BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional...
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam Bab 4 ini, peneliti menyajikan informasi mengenai persiapan
dan pelaksanaan penelitian, analisis data, dan juga pembahasan dari hasil
analisis data yang diperoleh. Peneliti turut juga mencantumkan tahapan-
tahapan di dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian, juga tahapan-
tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data. Disamping itu peneliti
juga turut menjelaskan bagaimana peneliti dapat melihat keabsahan data
yang diperoleh dari subjek penelitian.
A. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Persiapan Penelitian (Pra-lapangan)
Pada tahap persiapan penelitian ini, peneliti mengacu pada
konsep pra lapangan menurut Spradley (dalam Moleong, 2007)
yaitu antara lain meliputi:
a. Penyusunan rancangan penelitian.
Penyusunan rancangan ini meliputi, penyusunan Bab 1
hingga Bab 3 yang mencakup latar belakang, landasan teori,
metode penelitian, kemudian mempersiapkan alat pengumpul
data berupa penuntun wawancara (interview guide).
b. Pemilihan lokasi.
Pemilihan lokasi telah ditetapkan oleh peneliti dengan
pertimbangan ketersediaan subjek, sehingga pengambilan data
yang dimaksud dilaksanakan di area Jawa Tengah
(Karanganyar, Surakarta, dan Salatiga) sesuai dengan latar
belakang penelitian ini dan tempat tinggal subjek penelitian.
69
c. Memilih dan memanfaatkan informan.
Dalam hal ini penggunaan informan bertujuan untuk
membantu peneliti mendapatkan subjek yang sesuai dengan
karakteristik yang akan diteliti, yaitu perempuan yang pernah
menjadi korban kekerasan dalam berpacaran, pernah bertahan
dengan pasangan (minimal satu tahun), dan kemudian
memutuskan untuk berpisah, dan berhasil menjalani keputusan
tersebut dengan baik dan konsisten (tidak kembali kepada
pasangan).
Peneliti menggunakan banyak informan untuk dapat
menemukan subjek dengan karakteristik yang sesuai.
Sebelumnya, peneliti menyebarkan informasi mengenai
kebutuhan akan subjek penelitian dengan karakteristik yang
telah disampaikan. Penyebaran informasi mengenai kebutuhan
tersebut melalui mulut ke mulut, media sosial dan media
elektronik lainnya. Peneliti juga mulai mengawasi lingkungan
sekitar untuk melihat adakah kenalan peneliti yang ternyata
masuk ke dalam kriteria sebagai subjek. Dengan menggunakan
cara tersebut, peneliti mendapatkan informasi yang akhirnya
membawa peneliti menemukan subjek yang sesuai
karakteristik.
d. Mengurus perijinan.
Selain sebelumnya peneliti mengurus perijinan yang
dilakukan dengan cara informal, yaitu dengan secara langsung
menyampaikan tujuan kepada calon subjek, peneliti juga
kemudian menggunakan perijinan resmi dari fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana yang ditunjukkan kepada
70
subjek saat wawancara pertama berlangsung.
e. Menjajaki dan menilai lapangan.
Sebelumnya peneliti telah mengenal subjek dengan cukup
baik. Setelah mengetahui bahwa subjek memiliki kriteria yang
sesuai dengan penelitian ini, peneliti mulai menjalin hubungan
lebih dekat dengan kedua subjek. Bahkan peneliti sudah
mengenal kedua subjek saat kedua subjek masih menjalin
hubungan dengan pelaku kekerassan, sehingga dapat melihat
fase-fase subjek bertahan dan kemudian berpisah.. Komunikasi
dengan kedua subjek dilakukan melalui tatap muka, maupun
media komunikasi lain seperti telepon maupun pesan singkat.
Melalui proses tersebut, peneliti dapat mengenal subjek lebih
baik.
f. Persiapan perlengkapan
Penelitian dilakukan dengan menyediakan alat-alat yang
dibutuhkan dalam proses pengambilan data antara lain;
interview guide, alat perekam, alat tulis, dan kertas catatan.
g. Mengetahui persoalan etika
Setelah menjalin rapport beberapa waktu, peneliti
kemudian memberitahukan maksud dan tujuan penelitian
secara terbuka kepada calon subjek, peneliti juga meminta
persetujuan dari subjek untuk proses perekaman maupun
pencatatan selama wawancara berlangsung.
2. Pelaksanaan Penelitian
Sebelumnya peneliti telah mengenal subjek selama kurun
waktu yang cukup lama. Setelah mengetahui subjek memenuhi
kriteria dalam penelitian ini, peneliti kemudian menjalin rapport
71
selama kurang lebih 4 bulan dengan subjek pertama, dan 3 bulan
dengan subjek kedua. Subjek pertama dan kedua memiliki
beberapa perbedaan. Subjek pertama belum pernah mencoba
berpisah dari pelaku kekerasan dalam kurun waktu lebih dari satu
bulan, sedangkan subjek kedua sudah pernah berpisah dengan
pelaku kekerasan selama kurun waktu 7 bulan. Subjek pertama
pernah mendapat jenis kekerasan fisik, seksual, emosional dan
verbal. Sedangkan subjek kedua pernah menerima kekerasan
seksual, kekerasan emosional dan verbal, dan tidak pernah
memperoleh kekerasan fisik.
Setelah dirasa cukup dalam menjalin rapport, peneliti
kemudian melakukan pengambilan data. Pengambilan data sendiri
diambil dengan beberapa kali tatap muka dengan subjek. Baik
dengan subjek pertama maupun kedua, peneliti melakukan
wawancara formal maupun informal. Wawancara informal kepada
subjek dimasukkan kedalam kategori wawancara awal bersama
dengan calon-calon subjek lainnya yang gugur dikarenakan tidak
memenuhi kriteria secara penuh ataupun tidak bersedia untuk
diwawancara. Selain melakukan wawancara, peneliti juga
melakukan observasi terhadap kehidupan sehari-hari subjek.
Beberapa kali peneliti tinggal di tempat tinggal kedua subjek
sebelum melakukan wawancara formal.
Selain melakukan wawancara dengan subjek, peneliti juga
mewawancara kerabat dan orang dekat subjek untuk memperkaya
data dan menguji keabsahan data. Pada subjek pertama, peneliti
melakukan wawancara kepada sahabat subjek dan ibu subjek.
Sedangkan pada subjek ke dua, peneliti melakukan wawancara
72
adik subjek dan juga teman subjek yang sekaligus sahabat dari
mantan pasangan subjek. Proses wawancara, baik dengan subjek
pertama maupun kedua, dilakukan di tempat tinggal subjek (kost
maupun rumah subjek). Sedangkan wawancara kerabat dan teman
subjek dilakukan di tempat-tempat yang ditentukan bersama.
Setelah pengambilan data melalui wawancara dan observasi,
peneliti melakukan tahap pertama pengolahan data dengan
mengubah hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip. Setelah
melalui tahap tersebut, peneliti kemudian mengirimkan transkrip
kepada subjek pertama dan kedua, untuk melihat kecocokan
konten transkrip wawancara dengan apa yang disampaikan subjek.
B. ANALISIS
Dalam penelitian ini data-data yang dikumpulkan dari lapangan
tentunya merupakan data-data kualitatif. Analisis data kualitatif
menurut Moleong (2010) pada umumnya meliputi: reduksi data,
kategorisasi, pemeriksaan keabsahan data, penafsiran data, dan
kesimpulan. Setelah semua data diperoleh, baik wawancara maupun
hasil observasi, maka peneliti kemudian melakukan analisis data.
Seperti yang telah diulas di Bab 3, proses analisis data dimulai
dengan pengetikan transkrip wawancara yang peneliti lakukan secara
manual dengan mendengarkan hasil rekaman sembari mengetik kata
perkata. Selanjutnya peneliti melakukan kategorisasi data dengan
memindah-mindahkan transkrip sesuai dengan kolom yang disusun
berdasarkan tujuan-tujuan pengambilan data untuk mempermudah dan
memperjelas proses analisis data. Selain itu, peneliti juga mencatat
hasil observasi secara deskriptif untuk dapat mempermudah peneliti
dalam memahami alur cerita keseharian subjek.
73
Dengan mengelompokkan data sesuai dengan kategorinya,
peneliti lebih mudah untuk menemukan alur dan juga menentukan
tema-tema serta makna dibalik setiap kalimat yang diungkapkan
subjek penelitian. Dari makna-makna yang ditemukan tersebut,
peneliti kemudian membuat kemudian melakukan analisis sesuai
dengan kategorisasi masing-masing data. Data-data tersebut
dikategorisasikan berdasarkan tiga tujuan besar, yaitu data mengenai
latar belakang subjek, data mengenai proses pengambilan keputusan
subjek, dan data mengenai hal-hal yang dapat dikaji melalui kajian
Psikologi Transpersonal.
Agar memudahkan dalam membaca dan menyajikan data,
sekaligus menjaga kerahasiaan dari subjek, peneliti memberikan nama
samaran bagi setiap subjek. Subjek pertama dengan nama samaran
Dahlia, dan subjek kedua dengan nama samaran Mawar. Peneliti juga
memberikan nama samaran bagi nama mantan pasangan subjek,
mantan pasangan Dahlia diberi nama samaran Dono, sedangan nama
samaran bagi mantan pasangan Mawar adalah Wawan, demikian juga
untuk sumber-sumber yang lain.
1. Deskripsi Kasus Subjek 1 (Dahlia)
a. Latar belakang
Dahlia adalah perempuan yang saat ini berusia 26 tahun.
Setelah sebelumnya berkuliah di salah satu Universitas swasta
di Salatiga, dahlia kini bekerja di Surakarta. Sebelumnya
Dahlia pernah terlibat dalam hubungan pacaran yang
didalamnya terdapat kekerasan selama kurun waktu kurang
lebih 5 tahun (sejak berusia 19 tahun) sampai akhirnya Dahlia
berhasil benar-benar lepas dari hubungan tersebut. Dahlia telah
74
mampu menjalani keputusan berpisah tersebut selama hampir
tiga tahun terhitung hingga tahun 2016, dan pada pertemuan
terakhir dengan peneliti menyatakan tidak akan kembali lagi
kepada mantan pasangan yang merupakan pelaku kekerasan
dalam berpacaran (KDP).
Dari hasil observasi dan wawancara informal dengan
Dahlia dan keluarganya, ditemukan bahwasanya Dahlia
merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Selain itu juga
ditemukan bahwasanya Dahlia datang dari keluarga yang
tergolong sederhana, dengan kondisi ekonomi yang cenderung
menengah kebawah. Kondisi perekonomian tersebut terjadi
sejak ayah Dahlia berhenti bekerja dikarenakan sakit, sehingga
pemasukan hanya dari kakak laki-laki Dahlia yang tidak
seberapa. Biaya yang besar untuk pengobatan ayah Dahlia dan
sedikitnya pemasukan membuat perekonomian keluarga Dahlia
yang tadinya stabil perlahan-lahan menurun, hingga saat ini
sering mengalami kekurangan.
b. Analisis Verbatim
i. Fase kekerasan yang dialami
Dahlia adalah mantan korban kekerasan dalam
berpacaran (KDP). Sebelum berpisah Dahlia sempat menjalin
hubungan dengan Dono (pelaku kekerasan) dalam berpacaran
selama kurun waktu kurang lebih 5 tahun. Hubungan yang
dijalani oleh Dahlia mengalami putus nyambung berkali-kali.
Meskipun kerap memutuskan untuk meninggalkan pasangan
karena kerap mengalami kekerasan dalam berpacaran, Dahlia
sempat terus menerus kembali ke Dono sampai akhirnya
75
benar-benar berpisah sejak tahun 2014.
“Ya, sempet ada break juga sih. Maksudnya yang intensnya itu sekitar 4 tahun.”
Dahlia menuturkan bahwa dirinya menyadari jikalau
selama empat tahun berpacaran dia kerap menerima berbagai
macam tindak kekerasan. Menurut Dahlia, Dono tidak
menunjukkan perilaku kasar pada tahun pertama mereka
menjalin hubungan. Namun demikian memasuki tahun ke
dua mereka berpacaran, Dono mulai menunjukan tindak
kekerasan yang makin hari makin meningkat. Awalnya
tindak kekerasan yang diterima oleh Dahlia hanyalah tindak
kekerasan yang masuk ke dalam kategori kekerasan verbal
dan emosional. Namun berikutnya, Dono mulai melakukan
tindak kekerasan seksual kepada Dahlia yang diiringi dengan
tindak kekerasan fisik. Bahkan berdasarkan observasi
peneliti, Dahlia kerap kali tetap menerima tindak kekerasan
dari ketika berusaha meninggalakan ataupun mencoba
memutuskan hubungan dengan Dono.
ii. Interaksi antara jenis tindakan KDP, alasan tindak
kekerasan terjadi, dan dampak dari kekerasan yang
diterima
Kekerasan verbal dan emosional yang diterima oleh
Dahlia selama masa berpacarannya dengan Dono antara lain,
yaitu: monopoli waktu, isolasi dari lingkungan sosial,
interograsi untuk berbagai kejadian yang dialami/dilakukan,
penggunaan telepon sebagai alat untuk selalu dapat
dihubungi/menghubungi, dibuat menjadi insecure karena
terus direndahkan dan dikritik, intimidasi, disalah-salahkan,
76
dikata-katai, dipermalukan di depan umum, diancam, dirusak
hal yang berharga yang dimilikinya, tidak dipedulikan
perasaannya, dimanipulasi ketika akan meninggalkan
hubungan.
Selama mengenal Dahlia, peneliti kerap menemukan
tindakan-tindakan yang menunjukkan bagaimana Dono
memonopoli waktu Dahlia dengan selalu meminta ditemani
oleh Dahlia sepanjang hari. Karena Dahlia dan Dono tidak
bertempat tinggal di kota yang sama, maka Dono
menggunakan telepon untuk memonopoli waktu Dahlia.
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan Dono, Dahlia
senantiasa diminta untuk selalu ada ketika dibutuhkan oleh
Dono. Misalnya, Dahlia diharuskan oleh Dono untuk selalu
mengangkat telepon dan membalas pesan singkat dari Dono
secepatnya, dan jika itu tidak terjadi Dono akan marah. Dono
juga akan lebih marah jika alasan Dahlia untuk tidak segera
mengangkat telepon dan segera membalas pesan singkat itu
dikarenakan Dahlia sedang berkegiatan dengan orang lain.
Selain marah ketika Dahlia tidak segera mengangkat
telepon atau membalas pesan singkatnya ketika melakukan
kegiatan lain, peneliti juga menemukan bahwasanya Dono
juga kerap kali menginterograsi Dahlia. Misalnya ketika
Dahlia pergi dan melakukan suatu kegiatan, maka Dono akan
bertanya Dahlia pergi dengan siapa saja, pergi ke mana, dan
berapa lama Dahlia akan berkegiatan. Dono juga mewajibkan
Dahlia untuk tidak berinteraksi dengan pria dalam kegiatan
yang dia lakukan, dan Dahlia harus selalu menghubunginya
77
disetiap kesempatan. Karena Dono tidak mengijinkan Dahlia
bergaul dengan teman pria, maka Dono kerap melarang
Dahlia jika Dahlia berpamitan akan melakukan kegiatan
bersama temannya yang pria, bahkan kegiatan berkelompok
yang didalamnya terdapat seorang pria sekalipun. Dalam
wawancara yang dilakukan kepada Dahlia, beberapa kali
Dahlia juga menuturkan hal yang sama seperti dalam
kutipan-kutipan berikut;
“Nanti kalau aku nggak bisa dihubungi dia takutnya aku ngapa-ngapain mbek siapa gitu. Sampai punya temen cowok aja susah, nggak boleh pergi berdua sama cowok, kalau rame-rame juga pake ditanyain dulu, njelimet (berbelit-belit).”
“Iya, ditanyain lengkap, sama siapa aja, ngapain aja. Karaoke bareng temen-temen cewek kemarin aja jadi masalah sama dia, dia merasa diabaikan.”
“Jadi kalau misalnya, apa ya protective, possessive mungkin. Jadi kalau saya punya temen, saya bergaul itu nggak boleh. Jadi saya tu nggak punya temen gitu lho, selain dia. Gitu.”
Menurut Dahlia tindakan Dono yang kerap marah ketika
Dahlia berinteraksi dengan orang lain adalah karena Dono
takut jika Dahlia mendapat masukan, nasehat, dan wawasan
dari orang lain mengenai Dono ataupun hubungannya dengan
Dono. Disamping itu, Dahlia juga menuturkan bahwa Dono
beralasan bahwa sikap tersebut diambilnya karena rasa
kepemilikannya terhadap Dahlia. Dapat dianggap bahwa
Dono cemburu jika Dahlia berinteraksi dengan pria lain.
Dalih lain yang dikemukakan Dono kepada Dahlia adalah
bahwa tindakan Dono tersebut merupakan bentuk
perlindungan terhadap Dahlia.
78
“Kalau saya bertemen dengan cewek, terus saya cerita, atau temen saya tanya, ‘kamu kenapa?’ atu gimana dan saya cerita, dia nggak suka. Dia merasa terancam. Gitu lho. Kalau ada orang lain yang misalnya, nasehatin saya, memberikan wawasan saya tentang, ‘O ini itu kaya gini lho Dahlia, ini tu kaya gini’. Dia merasa orang yang menjadi teman saya itu menjadi ancaman buat hubungan kita gitu. Jadi nggak suka dia. Jadi ya, waktu saya pacaran selama empat tahun itu saya nggak punya teman. Bahkan untuk kuliah aja, dalam kerja kelompok itu e, kasarannya sering menjadi ribut kalau saya harus berinteraksi dengan orang-orang lain.”
Peneliti menemukan beberapa kejadian dimana Dono
tetap melakukan interograsi kepada Dahlia melalui telepon
dan pesan singkat meskipun mereka tidak berada dalam kota
yang sama. Kemudian Dono kembali menginterograsi Dahlia
ketika mereka bertatap muka. Dengan kata lain, Dono kerap
menggunakan telepon untuk memonopoli waktu Dahlia,
untuk menginterograsi Dahlia, membatasi sosialisasi Dahlia,
dan alat (juga alasan) untuk selalu dapat meminta Dahlia
menghubunginya. Jika hal tersebut tidak terwujud, maka
Dono akan marah dan menyalahkan Dahlia.
Bagaimana Dono memonopoli dan membuat Dahlia
terisolasi dari lingkungannya membuat Dahlia tidak memiliki
kesempatan bergaul dengan orang lain dan cenderung
menutup diri dari pergaulan. Dahlia takut dan cemas akan
diinterograsi ataupun menerima perlakuan buruk dari Doni
jika mencoba membuka diri untuk bergaul, sehingga makin
lama Dahlia hampir tidak memiliki teman bergaul sama
sekali. Bahkan, berdasarkan penuturannya, ada fase dimana
Dahlia tidak memiliki teman sama sekali pada masa Dahlia
79
berpacaran dengan Doni. Oleh karena hal tersebut, Dahlia
menjadi bergantung terhadap Dono dalam beberapa aspek,
terutama aspek emosional. Dahlia kerap kali merasa
kesepian, tidak memiliki tempat penghiburan lain ketika
sedang sedih, juga tidak memiliki tempat mengadu ketika
sedang memiliki masalah. Akibatnya Dahlia merasa semakin
tertekan secara emosional.
“Jadi ya, saya merasa kesepian juga gitu. Maksudnya kita kan ya juga butuh temen ya. Ya kalau misalnya kita lagi ada masalah, dan dianya lagi nggak bisa, nah, kita mau kemana. Gitu. Sedangkan kita udah terbiasa nggak boleh berteman dengan siapa-siapa. Jadi selama empat tahun itu saya tu tu menutup diri, gitu, karena diisolasi lah sama dia.”
Menurut penuturan Dahlia, Dono hampir selalu marah
dan jengkel terhadap Dahlia jika Dahlia melakukan tindakan
yang tidak sesuai keinginan Dono. Salah satunya adalah jika
Dahlia menolak diajak berhubungan intim. Dahlia juga kerap
disalah-salahkan dan diintimidasi untuk setiap tindakan yang
tidak sesuai keinginan Dono, ataupun pada berbagai kejadian
dan masalah yang mereka hadapi. Bahkan ketika Dahlia
mengeluh akan perlakuan tidak baik dari Dono yang
diterimanya, Dono merasa bahwa itu adalah kesalahan Dahlia
karena tidak bisa menerima dan memahami Dono. Tindakan
intimidasi yang dilakukan Dono membuat Dahlia semakin
tertekan, sehingga kerap mengalami kesulitan untuk tidur.
“SMS. SMSnya itu kalau nggak dibales bisa puluhan, sampai nggak bisa tidur lah. Istilahnya, dia smsnya tu kayak mengintimidasi kita, dengan kata-kata supaya kita tu mengubah pemikiran kita gitu lho…. Menjatuhkan lagi, gitu.”
80
Selain disalahkan, Dahlia juga terus menerus dikritik dan
direndahkan. Kerap kali Dono menyatakan bahwa tidak akan
ada orang lain yang dapat menerima segala kekurangan
Dahlia selain Dono. Sehingga alasan Dahlia untuk menutup
diri dari pergaulan semakin kuat. Disamping itu, Dahlia
merasa menjadi semakin bergantung dengan Dono. Kondisi
Dahlia yang pada waktu itu sedang kurang baik dari sisi
finansial bukan membuat Dono simpatik, namun justru
membuat Dono lebih merendahkan Dahlia. Dono juga justru
mengkritik Dahlia ketika Dahlia bercerita bahwa dirinya
sedang menghadapi permasalahan terkait studinya. Menurut
Dono permasalahan tersebut terjadi akibat ketidakmampuan
Dahlia sendiri.
“Ya ngerendahin mentang-mentang aku nggak punya uang gitu. Jadi sikapnya ke aku kayak semena-mena, kayak yang aku tu di bawahnya dia gitu, lebih rendah dari dia. Jadi kayak yang aku bergantung sama dia gitu, karena dia lebih ada sama dia. Dia sering kok bilang, ‘Udah untung kamu dapet aku’, gitu.”
“Dibilang, ‘Nggak ada yang bisa nerima kamu kayak aku. Kalau kamu temenan sama orang lain nanti palingan kamu ditinggalin lagi. Ya to?’ gitu, ‘Cuma aku yang nggak ninggalin kamu, yang lainnya tu pasti nggak tahan sama sifat kamu’ gitu, ‘Udah nggak usah terlalu deket sama orang lain lagi, selain aku, nanti kamu kecewa’, jadinya kan aku sampai nggak punya temen selain dia sendiri.”
Tindakan Dono yang terus menyalahkan, mengkritik, dan
merendahkan Dahlia membuat Dahlia memiliki harga diri
yang rendah. Beradasarkan penuturan Dahlia, dia merasa
dirinya tidak berharga karena terus menerus direndahkan oleh
Dono. Dahlia mulai meyakini bahwa tidak akan ada orang
81
lain yang dapat memaklumi keadaan dan kekurangannya
selain Dono. Dahlia juga merasa kawatir jika tidak ada orang
lain terutama pria yang mau menerimanya seandainya dia
meninggalkan Dono. Ketakutan dan kecemasan tersebut
membuatnya semakin ragu untuk meninggalkan Dono,
karena keyakinan bahwa hanya Dono yang mampu
menerimanya.
“Aku tu tadinya merasa nggak berharga, sudah ada cowok yang mau sama aku, aku tu udah untung ada yang menelateni, ada yang mau sama aku.”
Selain kerap diintimidasi, disalahkan, direndahkan, dan
dikritik, Dahlia juga kerap diancam dan dikata-katai. Dono
kerap menggunakan makian ketika jengkel dan marah kepada
Dahlia. Tidak jarang Dono menyebut Dahlia dengan berbagai
sebutan nama binatang. Menurut dahlia, pembawaan Dono
yang kasar membuatnya mudah dan kerap menggunakan
makian dan ancaman dalam berbagai keadaan. Selain
memaki dan menganjam, Dono juga kerap menghancurkan
barang-barang Dahlia. Sebagai contoh Dono pernah beberapa
kali merusakkan telepon seluler Dahlia ketika sedang marah.
“Jadi misalnya dia kayak, pernah sih dia waktu jengkel gitu banting handphone di depan kita. Atau lempar barang gitu.”
“Ya dimaki, bener-bener dimaki. Dengan kata-kata yang ya, sorry ya misalnya binatang, kebun binatang itu ini, misalnya dengan kata-kata yang kasar, gitu ya, ya apa ya, em, misalnya bajingan lah, apa A-S-U lah, ya something yang ya, itu sebenarnya untuk orang-orang yang berpendikan kan nggak mungkinlah akan ngomong kaya gitu.”
82
Menurut penuturan Dahlia, Dono kerap kali
mempedulikan perasaannya. Namun halnya demikian,
ketikda Dahlia menyampaikan keluhan terhadap hal tersebut,
Dono menyatakan bahwa Dahlia-lah yang terlalu berlebihan
dan tidak dapat menerima pembawaan Dono yang memang
demikian. Bahkan, tidak jarang Dono mempermalukan
Dahlia di depan umum ketika merasa marah atau jengkel
kepada Dahlia. Hal tersebut membuat tekanan psikis dalam
diri Dahlia semakin besar. Dahlia menuturkan bahwa dirinya
kerap kali takut berbuat apapun ketika bersama dengan Dono
karena takut membuatnya marah. Meskipun demikian, pada
beberapa kejadian ketika Dahlia mencoba untuk
meninggalkan Dono, Dono mencoba memanipulasi keadaan
seakan-akan Dahlia adalah pihak yang jahat karena telah
meninggalkannya
“Ya dibilang ‘nggak punya otak’, ‘nggak punya hati’, gitu, terus dibilang ‘perempuan nggak tahu diuntung, mau dibantu malah nggak ada balasannya’.”
Selain kekerasan verbal dan emosional, Dahlia juga
menerima kekerasan seksual selama dia berpacaran dengan
Dono. Kekerasan seksual yang diterima Dahlia antara lain:
sentuhan yang tidak diinginkan, pemerkosaan pada waktu
kencan, dan ciuman yang tidak diinginkan. Berdasarkan
penuturan Dahlia, Dono pernah beberapa kali memaksa
Dahlia untuk melakukan tindakan seksual. Tindakan tersebut
dilakukan pada waktu Dono dan Dahlia berkencan. Beberapa
kali kencan mereka memang berakhir di kamar kost Dahlia,
atau kamar di rumah Dono.
83
“Terus pertama cuma cium-cium, kan lama-lama dia mungkin mengarah ya, mengarah ke hal-hal yang menjurus ke sana. Terus misalnya kita agak menjauh, dia jadi sedikit memaksa. Gitu kan. Mungkin dengan menarik lebih apa ya, ada action yang seperti ingin memaksa seperti apa yang dia mau (berhubungan badan).”
Tindakan Dono yang memaksa Dahlia melakukan
hubungan seksual, memperkuat perasaan tidak berharga yang
dimiliki Dahlia. Dahlia menilai bahwa keperawanan adalah
suatu yang berharga, sehingga perlu dijaga. Oleh karenanya,
karena dia sudah telanjur berhubungan seksual dengan Dono,
Dahlia semakin kawatir tidak ada laki-laki lain yang mau
menerima keadannya tersebut. Dahlia semakin minder untuk
membuka diri kepada pria lain, dan semakin ragu untuk
meninggalkan Dono. Dahlia merasa apa yang berharga dari
dirinya telah diambil oleh Dono, dan bahkan mengibaratkan
dirinya bekas dari Dono.
“Ya kan, aku udah jauh, Cik, sama Dono. Jadi ya sempet takut juga aku, apa ada yang masih mau sama aku, bekas orang. Dulu dipaksa-paksa sama dia.”
Tidak hanya itu, selama masa berpacarannya dengan
Dono, Dahlia juga sempat menerima kekerasan fisik. Dahlia
menuturkan, bahwa dia pernah dicekik, ditampar, ditendang,
dan diremas oleh Dono. Selama bergaul dengan Dahila,
peneliti beberapa kali mendapati Dahlia sedang menangis
pasca perkelahian dengan Dono. Ketika ditanyai, Dahlia
menuturkan hal tersebut dikarenakan sakit yang diakibatkan
oleh luka fisik, dan atau merasa perasaannya terluka karena
orang yang dikasihi melukai fisiknya. Kekerasan fisik
84
tersebut biasanya diterima Dahlia ketika Dono marah
terhadap Dahlia. Menurut Dahlia, sukar untuk melupakan
tindak kekerasan fisik yang pernah diterimanya dari Dono.
“Dari fisik sih terus terang yang sampai sekarang nggak bisa lupa, itu saya pernah ditampar, saya pernah ditendang, terus e, apa ya, kaya dia genggam terlalu, apa sih?”
“Karena saya selain ditendang, selain saya diludahi, saya pernah dicekek.”
Jika dirumuskan dalam sebuah kesimpulan, berarti
KDP yang diterima Dahlia berdampak secara
psikologis, sosial, maupun fisik. Secara psikologis
dampak kekerasan yang dialami Dahlia antata lain
adalah seperti munculnya harga diri yang rendah,
perasaan cemas dan kawatir, stress atau tertekan,
perasaan takut, perasaan kesepian, dan juga gangguan
tidur. Sedangkan secara sosial dampak yang dialami
Dahlia adalah bagaimana Dahlia akhirnya menutup diri
dari pergaulan, yang akhirnya justru membuatnya
semakin kawatir dan enggan meninggalkan Dono.
Dampak secara fisik yang dialami Dahlia tentunya
adalah bagaimana tubuh Dahlia merasa sakit ketika
menerima tindak kekerasan fisik dari Dono.
iii. Alasan kebertahanan
Meskipun menerima berbagai tindak kekerasan, awalnya
Dahlia menerima tindakan tersebut dengan berbagai alasan.
Alasan Dahlia bertahan dalam hubungan dimana dia
menerima kekerasan diantaranya adalah: tidak berani
melawan karena takut akan semakin mendapat perlakuan
85
buruk, ada alasan bahwa tindak kekerasan dilakukan karena
rasa sayang, ketakutan berpisah dengan Dono, ketakutan
tidak akan ada yang menerima dirinya, keyakinan dapat
merubah Dono, kawatiran tidak menemukan pasangan baru
jika berpisah dengan Dono, rasa kasihan jika meninggalkan
Dono (Dahlia memandang Dono—dengan perilakunya yang
buruk, adalah sosok yang perlu dikasihani dan dibantu
berubah), kebergantungan dengan Dono, ketakutan akan
merasa sedih, ketakutan akan merasa kesepian, dan ketakutan
akan merasa hampa.
Dahlia menuturkan bahwa dirinya sering kali tidak berani
untuk melawan tindak kekerasan yang dilakukan Dono.
Dahlia kawatir jika melawan Dono, Dahlia akan mendapat
perlakuan yang lebih buruk lagi. Dahlia juga kerap menerima
alasan yang diberikan Dono untuk membenarkan
tindakannya, salah satunya adalah bahwa tindak kekerasan
dilakukan karena Dono menyayangi Dahlia. Disamping itu,
seperti yang diulas, Dahlia merasa takut jika ditinggalkan
Dono tidak akan ada pria lain yang menerimanya. Penilaian
terhadap diri sendiri yang rendah membuat Dahlia merasa
layak untuk menerima perlakuan buruk dari Dono.
Selain menerima tindak kekerasan yang dilakukan Dono,
Dahlia juga memiliki berbagai alasan hingga bertahan dalam
hubungan pacaran yang di dalamnya dia menerima tindak
kekerasan. Salah satu alasan mengapa Dahlia bertahan dalam
hubungannya bersama Dono antara lain adalah karena Dahlia
yakin bahwa dirinya dapat merubah Dono menjadi lebih baik.
86
Dahlia juga sering kali memiliki rasa kasihan terhadap Dono.
Menurutnya, Dono dengan perilakunya yang buruk adalah
sosok yang perlu ditolog dan dibantu untuk berubah.
Disamping rasa kasihan, Dahlia beralasan bahwa dia pada
saat itu bertahan karena rasa cintanya terhadap Dono. Dahlia
takut jika berpisah dengan Dono dirinya akan patah hati,
sedih, kesepian, dan hampa. Rasa hampa yang ditakutkan
Dahlia dikarenakan Dahlia sudah telanjur bergantung kepada
Dono dalam berbagai hal. Subjek takut, jika berpisah dengan
Dono dia tidak memiliki siapapun lagi yang dapat
diandalkan. Seperti telah diulas, bahwa Dono membuat
pergaulan Dahlia sangat terbatasi. Pada waktu itu Dahlia
tidak memiliki teman yang cukup dekat, apalagi pria. Hal
tersebut juga semakin menguatkan alasan Dahlia untuk
bertahan dalam hubungannya bersama Donno. Dahlia kawatir
dan takut jika tidak dapat menemukan pasangan baru.
Pemikiran tersebut muncul dikarenakan kondisi Dahlia saat
itu yang merasa dirinya misikn, kesulitan menyelesaikan
studi dengan baik, kurang cantik, dan sudah tidak perawan
lagi.
“Saya merasa, wah bisa nih, bisa lah. Saya yakin saya bisa mengubah dia…. Misalnya gini, itu kan sebenarnya empat tahun itu proses ya.”
“Jadi selama empat tahun itu saya tu tu menutup diri, gitu, karena diisolasi lah sama dia. Makanya saya merasa, yaudahlah, gitu. Istilahnya ‘gua kayaknya emang cuma punya dia, kalau dia nggak ada, gue nggak bisa nih’, gitu. Yaudah, selain karena percaya dia bisa berubah.”
“Padahal kita kan mau bertahan bukan karena rasa cinta kita yang besar banget ke dia. Justru sebenarnya rasa
87
cintanya itu jadi kayak kasihan gitu lho. Maksudnya kasihan itu kok dia tu nggak berubah-ubah kayak gitu lho”
Meskipun telah mencoba berkali-kali meninggalkan
Dono dan gagal, Dahlia akhirnya dapat benar-benar
meninggalkan Dono dan tidak melanjutkan hubungan
berpacaran dengannya. Jika sebelumnya ketika berpisah
Dahlia kembali lagi kepada Dono ketika dibujuk oleh
pasangan dengan harapan bahwa Dono akan berubah, kali ini
Dahlia tidak lagi bersedia kembali berpacaran dengan Dono.
iv. Proses pengambilan keputusan berpisah
Proses Dahlia mengambil keputusan untuk berpisah dari
Dono diawali dengan kesadaran yang dia peroleh bahwa
hubungan yang dijalaninya dengan Dono pada waktu itu
merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Dalam
tahapan proses pengambilan keputusan tahap ini disebut
sebagai tahap mengenali tantangan atau permasalahan.
Kesadaran akan permasalahan atau tantangan yang harus
dihadapi tersebut muncul setelah Dahlia mengalami
pengalaman spiritual yang dipicu oleh banyaknya
permasalahan yang harus dihadapinya pada saat itu.
Permasalahan pertama yang menimpa Dahlia pada waktu
itu adalah kondisi sang Ayah yang sedang sakit cukup lama.
Karena Ayah Dahlia sebelumnya merupakan tulang
punggung keluarga, kondisi sakit sang Ayah membawa
Dahlia ke dalam permasalahan ke dua, yaitu keadaan
finansial keluarga Dahlia juga ikut melorot. Dahlia
mengalami kesulitan keuangan, kesulitan membiayai
88
pengobatan Ayah, tidak mampu membayar kuliah secara
mandiri, bahkan untuk makan sehari-hari. Pada waktu
bersamaan, Dahlia harus mengalami masalah mengenai studi
yang ditempuhnya. Masalah yang ke tiga ini terjadi akibat
Dahlia tidak kunjung menyelesaikan tugas akhir (skirpsi)
kuliahnya. Dahlia mengalami kesulitan dalam penyelesaian
tugas akhirnya, dan hal tersebut membawanya ke dalam
permasalahan berikutnya, yaitu berakhirnya masa studi yang
dimilikinya. Peneliti yang pada waktu kejadian tersebut kerap
bersama Dahlia mendapati bahwasanya, jika skripsi atau
tugas akhir Dahlia belum selesai sementara masa studi Dahlia
berakhir, maka Dahlia harus melakukan readmisi. Jika Dahlia
tidak melakukan readmisi, maka Dahlia akan dikeluarkan
dari Fakultas tempat dia berkuliah. Readmisi sendiri bagi
Dahlia merupakan hal yang memalukan, dan memerlukan
biaya cukup banyak. Pada beberapa kesempatan dimana
peneliti menemani Dahlia mengurus studinya, peneliti kerap
mendengar Dahlia mengutarakan bahwa dia akan sangat
malu jika hal tersebut terjadi. Disamping itu Dahlia juga
mengeluh bahwasanya dia tidak memiliki dana untuk
melakukan readmisi.
“Ya waktu itu saya keluarganya lagi jatuh secara finansial karena orang tua saya itu sakit, dan kita bener-bener habis-habisan, gitu. Habis-habisan. Jadi, apa yang bisa saya banggakan. Orang tua yang menjadi tulang punggung keluarga sakit gitu, yang selama ini sehat, selama ini menjadi kebanggaan buat saya gitu kan say mau apa, saya butuh apa udah pasti tercukupi, semua tersedia. Terus, e, yah dari masalah finansial dan e, saya sakit.”
89
“Terus terang waktu itu saya lagi skripsi, dan skripsi saya terhambat karena waktu itu pembimbing saya itu sama sekali tidak bisa membimbing saya dengan seharusnya. Dengan posisi seperti itu saya sudah terhimpit dengan waktu deadline, ya saya terancam readmisi waktu itu. Mau tidak mau saya harus ganti dengan pemimbing saya. Dan waktu itu, proses dari perubahan bimbingan itu jadi berdampak merembet kemana-mana, gitu lah. Saya di blacklist, saya yang harusnya nggak kena readmisi jadi harus readmisi, dan balik lagi ujungnya kan jadi finansial lagi. Gitu.”
Berdasarkan observasi peneliti, titik ini adalah titik
dimana Dahlia mulai terpicu untuk menemukan pengalaman
spiritual. Setelah Dahlia mendapat notifikasi dari Fakultas
dimana dia berkuliah bahwasanya dia terancap dikeluarkan
atau melakukan readmisi, terdapat beberapa kesempatan
dimana Dahlia kemudian mulai meminta peneliti
mengantarkannya untuk mencari Gereja yang mungkin
menerimanya beribadah dan juga mencari Gereja yang
memiliki komunitas-komunitas kecil. Dalam beberapa
kesempatan tersebut Dahlia menuturkan bahwasanya dirinya
membutuhkan pertolongan Tuhan untuk mengatasi berbagai
permasalahan berat yang menimpanya bertubi-tubi.
Sikap Dono yang waktu itu tidak mendukung Dahlia dan
malah semakin merendahkan Dahlia ketika dalam kesusahan
membuat Dahlia kecewa. Terlebih lagi, ketika masalah yang
dihadapi Dahlia semakin menumpuk dan mendesak untuk
diselesaikan, intensitas tindak kekerasan yang dilakukan oleh
Dono justru ikut meningkat. Jika sebelumnya Dahlia
menerima perlakuan buruk yang diberikan Dono, maka
90
dengan pengalaman spiritual yang telah dialaminya, Dahlia
mengambil sikap yang berbeda.
Setelah melakukan refleksi mengenai hubungannya
dengan Dono, Dahlia menyadari bahwa bentuk
hubungan yang selama ini dijalani membutuhkan
perbaikan. Dahlia mulai dapat melihat bahwa tidak ada
perubahan pada diri Dono baik dari segi karakter maupun
perilaku. Seiring dengan transendensi diri yang dialaminya
Dahlia mulai membuka diri kepada orang lain dan mulai
bergaul. Dari pergaulan yang baru, Dahlia memperoleh
banyak masukan dan pemahaman baru mengenai hubungan
pacaran yang sehat dan ideal. Kemudian Dahlia menyadari
bahwa bentuk hubungan yang dia jalani bersama Dono
merupakan suatu masalah yang perlu diselesaikan, untuk itu
perlu diambil sebuah keputusan untuk dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
“Karena dari saya mengubah spiritualitas saya, saya bisa berteman dengan orang lain, saya berani untuk membuka diri, saya berani cerita untuk membuka segala aib saya, gitu kan. Itu dorongan itu, bukan secara kebetulan, jadi itu kayak kita berdoa, kita minta kekuatan dari Tuhan, kita dikuatkan makannya kita bisa, gitu kan.”
“Dan saya juga me-reset dengan ber-sharing dengan orang lain. Dengan konsultasi sama orang lain, dengan mendapatkan e apa ya, ilham mungkin dari orang lain, juga lihat contoh-contoh hubungan orang lain juga. O kalau pacaran itu harusnya kaya gitu ya, maksudnya cowoknya itu sopan sama ceweknya, terus sayang, nggak kasar. Kita jadi berkeinginan juga untuk lebih baik gitu lho.”
91
Setelah menyadari bahwa kekerasan dalam berpacaran
yang diterimanya merupakan suatu masalah yang harus
diselesaikan, Dahlia mulai mencari alternatif-alternatif untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahapan pengambilan
keputusan, tahap ini disebut sebagai tahap mencari
alternatif-alternatif. Dalam proses pencarian alternatif
tersebut Dahlia melakukan refleksi, berdoa, dan mengikuti
berbagai kegiatan gereja dengan harapan akan menemukan
alternatif yang tepat. Berdasarkan pengamatan peneliti
selama tinggal bersama Dahlia, peneliti menemukan adanya
peningkatan intensitas kegiatan kerohanian yang dijalankan
Dahlia, juga ritual-rirual kerohanian dalam kehidupan sehari-
harinya. Sebagai contoh, jika sebelumnya peneliti hanya
mendapati Dahlia berdoa sebelum makan, lambat lain
peneliti mulai menemukan Dahlia berdoa dan melakukan
reflekasi (saat teduh) di pagi dan malam hari. Dengan berdoa
dan mengikuti ritual keagamaan, Dahlia memohon bantuan
dari Tuhan (sosok transenden) yang memiliki kemampuan
melampaui apa yang dapat dijangkau manusia. Dahlia
berharap dan percaya bahwa Tuhan dapat membantunya
memperoleh alternatif melaui berbagai cara. Menurut Dahlia,
Tuhan menunjukkan alternatif tersebut melalui kejadian-
kejadian yang tidak terduga (yang kemudian direfleksikan)
yang dialaminya dan melalui masukan-masukan dari teman-
teman baru yang Dahlia temui, seperti pernyataan Dahlia
berikut ini:
92
“Saya minta, ‘Tuhan kalau memang dia jodohku, dia yang terbaik, dia yang sepadan gitu kan buat aku, Tuhan tolong satukan, Tuhan dekatkan. Tapi kalau memang dia itu bukan yang terbaik buat aku, gimana caranya Tuhan tunjukin, Tuhan celikan mata aku, terus jauhkan dari aku’ gitu lho. Jadi pertama tu kayak minta petunjuk dulu gitu kan.
Hal tersebut juga terjadi ketika Dahlia mengevaluasi
alternatif-alternatif yang telah dia peroleh. Dalam tahapan
proses pengambilan keputusan, tahap ini disebut sebagai
tahap mengevaluasi alternatif keputusan. Pada tahap ini
Dahlia berdoa, memohon bantuan Tuhan, dan melakukan
refleksi, dengan harapan Tuhan dapat menolongnya memilih
alternatif dan mengambil keputusan yang tepat. Bagaimana
Dahlia menimbang resiko dari setiap pilihan yang
dimilikinya juga berdasarkan dipengaruhi oleh pengalaman
spiritual dan transendensi diri yang dia alami.
“Sebelumnya aku juga udah berdoa lama sebelum ngambil keputusan ini, ‘Tuhan, tunjukanlah tanda kalau memang D itu tetap buat aku ataupun tidak’. Dia juga udah tak kasih kesempatan berubah sekali, nyatanya ya sama aja, Cik. Tuhan pasti siapkan yang lebih baik.”
Pengalaman spiritual yang membawanya pada
transendensi diri membawa perubahan dalam diri Dahlia
dalam meninjau dirinya, hubungannya, dan
pasangannya. Dahlia tidak lagi merasa tidak berharga.
Dahlia merasa bahwa dia layak untuk bahagia. Dahlia juga
merasa bahwa Tuhan akan menyiapkan masa depan yang
lebih baik bagi Dahlia. Perasaan-perasaan positif paska
pengalaman spiritual yang dialaminya tersebut membuat
93
Dahlia tidak lagi takut menghadapi resiko-resiko yang
mungkin akan dialaminya jika berpisah dengan Dono, seperti
kekawatiran bahwa tidak akan ada pria lain yang
menerimannya, kekawatiran tidak akan lebih bahagia, dan
kekawatiran kondisinya akan lebih buruk jika berpisah dari
Dono.
“Tuhan menguatkan, memberikan harapan, mengingatkan kita kalau kita berharga, mengingatkan kita juga kalau kita diciptakan dengan rancangan yang baik, damai sejahtera.”
Meskipun demikian, Dahlia tidak langsung meninggalkan
Dono, dia tetap berusaha memperbaiki hubungan dengan
berusaha memberikan pemahaman yang sama kepada Dono
mengenai hubungan yang sehat dan ideal. Ketika hal tersebut
tidak berhasil. Dahlia akhirnya mengambil pilihan untuk
meninggalkan Dono.
“Kita sudah menanyakan itu lebih dari tiga kali. Jadi misalnya saya ngomong sama dia, kalau cowok yang baik itu kalau pacaran gitu tu nggak boleh kasar sama ceweknya, itu nggak sehat itu. Kalau udah kasar-kasar gitu kalau pacaran gimana nanti udah married, gitu kan.”
Hasil evaluasi Dahlia terhadap alternatif pilihan yang
dimilikinya menyimpulkan bahwa Dono bukanlah pasangan
yang tepat karena tidak ada perubahan perilaku meskipun
Dahlia telah berusaha memberikan pemahaman yang sama.
Akibatnya Dahlia merasa bahwa hanya dirinya yang berusaha
memperbaiki hubungan sedangkan Dono tidak
94
mempedulikannya. Dono bahkan menolak mentah-mentah
masukan Dahlia mengenai hubungan yang sehat dan ideal.
Hasil evaluasi lain yang membuat Dahlia menyimpulkan
bahwa Dono bukanlah pasangan yang tepat baginya adalah
karena Dono tidak membantunya bertumbuh dan berbuah
secara pribadi, dalam arti lain Dono tidak membuatnya
menjadi pribadi yang lebih baik. Dono tidak memberikan
dukungan ketika Dahlia harus menghadapi masalah lain
dalam hidupnya yang sangat mendesak, dan justru
menambah permasalahan bagi Dahlia. Dono terus melukai,
bersikap kasar, dan menyakiti Dahlia meskipun tahu bahwa
Dahlia sangat membutuhkan dukungan. Malah teman-teman
Dahlia yang sebelumnya tidak bergaul dengannya
dikarenakan larangan dari Dono-lah yang member dukungan
kepada Dahlia pada saat krisis.
Menimbang bahwa lebih banyak hal negatif
dibandingkan hal positif yang terjadi dalam hubungannya,
Dahlia merasa bahwa hubungannya dengan Dono tidak
mencerminkan keberasaan Kristus di dalamnya. Oleh
karenanya Dahlia ingin segera melepaskan diri dari Dono.
Dahlia merasa telah terlalu lama menyia-nyiakan waktunya
dengan menjalani hubungan pacaran dengan Dono, dan
Dahlia tidak ingin menyia-nyiakan lagi masa depannya.
Sejak mengalami perubahan spiritualitas, Dahlia merasa
bahwa masa depannya begitu berharga untuk disia-siakan dan
Dono bukanlah hal yang patut dipertahankan bagi masa
depannya, apalagi jika kekerasan yang diterimanya nanti
95
berlanjut hingga ke anaknya. Perubahan spiritualitas yang
terjadi pada Dahlia membuat diirinya merasa yakin bahwa
dirinya pantas untuk bahagia, dan Tuhan telah menyiapkan
pasangan yang lebih baik dari Dono untuk
membahagiakannya.
“Kan kita juga ada pertimbangan ya, antara yang baiknya ama yang buruknya tu kita lebih banyak yang mana. Di hubungan-hubungan setengah tahunan kedepan itu kayaknya kok banyak negatifnya dampaknya ke kita. Misalnya, e, dia bikin senang kita sama dia bikin kita sedih tu lebih banyak sedihnya. Yaudah, istilahnya mau sampai kapan gitu kan. Ada di mana namanya titik kesabaran kita tu nggak bisa kita tolerir. Kayak bom waktu, jadi akhirnya ya meledak juga. Jadi ya mungkin terakhir itu karena saya juga lagi banyak masalah, harusnya dia bisa dukung, eh, malah nambah-nambahin. Gitu kan. Jadi ya udah, ini di saat susah bukannya support kita tapi malah menjatuhkan kita kan. Jadi lebih baik kita tinggalin aja, gitu.”
Dahlia akhirnya membuat komitmen atau keputusan
berpisah dengan Dono. Dalam tahapan proses pengambilan
keputusan, fase ini disebut sebagai tahap membuah
komitmen. Pilihan Dahlia untuk meninggalkan Dono
mendatangkan resiko bagi Dahlia. Namun demikian Dahlia
mampu mempertahankan keputusannya berpisah dengan
Dono hingga saat ini. Menurut penuturan Dahlia, dirinya
mendapat kekuatan dari Tuhan untuk melalui saat-saat kritis
perpisahannya dengan Dono. Dukungan sosial yang
diterimannya dari teman-teman ketika masa perpisahan
dengan Dono, bagi Dahlia merupakan bantuan yang
dikirimkan oleh Tuhan. Perasaan-perasaan negatif yang
ditakutkan Dahlia akan muncul ketika berpisah dari Dono
96
ternyata dapat dilalui dan diatasi. Saat ini Dahlia justru
berpendapat bahwa ketika dia bertahan ataupun ketika dia
terus kembali berhubungan dengan Dono meskipun mencoba
berpisah di masa lalu adalah akibat dari pemikiran yang
sempit. Setelah mengalami perubahan secara spiritualitas,
Dahlia memiliki pemahaman yang lebih luas mengenai
berbagai hal. Pemahaman yang lebih luas tersebut
menurutnya diperoleh dari informasi-informasi baru dari
teman-teman baru, maupun berbagai kegiatan yang diikuti
Dahlia. Bagi Dahlia, teman-teman baru atau refleksi yang
mampu dia lakukan datang dari bantuan Tuhan dalam
hidupnya.
“Memang tidak bisa sendiri, kita butuh Tuhan, kita butuh orang lain.”
Bagi Dahlia saat ni, keputusannya untuk berpisah dari
Dono merupakan keputusan yang tepat. Saat ini Dahlia
merasa bahwa dia dapat bertahan meskipun telah berpisah
dari pelaku, padahal semula dia merasa bahwa dia tidak akan
mampu bertahan jika berpisah dari pelaku. Meski beberapa
kali mendapat terror, intimidasi, juga usaha untuk manipulasi
dari Dono, Dahlia kali ini tetap mempertahankan
keputusannya untuk meninggalkan Dono. Spiritualitas bagi
Dahlia adalah hal yang membantunya untuk
mempertahankan keputusannya hingga saat ini. Dukungan
sosial yang diterimannya juga dianggap olehnya datang dari
Tuhan sebagai pertolongan. Dukungan sosial juga merupakan
sesuatu yang membantu Dahlia untuk mempertahankan
97
keputusannya. Perasaan bahwa dirinya saat ini berharga,
layak untuk bahagia, juga harapan akan adanya pasangan
yang lebih baik seperti yang telah diulas, membantu Dahlia
menjaga komitmen untuk tidak kembali lagi menjalin
hubungan pacaran dengan Dono. Berdasarkan pengalaman-
pengalamannya, Dahlia menyimpulkan bahwa spiritualitas
adalah hal yang berperan penting dalam perubahan dirinya,
perubahan hidupnya, dan dalam ulasan ini berperan penting
terhadap keputusannya untuk berpisah dari pelaku kekerasan
dalam berpacaran. Hal tersebut ditunjukan dari berbagai
pernyataan Dahlia, salah satu kesimpulan Dahlia yang paling
gamblang dituturkan demikian:
“Spiritualitas itu sangat berpengaruh bagi keputusan.”
2. Deskripsi Kasus Subjek 2 (Mawar)
a. Latar belakang
Mawar adalah perempuan yang saat ini berusia 27 tahun.
Setelah sebelumnya berkuliah di salah satu Universitas Swasta
di Salatiga, Mawar kini melanjutkan jenjang pendidikan di
salah satu Universitas Negeri di Yogyakarta dengan beasiswa
yang diperolehnya dari pemerintah. Sebelumnya Mawar pernah
terlibat dalam hubungan pacaran yang didalamnya terdapat
kekerasan selama kurun waktu kurang lebih 6 tahun (sejak
berusia 18 tahun) sampai akhirnya Mawar berhasil benar-benar
lepas dari hubungan tersebut. Mawar telah mampu menjalani
keputusan berpisah tersebut selama empat tahun terhitung
hingga saat ini, dan pada pertemuan terakhir dengan peneliti
menyatakan tidak akan kembali lagi kepada mantan pasangan
98
yang merupakan pelaku kekerasan dalam berpacaran (KDP).
Mawar adalah anak ke dua dari tiga bersaudara, dan datang
dari keluarga menengah yang tergolong sederhana, dengan
kondisi ekonomi menengah. Kondisi perekonomian keluarga
Mawar mulai menurun sejak Ibu dari Mawar telah memasuki
masa pensiun. Hal tersebut sangat berpengaruh pada
kelangsungan kehidupan keluarga Mawar, dikarenakan Ibu
Mawar adalah tulang punggung keluarga. Ayah Mawar telah
meninggalkan Mawar dan keluarga dan menikah dengan
perempuan lain sejak Mawar berusia remaja. Hal tersebut yang
membuat Mawar tidak dapat mengandalkan Ayah Mawar
perihal keuangan keluarga, termasuk yang menopangnya.
b. Analisis Verbatim
i. Fase kekerasan yang dialami
Mawar adalah mantan korban kekerasan dalam
berpacaran (KDP). Sebelum berpisah Mawar sempat
menjalin hubungan dengan Wawan (pelaku kekerasan) dalam
berpacaran selama kurun waktu kurang lebih 6 tahun.
Hubungan yang dijalani oleh Mawar mengalami putus
nyambung berkali-kali. Meskipun kerap memutuskan untuk
meninggalkan pasangan karena kerap mengalami kekerasan
dalam berpacaran, Mawar sempat terus menerus kembali ke
Wawan sampai akhirnya benar-benar berpisah sejak tahun
2012.
“Oh, yang pertama itu, itu tu udah hampir puluhan sih kalau putus nyambung itu.”
Mawar menuturkan bahwa dirinya menyadari jikalau
selama empat tahun berpacaran dia kerap menerima berbagai
99
macam tindak kekerasan. Menurut Mawar, Wawan tidak
menunjukkan perilaku kasar pada tahun pertama mereka
menjalin hubungan. Namun demikian memasuki tahun ke
dua mereka berpacaran, Wawan mulai menunjukan tindak
kekerasan pada semester awal mereka berpacaran, namun
seiring berjalannya waktu, kekerasan yang diterima oleh
Mawar semakin meningkat. Bahkan ketika Mawar berusaha
meninggalakan Wawan, Mawar kerap kali tetap menerima
tindak kekerasan dari Wawan.
Sebelum perpisahan yang terakhir, mawar sempat pernah
berpisah dengan pasangan dalam kurun waktu kurang lebih 7
bulan. Pada waktu itu, menurut pengakuannya, Mawar
mengalami titik perubahan yang diakibatkan oleh
pengalaman spiritualnya. Pengalaman spiritual tersebut
dipicu oleh berbagai permasalahan berat dan mendesak yang
dialami oleh Mawar.
ii. Interaksi antara jenis tindakan KDP, alasan tindak
kekerasan terjadi, dan dampak dari kekerasan yang
diterima
Kekerasan verbal dan emosional yang diterima oleh
Mawar selama masa berpacarannya dengan Wawan antara
lain, yaitu: name calling, monopoli waktu, isolasi dari
lingkungan sosial, interograsi untuk berbagai kejadian yang
dialami/dilakukan, dibuat menjadi insecure karena terus
direndahkan dan dikritik, intimidasi, disalah-salahkan,
dikata-katai, dipermalukan di depan umum, diancam, dirusak
hal yang berharga yang dimilikinya, tidak dipedulikan
100
perasaannya, dimanipulasi ketika akan meninggalkan
hubungan.
Wawan memonopoli waktu Mawar dengan selalu
meminta ditemani oleh Mawar dalam berebagai kesempatan.
Dalam berbagai kegiatan yang dilakukan Wawan, Mawar
senantiasa diminta untuk selalu ada ketika dibutuhkan oleh
Wawan. Misalnya, ketika Wawan bekerja sambilan, atau
bahkan ketika mereka tidak melakukan kegiatan apa-apa.
Jika waktu yang seharusnya dialokasikan untuk Wawan
berkurang dikarenakan Mawar diharuskan mengikuti
kegiatan lain, maka Wawan akan marah. Kemarahan Wawan
tersebut bermanifestasi dalam berbagai tindakan seperti
cacian, makian, intimidasi, bahkan manipulasi. Hal tersebut
membuat Mawar kesulitan memiliki waktu untuk
mengembangkan dirinya, bahkan juga untuk memiliki waktu
pribadi.
“Nah, misalkan waktunya dia itu terusik, nah dia
biasanya melakukan itu. Kayak misalkan kita ngasdos
(menjadi asisten dosen) gitu. Ngasdos, nah itu
biasanya dia tu nggak seneng kalau misalkan waktu-
waktunya udah mulai terganggu, gitu. Tapi kalau
misalnya dia lagi asik sendiri, kitanya juga lagi asik
sendiri, dia biasanya diem. Tapi kalau dia lagi pengen
ditemenin terus nggak ada ininya, ya nggak ada orang
yang mau dite-, nggak ada pasangan yang mau
nemenin itu dia biasanya langsung kayak gitu.”
Selain marah jika Mawar berkegiatan lain dikarenakan
merasa waktu yang dimiliki untuknya terbagi, Wawan juga
menunjukkan ketidaksukaan terhadap kegiatan yang diikuti
Mawar. Ketidaksukaan itu menurut Mawar, muncul karena
101
keengganan Wawan untuk melihat Mawar berkembang
dalam berbagai bidang keahlian. Ketika Mawar mulai
mengikuti kegiatan-kegiatan guna pengembangan diri,
Wawan tidak memberikan dukungan dan malah terus
menerus merendahkan kemampuan Mawar, terus menerus
berusaha membuat Mawar ragu dengan kemampuannya
sendiri, dan tidak jarang bahkan tidak memberikan apresiasi
terhadap pencapaian yang berhasil dilakukan oleh Mawar.
“Kaya bentuk-bentuk, e, apa ya, ngelihat kita pengen berkarya, gitu, ngelihat kita spend time lebih buat kerjaan itu nggak rela, jadi ngambek, e, ya ngambek-ngambek gitu. Terus maunya ditemenin, maunya di-, istilahnya tu ya, waktu aku tu harus lebih banyak ke dia dibanding kerjaan. Jadi misalkan ini ni kayak, ‘ini nih kayaknya nanti mau ini deh, mau masuk LSM’, ‘emang kamu bisa? Itu berat lho!’, gini segala macem. Jadi tetep ada possessive-nya iya, cuman apa ya, udah berubah bentuk tapi tetep, tetep ada gitu lho.”
“Cuman dia caranya bentuk-bentuk discouragement tu dia lancarkan terus gitu. Ya maksudnya kayak, ya sampai krisis kepercayaan diri juga sih waktu itu.”
Seperti kutipan penuturan Mawar tersebut, dapat dilihat
bahwa bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan Wawan
terhadap usaha ataupun pencapaian Mawar membuat Mawar
merasakan krisis kepercayaan diri. Lebih lanjut Mawar
merasa bahwa apa yang diutarakan oleh Wawn benar adanya.
Hal tersebut dikarenakan, selain tindak kekerasan pada waktu
Mawar berusaha mencapai sesuatu, Wawan juga melakukan
tindak kekerasan serupa pada berbagai kesempatan. Beberapa
kejadian yang dicontohkan Mawar adalah ketika betapa
seringnya Mawar mendapat cacian ketika melakukan
102
kesalahan, ketika Mawar melakukan hal yang tidak disukai
Wawan, dan ketika perintah Wawan tidak dituruti.
Tidak jarang Wawan memaki-maki Mawar dengan
kalimat yang tidak membangun, seperti kata ‘tolol’ atau
‘bego (bodoh)’. Makian yang diutarakan oleh Wawan tidak
hanya pada waktu sedang berhadapan berdua dengan Mawar,
namun bahkan sering dilontarkan Wawan kepada Wawan di
depan umum. Menurut Mawar tidak jarang Wawan memaki-
maki Mawar di depan umum. Tidak hanya memaki, Wawan
juga kerap mempermalukan Mawar di depan umum dengan
hinaan, bahkan olok-olokan. Hinaan dan olok-olok yang
dilakukan bukan hanya sebatas terhadap kemampuan Mawar,
namun juga terhadap fisik Mawar. Peneliti pernah mendapati
keadaan dimana Mawar yang pada waktu itu sedang
menggunakan kawat gigi untuk merapikan giginya justru
kerap diolok-olok oleh pasangannya sendiri di depan umum
untuk hal tersebut dan mendapat julukan (name calling)
untuk kondisi fisiknya tersebut.
“Satu tahun atau dua tahun pertama kalau nggak salah.
Itu dia itu apa namanya, paling sering ngebentak-
bentak, gitu. Ngebentak-bentak. Ngatain ‘bego’ lah,
‘tolol’, di depan orang banyak. Gitu. Atau juga, pernah
juga kejadian dia pernah ngelempar tas juga karena
saya nggak nurutin kemauannya dia, terus dia marah
terus dia lempar tas, gitu. Jadi ya sangat temperamen
dan ditunjukkan di depan orang banyak, gitu. Jadi
kayak, ya nggak ada, kayak nggak ada harganya sih
waktu itu jaman dulu.”
“Em, apa ya. Ya, dia kalau ngomong ya emang kayak
gitu sih. Maksudnya keras-keras kayak gitu. Ya, nggak
103
jarang juga memaki kayak gitu.... Ya, ‘bego’, ‘tolol’
terus apa lagi ya? Ya, ‘nggak berguna’, ‘kamu tu nggak
berguna’ gitu-gitu.”
“Kayak misalnya nemenin dia kerja, dia suka bentak-bentak, bentak bentak, kan dia di kafe kerjanya gitu, nah itu kafe kan banyak orang, dan kebanyakan juga orang yang kenal sama kita gitu, temen-temen kita juga, atau mungkin orang yang kita kenal dari kampus, gitu. Nah itu dia sering banget bentak-bentak, bentak-bentak di depan orang banyak, dan pernah juga kejadian itu kejadian itu apa namanya, dia pernah ngelempar nasi goreng juga di kafe itu.... Ya ngomel-ngomel, kayak dia marahin e, saya gitu. Jadi kayak apa namanya, ‘bego, tolol!’, gitu”
Perlakuan yang diterima Mawar tersebut membuat mawar
menghargai dirinya cukup rendah, merasa tidak berguna, dan
berdampak pula terhadap bagaimana akhirnya Mawar justru
bertahan dalam hubungan. Krisis kepercayaan diri dan
penilaian diri yang rendah membuat Mawar merasa bahwa
dirinya sudah beruntuk memiliki Wawan yang menerimanya
dengan segala keterbatasan. Sehingga pada waktu satu hingga
dua tahun hubngan berlangsung, meskipun merasa sakit hati,
Mawar tetap menerima perlakuan kasar yang diberikan
Wawan.
Menurut Mawar pembawaan pasangan yang kasar dan
kekanak-kanakan turut berperan terhadap bagaimana Wawan
senantiasa mencaci, mengkritik, merendahkan, dan
mengintimidasi Mawar dalam berbagai hal yang Mawar
lakukan, terutama hal yang bersinggungan dengan Wawan.
Wawan bahkan pernah beberapa kali melakukan tindak
kekerasan dengan sadar dan disengaja untuk membalas
tindakan Mawar yang menyakiti hatinya. Mawar mengetahui
104
bahwa beberapa tindak kekerasan tersebut sengaja dilakukan
Wawan memang untuk membuatnya terluka. Hal tersebut
dituturkan oleh Wawan kepada Mawar ketika Mawar
menangis atau menunjukkan kesedihan, juga tekanan
emosional yang diakibatkan. Tindakan sengaja itu, digunakan
Wawan untuk membalas perilaku Mawar yang dianggap
menyakiti hatinya.
“Kayak misalkan, nyuruh nganterin makanan ke kostannya. Terus udah dianterin, ternyata nggak dimakan, maunya makanan yang beda. Terus kita beli lagi, terus kita nganterin lagi, ternyata dia udah makan. Jadi sengaja dibuat-buat supaya kita tu kesel. Terus misalnya kita udah kesel, udah nangis, terus biasanya dia bilang, ‘Nah, gitu aja udah sakit hati kan. Udah nangis, gimana aku diselingkuhin sama kamu. Ngerti kan rasa sakitnya lebih-lebih dari pada itu?’ Jadi, dia balas dendam juga. Jadi, hubungan kita tu serba balas dendam sih, gitu. Jadi ya, kayak gitu.”
Perilaku tidak menyenangkan dari Wawan tidak hanya
diterima oleh Mawar, namun juga diterima oleh keluarga
Mawar. Rosa adik Mawar dan Ibu Mawar keduanya pernah
menerima perlakuan tidak menyenangkan dari Wawan.
Bahkan Wawan juga pernah memaki-maki dan
mempermalukan Rosa di depan umum. Menurut penuturan
Mawar, Wawan kerap kali mempedulikan perasaannya.
Namun halnya demikian, ketikda Mawar menyampaikan
keluhan terhadap hal tersebut, Wawan menyatakan bahwa
Mawar-lah yang terlalu berlebihan dan tidak dapat menerima
perilaku Wawan adalah hal yang biasa terjadi, dan
seharusnya dapat diterima.
105
“Terus tiba-tiba dia marah sama adekku, terus bilang, ‘lu tuh bego apa tolol sih, Tih?’ apa namanya, ‘kakak lu udah tau sakit maag lu beliin, nasi goreng pedes” gitu. Terus udah gitu adekku defense gitu, ‘loh gue kan Cuma ngebeliin apa yang, apa yang dipesen tadi, gue mana tau’. Terus akhirnya si mantan ini nyerang, nyerang adekku, terus udah gitu karena nggak terima terus aku marah”
“Nyokap kan dateng ke Salatiga gara-gara gue sakit masuk rumah sakit kan, nah nyokap pengen bawa gue pulang bogor kan, biar ada yang ngerawat gue gitu kan, nah si dia tu malah ngomong ketus gitu, ‘Udah tante, Mawar di sini aja, nanti saya yang rawat’, kan nyokap bilang, ‘Ya, nggak papa kan Wan, nanti Mawar tante bawa pulang dulu, nanti kalau udah sembuh biar ke Salatiga lagi’ gitu kan, terus dia bilang, ‘Emang tante yakin nanti bisa rawat Mawar? Yakin nanti Mawar nggak ditinggal-tinggal? Bukannya tante kerja? Tante bisa cukupin kebutuhannya Mawar semua? Kenapa nggak disini aja? Saya bisa ngerawat kok, bisa mencukupi kebutuhan Mawar dengan baik semuannya, nggak harus tante; digituin coba.”
Selain kekerasan verbal dan emosional, Mawar juga
menerima kekerasan seksual selama dia berpacaran dengan
Wawan. Kekerasan seksual yang diterima Mawar antara
lain: sentuhan yang tidak diinginkan, pemerkosaan pada
waktu kencan, dan ciuman yang tidak diinginkan.
Berdasarkan penuturan Mawar, Wawan pernah beberapa kali
memaksa Mawar untuk melakukan tindakan seksual.
Tindakan tersebut dilakukan pada waktu Wawan dan Mawar
berkencan. Beberapa kali kencan mereka memang berakhir di
kamar kost Mawar, atau kamar di rumah Wawan. Tindakan
Wawan yang memaksa Mawar melakukan hubungan seksual
bahkan pernah membuat Mawar merasa telah diperkosa.
106
“Terus dia terang-terangan bilang nggak bisa buat nggak ML (making love, berhubungan intim) karena dia ngerasa itu kebutuhan dia. Gue ampe menghindar-hindar gitu kalau misal dia ngajak yang pacaran di kamar gitu. Tapi dia tu maunya kalau pacaran di kamar terus, kadang kalau pas nggak bisa ngehindar gue tu kepaksa banget, gue nolak dengan alesan apa juga dia tu maksa-maksa. Pernah ya, kejadian habis gue ML gitu, gue tu ke kamar mandi, gue nangis disitu, gue ngerasa kayak habis diperkosa…. Bayangin coba, karena saking gue nggak bisa nolaknya, dia maksa dan kayak yang ngejebak gue gitu.”
Berdasarkan penuturan Mawar, berbagai tekanan yang
dialaminya membuatnya semat bahkan tidak fokus terhadap
perkuliahan yang sedang dijalaninya. Selain itu, pada titik
tertentu Mawar sempat berusaha membalas tindak kekerasan
yang dilakukan oleh Wawan karena merasa sangat sakit hati
terhadapnya. Tindakan balasan yang dilakukan Mawar
adalah dengan berpura-pura berselingkuh dengan sengaja
untuk menyakiti hati Wawan dan dapat lepas dari hubungan.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa tindak kekerasan yang
dilakukan Wawan justru memicu Mawar untuk juga
melakukan tindak kekerasan.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa KDP yang diterima
Mawar berdampak secara psikologis dan sosial. Secara
psikologis dampak kekerasan yang dialami Mawar antara
lain adalah seperti munculnya krisis kepercayaan diri, harga
diri rendah, merasa tertekan dan terbeban bahkan hingga
kehilangan fokus terhadap beberapa aspek penting dalam
kehidupannya, munculnya tindakan membalas dengan
berbalik menjadi pelaku kekrasan, kesukaran memiliki waktu
107
untuk mengembangkan diri ataupun waktu pribadi,
kesukaran meninggalkan pelaku karena merasa sudah
beruntung dengan pelaku, merasa takut tidak akan mendapat
pasangan selain pelaku. Sedangkan secara sosial dampak
yang dialami oleh Mawar juga terkait dengan kesukarannya
memiliki waktu untuk mengembangkan diri. Dengan
monopoli waktu yang dilakukan Wawan, Mawar menjadi
sukar untuk menambah informasi dan pergaulan yang baru.
iii. Alasan kebertahanan
Meskipun menerima berbagai tindak kekerasan, awalnya
Mawar menerima tindakan tersebut dengan berbagai alasan.
Alasan Mawar bertahan dalam hubungan dimana dia
menerima kekerasan diantaranya adalah: Ketertarikan fisik,
pandangan bahwa Wawan memiliki masa depan karir yang
baik, ketakutan tidak memperoleh pasangan yang lebih baik
yang dapat menerima, perasaan beruntung memiliki Wawan
yang bersedia menerima, perasaan cinta, perasaan masih
memiliki pola piker yang kekanak-kanakan, dan kegigihan
Wawan untuk selalu mempertahankan hubungan (tidak
bersedia ditinggalkan)
Dampak-dampak negatif yang dirasakan Mawar akibat
tindak kekerasan yang diperolehnya, ternyata secara unik
berdampak juga terhadap kebertahanan Mawar dalam
hubungan. Perasaan tidak berharga dan krisis kepercayaan
diri yang dirasakan akibat tindak kekerasan Wawan
misalnya, justru membuat Mawar bertahan dalam hubungan.
Mawar merasa bahwa sudah beruntung memiliki pasangan
108
yang seperti Wawan dan masih mau menerimanya.
Akibatnya, Mawar takut jika tidak lagi mendapat pasangan
yang setidaknya memiliki hal yang dimiliki Wawan seperti
karir yang menjanjikan dan wajah rupawan, dan bersedia
menjadi pasangannya dengan segala kekuranganya.
Ketertarikan fisik menurut Mawar salah satu hal yang
paling kuat menahan Mawar dalam hubungan. Bagi Mawar,
Wawan adalah sosok yang rupawan, ditambah lagi memiliki
jenjang karir yang menjanjikan. Mawar merasa sudah
merupakan hal yang baik baginya bahwasannya terdapat
seorang pria dengan kriteria tersebut yang mau
menerimannya. Bagi subjek waktu itu, kedua kriteria tersebut
(terutama perihal kriteria fisik) merupakan hal-hal yang
penting ada pada sosok pasangan hidupnya. Menurut Mawar,
penilainnya pada waktu itu terkait fisik dipengaruhi oleh pola
pikirnya yang masih kekanak-kanakan. Pola pikir kekanak-
kanakan yang dimaksud dicontohkan dengan bagaima Mawar
masih berpikir bahwasanya suatu hal yang membanggakan
jika seseorang perempuan memiliki pasangan yang rupawan
dan memiliki karir yang menjanjikan sedari dini.
“Kalau dulu tu, gue masih setengah nggak rela ngelepas
dia gitu. Ngelepas cowok sekeren, seganteng, dengan
masa depan cerah kayak dia, gitu.”
“Bertahan karena waktu itu, alasanya ya karena masih juga childish, karena waktu itu umur masih segitu, dan memang kebetulan saya yang ngejar dia juga e, alasannya juga fisik semata, karena memang tertarik, ya, ya menarik mata sih memang, gitu. Jadi, kayak yang bikin bertahan tu ya apa ya, karena memang ngerasa e, cowok ini ganteng dan maksudnya prospek banget nih kalau buat jalan-jalan gitu, kalau buat diajak ke temuan
109
sama temen gitu sih. Jadi masih kayak gitu-gitu sih, alasannya masih childish. Dan memang ngerasa kayak, waktu itu, waktu itu, e, setahun dua tahun pertama itu memang mikirnya nggak ada cowok yang lebih baik dari dia yang bisa dampingin aku, gitu.”
Pola pikir yang masih kekanak-kanakan juga menjadi
salah satu hal yang berpengaruh terhadap kebertahanan
Mawar yang berlindung atas nama rasa cinta. Mawar
menuturkan bahwa dirinya pernah berlindung dengan alasan
bahwa dirinya sudah terlanjur mencintai Wawan. Anggapan
bahwa dengan adanya perasaan cinta dan sayang maka harus
menerima, membuat Mawar akhirnya merasa bahwa dirinya
harus dapat menerima tindak kekerasan yang dilakukan
Wawan karena Mawar mencintainya.
“Maksudnya, jaman dulu kan mikirnya kan berlindungnya kan sayang cinta, jadi jatuhnya udah sayang deh, udah cinta deh, gitu. Jadi ya udah deh terima aja, gitu. Tapi itu kan pengertian pada waktu itu.”
Selain alasan internal, Mawar menuturkan bahwa Wawan
selalu tidak bersedia ditinggalkan oleh Mawar dan terus
melakukan berbagai cara untuk mempertahankan hubungan
ataupun untuk Mawar bersedia kembali menjalin hubungan
pacaran dengannya. Dengan beralaskan rasa cinta dan
sayang, maka akhirnya Mawar bertahan ataupun kembali ke
hubungan, jika Wawan melakukan usaha untuk menahan atau
memintanya kembali. Beberapa tindakan yang dilakukan oleh
Wawan antara lain adalah bagaimana Wawan merayu
Mawar, bersikap baik terhadap Mawar, dan melakukan hal-
hal spesial kepada Mawar.
110
“Sebenernya itu yang ga bisa lepas tu dianya.”
“selama saya putus itu kan, dia yang selalu bawa, ya bawain makanan lah tiap hari ke kostan, jadi dia kaya nebus kesalahan dia yang dulu, dan dia selalu mengiba-iba gimana caranya bisa balikan,”
Meskipun telah mencoba berkali-kali meninggalkan
Wawan dan gagal, Mawar akhirnya dapat benar-benar
meninggalkan Wawan dan tidak melanjutkan hubungan
berpacaran dengannya. Jika sebelumnya ketika berpisah
Mawar kembali lagi kepada Wawan ketika dibujuk oleh
pasangan dengan harapan bahwa Wawan akan berubah, kali
ini Mawar tidak lagi bersedia kembali berpacaran dengan
Wawan.
iv. Proses pengambilan keputusan berpisah
Proses Mawar mengambil keputusan untuk berpisah dari
Wawan diawali dengan kesadaran yang dia peroleh bahwa
hubungan yang dijalaninya dengan Wawan pada waktu itu
merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Dalam
tahapan proses pengambilan keputusan tahap ini disebut
sebagai tahap mengenali tantangan atau permasalahan.
Kesadaran akan permasalahan atau tantangan yang harus
dihadapi tersebut muncul setelah Mawar mengalami
pengalaman spiritual yang dipicu oleh banyaknya
permasalahan yang harus dihadapinya pada saat itu selain
masalah dengan pasangan.
Permasalahan pertama yang menimpa Mawar selain
masalah dengan pasangan pada waktu itu adalah
permasalahan dengan pergaulan. Mawar sedang berkonflik
dengan teman pergaulannya pada waktu itu. Mengingat
111
pergaulan Mawar terbatas, maka masalah tersebut sangat
menekan Mawar. Permasalahan kedua yang dihadapi Mawar
adalah permasalahan akademis. Perkuliahan yang
sebelumnya terganggu karena konflik tak berkesudahan
dengan pasangan dan kekerasan demi kekerasan yang
diterima, membuat nilai yang diperoleh Mawar tergolong
pas-pasan. Disamping itu yang lebih berat lagi adalah masa
studi dari Mawar yang akan segera habis, sementara tugas
akhir atau skripsi yang dia kerjakan tidak kunjung selesai.
Keinginan Mawar untuk mengejar ketinggalan tersebut
membuat Mawar semakin tertekan. Terlebih lagi, Mawar
juga menghadapi permasalahan ketiga, yaitu masalah
finansial. Seperti yang apa yang disampaikan mengenai latar
belakang Mawar, Mawar dibesarkan oleh orang tua tunggal
dikarenakan sang Ayah meninggalkan keluarga sedari Mawar
kecil. Kondisi keuangan keluarga yang hanya ditopang oleh
Ibu semakin berat ketika sang Ibu akhirnya harus pensiun.
Masalah finansial ini juga semakin membuat Mawar terdesak
harus menyelesaikan perkuliahan dengan segera.
“Ya itu, masalah numpuk sih, waktu itu. Masalah numpuk. E, temen kok, e ya bentuk itu sih, refleksi juga, dari masalah-masalah, kok ini kok keulang lagi, keulang lagi dan e, itu-itu terus, dan nggak ngerti jalan keluarnya, gitu, ngerti kita salah juga, cuman kok juga susah untuk memperbaiki, susah untuk mengakui juga, gitu. Ya gitu sih. Jadi masalah-masalah kayak pergaulan juga, sering sama temen kan sering gesekan banget jaman dulu, tu bikin stress, depresi. Terus kehidupan asmara kan juga dulu ya kayak gitu kan bentuknya, naik turun naik turun kayak gitu. Ya, terus akademis ya kayak gitu, maksudnya berantakan kan jaman dulu gara-
112
gara nggak fokus kuliahnya, jadi bingung ngejar IP (Indeks Prestasi), IP standar, dua koma tujuh lima gitu, dulu kan IP-nya dua koma lima gitu, awal-awal… Berubah. Ya memang sarannya adalah, ‘coba deh e, apa namanya itu ini, ke Tuhan’ gitu. Memang sejak itu nggak pernah ngerasa-, bener sih memang, memang saat itu mengalami pengalaman spiritual. Pengalaman-pengalaman religius lah, gitu.”
“Setelah gue semakin mendekatkan diri sama Tuhan ya,
gue tu ngerasa dikuatin buat ngadepin masalah gue
gitu. Ya skripsi, ya finansial, gitu lah.”
Masalah-masalah yang dihadapi Mawar, membuat
Mawar melakukan refleksi dan akhirnya memutuskan untuk
mencoba mendekatkan diri dengan sosok Tuhan melalui
berbagai ritual keagamaan, doa, dan juga refleksi. Selama
berinteraksi dengan Mawar, peneliti mendapati adanya
peningkatan intensitas mawar melakukan aktivitas
kerohanian sejak kali pertama mengambil keputusan untuk
mulai mendekatkan diri kepada Tuhan-nya dengan bergereja.
Setelah secara berkelanjutan mencoba berubah, Mawar
akhirnya mengalami titik balik. Titik balik yang dimaksud
oleh Mawar adalah ketika dirinya mulai menyadari apa yang
menjadi hasratnya dalam hidup, ketika menemukan tujuan
hidup, dan menemukan cita-cita. Mawar mulai menyadari
bahwa hasratnya adalah dalam berkegiatan sosial, sehingga
dia memiliki tujuan untuk dapat bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat. Selain itu sembari kembali berusaha mengejar
ketinggalan di bidang keilmuan, Mawar menjadi memiliki
kecintaan terhadap keilmuan. Dari kecintaannya terhadap
keilmuan tersebut Mawar akhirnya menyadari bahwa fisik
yang dianggap rupawan, keharusan menerima tindak
113
kekerasan pasangan dengan alasan cinta adalah hal yang
merupakan konstruksi sosial semata.
Dengan kesadaran tersebut Mawar mulai melakukan
evaluasi terhadap hubungannya yang dirasa banyak
mendatangkan kerugian secara emosional. Disamping itu
pengetahuan-pengetahuna baru yang dimiliki Mawar setelah
mengalami pengalaman spiritual juga ternyata membuat
Mawar merancang konsep baru tentang berpacaran yang
lebih ideal bagi dirinya. Setelah melakukan refleksi
mengenai hubungannya dengan Wawan, Mawar
menyadari bahwa bentuk hubungannya dengan Wawan
memerlukan perbaikan.
Setelah menyadari bahwa kekerasan dalam berpacaran
yang diterimanya merupakan suatu masalah yang harus
diselesaikan, Mawar mulai mencari alternatif-alternatif
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahapan
pengambilan keputusan, tahap ini disebut sebagai tahap
mencari alternatif-alternatif. Dalam proses pencarian
alternatif tersebut Mawar melakukan refleksi, berdoa,
meminta didoakan, dan mengikuti berbagai kegiatan
gereja dengan harapan akan menemukan alternatif yang
tepat. Dengan berdoa dan mengikuti ritual keagamaan,
Mawar memohon bantuan dari Tuhan yang memiliki
kemampuan melampaui apa yang dapat dijangkau manusia.
Mawar berharap dan percaya bahwa Tuhan dapat
membantunya memperoleh alternatif melaui berbagai cara.
Menurut Mawar, Tuhan menunjukkan alternatif tersebut
114
melalui kejadian-kejadian yang tidak terduga (yang
kemudian direfleksikan) yang dialaminya dan melalui
masukan-masukan dari teman-teman baru yang Mawar
temui. Mawar bahkan memaknai berbgai kejadian dalam
kehidupannya sebagai tanda-tanda dari Tuhan.
Pemaknaan Mawar mengenai tanda-tanda tersebut juga
terjadi ketika Mawar mengevaluasi alternatif-alternatif yang
telah dia peroleh. Dalam tahapan proses pengambilan
keputusan, tahap ini disebut sebagai tahap mengevaluasi
alternatif keputusan. Pada tahap ini Mawar berdoa,
memohon bantuan Tuhan, dan melakukan refleksi,
dengan harapan Tuhan dapat memberinya petunjuk jawaban
mana yang tepat bagi permasalahannya. Mawar juga
meminta masukan dari keluarga mengenai hubungannya
dengan Wawan. Masukan yang diberikan oleh keluarga
Mawar juga dimaknai olehnya sebagai pertanda yang
diberikan oleh Tuhan. Mawar menimbang resiko dari setiap
pilihan yang dimilikinya juga berdasarkan dipengaruhi oleh
pengalaman spiritual dan transendensi diri yang dia
alami.
Menurut Mawar, selain membuatnya merasa lebih baik
dalam mengadapi hidup dan permasalahan-permasalahan
hidup lain yang sedang dihadapinya, perubahan spiritualitas
yang dialaminya membantunya. Pengalaman spiritual yang
membawanya pada transendensi diri membawa
perubahan dalam diri Mawar dalam meninjau dirinya,
hubungannya, dan pasangannya. Mawar tidak lagi merasa
115
tidak berharga ataupun krisis kepercayaan diri. Dengan
tujuan dan hasrat hidup yang ditemuinya, kehidupan Mawar
fokus hidupnya yang tadinya kepada hubungannya dengan
Wawan menjadi berubah. Perasaan-perasaan positif paska
pengalaman spiritual yang dialaminya tersebut membuat
Mawar tidak lagi takut menghadapi resiko-resiko yang
mungkin akan dialaminya jika berpisah dengan Wawan,
seperti kekawatiran bahwa tidak akan ada pria lain yang
menerimannya, ataupun kekawatiran tidak mendapat
pasangan yang lebih baik dari Wawan.
“Ketakutan itu sudah ada, e maksudnya sudah hilang
semenjak turning point”
Meskipun demikian, Mawar sempat bersedia berusaha
memperbaiki hubungan dengan sempat mencoba
berhubungan kembali dengan Wawan. Pada waktu akan
mencoba berhubungan kembali, Mawar telah mengutarakan
keinginannya untuk merubah bentuk hubungan untuk
mencegahnya kembali mengalami hubungan yang destruktif.
Namun demikian, hal tersebut tidak berhasil. Menurut Mawar
kekerasan tetap terjadi, meskipun manifestasi perilakunya
berubah. Melihat hal tersebut, Mawar kembali mengutarakan
maksud perbaikan hubungan kepada Wawan, namun
mengalami penolakan. Berdasarkan evaluasi kembali seperti
yang dilakukan pada evaluasi pertama, Mawar memaknai
berbagai tanda yang menurutnya sebuah jawaban untuk
memang harus mengakhiri hubungannya dengan Wawan.
116
“Banyak tanda yang menjadi jawaban doa gue buat ngambil keputusan ini, dari keluarga gue yang nggak ngedukung gue sama dia –bahkan adek gue sendiri ngomong dia nggak baik buat gue, dari visi dia yang nggak bisa nyambung ama punya gue, dari dia nggak ngedukung gue, dari gue yang makin kesini makin mati rasa sama dia, itu udah pertanda dari Tuhan buat gue ngambil keputusan nggak memperpanjang lagi cerita gue sama dia.”
Hasil evaluasi Mawar terhadap alternatif pilihan yang
dimilikinya menyimpulkan bahwa Wawan bukanlah
pasangan yang tepat. Mawar merasa bahwa Wawan tidak
dapat menjalankan format hubungan baru yang
diinginkannya. Hal tersebut dikarenakan Mawar merasa tidak
didukung dalam mencapai karir, cita-cita, passion dan
panggilan hidup oleh Wawan. Bukan hanya tidak didukung,
Wawan juga justru berusaha mengambat Mawar dalam
pencapaiannya. Menurut Mawar terdapat perbedaan orientasi
hidup, tidak sejalannya visi hidup, dan passion dari kedua
belah pihak membuat dirinya merasa bahwa Wawan
bukanlah pasangan yang cocok karena tidak akan dapat
melangkah mencapai tujuan yang sejalan.
“Jadi ya ngapain untuk, aku ya ngapain juga pacaran sama orang yang nggak bisa mendukung, gitu, nggak bisa mendukung karir, dan juga e, membuat saya melalaikan panggilan yang menurut saya itu juga tu sangat-sangat spesial gitu. Makannya saya berjuang banget untuk itu, sampai sekarang kan.”
Ketidaksejalanan tadi membuat Mawar menjadi tidak
bahagia karena terhambat dalam mengembangkan dirinya,
mimpinya, dan mencapai cita-citanya. Oleh karenanya
Mawar merasa bahwa hubungan dengan Wawan sudah tidak
117
layak lagi untuk dipertahankan karena tidak membuatnya
bahagia dan tidak membuatnya lebih berkembang secara
individu. Bagi Mawr hubungan dengan Wawan tidak lebih
berharga dibandingkan dengan passion, dan cita-citanya.
Mawar bahkan merasa bahwa dirinya akan lebih fokus
mengejar cita-cita, bersosialisasi dengan orang lain,
melakukan kegiatan yang positif, dan menyelesaikan
perkuliahannya jika mengakhiri hubungan dengan Wawan.
“Mikirnya sih kalau habis putus gitu, mikirnya udah ya fokus kuliah lagi, terus lebih banyak sosialisasi sama anak-anak, sama ini ya lingkungan, banyak kegiatan, ngisi-ngisi waktu dengan berkegiatan yang positif. Kayak gitu-gitu sih mikirnya.”
Mawar merasa bahwa ketertarikan fisik yang sebelumnya
sempat menjadi alasannya mempertahankan Wawan, sudah
bukan lagi menjadi hal penting. Mawar menuturkan bahwa
fisik yang rupawan bukan lagi menjadi poin penting bagi
dirinya dalam menilai seseorang. Selain itu, Mawar merasa
bahwa persaan cinta dan sayangnya kepada Wawan sudah
tidak sebesar sebelumnya. Dengan demikian, alasan-alasan
untuknya bertahan dalam hubungan perlahan-lahan gugur
satu persatu. Dukungan keluarga untuk meninggalkan
Wawan juga menambah keyakinan Mawar untuk berpisah
dengan Wawan.
“Pertimbangan dulu ke nyokap, ke adek gue, dan adek gue ternyata juga ngasih masukan yang kurang lebih sama.”
Mawar akhirnya membuat komitmen atau keputusan
berpisah dengan Wawan. Dalam tahapan proses pengambilan
118
keputusan, fase ini disebut sebagai tahap membuah
komitmen. Pilihan Mawar untuk meninggalkan Wawan
mendatangkan resiko bagi Mawar. Namun demikian Mawar
mampu mempertahankan keputusannya berpisah dengan
Wawan hingga saat ini. Menurut penuturan Mawar,
perubahan spiritual yang dialaminya membantunya
mempertahankan keputusan hingga sekarang dengan mudah.
Perasaan-perasaan negatif yang dulu pernah ditakutkan
Mawar akan muncul ketika berpisah dari Wawan ternyata
sama sekali tidak muncul. Setelah mengalami perubahan
secara spiritualitas, Mawar memiliki pemahaman yang lebih
luas mengenai berbagai hal. Pemahaman yang lebih luas
tersebut menurutnya diperoleh dari informasi-informasi baru
dari teman-teman baru, maupun berbagai kegiatan yang
diikuti Mawar. Hal tersebut membuatnya tidak lagi berlama-
lama berkutat terlalu lama dalam muatan emosi negatif pasca
perpisahan dengan Wawan.
“Lenyapnya iya. Langsung. Semenjak waktu itu langsung. Ya berdirinya mantep gitu. Kayak yang, ya bener-bener nggak ada takut. Waktu itu nggak ada takut. Waktu turning point itu. Nggak ada yang-, dulu kita takut orang ngomongin jelek tentang kita, berusaha untuk citra kita sebagus mungkin lah di depan orang dan segala macem. Tapi itu tu semua hilang gitu. Hilang semua perasaan-perasaan takut, kawatir ga jelas kayak gitu. Takut akan penerimaan orang lain tu udah nggak ada lagi.”
Bagi Mawar saat ni, keputusannya untuk berpisah dari
Wawan merupakan keputusan yang tepat dan sama sekali
tidak ada penyesalan atas pemilihannya. Mawar merasa
perubahan spiritual yang merubah orientasi hidupnya juga
119
memunculkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuanlah yang
membuatnya tidak perlu lagi berlama-lama merngalami
perasaan sedih pasca gagal menjalin hubungan. Setelah
berpisah dengan Wawan, Mawar juga lebih dapat fokus
melakukan kegiatan positif dan melakukan pencapaian-
pencapaian yang selama ini terhambat dengan adanya
Wawan.
Telah sisaksikan melalui pengamatan peneliti,
Spritualitas juga membantu Mawar untuk mempertahankan
keputusan berpisahnya dengan Wawan. Terdapat suatu fase
tertentu sejak hari dimana Mawar mengakhiri hubungannya
dengan Wawan, dimana intensitas Mawar untuk melakukan
ritual-ritual kerohanian meningkat. Salah satu contoh
kejadian yang disaksikan oleh peneliti adalah dimana Mawar
kemudian pergi beribadah ke gereja setiap hari, melakukan
doa dengan menggunakan Rosario1.
Berdasarkan pengalaman-pengalamannya, Mawar
menyimpulkan bahwa spiritualitas adalah hal yang berperan
penting dalam perubahan dirinya, perubahan hidupnya, dan
dalam ulasan ini berperan penting terhadap keputusannya
untuk berpisah dari pelaku kekerasan dalam berpacaran. Hal
tersebut ditunjukan dari berbagai pernyataan Mawar, salah
satu kesimpulan Mawar yang paling gamblang dituturkan
demikian:
“Bisa dibilang spiritualitas itu sangat besar pengaruhnya buat kehidupan gue, buat keputusan gue pisah sama si mantan juga.”
1 Tasbih yang biasanya berbandul salib yang sering digunakan untuk menghutung doa
120
C. MEMERIKSA KEABSAHAN DATA
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi data dan
triangulasi metode untuk melihat apakah data yang diperoleh dari
penuturan subjek valid atau benar adanya. Selain menggunakan
metode wawancara, peneliti juga menggunakan metode observasi.
Selain itu peneliti juga mengumpulkan data dari sumber lain. Bagi
kasus subjek pertama (Dahlia), peneliti juga melakukan wawancara
kepada sahabat Dahila yang diberi nama samaran Lily, juga Ibu dari
Dahlia. Sedangkan kasus subjek ke dua (Mawar), peneliti melakukan
wawancara tambahan kepada adik Mawar yang diberi nama samaran
Rosa, dan sahabat mantan pacar Mawar yang juga berteman dengan
Mawar yang diberi nama samaran Yoyon.
1. Subjek 1 (Dahlia)
a. Laporan observasi
Pada masa berpacaran dengan pelaku kekerasan, Dahlia
kerap mendatangi peneliti dan juga sahabatnya untuk bercerita
mengenai pasangan yang sering melakukan kekerasan.
Beberapa kali Dahlia menunjukkan luka-luka kebiru-biruan
bekas diremas, juga menunjukkan SMS (short messege
service), yang berisikan cacian dan makian. Peneliti juga
menyaksikan bagaimana Dahlia dilarang untuk bersosialisasi
dengan orang lain, dan bagaimana subjek dimarahi oleh
pasangannya ketika melanggar aturan tersebut.
Beberapa kali peneliti mendapati Dahlia menangis ketika
bercerita mengenai pasangan, sekaligus menyaksikan
bagaimana subjek masih membela pasangan di depan teman-
teman subjek. Pada awal perkenalan dengan peneliti, dapat
121
diperkirakan setidaknya seminggu sekali Dahlia mendatangi
peneliti dan sahabatnya untuk bercerita mengenai
permasalahan yang terjadi dengan pasangannya pada saat itu.
Intensitas tersebut kemudian meningkat seiring dengan
semakin banyak dan mendesaknya masalah lain yang dihadapi
Dahlia.
Dari apa yang diamati peneliti dan penuturan Dahlia,
Dahlia mengalami peningkatan intensitas bercerita ketika
terdapat masalah mengenai studinya. Dahlia terancam akan
terkena readmisi terkait habisnya masa studi sedangkan tugas
akhir belum terselesaikan. Disamping masalah mengenai studi,
pada waktu yang bersamaan Dahlia mengalami kesulitan
keuangan yang lebih besar dari biasanya, dikarenakan
pengurusan masa studi ataupun penyelesaian tugas akhir yang
memakan biaya cukup besar. Pada saat bersamaan, kondisi
ayah Dahlia terlihat makin memburuk, terlihat dari intensitas
ayah Dahlia yang makin sering dirawat di rumah sakit. Ketika
kondisi kesehatan ayah Dahlia makin memburuk, anehnya
intensitas Dahlia berkonflik dengan ayahnya justru meningkat.
Menurut penuturan ibu Dahlia, kondisi emosional ayah Dahlia
yang labil dikarenakan sakit dan kondisi Dahlia yang tidak
kunjung menyelesaikan perkuliahanlah yang membuat konflik
terus meningkat.
Setelah permasalahan Dahlia bertambah banyak dan
bertambah mendesak untuk ditangani, Dahlia semakin sering
meminta tolong kepada peneliti ataupun temannya untuk
membantu memberikan bantuan. Salah satu bantuan yang
122
diminta Dahlia adalah mengenalkannya kepada komunitas
yang dapat memberikan dukungan secara sosial. Awalnya
Dahlia meminta sahabatnya untuk mencarikan orang yang
mampu mendoakannya, setelah dipertemukan dengan salah
seorang pendoa di salah satu Gereja (subjek beragama Kristen),
Dahlia terlihat mulai sering mengunjungi Gereja tersebut
setelah sebelumnya dalam waktu yang cukup lama sama sekali
tidak pernah menjalankan ritual keagamaan.
Sejak dikenalkan dengan pendoa di salah satu Gereja,
selain terlihat mulai aktif dalam berbagai kegiatan Gereja dan
ritualnya, Dahlia juga mulai terlihat aktif dalam berbagai
komunitas di Gereja tersebut. Bulan pertama Dahlia terlibat di
Gereja, Dahlia melakukan kegiatan kerohanian kurang lebih
sebanyak satu kali dalam seminggu. Memasuki bulan-bulan
berikutnya intensitasnya terus meningkat hingga pada akhirnya
hampir setiap hari Dahlia mengikuti kegiatan di Gereja tersebut
seperti kegiatan do’a pagi. Perlahan-lahan subjek juga mulai
terlibat dalam struktur organisasi Gereja.
Memasuki bulan ke tiga setelah perkenalan dengan salah
satu pendoa Gereja tersebut, subjek mulai mendaftarkan diri
untuk bisa terlibat aktif dalam struktur keorganisasian Gereja.
Beberapa hal yang dilakukan subjek antara lain adalah
mendaftarkan diri sebagai penyiar radio rohani milik Gereja,
mendaftarkan diri dalam struktur kepanitiaan sebuah acara
yang diadakan gereja, dan mendaftarkan diri sebagai pelayan
123
mimbar Gereja2.
Semakin aktif subjek dalam kegiatan kerohanian (Gereja),
semakin meningkat juga intensitas pertengkaran dengan
pasangan (Dono). Hal tersebut terlihat dari makin intensnya
Dahlia bercerita kepada peneliti dan kepada sahabatnya
mengenai Dono, jika dibandingkan dengan permasalahannya
yang lainnya. Cerita Dahlia mengenai Dono yang semula
mengenai keluh kesahnya terhadap perilaku kekerasan yang
diterima, mulai bergeser menjadi bagaimana ketidakpuasan
Dahlia kepada hubungan yang dimiliki. Jika awalnya Dahlia
kerap membela Dono meskipun mendapatkan kekerasan, sejak
semakin aktif di Gereja Dahlia mulai tidak membela perilaku
Dono dan justru mengeluhkan ketidakpuasannya.
Cerita-cerita Dahlia dalam kehidupan sehari-hari juga
mulai bergeser dari yang mayoritas mengenai permasalahan
dan keluh kesah serta pandangan-pandangan negatif mengenai
dirinya sendiri dan juga kehidupan, menjadi cerita-cerita
motivasional dan pandangan-pandangan positif mengenai
dirinya dan juga kehidupan. Selain itu Dahlia juga semakin
sering menceritakan kegiatan-kegiatan kerohanian yang
diikutinya beserta hal-hal baru yang dia peroleh dari kegiatan
tersebut.
Berdasarkan apa yang diamati oleh peneliti ketika tinggal
bersama Dahlia dan juga apa yang disampaikan sahabat Dahlia,
intensitas Dahlia dalam berdoa, melakukan refleksi, dan
2 Pelayan mimbar Gereja adalah orang yang bertugas menjalankan tata ibadat di depan
jemaat/komunitas saat ibadah berlangsung, tugas yang diterima setiap orang berbeda
sesuai dengan di bagian mana orang tersebut ditempatkan, misalnya adalah pemimpin
pujian gereja
124
melantunkan lagu-lagi rohani pada waktu perenungan pribadi
juga perlahan meningkat sejak peretemuan dengan pedoa dari
salah satu Gereja tersebut.
Sejak berpisah dengan pasangan pada tahun 2014, Dahlia
konsisten menjalani keputusannya untuk berpisah hingga
sekarang ini. Dalam masa keberasamaannya dengan peneliti,
juga tidak ditemui indikasi adanya keinginan Dahlia untuk
kembali kepada Dono.
Pada saat wawancara, Dahlia dapat menyampaikan
informasi dengan jelas dan tanpa keragu-raguan. Dahlia juga
tidak berkeberatan ketika peneliti meminta agar proses
wawancara direkam dengan alat perekam suara. Namun halnya
demikian, Dahlia tidak mengijinkan untuk dilakukan
pengambilan gambar, meskipun hanya melalui belakang.
b. Triangulasi sumber data
Triangulasi sumber data yang dilakukan peneliti untuk
kasus Dahlia adalah dengan mewawancarai sahabat yang diberi
nama samaran Lily, dan Ibu Dahlia. Peneliti sebelumnya tidak
memberitahu hasil wawancara yang telah dilakukan dengan
Dahlia. Setelah menuliskan hasil wawancara yang dilakukan
dengan Lily dan Ibu Dahlia dalam bentuk transkrip dan
mencocokannya dengan transkrip wawancara Dahlia, peneliti
melihat kesesuaian data-data yang diperoleh.
Alasan peneliti memilih Lily adalah karena Lily merupakan
orang terdekat Dahlia pada waktu Dahlia mengalami
perubahan secara spiritual dan pada saat Dahlia mengambil
keputusan untuk berpisah dari Dono. Sedangkan alasan peneliti
125
memilih Ibu Dahlia adalah untuk melihat kesesuaian latar
belakang yang dituturkan Dahlia maupun yang disaksikan oleh
Lily. Peneliti merasa perlu melihat apakah benar Dahlia sempat
mengalami permasalahan mengenai kondisi kesehatan
ayahnya, masalah finansial, dan masalah perkuliahan sebelum
mengalami perubahan spiritual.
c. Member check
Peneliti melakukan member check pada tanggal 16 Juli
2016. Peneliti menunjukkan hasil transkip wawancara kepada
Dahlia dan memberi waktu Dahlia untuk membaca transkip dan
laporan observasi ketika pengambilan data dilakukan.
Kemudian setelah menyetujui kesesuaian data dengan realitas
yang telah terjadi Dahlia bersedia untuk menandatangani surat
pernyataan bahwa data yang disajikan peneliti sesuai dengan
apa yang dialami dan dituturkannya.
2. Subjek 2 (Mawar)
a. Laporan observasi
Pada masa berpacaran dengan pelaku kekerasan, Mawar
merasa bahwa dirinya cukup sering mendapat kekerasan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama
mengenal Mawar, Mawar kerap bercerita mengenai
pasangannya (Wawan) yang pada waktu itu sering mencaci
maki, membentak, merendahkan dan menghinanya. Namun
demikian, pada saat yang sama Mawar juga mengeluhkan
ketakutan ataupun kekawatirannya meninggalkan Wawan
meskipun mendapat perilaku buruk. Berdasarkan pengamatan,
hampir setiap hari Mawar menceritakan kegelisahan hatinya
126
mengenai hubungannya dengan Wawan kepada orang-orang
terdekatnya.
Dalam kesehariannya selama peneliti mengenal Mawar,
sebelum mengalami perubahan secara spiritual Mawar adalah
pribadi yang bebas. Dalam kesehariannya Mawar adalah
seorang perokok berat dan juga kerap mabuk-mabukan. Selain
itu, pada waktu itu sebagai mahasiswa Mawar juga kerap
meremehkan perkuliahan yang dijalaninya. Mawar kerap
membolos kuliah, tidak mengerjakan tugas dengan maksimal,
dan tidak sungguh-sungguh ketika diwajibkan mengikuti ujian.
Kehidupan Mawar belangsung terus demikian hingga pada
akhirnya peneliti sebagai teman Mawar melihat bahwa Mawar
mengalami permasalahan-permasalahan lain yang lebih besar
dan mendesak. Permasalahan pertama adalah tugas
akhir/skirpsinya yang tidak kunjung selesai. Bagaimana Mawar
tidak kunjung menyelesaikan tugas akhir kuliahnya membawa
Mawar ke permasalahan kedua, yaitu batas masa studinya yang
hampir berakhir. Seperti mahasiswa pada umumnya Mawar
menunjukkan bagaimana dirinya tidak ingin melakukan
readmisi masa studi dikarenakan masa studinya habis, lebih-
lebih terpakasa drop out. Hal tersebut ditunjukkan dengan
bagaimana Mawar menyampaikan kegelisahannya kepada
teman-temannya, dan juga usaha Mawar yang lebih giat dalam
pengerjaan tugas akhir.
Selain mengalami dua masalah mengenai tugas akhir dan
batas studi, Mawar juga memiliki permasalahan ketiga, yaitu
permasalahan finansial. Kondisi Ibu Mawar yang tengah
127
pensiun membuat pemasukan yang diterima oleh keluarga
menurun drastis, ditambah keperluan Ibu Mawar untuk berobat
merawat kesehatan jantungnya juga tidak memakan biaya yang
sedikit. Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari
Mawar, keluarga, dan teman-teman mawar, Ayah Mawar
sendiri sudah lama meninggalkan keluarga Mawar dan tidak
lagi memberikan dukungan finansial.
Peneliti melihat bahwa kemudian Mawar akhirnya mulai
mengikuti ritual kerohanian (pergi beribadat ke gereja) yang
sebelumnya (selama peneliti mengenal) tidak pernah diikuti.
Menurut apa yang diceritakan oleh Mawar kepada beberapa
sahabat, adik, dan peneliti. Masalah yang menumpuklah yang
membuatnya akhirnya memutuskan untuk mulai beribadat ke
Gereja berdasarkan anjuran dari adiknya. Mawar menuturkan
bahwa dirinya berhadap mendapatkan ketenangan, dan
jawaban atas apa yang dia cari dalam hidupnya. Mawar sendiri
menganut agama Katholik.
Jika sebelumnya peneliti tidak pernah melihat Mawar
beribadat bahkan melakukan Doa pribadi, kali ini intensitas
Mawar untuk beribadat terus meningkat. Jika awalnya Mawar
beribadat sekali seminggu, perlahan-lahan intensitas itu
meningkat. Bahkan ada masa-masa dimana peneliti melihat
Mawar hampir setiap hari beribadat dengan mengikuti doa
pagi. Menjelang pengambilan keputusan berpisah dari Wawan,
intensitas Mawar pergi ke Gereja meningkat. Jika sebelumnya
Mawar hanya pergi beribadat di Gereja ketika doa pagi dan
128
Misa3 hari Minggu, maka pada fase itu Mawar bahkan kerap
mengikuti Misa sore
Selain itu, ada waktu peneliti menginap bersama Mawar,
peneliti melihat Mawar juga melakukan doa pribadi setiap hari.
Selain pada waktu akan makan, Doa pribadi yang diikuti
refeksi yang dilakukan Mawar pertama di pagi hari adalah pada
waktu Mawar bangun tidur, dan kemudian di malam hari pada
waktu akan tidur.
Setelah Mawar mulai semakin aktif dalam ritual
keagamaan, perlahan-lahan Mawar juga semakin aktif dalam
kegiatan ilmiah dan sosial. Mawar mulai menunjukkan
peningkatan intensitas membaca buku, mulai terlihat ikut
pendelegasian lomba, mulai terlihat magang di sebuah pusat
studi di Universitas tempat dia berkuliah, dan juga aktif di
kegiatan sosial.
b. Triangulasi sumber data
Triangulasi sumber data yang dilakukan peneliti untuk
kasus Mawar adalah dengan mewawancarai adik Mawar yang
diberi nama samaran Rosa, dan sahabat Wawan yang juga
adalah teman Mawar yang diberi nama samaran Yoyon.
Peneliti sebelumnya tidak memberitahu hasil wawancara yang
telah dilakukan dengan Mawar. Setelah menuliskan hasil
wawancara yang dilakukan dengan Rosa dan Yoyon dalam
bentuk transkrip dan mencocokannya dengan transkrip
wawancara Dahlia, peneliti melihat kesesuaian data-data yang
diperoleh.
3 Upacara peribadatan untuk penganut agama Katholik
129
Peneliti justru mendapat data tambahan dari Yoyon, bahwa
adanya dugaan dari Yoyon mengenai salah satu alasan Mawar
sempat bertahan dengan Wawan pada fase tertentu adalah
karena kebergantungan secara finansial. Jika melihat kembali
data yang diperoleh dari Mawar, Mawar memang sempat
memiliki masalah finansial pada waktu bertahan dengan
Wawan yang dikarenakan biaya kuliah yang harus ditanggung
Mawar. Keputusan berpisah yang diambil oleh Mawar juga
justru dilakukan pada waktu masalah finansial tersebut tidak
terlalu berpengaruh, yaitu pada saat Mawar telah
menyelesaikan studi yang dia tempuh.
Alasan peneliti memilih Rosa adalah karena Rosa
merupakan orang terdekat Mawar pada waktu Mawar
mengalami perubahan secara spiritual dan pada saat Mawar
mengambil keputusan untuk berpisah dari Wawan. Sedangkan
alasan peneliti memilih Yoyon adalah untuk melihat
kesesuaian latar belakang hubungan Mawar dengan Wawan
yang dituturkan oleh Mawar maupun yang disaksikan oleh
Rosa.
c. Member check
Peneliti melakukan member check pada tanggal 19 Juli
2016. Peneliti menunjukkan hasil transkip wawancara kepada
Mawar dan memberi waktu Mawar untuk membaca transkip
dan laporan observasi ketika pengambilan data dilakukan.
Kemudian setelah menyetujui kesesuaian data dengan realitas
yang telah terjadi Mawar bersedia untuk menandatangani surat
pernyataan bahwa data yang disajikan peneliti sesuai dengan
130
apa yang dialami dan dituturkannya.
D. PEMBAHASAN
Penelitian kali ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses
pengambilan keputusan perempuan korban kekerasan dalam
berpacaran yang akhirnya mampu lepas dari hubungan tersebut dan
mempertahankan komitmenny untuk berpisah. Pengambilan
keputusan tersebut nantinya akan dikaji dalam Kajian Transpersonal
yang membahas mengani manusia dan hal-hal yang berada di luar (di
atas) jangkauannya, seperti spiritualitas, Tuhan (sosok transenden),
dan transendensi diri. Sebelum melanjutkan ulasan mengenai
pengambilan keputusan dari subjek penelitian ini, pertama-tama mari
kita lihat karakteristik sosiodemografik yang dimiliki oleh subjek
penelitian ini dalam tabel berikut:
Tabel 4.1. Karakteristik Sosiodemografik Subjek
Keterangan Dahlia Mawar
Usia pada waktu
mulai berpacaran
19 tahun 18 tahun
Lama pacaran 5 tahun 6 tahun
Usia saat ini 27 tahun 28 tahun
Latar belakang
ekonomi
Menengah ke bawah Menengah
Latar belakang
keluarga
Anak ke 2 dari 2
bersaudara
Anak ke 2 dari 3
bersaudara
Latar belakang
orang tua
Ayah sakit, Ibu tidak
bekerja
Ayah menghilang, Ibu
pensiun
Pekerjaan pada
waktu terlibat
hubungan
berpacaran dengan
pelaku kekerasan
Mahasiswa S1 Mahasiswa S1
Pekerjaan pada saat
ini
Karyawan Mahasiswa S2
131
1. Latar Belakang Kekerasan
a. Fase kekerasan yang diterima
Melalui analisis data yang diperoleh ditemukan bahwa
tindak kekerasan yang dialami oleh kedua subjek belum
muncul pada waktu semester awal mereka berpacaran. Kedua
subjek menuturkan memasuki tahun ke dua intensitas
kekerasan yang diterima semakin meningkat. Sebelum
mencoba memperbaiki format hubungan dan gagal, kedua
subjek sudah cukup sering mengalami “putus-sambung”.
Istilah putus sambung digunakan untuk perpisahan yang
diikuti dengan kembalinya subjek kepada pasangan secara
cepat.
Collins (2011) menurutkan bahwa korban KDP dapat
dikategorikan menjadi tiga jenis. Pertama adalah korban yang
secara konsisten bertahan, kedua adalah korban yang
mengalami “putus-sambung”. Ketiga adalah korban yang
benar-benar berpisah. Menurut Collins sendiri berdasrkan
penelitian, korban yang mengalami ‘putus-sambung” adalah
korban yang menerima dampak negatif paling kuat. Hal ini
disebabkan kejadian “putus-sambung” akan melibatkan
konflik, muatan emosional yang menguras energi, dan kadan
juga tindak kekerasan jenis lain. Dalam kasus Mawar dan
Dahlia, keduanya amat sering mengalami “putus-sambung”,
dan pada masa-masa “putus-sambung” baik Mawar maupun
Dahlia mengalami kekerasan bentuk lain seperti dipaksa dan
ditekan untuk kembali berhubungan, diancam, juga
dimanipulasi.
132
Setelah mengalami fase “putus-sambung” yang cukup
sering, Mawar dan Dahlia akhirnya benar-benar mengambil
keputusan untuk meninggalkan pelaku kekeasan, setelah
sebelumnya mencoba memperbaiki format hubungan. Mawar
sendiri, bahkan pernah menocba untuk kembali berhubungan
dengan pelaku kekerasan, hingga akhirnya menyadari bahwa
pelaku kekerasan tetap menjadi pasangan yang menghambat
pengembangan dirinya.
b. Siklus kekerasan yang diterima
Sebelum mengulas mengenai interaksi antara jenis KDP
yang diterima oleh Dahlia dan Mawar dengan dampak yang
dihasilkan dan alasan yang menyebabkannya, perlu diketahui
mengenai alasan tindak kekerasan yang muncul pada tiap
kasus subjek, jenis-jenis kekerasan yang muncul, dan
dampaknya bagi masing-masing. Alasan munculnya tindak
kekerasan, jenis kekerasan yang terjadi, dan dampak yang
dialami oleh Dahlia dan Mawar memiliki beberapa persamaan
dan perbedaan. Namun halnya demikian, penelitian ini
tidaklah mengulas persamaan maupun perbedaan dari masing-
masing baik Dahlia maupun Mawar. Berdasarkan hasil
analisis yang telah dijabarkan, dapat dilihat poin-poin yang
merupakan alasan munculnya tindak KDP, jenis-jenis KDP
yang dialami, dan dampak dari KDP yang diterima bagi
Dahlia dan Mawar. Keterangan poin-poin apa sajakah yang
menjadi alasan munculnya tindak kekerasan, jenis kekerasan
yang diterima, dan dampaknya bagi Dahlia dan Mawar dapat
dilihat dalam tabel 4.2.
133
Tabel 4.2 Alasan, Jenis, dan Dampak dari KDP
Keterangan Dahlia Mawar
Alasan
munculnya
tindak
kekerasan
- Pasangan merasa
cemburu
- Pasangan merasa
hubungan terancam
- Pembawaan pasangan
yang memang kasar
- Pasangan merasa tidak
dilayani
- Hasrat pasangan untuk
berhubungan intim
tidak terpenuhi
- Psangan merasa
jengkel terhadap
Dahlia
- Pembawaan pasangan
yang memang kasar
- Perintah dari pasangan
tidak dituruti
- Pasangan membalas
perlakuan yang
diberikan Mawar
- Mawar menggunakan
waktunya lebih banyak
untuk hal lain
disbanding untuk
pasangan
Jenis KDP yang
diterima
Verbal dan emosional
- Penamaan : jelek,
bodoh, tidak ada
pria/wanita lain yang
menginginkan subjek
- intimidasi yang
dilakukan dengan
sengaja
- penggunaan telepon
untuk dapat selalu
memantau dan
menghubungi
pasangan
- memonopoli waktu
- dibuat insecure
- disalah-salahkan terus
menerus
- dimanipulasi, pelaku
memperlihatkan diri
seakan menyedihkan
- diancam
- diinterograsi secara
terus menerus sebagai
manifestasi perasaan
cemburu, posesif, dan
suka mengatur
- dipermalukan di
depan umum
- dirusak apa yang
berharga baginya
Seksual
Verbal dan emosional
- Penamaan : jelek,
bodoh, tidak ada
pria/wanita lain yang
menginginkan subjek
- intimidasi yang
dilakukan dengan
sengaja
- memonopoli waktu
- dibuat insecure
- disalah-salahkan terus
menerus
- dimanipulasi, pelaku
memperlihatkan diri
seakan menyedihkan
- diancam
- diinterograsi secara
terus menerus sebagai
manifestasi perasaan
cemburu, posesif, dan
suka mengatur
- dipermalukan di
depan umum
- dirusak apa yang
berharga baginya
Seksual
- date rape
(pemerkosaan pada
waktu kencan)
- unwanted touching
(sentuhan yang tidak
134
- date rape
(pemerkosaan pada
waktu kencan)
- unwanted touching
(sentuhan yang tidak
diinginkan)
- unwanted kissing
(ciuman yang tidak
diinginkan).
Fisik
- Dicekik
- Diremas
- ditampar
diinginkan)
- unwanted kissing
(ciuman yang tidak
diinginkan).
Dampak dari
KDP yang
diterima
Dampak Psikologis
- Harga diri rendah
- Cemas dan kawatir
- Stress
- Takut
- Merasa kesepian
- Sukar tidur
- Sukar memiliki waktu
pribadi dan
mengembangkan diri
Dampak Sosial
- Menutup diri dari
pergaulan
Dampak Fisik
- Rasa sakit akibat
tindak kekerasan fisik
Dampak Psikologis
- Krisis kepercayaan diri
- Harga diri rendah
- Tertekan dan terbeban
- Kehilangan fokus
terhadap beberapa
aspek penting dalam
kehidupan
- Menjadi pelaku
kekerasan dalam
berpacaran karena
ingin membalas
dendam
- Sukar memiliki waktu
pribadi dan
mengembangkan diri
- Takut
- Kawatir
Dampak Sosial
- Konflik relasi dengan
teman pergaulan
Alasan tindak kekerasan dalam berpacaran yang terjadi
pada kedua subjek memunculkan berbagai jenis tindak
kekerasan yang berbeda. Pada subjek bernamasamaran Dahlia,
jenis kekerasan yang diterima mencakup jenis kekerasan
verbal dan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan
fisik. Sedangkan jenis kekerasan yang diterima oleh subjek
135
bernamasamaran Mawar adalah jenis kekerasan verbal dan
emosional, dan seksual.
Dalam kasus yang diteliti, jenis kekerasan yang berdampak
negatif paling banyak adalah jenis kekerasan emosional dan
verbal. Salah satu keunikan dalam siklus kekerasan yang
dialami Dahlia dan Mawar adalah bagaimana dampak-dampak
negatif yang dialami akibat kekerasan yang diterimanya bukan
hanya membuatnya ingin meninggalkan pasangan, namun
juga sekaligus membuatnya berat dan enggan meninggalkan
pasangan. Perasaan tidak berharga, perasaan merasa cukup
jika sudah ada pasangan yang bersedia menerima segala
kekurangan, dan penilaian buruk terhadap diri sendiri yang
diakibatkan tindak kekerasan yang diterima ternyata justru
membuat Mawar dan Dahlia sukar berpisah dari pelaku
kekerasan. Terlebih lagi, isolasi waktu –dan khususnya untuk
kasus Dahlia adalah juga isolasi pergaulan, semakin
memberikan dampak bagi keputusan keduanya untuk bertahan
dalam hubungan. Dengan adanya isolasi, maka pengetahuan
menjadi terbatas, dan untuk kasus Dahlia, sekaligus harapan
menemukan pasangan yang baru. Dalam kasus yang dialami
Dahlia dan Mawar, juga terdapat alasan-alasan khusus
mengapa keduanya sempat bertahan dalam hubungan. Alasan-
alasan kebertahanan Dahlia dan Mawar dapat dilihat dalam
tabel berikut:
136
Tabel 4.3 Alasan Kebertahanan Subjek
Dahlia Mawar
- Keyakinan subjek dapat merubah
pelaku
- Kekawatiran tidak menemukan
pasangan baru jika berpisah
dengan pelaku dikarenakan
subjek merasa bahwa dirinya
miskin, tidak mampu
menyelesaikan skripsi, dan
kurang cantik, juga karena subjek
pernah berhubungan intim
dengan pelaku
- Rasa kasihan jika meninggalkan
pelaku. Subjek memandang
pelaku (dengan perilakunya yang
buruk) adalah sosok yang perlu
dikasihani dan dibantu berubah
- Kebergantungan dengan pelaku
karena sebelumnya subjek telah
diisolasi secara sosial, sehingga
jika berpisah subjek takut.
- Ketakutan jika berpisah dengan
pelaku maka subjek akan merasa
sedih, kesepian, hampa, dan sakit
- Ketertarikan fisik, subjek merasa
pelaku merupakan sosok yang
rupawan
- Subjek merasa bahwa pelaku
adalah sosok yang memiliki masa
depan (karir) yang baik
- Subjek merasa bahwa dirinya
bertahan karena pada waktu fase
berpacaran dengan pelaku masih
kekanak-kanakan sehingga
menganggap sosok pelaku yang
rupawan merupakan hal yang
membuat pelaku layak
dipertahankan sebagai pasangan
- Pemikiran subjek sebelumnya
bahwa tidak ada sosok lain yang
lebih baik dari pelaku untuk
mendampinginya
- Perasaan subjek yang terlanjur
cinta kepada pelaku
- Pelaku sukar melepaskan subjek,
dan selalu mencoba menahan
subjek untuk bertahan dalam
hubungan
- Subjek merasa sudah beruntung
memiliki pasangan (pelaku
kekerasan) yang mau bertahan
dengan subjek meskipun subjek
memiliki banyak kelemahan.
Melalui hal tersebut dapat dilihat bagaimana dampak-
dampak psikologis dan atau sosial yang diterima oleh Mawar
dan Dahlia ternyata justru berperan dalam bertahannya
mereka dalam hubungan. Sungguh menarik melihat
bagaimana akhirnya siklus kekerasan yang dialami Dahlia dan
Mawar dipengaruhi oleh beberapa dampak negatif dari
kekerasan yang diterimanya semasa berpacaran seperti
137
perasaan tidak berharga, tidak berdaya, kebergantungan
dengan pelaku, kesendirian akibat sebelumnya pernah
terisolasi, dan sebagainya. Siklus tersebut dapat dilihat
melalui gambar berikut:
Gambar 4.1. Siklus Kekerasan yang Dialami Subjek Penelitian
c. Peran konstruksi sosial dalam kebertahanan
Berdasarkan analisis data, ditemukan berebagai hal
menarik mengenai bagaimana subjek yang yang memutuskan
untuk benar-benar berpisah, pernah mencoba bertahan dan
pernah mencoba berpisah namun gagal. Jika mengacu
klasifikasi Bell dkk. (2007, dalam Collins 2011), maka subjek
masuk ke dalam kategori korban dengan dampak fisik dan
psikis paling rentan. Proses putus namun kembali lagi yang
dilakukan subjek selain menguras energi psikis subjek, juga
mendatangkan resiko bagi subjek. Seperti yang dituturkan
Kekerasan Dalam
Berpacaran
Putus
Kembali
Dampak-dampak Negatif
138
Dahlia, bahwa masih mendapat perilaku kekerasan secara
verbal dan emosional ketika mencoba berpisah dari pasangan:
“Tapi ternyata setelah diputusin orangnya nggak terima. Cuma nggertak doang, ujungnya kayak nyari-nyari lagi. Terus nyesel, ngajak balikan, sempet neror-neror juga. SMS. SMSnya itu kalau nggak dibales bisa puluhan, sampai nggak bisa tidur lah. Istilahnya, dia smsnya tu kayak mengintimidasi kita, dengan kata-kata supaya kita tu mengubah pemikiran kita gitu lho untuk baik lagi ke dia. Menjatuhkan lagi, gitu. … Tapi di SMS-SMSnya dia itu banyak kata-kata yang nggak enak, yang bikin kita nggak damai sejahtera lagi.”
Kedua subjek sendiri sempat bertahan dengan pasangan
yang merupakan pelaku kekerasan dengan berbagai alasan,
diantaranya adalah karena perasaan cinta, keyakinan subjek
dapat merubah pelaku, kekawatiran tidak menemukan
pasangan baru jika berpisah dengan pelaku, rasa kasihan jika
meninggalkan pelaku karena subjek memandang pelaku
adalah sosok yang perlu dikasihani dan dibantu berubah, dan
kebergantungan dengan pelaku baik secara sosial maupun
emosional. Baik Mawar maupun Dahlia merasa bahwa
keperawanan merupakan hal yang penting, simbol dari
kehormatan wanita, sangatlah penting menjaganya, oleh
karenanya seharunya dijaga dengan baik. Sehingga ketika
keduanya kehilangan keperawanan oleh pacarnya, Dahlia dan
Mawar merasa bahwa dirinya harus dan seajarnya bertahan
dengan pasangannya tersebut meskipun mendapat tindak
kekerasan. Kalimat-kalimat yang dikeluargkan Dahlia dan
Mawar menunjukkan bagaimana karena mereka telah
kehilangan keperawanan bersama pasangan (pernah
139
berhubungan intim), mereka merasa sudah sewajarnya
bertahan karena belum tentu ada orang lain lagi yang mau
menerima keberadaannya yang sudah tidak lagi perawan.
Contoh dari kalimat yang dituturkan Dahlia adalah seperti:
“Ta kan, aku udah jauh,(hubungan/sentuhan fisik)….Jadi ya sempet takut juga aku, apa ada yang masih mau sama aku, bekas orang.”
“Ya kan perempuan ya, kalau udah pernah gituan siapa yang mau. Harusnya perempuan kan bisa menjaga ya”
Melalui hal tersebut dapat dilihat bahwa konstruksi
sosial yang menghasilkan peran gender justru malah berperan
dalam kebertahanan korban kekerasan. Ekspektasi sosial yang
dilekatkan pada perempuan dan laki-laki sesuai dengan jenis
kelamin yang dimilikinya seperti perempuan harus mampu
menjaga keperawanan, justru malah membatasi ruang gerak
perempuan untuk terbebas dari tindak kekerasan. Hal yang
awalnya dikonstruksikan oleh lingkungan sosial secara turun
menurun seperti bahwa perempuan sudah sewajibnya menjaga
keperawanan, akhirnya diyakini sebagai ketentuan Tuhan, dan
ketika hal tersebut direnggut dari perempuan maka perempuan
merasa tidak lagi berharga. Hal tersebut dapat terlihat dari
bagaimana kepercayaan bahwa dirinya lebih lemah dari
pasangan juga menghalangi untuk dapat melawan tindak
kekerasan yang dilakukan pasangan.
2. Pengambilan Keputusan Berpisah Dalam Kajian Psikologi
Transpersonal.
a. Proses pengambilan keputusan berpisah
140
Dalam keputusan-keputusan bagi permasalahan yang berat
dan mendesak untuk ditangani, Atwater dan Duffy (2004)
telah membahas bahwa dibutukan proses mental yang berat
juga dalam prosesnya. Keputusan untuk berpisah dari
pasangan, bagi korban KDP tentunya dapat dikategorikan
keputusan yang melalui proses mental yang berat. Hal tersebut
dapat terlihat dari banyaknya korban yang sukar untuk
berpisah, bahkan ketika mencoba berpisahm akhirnya kembali
lagi kepada pasangannya.
Baik Atawater dan Duffy, maupun Janis dan Mann (1976)
sama-sama menguraikan bahwa dalam proses pengambilan
keputusan yang tidak sederhana tersebut, individu cenderung
melalui tahapan-tahapan tertentu. Tahapan pengambilan
keputusan individu menurut penuturan keempat tokoh tersebut
diawali dari bagaimana individu menyadari bahwa dia
memiliki sebuah tantangan ataupun masalah yang harus
diselesaikan. Dalam kasus Dahlia dan Mawar, kesadaran
bahwa KDP yang dialaminya merupakan sebuah masalah
ataupun tantangan yang perlu diselesaikan merupakan titik
penting. Jika tidak ada kesadaran yang utuh mengenai hal
tersebut, maka tahapan-tahapan berikutnya dalam proses
pengambilan keputusan tidak akan terjadi sama sekali.
Keunikan yang terdapat dalam kasus Dahlia dan Mawar
salah satunya adalah bagaimana kesadaran terhadap
permasalahan yang dihadapi baru sungguh-sungguh nyata
setelah subjek mengalami perubahan secara spiritual.
Dalam kajian Psikologi Transperonal, (Wibowo, 2008)
141
memang dipelajari bagaimana perubahan spiritual kemudian
mendorong individu mencapai fungsi diri yang lebih tinggi,
sehingga kesadaran-kesadaran individu terhadap berbagai
aspek kehidupannya juga semakin baik. Proses dimana
individu mencapai diri yang lebih baik seperti yang telah
diulas diisitilahkan dengan transendensi diri. Dalam gambar
4.2. dapat dilihat bagaimana gambaran spiritualitas yang
memicu kesadaran individu terhadap permasalahan yang harus
diselesaikannya, dalam kasus ini adalah kasus kekerasan
dalam berpcaran.
Gambar 4.2. Munculnya Kesdaran Terhadap Masalah KDP
Tidak hanya memicu kesadaran mengenai masalah,
dalam tahapan-tahapan pengambilan keputusan, ternyata
ditemui bahwa spiritualitas dan transendensi diri juga turut
berperan dalam prosesnya. Pada waktu tahap pencarian dan
Permasalahan-
permasalahan berat
dan mendesak
Krisis-krisis psikologis
Kebangkitan spiritual
Kedaruratan spiritual
Transendensi diri Kesadaran babwa KDP
merupakan masalah yang
harus diselesaikan M e m i c u
142
evaluasi dari altrenatif pilihan misalnya, perubahan
spiritualitas yang dimiliki Dahlia dan Mawar turut berperan
dalam pencarian sumber alternatif dan pertimbangan-
pertimbangan mengenai hubungan yang dijalani. Metode-
metode yang digunakan oleh kedua subjek dalam pemenuhan
pengalaman spiritualitas dilakukan dengan cara berdoa,
melakukan ritual keagamaan, penyembahan kepada
Tuhan, refleksi, dan kegiatan positif lainnya. Melalui
metode tersebut, Dahlia dan Mawar kemudian memaknai
berbagai hal yang terjadi disekelilingnya sebagai pertanda
dari semesta atau dari Tuhan atas keputusan mana yang
sebaiknya dia pilih.
Waktu evaluasi yang tidak terburu-buru, banyaknya
sumber informasi atau ‘pertanda’ yang dicari Dahlia dan
Mawar untuk melihat alternatif pilihan keputusan nampak
menjadikan tahap evaluasi juga berjalan dengan baik dan
matang. Evaluasi yang matang ini dalam teori pengambilan
keputusan menurut Atwater dan Duffy (2004) ditandakan
dengan tidak adanya penyesalan pasca pengambilan
keputusan. Oleh karenanya, kedua tahapan tersebut dianggap
fase kritis dari keseluruhan proses tahapan pengambilan
keputusan. Bagaimana interaksi hal-hal spiritual dan
transenden yang terjadi dalam proses pengambilan keputusan
dapat dilihat dalam bagan pada Gambar 4.3.
143
Gambar 4.3. Interaksi Hal-Hal Spiritual dan Transenden Dalam Proses
Pengambilan Keputusan Korban
Baik Dahlia maupun Mawar menuturkan, bahwa
perubahan spiritualitas yang terjadi pada dirinya membantu
mengambil keputusan dengan lebih yakin. Perubahan
spiritualitas yang mendorongnya kepada transendensi diri
membuat keduanya menilai dirinya dengan lebih positif,
sehingga dampak-dampak negatif yang tadinya muncul dan
menjadi salah satu faktor penghalang subjek untuk lepas dari
pasangan berkurang. Beberapa dampak negatif yang dialami
144
oleh Dahlia dan Mawar digantikan dengan dampak positif
yang diperolehnya setelah mengalami perubahan spiritual.
Dampak perubahan spiritual dan transendensi diri yang
dialami Dahlia dan Mawar seperti yang digambarkan dalam
Gambar 4.3 antara lain adala Dahlia dan Mawar memiliki
fungsi diri yang lebih matang sehingga mampu menilai
dirinya lebih positif yang pada akhirnya membuatnya
memiliki harapan akan masa depan yang lebih baik. Oleh
karena hal-hal tersebut, siklus kekerasan yang dialami Dahlia
dan Mawar berubah, dan akhirnya dapat diakhiri. Gambar 4.4
menjelaskan bagaimana siklus tersebut terputus sehingga
Dahlia dan Mawar tidak kembali lagi kepada pelaku
kekerasan.
Gambar4.4. Siklus kekerasan dalam berpacaran yang dialami subjek
setelah memperoleh pengalaman spiritual
KDP Masalah Lain Masalah Lain
Putus Tidak Kembali Gagal
Pengalaman
Spiritual
Transendensi
diri
Dampak
positif
Dampak
positif
Mencoba
memperbaiki
hubungan dengan
konsep baru
Dampak
negatif tidak
muncul
145
b. Makna spiritualitas dalam proses pengambilan
keputusan berpisah.
Baik bagi Dahlia maupun Mawar, spiritualitas merupakan
hal yang penting dan berandil besar dalam perubahan
hidupnya. Perubahan tersebut memampukan mereka
memandang hidup dengan cara berbeda, memiliki tujuan
hidup, harapan, dan menyadari apa yang menjadi hasrat
terpenting dalam kehidupannya. Perubahan tersebut juga
membantu mereka lebih tegar dan kuat mengahadapi
permasalahan-permasalahan yang kala itu mereka hadapi.
Dalam pengambilan keputusan untuk berpisah dengan
pasangan yang merupakan pelaku kekerasan, Dahlia dan
Mawar menuturkan bahwa perubahan spiritualitas tersebut
juga turut mengambil peranan penting yang memampukan
mereka, bahkan membantu mereka menjaga komitmen
tersebut hingga sekarang. Berikut adalah kutipan salah satu
kalimat dari Dahlia dan Mawar yang menyatakan hal tersebut:
Mawar: “Bisa dibilang spiritualitas itu sangat besar pengaruhnya buat kehidupan gue, buat keputusan gue pisah sama si mantan juga.”
Dahlia: “Spiritualitas itu sangat berpengaruh bagi keputusan.”