BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao,...

47
29 BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK & AMERIKA SERIKAT Rasionalitas negara-negara terletak dalam bagaimana negara-negara tersebut menentukan kebijakan dan tindakan yang diambil, sehingga pada akhirnya berdampak pada hasil yang sesuai dengan target. Fenomena kebijakan negara yang memperhatikan sifat kausalitas inilah yang kemudian ditegaskan Hudson (2005: 2), di mana menggambarkan bahwa terdapat proses panjang sebelum negara benar-benar memutuskan langkah atau sikap kebijakannya. Proses yang dimaksud dimulai dari penyelidikan, penentuan prioritas tujuan, penilaian hingga persetujuan. Selanjutnya bilamana berkaitan dengan kebijakan luar negeri, pertimbangan negara menjadi lebih kompleks dikarenakan kebijakan yang akan dilaksanakan merupakan representasi dari kebijakan dalam negeri. Adapun Bab ini akan berfokus pada kebijakan luar negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Amerika Serikat (AS) secara berturut-turut melalui kebijakan Chinese Dream dan kebijakan Free and Open Indo-Pacific. 4.1 Chinese Dream Xi Jinping pertama kali mengumumkan kebijakan Chinese Dream ketika beliau berkunjung ke Museum Nasional Tiongkok dalam rangka menghadiri pameran bertajuk “Jalan Pembaharuan” (The Road of Rejuvenation) bersama enam petinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT) lainnya pada 29 November 2012. Pameran itu sendiri ialah pameran yang mengangkat sejarah pilu masa penghinaan satu abad dimulai dari Perang Opium Pertama hingga akhir Perang Sino-Jepang. Dalam pidatonya, Xi menekankan bahwasannya RRT telah melalui masa-masa sulit yang membutuhkan pengorbanan besar (National Museum of China, 2012). Penekanan pada narasi-narasi masa kelam dan penghinaan, serta narasi pembaharuan yang bersirkulasi dalam identitas politik RRT ini kemudian sejalan dengan pemirikan Zheng Wang (2012) di mana menganggap bahwa penghinaan

Transcript of BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao,...

Page 1: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

29

BAB IV

KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK &

AMERIKA SERIKAT

Rasionalitas negara-negara terletak dalam bagaimana negara-negara

tersebut menentukan kebijakan dan tindakan yang diambil, sehingga pada

akhirnya berdampak pada hasil yang sesuai dengan target. Fenomena kebijakan

negara yang memperhatikan sifat kausalitas inilah yang kemudian ditegaskan

Hudson (2005: 2), di mana menggambarkan bahwa terdapat proses panjang

sebelum negara benar-benar memutuskan langkah atau sikap kebijakannya. Proses

yang dimaksud dimulai dari penyelidikan, penentuan prioritas tujuan, penilaian

hingga persetujuan. Selanjutnya bilamana berkaitan dengan kebijakan luar negeri,

pertimbangan negara menjadi lebih kompleks dikarenakan kebijakan yang akan

dilaksanakan merupakan representasi dari kebijakan dalam negeri. Adapun Bab

ini akan berfokus pada kebijakan luar negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT)

dan Amerika Serikat (AS) secara berturut-turut melalui kebijakan Chinese Dream

dan kebijakan Free and Open Indo-Pacific.

4.1 Chinese Dream

Xi Jinping pertama kali mengumumkan kebijakan Chinese Dream ketika

beliau berkunjung ke Museum Nasional Tiongkok dalam rangka menghadiri

pameran bertajuk “Jalan Pembaharuan” (The Road of Rejuvenation) bersama

enam petinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT) lainnya pada 29 November 2012.

Pameran itu sendiri ialah pameran yang mengangkat sejarah pilu masa penghinaan

satu abad – dimulai dari Perang Opium Pertama hingga akhir Perang Sino-Jepang.

Dalam pidatonya, Xi menekankan bahwasannya RRT telah melalui masa-masa

sulit yang membutuhkan pengorbanan besar (National Museum of China, 2012).

Penekanan pada narasi-narasi masa kelam dan penghinaan, serta narasi

pembaharuan yang bersirkulasi dalam identitas politik RRT ini kemudian sejalan

dengan pemirikan Zheng Wang (2012) di mana menganggap bahwa penghinaan

Page 2: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

30

nasional (national humiliation) adalah bagian integral dari pembangunan identitas

nasional dan pembangunan nasional RRT. Adapun selaras dengan ide tersebut,

dapat dikatakan penghinaan satu abad oleh agresi bangsa asing ialah narasi utama

(master narrative) pendorong sejarah Tiongkok modern (Callahan, 2004: 204).

Narasi Chinese Dream oleh Xi Jinping layaknya anggur tua yang dikemas

dalam botol yang baru (Wang, 2013: 7). Anggur tersebut ialah tujuan

pembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng

Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis pandangan Mao

Zedong. Secara lebih lanjut, Chinese Dream dikemas secara lebih modern apabila

dibandingkan dengan kebijakan pendahulunya, terutama setelah mendapatkan

basis legalitas dengan direvisinya Konstitusi Partai Komunis Tiongkok pada

Kongres Partai Komunis Tiongkok, 24 Oktober 2017. Hasil revisi Konstitusi

Partai Komunis Tiongkok (2017) ialah sebagai berikut:

“Semua anggota partai harus memegang teguh bendera besar sosialisme

dengan karakteristik Tiongkok, memiliki kepercayaan diri penuh di

dalam setiap jalan, teori, sistem, dan budaya, menerapkan teori dasar

partai, garis dasar, dan kebijakan dasar, berjuang untuk memenuhi tiga

tugas sejarah, yaitu memajukan modernisasi, mencapai reunifikasi

Tiongkok, dan menjaga perdamaian dunia dan meningkatkan

perkembangan saat ini, mencapai tujuan kembar satu abad, dan

merealisasikan “Chinese Dream” mengenai pembaharuan nasional”.

Berhubungan dengan dua tujuan satu abad (two centenary goals) –

menjadi masyarakat madani tahun 2021 dan mencapai modernisasi tahun 2049 –

Chinese Dream oleh Xi Jinping pada dasarnya merupakan bentuk

pengejawantahannya. Untuk itu, selain berlandaskan pada konstitusi PKT,

Chinese Dream oleh Xi bersumber dari China Peaceful Development White

Paper, yaitu stabilitas politik, perekonomian berkelanjutan, dan keamanan

nasional (China’s Peaceful Development, 2011). Guna mewujudkan cita-cita dan

tujuan berabad-abad Tiongkok, Xi Jinping menekankan pada kebijakan berbasis

pertimbangkan potensi yang dimiliki oleh kawasan Indo-Pasifik sebagai batu

loncatan dan instrumen keterpenuhan kebutuhan RRT untuk kembali

mempertahankan „anggur tua‟ kepentingan Tiongkok, namun dengan „botol‟ atau

kemasan baru, yakni regionalisme Indo-Pasifik. Berkenaan dengan kepentingan

Page 3: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

31

Tiongkok berabad-abad inilah, Xi mempersepsikan Chinese Dream melalui

pengetahuannya mengenai potensi besar Indo-Pasifik.

4.1.1 Dasar historis Chinese Dream

Selain berangkat dari persepsi Xi Jinping mengenai potensi

penerapan kebijakan Chinese Dream, khususnya bilamana berkaca dari

posibilitas-posibilitas Indo-Pasifik, menjadi sulit dinafikan bahwa Chinese

Dream telah berakar jauh dalam sejarah perkembangan Tiongkok itu

sendiri. Oleh karenanya, memahami kebijakan Chinese Dream

membutuhkan pemaknaan menyeluruh perihal segala sesuatu yang

mempengaruhi sebelum kebijakan tersebut disetujui dan juga hal-hal yang

menjadi katalisator saat penerapan Chinese Dream dieksekusi. Dengan

kalimat lain, pemaknaan Chinese Dream sudah semestinya ditinjau dari

sisi historikal, sehingga pemahaman terseut menjadi lebih komprehensif

atau menyeluruh.

Sisi historis yang dimaksud secara kronologis mengalami empat

fase penting, yakni penghinaan satu abad (1839-1945), Revolusi Mao

Zedong (1949), Reformasi Deng Xiaoping (1978) dan enkapitulasi cita-

cita Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang dilakukan oleh Presiden Xi

Jinping (2012 – hingga saat ini). Pada setiap fase sejarah, RRT semakin

memperbaharui dan memperkuat motivasi guna tumbuh sebagai negara

yang makmur dan berdaulat, bahkan lebih dari pada itu, RRT berusaha

membangun kembali sisa-sisa kejayaan Tiongkok seperti pada masa

Dinasti Han (206 SM – 220 M), Dinasti Tang (618 M – 906 M) dan

Dinasti Qing (1644 – 1912).

4.1.1.1 Penghinaan satu abad

Sejarah Chinese Dream ialah sejarah panjang yang berakar dari sisi

historis kelam peradaban Tiongkok selama satu abad penuh, yakni pada

tahun 1839-1945. Perkembangan peradaban RRT selama lebih dari satu

abad tersebut diisi oleh berbagai macam penindasan demi penindasan,

serta imperialisme yang berakhir dengan pertumpahan darah. Sisi gelap

Page 4: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

32

dari peradaban inilah yang kemudian dikenal masyarakat modern RRT

sebagai “penghinaan satu abad” atau century of humiliation (bainian

guochi, 百年国耻). Letak narasi-narasi yang memperkuat luka masa lalu –

seperti penekanan pembelajaran sejarah mengenai penjajahan bangsa asing di

tanah RRT pada kurikulum sekolah – selama penghinaan satu abad kemudian

memainkan peran penting sebagai penunjang gairah membangkitkan diri dan

keluar dari kondisi belenggu dan ketergantungan terhadap negara lain.

Pembabakan pertama yang menjadi sorotan ialah dinamika

kesengsaraan masyarakat Tiongkok klasik yang masuk pada ketidakadilan

yang satu kepada ketidakadilan yang lain atau kemudian dikenal dengan

sebutan penghinaan satu abad, yakni kalah dalam Perang Opium Pertama

(1839-1842), dipaksa menandatangani perjanjian yang tidak adil (Nanking,

Whampoa dan Aigun), kalah dalam Perang Opium Kedua (1856-1860),

kalah Perang Sino-Prancis (1884-1885), kalah Perang Sino-Jepang

Pertama (1894-1895), tekanan aliansi delapan negara (1899-1901), invasi

Inggris di Tibet (1903-1904), Dua Puluh Satu Tuntutan (1915) dan Perang

Sino-Jepang Kedua (1937-1945). Berangkat dari runtutan sejarah tersebut,

terdapat momentum yang dijabarkan berikutnya ialah Perang Opium,

perjanjian tidak adil, dan Perang Sino-Jepang dikarenakan mewakili aktor-

aktor yang menekan Tiongkok sepanjang lebih dari satu abad.

Perang Opium Pertama antara Tiongkok dan Britania Raya (pada

berbagai literatur disimplifikasi dengan sebutan „Inggris‟) sekaligus

menandai cerita panjang tentang hubungan RRT dengan bangsa-bangsa

Barat yang tidak terlalu akur. Pada masa Dinansti Qing (1644-1912),

Britania Raya yang kala itu menguasai India memulai perdagangannya di

pesisir selatan Tiongkok atas persetujuan Dinasti dengan kesepakatan

terbatas di pelabuhan Canton (saat ini Guangzhou). Seiring pertambahan

volume permintaan barang-barang dari Tiongkok ke India – daerah koloni

Britania Raya, pihak Britania menuntut akses pasar yang lebih besar bila

dibandingkan dengan kesepakatan awal. Peningkataan permintaan

komoditas Tiongkok, seperti teh mencapai puncaknya pada tahun 1800,

Page 5: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

33

yakni sebesar 23 juta pon per tahun atau senilai 3,6 juta pon perak (Perdue,

2010: 3). Menyadari ancaman akan habisnya perak, Britania Raya mencari

komoditas yang bisa dijual ke Tiongkok sehingga neraca perdagangan

tidak defisit. Terlepas dari kecaman Dinasti, Britania memperdagangkan

Opium – dipanen di Bengal, India – secara gelap tanpa menghiraukan

kecaman pemerintahaan Qing (lihat tabel 4.1).

Tabel 4.1

Perdagangan Opium Ilegal oleh Britania Raya kepada Tiongkok

Dinasti Qing baru menyadari praktik perdagangan Opium Britania

kepada Tiongkok setelah pada 1830-an lebih dari 20 persen pegawai

pemerintahan pusat, 30 persen pegawai lokal dan 30 persen pegawai

rendahan mengalami ketergantungan mengonsumsi opium (Perdue, 2010:

10). Mengacu pada peningkatan permintaan dan ketergantungan kepada

Opium, Pemerintahan Qing menunjuk Lin Zexu untuk memusnahkan

semua Opium sehingga memicu Perang Opium Pertama pada 4 September

1839 (Chen, 2017: x). Pemusnahan sepihak oleh Dinasti Qing kemudian

menimbulkan gesekan antara dua negara yang berujung pada pengiriman

kapal bersenjata Britania Raya (gunboat) sehingga Tiongkok menyerah

dipukul mundur. Perang Opium Pertama berakhir dengan Perjanjian

Nanking (1842) yang mengharuskan Tiongkok membuka pelabuhan

perdagangan dan mendirikan Hong Kong sebagai pusat koloni Britania

Raya di Tiongkok (Chen, 2017: 126).

Sumber: Spence, The Search of Modern China, 1990.

Tahun Jumlah Peti

(1 peti = 140 pon)

1729 200

1750 600

1773 1.000

1790 4.054

1800 4.570

1810 4.968

1816 5.106

1823 7.082

1828 13.131

1832 23.570

Page 6: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

34

Kesadaran akan kekalahan Tiongkok dari dunia Barat, khususnya

berkaitan dengan agresi dan kolonialisasi Britania menyisahkan narasi-

narasi antagonis Tiongkok modern menyikapi dinamika politik Barat.

Profesor Zheng kala diwawancarai ABC News menilai kesadaran dan

kemarahan Tiongkok terhadap Barat masih tersisa hingga saat ini dan

memberikan semacam legitimasi untuk memanfaatkan pergeseran

kekuatan berdasarkan pemahaman akan pergeseran geostrategi dan

geopolitik bagi pencapaian cita-cita Tiongkok sendiri (Ross & Quince,

2018). Hawksley (2017) menambahkan bila sejatinya sejarah masa lalu

RRT digunakan sebagai pertimbangan politik agar tidak lagi menjadi

lemah ketika berhadapan dengan bangsa lain yang ingin mengintervensi,

atau pada batasan yang lebih jauh, berusaha menekan Tiongkok seperti

masa penghinaan satu abad:

“Saya pulang dengan perasaan bahwa suatu negara menyalahkan

dirinya sendiri untuk tertinggal di belakang Eropa. Dari pada

memainkan ketidakadilan, mereka sekarang memainkan pengejaran

ketinggalan, dengan suatu determinasi bahwa sejarah [kelam] tidak

boleh terulang. Presiden Tiongkok, Xi Jinping menyebutnya

pembaharuan besar” (Hawksley, 2017).

Lebih lanjut, fenomena faktual antara RRT dan Amerika Serikat

ditilik dari kondisi perang dagang menunjukan kesamaan karakteristik

dengan kondisi sebelum pecah Perang Opium selama tahun 1830an.

Kesamaan tersebut dapat dilihat dari bagaimana ekspor Tiongkok yang

mengalami surplus bila dibandingkan dengan negara penerima berujung

kepada panasnya hubungan politik kedua negara dan tuntutan agar

Tiongkok lebih terbuka bagi aliran barang masuk hingga proteksionisme

pasar. Amerika Serikat mengalami defisit akibat volume pembelian barang

dari Tiongkok lebih besar dari barang nasional yang dijual ke Tiongkok

mengalami kemiripan dengan Britania pada waktu itu. Perihal sejarah yang

berulang kemudian ditegaskan Ian Morris (2018) bahwa jika Washington

dan Beijing gagal untuk melimitasi sisi masing-masing, maka kedua

negara akan membawa malapetaka tersendiri seperti yang terjadi 200

Page 7: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

35

tahun lalu. Malapetaka yang dimaksud ialah persaingan ekonomi tidak

sehat yang berakhir dengan peperangan terbuka antara dua negara. Oleh

karenanya pertimbangan kesejarahan mengenai Perang Opium menjadi

relevan bagi Tiongkok masa kini, selama administrasi Xi Jinping.

Selepas dari kekalahan dalam Perang Opium Pertama, bangsa-

bangsa lain kemudian menyadari lemahnya Tiongkok di penghujung

Dinasti Qing. Berangkat dari pengetahuan akan ketidaksiapan Tiongkok

menghadapi agresi eksternal, bangsa-bangsa lain turut serta memanfaatkan

kondisi dengan memaksa Tiongkok menyetujui berbagai perjanjian yang

tidak adil. Selain Britania Raya, Prancis dan Kekaisaran Rusia

menandatangani perjanjian tidak adil, yakni Perjanjian Nanking, Perjanjian

Whampoa dan Perjanjian Aigun.

Treaty of Peace, Friendship, Commerce, Indemnity between Great

Britain and China saat ini dikenal sebagai Perjanjian Nanking dikarenakan

ditandatangani di Nanking (Nanjing), 29 Agustus 1842. Perjanjian

Nanking terdiri dari 13 pasal yang secara garis besar merupakan usaha

Britania Raya untuk mendapatkan wilayah tertentu di Tiongkok dan

mendulang kekayaan dari uang ganti rugi yang harus dibayarkan (Hertslet,

1908: 7-12). Sebagai contoh, pasal 2 dan pasal 3 Perjanjian Nangking

mengharuskan Tiongkok membuka kota-kota strategis yang sebelumnya

tidak dibuka untuk pedagang Britania, yakni kota Canton, Amoy,

Foochowfoo, Ningpo dan Shanghai. Adapun Britania mewajibkan

Tiongkok memberikan Hong Kong selama jangka waktu yang tidak

ditentukan sebagai pusat pelabuhan dan penyimpanan barang-barang milik

Britania. Tekanan Britania terhadap Tiongkok kemudian dilanjutkan

dengan ultimatum penggantian kerugian dengan total 21 juta dolar yang

tercantum dalam pasal 4 hingga pasal 7 menurut rincian berikut: 6 juta

dolar ganti rugi opium yang dimusnahkan oleh utusan Dinansti Qing

selama Maret 1839, 3 juta dolar sebagai ganti kerugian Britania Raya

selama membeli barang-barang dari pedagang Tiongkok, dan 12 juta dolar

untuk memperbaiki kerusakan selama Perang Opium Pertama.

Page 8: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

36

Perjanjian Whampoa ditandatangani pada 24 Oktober 1844 dengan

berisikan 36 pasal yang dispesifikasi sebagai perjanjian perdagangan

(Dorothy & Williard-Straight, 1902: 49-58). Dalam Perjanjian Whampoa,

Tiongkok mendapatkan posisi kekuasaan yang timpang bilamana ditinjau

dari tiga peraturan penting. Pertama, pasal 2 mengatur jika terjadi insiden

penyelundupan dan praktik perdagangan ilegal oleh orang berkebangsaan

Prancis, hukumannya hanya penyitaan kargo oleh konsul. Kedua,

Tiongkok tidak diperbolehkan menaikan tarif terhadap berbagai macam

kargo. Ketiga, pasal 22 menjamin orang berkebangsaan Prancis tidak

boleh dijatuhi hukuman apapun oleh pemerintah Tiongkok atas tindakan

kriminal yang dilakukan, sedangkan hanya boleh dikirim ke kantor

konsulat terdekat.

Perjanjian Aigun disahkan oleh pihak Rusia dan Tiongkok pada

tanggal 16 Mei 1858 yang berisi tiga pasal batasan teritorial antara Rusia

dan Tiongkok (Dorothy & Williard-Straight, 1902: 100). Perjanjian Aigun

memberikan Rusia kontrol atas Danau Amur bagian kiri. Menjadi tidak

adil dikarenakan selain proses perjanjian yang dilakukan secara paksa oleh

Rusia dengan mengirimkan kapal bersenjatanya, Rusia otomatis

mendapatkan akses langsung ke Laut Okhotsk yang sebelumnya

merupakan teritorial Dinasti Qing (Rothman, 2006: 11).

Pada 1856, Perang Opium Kedua kembali pecah dan bertahan

hingga tahun 1860, ketika Britania dan Prancis memaksa Tiongkok untuk

memperbaharui perjanjian-perjanjian yang tidak adil, menuntut uang ganti

rugi dan untuk membuka dibukanya 11 pelabuhan tambahan bagi jalur

perdagangan imperialis, akan tetapi mendapat penolakan dari Dinasti

Qing. Dalam serangkaian peristiwa selama Oktober 1856, otoritas

Tiongkok menahan kapal bertanda Tiongkok, namun dioperasikan oleh

orang-orang Britania. Berangkat dari peristiwa penangkapan tersebut

Prancis mendukung Britania agar menghancurkan Istana Dinasti Qing.

Peperangan berakhir dengan Perjanjian Tientsin yang mengharuskan

Tiongkok membayar ganti rugi, membuka pelabuhan lebih banyak dan

Page 9: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

37

secara langsung memperlemah Dinasti Qing. Peristiwa ini menjadikan

Tiongkok berpikir kembali terkait hubungannya dengan dunia luar dan

mempertimbangkan usaha modernisasi militer, politik dan struktur

ekonomi (Hayes, 2018: 14).

Cita-cita Dinasti Qing demi memperbaharui dan memodernisasi

militer, politik dan ekonomi duna mempertahankan Tiongkok kemudian

menjadi cita-cita RRT dewasa ini. Pertimbangan historis dari berbagai

perjanjian tidak adil yang mana tidak hanya menyebabkan Tiongkok harus

membayar ganti rugi dalam jumlah yang besar, namun lebih dari pada itu

wajib memangkas dan memberikan kedaulatannya kepada bangsa asing,

khusunya merelakan Hong Kong dan beberapa pelabuhan penting. Untuk

alasan yang sama, RRT secara terus menerus berusaha bergantung pada

diri sendiri, baik melalui usaha memperluas dan meningkatkan

perdagangan melalui investasi dan pembangunan infrastuktur, memperkuat

militer yang dapat ditinjau dari pengeluaran anggaran militer dan

mengintensifkan diplomasi dengan negara-negara di Indo-Pasifik– dibahas

secara komprehensif pada Bab 5 mengenai rivalitas RRT dan AS.

Gambar 2.

Pelabuhan Tiongkok yang terbuka bagi imperialis sebelum dan

sesudah Perang Opium Kedua

Sumber: Jack Hayes, “The Opium Wars in China”. Dalam Asia

Pacific Curriculum.

Page 10: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

38

Belum sempat memperbaiki diri setelah mengalami kerugian

akibat aktivitas Britania Raya, Prancis dan Rusia yang berujung pada

kesepakatan tidak adil sehingga memberatkan Tiongkok, Dinasti Qing

kembali harus menghadapi kekuatan asing yang datang dari Jepang.

Jepang datang sebagai kekuatan baru, secara terkhusus setelah mengalami

perombakan dan pembaharuan besar-besaran selama Restorasi Meiji.

Jepang datang dalam bentuk dua kali Perang Sino-Jepang antara tahun

1894-1895 dan 1937-1945. Perang Sino-Jepang Pertama dapat dikatakan

sebagai usaha Jepang untuk memperluas kekuasaannya di Semenanjung

Korea yang secara administratif masih berada di bawah kekuasaan

Tiongkok. Peperangan dimulai pada 1 Agustus 1894 namun harus berakhir

dengan kekalahan Tiongkok yang ditandai oleh Perjanjian Shimonoseki, 8

Mei 1895.

Adapun Perang Sino-Jepang Kedua merupakan kelanjutan pasca

kejatuhan Dinasti Qing. Terlepas dari berbagai macam jual-beli serangan

selama 1937-1945, Pembantaian Nanking (Nanking Messacre) ialah

momentum sejarah yang paling diingat masyarakat RRT saat ini. Betapa

tidak, investigasi pasca perang mendapati pemerkosaan dan pembantaian

di Distrik Nanking (Nanjing) mengakibatkan 295.525 kematian dengan

presentase: 76 persen laki-laki, 22 persen perempuan dan 2 persen anak-

anak (Brook, 2002: 2).

Belajar dari penghinaan yang dialami Tiongkok selama seabad

lebih dan bagaimana Tiongkok mengalami kekalahan demi kekalahan serta

penindasan-penindasan bangsa asing, baik dari Eropa maupun Asia Timur,

berpotensi menjadi substansi utama dalam rangka memahami kebijakan

RRT saat ini. Andreas Forsby secara khusus mengidentifikasi kebijakan

luar negeri RRT sebagai salah satu bentuk inferioritas kompleks

(inferiority complex), di mana nampak dari frasa “wuwang guochi” atau

jangan melupakan penghinaan nasional (Forsby, 2015: 185). RRT

mempotret abad penghinaan sebagai momentum kehilangan teritori,

kehilangan kedaulatan internal dan eksteral, dan kehilangan martabat

Page 11: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

39

internasional (Kaufman, 2011: 4). Oleh karena setiap rezim RRT

mendapat pembenaran untuk merebut kembali teritori dan martabatnya

baik secara literal di Kawasan Laut Tiongkok Selatan maupun secara

pengaruh implisit dengan mendorong ketergantungan negara lain.

4.1.1.2 Mao Zedong

Menjadi tidak terelakan bahwa Mao Zedong memainkan peran

penting bagi berdirinya Tiongkok modern seperti saat ini. Peranan Mao

Zedong sebagai pendiri RRT sekaligus menjembatani era klasik

kesejarahan Tiongkok di era dinasti dan republik, menjadi negara dengan

kekuatan Partai Komunis terbesar. Kontribusi besar Mao Zedong sekaligus

beriringan dengan bayangan kelam kepemimpinannya yang mana

menyebabkan wabah kelaparan dan kematian pada eksekusi kebijakannya

selama menjadi pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) sekaligus

pemimpin RRT. Sejalan dengan hal tersebut, jejak sejarah Mao setidaknya

terdiri atas kebijakan Lompatan Besar Ke depan (Great Leap Forward),

kebijakan Revolusi Budaya (Cultural Revolution) dan pemikirannya yang

dikenal dengan Maonisme.

Pidato Mao Zedong pada 1 Oktober 1949 di daerah Tiananmen

menandai terbentuknya RRT dengan posisi PKT sebagai jalan untuk

mengobati kesengsaraan masa lalu dan kelemahan pemerintahan di bawah

tekanan kolonialisme dan imperialisme Britania dan Prancis, serta

ancaman kekuatan Jepang di Timur Jauh. Dalam rangka mengejar

ketertinggalan pasca momentum-momentum kelam selama penghinaan

satu abad, Mao keluar dengan kebijakan Rencana Lima Tahun (Five Year

Plans). Rencana Lima Tahun pertama berakhir dengan sukses besar

melalui investasi pada pabrik milik negara dan redistribusi lahan pertanian

dari tuan tanah kepada petani-petani. Investasi terhadap pabrik milik

negara dan redistribusi lahan inilah yang menjadi pusat gravitasi

perekonomian dikarenakan pabrik-pabrik tersebut difokuskan untuk

memproduksi mesin traktor, mesin pertanian dan pupuk-pupuk kimia

Page 12: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

40

dengan tujuan disebarkan kepada petani-petani yang telah mendapatkan

jatah lahan pertanian dari negara. Akhir dari tahapan pertama ini ialah

peniadaan kepemilikan pribadi.

Pada 1958, Mao memulai tahapan kedua Rencana Lima Tahun,

kemudian diketahui sebagai kebijakan Lompatan Besar Kedepan.

Pergerakan kebijakan ini menekankan pada daerah-daerah pinggiran atau

pedesaan Tiongkok untuk mencapai tujuan utopia komunisme, yakni

swasembada agrikultur, industri, pemerintahan, pendidikan dan layanan

kesehatan. Mao menjamin kesetaraan pendapatan terlepas dari jenis

pekerjaan apapun. Bereaksi terhadap tawaran Mao inilah, rakyat RRT

menyambut dengan antusiasme tinggi yang mana tercermin pada alih

pekerjaan dari petani menjadi buruh-buruh pabrik, guna memproduksi besi

dan baja selama siang dan malam. Dalam istilah lain, fenomena

antusiasme pekerja dikenal dengan slogan “Catching the moon and stars”

(Brown, 2012: 31). Mao membakar semangat para buruh dengan

menguatkan narasi-narasi penghinaan satu abad dan upaya untuk

melompati total produksi para kolonialis dan imperialis yang sebelumnya

menjajah RRT dengan ketidakadilan.

Di sisi lain, aktivitas pabrik menjadikan rakyat tidak lain berfokus

pada aspek agrikultur, seperti pada Rencana Lima Tahun pertama.

Produksi barang-barang pabrikan terus-menerus bertambah, sedangkan

bertolak belakang dengan produksi gandum – sebagai makan pokok.

Penurunan produksi makanan pada 1960 mengakibatkan wabah kelaparan

kelaparan besar. Persediaan cadangan makan yang rendah menyebabkan

kematian sekitar 25 juta orang akibat kelaparan (Palese, 2009: 5).

Kematian dalam jumlah besar inilah yang sekaligus menandai berakhirnya

kebijakan Mao Zedong terhadap Lompatan Besar Ke depan. Cita-cita

untuk mengalahkan jumlah produksi Britania Raya dilaksanakan dengan

pertimbangan yang keliru sehingga berimbas pada kerugian yang lebih

besar.

Tabel 4.2

Page 13: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

41

Produksi Gandum Berbanding Terbalik dengan Produksi Mesin Pertanian

Revolusi Budaya tidak lain merupakan bentuk perjuangan Mao

Zedong dalam rangka purifikasi Partai Komunis Tiongkok (PKT), di mana

Mao melihat adanya kelas borjuis yang mencoba mengambil alih partai.

Perjuangan Mao tersebut kemudian tidak bisa dilepaskan dari insiden

kemanusiaan. 30 juta orang diperkirakan kehilangan nyawanya selama

tahun 1966 hingga tahun 1976 akibat revolusi (Bai, 2014: 2). Terlepas

revolusi yang memakan puluhan juta nyawa, inti dari revolusi tersebut

ialah usaha Mao dalam rangka menerapkan Maoisme atau Pemikiran Mao

Zedong. Belajar dari Marxisme, Mao menggabungkan sistem

kediktaktoran proletar dengan self-critism, yakni nilai untuk tidak mudah

puas terhadap pencapaian dan untuk mencegah elitis (Ribao & Bao, 1968:

3-4).

Secara lebih mendalam, posisi RRT saat ini dan bagaimana Xi

Jinping menerapkan kebijakan Chinese Dream tidak bisa begitu saja

dilepaskan dari peranan Mao. Mao tidak hanya berperan sebagai bapak

Tiongkok modern, melainkan berhasil mendirikan sistem pemerintahan

dengan kontrol Partai Komunis yang bertahan dan bahkan menguat saat

ini. Oleh karena itu, semangat rejuvenation atau jalan pembaharuan yang

sejak 2012 disebarkan oleh Xi Jinping sebagai narasi utama Chinese

Tahun Produksi Gandum

(Juta Ton)

Mesin Pertanian

(Juta Tenaga Kuda)

1952 164 0,3

1953 167 0,4

1954 170 0,5

1955 184 0,8

1956 193 1,1

1957 195 1,7

1958 200 2,4

1959 170 3,4

1960 143 5,0

Sumber: Li & Yang, The Great Leap Forward: Anatomy of a Central Planning

Disaster, 2005, diolah.

Page 14: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

42

Dream pada dasarknya berakar dari pemikiran Mao yang tercantum dalam

konstitusi RRT. Dengan kata lain, kebijakan yang telah dan sedang

digalakan Xi secara substansial bersumber dari moto Mao mengenai

“catching the moon and stars”, namun diterjemahkan ke dalam bentuk-

bentuk yang lebih modern, yakni tidak lagi menggunakan cara revolusi

budaya yang berakibat fatal, akan tetapi melalui pendekatan diplomatis

dan keterbukaan serta kerja sama dunia internasional.

4.1.1.3 Deng Xiaoping

Deng Xiaoping (22 Agustus 1904 – 19 Februari 1997) merupakan

politisi Tiongkok yang berperan penting dalam rangka mengubah wajah

modern RRT seperti saat ini. Terlepas dari posisinya yang tidak pernah

menjadi kepala negara maupun menjadi pemimpin PKT, kehadiran Deng

Xiaoping berhasil mengeluarkan Tiongkok dari defisit dan kemerosotan

ekonomi dan politik RRT setelah kegagalan Lompatan Besar Kedepan dan

Revolusi Budaya semasa kepemimpinan Mao Zedong. Pda tahun 1978,

berkat kontribusi Deng, RRT mengalami perubahan institusional positif,

khususnya bila ditilik dari pertumbuhan ekonomi dan kemajuan status

RRT dalam sistem internasional. Oleh karenanya, pembahasan mengenai

Deng Xiaoping serta kontribusinya bagi RRT, khususnya di masa

mendatang, yaitu Reformasi Ekonomi.

Reformasi ekonomi Tiongkok yang mengarah pada market-

oriented dimulai pada tahun 1978. Mengenai reformasi tersebut Gregory

Chow (2004: 127) mengidentifikasi empat alasan yang mengharuskan

reformasi ekonomi menjadi langkah urgen dan prioritas untuk

dilaksanakan. Pertama, Revolusi Budaya (1966-1976) sangat tidak

populer sehingga PKT dan pemerintah harus mengubah arah

perekonomian sehingga kembali mendapatkan dukungan masyarakat.

Kedua, belajar dari pengalaman, ekonomi terpimpin ialah sistem yang

sangat sulit untuk diatur dan secara ekonomi menjadi tidak efisien. Ketiga,

pertumbuhan ekonomi yang cepat dan perkembangan lebih akan terjadi

Page 15: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

43

pada strategi perekonomian bertetangga yang berorientasi pada pasar,

sehingga RRT harus lebih terbuka pada negara semisal Hong Kong,

Taiwan, Korea Selatan dan Singapura. Keempat, masyarakat Tiongkok

pada saat ini menghendaki keterbukaan ekonomi dikarenakan keterbatasan

komoditas pasar domestik. Reformasi ekonomi sendiri membutuhkan

komponen perubahan, yakni sasaran dari perubahan, pergantian atau

perbaikan suatu kebijakan. Berangkat dari dasar tersebut, Deng Xiaoping

setidaknya menyasar komponen agrikultur, perusahaan milik negara dan

kebijakan terbuka (open-door policy).

Reformasi agrikultur menjadi target pertama Deng mengingat

bidang inilah yang paling terkena dampak kegagalan kebijakan Lompatan

Besar Ke depan dan Revolusi Budaya. Sistem komunal yang diterapkan

Mao di mana petani-petani dikelompokkan menjadi satu untuk menggarap

lahan tertentu dianggap tidak efektif disebabkan oleh tidak adanya upah

tambahan bilamana terdapat petani yang bekerja lembur. Beberapa petani

menyadari bahwa mereka akan menjadi lebih produktif bila bekerja secara

terpisah. Dampak dari reformasi ini ialah pertumbuhan produk pertanian

Gambar 3.

Peningkatan Produksi Pertanian Sejak Reformasi Ekonomi

Sumber: Gerhard Heilig, “Economic Change: Agricultural Land,

Value Added in Agriculture and Export of Goods and

Services”. Dalam China-Profile, 2011.

Page 16: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

44

secara besar-besaran seperti yang ditunjukan Gambar 7 ketika luas lahas

agrikultur dan ekspor agrikultur mengalami peningkatan dari tahun 1960

sampai tahun 2006.

Berikutnya, reformasi perusahaan milik negara berlangsung

melalui beberapa tahapan, yaitu negara memberikan otonomi kepada

perusahaan, menjadikan perusahaan independen secara finansial, dan

memperkenalkan sistem yang sama kepada produsen rumahan (Chow,

2004: 130). Pada tahapan pertama, negara memberikan otonomi kepada

perusahaan untuk memproduksi, memasarkan dan mengambil keputusan

investasi dari pada harus mengekang perusahaan dalam sistem ekonomi

terpimpin. Kedua, negara membebaskan pengaturan finansial perusahaan,

memperbolehkan mereka menyimpan keutungan sepanjang telah

membayarkan pajak, dari pada harus mengakuisisi saham perusahaan.

Ketiga, negara menerapkan kebebasan yang sama kepada industri kecil

rumahan pada bidang agrikultur. Hasil dari kebijakan ini ialah peningkatan

kepemilikan pribadi dan kepemilikan kolektif – yang mana berdampak

Gambar 4.

Peningkatan Kepemilikan Perusahaan RRT Selain Milik Negara

Sumber: Ross Garnaut & Ligang Song, “China: Twenty Years of

Economic Reform”. Dalam The Australian National University.

Page 17: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

45

pada pertumbuhan pendapatan domestik bruto dari 153,97 miliar dolar AS

pada tahun 1976 menjadi 961,604 milliar dolar AS pada tahun 1997 ketika

Deng Xiaoping meninggal (World Bank, 2018).

Komponen utama terakhir selama reformasi ekonomi ialah pada

kebijakan terbuka (open-door policy). RRT yang sebelumnya tertutup pada

dunia luar, mulai membuka dirinya bagi perdagangan luar negeri dan

investasi asing. Deng Xiaoping mendorong kebijakan yang dimaksud agar

terjadi sirkulasi ekspor dan impor RRT. Perusahaan-perusahaan yang

berdagang bertanggung jawab atas keuntungan mereka sendiri, terlepas

dari ikut campur negara yang terlalu besar. Di sisi lain, negara berperan

dalam rangka mengurangi hambatan perdagangan akibat prosedur

birokratis berkepanjangan yang mana pola tersebut bertahan hingga

pengimplementasian Chinese Dream oleh Xi Jinping. Selain dari pada itu

kebijakan membuka diri yang berbeda dari gaya rezim Mao menjadi

relevan dengan Chinese Dream.

4.1.1.4 Zheng Bijian

Zheng Bijian adalah salah satu intelektual penting di dalam Partai

Komunis Tiongkok (PKT). Zheng terakhir kali bertanggung jawab sebagai

Gambar 5.

Peningkatan Ekspor RRT

Sumber: Ross Garnaut & Ligang Song, “China: Twenty Years of

Economic Reform”. Dalam The Australian National University.

Page 18: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

46

anggota Komite Pusat pada tahun 2002 yang mempertemukannya dengan

Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao. Setahun setelah

pertemuannya dengan dua tokoh penting PKT sekaligus pemimpin RRT,

Zheng berkesempatan untuk memberikan pidato selama sesi pleno Forum

Bo‟ao untuk Asia (Bo’ao Forum for Asia), 3 November 2003. Pidato yang

diberi judul “A New Path for China’s Peaceful Rise and the Future of

Asia” kemudian memperkenalkan pendekatan baru Tiongkok dalam

rangka menyongsong kebangkitan Tiongkok, yaitu “kebangkitan damai”

Tiongkok (China’s peaceful rise, 和平觉醒) (Bijian, 2005: 14-19).

Menurut Zheng Bijian, dalam dua atau tiga dekade ke depan, atau selama

awal abad ke-21, Asia akan menghadapi kesempatan sejarah yang langka

untuk kebangkitan damai, dan kebangkitan damai Tiongkok akan menjadi

bagian dari kebangkitan Asia itu sendiri. Artinya, Tiongkok akan

memainkan peran penting dan aktif dalam pembangunan, kesejahteraan,

dan stabilitas negara-negara Asia (Bijian, 2005: 19).

Perdana Menteri Wen Jiabao kemudian memformulasikan

pendekatan yang ditawarkan Zheng Bijian selama pidato pleno tersebut

menjadi strategi RRT yang bertujuan untuk menjadikan Tiongkok sebagai

kekuatan masa depan. Wen Jiabao mengkarakterisasi RRT dalam tiga

zaman, yakni pada masa lalu Tiongkok merupakan negara kuno besar yang

menciptakan peradaban hebat, saat ini (masa pemerintahan Hu Jintao,

(2003-2008) Tiongkok sedang mengalami reformasi dan proses membuka

diri, dan di masa depan Tiongkok akan menjadi negara besar yang

berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas dunia (Jiabao, 2003).

Berkenaan dengan tujuan masa depan kebangkitan damai Tiongkok,

Jiabao merumuskan lima poin penting, yaitu: memajukan perdamaian

dunia melalui pembangunan Tiongkok, bergerak berbadasarkan kekuatan

dan kerja keras independen Tiongkok sendiri, membuka diri terhadap

perdagangan internasional, memastikan kebangkitan damai berjalan dari

zaman ke zaman, dan tidak menjadi ancaman bagi negara lain (Jiabao,

2014).

Page 19: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

47

4.1.2 Pertimbangan multifaktor: Chinese Dream

Sun Tzu dalam “Art of War” pernah menjelaskan bahwasannya

menang atau tidaknya peperangan ditentukan dari seberapa banyak

pertimbangan atau kalkulasi, yang artinya semakin besar dan

komprehensif pertimbangan, maka semakin tinggi pula peluang

memenangkan pertempuran (Giles, 1910: 3-4). Tidak banyak berbeda dari

pandangan Sun Tzu – di era kolosan Tiongkok – kebijakan luar negeri pun

membutuhkan berbagai macam pertimbangan dan kalkulasi. Hudson

(2005: 2; 2014: 175) misalnya menggarisbawahi keperluan akan

pertimbangan multifaktor dan penggunaan level analisis yang tepat.

Multifaktor berarti kalkulasi sebelum pencanangan suatu kebijakan luar

negeri membutuhkan berbagai bidang pertimbangan, di antaranya

pertimbangan potensi ekonomi, politik dan keamanan-militer. Adapun

dalam hal ini, Hudson (2014: 175) menggunakan analisis sistem guna

menganalisis kebijakan suatu negara. Terakhir, Palmer dan Morgan (2006:

21) menjelaskan keberadaan dua jenis kebijakan luar negeri, yaitu untuk

mengubah status quo atau mempertahankan status quo.

Indo-pasifik menjadi kawasan baru yang sangat diperhitungkan

dewasa ini tidak lepas dari dua komponen penting penyusunnya, yaitu

populasi dan geografi. Dalam kalimat lain, keutamaan Indo-Pasifik

dikatakan sebagai pusat gravitasi dunia disebabkan oleh besarnya kawasan

dari segi jumlah penduduk dan luas wilayah cakupannya. Modal populasi

dan luas wilayah sekaligus membentuk dasar-dasar pertimbangan

ekonomi, politik, dan keamanan-militer.

Selanjutnya, Xi Jinping melalui kebijakan Chinese Dream

merupakan enkapitulasi dari tujuan kembar pendiri dan masyarakat

Tiongkok selama berabad-abad, yakni mencapai masyarakat yang madani

atau sejahtera dan memasuki masyarakat yang modern. Kesemua tujuan

tersebut pada dasarnya berkaitan dengan ikhwal pembaharuan

(rejuvenation) RRT kearah pembangunan nasional. Untuk tujuan luhur

berabad-abad ini, Indo-Pasifik menjadi ranah yang tepat dalam rangka

Page 20: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

48

memenuhi kebutuhan RRT. Searah dengan posisi Indo-Pasifik bagi RRT,

Medcalf (2018) melalui Australian Financial Review menyatakan sebagai

berikut:

Tiongkok berusaha mengecilkan persepsi bahwa itu [Indo-Pasifik]

harus mencapai kesepakatan dengan kepentingan dan kedaulatan yang

setara. Karena itu, ia memilih untuk melihat Indo-Pasifik sebagai kode

untuk realitas yang tidak mengenakan. Tetapi istilah itu tidak perlu

dimuat secara politis. Ini adalah gambaran objektif tentang wilayah

maritim kebangkitan Tiongkok.

Melalui istilah berbeda, Indo-Pasifik menyajikan potensi bagi RRT untuk

dieksplorasi sebagai katalisator atau pemercepat keterpenuhan tujuan

Chinese Dream. Pertama, Indo-Pasifik menyajikan potensi ekonomi yaitu

berhubungan dengan pasar, sumber daya manusia, dan rute perdagangan.

Kawasan Indo-Pasifik tersusun atas regional-regional lain di

bawahnya, yakni Asia Selatan, Asia Timur dan Pasifik, Asia Tenggara,

dan Australia dan Selanda Baru. Berangkat dari luasnya regional

penyusunnya, World Bank (2018) mencatat pada tahun 2017 Indo-Pasifik

terdiri atas lebih dari 4,7 miliar penduduk atau 60 persen dari total

populasi dunia. Luas kawasan dan jumlah populasi yang mencapai lebih

dari setengah populasi dunia berasal dari regional-regional berikut:

Tabel 4.3

Luas Wilayah dan Populasi Indo-Pasifik tahun 2017

WTO (2018) mencatat, RRT secara konsisten mampu

mempertahankan dirinya sebagai negara eksportir terbesar di dunia dengan

total ekspor dalam rentang tahun 2016-2017 mencapai 2.100 miliar dolar

AS – bahkan lebih tinggi dari total nilai bilamana negara eksportir teratas

Regional Luas Wilayah

(tidak termasuk luas perairan) Populasi

Asia Selatan 0,413 juta km2 1,788 miliar

Asia Timur dan Pasifik 11,839 juta km2 2,314 miliar

Asia Tenggara 4,494 juta km2 648,780 juta

Australia dan Selandia Baru 7,7 juta km2 24,598 juta

Total 24 juta km2 4,775 miliar

Sumber: Diolah dari berbagai sumber.

Page 21: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

49

kedua dan ketiga digabungkan. Beranjak dari kekuatan RRT sebagai

negara pengekspor terbesar, potensinya menjadi lebih positif di kawasan

Indo-Pasifik, sebab kawasan tersebut menjadi salah satu tujuan utama

ekspor RRT di tahun 2016 menjelang 2017. Oleh karenanya, bukan

merupakan harapan kosong jika Indo-Pasifik (Asia Timur, Pasifik dan

Asia Selatan) berpotensi sebagai target pasar Xi Jinping melalui kebijakan

Chinese Dream.

Tabel 4.4

Tujuan dan Nilai Ekspor RRT Selama 2016-2017

Potensi ekonomi Indo-Pasifik bagi kebijakan Chinese Dream

selanjutnya dipengaruhi oleh struktur demografi penduduk di tahun-tahun

mendatang. Secara khusus, Indo-Pasifik ditempati oleh beberapa negara

berkembang dengan populasi besar, seperti India, Indonesia dan Pakistan.

Di sisi lain, populasi ketiga negara tersebut, kemudian berbanding terbalik

dengan penerimaan ketenagakerjaan. Baik India, Indonesia dan Pakistan

belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang optimal. Pakistan

belum mampu memberikan 3,62 juta penduduknya lapangan pekerjaan di

tahun 2016, disusul Indonesia sebanyak 6,87 juta pengangguran di tahun

2018 dan India sebesar 44,85 juta penduduk yang tidak bekerja pada usia

produktif di tahun 2017 (Trading Economics, 2018).

Tabel 4.5

Tujuan Ekspor RRT Nilai Ekspor (Dollar AS) Persentase (%)

Asia Timur dan Pasifik 820.846.549,56 39,13

Eropa dan Asia Tengah 423.479.174,46 20,19

Amerika Utara 413.220.160,85 19,70

Timur Tengah dan Afrika Utara 123.331.681,51 5,88

Amerika Latin dan Karibian 113.116.468,59 5,39

Asia Selatan 95.840.241,74 4,57

Sub-Sahara Afrika 64.069.550,85 3,05

Total 2.097.637.171.90 100

Sumber: World Bank, China 2016 Export Partner Share, 2018, diolah.

Page 22: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

50

Populasi Usia Produktif

Ketidaksiapan negara-negara berkembang untuk secara optimal

menyerap penduduk dalam usia produktif kedalam dunia kerja, sekaligus

menjadi potensi bagi RRT dalam rangka mengimplementasikan Chinese

Dream, baik melalui pendirian perusahaan, investasi, maupun pinjaman.

Chinese Dream selanjutnya menjadi rasional bilamana menilik demografi

kawasan di tahun 2030, bahkan tahun 2050, di mana beberapa negara

memiliki penduduk usia produktif lebih besar dari pada penduduk usia tua

dan anak-anak. Menjadi lebih potensial bilamana membandingkan rata-

rata upah RRT dengan beberapa negara dengan populasi tinggi yang lebih

murah bila disejajarkan dengan RRT.

Atas dasar keberadaan penduduk yang tidak mampu diserap

keterbatasan lapangan pekerjaan, prediksi pertambahan usia produktif

Gambar 6.

Pendapatan Bulanan RRT dan Negara Lain

Sumber: ILO, “Wages in Asia and the Pacific and the Arab States”.

Dalam International Labour Organization, 2016.

Negara Populasi Usia Produktif (15-64)

2015 (Juta) 2030 (Juta) 2050 (Juta)

RRT 1007,5 962,6 794,5

India 860 1033,3 1144, 6

Indonesia 172,9 201,1 212,5

Pakistan 114,3 156,3 206,2

Sumber: Kang dan Magoncia, How to Fill the Working-Age Population

Gap in Asia, 2016, diolah

Page 23: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

51

yang sulit dibarengi kepastian akan akses terhadap pekerjaan dan rata-rata

gaji yang relatif kecil bila dibandingkan dengan RRT setiap bulannya,

maka potensi ekonomi Indo-Pasifik bagi kebijakan Chinese Dream

menjadi relevan teruntuk pertimbangan operasional menurut Hudson

(2005: 7).

Pertimbangan ekonomis Chinese Dream lainnya bertalian erat

dengan posisi strategis Indo-Pasifik yang membujur di dua Samudra

sekaligus, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. sebagai contoh, posisi

strategis dari Indo-Pasifik sebagai lahan potensial bagi implementasi

Chinese Dream tercermin jelas dari pengaruhnya terhadap rute

perdagangan internasional di Samudra Hindia. Berlandaskan pentingnya

rute Samudra Hindia, secara langsung mengacu pada nosi bahwa negara

manapun yang mampu menguasai di Samudra Hindia akan secara otomatis

menguasai perdagangan dunia. Fenomena tersebut memungkinkan sebab

tiap tahunnya terdapat sekitar 100.000 kapal yang berlayar di Samudra

Hindia dan 84 persen di antara distribusi energi ke seluruh dunia juga

melewati samudra tersebut, selanjutnya Gambar 7 di bawah menunjukan

38 juta barel minyak melintasi samudra ini setiap harinya (Albert, 2016).

Page 24: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

52

Faktor pertimbangan kedua ialah dimensi potensi politik bagi

implementasi Chinese Dream di kawasan Indo-Pasifik. Pengaplikasian

Chinese Dream merupakan perpanjangan tangan dari tujuan Tiongkok

guna menciptakan pembangunan perdamaian di kawasan, sekaligus

menyeimbangkan pengaruh Amerika Serikat di regonal Indo-Pasifik.

Ihwal pembangunan perdamaian kawasan inilah yang kemudian

diterapkan RRT pada kebijakan-kebijakannya terhadap Korea Utara

sebagai contoh nyata. Potensi RRT dalam rangka memperluas pengaruh

politiknya di kawasan dapat di mulai dari Korea Utara dikarenakan hingga

tahun 2017, ketergantungan Korea Utara akan suplai pangan dan energi

mencapai 90 persen dari total volume perdagangan yang dilakukan Korea

Utara (Albert, 2018).

Hingga saat ini ketergantungan Korea Utara akan suplai kebutuhan

domestik dari RRT dan secara langsung menghindari instabilitas dari

rezim Kim Jon-un seperti yang terjadi pada tahun 1990an ketika mencapai

3 juta warga Korea Utara meninggal akibat wabah kelaparan (Manyin &

Nikitin, 2014: 10). Di sisi lain, RRT membutuhkan Korea Utara sebagai

aliansi politiknya di Asia Timur, terutama jika melihat demografi Asia

Timur, khususnya Jepang dan Korea Selatan sebagai aliansi AS. Selain itu,

ketakutan RRT terletak pada kemungkinan keruntuhan Korea Utara akibat

wabah kelaparan atau instabilitas politik bisa mengarah kepada pengabil-

Page 25: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

53

alihan Korea Utara oleh Korea Selatan akan mengikutsertakan AS dan

kekuatan militernya yang bermarkas di Pantai Timur Korea Selatan.

Ketakutan ini searah dengan pendapat Profesor Jennifer Lind ketika

diwawancarai CCN: “Tiongkok lebih akan lebih memilih kepemilikan

nuklir oleh Korea Utara, karena ketakutan yang lebih besar adalah

keruntuhan rezim tersebut” (Lind, 2017).

Faktor pertimbangan ketiga adalah potensi keamanan-militer.

Tiongkok berusaha mengamankan potensi mencapai tujuan keamanan-

militer secara berhati-hati agar tidak membahayakan stabilitas regional

yang hingga saat ini masih kritis – khususnya bila melihat beberapa

sengketa perbatasan darat di Indo-Pasifik. Searah dengan dukungan

terhadap kebijakan Chinese Dream, keseriusan Tiongkok terrefleksi pada

tahun 2017, di mana RRT menganggarkan 228 miliar dolar AS –

meningkat 110 persen dari tahun 2008 – atau setara dengan 13 persen dari

total anggaran militer dunia (SIPRI, 2018).

4.2 Free and Open Indo-Pacific

Sejak terpilih untuk memimpin administrasi di awal tahun 2017, Free and

Open Indo-Pacific telah menjadi kebijakan luar negeri yang paling disoroti

Presiden Donald Trump selama kunjungan dan pidato kenegaraannya. Pada 10

Gambar 8.

Persentase Anggaran Militer Negara-Negara Tahun 2017

Sumber: SIPRI, “Trends in World Military expenditure 2017”. Dalam

SIPRI Fact Sheet, Mei 2018.

Page 26: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

54

November 2017 misalnya, Trump memperkenalkan Free and Open Indo-Pacific

ketika memberikan pidato kunci pada pertemuan Asia-Pacific Economic

Cooperation (APEC) di Vietnam. Trump menggaris bawahi bahwasannya

kebijakan yang sedang diusahakannya tersebut menjadi sangat penting tidak

hanya untuk Amerika Serikat (AS), namun terkhusus bagi negara-negara yang

berada di kawasan Indo-Pasifik. Kepentingan atau urgensi dari penerapan

kebijakan Free and Open Indo-Pacific terlebih didasarkan pada keberadaan RRT

yang dianggap tidak adil dikarenakan memproteksi pasar dalam negerinya,

sementara secara terus menerus mengirim produk nasionalnya kepada negara-

negara lain, sehingga menjadi relevan bilamana pada bagian pertimbangan

multifaktor, kebijakan AS lebih berfokus pada perkembangan RRT di kawasan,

bila dibandingkan dengan potensi Indo-Pasifik sendiri. White House (2017)

mencatat pidato Trump sehubungan dengan pengenalan dan tantangan AS dalam

rangka menerapkan kebijakan Free and Open Indo-Pacific sebagai berikut:

“Saya merasa terhormat untuk membagikan visi kami untuk Indo Pasifik

yang bebas dan terbuka ... Sayangnya, sudah terlalu lama dan di banyak

tempat, hal sebaliknya terjadi. Bertahun-tahun Amerika Serikat secara

sistematis membuka ekonomi kai dengan sedikit persyaratan. Kami

menurunkan atau menghapus tarif, menyederhanakan hambatan

perdagangan, dan mengijinkan aliran barang luar negeri untuk masuk

secara bebas ke dalam negara kami. Akan tetapi, ketika kami

menurunkan hambatan perdagangan, negara-negara lain tidak membuka

pasar mereka kepada kami ... Ketidakseimbangan perdagangan saat ini

tidak dapat diterima. Saya tidak menyalhkan Tiongkok atau negara lain

yang mana hanya mengambil keuntungan dari perdagangan Amerika

Serikat”.

Presiden Trump membangun terma Indo-Pasifik bukan dimaknai secara

sempit guna memberikan sentuhan baru bagi kawasan Asia dan Asia-Pasifik

secara tradisional – bila mengacu pada administrasi sebelumnya, namun searah

dengan pernyataan Dindo Manhit (2017) yang menjelaskan pergantian istilah

Asia-Pasifik menjadi Indo-Pasifik di mana bukan sekedar perubahan nomeklatur,

juga tidak hanya menegaskan pergantian pandangan tentang lingkup regionalisme

tertentu; akan tetapi sebagai manifestasi dari antisipasi terhadap pergeseran

kerangka strategi, sehingga Free and Open Indo-Pacific juga berarti kebijakan

Page 27: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

55

yang dilandaskan pada ancaman atau ketakutan AS terhadap pergerakan kebijakan

RRT. Antisipasi terhadap pergeseran strategi yang dimaksud selanjutnya

dijabarkan Alex Wong (2018) – Deputi Asisten Sekeretaris Biro Hubungan Asia

Timur dan Pasifik Amerika Serikat – dengan menguraikan perihal dua sokoguru

yang menyusun kebijakan Free and Open Indo-Pacific, yaitu prinsip bebas (free)

dan terbuka (open).

Melalui prinsip bebas, Trump sedang memberikan dua pandangan.

Pertama-tama adalah keinginan akan kebebasan bagi negara-negara di Indo-

Pasifik dari tekanan, sehingga mereka mampu mencapai kepentingannya di

kawasan. Kedua, Presiden Trump menginginkan masyarakat Indo-Pasifik agar

bebas secara progresif – dalam pengertian good governance, jaminan pada hak

asasi dan transparansi. Selanjutnya, pada bagian keterbukaan, pertama ialah visi

Trump guna membuka komunikasi jalur laut dan udara. Secara khusus, jalur laut

merupakan nadi bagi regional mengingat 50 persen dari perdagangan dunia

melalui Indo-Pasifik, terutama melalui Laut Tiongkok Selatan (Wong, 2018).

Kedua, AS melalui kebijakan Free and Open Indo-Pacific mendorong

pembangunan infrastuktur regional dan peningkatan investasi. Terakhir, kebijakan

ini bermaksud agar mendorong perdagangan bebas yang resiprokal, sehingga

setiap negara tidak mengalami defisit akibat gap antara ekspor dan impor.

Di sisi lain, berbeda dengan Chinese Dream yang bersifat revisionis atau

bermaksud mengubah status quo dengan slogan rejuvenation sebagai narasi

utama, kebijakan Free and Open Indo-Pacific merupakan cara AS guna

mempertahankan status quo. Sifat kebijakan sebagai instrumen mempertahankan

posisi AS secara eksplisit dinampakan dalam National Security Strategy terbitan

Desember 2017 yang mana menjelaskan ikhwal respon AS terhadap pertumbuhan

kekuatan politik, ekonomi dan militer dunia (White House, 2017). Trump menilai

Tiongkok sedang menguji kekuatan, pengaruh dan kepentingan AS, serta ingin

mengikis keamanan dan kesejahteraan nasionalnya melalui penciptaan

perdagangan tidak bebas dan adil dan pengembangan militer (White House, 2017).

Oleh karena perspektif Trump inilah, bilamana penerapan revisionisme RRT

melalui Chinese Dream mempertimbangkan potensi Indo-Pasifik, AS melalui

Page 28: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

56

Free and Open Indo-Pacific diambil berdasarkan pertimbangan tantangan atau

ancaman jika AS membiarkan RRT memanfaatkan potensi Indo-Pasifik.

Kepentingan AS dalam Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dapat

ditarik kembali ke masa-masa paling awal republik ... Walaupun Amerika

Serikat berusaha untuk melanjutkan kerja sama dengan Tiongkok,

Tiongkok menggunakan dorongan dan hukuman ekonomi, operasi

pengaruh, dan menerapkan ancaman militer untuk mempersuasi negara

lain untuk mengindahkan agenda keamanan dan politik mereka. Investasi

infrastruktur Tiongkok dan strategi perdagangan yang menguatkan

aspirasi geopolitik mereka. Usaha mereka untuk membangun dan

memiliterisasi pangkalan di Laut Tiongkok Selatan membahayakan

kebebasan arus perdagangan, mengancam kedaulatan bangsa lain, dan

merusak stabilitas kawasan [Indo-Pasifik] (White House, 2017: 46).

4.2.1 Dasar historis Free and Open Indo-Pacific

Kebijakan Free and Open Indo-Pacific yang hingga saat ini

didengungkan Presiden Trump tidak bisa dipisahkan dari pengalaman-

pengalaman historis AS yang begitu kental akan rivalitas dengan negara

lain. AS sebagai negara ekspansionis bisa ditelusuri dari dasar

terbentuknya negara itu sendiri. Berawal dari hasrat akan kebebasan dan

pencarian kebahagiaan (pursuit of happiness), sekelompok orang Eropa –

khususnya dari Britania – melakukan penjelajahan ke tempat-tempat asing

untuk ditempati. Filosofi ekspansionis ini kemudian mengakar dan

diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk lain yang lebih moderat. Keinginan

AS untuk menguasai tempat-tempat baru di belahan dunia sudah tidak lagi

dilakukan dengan cara tradisional dengan menaklukan ras dan daerah

tertentu untuk ditinggali. Sejalan dengan hal tersebut, sejarah kontemporer

mencatat kebijakan luar negeri AS cenderung berfungsi untuk

mempertahankan hegemoninya.

Kebijakan Trump melalui Free and Open Indo-Pacific sejatinya

bukan yang pertama kali dicanangkan AS dalam rangka mempertahankan

hegemoni atau menjaga status quo. Kebijakan-kebijakan tersebut

selanjutnya dikategorikan berdasarkan periode berlangsungnya Perang

Dingin, yakni selama Perang Dingin dan setelah Perang Dingin. Pertama,

selama Perang Dingin AS terlibat aktif melaksanakan kebijakan menurut

Page 29: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

57

Truman Doctrine serta terlibat dalam perang sipil, misalnya di

Semenanjung Korea. Kondisi pada saat Perang Dingin Tersebut memaksa

AS untuk menggalakan segala cara melalui kebijakan luar negerinya guna

menahan pengaruh Uni Soviet di dunia. Kemudian, berbeda dengan

periode selama Perang Dingin, saat ini ketika Perang Dingin telah usai –

ditandai dengan perpecahan Uni Soviet menjadi beberapa negara – dunia

tidak lagi terpolarisasi pada dua kubu saja. Oleh karena itu, tantangan bagi

AS tidak hanya datang dari satu polar tertentu, melainkan setiap negara

memiliki posisi tawar masing-masing dalam hubungan internasional.

Berangkat dari fakta tersebut, pada periode kedua atau periode setelah

Perang Dingin, peneliti mengambil dua kebijakan dari dua rezim terakhir

sebelum administrasi Presiden Trump, yaitu kebijakan Presiden George W.

Bush dan Presiden Barrack Obama. Selain terkenal dengan kebijakan

melawan terorisme akibat serangan 9/11, Presiden Bush menjadi rantai

sejarah penting bagi Free and Open Indo-Pacific dikarenakan memiliki

fokus kebijakan luar negeri terhadap Asia Timur (termasuk di dalamnya

Asia Tenggara) dan Presiden Obama memperluas fokus menjadi Asia

Pasifik melalui kebijakan Asia Pivot.

Truman Doctrine menjadi dogma awal yang mendasari kebijakan

membendung pengaruh Uni Soviet dan penyebaran ideologi komunisme,

khususnya di Yunani dan Turki (White House, 1947: 1-5). Dalam

pengertian tersebut, kebijakan luar negeri AS pada beberapa kasus tidak

hanya berfungsi untuk merespon Uni Soviet, melainkan juga untuk

menekan kelompok komunis dan gerakan revolusioner negara-negara yang

tidak memiliki sangkut paut dengan Uni Soviet. Pada kasus Yunani

misalnya, kelompok komunis dan sayap kanan pro pemerintah terlibat

konflik sipil. Konflik tersebut berujung dengan kemenangan kelompok

komunis diakibatkan oleh penarikan bantuan dari Britania yang

sebelumnya memasok pasukannya guna membantu sayap kanan. Di sisi

lain, AS turut cemas akan kemenangan kelompok komunis bilamana

kelompok tersebut memperkuat kekuasaannya melalui kerja sama afiliasi

Page 30: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

58

dengan Uni Soviet. Lantaran kecemasan yang sama pula, Presiden Truman

kala itu mendesak kongres untuk segera menyetujui pengiriman bantuan

ekonomi dan militer, serta menginjeksikan demokrasi – kemudian dikenal

sebagai Doktrin Truman.

Terlepas dari sejarah panjang yang melibatkan AS berhubungan

dengan pandangan negara tersebut untuk menjaga status quo, Doktrin

Truman dapat dikatakan sebagai landasan dan bukti pertama AS ketika

memainkan kebijakan yang berfungsi untuk membendung pengaruh

negara lain. Dengan kata lain, kebijakan Free and Open Indo-Pacific yang

saat ini dipimpin Presiden Trump lebih kurang merupakan terjemahan dari

usaha AS dewasa ini guna menahan pengaruh Tiongkok di kawasan Indo-

Pasifik, layaknya yang tercantum dalam dokumen National Security

Strategy tahun 2017, walaupun tidak seintensif pada saat perlawanan

terhadap ideologi komunisme selama Perang Dingin. Kehadiran Tiongkok

di Indo-Pasifik dianggap Presiden Trump sebagai ancaman: “Tiongkok

berusaha untuk mengganti Amerika Serikat di kawasan Indo-Pasifik,

memperluas model ekonomi yang didorong oleh negara, dan menata

kembali kawasan sesuai keinginannya” (White House, 2018: 25).

Adapun, selain kebijakan luar negeri berupa bantuan ekonomi dan

pembangunan, selama Perang Dingin AS turut serta mengintervensi

negara-negara dunia ketiga yang mengalami perang sipil lantaran

perpecahan ideologi internal. Kala itu, Semenanjung Korea menjadi salah

satu fokus AS di Asia Timur akibat posisinya yang berdekatan dengan

Tiongkok dan berbatasan darat dengan Korea Utara. Terlepas dari

kejayaan komunisme di Tiongkok, invasi Korea Utara kepada Korea

Selatan merupakan momentum penting pergeseran strategi containment

(membendung kekuatan komunisme selama Perang Dingin) yang berupa

ancaman diplomatis menjadi pembentukan aliansi militer yang secara aktif

melakukan agresi. AS selanjutnya mengirimkan militernya ke

Semenanjung Korea dalam upaya mencegah komunisme Korea Utara

menguasai seantero semenanjung. Pengiriman militer AS ke Semenanjung

Page 31: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

59

Korea selama peperangan di tahun 1950an tersebut inilah yang kemudian

bertahan dan menjadi basis atau pangkalan militer AS hingga adminstrasi

Presiden Trump guna pengimplementasian Free and Open Indo-Pacific.

Gambar 9.

Basis Militer AS di Korea Selatan

Sumber: Joseph Bermudez Jr, dkk, “The The Conventional Military

Balance on the Korean Peninsula”. Dalam International Institute

for Strategic Studies.

Page 32: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

60

Bagian kedua dari pertimbangan historis mengenai kebijakan Free

and Open Indo-Pacific ialah pada periode setelah Perang Dingin hingga

pada akhirnya Presiden Trump mengambil alih administrasi. Presiden

George Bush dan Barrack Obama dipilih sebagai rezim yang paling aktual

sebelum Trump menjabat. Di samping itu, penerapan politik dan kebijakan

luar negeri kedua mantan presiden paling tidak ikut membuka jalan bagi

implementasi Free and Open Indo-Pacific. Kebijakan Bush yang paling

terkenal lahir dari penciptaan diskursus internasional mengenai

peperangan atau perlawanan terhadap terorisme (war on terrorism). Dalam

berbagai kesempatan kunjungan kenegaraan di Asia-Pasifik, baik pada saat

menghadiri Asia-Pacific Economic Partnership (APEC), menjadi

perwakilan AS sebagai mitra wicara Association of Southeast Asia Nations

(ASEAN), maupun pada ASEAN Regional Forum (ARF) Presiden Bush

cenderung mereduksi bagian ekonomi dan memperbanyak diskursus-

diskursus politik-keamanan, khususnya mengenai aksi terorisme global.

Fokus administrasi Bush pada terorisme global, secara otomatis menuntun

kebijakan rezim tersebut pada wilayah Timur Tengah yang dianggap

sebagai pusat terorisme dunia dengan mendorong dukungan APEC

terhadap pemberantasan terorisme: “I want to thank the APEC nations who

are standing with young democracies in the Middle East that are under

assault by the terrorists and extremists” (US Department of State, 2007).

Page 33: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

61

Fokus administrasi Bush kepada isu terorisme di regional Timur

Tengah dengan menghabiskan tenaga dan biaya di pihak lain

memperlemah sentralitas AS di Indo-Pasifik (khususnya di Asia Tenggara)

terhadap pertumbuhan pengaruh Tiongkok. Dengan kata lain, administrasi

Bush belum mampu mengartikulasikan respon yang tepat bagi signifikansi

Tiongkok di kawasan. Indikasi ketidakmampuan Bush dan AS dalam

menghadapi pengaruh RRT terutama di Asia Tenggara dapat ditemukan

dari berbaliknya kecenderungan mitra dagang dari AS ke Tiongkok. Di

mana pada tahun 2000 dan 2005 AS masih kokoh sebagai mitra dagang

utama ASEAN dengan nilai berturut-turut 122.218 juta dolar AS dan

153.823 juta dolar AS, yang mana berada di atas RRT senilai 32.316 juta

dolar AS dan 113.347 juta dolar; sedangkan bilamana beranjak lima tahun

setelahnya, RRT berhasil mengungguli AS dengan 178.223 juta dolar

Gambar 10.

Pengiriman Tentara AS ke Timur Tengah Desember 2008

Sumber: Amy Belasco, “Troop Levels in the Afghanistan and Iraq

Wars FY2001-FY2012”. Dalam Congressional Research

Service.

Page 34: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

62

berbanding 148.780 juta dolar AS (ASEAN Secretariat, 2014: 14)

dikarenakan AS mengalami krisis subprime mortgage pada tahun 2006

akibat pejualan surat hutang secara berlebihan oleh bank. Nosi lemahnya

kemampuan Bush dalam rangka menanggapi perkembangan RRT dalam

upaya mengikis pengaruh AS sejalan dengan pendapat Cronin (2007:12):

“Kelemahan pendekatan administrasi [Presiden Bush]yang

paling mencolok adalah ketidakmampuannya sejauh ini untuk

mengembangkan respon efektif terhadap pertumbuhan peranan

dan pengaruh Tiongkok. Administrasi [Presiden Bush] tidak

mengartikulasikan visi secara jelas untuk peranan yang

seharusnya dimainkan Tiongkok di Asia Tenggara, dan

kekurangan dan keinginan akan berkurangnya bengaruh

signifikan kebijakan Beijing”.

Penekanan administrasi Bush kepada terorisme dan kawasan Timur

Tengah, kekalahan AS dari RRT bila ditinjau dari persaingan perdagangan

di Indo-Pasifik dan pergeseran bahkan memudarnya sentralitas AS

menjadi pertimbangan tertentu bagi penerapan Free and Open Indo-

Pacific. Adapun sebelum sampai pada kebijakan tersebut, pada dasarnya

administrasi Obama telah berusaha mengembalikan pengaruh AS di

kawasan Indo-Pasifik (Presiden Obama menggunakan istilah Asia-

Pasifik). Pada Januari 2012 administrasi Obama mengumumkan kebijakan

guna mengimbangi kembali (rebalance) posisi AS terhadap Tiongkok di

kawasan Asia Pasifik. kebijakan tersebut juga disebut dengan pivot Asia-

Pasifik yang berangkat dari dua hal, yakni konsentrasi Bush kepada perang

Afghanistan dan Irak bermuara terhadap terbengkalainya kepentingan AS

di Asia Pasifik dan dibarengi revisionisme RRT (Robertson, 2017: 1).

Perbedaan mencolok dari pendekatan pivot Obama dibandingkan

dengan kebijakan Free and Open Indo-Pacific terletak pada peranan

oorganisasi multilateral. Presiden Obama kala mengoperasikan pivot Asia

Pasifik aktif memainkan peranan di dalam APEC, ASEAN, ARF dan

bahkan TPP (Trans Pacific Partnership). Melalui ARF, AS berusaha

menggiring dan mewadahi anggota lainnya guna menempatkan Laut

Page 35: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

63

Tiongkok Selatan (LTS) sebagai bagian dari kawasan navigasi yang bebas,

atau bukan bagian dari negara tertentu – atas klaim RRT. Adapun bila

Obama aktif terlibat selama keanggotannya di TPP. Obama berkesimpulan

bahwasannya TPP merupakan solusi untuk melawan Tiongkok dengan

cara mendorong perubahan kebijakan internal TPP yang menguntungkan

AS, terutama bagi golongan menengah: “With the TPP, we can rewrite the

rules of trade to benefit America’s middle class. Because if we don’t,

competitors who don’t share our values, like China, will step in to fill that

void”(Bruce Kennedy, 2015).

Adapun terlepas dari aktivitas keanggotan Obama di berbagai organisasi

regional TPP dan APEC, Presiden Trump menawarkan Free and Open Indo-

Pacific dikarenakan menilai organisasi multilateral tersebut sebagai langkah yang

kurang efektif. Kurangnya efektifitas keanggotaan AS dalam organisasi

multilateral melalui framework pivot Asia Pasifik tidak banyak berdampak bagi

tujuan mengimbangi kembali pengaruh Tiongkok. Fenomena tersebut nampak

dari defisit perdagangan AS di dalam transaksi ekspor-impor dengan negara-

negara anggota APEC seperti yang ditunjukan Gambar 16.

Gambar 11.

Transaksi Ekspor-Impor Intra-APEC tahun 2016

Sumber: APEC, “APEC in Charts 2017”. Dalam Asia-Pacific

Economic Cooperation.

Page 36: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

64

4.2.2 Pertimbangan multifaktor: Free and Open Indo-Pacific

Selama perjalanan presidensial pertama di Asia pada bulan

November 2017, Presiden Trump selalu menekankan frasa “free and open

Indo-Pacific”. Frasa tersebut dibawakan hanya berselang beberapa minggu

setelah PKT meresmikan pemikiran Xi Jinping mengenai proyek Belt and

Road Initiative (BRI) di dalam konstitusi RRT pada 24 Oktober 2017.

Dengan kata lain, Trump sedang merespon percobaan RRT untuk

mengkapitalisasi dominasi ekonomi di kawasan Indo-Pasifik melalui

proyek-proyek ambisiusnya. Kebangkitan RRT menjadi kekuatan ekonomi

selama paling tidak satu dekade ini kemudian menjadi tidak bisa

dipisahkan dari kebijakan fundamentalnya guna mempercepat

industrialisasi produksi barang – seperti pada rezim Mao Zedong yang

menggenjot produksi agrikultur dan industri – dan penciptaan pasar

internasional.

Bentuk ancaman Tiongkok bagi posisi hegemoni AS di Indo-

Pasifik inilah yang berujung dengan publikasi National Security Strategy

(NSS), Desember 2017, yang mana menyebutkan „China‟ lebih dari 30

kali. Bahkan, secara lebih jauh Alyssa Ayres (2017) memandang

karakterisasi AS terhadap RRT di kawasan Indo-Pasifik sama dengan

karakterisasi AS terhadap Uni Soviet di saat Perang Dingin.

“Tiongkok adalah rival strategis yang menggunakan ancaman ekonomi

untuk mengintimidasi tetangganya sementara memiliterisasi Laut

Tiongkok Selatan. Rusia telah melanggar perbatasan dekat negara lain

dan mengejar kekuasaan veto terkait keputusan ekonomi, diplomasi,

dan keamanan. Begitpun tindakan melanggar hukum dan retorika

gegabah Korea Utara terlepas dari kecaman dan sanksi Perserikatan

Bangsa-Bangsa” (US Department of Defense, 2018: 1).

Kebijakan Free and Open Indo-Pacific sebagai bentuk reaski AS

terhadap Chinese Dream diejawantahkan melalui tiga aksi prioritas dalam

rangka menghadapi ancaman RRT di kawasan. Adapun dikarenakan

dikarenakan Free and Open Indo-Pacific ialah kebijakan reaksioner, maka

kemudian pertimbangan yang diangkat penulis tidak secara langsung

menjelaskan butir-butir implementasi dan potensi Indo-Pasifik terhadap

Page 37: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

65

AS, namun respon AS terhadap kebangkitan RRT yang mencakup

ancaman bidang prioritas ekonomi, politik dan militer-keamanan.

Ancaman pertama datang dari sisi ekonomi. Melalui Free and Open Indo-

Pacific AS bertujuan mendorong kerja sama untuk menjaga keterbukaan

jalur laut dan transparansi praktik pembiayaan infrastruktur dan

menghapus hambatan perdagangan.

Semua ancaman perekonomian tersebut di kawasan Indo-Pasifik

dalam hubungannya dengan jalur laut erat kaitannya dengan manfaat

perairan Hindia dan Pasifik yang menjadi nadi bagi berbagai macam

perdagangan internasional. Trump melalui staf Biro Hubungan Asia Timur

dan Pasifik saat memberikan konferensi pers, 2 April 2018, meyakini

dengan memutus hambatan jalur laut dapat berdampak bagi distribusi

logistik dan investasi, serta meningkatkan kualitas infrastruktur. Akan

tetapi cita-cita tersebut diperhadapkan pada Jalur Sutra Maritim –

merupakan bagian dari BRI – sehingga menjadi tumpang tindih (overlap)

dengan strategi Presiden Trump. Fenomena kehadiran jalur maritim hasil

gagasan RRT semakin menjadi ancaman dan tantangan bagi penerapan

Free and Open Indo-Pacific jika melihat konektivitas yang telah dibangun

Tiongkok melalui Asia Tenggara, Oceania, Samudra Hindia dan Samudra

Pasifik.

Page 38: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

66

Pelabuhan-pelabuhan penting yang menghubungkan transportasi

perdagangan di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik telah berada di

bawah otoritas RRT. Pelabuhan tersebut di antaranya Kyaukpyu di

Myanmar, Hambantota di Sri Lanka dan Gwadar di Pakistan. Ketiga

pelabuhan tersebut menjadi pilihan RRT dikarenakan dapat memotong

ketergantungan terhadap Selat Malaka yang selama ini menjadi pilihan

satu-satunya transportasi dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik atau

sebaliknya. Adapun penguasaan RRT terhadap ketiga pelabuhan tersebut

ialah sebagai berikut:

Gambar 12.

Pelabuhan yang Dimiliki RRT

Sumber: Rani Mullen, “The New Great Game in the Indo-Pacific”.

Dalam National University of Singapore.

Page 39: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

67

Tabel 4.6

Pelabuhan Milik RRT di Indo-Pasifik

Tingginya kepentingan RRT terhadap beberapa pelabuhan yang

telah dijabarkan menyebabkan negara tersebut berani untuk

menggelontorkan pinjaman dalam jumlah besar bagi pembangunan

infrastruktur. Di pihak Lain, Trump melalui Free and Open Indo-Pacific

bertujuan menegaskan dampak buruk dari beratnya hutang tersebut.

Negara seperti Sri Lanka pada akhirnya terpaksa memberikan kontrol

penuh bagi RRT terhadap pelabuhan Hambantota selama 99 tahun

dikarenakan tidak mampu membayar hutang. Untuk itu AS akan

mengutamakan kesepakatan perdagangan bilateral yang adil dan

resiprokal. Bekerja sama dengan mitra-mitra di Indo-Pasifik, yaitu

Australia dan Selandia Baru.

“Kita akan mengejar kesepakatan perdagangan bilateral yang

berlandaskan kepada asas keadilan dan resiprokal ... kita akan bekerja

bersama mitra untuk membangun suatu jaringan negara yang

mendedikasikan diri terhadao pasar bebas dan melindungi negara

mitra dari tekanan yang akan merusak kedaulatan ... Bekerja bersama

Australia dan Selandia Baru, kita akan menopang negara mitra di

kawasan Indo-Pasifik untuk meminimalir kerentanan terhadap fluktuasi

ekonomi dan bencana alam” (White House, 2017: 47).

Sumber: Rani Mullen, The New Great Game in the Indo-Pacific, 2018,

diolah.

No. Pelabuhan Perusahaan Asal

RRT

Besar Pinjaman

Pendanaan

(Dollar AS)

Lama

Kontrak

1 Kyaukpyu,

Myanmar

China CITIC Group 10 Milliar -

2 Hambantota,

Sri Lanka

Chinese Merchants

Port Holdings

Company (CM Ports)

1,1 Milliar 99 Tahun

3 Gwadar,

Pakistan

China Overseas Port

Holding

198 Juta 40 Tahun

Page 40: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

68

Tantangan ekonomi berikutnya bagi AS ialah hambatan

perdagangan yang dipraktikkan RRT sejak beberapa dekade ke belakang.

Berbeda dengan negara-negara dengan perekonomian maju lainnya yang

menjaga nilai tukar sesuai dengan besaran pasar, RRT secara sengaja

menekan nilai tukar renminbi atau Yuan terhadap dolar AS. Sejak tahun

1998, pemerintahan Tiongkok menjaga nilai tukar dolar AS pada kisaran

8,28 yuan – saat ini kembali dtitekan pada angka 6,96 yuan (Morrison,

2018: 54). Kebijakan RRT inilah yang menyebabkan negara tersebut tidak

bersifat konsumtif terhadap produk-produk asing, lantaran biaya yang

sangat mahal. Selain untuk menekan konsumsi warga Tiongkok terhadap

barang impor, kebijakan penekan nilai mata uang atau kurs di lain pihak

menyebabkan barang ekspor dari RRT menjadi lebih murah di negara

penerima. Dengan kata lain RRT mendapatkan keuntungan ganda, baik

dari dalam, maupun dari luar. Adapun hambatan lain yang menjadi

ancaman bagi pengimplementasian Free and Open Indo-Pacific ialah

bagaimana RRT menjaga sirkulasi ekspor dengan menaikan atau

menurunkan pajak barang-barang sejenis yang masuk – disebut juga value-

added tax (VAT). Aktivitas Tiongkok ini selanjutnya berdampqk bagi

ketidakpastian pasar global, khususnya bagi produsen dan pemasok pasar

global.

Kedua, kebijakan Free and Open Indo-Pacific oleh Presiden

Trump pada dasarnya ditujukan untuk menjalankan fungsi politik. Sejalan

dengan kepentingan tersebut, bila mengacu pada penjelasan Ashley Tellis

dalam “Protecting American Primacy in the Indo-Pacific”, kebijakan AS

saat ini sudah seharusnya menjadi instrumen sebagai peredam pengaruh

RRT di Indo-Pasifik (Tellis, 2017). Oleh karenanya, menjadi sulit untuk

tidak mengakui bahwa Tiongkok dewasa ini telah bangkit sebagai

tandingan atau kompetitor AS. Tujuan politik yang didengungkan Free

and Open Indo-Pacific dalam rangka membawa perdamaian dan kerja

sama inklusif diterjemahkan melalui penguatan komitmen terhadap

kebebasan kelautan dan resolusi damai maritim dengan berdasarkan

Page 41: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

69

kepada hukum internasional. Selain itu, AS bersama aliansi berniat agar

mencapai mampu menghentikan proliferasi nuklir di Semenanjung Korea.

Meneruskan komitmen AS terhadap kebebasan maritim dan

resolusi damai, Free and Open Indo-Pacific pada dasarnya merupakan

respon terhadap sikap ekspansionis RRT, khususnya di Laut Tiongkok

Selatan (LTS), sengketa kemaritiman tersebut berlangsung di antara RRT,

Taiwan dan empat negara anggota ASEAN (Malaysia, Filipina, Vietnam

dan Brunei Darussalam) di bagian selatan Tiongkok atau di pesisir pantai

timur Vietnam. Sengketa LTS sejatinya telah terjadi sejak 1980an, akan

tetapi mengalami eskalasi yang lebih tinggi sejak pecah baku tembak

antara kapal patroli RRT dan Filipina selama hampir satu setengah jam di

Kepulauan Spartly (Suharna, 2012 34). Secara lebih dalam, LTS menjadi

penting bagi pertimbangan kebjakan AS bilamana bersandar pada

pertimbangan politis dari LTS itu sendiri yang mana menjadi daerah

integral bagi jalur komunikasi maritim internasional (Sea Line of Code,

SLOC) sekaligus penghubung utama dan paling efisien antara Samudra

Hindia dan Samudra Pasifik. Terkhusus bagi AS, 1,2 trilun dolar

perdagangan AS ditransfer melalui LTS setiap tahunnya.

Gambar 13.

Jalur Komunikasi Maritim (SLOC) LTS

Sumber: Karl Claxton, “China sea lines of communication”. Dalam

Australian Strategic Policy Institute.

Page 42: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

70

Di sisi lain, Semenanjung Korea juga sedang dan akan menjadi

ancaman bagi penerapan Free and Open Indo-Pacific. Korea Utara secara

konsisten menantang kebijakan luar negeri AS pasca Perang Dingin

dengan cara mengejar kepemilikan senjata pemusnah massal dalam rangka

menantang aliansi AS di Asia Timur. Proliferasi senjata pemusnah massal

– senjata nuklir dan rudal balistik – telah mengubah Korea Utara dari

negara kecil yang hancur pasca Perang Korea, menjadi pembawa

kecemasan bagi kepentingan politis AS teruntuk aliansinya di Jepang dan

Korea Selatan. Bahkan Trump tidak pernah bisa memastikan dan

bersandar pada kesepakatan dengan Kim selama pertemuan mereka di

Singapura, 12 Juni 2018. Ketidakpastian tersebut menjadi jelas bilamana

berkaca dari aktivitas proliferasi rudal yang tidak berhenti atau sekedar

melambat setelah pertemuan di Singapura.

Ketiga, dinamika Indo-Pasifik menghadirkan tantangan dan

ancaman militer-keamanan bagi keberlangsungan pengaruh AS di

kawasan. RRT dengan segala kemajuannya paling tidak selama satu

dekade belakangan ikut serta memberikan corak tantangan militer-

keamanan itu sendiri. Di samping itu, kebijakan Free and Open Indo-

Pacific mengetengahkan kepentingan akan penguatan militer sebagai

bagian integral dan krusial dari usaha memperkuat kemitraan dan aliansi

dalam rangka menciptakaan arsitektur keamanan yang mampu menekan

potensi agresi, menjaga stabilitas dan memastikan kebebasan aksesi.

Departemen Pertahanan AS bahkan tidak berhenti pada cita-cita militer

keamanan, kebijakan Free and Open Indo-Pacific turut serta

menambahkan Tiongkok sebagai kompetitor atau pesaing strategis yang

dianggap mengintimidasi negara tetangga melalui kegiatan militerisasi:

“China is a strategic competitor using predatory economics to intimidate

its neighbors while militarizing features in the South China Sea” (US

Department of Defense, 2018: 1).

Keberadaan RRT sebagai kompetitor penerapan cita-cita

fundamental kebijakan Free and Open Indo-Pacific menjadi jelas bila

Page 43: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

71

ditilik dari anggaran belanja miliyer kedua negara. Meskipun data SIPRI

(2018: 2) menunjukan AS masih terus bertengger di peringkat pertama

negara dengan pengeluaran militer terbesar di angka 610 miliar dolar AS,

RRT pun tetap membayangi AS di peringkat kedua dengan estimasi 228

miliar dolar AS di tahun 2017. Berdasarkan data yang sama, walaupun AS

mendominasi dengan 3 kali lipat anggaran militer AS, namun kondisi

tersebut mencerminkan kecenderungan terbalik, yakni terjadi penurunan di

sisi AS sebesar 14 persen dan kenaikan 110 persen di pihak RRT dalam

hal anggaran militer. Selain, ancaman ekstrenal RRT yang secara

konsisten menerapkan kebijakan anggaran militer besar, AS juga ditantang

akibat fokus yang terlalu besar, tidak hanya untuk mempertahankan

perimbangan kekuatan (balance of power) di kawasan Indo-Pasifik saja,

melainkan di kawasan lain, yakni Timur Tengah dan Eropa.

Gambar 14.

Bantuan Asistensi Militer AS

Sumber: Angela O‟Mahony, dkk, “US Presence and the Incidence of

Conflict”. Dalam Rand Corporation.

Page 44: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

72

Grafik di atas mencerminkan fokus AS militer AS yang terlalu

banyak, tidak hanya ke kawasan Indo-pasifik, melainkan semua regional di

dunia. Hingga tahun 2012 bahkan Timur Tengah masih menjadi prioritas

utama. Keadaan seperti ini yang kemudian secara langsung membiarkan

ekspansi militer RRT leluasa di kawasan Indo-Pasifik tanpa perimbangan

kekuatan yang signifikan. Berangkat dari fenomena ini, kemudian Trump

melalui Free and Open Indo-Pacific mengutamakan kawasan tersebut

dengan cara memperluas aliansi dan kemitraan (US Department of

Defense, 2018: 9).

Pertimbangan-pertimbangan multifaktor yang telah dijabarkan,

baik dari sisi RRT dengan kebijakan Chinese Dream maupun pada sisi AS

yang meletakan kebijakan Free and Open Indo-Pacific sebagai alternatif

penangan terkait ancaman akibat aktivitas RRT di Indo-Pasifik. Oleh

karena itu, berikut penulis sertakan perbandingan singkat dari

pertimbangan multifaktor tersebut.

Page 45: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

73

Tabel 4.7

Komparasi Pertimbangan Kebijakan Luar Negeri RRT dan AS

Faktor

Pertimb-

angan

Chinese Dream - RRT Free and Open Indo-Pacific - AS

Potensi Implementasi Ancaman Implementasi

Ekonomi 1. Potensi

Indo-Pasifik

sebagai

pasar dan

tujuan

ekspor RRT.

2. Potensi

kuantitas

populasi usia

produktif di

Indo-Pasifik

yang besar.

3. Potensi

kawasan

Indo-Pasifik

sebagai rute

perdagangan

dunia.

1. Membangun

proyek Belt and

Road Inititiative

bersama aliansi

sebagai institusi

ekonomi global

dengan tujuan

memberikan

barang publik,

seperti piutang,

infrastruktur

jalan, jembatan,

jalur kereta dan

pelabuhan.

1. Ancaman

RRT bagi

keterbukaan

jalur laut di

Samudra

Hindia dan

Pasifik.

2. Ancaman

RRT dalam

praktek

jebakan

hutang.

3. Ancaman bagi

jalur

perdagangan

maritim ketika

berbagai

pelabuhan di

Indo-Pasifik

telah dikuasai

RRT.

1. AS menguasai

investasi di

Bank Dunia

(IDA-IBRD)

untuk

membangun

proyek industri

dan transportasi

kepada negara

aliansi di Indo-

Pasifik.

2. Mengalokasi-

kan dana

nasional untuk

pembangunan

infratsruktur

dan mendorong

ekspansi bisnis

di negara-

negara Indo-

Pasifik.

Politik 1. Potensi

menyebar-

kan

pengaruh

melalui

organisasi

multilateral

di Indo-

Pasifik

2. Potensi

menciptakan

stabilitas

politik

Semenan-

jung Korea

1. Membantu rezim

politik

pemerintah

negara anggota

CICA, seperti

Kamboja dan

Pakistan dari

ancaman konflik

melalui bantuan

persenjataan dan

bantuan

kemanusiaan.

2. RRT memasukan

agenda antisipasi

politik

proteksionisme

AS ke dalam

rangkaian

pertemuan Joint

Leaders’

Statement RCEP

tahun 2017.

1. Ancaman

persebaran

pengaruh

politik RRT di

Indo-Pasifik

2. Ancaman

instabilitas

Semenanjung

Korea

dipolitisasi

RRT.

1. Membentuk

satuan kerja

Quadrilateral

dengan

Australia, India

dan Jepang

untuk melawan

pengaruh RRT.

2. Melakukan

embargo dan

menerbitkan

sanksi

CAATSA

terhadap Korea

Utara.

3. Donald Trump

dan Kim Jon-

Un menanda-

tangani

deklarasi

damai, serta

mempertahan-

Page 46: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

74

3. Menerapkan

konsensus

bilateral yang

telah disepakati

dengan Korea

Selatan dan

mengadakan

pertemuan

berkala dengan

Korea Utara

untuk membahas

pelucutan nuklir

Korea Utara.

kan pertemuan

berkala dengan

pemimpin

Korea Selatan,

Moon Je-in.

Militer-

Kemanan 1. Potensi dari

modernisasi

Pasukan

Pembebasan

Nasional

(People’s

Liberation

Army, PLA) 2. Potensi

perluasan

pengaruh

militer di

Laut

Tiongkok

Selatan.

1. Penguatan

teknologi

persenjataan

pasukan angkatan

darat, laut, udara,

dan satuan

khusus yang

menangani

fasilitas rudal dan

nuklir balistik.

2. Membangun

pangkalan militer

di Kepulauan

Spratly dan

Paracels

1. Ancaman

peningkatan

kualitas

angkatan

bersenjata

RRT. 2. Ancaman

militerisasi

RRT di Laut

Tiongkok

Selatan.

1. Mempertahan-

kan kapabilitas

alutsista militer

AS di dalam

satuan angkatan

darat, angkatan

laut, korps

marinir dan

angkatan udara.

2. Membangun

USINDOPAC

OM atau

komando

militer khusus

di Kawasan

Indo-Pasifik.

3. Menggelar

patroli

Kebebasan

Navigasi di

sekitar

Kepulauan

Spratly dan

Paracels.

Kebijakan Chinese Dream selama era kepemimpinan Xi Jinping

pada dasarnya merupakan usaha internal RRT dalam rangka mencapai

kepentingan domestiknya melalui maksimalisasi potensi yang disediakan

kawasan Indo-Pasifik. Sejalan dengan hal tersebut, teori kebijakan luar

negeri mengkonfirmasi adanya pertimbangan multifaktor, dalam hal ini

ialah pertimbangan kebijakan Chinese Dream bilamana berkenaan dengan

potensi ekonomi sebagai tujuan ekspor dengan angka populasi tinggi, serta

Page 47: BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT … IV.pdfpembaharuan nasional menurut Hu Jintao, kebangkitan Tiongkok menurut Deng Xiaoping dan penerapan sosialisme dan komunisme berbasis

75

menjadi rute bagi perdagangan internasional; potensi politik berkaitan

dengan peranan RRT di Semenanjung Korea yang menjadi salah satu

negara dalam memainkan peranan penting untuk menjaga stabilitas

perdamaian; dan potensi militer di mana RRT merupakan negara dengan

anggaran dan kekuatan militer terbesar kedua di dunia.

Di sisi lain, nilai potensi yang dimaknai RRT berbanding terbalik

dengan pertimbangan Donald Trump ketika mengeluarkan paket kebijakan

Free and Open Indo-Pacific. Secara mendasar, Free and Open-Indo

Pacific diperlukan AS guna menghadapi ancaman yang datang dari

kebijakan RRT. Pertimbangan ancaman tersebut di antaranya ancaman

ekonomi bilamana jalur laut di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik

menjadi tidak terbuka, metode jebakan piutang RRT (mengakuisisi

infrastruktur yang tidak mampu dilunasi negara peminjam), dan kondisi

ketika RRT menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Indo-Pasifik;

ancaman politik, yakni kedekatan relasi RRT dengan Korea Utara

sehingga menyulitkan AS mempengaruhi perdamaian Semenanjung Korea

sesuai agenda AS sendiri; dan ancaman militer RRT di Laut Tiongkok

Selatan yang mana sedang memiliterisasi kepulauan-kepulauan di laut

tersebut.

Berangkat dari pertimbangan potensi maupun pertimbangan ancaman, selanjutnya

BAB V berguna menguraikan kebijakan Chinese Dream yang awalnya dipakai

sebagai alat memaksimalisasi kepentingan RRT di kawasan, kemudian bergeser

sebagai instrumen rivalitas antara RRT dan AS. Adapun Chinese Dream ialah

kebijakan revisionisme Tiongkok guna mengubah status quo AS sebagai negara

hegemon di kawasan. Di pihak lain, Free and Open Indo-Pacific berfungsi untuk

mempertahankan hegemoni AS di Indo-Pasifik. Rivalitas antara kedua negara

terejawantahkan melalui implementasi kekuatan atau rivalitas pada aspek

ekonomi, politik dan militer (lihat tabel 4.7).