Bab IV Initial Assesment
-
Upload
fithrie-listianty -
Category
Documents
-
view
59 -
download
23
Transcript of Bab IV Initial Assesment
BAB III
INITIAL ASSESMENT
Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca bab ini , peserta dapat dan mampu melakukan penatalaksanaan
dan penilaian dan pengelolaan awal penderita gawat darurat.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu menjelaskan tahapan pengelolaan penderita gawat darurat
2. Mampu mendemonstrasikan primary survei dan secondary survei pada
penderita gawat darurat
3. Mampu melakukan triage pada penderita gawat darurat
4. Mampu melakukan evakuasi dan transportasi penderitab gawat darurat
INITIAL ASSESMENT
( Pengkajian Awal Pertolongan Penderita Gawat Darurat)
TAHAPAN PENGELOLAAN PENDERITA
Persiapan penderita berlangsung dalam 2 keadaan berbeda; yang pertama
adalah tahap pra-rumah sakit (pre-hospital), di mana seluruh kejadian idealnya
berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua
adalah fase rumah sakit (in-hospital) dimana dilakukan persiapan untuk
menerima penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.
PRINSIP
“perhatikan keadaan yang dapat membahayakan nyawa”
SURVEI PRIMER (PRIMARY SURVEI)
Prinsip Utama dalam survei primer
• Dalam Pikiran Sekuensial, Dalam tindakan Simultan
• Dilakukan sampai Penderita Dalam keadaan Stabil
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis
perlukaan, stabilitas tanda-tanda vital dan mekanisme ruda paksa. Pada
penderita luka parah, prioritas terapi diberikan berurutan, berdasarkan penilaian :
A. Airway (+C Spine Control
B. Breathing (+Ventilation )
C. Circulation (+ Kontrol Perdarahan)
D. Disability ( GCS,Tanda Lateralisasi )
E. Exposure
Yang penting pada face pra-RS adalah ABC, lakukan resusitasi dimana perlu,
kemudian fiksasi penderita , lalu transportasi. Walaupun jumlah darah, cairan,
obat, ukuran anak, kehilangan pangs, dan pola perlukaan dapat berbeda,
namun penilaian dan prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan pada
dewasa
Menjaga Airway Dengan Kontrol Servikal
Yang pertarna harus dini lai adalah kelancaran Airway. Ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
acing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau
trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra
servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu
diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan "chin lift" atau "jaw thrust".
Selama memeriksa dan meperrbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa
tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila ada :
1. Trauma dengan penurunan kesadaran
2. Adanya luka karena trauma tumpul di atas klavikula
3. Setiap multi-trauma (trauma pada 2 regio atau lebih)
4. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang
belakang bila biomekanik trauma mendukung.
Bila ragu-ragu : PASANG KOLAR !
Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat mobilisasi. Bila
alat imobil isasi ini harus dibuka untuk sementara, maka kepala harus
dilakukan imobilisasi manual (pakai tangan). Alat imobilisasi ini harus
dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan. Bila ada gangguan
jalan nafas maka dilakukan penanganan sesuai BHD.
Breathing Dan Ventilasi
Jalan nafas, yang baik idak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
Karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang balk dari paru, dinding dada dan
diafragma. Setiap komponen ini harus di evaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernafasan yang balk. Auskultasi
dilakukan untuk memastikan masuknya udara, ke dalam paru. Perkusi dilakukan
untuk menial adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan
palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi.
Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah
tension pneumo-thorax, Flail Chest dengan Kontusio Paru, Open Pneumothorax
dan Hematothorax-masif
Circulation Dengan Kontrol Perdarahan
1. Volume darah dan curah jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca-bedah yan g
mungkin dapat diatasi dengan tempi yang cepat dan tepat di rumah sakit.
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan demiikkian maka
diperlukan penilaian yang cepat dan status hemodinamik penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik ini yakni tingkat
kesadaran, warna kulit dan nadi.
a. Tingkat kesadaran -.
Bila. volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang,
yang akan mengakibatkan penurunan kesadarao (walaupun
demikian kehilangan darah dalam jumlah banyak belum tentu
mengakibatkan gani4guan kesadaran).
a. Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita
trauma yang kulitnya kem-, ,Iihan, terutama pada wajah dan
ekstremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya,
wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat ,
merupakan tanda h ipovo lemia . B i la memang d isebabkan
hipovolemia, maka ini menandakan kehilangan darah minimal
30% volume darah.
b. Nadi
Nadi yang besar seperti arterifemoralis atau a.carotis harus
diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada
syok nadi akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat, kuat dan
teratur biasanya merupakan tanda normovolemiai y ang cepat
dan kecil merupakan tanda hipovolemia, namun harus diingat sebab
lain yang dapat menyebabkannya. Nadi yang tidak teratur biasanya
merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi
dari nadi sentral (arteri besar) merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi.
a. Tekanan darah
Jangan terlalu percaya kepada tekanan darah dalam menentukan syok
karma
· Tekanan darah sebelumnya tidak diketahui
· Diperlukan kehilangan volume darah lebih dari 30% untuk
dapat terjadi penurunan tekanan darah
2. Kontrol Perdarahan
Perdarahan Dapat : ~ eksternal (terlihat)
~ internal (tidak terlihat)
~ Rongga Thorax
~ Rongga Abdomen
~ Fraktur Pelvis
~ fraktur tulang panjang
Syok jarang disebabkan oleh perdarahan Intra kranial. Perdarahan hebat
dikelola pada survey primer. Perdarahan eksternal dikendalikan dengan
penekanan langsung pada luka. JANGAN DIJAHIT DULU.
SYOK DIKENALI DARI :
- Nadi lemah dan cepat
- Akral Dingin
- Kesadaran mulai menurun
- Bila tensi turun,
- Nafas Cepat
Spalk udara (pneumat ic spl int ing device) jugs dapat d igunakan
untuk mengontrol perdarahan. Spalk jenis ini harus tembus
cahaya untuk dapat dilakukannya pengawasan perdarahan..
Tourniquet jangan dipakai karena merusak jaringan dan
menyebabkan iskemia distal dari tourniquet. Pemakaian hemostat
memerlukan waktu dan dapat merusak jaringan sekitar seperti syaraf
dan pembuluh darah. Perdarahan dalam rongga toraks,
abdomen, sekitar fraktur atau sebagai akibat dari luka tembus,
dapat menyebabkan perdarahan besar yang tidak terlihat.
RESUSITASI
A. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw
thrust atau chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus. Pada
penderita yang masih sadar dapat d ipakai nano-pharyngeal
a i rway. Bi la pender i ta t idak sadar dan tidak ada refieks
bertahak (gag reflex) dapat dipakai oro-pharyngeal airway
(Guedel).
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu
karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat
angguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal, baik
oral maupun nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan kontrol
terhadap servikal.
B. Breathing
Adanya tension pneumotoraks mengganggu ventilasi, dan bila
dicurigai, harus segera dilakukan dekompresi (tusuk dengan jarum
besar, disusul WSD). Setiap penderita trauma diberikan oksigen.
Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan face-mask.
C. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 jalur
(IV line). Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya
sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Jems IV line lain,
vena seksi, atau vena sentralis tergantung dan i kemampuan
petugas yang melayani.
Syok pada penderita trauma umumnya disebabkan hipovolemia.
Pada scat datang penderita di-infus cepat dengan 1.5-2 liter cairan
kristaloid, sebaiknya Ringer Lactat. Bila t idak ada respons
dengan pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan darah
segolongan (type specific). Bila tidak ada darah segolongan
dapat diberikan darah tipe 0 Rhesus negatip, atau tipe 0 Rh positip
titer rendah.
Pemberian vasopresor, steroid atau Bic.Nat. tidak diperkenankan.
Hipotermia dapat terjadi pada penderita yang diberikan Ringer
Lactat yang tidak dihangatkan aiau darah yang masih dingin
terutama bila penderita juga d a l a m k e a d a a n k e d i n g i n a n
k a r e n a t i d a k d i s e l i m u t i . U n t u k menghangatkan cairan dapat
dipakai alat pemanas cairan.
D. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju nafas, nadi,
tekanan nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita.
1. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing. ETT
dapat berubah posisi pada saat penderita be,-ubah posisi.
1. Pulse oxymetry sangat berguna. Pulse oxymetry
mengukur secara kolorigrafi kadar saturated 02, bukan Pa02
2. Pada peni laian tekanan darah harus disadari bahwa
tekanan darah ini merupakan indikator yang kurang baik
guna menilai perfusi janngan.
Ingat : Tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalahnya
dikenali, bukan setelah survai primer selesai.
Pada saat keputusan diambil untuk merujuk, perlu komunikasi
antara petugas pengirim dan petugas penerima rujukan.
2. FOTO RONTGEN
Pada fase Rumah Sakit.
Pemakaian foto ronsen harus selektip, dan jangan mengganggu
proses resusitasi .
Pada penderita dengan trauma tumpul harus dilakukan 3 foto :
1. Servikal
2. Toraks (AP)
3. Pelvis (AP)
SURVEI SEKUNDER
Survai sekunder dilakukan hanya setelah survai primer telah selesai,
resusitasi dilakukan dan penderita stabil. Survai sekunder adalah
pemer iksaan kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk
pemeriksaan tanda vital. Pada penderita yang tidak sadar atau gawat,
kemungkinan untuk luput dalam mendiagnosis cukup besar, dan
merupakan pertolongan yang besar bagi dokter yang bertugas di rumah
sakit apabila dilaporkan kelainan yang ditemukan pada survai sekunder.
Sekali lagi ditekankan bahwa survai sekunder hanya dilakukan apabila penderita
telah stabil.
TRIAGE
Proses prioritas pengelolaan pasien multiple/pd kejadian luarbiasa
Faktor apa saja yang mempengaruhi Triage ?
1. Derajat ancaman hidup (ABCD)
2. Beratnya cedera
3. Salvageability/kemungkinan hidup
4. Resources/logistic & SDM
5. Waktu,dll
6. Informasi mungkin tidak lenkap
7. Keputusan mungkin berbeda
8. Gunakan semua data yg mungkin didapat—Kadang-kadang data didapat dari
pengamatan jarak jauh
9. Cegah jangan sampai tidak ada keputusan
Menilai Tingkat Kesadaran
KOMPONEN GLASGOW COMA SCALE
E = BUKA MATA : 1 – 4
V = SUARA : 1 – 5
M = GERAKAN : 1 - 6
Berdasarkan GCS maka cedera kepala dibagi menjadi cedera :
• Ringan dengan GCS 13 – 15
• Sedang dengan GCS 9 –12
• Berat dengan GCS 3 - 8
KOMPONEN MATA (EYES)
MEMBUKA MATA SPONTAN (4)
MEMBUKA MATA DENGAN STIMULUS SUARA (3)
MEMBUKA MATA DENGAN STIMULUS NYERI (2)
TIDAK DAPAT MEMBUKA MATA (1)
KOMPONEN VERBAL (SUARA)
ORIENTASI BAIK (5)
GELISAH (confused) (4)
KATA TAK JELAS (INAPROPRIATE) (3)
SUARA YANG TIDAK JELAS ARTINYA (2)
TAK ADA SUARA (1)
KOMPONEN MOTORIK (REAKSI MOTORIK)
MENGIKUTI PERINTAH (6)
MELOKALISIR NYERI (5)
MENGHINDARI NYERI (4)
REAKSI FLEKSI (3)
REAKSI EKSTENSI (2)
TIDAK ADA REAKSI (1)