BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf ·...

60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum tentang Kabupaten Sleman 1. Letak Wilayah Kabupaten Sleman Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33′ 00″ dan 110° 13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″ dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta (http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman, Diakses 21 Juni 2014). 2. Sejarah Pembentukan Kabupaten Sleman Secara administratif, keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad Nomor 11 Tahun 1916 yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga) kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai kepala wilayahnya. Secara hierarkis, kabupaten membawahi distrik yang dikepalai seorang Panji.

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf ·...

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum tentang Kabupaten Sleman

1. Letak Wilayah Kabupaten Sleman

Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33′ 00″

dan 110° 13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″ dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan.

Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan

dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang,

Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota

Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi

D.I.Yogyakarta (http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman,

Diakses 21 Juni 2014).

2. Sejarah Pembentukan Kabupaten Sleman

Secara administratif, keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak

pada Rijksblad Nomor 11 Tahun 1916 yang membagi wilayah Kasultanan

Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga) kabupaten, yakni Kalasan, Bantul,

dan Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati

sebagai kepala wilayahnya. Secara hierarkis, kabupaten membawahi

distrik yang dikepalai seorang Panji.

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Dalam Rijksblad tersebul juga disebutkan bahwa Kabupaten

Sulaiman terdiri dari 4 (empat) distrik yakni:

a. Distrik Mlati, terdiri dari 5 (lima) onderdistrik dan 46

(empatpuluhenam) kalurahan;

b. Distrik Klegoeng, terdiri dari 6 (enam) onderdistrik dan 52

(limapuluhdua) kalurahan;

c. Distrik Joemeneng, terdiri dari 6 (enam) onderdistrik dan 58

(limapuluhdelapan) kalurahan;

d. Distrik Godean, terdiri dari 8 (delapan) onderdistrik dan 55

(limapuluhlima) kalurahan.

Pada tahun yang sama, berturut-turut dikeluarkan Rijksblad Nomor

12 Tahun 1916 yang menempatkan Gunung Kidul sebagai kabupaten

keempat wilayah Kasultanan Yogyakarta, kemudian disusul dengan

Rijksblad Nomor 16 Tahun 1916 yang mengatur keberadaan

Kabupaten/Kota. Sedangkan Rijksblad Nomor 21 Tahun 11916 mengatur

keberadaan kabupaten Kulon Progo. Dengan demikian pada tahun tersebut

wilayah Kasultanan Yogyakarta berkembang dari 3 (tiga) kabupaten

menjadi 6 (enam) kabupaten.

Pembagian wilayah Kasultanan Yogyakarta tersebut ternyata pada

tahun 1927 mengalami penyederhanaan melalui munculnya Rijksblad

Nomor 1 Tahun 1927. Enam Kabupaten yang terdapat di wilayah

Kasultanan disederhanakan menjadi 4 kabupaten yakni: Kabupaten

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Gunung

Kidul. Dalam hal ini, Kabupaten Sleman mengalami penurunan status

menjadi distrik Kabupaten Yogykarta.

Pada tahun 1940, wilayah Kasultanan Yogyakarta mengalami

reorganisasi dengan munculnya Rijksblad Van Jogjakarta Nomor 13

Tahun 1940 tanggal 18 Maret 1940. Rijksblad tersebut membagi wilayah

Kasultanan Yogyakarta tetap dalam 4 (empat) kabupaten dengan

pemampatan pada distrik masing-masing kabupaten, yakni:

a. Kabupaten Yogyakarta, terdiri 2 (dua) distrik (Distrik Kota dan Distrik

Sleman);

b. Kabupaten Sleman, terdiri dari 4 (empat) distrik;

c. Kabupaten Kulon Progo, terbagi 2 (dua) distrik;

d. Kabupaten Gunung Kidul, terbagi 3 (tiga) distrik.

Pembagian wilayah tersebut tidak berlangsung lama, karena pada

tahun 1942 dengan Jogjakarta Kooti, Kasultanan Yogyakarta lebih

memerinci wilayahnya sebagai berikut:

a. Kabupaten Yogyakarta dengan Bupati KRT Harjoningrat. Kabupaten

Yogyakarta dibagi menjadi 2 (dua) Kawedanan, yakni Kawedanan

Sleman dengan penguasa R. Ng. Pringgo Sumadi dan Kawedanan

Kalasan dengan penguasa R. Ng. Pringgo Biyono.

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

b. Kabupaten Bantul (Ken) dengan Bupati KRT Dirjokusumo dan

wilayahnya dibagi menjadi 4 (empat) kawedanan yakni Bantul,

Kotagede, Godean dan Pandak.

c. Kabupaten Gunung Kidul dengan Bupati KRT Djojodiningrat, dengan

wilayahnya terbagi menjadi 3 (tiga) kawedanan yakni Wonosari,

Playen, dan Semanu.

d. Kabupaten Kulon Progo dengan Bupati KRT Pringgohadiningrat,

dengan wilayah yang terbagi menjadi 2 (dua) kawedanan yakni

Nanggulan dan Sentolo.

Pada tanggal 8 April 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX

melakukan penataan kembali wilayah Kasultanan Yogyakarta melalui

Jogjakarta Koorei angka 2 (dua). Dalam Koorei tersebut dinyatakan

wilayah Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi lima kabupaten, yakni

Kabupaten Kota Yogyakarta (Yogyakarta Syi), Kabupaten Sleman

(Sleman Ken), Kabupaten Bantul (Bantul Ken), Kabupaten Gunung Kidul

(Gunung Kidul Ken) dan Kabupaten Kulon Progo (Kulon Progo Ken).

Penataan ini menempatkan Sleman pada status semula sebagai wilayah

Kabupaten.

Jogjakarta Koorei angka 2 menjadikan Sleman sebagai

pemerinthan kabupaten untuk kedua kalinya dengan KRT

Pringgodiningrat sebagai bupati. Pada masa itu, wilayah Sleman

membawahi 17 (tujuhbelas) kapewon (Son) yang terdiri dari 258

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

(duaratuslimapuluhdelapan) kalurahan (Ku). Ibukota kabupaten berada di

wilayah utara yang saat ini dikenal sebagai Desa Triharjo, di Kecamatan

Sleman.

Bila dibandingkan dengan pemerintahan kabupaten lainnya di

tanah Jawa, infrastruktur yang dimiliki Sleman sangat terbatas. Fasilitas

yang dimiliki adalah gedung pusat pemerintahan, pasar (yang saat ini

dikenal sebagai Pasar Sleman), masjid (Masjid Sleman), dan stasiun

kereta api (lokasinya telah berubah menjadi Taman Segi Tiga Sleman).

Sedangkan infrastruktur seperti alun-alun, penjara, markas prajurit sebagai

syarat ibukota tidak dimiliki.

Pada era revolusi, para pegawai pemerintah meninggalkan ibukota

Sleman ikut keluar kota mengatur strategi. Dalam keadaan demikian

perkantoran Pemerintahan Kabupaten Sleman menjadi sepi dan terjadi

“bumi angkut” oleh gerombolan masyarakat yang tidak

bertanggungjawab. Akibatnya gedung-gedung pemerintah tidak layak lagi

menjadi tempat pelayanan masyarakat. Dalam kondisi gedung-gedung

pelayanan yang memprihatinkan, Bupati Sleman KRT Pringgodiningrat

pada tahun 1947 memindahkan pusat pelayanan kabupaten ke

Ambarukmo, di Petilasan Dalem serta bekas pusat pendidikan perwira

polisi yang pertama di Indonesia (saat ini pendopo Hotel Ambarukmo).

Dalam hal ini, Ambarukmo merupakan pusat kegiatan pelayanan

pemerintahan, bukan ibukota kabupaten.

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Pada tahun yang sama Bupati KRT Pringgodiningrat diganti KRT

Projodiningrat. Dalam periode ini, tepatnya tahun 1948, wilayah

Kasultanan Yogyakarta mulai melaksanakan pemerintahan formal. Sesuai

dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948, penyebutan wilayah

Kabupaten Sleman adalah Kabupaten Sleman. Pada tahun 1950, Bupati

KRT Projodiningrat digantikan oleh KRT Dipodiningrat hinga tahun

1955. Selanjutnya, KRT Dipodiningrat digantikan oleh KRT

Prawirodiningrat yang menjabat Bupati Sleman hingga tahun 1959.

Pada masa itu Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 mengenai Pembagian Daerah

Republik Indonesia dan Aturan Otonomi Daerah, maka penyebutan

Kabupaten Sleman berubah menjadi daerah Swatantra. Sebagai

implementasinya, Departemen Dalam Negeri menerbitkan peraturan

bahwa selain memiliki seorang Bupati yang diangkat secara sektoral

sebagai pegawai Kementrian Dalam Negeri, Kabupaten juga harus

memiliki kepala daerah yang dipilih legislatif (DPRD).

Dapat dinyatakan bahwa dalam periode pemerintahan ini, sebuah

kabupaten memiliki 2 (dua) Kepala Daerah. Terpilih sebagai Kepala

Daerah Swatantra adalah Buchori S. Pranotodiningrat. Seiring dengan

dikeluarkannya Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dan Penetapan

Presiden Nomor 5 Tahun 1960, untuk memberlakukan kembali UUD

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

1945, pemerintahan Kabupaten Sleman kembali dikepalai seorang

Bupati/Kepala Daerah, yang dijabat oleh KRT Murdodiningrat.

Pada tahun 1964, KRT Murdodiningrat memindahkan pusat

pemerintahan ke Dusun Beran, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman. Pada

masa ini pula Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman mulai memiliki

lambang daerah.

Munculnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Hak

Otonomi Daerah ditindaklanjuti DPRD Gotong Royong Daerah Tingkat II

Sleman dengan menerbitkan SK. Nomor 19 Tahun 1966 yang mengubah

sebutan Pemerintah Daerah Tingkat II Sleman menjadi Pemerintah Daerah

Kabupaten Sleman, dan DPRD Gotong Royong Tingkat II Sleman

menjadi DPRD Gotong Royong Kabupaten Sleman. Pada masa tersebut

ketua DPRD Gotong Royong dijabat oleh Soekirman Tirtoatmodjo.

Seiring berakhirnya masa keanggotaan DPRD Gotong Royong

pada tahun 1971, jabatan ketua DPRD digantikan oleh Soelanto.

Selanjutnya pada tahun 1974, Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965

tentang Hak Otonomi Daerah digantikan oleh Undang-undang Nomor 5

Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Berorientasi pada undang-

undang ini Pemerintah Daerah Sleman menggunakan penyebutan

Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sleman.

Pada tahun 1974, KRT Murdodiningrat digantikan oleh KRT

Tedjo Hadiningrat yang hanya menjabat selama 3 (tiga) bulan.

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Selanjutnya posisi bupati dijabat oleh Drs. KRT. H Prodjosuyoto

Hadiningrat yang menjabat 2 (dua) periode yakni tahun 1974 hingga 1985,

dengan 2 (dua) kali penggantian ketua DPRD. Pada tahun 1977, posisi

Soelanto sebagai ketua DPRD digantikan oleh R. Soelarjo hingga tahun

1982, yang selanjutnya digantikan oleh Samingan H.S.

Pada tahun 1974, Drs. KRT. H Prodjosuyoto Hadiningrat

digantikan Drs. Samirin, yang menjabat selama satu periode yakni tahun

1985 hingga 1990. Pada masa jabatan Drs. Samirin, terdapat satu kali

pergantian ketua DPRD Sleman yakni pada tahun 1987. Pada tahun 1987,

Samingan H.S digantikan Letkol. Sudiyono yang menjabat 2 (dua) periode

masa jabatan yakni tahun 1987 hingga 1997.

B. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Telah Dilaksanakan di Pemerintah

Kabupaten Sleman

Berdasarkan hasil penelitian, batasan budaya Jawa meliputi

seluruh aspek kehidupan masyarakat Jawa sebagai perwujudan cipta, karsa

dan karyanya. Budaya Jawa disini merupakan salah satu budaya daerah,

yaitu perwujudan budaya nasional Indonesia yang berdasarkan Pancasila

yang diselaraskan dengan jati diri masyarakat setempat, yang tak lain

adalah masyarakat Jawa. Unsur-unsur yang ada di dalam budaya jawa

yakni, meliputi:

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

1. Bahasa dan kesusasteraan Jawa;

2. Sistem pengetahuan, pemikiran dan filsafat Jawa;

3. Sistem religi atau religiotas Jawa;

4. Sistem mata pencaharian hidup, peralatan hidup dan teknologi;

5. Kesenian Jawa (termasuk arsitektur Jawa);

6. Adat istiadat Jawa; dan

7. Sistem Sosial Jawa.

Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta “buddhayah”,

yakni bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Menurut

Koentjaraningrat (2002: 181) kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal

yang bersangkutan dengan akal. Dengan demikian budaya adalah daya

dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah

hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.

Menurut Budiono Herusatoto (2008: 1) setiap bangsa memiliki

kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku

bangsa lainnya, membuktikan bahwa peradaban suatu bangsa atau suku

bangsa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, dasar-dasar pemikiran

dan sejarah peradaban yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Dasar-

dasar pemikiran masyarakat Jawa memiliki kekhasan sendiri, dimana

dalam kebudayaannya digunakan simbol-simbol atau lambang-lambang

sebagai sarana atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasehat-

nasehat bagi bangsanya. Dari data sejarah Jawa memang menunjukkan

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

tentang penggunaan simbol-simbol itu dalam tindakan, bahasa dan religi

orang Jawa yang telah digunakannya sejak jaman prasejarah. Penggunaan

simbol dalam ketiga wujud budayanya itu dilaksanakan dengan penuh

kesadaran, pemahaman, dan penghayatan yang tinggi, dan dianut secara

tradisional dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.

Menurut Anas Mubakkir selaku Kepala Seksi Sejarah, Nilai dan

Tradisi, secara umum nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Kabupaten

Sleman masih banyak dijumpai di masyarakat. Hal ini juga didukung oleh

Kardjono selaku Kepala Desa Tirtoadi, yang menyatakan bahwa nilai

kearifan lokal di Kabupaten Sleman banyak mengajarkan ajaran yang

mulia dan adiluhung, salah satu contoh adalah terkait dengan budaya

gotong royong, guyub rukun, golong gilig, dimana ajaran yang terkandung

didalamnya mengajarkan manusia untuk senantiasa bekerja sama dalam

segala aspek. Hal ini sejalan dengan kearifan kebudayaan Jawa yang bisa

dikembangkan sebagai dasar filosofis dan sistem nilai dalam

penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Sleman.

Setelah dilakukan cross check antar subjek diatas dapat

disimpulkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang ada di masyarakat

Kabupaten Sleman masih tumbuh subur khususnya masyarakat pedesaan.

Masih ada dan dipertahankan kegiatan-kegiatan yang sifatnya

dilaksanakan secara bersama-sama baik dari sisi dana, tenaga, pemikiran,

musyawarah dan sebagainya. Nilai-nilai kearifan lokal dituangkan dalam

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

bentuk acara-acara seremonial, seperti misalnya pernikahan (mantenan),

kematian, kelahiran, bersih desa dan makam, dan dalam kegiatan swadaya

masyarakat yang memang masih diperlukan adanya kerja kolektif atau

gotong royong dan semangat kekeluargaan, seperti misalnya dalam

memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, dan

peringatan hari besar keagamaan seperti Hari Lebaran (1 Syawal) dan

tahun baru Jawa/Islam (1 Sura/ 1 Muharram), sedangkan dalam lingkup

organisasi kemasyarakatan yakni Rukun Tetangga/Rukun Warga yang

merupakan organisasi swadaya masyarakat dan bukan menjadi bagian

struktur organisasi pemerintahan formal, tetapi keberadaan Rukun

Tetangga/Rukun Warga masih diakui kemanfaatannya sebagai lingkup

kemasyarakatan yang membantu tugas-tugas umum administrasi

pemerintahan Dusun dan Kelurahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal

yang ada di Padukuhan Sanggrahan dan Desa Tirtoadi termasuk

musyawarah, gotong royong antar sesama warga, toleransi. Terutama

toleransi antar umat beragama juga sangat kental dirasakan. terbukti

dengan jarang munculnya konflik antar umat beragama.

Hal ini sesuai dengan sifat dan karakteristik budaya Jawa yakni

menekankan aspek kerukunan, hormat dan keselarasan sosial. Ada

beberapa kegiatan yang rutin dilaksanakan di masing-masing desa yang

ada di Kabupaten Sleman. Kegiatan-kegiatan tersebut diusulkan melalui

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Musyawarah Rencana Pembangunan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut

dapat melestarikan nilai-nilai kearifan lokal yang berkembang di

kehidupan para warga. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa pelatihan-

pelatihan untuk pengembangan Sumber Daya Masyarakat, bidang

kesenian tradisional, pelatihan kewirausahaan dan penanggulangan

kemiskinan. Seluruh kegiatan tersebut dikoordinasikan kepada seluruh

kepala dukuh yang ada di setiap desa. Program-program kemasyarakatan

yang dilakukan sesuai arahan langsung dari Pemerintah Kabupaten

Sleman sebagai upaya memfasilitasi warga masyarakat yang tersebar di

desa-desa di seluruh Kabupaten Sleman.

Kegiatan-kegiatan tersebut diajukan oleh Kepala Dukuh sesuai

dengan permintaan warga masyarakatnya dalam Musyawarah Rencana

Pembangunan (Musrenbang). Musyawarah Rencana Pembangunan

dihadiri setiap Kepala Dukuh yang ada di setiap desa, dan di dalam

musyawarah tersebut dibahas mengenai rencana-rencana kegiatan

terutama kegiatan yang berkaitan dengan kemasyarakatan, kesenian dan

kebudayaan yang akan dilaksanakan setiap padukuhan.

Nilai-nilai kearifan lokal masih hidup dan berkembang di setiap

padukuhan di Kabupaten Sleman yakni meliputi gotong royong antar

warga, musyawarah, dan toleransi antar umat beragama. Dalam kegiatan

kemasyarakatan warga masih melaksanakan berbagai kegiatan yang

mengarah pada pelestarian nilai-nilai kearifan lokal yakni:

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

1. Kegiatan Siskamling yang dilaksanakan setiap hari, kegiatan ini

bertujuan untuk menjaga kemanan warga masyarakat;

2. Rapat pertamuan antar ketua RT dan warga setiap dua minggu sekali.

Pertemuan itu bertujuan untuk membahas kemajuan pembangunan di

setiap padukuhan;

3. Gotong royong, yakni kerja bakti yang diadakan setiap 1(satu) bulan

sekali. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai pemupuk rasa persaudaraan

antar warga masyarakat di setiap padukuhan;

4. Merti Dusun. Upacara Merti Dusun biasanya diiringi dengan acara

kenduri, malam tahlilan, dan puncaknya diadakan Pagelaran Wayang

Kulit.

Joko Sumarsono selaku Kepala Bagian Tata Pemerintahan

menjelaskan bahwa dengan latarbelakang berbagai perubahan kebudayaan

di Kabupaten Sleman, Pemerintah Kabupaten Sleman juga memiliki

Program Kecamatan sebagai Pusat Pelestarian Kebudayaan. Hal ini

didukung pula oleh pernyataan Anas Mubakkir bahwa kecamatan dalam

pengertian wilayah kerja, diarahkan sebagai wahana masyarakat untuk

melakukan aktivitas pelestarian kebudayaan agar tetap terjaga eksistensi

kebudayaan yang dimiliki dan berinteraksi dalam masyarakat sehingga

tumbuh kantong-kantong budaya. Selanjutnya, camat sebagai pemimpin

unit kerja diarahkan agar camat mampu memberikan inspirasi dan

keteladanan dalam lingkungan kerjanya, termasuk peningkatan koordinasi

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

dengan kepala desa sehingga masyarakat termotivasi untuk melestarikan

kebudayaan. Camat juga diharapkan mampu membuat kebijakan yang

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undanganan yang berlaku,

untuk memberikan ruang gerak terhadap tumbuh dan berkembangnya

kebudayaan baik dalam lingkungan maupun wilayah kerjanya. Kegiatan

yang dapat dilaksanakan dalam program ini adalah:

1. Pendapa Kecamatan digunakan tempat kegiatan budaya masyarakat;

2. Optimalisasi peran forum komunikasi pelestarian kebudayaan;

3. Pembuatan dan pemasangan slogan Bahasa Jawa disertai dengan

maknanya (Bahasa Indonesia);

4. Penamaan ruang kantor bernuansa budaya Jawa;

5. Pemasangan tokoh wayang disertai dengan watak dari tokoh tersebut;

6. Penggunaan Bahasa Jawa atau busana Jawa pada hari tertentu;

7. Pemberian pelayanan pada masyarakat dengan sikap andhapasor;

8. Memperdengarkan musik gamelan pada jam kantor;

9. Membuat kebijakan yang menumbuhkembangkan kebudayaan di

lingkungan kantor;

10. Kegiatan lain yang memberikan ruang gerak terhadap pelestarian

kebudayaan;

11. Pembuatan kelompok budaya di tingkat Desa/Dusun;

12. Mendorong sosialisasi terhadap nilai budaya melalui pemberian nama

gang atau jalan di tingkat Desa atau Dusun;

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

13. Mengapresiasi terhadap penyelenggaraan kegiatan budaya yang

dilakukan masyarakat, seperti merti desa, upacara adat, dan lain-lain;

14. Mendorong perilaku sadar budaya masyarakat (terpeliharanya rumah

tradisional, terjaganya temuan cagar budaya dan sebagainya;

15. Mendorong forum-forum atau sarasehan budaya yang diselenggarakan

masyarakat; dan

16. Membuat kebijakan yang menumbuhkembangkan kebudayaan di

wilayah kerjanya.

Berdasarkan hasil penelitian, dalam meningkatkan pelayanan

terhadap masyarakat. Pemerintah Kabupaten Sleman pada bulan Agustus

2014 mengesahkan Peraturan Bupati Nomor 13 tahun 2014 tentang

Pedoman Pelimpahan Kewenangan Bupati kepada Camat dan Keputusan

Bupati Sleman Nomor 59/Kep. KDH/A/2014 tentang Pelimpahan

Kewenanangan Bupati kepada Camat.

Pendelegasian kewenangan ini muncul untuk merespon dinamika

perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju tata kelola

pemerintahan yang baik. Camat juga diberikan kewenangan untuk

mengelola pelayanan perizinan dan izin gangguan (izin HO). Berkenaan

dengan pelimpahan kewenangan tersebut Pemerintah Kabupaten Sleman

juga akan memberikan bimbingan teknis terkait dengan pelaksanaan dan

aturannya.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Camat pada kemudian hari akan berwenang dalam menyeleksi

permohonan izin berskala kecil di wilayah hukum masing-masing. Prinsip

dari pelimpahan wewenang ini adalah untuk lebih memudahkan pelayanan

terhadap masyarakat. Kebijakan ini untuk mersepon keluhan masyarakat

tentang rumit dan lamanya dalam mengurus perizinan di Kabupaten

Sleman. Bupati membagi kewenangan perizinan didasari tingginya

pengajuan permohonan perizinan di Kantor Pelayanan Perijinan Sleman.

Pelimpahan kewenangan ini menuntut camat lebih profesional, terlebih

pada kewenangan perizinan. Pertimbangannya, bahwa camat berinteraksi

langsung dengan masyarakat sehingga dituntut untuk memberikan

pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat. Diharapkan bahwa camat

bisa meminimalisasi potensi konflik atau friksi antar warga terkait

perizinan oleh lembaga tertentu atau perseorangan.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui, bahwa dalam

rangka mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Sleman,

diperlukan suatu acuan untuk memotivasi dan mengerahkan seluruh

potensi masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut Kabupaten Sleman

mencanangkan slogan gerakan pembangunan desa terpadu SLEMAN

SEMBADA. Dasar hukum landasan kekuatan slogan tersebut adalah

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 4 Tahun 1992 tentang Slogan

Gerakan Pembangunan Desa Terpadu SLEMAN SEMBADA. Gerakan

pembangunan desa terpadu SLEMAN SEMBADA merupakan gerakan

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

dari, oleh dan untuk masyarakat Sleman dengan kekuatan sendiri. Artinya,

hasil-hasil dari dinamika tersebut diharapkan dapat dinikmati dan

dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Tak dapat dipungkiri,

SLEMAN SEMBADA merupakan slogan baru. Akan tetapi nilai-nilai

yang dikandungnya bukanlah sesuatu yang baru karena slogan tersebut

merupakan kristalisasi dan formulasi dari nilai-nilai budaya dan kehidupan

keseharian masyarakat Sleman.

Secara harafiah Slogan SLEMAN SEMBADA diartikan sebagai

kondisi:

S : Sehat

E : Elok dan Edi

M : Makmur dan Merata

B : Bersih dan Berbudaya

A : Aman dan Adil

D : Damai dan Dinamis

A : Agamis

Dengan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat menciptakan Dati II

Sleman yang Sejahtera, LEstari dan MANdiri. Ujung tombak gerakan

slogan SLEMAN SEMBADA berada di tingkat dusun, yang

pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja LKMD bersama

tokoh masyarakat dan semua lembaga masyarakat yang di tingkat dusun.

Sedangkan pelaksanaan di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten pada

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

hakekatnya merupakan pendukung pelaksanaan slogan SLEMAN

SEMBADA di tingkat dusun. Dalam kehidupan sehari-hari, Slogan

SLEMAN SEMBADA diharapkan mewujud dalam: pembangunan

berwawasan lingkungan, budaya hidup bersih dan sehat, memberikan

motivasi dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Sleman yang

bersih dan sehat

Kata SEMBADA memiliki makna utuh sebagai sikap dan perilaku

rela berkorban dan bertanggungjawab untuk menjawab dan mengatasi

segala masalah, tantangan, baik yang datang dari luar maupun dalam,

untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, kata

SEMBADA merupakan sikap yang SEMBADA (Bahasa Jawa) yang

merupakan kepribadian pantang menyerah, tabu berkeluh kesah, menepati

janji, taat azas dan bertekad bulat.

SLEMAN SEMBADA dinilai sejalan dengan prinsip-prinsip Good

Governance menurut UNDP/BPKP/LAN yakni, Partisipasi, Akuntabilitas,

Transparansi, Daya tanggap (responsive), Efektivitas dan efisien,

Kesetaraan, Penegakan Hukum, Wawasan ke depan, dan consensus

oriented.

Sunarso (2013: 173) mengutip definisi good governance menurut

UNDP yakni sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif, di antara

negara, sektor swasta dan masyarakat. Secara umum good governance

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntabilitas, transparansi,

keterbukaan dan aturan hukum. Unsur-unsur tersebut meliputi:

1. Akuntabilitas

2. Transparansi

3. Keterbukaan

4. Aturan hukum

Berdasarkan perihal tersebut UNDP (badan PBB untuk program

pembangunan 1996) merumuskan karakteristik good governance sebagai

berikut:

1. Partisipasi, yaitu setiap warga masyarakat, baik laki-laki maupun

perempuan, harus mempunyai hak suara yang sama dalam proses

pemilihan umum dengan kebebasan berpendapat secara konstruktif.

2. Penegakan hukum, yaitu kerangka yang dimiliki haruslah berkeadilan

dan dipatuhi.

3. Transparan, yaitu bahwa transparansi pemerintahan harus dibangun

dalam kebebasan aliran informasi yang ingin dimiliki oleh mereka

yang membutuhkan.

4. Daya tanggap, bahwa setiap lembaga dan prosesnya harus diarahkan

pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan

(masyarakat).

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

5. Berorientasi pada consensus, yaitu bahwa pemerintahan yang baik

adalah yang dapat menjadi penengah bagi berbagai perbedaan dan

memberikan suatu penyelesaian.

6. Berkeadilan, yaitu memberikan kesempatan upaya untuk

meningkatkan kualitas hidup.

7. Efektivitas dan efisiensi, yaitu bahwa setiap proses kegiatan dan

kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan suatu yang benar-benar

dibutuhkan.

8. Akuntabilitas, yaitu bahwa para pengambil keputusan dalam pemerintah

dapat memiliki pertanggungjawaban pada publik.

9. Bervisi strategis, yaitu bahwa para pengambil keputusan dalam

pemerintah dapat memiliki pandangan yang luas dan jangka panjang

tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan

manusia.

10.Kesalingterikatan, yaitu bahwa kesuluruhan ciri pemerintah

mempunyai kesalingterikatan yang saling memperkuat dan tidak bisa

berdiri sendiri.

Sebagaimana hasil wawancara terhadap subjek penelitian,

Pemerintah Kabupaten Sleman telah melaksanakan beberapa kebijakan

yang terkait dengan slogan Sleman Sembada. Program-program yang

telah dilaksanakan dan diambil dari nilai-nilai SEMBADA, yakni:

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

1. S yaitu Sehat, Pemerintah Kabupaten Sleman menyatakan bahwa

masyarakat Kabupaten Sleman harus sehat. Upaya dari Pemerintah

Kabupaten Sleman yakni menggiatkan seluruh Puskesmas memiliki

standar ISO. Standar kesehatan di Kabupaten Sleman lebih tinggi,

misalnya di dalam aturan Jampersal, ibu hamil minimal melakukan

pemeriksaan empat kali, akan tetapi di Kabupaten Sleman menerapkan

standar minimal pemeriksaan ibu hamil adalah dua belas kali.

2. E yaitu Elok, implementasinya adalah Pemerintah Kabupaten Sleman

mengusahakan tentang Ruang Terbuka Hijau. Pemerintah Kabupaten

Sleman juga sedang mengusahakan pembuatan Taman Sehati untuk

penanaman pohon-pohon khas dari Kabupaten Sleman.

3. M adalah Makmur, implementasinya adalah Pemerintah Kabupaten

Sleman memberikan subsidi untuk pupuk kepada petani yang ada di

Kabupaten Sleman.

4. B yaitu Bersih, Pemerintah Kabupaten Sleman sedang menggalakkan

pengelolaan sampah mandiri ditingkat RT dan RW, pada akhirnya

Pemerintah Kabupaten Sleman hanya mengelola residu dari sampah

rumah tangga. Diharapkan dengan kegiatan pengelolaan sampah

mandiri tersebut menciptakan lingkungan yang bersih dan ramah

lingkungan.

5. A yaitu Aman, selain menjadi tugas dari aparat kepolisian, keamanan

dapat tercipta dari sifat kegotongroyongan. Penanaman sifat

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

kegotongroyongan antar warga terus diupayakan oleh Pemerintah

Kabupaten Sleman. Setiap pos ronda di Kabupaten Sleman diusahakan

tidak dalam kondisi mangkrak (terbengkalai) dan fungsi pos ronda

ditingkatkan untuk keamanan warga masyarakat.

6. D yaitu Damai, Pemerintah Kabupaten Sleman telah mengupayakan

kedamaian warga masyarakatnya dengan adanya koordinasi di

pemerintah di bawah, yakni RT, RW dan Dukuh, jadi ketika ada

permasalahan antar warga diharapakan ada penyelesaian secara

musyawarah dan mufakat.

7. A yaitu Agamis, Kabupaten Sleman telah mengupayakan rasa

tenggang rasa antar umat beragama yang ada di Kabupaten Sleman

dengan rutin mengadakan acara-acara keagamaan baik ditingkat

pemerintahan maupun di masyarakat.

Upaya lainnya dalam melayani masyarakat, mempunyai program

indeks kepuasan masyarakat (IKM). Pemerintah Kabupaten Sleman

menargetkan untuk indeks kepuasan masyarakat (IKM) di tahun 2015

mencapai 79%, karena peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan

perubahan program reformasi birokrasi yang paling strategis dan

dampaknya dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Pelayanan ini

termasuk pelayanan publik infrastruktur perhubungan, pertanisan,

pendidikan, kesehatan, air bersih, bahan pangan, perumahan, dan fasilitas

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

umum. Sedangkan dalam pelayanan jasa, termasuk kesehatan, pelayanan

administrasi perizinan maupun non-perizinan.

Pengaduan masyarakat terhadap Pemerintah Kabupaten Sleman

masih sering terjadi karena pelayanan publik masih sering terjadi pula.

Terutama dalam salah satu indikator dalam survey kepuasan masyarakat

yakni keramahan petugas. Pegawai front office sebagai aparat yang

melakukan hubungan dan komunikasi langsung dengan masyarakat perlu

dibangun dan dikembangkan sikap dan perilaku yang melayani, bukan

dilayani.

2. Nilai-nilai kearifan lokal di Kabupaten Sleman yang Dapat Diangkat

dalam Pengembangan Prinsip-prinsip Umum Pengelolaan

Pemerintahan.

Sebagaimana hasil wawancara terhadap subjek penelitian, nilai-

nilai kearifan lokal yang ada di Kabupaten Sleman pada hakekatnya

merupakan nilai-nilai yang berasal dari Nilai Budaya Jawa Yogyakarta.

Nilai adalah ukuran yang harus ditegakkan untuk melestarikan irama

kehidupan yang sesuai dengan kodrat alam dan cita-cita luhur suatu

komunitas, masyarakat maupun bangsa. Nilai juga bisa diartikan sebagai

sesuatu yang dipandang penting, berharga, yang diprioritaskan atau

diutamakan.

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Sebagai bagian dari wilayah dari Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, Kabupaten Sleman juga menerima arus dari nilai-nilai

kearifan lokal yang bersumber dari Keraton Yogyakarta. Tidak bisa

dipungkiri bahwa sampai saat ini Keraton masih merupakan pusat

kebudayaan, khususnya kebudayaan Jawa. Selain sebagai pusat

kebudayaan Jawa, Keraton juga sebagai pusat etika, estetika, filsafat dan

bermacam-macam adat. Sebagai pusat kebudayaan, nilai-nilai dari

Keraton sering dipakai sebagai acuan oleh masyarakat (khususnya

masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta) dalam pengembangan

kebudayaan mereka. Dari Keraton lah mengalir nilai-nilai dan simbol ke

bawah paling deras.

Makna kata budaya Jawa pada umumnya dan budaya Daerah

Istimewa Yogyakarta pada khususnya adalah nilai-nilai luhur (value),

keyakinan-keyakinan (beliefs), ideologi atau anggapan (assumption) yang

digunakan sebagai rencana atau pedoman perilaku dari generasi ke

generasi di kalangan masyarakat Jawa pada umumnya dan Daerah

Istimewa Yogyakarta pada khususnya.

Nilai (values) diartikan sebagai ukuran yang harus ditegakkan

untuk melestarikan irama kehidupan sesuai dengan kodrat alam dan cita-

cita luhut suatu komunitas masyarakat maupun bangsa. Keyakinan

(beliefs) diartikan sebagai sesuatu yang diterima sebagai hal yang benar

atau salah (right or wrong) dan tidak perlu diperdebatkan, dan yang

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

terakhir asumsi (assumption) adalah sesuatu yang diterima sebagaimana

adanya tanpa disadari (taken for granted) dan tidak perlu dibuktikan. Ada

banyak sekali nilai-nilai, keyakinan-keyakinan maupun asumsi-asumsi

yang dipergunakan oleh masyarakat di sekitar Keraton Yogyakarta

sebagai pedoman perilaku dalam memecahkan masalah. Beberapa

ungkapan budaya Jawa yang sarat dengan makna dan selaras dengan

karakteristik masyarakat Yogyakarta adalah:

1. Manunggaling Kawula Gusti

Ungkapan manunggaling kawulo gusti (prinsip tentang

kepemimpinan dari Keraton Yogyakarta yang berpihak kepada rakyat)

bermakna bahwa pemimpin berasal dari rakyat dan harus

mengabdikan diri hanya untuk kepentingan rakyat. Kepemimpinan

yang merakyat atau memihak kepada rakyat seharusnya menjadi dasar

bagi kepemimpinan di Kabupaten Sleman. Dimulai dari Kepala bupati,

sampai dengan Ketua RT dan RW harus mau merakyat, karena

pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan penindas rakyat.

2. Berbudi Bawa Leksana Ambeg Adil Para Marta

Dalam pandangan Jawa, seorang raja harus memiliki watak

berbudi bawa leksana ambeg adil para marta (selalu memberikan

keadilan kepada segenap rakyat) berarti bahwa melalui

kepemimpinannya segenap rakyat dipuaskan karena menerima

keadilan. Berkaitan dengan itu, seorang raja haruslah seorang yang

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

gung binathara yaitu adil, berwatak mulia, pembela rakyat, dan

pelindung rakyat. Ciri kepemimpinan seperti yang digambarkan diatas

harus ditegakkan dan menjadi dasar evaluasi integritas.

3. Sabda Pandhita Ratu Tan Kena Wola-wali

Salah satu ciri kearifan yang berasal dari Keraton adalah sabda

pandhita ratu tan kena wola-wali (seorang pemimpin harus memiliki

komitmen) bermakna bahwa apa yang sudah dikatakannya harus

dilakukan. Perkataannya tidak berubah-ubah, plin-plan, tidak jelas,

apalagi dusta.

4. Keutamaan Integritas

Seorang pemimpin harus memiliki integritas yang sangat

tinggi. Dalam serat Nitipraja dikatakan bahwa: lamun sira tinitah

nrepati, wonten ta kecaping nitipraja, nista madya utamane, nista reke

jentan wruh, ing durgama mungsuhe prapti, katungkul ing pangulah,

dan-reksa ing ayun, ajrih kang kalungsura, jenengipun gara-gara

babo wani, asanggup ing ayunan (jika kamu ditakdirkan menjadi raja,

ada nasihat dalam Nitipraja, yang nista, sedang, dan utama. Nista jika

tidak paham, hingga musuh datang, terlalu bersuka ria, diselimuti oleh

nafsu, berjiwa penakut terhadap orang, namanya gara-gara itu,

dikuasai nafsu pribadi).

Sudah seharusnya jika di dalam pemerintahan tercipta

kewibawaan, dan bersih. Nilai-nilai kearifan lokal yang ditegakkan

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

dan yang benar-benar dipraktikkan akan membersihkan pemerintahan

dari segala praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

5. Pemimpin Harus Peka oleh Kritik

Dalam kearifan Jawa, seorang pemimpin tidak imun terhadap

kritik. Bahkan semakin tinggi level kepemimpinan seseorang maka

semakin tinggi kepekaannya terhadap kritik. Prinsip itu terlihat terlihat

dari ungkapan dupak bujang, esem bupati, sasmita narendra. Bujang

adalah buruh atau pelayan yang berperadaban rendah dan berpikiran

dangkal. Untuk menasehatinya, kita harus memberi teguran yang

keras, harfiah dan langsung. Pada level bupati, dia akan lebih peka,

hanya dengan senyuman (esem) ia sudah sadar diri dan menangkap

hal-hal yang bersifat simbolik (sasmita). Kepemimpinan yang terbuka

dan peka akan kritik semacam itu akan memberi kesempatan luas bagi

seluruh masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan bahkan kritik.

6. Pemimpin sebagai Kreator Budaya

Para pemimpin dituntut tidak hanya berbudaya tinggi, tetapi

juga menjadi para penggagas kebudayaan. Hal ini berarti pemimpin

harus kreatif, banyak ide dan inovatif.

7. Spiritual Quotient (SQ)

Seorang pemimpin Jawa adalah wakil Tuhan di muka bumi.

Oleh karena itulah Sultan mempunyai gelar Kalifatullah. Seorang yang

menjadi pemimpin harus mendapat visi dan karunia dari Tuhan,

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

disebut pulung, wahyu, atau ndaru (kedekatan seorang pemimpin

dengan Tuhan, dan memiliki kedalaman kehidupan rohani).

Spiritualitas yang dalam membawa mereka untuk bisa menghargai

pluralitas dan multikulturalitas, sehingga mereka dapat menjadi

pengayom bagi masyarakat yang jamak.

Sejarah munculnya kearifan lokal ini juga mengacu pada Tata

Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang kemudian juga

diterapkan di seluruh Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Di bidang birokrasi, nilai-nilai kearifan diaplikasikan kedalam watak

pemimpin sebagai representasi birokrasi. Berikut ini nilai-nilai kearifan

lokal yang diwujudkan dalam watak kepemimpinan:

1. Ajaran dari Ki Hajar Dewantara

a. Ing ngarsa sung tuladha

Ing ngarso itu didepan /dimuka, sun berasal dari kata ingsun

yang artinya saya, tuladha berarti tauladan. Jadi makna ing ngarso

sun tuladha adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu

memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Sehingga

yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.

b. Ing madya mangun karsa

Ing madya artinya di tengah-tengah, mangun berarti

membangkitan atau menggugah dan karso diartikan sebagai bentuk

kemauan atau niat. Dapat disimpulkan bahwa seseorang ditengah

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah

semangat. Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan

inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang

lebih kondusif untuk keamanan dan kenyamanan.

c. Tut wuri handayani

Tut wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani

berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Tut

wuri handayani mempunyai makna bahwa seseorang harus

memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.

2. Hamangku, Hamengku, Hamengkoni

a. Hamangku.

Mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam berbagai

aspek kehidupan dengan pengabdian tanpa pamrih. Membesarkan

hati, dengan lebih banyak memberi daripada menerima. Hakekat dari

berbudi bawaleksana itulah Hamangku diaktualisasikan.

b. Hamengku.

Mengandung makna hangrengkuh atau ngemong,

melindungi dan mengayomi secara adil,tanpa membeda-bedakan

golongan, keyakinan, dan agama. Hamengku identik dengan hambeg

adil paramarta.

c. Hamengkoni.

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Mengandung makna keteladanan dan watak gung

binathara. Dalam situasi sulit, pemimpin adalah juga pengayom

yang berdiri paling depan, menjadi panutan dan tampil

mengambil tanggung jawab dengan segala resikonya.

Apabila sifat kepemimpinan ini dilandasi dengan falsafah Sawiji,

Greget, Sengguh, Ora Mingkuh dan dijiwai dengan idealisme yang kuat,

komitmen yang tinggi, integritas moral, serta nurani yang bersih disertai

dengan semangat Golong-Gilig, maka lengkaplah sebutan Wataking

Satriya Ngayogyakarta. Hal hal inilah salah satu faktor hal mendasari

prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan di kabupaten/kota.

Dalam rangka menerapkan asas umum pemerintahan negara yang

baik yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, norma hukum,

serta untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas

dari kolusi, korupsi, dan nepotisme diperlukan budaya pemerintahan.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak sekali nilai-nilai kearifan

lokal yang sifatnya luhur, akan tetapi nilai-nilai kearifan lokal yang paling

menonjol dan mumpuni untuk dikembangkan dalam prinsip-prinsip umum

tata kelola pemerintahan yang baik, yakni nilai filosofi Hamemayu

Hayuning Bawana, semangat Golong Gilig, dan Sawiji Greget Sengguh

Ora Mingkuh. Kekhasan budaya yang telah disebutkan di atas perlu

dimiliki oleh setiap aparatur di Daerah Istimewa Yogyakarta, oleh karena

itu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan Peraturan

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Gubernur Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di Daerah

Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Gubernur

Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan di Daerah Istimewa

Yogyakarta, ruang lingkup dari Peraturan Gubernur ini adalah aparatur

pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang ada di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Kabupaten Sleman sebagai bagian dari Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta juga melaksanakan budaya pemerintahan tersebut.

Budaya organisasi merupakan tata nilai dan kerangka kerja yang

menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari, pedoman dalam membuat

keputusan, serta mengarahkan tindakan anggota organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi yang ideal harus sejalan

dengan tindakan-tindakan organisasi, mulai dari kepemimpinan,

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian hingga

pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas. Keberhasilan sebuah

organisasi dalam mencapai visi dan misinya salah satunya sangat

ditentukan oleh kuat lemahnya budaya organisasi yang dimiliki dan

dilakukan oleh organisasi tersebut.

Filosofi yang mendasari pembangunan daerah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-

cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta

berdasarkan nilai budaya. Hakikat budaya adalah hasil cipta, karsa, dan

rasa yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah.

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Demikian pula budaya Jawa yang diyakini oleh masyarakat Yogyakarta

sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat, baik ke dalam

maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk

mewujudkan masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata,

tentrem, karta raharja. Dengan perkataan lain bahwa budaya tersebut

akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan

kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.

Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna sebagai

kewajiban melindungi, memelihara serta membina keselamatan dunia dan

lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi

ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh peri kehidupan

baik dalam skala kecil (keluarga), ataupun masyarakat dan lingkungan

hidupnya, dengan mengutamakan darma bakti untuk kehidupan orang

banyak, tidak mementingkan diri sendiri. Deferensiasi atau turunan dari

filosofi Hamemayu Hayuning Bawana dalam konteks aparatur dapat

dijabarkan menjadi tiga aspek. Pertama, Rahayuning Bawana Kapurba

Waskithaning Manungsa (kelestarian dan keselamatan dunia ditentukan

oleh kebijaksanaan manusia). Kedua, Darmaning Satriya Mahanani

Rahayuning Nagara (pengabdian ksatriamenyebabkan kesejahteraan dan

ketentraman negara). Ketiga, Rahayuning Manungsa Dumadi Karana

Kamanungsane (kesejahteraan dan ketentraman manusia terjadi karena

kemanusiaannya).

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Menurut Yuwono Sri Suwito, dalam makalahnya yang berjudul

Substansi Keistimewaan Yogyakarta dalam Kebudayaan dan

Kepariwisataan, meskipun filosofi Hamemayu Hayuning Bawana adalah

filosofi yang sudah ada sebelum jaman kerajaan Mataram Ngayogyakarta

Hadiningrat, namun falsafah Hamemayu Hayuning Bawana merupakan

buah Budaya Ide Sri Sultan Hamengku Buwono I di dalam mengemban

tugas dan menggerakkan jiwa untuk menuju cita-cita yang diidamkan

(vision).

Saat ini dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-

cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat

Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan

dikembangkan. Secara harfiah arti hamemayu hayuning bawana adalah

membuat dunia menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat atau lestari).

Makna yang lebih dalam dari ungkapan ini adalah sikap dan perilaku

manusia yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian, dan

keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan

manusia dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan

hidup dan kehidupannya. Muara dari sikap hamemayu hayuning bawana

ini akan terwujudnya negara yang panjang, punjung, gemah ripah loh

jinawi, karta tur raharja.

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Terwujudnya negara tersebut tidak terlepas dari pembangunan

yang disertai dengan pencagaran (conservation) pusaka alam dan budaya,

baik fisik maupun non fisik. Ini berarti, apabila dalam proses

pembangunan terjadi konflik antara budaya dan ekonomi, maka budayalah

yang didahulukan dan dimenangkan, bukan sebaliknya. Tujuannya bukan

menghambat pembangunan ekonomi, melainkan justru untuk memberi

landasan yang kuat bagi pembangunan ekonomi, melainkan justru untuk

memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan.

Budaya Pemerintahan SATRIYA merupakan nilai-nilai yang

terkandung di dalam filsofi Hamemayu Hayuning Bawana. SATRIYA

memiliki dua makna. Pertama, SATRIYA dimaknai sebagai watak ksatria.

Watak ksatria adalah sikap memegang teguh ajaran moral: sawiji, greget,

sengguh, ora mingkuh (konsentrasi, semangat, percaya diri dengan rendah

hati, dan bertanggung jawab). Semangat yang dimaksud adalah golong

gilig yang artinya semangat persatuan kesatuan antara manusia dengan

Tuhannya dan sesama manusia. Sifat atau watak inilah yang harus

menjiwai seorang aparatur dalam menjalankan tugasnya. Makna kedua,

SATRIYA sebagai singkatan dari: Selaras, Akal budi Luhur-jatidiri,

Teladan-keteladanan, Rela Melayani, Inovatif, Yakin dan percaya diri, dan

Ahli-profesional.

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Masing-masing merupakan butir-butir dari falsafah Hamemayu

Hayuning Bawana yang memiliki makna dan pengertian luhur, akan tetapi

Budaya Pemerintahan Satriya yang berisi nilai-nilai yang luhur tersebut

nyatanya belum menjadi pokok perhatian Pemerintah Kabupaten Sleman.

Pemerintah Kabupaten Sleman belum mengeluarkan produk-produk

hukum yang ada kaitannya langsung dengan Budaya Pemerintahan

Satriya. Nilai-nilai luhur dari Hamemayu Hayuning Bawana selanjutnya

dijabarkan dalam indikator-indikator perilaku sebagaimana uraian berikut.

1. Selaras artinya dalam kehidupan selalu menjaga kelestarian dan

keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, alam dan sesama

manusia. Kata kuncinya adalah selaras. Indikator perilaku :

a. Taqwa, taat dan patuh pada nilai-nilai ajaran agama;

b. Mencintai lingkungan hidup dengan peduli dan menjaga

lingkungan alam sekitar;

c. Memelihara kebersihan dan keindahan lingkungan kerja dan

lingkungan hidup;

d. Menjaga hubungan yang harmonis dengan keluarga, rekan kerja

dan masyarakat.

2. Akal budi luhur-jatidiri artinya keluhuran jatidiri seseorang merupakan

pengejawantahan perikemanusiaannya. Kata kuncinya adalah budi

luhur. Indikator perilaku:

a. Sadar akan rasa benar dan salah;

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

b. Menjunjung tinggi integritas (jujur dan dapat dipercaya);

c. Taat terhadap norma agama dan hukum;

d. Menjunjung tinggi etika;

e. Berkomunikasi dengan santun dan bersedia menerima masukan;

f. Adaptif terhadap perubahan.

3. Teladan–keteladanan artinya dapat dijadikan anutan/sebagai

teladan/contoh oleh lingkungannya. Kata kuncinya adalah

keteladanan. Indikator perilaku:

a. Menjadi teladan dalam perilaku;

b. Menjalankan perannya secara adil dan arif bijaksana;

c. Menjadi pendorong kemajuan.

4. Rela Melayani artinya memberikan pelayanan yang lebih dari yang

diharapkan masyarakat. Kata kuncinya adalah kepuasan masyarakat.

Indikator perilaku:

a. Menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi

atau kelompok;

b. Mengantisipasi kebutuhan masyarakat;

c. Membangun kerjasama yang produktif.

1. Inovatif artinya selalu melakukan pembaharuan yang bersifat positif

ke arah kemajuan individu dan kelompok. Kata kuncinya adalah

pembaharuan. Indikator perilaku:

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

a. Berkemauan keras untuk mencari dan menciptakan sesuatu yang

baru menuju kemajuan;

b. Senantiasa belajar, baik secara individual maupun berkelompok

untuk memperoleh materi pembaharuan;

c. Tidak bersikap egois dan tetap menjunjung tinggi etika.

2. Yakin dan percaya diri artinya dalam melaksanakan tugas selalu

didasari atas keyakinan dan penuh percaya diri bahwa apa yang

dilaksanakan akan membawa kemajuan dan manfaat baik ke intern

maupun ke ekstern. Kata Kuncinya adalah kemajuan dan manfaat.

Indikator perilaku:

a. Selalu mengasah ketajaman rasa untuk memilih dan memilah jenis

tugas dan pekerjaan yang diyakini akan membawa manfaat dan

kemajuan yang positif;

b. Menjunjung tinggi azas kejujuran sebagai modal utama keyakinan

dan percaya diri dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan;

c. Memegang teguh ajaran falsafah : sawiji, greget, sengguh, ora

mingkuh (konsentrasi, semangat, percaya diri dengan rendah hati,

dan bertanggung jawab).

3. Ahli–profesional artinya mempunyai kompetensi, komitmen dan

prestasi pada pekerjaanya. Kata kuncinya adalah kompetensi,

komitmen dan prestasi. Indikator perilaku:

a. Bertanggung jawab terhadap pekerjaannya;

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

b. Mempunyai komitmen yang tinggi dalam melakukan

pekerjaannya;

c. Dengan keahlian dan kecerdasan yang dimiliki selalu ingin

mencapai yang terbaik;

d. Disiplin yang didasari ketulusan dan keikhlasan;

e. Cermat, tepat dan cepat;

f. Bertindak secara efektif dan efisien;

g. Mempunyai kreativitas dalam bekerja;

h. Bekerja mandiri dalam kebersamaan;

Berfikir jauh ke depan dengan melihat peluang inovasi.

3. Faktor pendukung dan Faktor Penghambat dalam Implementasi Nilai-

nilai Kearifan Lokal dalam Produk-produk Hukum Daerah di Daerah

Istimewa Yogyakarta

1. Faktor Pendorong dalam Implementasi Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam

Produk-produk Hukum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa faktor yang

mendukung dari implementasi nilai-nilai kearifan lokal ke dalam produk-

produk hukum di Daerah Istimewa Yogyakarta yakni, nilai-nilai kearifan

lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan karakter dan sifat

masyarakat khususnya di Kabupaten Sleman. Pemerintah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta telah menuangkan nilai-nilai kearifan lokal yang ada

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

tumbuh dan berkembang di masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta

dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4

Tahun 2011 Tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta.

Dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta

dilatarbelakangi oleh beberapa hal yakni:

1. Dalam memahami aktivitas manusia sebagai makhluk sosio-kultural

diperlukan pemahaman sistem atau konfigurasi nilai-nilai yang

melandasi cara berpikir, cara berekspresi, cara berperilaku, dan hasil

tindakan manusia yang pada dasarnya bukan hanya sekadar reaksi

spontan atas situasi objektif yang menggejala di sekitarnya, melainkan

jauh lebih dalam dikerangkai oleh suatu sistem atau tata nilai tertentu

yang berlaku dalam suatu kebudayaan;

2. Manusia pada hakikatnya bukan hanya produk kebudayaan, tetapi juga

pencipta kebudayaan yang dapat merancang suatu strategi kebudayaan

bagi masa depannya, menuju kehidupan bersama yang lebih

berkeadaban;

3. Tata Nilai Budaya Yogyakarta merupakan kekayaan daerah tidak

berwujud (intangible) yang tak ternilai sehingga perlu dilestarikan,

dikembangkan, dan dilindungi dengan peraturan daerah;

4. Proses globalisasi dapat mengakibatkan pergeseran tata nilai budaya,

tidak terkecuali Tata Nilai Budaya Yogyakarta;

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

5. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

memberi jaminan serta amanat kepada setiap orang untuk menjaga,

melestarikan serta mengimplementasikan tata nilai budaya lokal yang

tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Tata Nilai Budaya

Yogyakarta maka diharapkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta

dapat melestarikan nilai-nilai budaya Jawa dalam setiap aspek kehidupan

bermasyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Daerah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Tata Nilai

Budaya Yogyakarta, Tata Nilai Budaya Yogyakarta bertujuan untuk:

a. pedoman pelaksana bagi setiap warga masyarakat dalam bertingkah

laku dan dalam melaksanakan pembangunan di daerah;

b. pedoman pelaksana bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

dalam melaksanakan pembangunan di daerah; dan

c. acuan pembentukan produk hukum daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan Daerah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011, Tata Nilai Budaya

Yogyakarta meliputi:

1. Tata Nilai Religio-Spriritual

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Agar dalam hidupnya manusia banyak mendapatkan

keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan dijauhkan dari

malapetaka (rahayu ingkang sami pinanggih, widada nir ing

sambikala), maka manusia harus senantiasa mendekatkan diri kepada

Tuhan. Mendekatkan diri kepada Tuhan dengan benar hendaklah

dimulai dengan membersihkan diri dari perbuatan tercela lima M (ma-

lima), yakni membunuh (mateni), mencuri (maling), berjudi (main),

berzina (madon), menghisap candu atau narkoba jenis apa pun dan

meminum minuman keras yang dapat mengakibatkan lupa diri (madat;

mendem; mabuk).

2. Tata Nilai Moral

Artinya, menjaga kebaikan, keindahan, dan kelestarian dunia

harus dimulai dari diri manusia sendiri dengan menjaga kebenaran

pemikiran dan ucapan, kebaikan perilaku, keharmonisan dan

keindahan tatanan pergaulan hidup, baik dengan sesama manusia,

dengan alam semesta, maupun terutama dengan Tuhan. Kebenaran

pemikiran dan ucapan membuahkan kejujuran, dan kejujuran

membuahkan kebaikan.

3. Tata Nilai Kemasyarakatan

Artinya, masyarakat (bebrayan agung) dipahami sebagai suatu

keluarga tetapi keluarga yang besar. Landasan utama suatu keluarga

ialah kasih sayang (sih kinasihan; asih ing sesami) di antara para

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

anggotanya. Hidup bermasyarakat haruslah dilandasi oleh kasih

sayang dengan mewujudkan dan senantiasa menjaga kerukunan.

Kerukunan merupakan tiang utama kehidupan kemasyarakatan, karena

kerukunan memberikan kekuatan, sedangkan pertikaian mendatangkan

kehancuran (rukun agawé santosa, crah agawé bubrah). Apabila

timbul persoalan di antara anggota masyarakat, maka harus

diselesaikan sebaik-baiknya dengan bermusyawarah secara

kekeluargaan (ana rembug ya dirembug), karena masyarakat itu

sejatinya merupakan suatu keluarga besar.

4. Tata Nilai Adat dan Tradisi

Adat berarti sesuatu yang dikenal, diketahui, dan diulang-ulang

sehingga menjadi kebiasaan dalam kehidupan komunitas atau

masyarakat tertentu. Adat berupa nilai-nilai yang dikemas dalam

norma-norma tertentu. Adat yang melembaga dan dijalankan terus-

menerus secara turun-temurun disebut tradisi. Dengan kata lain, tradisi

merupakan pemberlangsungan adat secara terus-menerus, turun-

temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Adat yang

diekspresikan dalam kehidupan kongkrit sehari-hari disebut “cara

hidup” yang bagi penganutnya dianggap biasa, wajar, lazim, dan sudah

semestinya. Sedangkan pengekspresian suatu adat yang dilaksanakan

secara resmi dan melibatkan banyak orang biasanya disebut “upacara”.

Upacara merupakan media atau wahana bagi ekspresi suatu adat.

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Dengan upacara, adat yang bermuatan nilai dan norma tertentu yang

bersifat abstrak itu kemudian “diikrarkan”, dinyatakan, diwujudkan.

5. Tata Nilai Pendidikan dan Pengetahuan

Pendidikan merupakan proses pembudayaan manusia yang

bertujuan untuk menumbuhkan, mengelola, dan meningkatkan kualitas

kecerdasan kehidupannya, baik kecerdasan kejiwaan yang meliputi

religio-spiritualitas (takwa), moralitas (karsa), emosionalitas (rasa),

dan intelektualitasnya (cipta), maupun kesehatan dan pengembangan

raganya. Pengetahuan merupakan daur proses dan hasil pengenalan

secara akumulatif dan terus-menerus yang dilakukan manusia terhadap

diri sendiri dan apa saja di luar dirinya, baik mengenai benda-benda

tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan, sesama manusia, maupun hal-

hal yang bersifat adi-duniawi (supranatural).

Dalam konteks hidup bersama dan konteks kesejarahan,

pengetahuan sebagai hasil pengenalan manusia secara kolektif

dipraktekkan, dipertukarkan, diajarkan, dihimpun, dikoreksi,

dikembangkan, dan diwariskan dari zaman ke zaman. Pengetahuan

merupakan sarana yang penting bagi manusia dalam rangka

menunaikan tugas mulianya, yakni mengusahakan dan menjaga

kebenaran, kebaikan, keindahan, keselamatan, dan kelestarian dunia

(hamemayu hayuning bawana).

6. Tata Nilai Teknologi

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Dalam sejarah peradaban yang panjang, budaya Jawa

Yogyakarta telah memiliki begitu banyak dan beragam kecakapan dan

ketrampilan teknologis. Kecakapan dan ketrampilan teknologis yang

berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya alam, meliputi kegiatan

pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, pemukiman, dan

pengelolaan lingkungan hidup, telah dipraktekkan dengan prinsip

keselarasan, serasian, dan keseimbangan antara ekploitasi dan

konservasi, antara pemenuhan kebutuhan masa kini dan

keberlanjutannya bagi masa depan (lumintu; sustainable), jangan

sampai terjadi keserakahan eksploitasi secara berlebihan (angkara

murka) sehingga dapat mengguncangkan dan merusak harmoni alam.

Kelestarian alam amat ditentukan oleh kecakapan dan kebijaksanaan

manusia (rahayuning bawana kapurba waskithaning manungsa).

Kecakapan dan ketrampilan teknologis yang berkenaan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya manusia dipraktekkan

dengan dilandasi oleh prinsip kemanusiaan.

7. Tata Nilai Penataan Ruang dan Arsitektur

Secara historis dan filosofis, nilai-nilai dasar penataan ruang

Yogyakarta telah diletakkan dan disusun oleh Sultan Hamengku

Buwono I dan dilanjutkan oleh para penerusnya. Pemilihan lokasi

topografis keraton (baik sebagai pusat spiritual, kekuasaan, maupun

budaya), penentuan wujud dan penamaan sosok bangunan hingga

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

detail ornamen dan pewarnaannya, tata letak dan tata rakit bangunan,

penentuan dan penamaan ruang terbuka, pembuatan dan penamaan

jalan, bahkan hingga penentuan jenis dan nama tanaman, kesemuanya

itu secara simbolis-filosofis melambangkan nilai-nilai perjalanan

hidup manusia dan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan,

manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam.

Perjalanan hidup manusia dilambangkan dalam tata rakit

bangunan dan tanaman dalam alur garis simbolis-filosofis dari

Panggung Krapyak ke utara hingga Kompleks Kraton sektor selatan.

Lambang itu menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak lahir

dari rahim ibunya (Panggung Krapyak sebagai lambang “Yoni”,

representasi gender perempuan) dan benih manusia (wiji;

dilambangkan dengan nama Kampung Mijen di sebelah utara

Panggung Krapyak), kemudian memasuki masa remaja (enom; sinom;

dilambangkan dengan pucuk daun asam jawa) yang senantiasa

menyenangkan hati (nyengsemaken; dilambangkan dengan jajaran

tanaman pohon asam jawa) dan penuh sanjungan (dilambangkan

dengan jajaran tanaman pohon tanjung). Setelah melewati masa

remaja, manusia memasuki kedewasaan yang ditandai dengan akil

baligh (dilambangkan dengan tanaman pohon pakel) dan keberanian

(wani; dilambangkan dengan tanaman pohon kweni) untuk meraih

peluang dan menjangkau jauh ke masa depan, melesat laksana anak

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

panah yang lepas dari busurnya (dilambangkan dengan tanaman ringin

kurung di Alun-Alun Kidul yang dikelilingi pagar berbentuk busur).

Setelah melewati masa remaja dan memasuki kedewasaan,

sampailah kehidupan manusia pada tahap saling menyukai lawan

jenis, yang kemudian dilanjutkan ke jenjang perkawinan. Konsekuensi

perkawinan ialah bercampurnya “darah” lelaki (dilambangkan dengan

tanaman pohon mangga cempora yang berbunga putih di Sitihinggil

Kidul) dan “darah” perempuan (dilambangkan dengan tanaman soka

yang berbunga merah). Percampuran darah lelaki dan perempuan itu

dilandasi kemauan bersama (gelem; dilambangkan dengan pohon

pelem atau mangga di halaman Kamandhungan Kidul). Dengan

didasari kemauan dan cinta kasih di antara keduanya (kaderesan sihing

sesama; dilambangkan dengan tanaman jambu dersana), sehingga

menggumpallah kedua unsur itu (kempel; dilambangkan dengan

tanaman pohon kepel) menjadi bakal bayi (embrio). Bayi itu kelak

akan lahir sebagai calon (magang; dilambangkan dengan

Kemagangan) manusia dewasa.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pada akhirnya manusia juga

akan kembali kepada penciptanya. Garis simbolis-filosofis dari Tugu

Golong-Gilig atau Tugu Pal Putih hingga Kraton melambangkan

perjalanan manusia menghadap Sang Khalik. Dalam menempuh

perjalanan kembali kepada Sang Khalik, manusia harus memulainya

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

dengan tekad bulat menyatukan (golong-gilig; dilambangkan dengan

Tugu Golong-Gilig) segenap kemampuan cipta, rasa, dan karsa untuk

menyucikan hati (dilambangkan dengan cat warna putih pada Tugu

Golong-Gilig tersebut sehingga tugu itu sering juga disebut sebagai

Tugu Pal Putih). Tekad menyucikan diri itu harus melalui jalan

keutamaan (dilambangkan dengan Margatama, nama jalan dari tugu ke

selatan sampai kawasan Stasiun Kereta Api Tugu; sekarang bernama

Jalan Pangeran Mangkubumi) dengan berbekal penerangan (obor;

dilambangkan dengan nama jalan Malioboro) berupa ajaran para wali,

lalu ditempuhlah jalan kemuliaan (mulya; dilambangkan dengan

Margamulya, dahulu nama jalan yang menghubungkan Malioboro

dengan Alun-Alun Utara). Dalam menempuh perjalanan itu,

diharapkan manusia dapat melewatinya dengan perasaan senang

(sengsem; dilambangkan dengan tanaman wit asem atau pohon asam

jawa) dan teduh hatinya (ayom; dilambangkan dengan tanaman pohon

gayam yang dahulu ditanam di sepanjang jalan Margatama - Maliabara

- Margamulya).

Kemuliaan itu harus dimantabkan dengan pengusiran segenap

hawa nafsu dan perangai buruk (urakan; dilambangkan dengan

Pangurakan). Memang tidak mudah jalan menuju Sang Khalik,

laksana mengarungi samudera dengan deburan ombak yang dahsyat

(alun; dilambangkan dengan Alun-Alun Lor). Setelah perjalanan hidup

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

berakhir, manusia tidak serta merta langsung dapat bertemu dengan

Sang Khalik, melainkan harus dengan sabar menanti (nganti-anti;

dilambangkan dengan bangunan Bangsal Sri Manganti) di alam kubur

menunggu giliran untuk ditimbang atau diteraju terlebih dahulu amal

baik dan buruknya (ditraju; dilambangkan dengan bangunan Bangsal

Trajumas) selama menjalani hidup di dunia, untuk kemudian

memasuki kehidupan kekal di alam kelanggengan (dilambangkan

dengan lampu Kyai Wiji yang berada di Gedhong Prabayaksa, lampu

yang senantiasa hidup sejak pemerintahan Sultan Hamengku Bowono

I hingga sekarang). Dengan demikian, tata rakit bangunan, jalan,

beserta tanaman dari Panggung Krapyak ke Kraton melambangkan

asal mula dan tahap-tahap kehidupan manusia, sedangkan tata rakit

dari Tugu Pal Putih atau Tugu Golong-Gilig ke Kraton melambangkan

jalan dan tahap-tahap kembalinya manusia kepada Sang Khalik

(sangkan paraning dumadi).

Nilai-nilai yang dipesankan secara simbolik dalam seluruh tata

rakit keruangan yang telah dirintis Sultan Hamengku Buwono I dan

para penerusnya itu pada dasarnya, pertama, mengingatkan manusia

agar senantiasa sadar diri (éling) tentang asal-muasal kehidupannya

dan tempat kembalinya kelak (Sang Khalik). Kedua, nilai penting

yang dipesankan dari perlambangan tata rakit keruangan Yogyakarta

ialah terlaksananya hubungan antarmanusia secara wajar dan

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

harmonis. Ketiga, nilai-nilai hubungan yang sinergis-harmonis antara

manusia dan alam. Dengan perkataan lain, penataan atau tata rakit

keruangan harus menjunjung tinggi nilai-nilai ekologis dan mematuhi

norma-normanya.

8. Tata Nilai Mata Pencaharian

Artinya, meskipun hidup di dunia hanya sementara, tetapi

tugas mulia yang harus ditunaikan manusia ialah bersungguh-sungguh

berusaha keras secara terus-menerus (sepi ing pamrih ramé ing gawé)

mengusahakan dan menjaga kebenaran, kebaikan, keindahan,

keselamatan, dan kelestarian dunia (hamemayu hayuning bawana).

Wujud nyata tugas mulia itu dilakukan manusia dengan bekerja. Orang

tidak boleh berpangku tangan saja tanpa bekerja (lungguh jégang sila

tumpang), dengan mengharap rejeki seakan-akan bakal jatuh dengan

sendirinya dari langit (thenguk-thenguk nemu kethuk; ngentèni endogé

blorok).

9. Tata Nilai Kesenian

Terdapat beraneka ragam kesenian yang tergelar di tengah-

tengah masyarakat Yogyakarta. Secara garis besar, kesenian itu dapat

digolongkan menjadi empat golongan, yakni (1) seni rupa, (2) seni

pertunjukan, (3) seni sastra, dan (4) seni multimedia. Secara garis

besar, kelompok seni rupa mencakup (a) seni kriya, (b) seni lukis, dan

(c) seni patung. Sedangkan seni pertunjukan mencakup (a) seni musik,

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

(b) seni tari, dan (c) seni teater/drama; baik seni musik tradisional

maupun modern, seni tari tradisional maupun modern, dan seni

teater/drama tradisional maupun modern. Kesenian juga berfungsi

sebagai ekspresi simbolik kehidupan manusia: siklus hidupnya,

kegembiraannya, kesedihannya, penjelajahan baik lahir maupun

batinnya, kegelisahannya, kecemasannya, dan juga pengharapannya.

Di samping sebagai media komunikasi dan ekspresi simbolik,

kesenian juga menjadi sarana hiburan dan sekaligus media edukasi

(tontonan lan tuntunan).

10. Tata Nilai Bahasa

Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah Yogyakarta yang masih

dipergunakan dalam keseharian masyarakat Yogyakarta, di samping

bahasa Indonesia dan bahasa asing. Sebagai “arsip kebudayaan”,

Bahasa Jawa memuat begitu banyak kearifan yang telah diciptakan

dan dipraktekkan oleh komunitas Jawa dalam sepanjang sejarahnya.

Sebagai sarana komunikasi, Bahasa Jawa menunjukkan dan sekaligus

mengatur hubungan antarmanusia, baik strata usia, strata sosial,

hubungan kekerabatan, maupun konteks komunikasinya. Oleh sebab

itu, dalam Bahasa Jawa dikenal tingkatan-tingkatan berbahasa dalam

berkomunikasi (unggah ungguhing basa) sesuai posisi masing-masing

pihak dalam tata komunikasi, agar harmoni pergaulan sosial tetap

terjaga dengan baik.

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

11. Tata Nilai Benda Cagar Budaya

Wujud fisik kebudayaan (budaya material) sebagai hasil

aktualisasi kemampuan cipta, karsa, dan rasa masyarakat Yogyakarta

yang kasat mata (tangible) merepresentasikan tahap-tahap peradaban

beserta ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Dari segi

bentangan waktu kronometris (temporal), peninggalan benda-benda

budaya di Yogyakarta menunjukkan jejak-jejak peradaban prasejarah,

Hindu-Buddha, Islam, Kolonial, hingga zaman modern. Dari segi

keruangan (spacial), benda-benda budaya bersejarah itu tersebar mulai

dari pegunungan, daratan, hingga pesisir laut selatan. Dari segi bentuk

(formal), benda-benda budaya yang ditemukan menunjukkan

bermacam-ragam varian dan tingkat-tingkat kemajuan teknologi

zaman pembuatan benda-benda itu mulai dari peralatan sederhana

yang dipergunakan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup hingga

bangunan-bangunan megah baik sebagai tempat pemujaan maupun

tempat kebesaran pusat pemerintahan.

Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang berbudaya

wajib dan harus berusaha keras agar setiap benda budaya bersejarah

dan kawasan situs yang melingkupinya senantiasa dijaga, dilestarikan,

dan dilindungi sebagai benda cagar budaya dan kawasan cagar budaya.

12. Tata Nilai Kepemimpinan dan Pemerintahan

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Dalam hidup bersama, sekumpulan manusia membutuhkan

pemimpin. Seorang pemimpin dituntut memiliki kelebihan dibanding

yang dipimpin baik dalam hal pengetahuan, keberanian, maupun

kearifan. Seorang pemimpin harus berani tampil di depan memberi

teladan bagi yang dipimpin (ing ngarsa sung tuladha), seorang

pemimpin harus mampu menggugah semangat atau memotivasi yang

dipimpin (ing madya mangun karsa) agar lebih giat dalam perjuangan

hidup, dan memberi dorongan, kekuatan, dan perlindungan (ing

wuntat tut wuri handayani) agar yang dipimpin kian percaya diri dan

senantiasa memperoleh kemajuan dalam menapaki kehidupan.

Menurut Yasadipura I (1729-1803 M) dari keraton Surakarta,

Hastha Brata adalah delapan prinsip kepemimpinan sosial yang meniru

filosofi/sifat alam, yaitu:

(1) Mahambeg Mring Kismo (meniru sifat bumi). Seperti halnya bumi,

seorang pemimpin berusaha untuk setiap saat menjadi sumber

kebutuhan hidup bagi siapa pun.

(2) Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air). Seperti sifat air,

mengalir dari tinggi ke tempat yang lebih rendah dan sejuk/dingin.

Seorang pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyat sehingga

bisa mengetahui kebutuhan riil rakyatnya.

(3) Mahambeg Mring Samirono (meniru sifat angin). Seperti halnya

sifat angin, dia ada di mana saja/tak mengenal tempat dan adil

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

kepada siapa pun. Seorang pemimpin harus berada di semua

strata/lapisan masyarakatnya dan bersikap adil, tak pernah

diskriminatif (membeda-bedakan).

(4) Mahambeg Mring Condro (meniru sifat bulan). Seperti sifat bulan,

yang terang dan sejuk. Seorang pemimpin mampu menawan hati

rakyatnya dengan sikap keseharian yang tegas/jelas dan

keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik.

(5) Mahambeg Mring Suryo (meniru sifat matahari). Seperti sifat

matahari yang memberi sinar kehidupan yang dibutuhkan oleh

seluruh jagat. Energi positif seorang pemimpin dapat memberi

petunjuk/jalan/arah dan solusi atas masalah yang dihadapi

rakyatnya.

(6) Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat laut/samudra). Seperti

sifat lautan, luas tak bertepi, setiap hari menampung apa saja (air

dan sampah) dari segala penjuru, dan membersihkan segala

kotoran yang dibuang ke pinggir pantai.

(7) Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung). Seperti sifat

gunung, yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus memiliki

keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah

untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya.

(8) Mahambeg Mring Dahono (meniru sifat api). Seperti sifat api,

energi positif seorang pemimpin diharapkan mampu

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

menghangatkan hati dan membakar semangat rakyatnya mengarah

kepada kebaikan, memerangi kejahatan, dan memberikan

perlindungan kepada rakyatnya.

Kedelapan watak dan kecakapan tersebut amat penting bagi

pemimpin yang berjiwa kesatriya sebagai sarana untuk

mendharmabaktikan dirinya kepada negara dan rakyat, karena dharma

bakti pemimpin yang benar akan menjamin kesejahteraan dan

keselamatan negara dan rakyatnya (darmaning satriya mahanani

rahayuning nagara).

13. Tata Nilai Kejuangan Dan Kebangsaan

Yogyakarta merupakan salah satu komponen yang amat

penting dalam sejarah Republik Indonesia. Semua itu dipersembahkan

tampa pamrih (sepi ing pamrih) demi tegaknya eksistensi Negara

Republik Indonesia. Semangat berani dan rela berkorban,

kesetiakawanan sosial (solidaritas; sabaya pati, sabaya mukti),

persatuan dan kekompakan (saiyek saéka praya) baik antarpemimpin,

antarrakyat, maupun antara rakyat dan pemimpin (manunggaling

kawula gusti), jiwa tanpa pamrih, cinta tanah air (patriotisme), rasa

kebangsaan (nasionalisme), dan kegigihan menjaga martabat bangsa

dan negara (sedumuk bathuk senyari bumi; dilabuhi pecahing jaja

wutahing ludira) merupakan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi

masyarakat Yogyakarta.

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

14. Tata Nilai Semangat Keyogyakartaan

Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai luhur (adiluhung)

sebagaimana diuraikan di atas, dan dalam rangka meraih cita-cita

mulia yakni menjaga kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kelestarian

dunia (hamemayu hayuning bawana), masyarakat Yogyakarta

memiliki nilai-nilai khas sebagai penciri khusus keyogyakartaan dan

dijadikan semangat dalam mengaktualisasikan nilai-nilai luhur itu.

Sebelum dituangkannya nilai-nilai kearifan lokal ke dalam

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun

2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta, Kabupaten Sleman telah

memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang juga dituangkan dalam Slogan

SLEMAN SEMBADA dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman

Nomor 4 Tahun 1992 tentang Slogan Pembangunan Daerah Terpadu

SLEMAN SEMBADA. SLEMAN SEMBADA dinilai sangat strategis

untuk digunakan sebagai Visi, Misi, Slogan Pembangunan dan prioritas

pembangunan pemerintahan.

Secara umum pengangkatan nilai-nilai kearifan lokal memang

senantiasa diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pemerintah yang

baik, karena kearifan lokal memiliki nilai-nilai yang adiluhung dan makna

filosofi yang tinggi. Nilai-nilai kearifan lokal yang luhur itu dapat

memberikan kontribusi dalam pemerintahan. Banyak nilai-nilai luhur yang

berasal dari luar, akan tetapi dipilih nilai-nilai yang tumbuh dan merasuk

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

dalam daerah emosional dari jiwa para individu yang menjadi warga

masyarakat, sehingga nilai-nilai kearifan lokal dalam suatu kebudayaan

tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu

singkat. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Sri Sultan

Hamengkubuwono X (2008: 27), dalam masyarakat modern sekarang ini

memang tengah dibutuhkan nilai-nilai lama kearifan lokal yang

diharapkan bisa memberi jawaban atas kebutuhan masa kini terutama

kepemimpinan yang pantas dijadikan suri tauladan.

Masyarakat di Kabupaten Sleman dan Kabupaten/Kota di Daerah

Istimewa Yogyakarta memiliki sosok suri tauladan yakni Sri Sultan

Hamengkubuwana X yang sampai saat ini menjabat sebagai Gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwana X memiliki

visi yakni bersatu dan merangkul aspirasi masyarakat untuk

mengembangkan Daerah Istimewa Yogyakarta demi kesejahteraan rakyat.

Sri Sultan Hamengku Buwana X bersikap netral, dan memang itulah yang

diharapkan oleh rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejak dinobatkan

sebagai Sultan pada 7 Maret 1989, masyarakat sangat berharap sebagai

panutan dan pengayom rakyat Sri Sultan Hamengku Buwana X bisa

berdiri di atas semua golongan. Harapan ini memahami makna Hamengku

Buwana, yang pada dasarnya menyandang tiga substansi yang bersumber

dari Hamangku, Hamengku dan Hamengkoni.

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Sri Sultan Hamengku Buwana X dinilai sangat demokratis dan

selalu mengakomodir bawahan disetiap jajaran pemerintahan. Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta tengah dijadikan percontohan bagi provinsi-

provinsi lain di Indonesia, agar setiap kepala daerah dapat meninggalkan

jubah partai politik setelah dilantik menjadi kepala daerah. Baik Gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta, maupun Bupati Kabupaten Sleman dapat

ditemui oleh semua lapisan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hal itu mencerminkan bahwa Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan

Bupati Kabupaten Sleman memiliki sifat yang mengayomi rakyatnya.

Dalam upaya melayani masyarakat, Pemerinah Kabupaten Sleman

selalu berusaha menciptakan suasana yang baik di dalam pemerintahan

yakni pamong praja. Pamong berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya

adalah among. Kata ini serupa dengan momong yang artinya mengasuh,

misalnya seperti kata mengemong seorang bayi atau anak berarti

mengasuh anak kecil. Sedangkan praja adalah pegawai pemerintahan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pamong Praja berarti Pegawai

Negeri yang mengurus pemerintahan Negara. Pegawai Pemerintah baik di

Provinsi maupun di Kabupaten Sleman dibekali dengan nilai-nilai karakter

melalui Budaya SATRIYA melalui diklat.

2. Faktor Penghambat dalam Implementasi Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam

Produk-produk Hukum Daerah di Kabupaten Sleman

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan

Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2008 tentang Budaya Pemerintahan

di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan alasan bahwa dengan adanya

nilai-nilai kearifan lokal yang luar biasa yang tumbuh dari masyarakat

Daerah Istimewa Yogyakarta. Nilai-nilai luhur tersebut diharapkan

mampu memberikan kontribusi di dalam pemerintahan, akan tetapi selama

6 (enam) tahun Peraturan Gubernur tersebut dijalankan, pejabat

pemerintahan baik di Pemerintah Provinsi maupun di Pemerintah

Kabupaten/Kota masih ada yang belum memahami dan melaksanakan

sepenuhnya kewajiban mereka sebagai pelayan masyarakat.

Sebagaimana hasil wawancara terhadap subjek penelitian,

diketahui bahwa dalam implementasi nilai-nilai kearifan lokal dalam

produk-produk hukum daerah selalu diupayakan oleh Pemerintah

Kabupaten Sleman akan tetapi implementasi dari nilai-nilai kearifan lokal

ke dalam produk-produk hukum di Kabupaten Sleman masih secara

implisit dan belum secara gamblang. Nilai-nilai kearifan lokal memang

tidak tersurat dalam pasal-pasal secara langsung, tetapi akan tersirat dalam

pasal-pasal setiap produk hukum yang ada di Kabupaten Sleman.

Walaupun nilai-nilai kearifan lokal berfungsi sebagai pedoman hidup

manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, nilai-nilai kearifan

lokal itu bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup yang sangat

luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata.

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Sebagai contoh dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah

Kabupaten Sleman Nomor 22 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Kerja Sama

Desa, Kerja sama desa dilakukan dengan prinsip efisiensi; efektivitas;

sinergi; saling menguntungkan; kesepakatan bersama; itikad baik;

mengutamakan kepentingan desa dan daerah; persamaan kedudukan;

transparansi; keadilan; dan kepastian hukum, di dalam pasal ini

menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai kearifan lokal yakni kebersamaan,

saling menghormati, dan integritas.

Selanjutnya melihat dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan

Bupati Sleman Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah, menyebutkan bahwa

Musyawarah Perencanaan Pembangunan desa merupakan wahana

partisipasi masyarakat di desa. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai-

nilai musyawarah mufakat dan kebersamaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Sleman

Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Rencana Kerja Pembangunan Daerah, menyebutkan bahwa peserta

musrenbang desa paling sedikit terdiri atas unsur Pemerintahan Desa,

Lembaga Kemasyarakat Desa, organisasi sosial atau organisasi

kemasyarakatan, tim penanggulangan kemiskinan desa, organisasi

keagamaan, tokoh masyarakat, organisasi/forum anak yang didampingi

aparat SKPD kecamatan, tokoh dan organisasi perempuan setempat.

Page 60: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …eprints.uny.ac.id/18546/7/BAB IV 10401244018.pdf · Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I ... lambang

Ketentuan pasal diatas menunjukkan nilai-nilai kearifan lokal yakni,

manunggaling kawula gusti, yakni menyatunya rakyat dengan pemerintah,

kebersamaan dan musyawarah mufakat.