BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas ......HASIL DAN PEMBAHASAN . 4.1. Pengamatan...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas ......HASIL DAN PEMBAHASAN . 4.1. Pengamatan...
-
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengamatan Selintas
Lokasi percobaan, terletak pada ketinggian 900 meter dpl. Menurut
Kessler (1998), tanaman petunia dapat ditanam di dataran dengan ketinggian
minimal 800 meter dpl. Berdasarkan referensi ini, dapat disimpulkan bahwa lokasi
percobaan termasuk cukup ideal dilihat dari elevasinya. Selain elevasi, dilakukan
pengamatan selintas kondisi lingkungan percobaan, meliputi suhu udara,
kelembaban udara dan intensitas cahaya disajikan dalam Grafik 4.1.
Grafik 4.1. Rata-rata suhu harian dan kelembaban udara
Pada Grafik 4.1, dapat dilihat bahwa suhu rata-rata harian selama
percobaan dari hari 0 hst hingga hari ke 56 hst. Suhu harian selama penelitian
tertinggi pada 34 hst sebesar 29,5oC dan terendah pada 4 hst sebesar 21,5
oC.
Rentang kelembaban udara di lingkungan percobaan tertinggi dicapai pada 18 hst
sebesar 72,3% dan terendah pada 56 hst sebesar 33%. Menurut Kessler (1998),
kondisi suhu rata-rata harian yang dikehendaki tanaman petunia antara 10oC
hingga 25oC. Dari referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa dari aspek suhu
harian udara tanaman petunia kurang begitu cocok dengan suhu diatas 25oC dan
menyebabkan kelembaban lingkungan pada hari itu menjadi rendah, rata-rata suhu
selama penelitian didapat sebesar 25oC dimana suhu tersebut masih dalam batas
ideal.
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
RH
(%
)
Suh
u h
aria
n
Hari ke-
Rata suhu harian RH
-
19
Grafik 4.2. Rata-rata suhu max dan min
Pada Grafik 4.2, dapat dilihat suhu maximum dan minimum selama 0 hst
hingga 56 hst. Dimana pada hari ke-50 suhu maximum mencapai puncak atau
ekstrim sebesar 36,8oC dan pada hari ke-5 suhu minimum mencapai puncak atau
ekstrim sebesar 7,6oC. Dari pengukuran intensitas cahaya matahari pada siang hari
(pukul 12.00 WIB), rentang intensitas cahaya yang diterima selama peneltian di
lingkungan percobaan adalah 21.931 – 27.003 lux dengan tingkat naungan 25%.
Pada penelitian Ratri dkk (2018), bahwa tanaman petunia sebagai tanaman full
sun tentu akan tumbuh optima jika tanpa naungan.
Tabel 4.1. pH larutan nutrisi dan EC
Bulan pH larutan nutrisi EC (mS)
Agustus’18 6,5 1,2
September’18 6,5 1,2
Oktober’18 6,5 1,2
Sumber: Data primer
Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa kisaran pH larutan adalah 6,5. Nilai pH yang
dianjurkan dalam budidaya hidroponik berkisar antara 5,5-6,5 (Sutiyoso, 2006),
dapat dikatakan pH larutan masih diambang batas normal. Kadar EC yang cocok
untuk tanaman petunia berkisar antara 0,8-1,2 mS (Anonim, 2009). Dalam
percobaan ini, nilai EC adalah 1,2 mS, dapat dikatakan bahwa nilai EC larutan
termasuk cukup ideal untuk tanaman petunia.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Suh
u (
C)
Hari ke-
suhu min suhu max
-
20
Tabel 4.2. Kandungan klorofil daun dan Jumlah stomata daun tanaman petunia
yang ditanam pada berbagai media tanam selain tanah
Jenis media Kandungan klorofil
(SU)
Jumlah stomata (1μm2)
Rockwool 45,22 ± 9,93 6.63 ± 0.95
Sekam mentah 41,55 ± 12,71 6.38 ± 0.95
Arang sekam 44,85 ± 9,84 6.63 ± 1.49
Batu-bata 56,17 ± 7,80 6.75 ± 0.50
Cocopeat 39,86 ± 7,47 6.13 ± 1.25
Zeolit 49,34 ± 6,33 6.88 ± 0.25
Keterangan: Nilai klorofil diukur menggunakan alat klorofil meter (SPAD), ± : standar deviasi
Klorofil adalah zat warna yang memberikan warna hijau pada daun dan
berperan dalam proses fotosintesis pada tumbuhan untuk menghasilkan asimilat.
Pada Tabel 4.2, terlihat bahwa kandungan klorofil tertinggi terdapat pada daun
tanaman petunia yang ditaman menggunakan media pecahan batu-bata, sedangkan
terendah terdapat pada daun tanaman petunia yang ditanam menggunakan media
cocopeat. Sintesis klorofil dalam daun tanaman, memerlukan unsur-unsur hara
seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani dan Setiari, 2009). Tingginya
kandungan klorofil dalam daun tanaman petunia yang ditanam menggunakan
pecahan batu-bata dibandingkan yang menggunakan jenis media yang lain,
menunjukkan bahwa proses sintesis klorofil berlangsung lebih baik. Diduga hal
ini disebabkan oleh tercukupinya kebutuhan unsur hara N pada tanaman yang
ditanam dalam media pecahan batu-bata. Sumber unsur hara tersebut terutama
berasal dari pupuk AB mix yang larut dalam air dan terserap oleh perakaran
tanaman melalui bantuan sumbu kain flanel.
Rendahnya kandungan klorofil daun dari tanaman petunia yang ditanam
dalam cocopeat menunjukkan proses sintesis klorofil terganggu. Hal itu diduga
adanya zat tanin pada media tersebut. Jika proses penyerapan hara dari akar
-
21
terganggu maka proses sintesis klorofil juga ikut terganggu. Kandungan tanin
pada cocopeat yang berakibat menghambat pertumbuhan tanaman terutama
perkembangan akar. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Fahmi (2015),
bahwa zat tanin diketahui sebagai zat yang menghambat perumbuhan tanaman
termasuk pertumbuhan akar pada media cocopeat.
Gambar 7. Stomata pada daun petunia dengan perbesaran 400 kali
Stomata merupakan lubang mikroskopis yang terdapat pada epidermis yang
dibatasi oleh sel penutup. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah stomata
yang disajikan dalam Tabel 4.2, terlihat bahwa jumlah stomata persatuan luas
1μm2 pada semua jenis media tanam yang digunakan relatif sama. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan sifat media tanam tidak sampai mempengaruhi
jumlah stomata. Diduga jumlah stomata persatuan luas tersebut bersifat genetis
dan tidak terpengaruh oleh faktor lingkungan. Hal tersebut diperkuat oleh
pernyataan Widya (2015), bahwa jumlah stomata dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal mencakup gen, hormon, serta struktur morfologi dan anatomi organ
tumbuhan tersebut.
-
22
Tabel 4.3. pH media, Suhu media dan water holding capacity media
Jenis media pH media Suhu media
( Co )
Kelembaban
media (%)
Persentase air
(WHC) (%)
Rockwool 7,6 ± 0,06 27,4 74 37,37
Sekam mentah 6,3 ± 0,06 31,6 57 7,58
Arang sekam 7 ± 0,1 27,1 70 11,63
Batu-bata 6,8 ± 0,6 26,9 82 18,37
Cocopeat 6,6 ± 0,15 24,5 88 71
Zeolit 6,6 ± 0,11 29,3 80 14,99
Sumber: Data primer, ± : standar deviasi
Hasil pengamatan pH, suhu, kelembaban dan WHC media, disajikan
dalam Tabel 4.3, terlihat bahwa setiap jenis media tanam memiliki nilai pH yang
berbeda. Media tanam rockwool memilki nilai pH yang cukup tinggi sebesar 7,6.
Menurut Sutiyoso (2006), pH media yang tinggi menyebabkan tanaman tidak
tumbuh secara optimal dan menyebabkan tanaman mudah mati. Untuk
menurunkan pH media rockwool harus dilakukan perendaman dengan air atau
aquades akan tetapi pada saat pelaksanaan perendaman kurang lama berakibat pH
media masih tinggi.
Rata – rata suhu media tertinggi pada media sekam mentah sebesar 31,6oC
dan terendah pada media cocopeat sebesar 24,5oC. Suhu pada media
mempengaruhi kelembaban media. Kelembaban media tertinggi pada media
cocopeat 88% dan terendah pada sekam mentah 57%. Semakin tinggi suhu udara,
kelembaban akan semakin rendah dan sebaliknya. Water holding capacity media
adalah kemampuan menyimpan air suatu media tanam. Dalam hal ini persentase
air terbesar pada media cocopeat sebesar 71% sedangkan persentase terendah
pada media sekam mentah sebesar 7,58%. Menurut Lingga (2005), Kemampuan
mengikat air suatu media tergantung dari ukuran partikel, bentuk dan
porositasnya.
-
23
4.2. Pengamatan Utama
4.2.1. Komponen Pertumbuhan
Hasil pengamatan terhadap beberapa variabel pertumbuhan tanaman
petunia, disajikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa
jenis media tanam berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
cabang, luas daun, panjang akar, diameter tajuk, namun tidak berpengaruh
terhadap diameter batang.
Tabel 4.4. Variabel komponen tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan
luas daun
Jenis media Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah cabang Luas daun
Rockwool 12,24 ab 53.48 bc 3,27 bc 8,03 b
Sekam
mentah
9,65 b 21,48 d 1,75 c 2,64 c
Arang
Sekam
12,57 ab 63,98 b 3,84 abc 7,54 b
Batu-bata 15,21 a 96,73 a 7,40 a 12,32 a
Cocopeat 8,68 b 41,00 c 4,13 abc 5,45 bc
Zeolit 16,09 a 96,53 a 6,46 ab 12,61 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar
perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar
perlakuan.
-
24
Tabel 4.5. Variabel komponen panjang akar tanaman, diameter batang, dan
diameter tajuk
Jenis media Panjang akar Diameter batang Diameter tajuk
Rockwool 10,74 cd 2,74 a 14,94 c
Sekam mentah 8,93 d 2,54 a 9,48 c
Arang
Sekam
15,30 cd 3,04 a 17,24 bc
Batu-bata 22,51 ab 3,32 a 26,24 ab
Cocopeat 17,29 bc 2,95 a 13,05 c
Zeolit 25,53 a 3,20 a 28,68 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar
perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar
perlakuan
Tanaman bertambah tinggi karena adanya pembelahan sel dan pemanjangan
sel apikal. Pada Tabel 4.4, terlihat bahwa penggunaan media tanam zeolit dan
batu-bata menyebabkan tanaman petunia lebih tinggi secara nyata dibandingkan
yang menggunakan media tanam sekam mentah dan cocopeat. Hal ini karena
pertumbuhan akar pada media tanam zeolit dan batu-bata berlangsung dengan
baik dapat dilihat pada tabel 4.4 parameter panjang akar. Nutrisi yang diserap
akan digunakan sebagai proses metabolisme yang menghasilkan metabolit yang
kemudian ditranlokasikan ke sel-sel baru untuk proses pembelahan sel dan
perbesaran sel, sehingga tanaman bertambah tinggi ukurannya. Menurut Lingga
(2005), proses pertumbuhan tinggi tanaman didukung oleh ketersediaan unsur
hara nitrogen yang menyebabkan proses pembelahan sel akan berjalan dengan
cepat.
-
25
Grafik 4.3. Grafik Tinggi Tanaman dari 0 – 56 hari setelah transplanting
Pada grafik 4.3, dapat dilihat proses petumbuhan tinggi tanaman selama 56
hst. Dari 0 hst hingga 56 hst untuk perlakuan media cocopeat dan sekam mentah
pertumbuhannya paling lambat, hal ini disebabkan oleh perakaran pada media
cocopeat dan sekam mentah yang pertumbuhannya tidak sebaik pada media zeolit
dan batu-bata yang mengakibatkan penyaluran nutrisi untuk proses metabolisme
tanaman menjadi terganggu, dapat dilihat pada Tabel 4.4 parameter panjang akar.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), tinggi tanaman mempunyai
hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang diamati, yaitu
jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, panjang akar, diameter batang,
diameter tajuk, berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup
terhadap luas daun. Artinya bahwa semakin tinggi tanaman petunia maka jumlah
daun, jumlah cabang jumlah bunga semakin banyak.
Daun adalah organ salah satu tanaman yang memiliki fungsi sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan, maka
tempat untuk melakukan fotosintesis semakin banyak. Pada Tabel 4.4, terlihat
bahwa tanaman petunia yang ditanam pada media batu-bata dan zeolit, jumlah
daunnya lebih banyak dibandingkan yang ditanam pada media yang lain. Jumlah
daun ini berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, karena pertumbuhan ke arah
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
0 10 20 30 40 50 60
Tin
gg
i (c
m)
Waktu (HST)
P1 Rockwool
P2 Sekam mentah
P3 Arang sekam
P4 Batu bata
P5 Cocopeat
P6 Zeolite
-
26
apikal selain menyebabkan tanaman bertambah tinggi, juga menyebabkan jumlah
daun meningkat.
Grafik 4.4. Jumlah daun dari 0 – 56 hari setelah transplanting
Pada grafik 4.4, penambahan jumlah daun meningkat mulai umur 0-56 hst
dan pada perlakukan media sekam mentah memiliki pertumbuhan jumlah daun
yang paling lambat dibandingkan perlakuan lainnya. Media sekam mentah kurang
cocok sebagai media tanam tunggal dimana media ini sangat mudah kering dan
mudah sekali menguap dengan suhu media 31,6oC dan kelembaban media hanya
sebesar 57%. Hal ini didukung oleh pernyataan Perwtasari dkk (2012), pada suhu
tinggi sekam mentah cepat kering karena tidak mampu menahan evaporasi tinggi
yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata jumlah daun tanaman
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang
diamati, yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, panjang akar,
diameter batang, diameter tajuk, berat brangkasan basah dan kering tetapi
memiliki korelasi cukup terhadap luas daun. Artinya bahwa semakin banyak daun
maka beberapa parameter diatas juga meningkat.
Pada Tabel 4.4, nampak bahwa jumlah cabang tanaman petunia yang
ditanam menggunakan media batu-bata memiliki jumlah cabang lebih banyak
dibandingkan yang ditanam dalam media tanam rockwool dan sekam mentah.
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h D
au
n (
hel
ai)
Waktu (HST)
P1 Rockwool
P2 Sekam mentah
P3 Arang sekam
P4 Batu bata
P5 Cocopeat
P6 Zeolite
-
27
Diduga karena media rockwool masih mengandung pH yang tinggi sebesar 7,6
dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Sedangkan
tanaman petunia yang ditanam pada media sekam mentah diduga karena
pertumbuhannya yang berbanding lurus dengan pertumbuhan tinggi dan jumlah
daun yang kurang optimal mengakibatkan tanaman petunia memiliki jumlah
cabang yang sedikit. Menurut Sutiyoso (2006), kandungan pH yang tinggi
menyebabkan unsur hara tidak dapat diserap baik oleh akar dan tanaman
mengalami defisiensi unsur hara.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata jumlah cabang tanaman
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang
diamati, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, diameter batang, tajuk,
berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi yang cukup dengan
luas daun. Artinya bahwa jika jumlah cabang banyak akan diikuti peningkatan
pada beberapa parameter diatas.
Akar adalah organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-
bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil
analisis panjang akar pada Tabel 4.5, perlakuan media zeolit memiliki rata-rata
paling panjang dibanding perlakuan lainnya. Hal tersebut didukung dengan
beberapa komponen pertumbuhan pada media zeolit yang menunjukan rata-rata
hasil tertinggi disetiap parameter. Faktor media tanam berkaitan erat dengan daya
dukungnya terhadap pertumbuhan akar. Pada media zeolit dan batu-bata diduga
mempunyai sirkulasi oksigen yang baik di area perakaran karena memiliki
rongga-rongga udara, sehingga perkembangan panjang akar memiliki respon yang
baik dan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak terhambat. Menurut Aida
(2015), bahwasanya pergerakan air dan hara tanaman terjadi lewat ruang pori
dimana terjadi sirkulasi O2 dan CO
2, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman lewat pengaruhnya terhadap perkembangan akar tanaman.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata panjang akar tanaman
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang
diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, diameter batang,
tajuk, berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi yang cukup
-
28
dengan luas daun. Artinya bahwa semakin panjang akar maka beberapa parameter
diatas juga ikut meningkat.
Hasil analisis luas daun pada Tabel 4.4, perlakuan media zeolit memberikan
hasil paling tinggi sebesar 12,61 cm2. Berdasarkan data tersebut saat pembentukan
luas daun, tanaman petunia membutuhkan unsur hara yang digunakan untuk
memacu pertumbuhan vegetatif seperti nitrogen. Hal ini didukung oleh media
zeolit dan batu-bata yang lebih banyak menyerap nitrogen pada nutrisi yang
disediakan. Jika akar semakin optimal dalam menyerap unsur hara terutama
nitrogen maka fotosintat yang dihasilkan lebih tinggi, sehingga cadangan
makanan lebih dipergunakan untuk pembelahan dan perbesaran sel daun. Menurut
Sarido dan Junia (2017), laju pertumbuhan tanaman cenderung meningkat seperti
halnya luas daun dikarenakan unsur hara nitrogen yang dimanfaatkan dengan baik
oleh akar.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata luas daun mempunyai
hubungan yang cukup terhadap beberapa parameter lain yang diamati, yaitu
tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, diameter batang, tajuk, berat
brangkasan basah dan kering. Artinya bahwa semakin luas daun maka beberapa
parameter diatas juga meningkat.
Hasil analisis diameter batang pada Tabel 4.5, menunjukan hasil berbagai
media tanam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang. Besar
kecilnya diameter batang suatu tanaman disebabkan oleh tinggi rendahnya proses
pembelahan sel suatu tanaman. Diduga pembelahan sel apikal cenderung
mengarah ke tinggi tanaman dari pada pembesaran batang.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), diameter batang mempunyai
hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang diamati, yaitu
tinggi, jumlah daun,jumlah cabang, jumlah bunga, diameter tajuk, berat
brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas daun.
Hasil analisis diameter tajuk pada Tabel 4.5, menunjukan bahwa jenis media
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tajuk. Dari beberapa perlakuan
tersebut media zeolit menghasilkan diameter tajuk paling tinggi yaitu 28,68 cm.
Tetapi untuk media sekam mentah memiliki rata-rata diameter tajuk paling rendah
sebesar 9,48 cm. Hal ini karena kemampuan media zeolit mempunyai sirkulasi
-
29
oksigen yang baik di area perakaran, dan mempengaruhi pertumbuhan diameter
tajuk semakin lebar diameter tajuk semakin panjang pertumbuhan akar. Menurut
Sitompul dan Guritno (1995), peran akar dalam pertumbuhan tanaman sama
pentingnya dengan tajuk, tajuk berfungsi untuk menyediakan karbohidrat melalui
proses fotosintesis, maka fungsi akar adalah menyediakan unsur hara dan air yang
diperlukan dalam metabolisme tanaman.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata diameter tajuk mempunyai
hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter lain yang diamati, yaitu
tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, diameter batang, berat
brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas daun.
Artinya bahwa semakin besar diameter tajuk maka diikuti meningkatnya beberapa
parameter diatas.
4.2.2. Komponen Bunga dan Hasil
Hasil analisis komponen bunga dan hasil dari tanaman petunia disajikan pada
Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 dengan parameter sebagai berikut :
Grafik 4.5. Kemunculnya bunga pada 0 hst sampai 56 hari setelah transplanting.
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
0 7 14 21 28 35 42 49 56
Jum
lah
bu
nga
Waktu (HST)
P1 Rockwool
P2 Sekam mentah
P3 Arang sekam
P4 Batu bata
P5 Cocopeat
P6 Zeolite
-
30
Tabel 4.6. Akumulasi jumlah bunga pertanaman, bobot segar bunga pertanaman
dan bobot kering bunga pertanaman.
Jenis media Akumulasi
bunga/tan
Bobot segar
bunga (g)/tan
Bobot kering
bunga (g)/tan
Rockwool 10.15 c 0,97 c 0,14 cd
Sekam mentah 2.35 d 0,19 c 0,03 d
Arang sekam 11.05 bc 1,31 bc 0,19 bc
Batu-bata 22.60 a 2,85 ab 0,34 ab
Cocopeat 4.3 d 0,76 c 0,11 cd
Zeolit 19.55 ab 3,08 a 0,42 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar
perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar
perlakuan.
Pada grafik 4.3, dapat dilihat mulai munculnya bunga petunia selama 56 hst.
Pada petumbuhan 21 hst hingga 42 hst untuk perlakuan media zeolit dan batu-bata
memiliki kenaikan jumlah bunga paling signifikan dari pada media lainnya seperti
cocopeat dan sekam mentah diduga hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman
pada media zeolit dan batu-bata yang baik. Pada media cocopeat dan sekam
mentah berbanding lurus dengan pertumbuhan tanaman pada kedua media
tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Fahmi (2015) bahwa kekurangan
cocopeat adalah banyak mengandung tanin. Zat tanin diketahui sebagai zat yang
menghambat pertumbuhan tanaman, sebab akar tidak tumbuh optimal
mengakibatkan penyerapan usur hara untuk pembentukan bunga menjadi
terganggu.
Pada Tabel 4.6, terlihat bahwa akumulasi jumlah bunga pertanaman selama
pengamatan pada media zeolit dan batu-bata menghasilkan akumulasi jumlah
bunga pertanaman lebih tinggi dibandingkan pada media tanam rockwool, sekam
mentah, arang sekam dan cocopeat. Rendahnya produktifitas bunga pada media
-
31
rockwool dan sekam mentah erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman pada
media tersebut yang bisa dikatakan tidak sebaik media zeolit dan batu-bata. Hal
ini disebabkan karena media zeolit dan batu-bata memiliki pertumbuhan yang
baik dari pada media lainnya dilihat dari hasil rerata beberapa parameter
pertumbuhan yang diamati. Agar mendapatkan bunga yang ideal perlu adanya
pemeliharaan cabang produktif, semakin banyak cabang maka kesempatan
munculnya bunga semakin banyak juga. Hal tersebut sejalan dengan rerata jumlah
cabang produktif media zeolit dan batu-bata yang lebih banyak dibanding dengan
media lainnya. Menurut March dan Arifin (2013), setiap penambahan jumlah
bunga, terjadi pula peningkatan jumlah daun, anakan daun, dan jumlah cabang
produktif.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata jumlah bunga mempunyai
hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain yang diamati,
yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk, berat
brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas daun.
Artinya bahwa semakin banyak jumlah bunga maka diikuti peningkatan beberapa
parameter tersebut.
Gambar 8. Tanaman petunia yang sedang berbunga pada umur 55 hari setelah
tranplanting
-
32
Hasil analisis bobot segar bunga pada Tabel 4.6, menunjukkan bahwa
perlakuan media batu-bata dan zeolit memberikan hasil tertinggi terhadap
parameter bobot segar bunga pada akhir pengamatan sebesar 3,08 gram. Hal
tersebut didukung oleh data akumulasi jumlah bunga media batu-bata dan zeolit
yang tinggi. Media batu-bata dan zeolit merupakan media yang mudah sekali
mengikat unsur hara dan air karena itu berdampak pada produksi bunga yang
banyak dan berakibat bobot segar bunga yang tinggi juga. Hal ini didukung
dengan pernyataan Mance dkk (2016), bahwa media zeolit memiliki porositas
yang baik keberadaan ruang-ruang kosong atau pori-pori di dalam struktur kristal
yang diisi air sehingga mampu menyimpan dan menahan air dalam kapasitas
besar dan disalurkan sesuai kebutuhan tanaman.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot segar bunga
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain
yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,
berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas
daun. Artinya bahwa semakin berat bobot segar bunga maka diikuti peningkatan
beberapa parameter tersebut.
Hasil analisis bobot kering bunga pada Tabel 4.6, menunjukan hasil bahwa
berbagai jenis media memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering bunga.
Kemudian perlakuan batu-bata dan zeolit memberikan hasil paling tinggi dari
media lainnya. Pada parameter berat kering bunga dengan hasil bobot kering
sebesar 0,42 untuk media zeolit dan 0,34 untuk media batu-bata. Bobot kering
bunga yang tinggi pada perlakuan batu-bata dan zeolit sejalan dengan bobot segar
bunga pada kedua media tersebut, bobot kering bunga menunjukkan hasil
akumulasi biomassa bunga selama pertumbuhan.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot kering bunga
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain
yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,
berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas
daun. Artinya bahwa semakin berat bobot kering bunga maka diikuti peningkatan
beberapa parameter tersebut.
-
33
Tabel 4.7. Bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, bobot segar akar, dan bobot
kering akar.
Jenis media Bobot segar
tajuk (g)
Bobot segar
akar (g)
Bobot kering
tajuk (g)
Bobot kering
akar (g)
Rockwool 9,30 bc 1,06 cd 1,53 bc 0,37 c
Sekam mentah 3,21 c 0,55 d 0,49 c 0,37 c
Arang sekam 12,38 ab 2,74 bc 1,45 bc 0,46 c
Batu-bata 21,85 a 4,10 ab 3,57 a 0,72 ab
Cocopeat 12,51 ab 1,55 cd 0,79 c 0,47 bc
Zeolit 20,12 a 5,52 a 2,64 ab 0,89 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata antar
perlakuan sedangkan angka diikuti huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata antar
perlakuan.
Bobot segar merupakan hasil pengukuran dari berat segar biomassa tanaman
sebagai akumulasi bahan yang dihasilkan selama pertumbuhan. Kemudian hasil
analisis bobot segar tajuk pada Tabel 4.7, menunjukan bahwa perlakuan batu-bata
dan zeolit memberikan hasil tertinggi sebesar 21,85 gram dan 20,12 gram. Hal ini
diduga karena banyak hara yang mampu diserap oleh media tanam maka tanaman
akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Bhaskoro dkk. (2015),
tanaman dengan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal akan memiliki
produktvitas panen yang maksimal secara kuantitas dan kualitas.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot segar tajuk
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain
yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,
berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas
daun. Artinya bahwa semakin berat bobot segar tajuk maka diikuti peningkatan
beberapa parameter tersebut.
-
34
Hasil analisis berat kering tajuk pada tabel 4.7, menunjukan bahwa
perlakuan batu-bata memberikan hasil paling tinggi pada parameter berat kering
tajuk dengan hasil bobot kering sebesar 3,57 gram. Hal ini erat kaitannya dengan
biomassa bagian tajuk makin tinggi biomassanya maka berat kering juga makin
tinggi. Menurut Istarofah dan Salamah (2017), semakin kering berat kering suatu
tanaman menunjukkan bahwa semakin banyak pula unsur hara yang
ditranslokasikan kebagian batang dan daun.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot kering tajuk
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain
yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,
berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas
daun. Artinya bahwa semakin berat bobot kering tajuk maka diikuti peningkatan
beberapa parameter tersebut.
Berat segar akar, menunjukkan pertumbuhan akar selama kurun waktu
penanaman, diukur melalui berat segarnya. Penimbangan berat segar akar
bertujuan untuk menduga kapasitas perakaran dalam menyerap air dan unsur hara
dari masing masing tanaman yang ditanam pada media tanam yang berbeda. Hasil
analisis bobot segar akar pada Tabel 4.7, memperlihatkan bahwa perlakuan zeolit
memberikan hasil tertinggi terhadap parameter bobot segar akar sebesar 5,52
gram. Hal ini berbanding lurus dengan parameter panjang akar pada media zeolit
lebih panjang dari tanaman yang ditanam pada media lainnya. Semakin berat akar
maka kapasitas akar dalam menyerap unsur hara dan air juga semakin tinggi, hal
ini didukung oleh media tanam zeolit yang dapat menahan unsur hara dan air
untuk dimanfaatkan tanaman dalam proses pertumbuhan. Menurut Oktarina dan
Purwanto (2009), dalam hal ini akar berfungsi sebagai penyerap unsur hara,
dimana semakin panjang dan banyak akar, membuat unsur hara yang diserap akan
semakin banyak, sehingga kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman
akan semakin tercukupi.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot segar akar
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain
yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,
berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas
-
35
daun. Artinya bahwa semakin berat bobot segar akar maka diikuti peningkatan
beberapa parameter tersebut.
Hasil analisis bobot kering akar pada Tabel 4.7, menunjukan bahwa
perlakuan zeolit memberikan rata-rata hasil tertinggi terhadap bobot kering akar
sebesar 0,89 gram. Hal ini sejalan dengan berat segar akar pada media zeolit.
Berat kering akar erat kaitanya dengan biomassa akar. Semakin tinggi biomassa
akar maka berat kering akar semakin berat (Sarawa, 2011).
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 16), ternyata bobot kering akar
mempunyai hubungan positif dan erat dengan beberapa parameter penting lain
yang diamati, yaitu tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, tajuk,
berat brangkasan basah dan kering tetapi memiliki korelasi cukup dengan luas
daun. Artinya bahwa semakin berat bobot kering akar maka diikuti peningkatan
beberapa parameter tersebut.