107: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

TABEL-IV.29 TINGKAT KEBERHASILAN PENDIDIKAN POKMAS

Nc .Indikator Pendidikan Pokmas

Tingkat Keberhasilan Jumlah Pokmas Jum lah Nc .Indikator Pendidikan Pokmas Dagang/

Warung 8 Pokmas

Industri Kecil 9 Pokmas

Peterna-kan 4 Pokmas

Perika-nan 1 Pokmas

Jasa Ang kutan 1 Pokmas

lah Nc .Indikator Pendidikan Pokmas

T S K T S K T S K T S K T S K T S K

1. Pengetahuan 5 2 1 7 1 1 2 1 1 - 1 — - 1 — 14 6 3 Keteramp.

2. Partisipasi 1 6 1 2 5 2 - 1 3 - - 1 - - 1 3 12 8 Kelembagaan

3 Pengelolaan 7 1 - 5 2 2 - 1 3 - - 1 - - 1 12 4 7 Adm.

4 Pendapatan 5 1 2 4 3 2 - - 4 - - 1 - - 1 9 4 10

Sumber : Diolah dari kuesioner penelitian tahun 1995 Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa dari

indikator peningkatan keberhasilan jenis usaha Pokmas adalah sebagai berikut : a) Tingkat pengetahuan program IDT pada semua jenis usaha

Pokmas meningkat, tetapi belum diikuti dengan meningkatnya keterampilan pengelolaan dana bantuan dan keterampilan usaha secara produktif serta pemanfaatan hasil kecuali pada Pokmas dagang/warung serta industri kecil kerajinan yang jumlahnya 17 Pokmas.

b) Tingkat partisipasi kelembagaan dalam rangka kebersamaan menentukan jenis usaha, kepengurusan, pengelolaan dana permodalan, memecahkan masalah produktivitas serta keberlangsungan Pokmas sangat pada umumnya sedang dan rendah. Keadaan ini diwarnai oleh sikap rendah diri, kemauan dan rasa tanggung jawab kebersamaan yang rendah

262

Page 108: BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini dilaporkan ...

dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat. Partisipasi yang dipandang berkembang tingkat partisipasinya terdapat pada Pokmas d enis usaha dagang/warung dan industri kecil/kerajinan C batik, mebel, kurung ayam, alat perikanan ) yang berjumlah 14 Pokmas.

c) Tingkat pengelolaan administrasi bagi kelancaran Jenis usaha Pokmas pada umumnya berkembang dan meningkat berjumlah 16 Pokmas dan yang kurang meningkat pada 7 Pokmas yaitu pada Pokmas perikanan, peternakan dan jasa angkutan/perbengke lan.

d) Tingkat produktivitas yang dipandang dapat mengembangkan keberhasilan pendapatannya terdapat pada 13 Pokmas dagang/warung dan industri kecil/kerajinan, sed angkan jenis usaha Pokmas lainnya pendapatannya belum nampak meningkat hasilnya seperti pada peternakan dan jasa angkutan/perbengkelan. Tingkat keberhasilan program IDT pada empat desa lokasi

penelitian dari sejumlah 23 Pokmas dari segi pendidikan berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan, partisipasi kelembagaan, pengelolaan administrasi serta produktivitas dalam meningkatkan pendapatannya dapat dikatakan berhasil pada Pokmas jenis usaha dagang/warung pada semua desa IDT. Selain itu, berhasil juga Pokmas jenis usaha industri kecil/kerajinan yaitu mebel dan batik di desa Gamel, kurung ayam di desa Cipinang, jala, anco, pengasinan ikan di desa Bungko. Sedangkan yang kurang berhasil pada Pokmas jenis usaha peternakan domba dan jasa angkutan di desa Cilengkrang.

263