Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

13
Diktat Kimia Koordinasi KESTABILAN ION KOMPLEKS Sebelum memahami stabilitas dari ion kompleks, harus dipahami terlebih dahulu pengertian mengenai istilah kestabilan itu sendiri. Dalam mempelajari suatu sistem reaksi dan senyawa kimia, ada dua pendekatan yang bisa digunakan, yaitu pendekatan secara termodinamika, dan pendekatan kinetika. Pada pendekatan termodinamika, maka kita membicarakan mengenai keadaan awal dan akhir dari sistem tersebut. Pada tinjauan termodinamika ini, suatu senyawa kimia dapat dikatakan stabil atau tidak stabil . Selain stabilitas senyawa, beberapa besaran yang dibahas dalam pendekatan termodinamika adalah konstanta kesetimbangan, energi ikatan, potensial reduksi, dan besaran lain yang mempengaruhi harga konstanta kesetimbangan. Untuk senyawa kompleks, Biltz (1927) menggolongkan senyawa kompleks menjadi kompleks stabil dan kompleks tidak stabil. Kompleks yang stabil memiliki kemampuan yang besar untuk tetap mempertahankan keberadaan/identitasnya dalam suatu larutan, sementara kompleks yang tidak stabil akan terurai dengan mudah dalam larutan. Pendekatan kinetika lebih menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi dalam reaksi dan kecepatan berlangsungnya reaksi. Selain itu, pendekatan kinetika juga membahas energi aktivasi dalam reaksi, pembentukan kompleks intermediate, konstanta laju reaksi dan besaran- Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks 40

description

materi kimia organik

Transcript of Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Page 1: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

KESTABILAN ION KOMPLEKS

Sebelum memahami stabilitas dari ion kompleks, harus dipahami terlebih

dahulu pengertian mengenai istilah kestabilan itu sendiri. Dalam mempelajari

suatu sistem reaksi dan senyawa kimia, ada dua pendekatan yang bisa

digunakan, yaitu pendekatan secara termodinamika, dan pendekatan kinetika.

Pada pendekatan termodinamika, maka kita membicarakan mengenai

keadaan awal dan akhir dari sistem tersebut. Pada tinjauan termodinamika

ini, suatu senyawa kimia dapat dikatakan stabil atau tidak stabil. Selain

stabilitas senyawa, beberapa besaran yang dibahas dalam pendekatan

termodinamika adalah konstanta kesetimbangan, energi ikatan, potensial

reduksi, dan besaran lain yang mempengaruhi harga konstanta

kesetimbangan. Untuk senyawa kompleks, Biltz (1927) menggolongkan

senyawa kompleks menjadi kompleks stabil dan kompleks tidak stabil.

Kompleks yang stabil memiliki kemampuan yang besar untuk tetap

mempertahankan keberadaan/identitasnya dalam suatu larutan, sementara

kompleks yang tidak stabil akan terurai dengan mudah dalam larutan.

Pendekatan kinetika lebih menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi

dalam reaksi dan kecepatan berlangsungnya reaksi. Selain itu, pendekatan

kinetika juga membahas energi aktivasi dalam reaksi, pembentukan kompleks

intermediate, konstanta laju reaksi dan besaran-besaran yang

mempengaruhinya. Dalam pandangan secara kinetika, maka suatu senyawa

dapat dikatakan sebagai suatu senyawa yang labil, atau senyawa inert.

Terkait dengan senyawa kompleks, Taube (1950) telah mengklasifikasikan

senyawa kompleks menjadi kompleks labil dan kompleks inert berdasarkan

laju pertukaran ligan kompleks tersebut. Kompleks yang labil mengalami

pertukaran ligan dengan cepat. Sebaliknya pada kompleks inert, pertukaran

ligan berlangsung dengan sangat lambat atau bahkan tidak berlangsung

sama sekali.

Karena tinjauan yang digunakan dalam aspek kinetika dan

termodinamika berbeda, maka bukan tidak mungkin suatu kompleks yang

stabil secara termodinamika jika ditinjau secara kinetika merupakan kompleks

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

40

Page 2: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

yang labil. Sebaliknya, suatu kompleks yang tidak stabil mungkin saja

merupakan kompleks inert.

Stabilitas suatu senyawa bergantung pada energi reaksinya, sedangkan

labilitas senyawa bergantung pada energi aktivasi dari senyawa tersebut.

TETAPAN STABILITAS ION KOMPLEKS

Pembentukan kompleks dalam suatu larutan berlangsung melalui

sejumlah tahapan. Untuk setiap tahapan, tetapan stabilitasnya dapat

dituliskan dalam suatu persamaan. Misalkan pembentukan kompleks MLn,

terbentuk melalui sejumlah n tahapan. Tetapan stabilitas untuk setiap tahapan

tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

M + L ML, K1 = [ML]

[M][L]

ML + L ML2, K2 = [ML2]

[ML][L]

…. ….. …… ……..

MLn-1 + L MLn Kn = [MLn]

[MLn-1][L]

Tetapan stabilitas K1, K2, …., Kn disebut sebagai tetapan stabilitas

berurutan (stepwise stability constants). Umumnya harga K1 > K2 > K3 > ….>

Kn

Selain dinyatakan secara berturutan seperti di atas, tahapan

pembentukan kompleks dan tetapan stabilitas juga dapat dinyatakan sebagai

berikut :

M + L ML, β1 = [ML]

[M][L]

M + 2L ML2, β2 = [ML2]

[M][L]2

…. ….. …… ……..

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

41

Page 3: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

M + nL MLn βn = [MLn]

[M][L]n

Harga β1, β2, …, βn disebut sebagai tetapan stabilitas total (overall

stability constants) dari kompleks tersebut dengan βn sebagai tetapan

stabilitas total ke-n.

Harga K dan β dari suatu kompleks saling berhubungan satu sama lain.

Misalkan saja pada suatu kompleks MLn, harga β3nya adalah :

β3 = [ML3]

[M][L]3

Sementara harga K1, K2 dan K3 berturut-turut adalah

K1 = [ML] K2 = [ML2] K3 = [ML3]

[M][L] [ML][L] [ML2][L]

Perhatikan bahwa :

β3 = [ML3] = [ML] x [ML2] x [ML3]

[M][L]3 [M][L] [ML][L] [ML2][L]

β3 = K1 x K2 x K3

Berarti:

βn = K1 x K2 x …. x Kn

log βn = log K1 + log K2 + …….. + log Kn

Harga βn merupakan ukuran dari stabilitas suatu senyawa kompleks.

Makin besar harga βn, makin stabil kompleks tersebut.

Kadang-kadang dinyatakan 1/Kn sebagai konstanta instabilitas dari suatu

kompleks.

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

42

Page 4: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STABILITAS

KOMPLEKS

Stabilitas dari suatu senyawa kompleks dipengaruhi dua faktor, yaitu

pengaruh dari ligan, dan pengaruh dari logam pusat kompleks tersebut.

A. Pengaruh Logam Pusat

Berikut ini beberapa sifat logam pusat yang menentukan stabilitas dari

suatu senyawa kompleks.

1. Ukuran dan Muatan Logam Pusat

Stabilitas kompleks umumnya menurun dengan kenaikan jari-jari ion

logam pusatnya. Perhatikan urutan stabilitas kompleks dengan logam

alkali sebagai ion pusat terhadap jari-jari ionnya sebagai berikut :

Li+ (r = 0,60Ǻ) > Na+ (r = 0,95Ǻ) > K+ (r = 1,33 Ǻ) > Rb+ (r = 1,48Ǻ) >

Cs+ (r= 1,69Ǻ)

Jika ditinjau dari muatan ion logam pusatnya, maka stabilitas

kompleks menurun seiring dengan penurunan muatan ion logam

pusat tersebut. Misalkan untuk ion Th4+, Y3+, Ca2+ dan Na+, urutan

stabilitas kompleks dari logam tersebut dengan ligan yang sama

adalah sebagai berikut :

Th4+ (r = 0,95Ǻ) > Y3+ (r = 0,93Ǻ) > Ca2+ (r = 0,99Ǻ) > Na+ (r = 0,95Ǻ)

Jika kedua faktor tersebut (jari-jari ion dan muatan ion pusat)

digabungkan, maka secara umum dapat dilihat bahwa makin besar

perbandingan harga muatan (q) dan jari.jari (r) kation logam,

kompleks yang terbentuk akan semakin stabil. Hal ini dikarenakan

dengan harga q/r yang makin besar medan listrik dari logam pusat

semakin besar pula.

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

43

Page 5: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

Logam Pusat Jari-jari ion (Ǻ) q/r

q/r

me

ning

kat

Kes

tabi

lan

men

ingk

at

Li+ 0,60 1/0,60 = 1,6

Ca2+ 0,99 2/0,99 = 2,0

Ni2+ 0,72 2/0,72 = 2,97

Y3+ 0,93 3/0,93 = 3,22

Th4+ 0,95 4/0,95 = 4,20

Al3+ 0,50 3/0,50 = 6,0

Be2+ 0,31 2/0,31 = 6,45

2. Faktor CFSE

Pada logam unsur-unsur transisi, adanya pemecahan orbital d yang

memberikan harga CFSE tertentu mempengaruhi stabilitas dari

kompleks yang terbentuk. Adanya CFSE akan meningkatkan

kestabilan kompleks, sehingga harga K maksimum dapat diramalkan

akan diperoleh pada kompleks dengan logam pusat yang memiliki

konfigurasi elektron d3 dan d8, karena konfigurasi ini akan

memberikan harga CFSE yang paling besar.

Secara umum, urutan stabilitas kompleks berdasarkan konfigurasi

elektron pada orbital d mengikuti urutan sebagai berikut :

d0 < d1 < d2 < d3d4 < d5 < d6 < d7 < d8 d9 < d10

Urutan d3 > d4 dan d8 > d9 akan terjadi pada kompleks dimana efek

Jahn-Taller cukup lemah dan kompleks memiliki bilangan koordinasi

6. Sedangkan urutan d3 < d4 dan d8 < d9 akan terjadi pada kompleks

dengan efek Jahn-Taller yang cukup kuat dan memiliki bilangan

koordinasi 4.

Efek dari faktor CFSE tersebut dapat diamati pada urutan stabilitas

kompleks dengan logam berikut :

Ion Mn2+ Fe2+ Co2+ Ni2+ Cu2+ Zn2+

Jari-jari ion (Ǻ) 0,91 0,83 0,82 0,78 0,69 0,74

Konfigurasi

elektron d d5 d6 d7 d8 d9 d10

Urutan stabilitas Mn2+ < Fe2+ < Co2+ < Ni2+ < Cu2+ < Zn2+

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

44

Page 6: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

3. Elektronegativitas dan Kemampuan Polarisasi Logam

Kompleks yang terbentuk dari logam dengan elektonegativitas yang

tinggi akan menghasilkan kopmpleks yang lebih stabil, karena

kecenderungan logam untuk menarik pasangan elektron yang

didonasikan oleh ligan akan lebih kuat. Dalam hal yang sama, logam

dengan kemampuan polarisasi yang lebih besar juga akan

menghasilkan kompleks yang lebih stabil.

4. Logam Jenis a dan Jenis b

Logam dapat dikategorikan menjadi 3 golongan :

(a) Logam kelas a : logam-logam yang lebih elektropositif, seperti

logam alkali dan alkali tanah, logam transisi pertama, logam

pada deret Lantanida dan Aktinida

(b) Logam kelas b : logam-logam yang lebih elektronegatif,

seperti Pt, Au, Hg, Pb, logam-logam transisi ringan dengan

bilangan oksidasi yang rendah

(c) Logam “perbatasan” (borderline)

Logam kelas a akan membentuk kompleks yang lebih stabil dengan

ligan dimana atom yang mendonorkan elektron merupakan unsur

pada periode kedua (N, O, F). Sedangkan logam golongan b

membentuk kompleks yang stabil dengan ligan yang donor

elektronnya adalah atom dari periode ketiga (P, S, Cl). Selain itu,

logam golongan a dan b memiliki urutan stabilitas yang berkebalikan

jika membentuk kompleks dengan ligan-ligan berikut :

Urutan Kestabilan

Logam golongan a

F- > Cl- > Br- > I-

O >> S > Se> Te

N >> P > As > Sb > Bi

Logam golongan b

F- < Cl- < Br- < I-

O << S ≈ Se≈ Te

N << P < As < Sb < Bi

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

45

Page 7: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

Logam dari golongan b memiliki sejumlah elektron d di luar inti gas

mulianya yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan π dengan

atom ligan. Adanya ikatan π ini akan meningkatkan kestabilan

kompleks. Dengan demikian, logam golongan b akan lebih stabil jika

membentuk kompleks dengan ligan yang memiliki orbital d kosong

yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan π seperti PMe3, S2-

dan I-.

B. Pengaruh Ligan

Selain pengaruh dari logam sebagai ion pusat dari kompleks, ligan

yang terikat pada logam tersebut juga menentukan kestabilan dari

kompleks yang terbentuk. Berikut beberapa factor dari ligan yang

mempengaruhi kestabilan kompleks.

1. Ukuran dan Muatan Ligan

Ligan yang berukuran lebih kecil akan lebih mudah mendekat ke

arah logam pusat untuk membentuk ikatan yang lebih kuat. Dengan

demikian ligan yang ukurannya lebih kecil akan membentuk

kompleks yang lebih stabil. Ditinjau dari muatannya, semakin besar

muatan yang dimiliki ligan, gaya tarik menarik antara ligan dengan

logam pusat juga makin kuat, sehingga ikatan yang terbentuk

otomatis juga menjadi lebih kuat. Dari dua hal tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kompleks yang stabil akan terbentuk dari ligan

yang berukuran kecil dan memiliki muatan yang besar.

2. Momen Dipol dari Ligan

Analog dengan faktor muatan, makin besar momen dipol dari suatu

ligan, stabilitas kompleks yang terbentuk makin besar. Hal ini dapat

menjelaskan urutan kestabilan dari sejumlah ligan netral berikut :

amina > etilamin > dietilamin > trietilamin

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

46

Page 8: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

3. Sifat Basa Ligan

Interaksi antara logam dengan ligan dapat ditinjau sebagai interaksi

Asam-Basa Lewis. Oleh karena itu, makin basa suatu ligan,

kompleks yang terbentuk akan semakin stabil. Hal ini dikarenakan

ligan yang sifatnya lebih basa akan lebih mudah mendonorkan

pasangan elektron bebas yang dimilikinya pada logam. Atas dasar

hal ini, maka ligan NH3 dapat membentuk kompleks yang lebih

stabil dibandingkan H2O.

4. Kemampuan Membentuk Ikatan π

Adanya ikatan π dapat memperkuat ikatan logam dengan ligan

dalam kompleks. Oleh karena itu, ligan-ligan yang dapat

membentuk ikatan π dengan logam membentuk kompleks yang

lebih stabil. Misalnya saja ligan CN-, CO, PR3, dan alkena.

5. Efek Sterik

Adanya efek sterik dapat melemahkan ikatan logam dengan ligan

karena adanya gaya tolak menolak antar ligan yang terikat.

6. Efek Khelat

Ligan yang merupakan suatu ligan pengkhelat membentuk

kompleks yang lebih stabil dibandingkan ligan bukan khelat. Hal ini

dikarenakan ligan berikatan dengan logam melalui lebih dari satu

atom donor, sehingga otomatis ikatan yang terbentuk akan lebih

kuat. Kestabilan ligan pengkhelat sendiri dipengaruhi beberapa

faktor sebagai berikut :

- ukuran cincin khelat, umumnya makin besar ukuran cincin

khelat, makin stabil kompleks yang terbentuk

- efek resonansi, adanya resonansi akan meningkatkan

kestabilan

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

47

Page 9: Bab IV Kestabilan Ion Kompleks

Diktat Kimia Koordinasi

LATIHAN

1. Dari pasangan-pasangan kompleks berikut ini, manakah dari

tiap pasang yang merupakan kompleks yang lebih stabil? Jelaskan

mengapa!

a. K4[Fe(CN)6] dan K3[Fe(CN)6]

b. [Co(H2O)6]2+ dan [Co(NH3)6]2+

c. [Cu(en)2]Cl2 dan [Cu(NH3)4]Cl2

d. [Co(NO2) 6]4- dan [Co(NO2)6]3-

2. Mengapa ion Be2+ memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk

membentuk senyawa kompleks dibandingkan ion Mg2+?

3. Kompleks yang terbentuk dari logam Cu+ lebih stabil dibandingkan

kompleks dari logam Na+ dengan ligan yang sama. Jelaskan mengapa!

4. Ion Ni2+ membentuk kompleks yang lebih stabil dengan ligan 8-hidroksi

kuinolin dibandingkan dengan ligan 2-metil-8-hidroksi kuinolin. Jelaskan!

5. Suatu logam M dapat membentuk kompleks dengan ligan F-, Cl-, Br- dan

I-. Jelaskan urutan stabilitas dari kompleks yang terbentuk!

Bab IV Kestabilan Senyawa Kompleks

48