BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil...

23
54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Peta Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian seperti pada gambar berikut ini Gambar 4.1 Peta Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Limboto 2. Keadaaan Geografis Kecamatan Limboto merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo, Kecamatan ini merupakan ibukota Kabupaten Gorontalo. Kecamatan terletak : 0,300 Lintang Utara, 1,00 Lintang Selatan, 121 0 Bujur Timur, 123,3 0 Bujur Barat.

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil...

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Peta Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian seperti pada gambar berikut ini

Gambar 4.1 Peta Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Limboto

2. Keadaaan Geografis

Kecamatan Limboto merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di

Kabupaten Gorontalo, Kecamatan ini merupakan ibukota Kabupaten Gorontalo.

Kecamatan terletak : 0,300 Lintang Utara, 1,00 Lintang Selatan, 1210

Bujur Timur,

123,30 Bujur Barat.

55

Kecamatan dengan luas wilayah 127,92 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten

Gorontalo Utara di sebelah utara, Kecamatan Telaga Biru di sebelah timur, Batudaa

di sebelah selatan serta Kecamatan Limboto Barat di sebelah barat.

Kecamatan Limboto terdiri dari 14 kelurahan yaitu : Tenilo, Bolihuangga,

Hunggaluwa, Kayubulan, Hepuhulawa, Dutulanaa, Hutuo, Bulota, Malahu, Biyonga,

Polohungo, Bongohulawa, Kayumerah dan Tilihuwa dengan ibukota Kecamatan

terletak di Kelurahan Kayubulan. Jumlah Lingkungan yang ada di Kecamatan

Limboto sebanyak 56 buah.

3. Keadaan Iklim

Kecamatan Limboto merupakan daerah tropis yang terdapat 2 musim yaitu

musim penghujan yang berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret dan

musim kemarau yang berlangsung dari bulan Juni sampai bulan September, iklim ini

bergantian dalam keadaan normal setiap 6 bulan. Suhu rata-rata 28o-32

o Celcius

dengan curah hujan rata-rata 128,75 mm dan rata-rata hari hujan 187 hari hujan per

tahun dan kelembaban rata-rata 70% - 90 %.

4. Kependudukan

Berdasarkan hasil verifikasi pendataan KK Miskin diperoleh jumlah penduduk

Kecamatan Limboto pada tahun 2010 sebanyak 45.252 jiwa, dengan jumlah KK

sebanyak 12.042 KK. Laki-laki : 22.284 ( 49.2 %) Perempuan : 22.968 (50.8 %).

Jumlah penduduk miskin berdasarkan data BPS sebanyak 14.198 Jiwa (31.3 %) .

Kepadatan penduduk Kecamatan Limboto 2009 sebesar 9.402 jiwa per km2.

Kelurahan yang paling padat penduduknya adalah Dutulanaa 1.893 jiwa/ km2,

56

sedangkan yang terendah adalah Malahu 45 jiwa /per km2 . Selain suku asli terdapat

suku lain yang yang telah lama menetap, diantaranya suku Jawa, Bugis, Bali,

Minahasa dan suku keturunan diantaranya Cina dan Arab.

Mata Pencaharian terperinci atas: 59% petani, nelayan, peternak ; 24 %

dibidang jasa ; 16,1 % pedagang ; 0,34 % industri dan 0.34 % lain-lain.

Kecamatan Limboto merupakan salah satu daerah adat yang memilki satu

kesatuan adat yang dikenal dengan “ Uduluwo Lou Limo Lo Pohalaa “dengan

falsafah ADAT bersendi SYARA, SYARA bersendi KITABULLAH.

Adapun kondisi kependudukan di wilayah Puskesmas Limboto seperti gambar

berikut ini.

Laki-laki/Male Perempuan/ Female

Gambar 4.2 Piramida Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Limboto

5. Sejarah Puskesmas Limboto

Sejak diberlakukannya otonomisasi daerah, pemerintah Kabupaten Gorontalo

memekarkan beberapa wilayahnya untuk mempermudah pelayanan dan pemerataan

57

pembangunan di Kabupaten Gorontalo, tidak terkecuali dengan wilayah Kecamatan

Limboto yang pada tahun 2004 dipecah dua menjadi Kecamatan Limboto dan

Limboto Barat, hal ini juga berpengaruh pada keberadaan puskesmas Limboto yang

waktu itu bertempat di Desa Yosonegoro yang pada saat pemekaran menjadi wilayah

kerja kecamatan Limboto Barat sehingga Puskesmas Limboto dipindahkan ke

Kelurahan Hepuhulawa.

Puskesmas Limboto merupakan puskesmas rawat jalan. Namun pada tahun

2007 puskesmas Limboto menjadi salah satu puskesmas medical center (non rawat

inap) yang diwajibkan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo menyelenggarakan

pelayanan kesehatan darurat 1x24 jam.

Tahun 2011 pemerintah Kabupaten Gorontalo mencanangkan sebagai tahun

layanan publik yang mengharuskan semua dinas instansi menyelenggarakan

kegiatannya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal yang ada. Berangkat dari itulah

Dinas Kesehatan kabupaten Gorontalo membagi puskesmas yang ada di Kabupaten

Gorontalo menjadi 3 tingkatan (stratafikasi puskesmas). Stratafikasi puskesmas ini

didasarkan pada potensi yang dimiliki puskesmas, baik sumber daya alam,

masyarakat, dan tenaga kesehatan yang dimilikinya dengan tujuan agar arah

kebijakan dan beban kerja program dapat lebih selektif mengikuti kemampuan

puskesmas tersebut sehingga pembangunan kesehatan dapat secara maksimal

dilakukan oleh puskemas yang ada di Kabupaten Gorontalo.

Adapun standar yang diberlakukan untuk ketiga strata puskesmas itu adalah:

1) Puskesmas Global:

58

a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100%

b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam

c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif

d. Desa siaga aktif 100%

e. Pelayanan Kesehatan penunjang diagnostik (Lab dasar) termasuk Penyakit

Tidak Menular

f. Melaksanakan program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)

g. Pelayanan Kesehatan sekolah berkala

h. Perawatan kesehatan di masyarakat (Perkesmas)

i. Pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut

j. Melaksanakan pelayananan obstetric neonates emergency dasar (PONED) dan

Therapeutic Food Center (TFC) untuk rawat inap

k. Melaksanakan Program Kesehatan Peduli Remaja dan Usila

l. Pelayanan UGD

m. Pelayanan kesehatan 1x24 jam

n. Dipimpin oleh dokter atau sarjana kesehatan (S2)

2) Puskesmas Pengembangan Medical Centre

a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100%

b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam

c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif

d. Desa siaga aktif secara bertahap

e. Pelayanan Kesehatan penunjang diagnostik (Lab dasar) yang bersifat program

59

f. Perawatan kesehatan di masyarakat (Perkesmas)

g. Upaya Pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut

h. Pelayanan Kesehatan sekolah

i. Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik wilayah

j. Pelayanan kesehatan sesuai jam kerja (08.00-14.00) kecuali hari Jumat sampai

jam 11.00, dan Pelayanan UGD 1x24 jam

k. Dipimpin oleh dokter atau sarjana kesehatan

3) Puskesmas Standar

a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar 100%

b. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB <24 jam

c. Melaksanakan klinik sanitasi aktif

d. Desa siaga aktif secara bertahap

e. Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik wilayah

f. Pelayanan kesehatan sesuai jam kerja (08.00-14.00) kecuali hari Jumat sampai

jam 11.00

Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja dan cakupan program puskesmas

Limboto selama ini, Dinas Kesehatan menilai Puskesmas Limboto layak masuk

dalam kategori Puskesmas Global, sehingga pada tanggal 22 Januari 2011

berdasarkan SK Bupati Gorontalo nomor 23/14/I/2011 tentang kualifikasi Pusat

Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Gorontalo, ditetapkanlah Puskesmas Limboto

bersama 4 Puskesmas lainnya yaitu Puskesmas Mongolato, Tibawa, Batudaa dan

Sidomulyo menjadi Puskesmas Global.

60

4) Kepala Puskesmas yang pernah Memimpin

Dari tahun 2004 sampai saat ini tercatan sudah ada 4 Kepala Puskesmas yang

pernah memimpin Puskesmas Limboto, yaitu:

a. dr. H. Farid Otoluwa tahun 2004-2006

b. dr. Janny Korah (alm) tahun 2006-2010 (Almarhum)

c. dr. H. Iwan K. Yusuf April 2010-Agustus 2010

d. dr.Hj. Andy Kurniati NauE, M.kes 2010 – sekarang

5) Sumber daya yang dimiliki

a. Sumber Daya Manusia Kesehatan

Puskesmas Global Limboto memiliki 68 orang staf yang terdistribusi menurut

status kepegawaian, yaitu 41 orang PNS atau 60%, PTT 2 orang (3%), magang 18

orang (27%) dan tenaga abdi 7 orang (10%).

Tabel 4.1 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Status Kepegawaian

Nomor Status Kepegawaian Jumlah Persentase

1 P N S 41 60

2 PTT 2 3

3 Magang 18 27

4 Abdi 7 10

Jumlah 68 100

Distribusi SDM Kesehatan menurut profesi pada Puskesmas Limboto

dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Profesi

No Ketenagaan Jumlah Persentase

1 Dokter Umum 4 6

2 Dokter Gigi 1 1

3 Penyuluh Kesehatan 2 3

4 Farmasi 1 1

61

5 Perawat 11 16

6 Perawat Gigi 1 1

7 Bidan 14 21

8 Sanitarian 3 4

9 Nutrition 4 6

10 Asisten Perawat 3 4

11 Pendamping Gizi 5 7

12 Pendamping Sanitasi 6 9

13 Pranata Komputer 3 4

14 Administrasi 5 7

15 Sopir 3 4

16 Cleaning Service 2 3

Jumlah 68 100

Data pada tabel 4.2 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan distribusi SDM

kesehatan menurut profesi di Puskesmas Limboto adalah profesi bidan sebanyak 14

orang atau 21%, sedangkan profesi yang paling sedikit adalah dokter gigi dan perawat

gigi sebanyak 1 orang atau 1%.

Distribusi SDM kesehatan menurut penyuluhan pada Puskesmas Limboto

dipaparkan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3 Distribusi SDM Kesehatan Menurut Pendidikan

Nomor Profesi Jumlah Persentase

1 Strata 2 4 6

2 Strata 1 16 24

3 Diploma 3 19 28

4 Diploma 1 9 13

5 S L T A 18 26

6 S L T P 1 1

7 S D 1 1

Jumlah 68 100

Data pada tabel 4.3 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan SDM kesehatan

menurut penyuluhan adalah pada tingkat penyuluhan Diploma I yaitu 19 orang atau

28% sedangkan tingkat penyuluhan SLTP dan SD masing-masing 1 orang atau 1%.

62

b. Sarana dan Prasarana

Puskesmas global Limboto memiliki 9 buah POSKESDES, 2 buah PUSTU,1

buah pusling dan 45 posyandu dan sarana penunjang diagnostic lainnya seperti:

1) Laboratorium :

a. Mikroskopik Elektrik : 1 unit

b. Fotometer : 1 unit

c. Centrifuse : 1 unit

d. Urinalisis : 1 unit

2) Elektrokardiografi (EKG) : 2 unit

3) Pengukur Indeks Massa Tubuh : 1 unit

4.1.2 Karakteristik Responden

1. Keadaan Responden Menurut Umur

Keadaan responden menurut umur seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4 Keadaan Responden Menurut Umur

No Rentang Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 19- 22 51 25

2 23-26 91 45

3 27-30 23 11

4 31-34 26 13

5 35-38 12 6

Jumlah 203 100

Berdasarkan data pada tabel 4.4 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan

umur responden pada pada interval 23-26 tahun dengan jumlah 91 orang atau 45%

sedangkan yang paling sedikit adalah pada kelas interval umur 35-38 tahun sebanyak

12 orang atau 6%.

63

2. Keadaan Responden Menurut Pekerjaan

Keadaan Responden menurut pekerjaan seperti pada tabel berikut ini

Tabel 4.5 Keadaan Responden Menurut Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 PNS 11 5

2 Petani 85 42

3 Pedagang 23 11

4 URT 21 10

5 Wiraswasta 63 31

Jumlah 203 100

Berdasarkan data pada tabel 4.5 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan

jenis pekerjaan responden adalah sebagai petani dengan jumlah 85 orang atau 42%

sedangkan yang paling sedikit adalah yang bekerja sebagai PNS sebanyak 11 orang

atau 5%.

3. Keadaan Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Keadaan responden menurut tingkat penyuluhan seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6 Keadaan Responden menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 PerguruanTinggi 15 7

2 SMA 66 33

3 SMP 57 28

4 SD 41 20

5 Tidak Sekolah 24 12

Jumlah 203 100

Berdasarkan data pada tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa kecenderungan

Tingkat Pendidikan responden adalah SMA dengan jumlah 66 orang atau 33%

sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat perguruan tinggi sebanyak 15 orang

atau 7%.

64

4.1.3 Analisis Univariat

Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 9 maka dipaparkan data

sebelum dan sesudah perlakukan penyuluhan kesehatan sebagai berikut.

1. Hasil Pengolahan Data Sebelum Diberikan Penyuluhan Kesehatan

Data hasil pengolahan data sebelum diberikan penyuluhan kesehatan seperti

berikut ini.

Tabel 4.9 Hasil Pengolahan Data Sebelum Diberikan Penyuluhan Kesehatan

No Pengetahuan Jumlah (N) Persentase (%)

1 Kurang 96 47

2 Cukup 107 53

3 Baik - -

Jumlah 203 100

Berdasarkan data pada tabel 4.9 diperoleh gambaran sebelum diberikan

penyuluhan kesehatan cenderung berkualitas cukup yaitu 107 orang atau 53%

sedangkan yang berkualitas kurang hanya 96 orang atau 47%.

2. Hasil Pengolahan Data Sesudah Diberikan Penyuluhan Kesehatan

Hasil pengolahan data sebelum diberikan penyuluhan kesehatan seperti pada

tabel berikut ini.

Tabel 4.10 Hasil pengolahan data sesudah diberikan penyuluhan kesehatan

No Pengetahuan Jumlah (N ) Persentase (%)

1 Kurang 35 17

2 Cukup 103 51

3 Baik 65 32

Jumlah 203 100

65

Berdasarkan data pada tabel 4.10 diperoleh gambaran sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan cenderung berkualitas cukup yaitu 103 orang atau 51%

sedangkan yang berkualitas baik sebanyak 65 orang atau 32% dan yang berkurang

hanya 33 orang atau 17%.

3. Hasil Pengolahan Data Keseluruhan Sebelum dan Sesudah diberikan Penyuluhan

Kesehatan

Hasil pengolahan data keseluruhan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan

kesehatan seperti tabel berikut.

Tabel 4.11 Hasil Pengolahan Data Keseluruhan Sebelum dan Sesudah

diberikan Penyuluhan Kesehatan

No Pengetahuan

Pre Tes Post Tes

Jumlah (N ) Persentase

(%) Jumlah (N) Persentase (%)

1 Kurang 96 47 35 17

2 Cukup 107 53 103 51

3 Baik - - 65 32

Jumlah 203 100 203 100

Berdasarkan data pada tabel 4.11 diperoleh gambaran sesudah diberikan

penyuluhan kesehatan kecenderungan sebelum penyuluhan kesehatan berkualitas

cukup yaitu 103 orang atau 51% dan dan sesudah penyuluhan kesehatan berkualitas

cukup 103 orang atau 51%.

4.1.4 Pengujian Persyaratan Analisis

66

Pengujian pengujian persyaratan analisis data adalah pengujian homogenitas

varians dan normalitas data. Hasil pengujian kedua jenis uji ini berdasarkan data

umum pada lampiran 8 dan diuraikan sebagai berikut.

1. Pengujian Homogenitas Varians Data

Pengujian homogenitas menggunakan uji varians, dan berdasarkan data pada

lampiran 8 dipaparkan data pada tabel berikut ini.

Tabel 4.12 Hasil Pengujian Homogenitas Data

Sampel Dk 1/dk Si Si2 Fhitung Ftabel

X1 202 0.0050 4.4829 20.0968 1.870 1.26

X2 202 0.0050 6.1303 37.5803

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung > Ftabel atau 1,87 > 1,26

sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan data homogen.

2. Pengujian Normalitas Data

Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 10 diperoleh hasil pengujian

normalitas data dengan menggunakan uji Liliefors. Kriteria pengujian yaitu: terima

Ho jika Lohitung lebih kecil dari Lotabel pada α = 0,01, selain harga itu normalitas data

ditolak. Adapun hasil pengujian normalitas data untuk kedua variabel dalam

penelitian ini seperti tabel berikut ini.

Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Uji Normalitas

No Hasil Lohitung Lotabel Keterangan

1 Pres test 0.0602 0.0913 Berdistribusi normal

67

2 Post test 0.0709 0.0913 Berdistribusi normal

Memperhatikan data pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa harga Lotabel pada N=

203 harga Lohitung lebih kecil dari Lodaftar dan implikasinya data berdistribusi normal.

4.1.5 Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 11 diperoleh hasil pengujian

hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan antara pre tes dan post tes. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa harga thitung sebesar 9,03 dan harga ttabel sebesar

1,608. Setelah dilakukan konsultasi dengan kedua harga tersebut diperoleh jika thitung>

ttabel atau thitung > ttabelatau 9,03 > 1,68 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini

memberikan gambaran hipotesis yang berbunyi: artinya terdapat perbedaan

pengetahuan dan tindakan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak sebelum

dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Limboto (Ho) diterima. Sebaliknya

hipotesis yang berbunyi: Tidak terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang

penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di

Puskesmas Limboto (Ha) ditolak pada α= 0,05.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian

pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia

mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara

negara-negara di ASEAN. Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang

penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi

angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik

68

selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun

tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup

tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan.

Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret,

tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah.

Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila

penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat

menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun.

Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah

menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan

kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan

istilah "Muntaber". Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta

menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera

diobati, dalam waktu singkat (±48 jam) penderita akan meninggal (Triatmodjo.

2008).

Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat terutama

antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang

ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare.

Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh

yang lemah. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena

diare. Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang

69

diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan

pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu balita tentang

penanganan diare memiliki persentase skor sebesar 56% dengan kategori yang yang

cukup. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang

penanganan diare termasuk kategori yang cukup baik. Dengan demikian dapat

dimaknai bahwa pengetahuan yang ibu tentang penanganan bali yang menderita

penyakit diare memiliki kategori cukup baik.

Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi di lingkungan

tempat tingal masih rendah. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun,

sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim

kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara

penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan

diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui

droplet saluran napas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Departemen Kesehatan RI

menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini

meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya,

yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang

dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. “Melihat data tersebut dan kenyataan

bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan

70

menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional

karena punya dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI 2008).

Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat,

hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan

gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram),

hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi

enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi

energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik). Komplikasi yang

jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang

usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar,

menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur.

Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma dengan

sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-24 jam. Infeksi

bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada penderita yang mengalami

dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di usus karena sigelosis bisa

menyebabkan kehilangan darah yang berat. Penyebab- diare sangat penting untuk

diketahui. Dokter tidak dapat meresepkan obat tanpa mengetaui penyebab diare.

Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare

satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di

antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit

akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Di Indonesia, sebagian besar

diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga

71

dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan

makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk

ke usus besar. Penyakit diare menjadi penyebab utama nomor dua kematian pada

anak usia 6 bulan hingga 2 tahun. Penyebabnya, pemberian antibiotik saja.

Penyebab diare pada balita lebih beragam, bisa karena infeksi bakteri, virus,

dan amuba. Bisa jadi juga akibat salah mengkonsumsi makanan. Protein susu sapi

merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare. Makanan lain penyebab

timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan pewarna atau pengawet.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak

faktor yang mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut

diantaranya adalah faktor lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor

tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga

dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka

kesakitan dan kematian diare pada balita.

Temuan penelitian di atas menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui

Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas

Limboto Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan temuan di atas maka peneliti

berkesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah

kerja puskesmas Global Limboto Kabupaten Gorontalo memiliki kategori yang cukup

baik.

72

Pencegahan diare merupakan salah satu upaya yang baik dilakukan untuk

menghindari gejala diare secara efektif. Cuci tangan terutama saat ingin makan atau

aktivitas lain merupakan upaya pencegahan diare agar virus tidak menyebar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki persentase skor capaian sebesar

56% dengan kategori yang cukup. Hal ini terindikasi bahwa tindakan ibu tentang

penanganan penyakit diare memiliki kualitas yang cukup baik. Tindakan ini Nampak

pada aktivitas pencegahan penyakit diare pada balita seperti sajikan makanan

dimasak atau dipanaskan. Jika belum diolah dinginkan makanan dalam kulkas.

Membiarkan makanan pada suhu kamar dapat mendorong pertumbuhan bakteri

sehingga dapat dilakukan pencegahan diare. Cuci permukaan alat atau perkakas untuk

menghindari penyebaran kuman dari satu tempat ke tempat yang lain.

Selain dari orang ke orang dalam suatu lingkungan, pencegahan diare juga

sangat penting sehingga mencegah penyebaran endemic. Diare biasanya

mempengaruhi orang-orang yang bepergian ke negara-negara berkembang, di mana

kadang-kadang diare karena sanitasi yang tidak memadai makanan dan air yang

terkontaminasi. Untuk mengurangi resiko perhatikan apa sanitasi, makanan dan

minuman.

Banyak kasus diare tersebar di wilayah puskesmas Limboto yang belum

melakukan tindakan pencegahan diare dengan baik seperti kurang merawat anak yang

sakit atau orang dewasa dengan hati-hati, jarang mencuci tangan setelah mengganti

popok bayi, membantu penggunaan individu kamar mandi, atau membantu individu

di sekitar rumah. Pasteurisasi (mentah) susu yang dapat terkontaminasi dengan

73

bakteri dan selalu harus dihindari. Jus atau sari buah yang tidak di pasteurisasi harus

dihindari bahkan jika sumber tersebut tidak diketahui karena buah mungkin telah

datang dalam kontak dengan kotoran hewan yang terkontaminasi di kebun.

Penyuluhan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan

antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Penyuluhan kesehatan memotivasi

seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi

tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat.

Penyuluhan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi

proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri

individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang nilai- nilai kesehatan

menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan

menjadi mampu.

Tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan

mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada,

memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan

keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa harga thitung sebesar 9,03 dan harga ttabel

sebesar 1,608. Setelah dilakukan konsultasi dengan kedua harga tersebut diperoleh

jika thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini memberikan gambaran

hipotesis yang berbunyi: artinya terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang

penanganan penyakit diare pada anak sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di

Puskesmas Global Limboto (Ho) ditolak. Sebaliknya hipotesis yang berbunyi: Tidak

74

terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang penanganan penyakit diare pada anak

sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan di Puskesmas Global Limboto (Ha)

diterima pada α= 0,05.

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penyuluhan

kesehatan telah mampu mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang

kesehatan. Hal ini sejalan dengan Herawani (2001:78) penyuluhan kesehatan

merupakan sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong individu agar mampu

secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup

sehat, mendorong pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

Penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk

mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal- hal yang positif secara

terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup antara lain

pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses penyuluhan kesehatan.

Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan, tindakan

nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan merupakan

aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang garam beryodium

dengan melakukan penyuluhan kesehatan berarti petugas kesehatan membantu

keluarga dalam mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan derajat

kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2000:81) bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh

tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat. Faktor

75

predisposisi meliputi pendidikan, ekonomi (pendapatan), hubungan sosial

(lingkungan, sosial, budaya) dan pengalaman. Penyuluhan seseorang akan

berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang

dengan penyuluhan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap

informasi yang datang dan akan berpikir sejauhmana keuntungan yang mungkin akan

mereka peroleh dari penyuluhan kesehatan. Pada status ekonomi dalam keluarga

mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan, semakin tinggi

pendapatan keluarga akan lebih mudah tercukupi konsumsi garam beryodium

dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan pada keluarga. Selanjutnya pada hubungan sosial (lingkungan, sosial,

budaya), manusia adalah makhluk sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara

satu dengan yang lain.

Keluarga yang berinteraksi secara langsung akan lebih besar terpapar informasi,

sehingga lingkungan sekitar mempengaruhi untuk mengkonsumsi garam beryodium.

Sedangkan pada pengalaman keluarga tentang garam beryodium diperoleh dari

tingkat kehidupan keluarga dalam mengkonsumsi garam beryodium. Faktor kedua

yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor pendukung, mencakup ketersediaan

sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber- sumber dan fasilitas tersebut

harus digali dan dikembangkan dari keluarga itu sendiri. Faktor pendukung ada dua

macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas atau

sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat- obatan. Sedangkan fasilitas umum yaitu

media massa meliputi TV, radio, majalah, ataupun flamlet. Faktor penguat sebagai

76

faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku kesehatan meliputi sikap dan perilaku

petugas. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatannya pada

dasarnya adalah pendidik kesehatan. Karenanya, petugas kesehatan harus memiliki

sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu perilaku tokoh

masyarakat juga dapat merupakan panutan orang lain untuk berperilaku sehat.