BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN -...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN -...
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA dan VIIIB di SMP Muhammadiyah
Salatiga tahun ajaran 2013/2014. Kelas VIIIA sebagai kelas kontrol yaitu tidak
mendapat perlakuan model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips dan
kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen yaitu mendapat perlakuan model
pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips. Jumlah siswa kelas VIIIA dan VIIIB
masing-masing adalah 30 siswa. Rincian subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel
9 berikut.
Tabel 9.
Deskripsi Subjek Penelitian
Kelas Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
VIIIA 6 24 30
VIIIB 17 13 30
B. Deskripsi Nilai Pretest
1. Analisis Deskriptif Nilai Pretest
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan nilai awal kedua kelas
sebelum diberi perlakuan. Data yang digunakan sebagai pretest adalah nilai murni
UHT (mid). Nilai murni berarti bahwa nilai belum diolah dengan nilai-nilai yang
lainnya. Nilai ini dijadikan patokan kemampuan awal siswa kelas VIIIA dan VIIIB.
Tabel di bawah ini adalah hasil analisis deskriptif yang diperoleh dengan
menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
Tabel 10.
Hasil Analisis Deskriptif Nilai Pretest
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 30 32.50 80.00 59.5000 13.20266
Kontrol 30 30.00 92.50 60.4167 17.43316
Valid N (listwise) 30
Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen
mempunyai nilai rata-rata 59,50, standar deviasi 13,20, nilai minimum 32,50, dan
nilai maksimum 80, sedangkan kelas kontrol mempunyai nilai rata-rata 60,42,
standar deviasi 17,43, nilai minimum 30, dan nilai maksimum 92,50.
28
Tabel 11.
Hasil Statistika Deskriptif Nilai Pretest Gabungan
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Nilai_Pretes 60 30.00 92.50 59.9583 15.33863
Valid N (listwise) 60
Berdasarkan Tabel 11 di atas, nilai pretest gabungan kedua kelas tersebut,
dikategorikan menjadi tiga kategori dengan batas-batas sebagai berikut.
Batas 1 = mean + 0,5SD
= 59,96 + 0,5 × 15,34
= 59,96 + 7,67
= 67,63 dibulatkan menjadi 68
Batas 2 = mean ─ 0,5SD
= 59,96 ─ 0,5 × 15,34
= 59,96 ─ 7,67
= 52,29 dibulatkan menjadi 52
Batas interval pengkategorian nilai pretest matematika dengan batas-batas
diatas dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Interval dan Kategori Nilai Pretest
Kategori Batas Bawah Batas Atas Interval
Tinggi 68 92,5 68 < x ≤ 92,5
Sedang 52 68 52 < x ≤ 68
Rendah 30 52 30 ≤ x ≤ 52
Tabel 12 menjelaskan bahwa nilai pretest dengan kategori tinggi diperoleh nilai
69 sampai 92,5, untuk kategori sedang 53 sampai 68 dan untuk kategori rendah 30
sampai 52. Frekuensi dan persentase hasil pengukuran variabel nilai pretest
matematika berdasarkan kategori menurut Sudijono (2006:175) terlihat pada
Tabel 12.
Tabel 13.
Distribusi Nilai Pretest
Interval Kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
68 < x ≤ 92,5 Tinggi 8 26,7% 11 36,7%
52 < x ≤ 68 Sedang 13 43,3% 9 30%
30 ≤ x ≤ 52 Rendah 9 30% 10 33,3%
Berdasarkan Tabel 13, perolehan nilai pretest kategori tinggi pada kelas
eksperimen terdapat 8 siswa atau 26,7% sedangkan pada kelas kontrol terdapat 11
siswa atau 36,7%. Nilai pretest kategori sedang pada kelas ekperimen terdapat 13
29
siswa atau 43,3%, sedangkan pada kelas kontrol terdapat 9 siswa atau 30%. Nilai
pretest kategori rendah pada kelas eksperimen terdapat 9 siswa atau 30% dan
pada kelas kontrol terdapat 10 siswa atau 33,3%.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai pretest kelas kontrol
lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Hal ini diperlihatkan oleh jumlah
persentase siswa yang memperoleh nilai kategori tinggi pada kelas kontrol sebesar
36,7% dan pada kelas eksperimen sebesar 26,7%. Siswa di kelas eksperimen
sebagian besar nilainya pretestnya berkategori sedang yaitu dengan persentase
sebesar 43,3%.
2. Uji Normalitas Nilai Pretest
Uji normalitas nilai pretest digunakan untuk mengetahui kenormalan nilai
setiap kelas, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Uji normalitas dilakukan
dengan program SPSS 16.0 for windows yaitu uji Shapiro-Wilk. Hasil perhitungan uji
normalitas nilai pretest dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14.
Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Eksperimen .140 30 .139 .952 30 .187
Kontrol .103 30 .200* .967 30 .462
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan Tabel 14 di atas, diperoleh nilai signifikan untuk kelas eksperimen
0,187 > 0,05 dan kelas kontrol 0,462 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kedua
kelas berdistribusi normal. Kurva distribusi normal pada kedua kelas dapat dilihat
pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3.
Kurva Distribusi Normal Nilai Pretest Kelas Eksperimen
30
Gambar 4.
Kurva Distribusi Normal Nilai Pretest Kelas Kontrol
3. Uji Homogenitas Nilai Pretest
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui kelas yang digunakan dalam
penelitian mempunyai kemampuan yang sama atau tidak. Uji homogenitas dalam
penelitian ini menggunakan program SPSS 16.0 for windows dengan uji Anova-Test
of Homogeneity of Variances. Hasil homogenitas dapat dilihat pada Tabel 15
berikut.
Tabel 15.
Hasil Uji Homogenitas Nilai Pretest
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.606 1 58 .063
Berdasarkan Tabel 15 di atas, maka diperoleh hasil uji homogenitas nilai
pretest di atas, diperoleh nilai signifikan sebesar 0,063 > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki varian yang sama.
4. Uji Banding dua Sampel Nilai Pretest
Uji banding dua sampel nilai pretest digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan nilai pada kedua kelas. Perhitungan uji banding dua sampel
menggunakan program SPSS 16.0 for windows yaitu Independent sampel t-test.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.
31
Tabel 16.
Hasil Uji Banding dua Sampel Nilai Pretest
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Equal variances assumed
3.606 .063 -.230 58 .819 -.91667 3.99260 -8.90872 7.07539
Equal variances not assumed
-.230 54.032 .819 -.91667 3.99260 -8.92124 7.08791
Berdasarkan Tabel 16 di atas, diperoleh nilai signifikansi dari uji F sebesar
0,063 dimana 0,063 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan
kelas kontrol mempunyai varian yang sama atau homogen. Uji t-test diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,819 dimana 0,819 > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan rata-rata nilai pretest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
C. Deskripsi Nilai Posttest
1. Analisis Deskriptif Nilai Posttest
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan nilai akhir kedua kelas
setelah diberi perlakuan. Data yang digunakan sebagai posttest adalah nilai murni
yang diperoleh dari siswa setelah mengerjakan soal posttest sebanyak 10 butir soal
uraian dengan materi bangun ruang sisi datar. Nilai murni berarti bahwa nilai
belum diolah dengan nilai-nilai yang lainnya. Nilai ini dijadikan patokan
kemampuan akhir siswa kelas VIIIA dan VIIIB. Tabel di bawah ini adalah hasil
analisis deskriptif yang diperoleh dengan menggunakan program SPSS 16.0 for
windows.
Tabel 17.
Hasil Analisis Deskriptif Posttest
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 30 57.00 97.00 83.9000 11.29647
Kontrol 30 40.00 94.00 72.3000 13.84433
32
Berdasarkan Tabel 17 di atas, dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen
mempunyai nilai rata-rata 83,9 standar deviasi 11,30, nilai minimum 57, dan nilai
maksimum 97 sedangkan kelas kontrol mempunyai nilai rata-rata 72,3, standar
deviasi 13,84, nilai minimum 40, dan nilai maksimum 94.
Tabel 18.
Hasil Statistika Deskriptif Nilai Posttest Gabungan
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Nilai_postes 60 40.00 97.00 78.1000 13.82542
Valid N (listwise) 60
Berdasarkan Tabel 18 di atas, nilai posttest gabungan kedua kelas tersebut,
dikategorikan menjadi tiga kategori dengan batas-batas sebagai berikut.
Batas 1 = mean + 0,5SD
= 78,1 + 0,5 × 13,83
= 78,1 + 6,915
= 85,015 dibulatkan menjadi 85
Batas 2 = mean ─ 0,5SD
= 78,1 ─ 0,5 × 13,83
= 78,1 ─ 6,915
= 71,185 dibulatkan menjadi 71
Batas interval pengkategorian nilai posttest matematika dengan batas-batas
diatas dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19. Interval dan Kategori Nilai Posttest
Kategori Batas Bawah Batas Atas Interval
Tinggi 85 97 85 < x ≤ 97
Sedang 71 85 71 < x ≤ 85
Rendah 40 71 40 ≤ x ≤ 71
Tabel 19 menjelaskan bahwa nilai posttest dengan kategori tinggi diperoleh
nilai 86 sampai 97, untuk kategori sedang 72 sampai 85 dan untuk kategori rendah
40 sampai 71. Frekuensi dan persentase hasil pengukuran variabel nilai posttest
berdasarkan kategori menurut Sudijono (2006:175) terlihat pada Tabel 20.
Tabel 20.
Distribusi Nilai Posttest
Interval Kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
85 < x ≤ 97 Tinggi 18 60% 7 23,3%
71 < x ≤ 85 Sedang 7 23,3% 8 26,7%
40 ≤ x ≤ 71 Rendah 5 16,7% 15 50%
33
Berdasarkan Tabel 20, perolehan nilai posttest kategori tinggi pada kelas
eksperimen terdapat 18 siswa atau 60% sedangkan pada kelas kontrol terdapat 7
siswa atau 23,3%. Nilai posttest kategori sedang pada kelas ekperimen terdapat 7
siswa atau 23,3%, sedangkan pada kelas kontrol terdapat 8 siswa atau 26,7%. Nilai
posttest kategori rendah pada kelas eksperimen terdapat 5 siswa atau 16,7% dan
pada kelas kontrol terdapat 15 siswa atau 50%.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai posttest kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini diperlihatkan oleh jumlah
persentase siswa yang memperoleh nilai kategori tinggi pada kelas eksperimen
sebesar 60%, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 23,3%. Siswa di kelas kontrol
sebagian besar nilainya posttestnya berkategori rendah yaitu dengan persentase
sebesar 50%.
2. Uji Normalitas Nilai Posttest
Uji normalitas nilai posttest digunakan untuk mengetahui kenormalan nilai
setiap kelas, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Uji normalitas dilakukan
dengan program SPSS 16.0 for windows yaitu uji Shapiro-Wilk. Hasil perhitungan uji
normalitas nilai posttest dapat dilihat pada Tabel 21 berikut.
Tabel 21.
Hasil Uji Normalitas Nilai Posttest
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Eksperimen .174 30 .021 .868 30 .002
Kontrol .139 30 .143 .956 30 .238
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan Tabel 21 di atas, diperoleh nilai signifikan untuk kelas eksperimen
0,002 dan kelas kontrol 0,238. Nilai signifikan kelas ekperimen < 0,05. Hal ini
berarti populasi tidak berasal dari distribusi normal. Kurva distribusi normal pada
kedua kelas dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
34
Gambar 5.
Kurva Distribusi Normal Nilai Posttest Kelas Eksperimen
Gambar 6.
Kurva Distribusi Normal Nilai Posttest Kelas Kontrol
3. Uji Banding dua Sampel Nilai Posttest
Uji banding dua sampel nilai posttest digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan nilai pada kedua kelas. Uji banding dua sampel dilakukan dengan uji
non-parametric karena kedua data tersebut tidak normal. Perhitungan uji banding
dua sampel menggunakan program SPSS 16.0 for windows yaitu uji non-parametric
Mann-Whitney U. Hasil pengujian uji banding dua sampel non-parametric dapat
dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22.
Uji Banding Dua Sampel (Posttest)
Nilai_Postes
Mann-Whitney U 32.500
Wilcoxon W 497.500
Z -6.205
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Kelas
35
Berdasarkan Tabel 22 diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 dimana 0,000 <
0,05 maka artinya H0 ditolak dan menerima H1 sehingga dapat dikatakan terdapat
perbedaan rata-rata nilai posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Terlihat nilai rata-rata kelas eksperimen 83,9 dan kelas kontrol 72,3. Selisih rata-
rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup signifikan yaitu 11,6. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. H0
ditolak dan menerima H1, maka hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan
“terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips terhadap
hasil belajar siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran
2013/2014” diterima.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips terhadap hasil belajar siswa kelas VIII
SMP Muhammadiyah Salatiga Tahun ajaran 2013/2014. Hasil pembelajaran
dipengaruhi oleh pelaksanaan pembelajaran, sehingga diperlukan analisis
pelaksanaan untuk menjelaskan tingkat keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan Tabel 10, kelas eksperimen mempunyai nilai rata-rata 59,50 dan
kelas kontrol mempunyai nilai rata-rata 60,42. Selisih rata-rata kedua kelas tidak
terlalu jauh yaitu hanya berbeda 0,92. Hasil belajar sebelum diberi perlakuan, diuji
homogenitasnya dan pada Tabel 15 diperoleh nilai sig 0,063 > 0,05 yang berarti
rataan kedua kelas sama. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas
kontrol memiliki kemampuan awal yang sama, atau dapat dikatakan homogen. Uji
banding dua sampel pada Tabel 16 diperoleh nilai signifikan 0,819 dimana 0,819 >
0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretest antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Perolehan nilai pretest berdasarkan Tabel 13, untuk kategori tinggi pada kelas
eksperimen terdapat 8 siswa atau 26,7% sedangkan pada kelas kontrol terdapat 11
siswa atau 36,7%. Nilai pretest kategori sedang pada kelas ekperimen terdapat 13
siswa atau 43,3%, sedangkan pada kelas kontrol terdapat 9 siswa atau 30%. Nilai
pretest kategori rendah pada kelas eksperimen terdapat 9 siswa atau 30% dan
pada kelas kontrol terdapat 10 siswa atau 33,3%. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa nilai pretest kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas
eksperimen. Hal ini diperlihatkan oleh jumlah persentase siswa yang memperoleh
nilai kategori tinggi pada kelas kontrol sebesar 36,7% dan pada kelas eksperimen
sebesar 26,7%. Siswa di kelas eksperimen sebagian besar nilainya pretestnya
berkategori sedang yaitu dengan persentase sebesar 43,3%.
36
Nilai rata-rata posttest berdasarkan Tabel 17, untuk kelas eksperimen sebesar
83,9 dan untuk kelas kontrol sebesar 72,3. Selisih rata-rata antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol cukup signifikan yaitu 11,6. Berdasarkan analisis uji
banding dua sampel non-parametric untuk nilai posttest pada Tabel 22, diperoleh
nilai signifikan sebesar 0,000 dimana 0,000 < 0,05 maka artinya H0 ditolak dan
menerima H1 sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan rata-rata nilai posttest
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang berarti model pembelajaran
kooperatif teknik Talking Chips berpengaruh terhadap hasil belajar. Hasil analisis
uji banding dua sampel menggunakan uji banding dua sampel non-parametric
karena kedua data tidak normal. Berdasarkan Tabel 21, uji normalitas kedua kelas
didapatkan nilai signifikan 0,002 untuk kelas eksperimen dan 0,238 untuk kelas
kontrol. Nilai signifikan dari salah satu kelas < 0,05, itu berarti data tidak normal.
Perolehan nilai posttest berdasarkan Tabel 20, kategori tinggi pada kelas
eksperimen terdapat 18 siswa atau 60% sedangkan pada kelas kontrol terdapat 7
siswa atau 23,3%. Nilai posttest kategori sedang pada kelas ekperimen terdapat 7
siswa atau 23,3%, sedangkan pada kelas kontrol terdapat 8 siswa atau 26,7%. Nilai
posttest kategori rendah pada kelas eksperimen terdapat 5 siswa atau 16,7% dan
pada kelas kontrol terdapat 15 siswa atau 50%. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa nilai posttest kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Hal ini diperlihatkan oleh jumlah persentase siswa yang memperoleh nilai
kategori tinggi pada kelas eksperimen sebesar 60%, sedangkan pada kelas kontrol
sebesar 23,3%. Siswa di kelas kontrol sebagian besar nilainya posttestnya
berkategori rendah yaitu dengan persentase sebesar 50%. Siswa di kelas
eksperimen sebelum perlakuan yang memperoleh nilai kategori rendah yaitu 9
siswa atau 30% dan setelah mendapat perlakuan yang memperoleh nilai kategori
rendah yaitu menjadi 5 siswa atau 16,7%. Hal ini berarti jumlah siswa yang
mendapat kategori rendah berkurang dan naik ke kategori sedang maupun
kategori tinggi. Siswa yang mendapat nilai berkategori rendah di kelas eksperimen
setelah diberi perlakuan berjumlah 5 siswa dan 3 siswa diantaranya yaitu siswa
yang nilainya juga berkategori rendah sebelum diberi perlakuan. Siswa yang tetap
mempunyai nilai kategori rendah tadi dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam
maupun luar diri siswa tersebut.
Pembelajaran di kelas VIIIA (kelas kontrol) tanpa penerapan model
pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips menjadikan nilai posttest lebih
rendah daripada kelas VIIIB (kelas eksperimen). Siswa di kelas kontrol saat
dijelaskan materi oleh guru terlihat memperhatikan namun saat diberi soal latihan,
siswa mulai gaduh yaitu saling menanyakan jawaban dengan temannya. Guru
37
sebenarnya sudah memberitahu jika terdapat soal yang tidak dimengerti dapat
ditanyakan kepada guru, tetapi siswa bertanya ke teman lainnya sehingga suasana
gaduh. Guru telah membatasi waktu siswa dalam mengerjakan latihan soal yang
diberikan di papan tulis, namun terkadang tidak sesuai dengan waktu yang
ditetapkan. Siswa yang maju ke depan kebanyakan siswa itu-itu saja. Siswa lain
mau maju apabila ditunjuk oleh guru, terkadang juga masih tidak mau maju.
Keaktifan siswa masih kurang dan hanya beberapa siswa saja yang aktif untuk maju
ke depan kelas. Guru apabila bertanya ada yang ditanyakan, siswa menjawab
belum ada yang ditanyakan padahal siswa belum cukup jelas dengan penjelasan
guru. Hal ini menjadi salah satu kendala yang ditemui oleh guru yaitu siswa takut
bertanya kepada guru tetapi justru bertanya kepada teman lainnya. Hasil belajar
yang lebih rendah di kelas kontrol juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti faktor psikologis, faktor fisiologis, faktor lingkungan, dan faktor
instrumental. Hal ini sesuai dengan pendapat Munadi dalam Rusman (2012:124)
yang menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu di
antaranya faktor psikologis, faktor fisiologis, faktor lingkungan, dan faktor
instrumental. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah faktor instrumental, yaitu
faktor yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diinginkan
berupa kurikulum, guru, dan sarana prasarana. Faktor instrumental yang cukup
berpengaruh yaitu guru dan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam
kegiatan belajar mengajar. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang
membuat siswa aktif di dalam kelas sehingga pembelajaran berjalan satu arah dan
belum memberikan kesempatan siswa untuk menyalurkan kemampuannya.
Pembelajaran di kelas VIIIB (kelas eksperimen) dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips menjadikan nilai posttest lebih tinggi
daripada kelas VIIIA (kelas kontrol). Berdasarkan pengamatan di kelas eksperimen,
masing-masing siswa memperoleh kesempatan untuk berpendapat di dalam
menjawab soal diskusi yang diberikan oleh guru. Setiap kelompok memberikan
kesempatan anggota kelompoknya untuk menjawab ataupun mengeluarkan
pendapat dan anggota lain menyimak pendapat temannya, serta dapat
menyangkal atau menambahi pendapat temannya itu. Proses diskusi kelompok
menjadi adil karena semua ikut berpendapat dalam menyelesaikan tugas
kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah (2010:407) yang menyatakan
bahwa teknik Talking Chips dapat mengatasi hambatan pemeratan kesempatan
mengeluarkan pendapat yang sering mewarnai kerja kelompok yaitu masing-
masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi
dan mendengarkan pandangan atau pemikiran anggota yang lainnya. Proses
38
diskusi menjadi lebih aktif karena semua ikut berpendapat, tidak ada yang
dominan seperti proses diskusi pada umumya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Huda (2011:142) yang menyebutkan teknik ini memastikan setiap siswa berperan
menyelesaikan tugas sehingga tidak ada yang dominan maupun yang pasif dan
tergantung kepada temannya. Setiap siswa mempunyai rasa tanggung jawab untuk
menyelesaikan soal yang diberikan meskipun dalam kelompok diskusi, karena
biasanya di kelompok diskusi selalu menggantungkan jawaban kepada anggota
yang dianggap lebih pintar. Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2003:62) yang
menyebutkan teknik ini berperan dalam tercapainya pemerataan tanggung jawab
di dalam kelompok. Diskusi kelompok lebih menarik dengan adanya chips yang
dipakai dalam proses diskusi karena diskusi menjadi tidak terlalu serius. Siswa
memperoleh pengetahuan baru tentang teknik Talking Chips yaitu teknik yang
menggunakan media chips (benda-benda kecil seperti kancing, kacang merah, dan
benda kecil lainnya) untuk dipakai saat anggota kelompok mengeluarkan pendapat
di dalam proses diskusi. Hal ini sesuai pendapat Kagan dalam Pardiani (2013) yang
mengungkapkan teknik Talking Chips merupakan teknik suatu teknik dalam model
pembelajaran kooperatif yang menggunakan media kancing dalam kelompok
diskusi.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan
“terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips terhadap
hasil belajar siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran
2013/2014” diterima. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya rata-rata hasil
belajar siswa kelas eksperimen (VIIIB) sebesar 83,9 daripada rata-rata hasil belajar
kelas kontrol (VIIIA) sebesar 72,3 sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pardiani, dkk (2013) yang menyebutkan bahwa hasil belajar
kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran teknik
Talking Chips lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan
menggunakan pembelajaran konvensional.