IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sifat fisikokimia … · Analisis warna terhadap beras...
Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sifat fisikokimia … · Analisis warna terhadap beras...
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik sifat fisikokimia beras merah
4.1.1. Analisis warna
Analisis warna terhadap beras merah yang dilakukan meliputi pengamatan
secara visual dan pengamatan menggunakan peralatan Chroma meter.
Pengamatan secara visual terlihat bahwa bentuk, ukuran dan warna beras yang
berhasil dikumpulkan beragam. Dari ukuran beras, Pare Laka merupakan jenis
yang tergolong kecil, sementara lainnya memiliki bulir yang agak besar. Tampilan
fisik lain yang menarik yaitu beragamnya warna beras yang berhasil dikumpulkan.
Jowo melik, raja hitam, sirampong, pare laka dan are ndota memiliki warna merah
kehitaman, sedangkan beras halimun, ujung kulon, ratu merah, jati luwih, aek
sibundong dan bandung memiliki warna merah kecoklatan Gambar 8.
Gambar 8 Warna dan bentuk varietas beras merah.
Selain pengamatan secara visual, pengamatan warna beras juga dilakukan
dengan menggunakan peralatan Chroma Meter (Minolta chroma meter).
Pengamatan derajat warna dengan parameter nilai kecerahan L memiliki variasi
nilai yang beragam mulai dari 18.63 hingga 48.94, hal ini memperlihatkan beras
memiliki tingkat kegelapan tinggi mendekati warna hitam sampai dengan
setengah gelap atau setengah cerah. Parameter a* menunjukkan nilai a+ (positif)
yang memprlihatkan warna beras lebih kearah merah, sedangkan parameter b*
34
menunjukkan nilai b + (positif) yang memperlihatkan warna beras lebih kearah
kuning. Hasil perhitungan statistik menunjukkan terdapat beda nyata pada taraf
α=0.05 pada setiap pengukuran warna. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan
warna pada setiap jenis beras yang diteliti (Tabel 2).
Nilai °Hue memperlihatkan deskripsi warna kombinasi antara nilai a dan b.
Beras sirampong merupakan satu satunya beras dengan nilai Hue kurang dari 18
dengan deskripsi warna ungu kemerahan. Beras jowo melik, raja hitam, arendota,
aeksibundong, parelaka, ratu merah, jati luwih, dan beras bandung merupakan
beras dengan warna merah hingga merah kekuningan. Warna beras merah
kekuningan terdapat pada beras ujung kulon dan beras halimun. Tingkat
kepekatan warna pada beras merah diduga berpengaruh terhadap kandungan
senyawa fenolik dan flavonoid didalam beras. Senyawa antosianin (flavonoid),
sianidin 3 glukosida dan peonidin 3 glukosida serta turunan senyawa sianidin
merupakan senyawa yang dapat memberikan warna pada beras, selain dapat
berfungsi sebagai antioksidan (Escribano et al, 2004; Wang et al,1999).
Tabel 2 Pengamatan warna varietas beras menggunakan Minolta chroma meter
No. Varietas beras L * a * b * °Hue Deskripsi warna
1 Halimun 48.9 j 6.2
e 10.6
i 64.1 Merah-kuning
2 Ujung kulon 42.5 i 7.1
f 9.6
h 58.3 Merah-kuning
3 Ratu merah 30.5 e 8.8
h 8.8
e 49.8 Merah
4 Jowo melik 24.0 b 3.3
b 2.1
b 34.2 Merah
5 Raja hitam 23.9 b 3.5
bc 3.1
c 44.2 Merah
6 Sirampong 18.6 a 2.0
a 0.6
a 17.1 Ungu-merah
7 Pare laka 26.2 c 3.9
c 4.0
d 49.7 Merah
8 Are ndota 27.7 d 4.5
d 4.1
d 46.3 Merah
9 Aek sibundong 32.9 f 10.0
i 8.8
g 48.3 Merah
10 Jati luwih 34.1 g 8.0
g 8.4
f 52.3 Merah
11 Bandung 35.3 h 8.3
gh 8.3
f 53.3 Merah
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata pada α=0.05
4.1.2. Analisis proksimat
Beras merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar masyarakat
di Indonesia. Analisis proksimat merupakan serangkaian analisis kimia yang
terdiri dari analisis kadar air, kadar abu atau mineral, kadar lemak, kadar protein
dan kadar karbohidrat. Kadar mineral, kadar protein, kadar lemak dan kadar
35
karbohidrat disajikan dalam persen bebot kering (%bk) yang disajikan dalam
Tabel 3.
Tabel 3 Hasil analisis proksimat berbagai varietas beras
No. Varietas beras Kadar
Air (%)
Kadar
Mineral
(%bk)
Kadar
Protein
(%bk)
Kadar
Lemak
(%bk)
Kadar
Karbohidrat
(%bk)
1 Halimun 11.7 bcd
1.2 b 9.8
d 2.2
de 86.8
a
2 Ujung kulon 11.2 b 1.2
bc 9.0
bc 1.4
b 88.5
bc
3 Ratu merah 12.0 d 1.5
bcd 9.9
d 2.0
cde 86.6
a
4 Jowo melik 10.5 a 1.0
ab 9.5
cd 1.8
bcd 87.7
b
5 Raja hitam 10.5 a 1.2
bc 10.5
d 2.4
e 85.9
a
6 Sirampong 11.9 cd
1.4 bcd
10.5 d 1.5
bc 86.6
a
7 Pare laka 11.4 bc
2.1 cd
8.6 ab
1.9 cde
87.4 c
8 Are ndota 11.5 bcd
2.2 d 8.4
a 2.1
cde 87.4
c
9 Aek sibundong 10.0 a 1.5
bcd 10.5
d 0.7
a 87.2
bc
10 Jati luwih 11.4 bc
1.5 bcd
8.6 bc
1.6 bc
88.3 bc
11 Bandung 11.6 bcd
1.6 bcd
8.7 ab
1.8 bcd
87.9 b
12 IR 64(putih) 12.9 e 0.4
a 8.3
a 0.6
a 90.8
d
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata pada α=0.05
Air berperan penting dalam kehidupan, terutama sebagai pereaksi dalam
reaksi kimia yang terjadi dalam kehidupan. Namun kadar air yang tinggi akan
menyebabkan permasalahan tersendiri dalam bahan makanan seperti beras. Beras
dengan kadar air yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu.
Badan Standardisasi Nasional telah menetapkan Standar Nasional Indonesia untuk
beras sebesar 14 % (SNI 6128:2008). Kadar air beras merah yang diuji berada
pada kisaran 10.0% hingga 12.0 %. Kadar air ini masih dibawah kadar air beras
putih yang digunakan sebagai pembanding yaitu sebesar 12.9%, meskipun nilai
ini masih sesuai dengan acuan Standar Nasional Indonesia. Hasil analisis sidik
ragam dan uji lanjut duncan yang menunjukan berbeda nyata pada taraf 0.05 dapat
dilihat pada Tabel 3, dimana angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti
dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata.
Mineral merupakan residu anorganik yang didapatkan setelah proses
penghilangan bahan-bahan organik yang terkandung dalam suatu bahan
(Sudarmadji et al, 1996). Kadar mineral yang dianalisis dapat mencerminkan
36
kadar mineral yang terkandung dalam beras. Mineral-mineral yang terkandung
dalam abu terdapat dalam bentuk garam oksida, sulfat, fosfat, nitrat dan klorida
(Miller, 1998). Indrasari et al pada tahun 2006 mempublikasikan terdapat enam
belas macam mineral yang terkandung dalam beras antara lain besi (Fe), mangan
(Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na),
Kalium (K), Posfor (P), dan Sulfur (S).
Nilai kadar mineral beras yang diteliti berkisar antara 1.1% bk hingga 2.2%
bk (Tabel 3). Kadar mineral tertinggi adalah beras are ndota dan terendah beras
jowo melik. Nilai kadar mineral ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
nilai kadar mineral pada beras putih varietas IR 64 sebagai pembanding sebesar
0.4%bk, hal ini memperkuat dugaan bahwa beras merah dan hitam mengandung
lebih banyak mineral apabila dibandingkan dengan beras putih. Kadar mineral
secara keseluruhan dipengaruhi oleh derajat penyosohan dan kandungan unsur
hara dalam tanah. Distribusi kadar mineral dalam beras pecah kulit adalah 51%
dalam dedak, 10% dalam lembaga, 11% dalam bekatul dan 28% dalam beras
giling (Indrasari, 2006). Sehingga proses penyosohan adalah proses yang paling
berpengaruh terhadap rendahnya kandungan mineral pada beras giling. Derajat
sosoh yang tinggi menyebabkan kandungan mineral semakin rendah dan juga
kandungan senyawa lain yang bermanfaat untuk tubuh juga hilang.
Kadar protein beras berkisar antara 8.4 % bk hingga 10,5 % bk. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lalel et al pada tahun 2009 yang
berkisar antara 8.29 % bk hingga 9.89 % bk. Kadar protein tertinggi adalah beras
raja hitam dan terendah adalah beras are ndota. Kadar protein terendah ini tidak
berbeda nyata apabila dibandingkan dengan beras putih (IR 64). Hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan kesamaan metabolisme protein yang ada pada
beras merah dan beras putih terutama varietas are ndota dan IR 64. Salah satu hal
yang berpengaruh terhadap kadar protein adalah kandungan unsur nitrogen tanah,
dimana beras yang tumbuh pada tanah yang kaya akan unsur N akan cenderung
memiliki kadar protein yang tinggi (Juliano, 1972).
Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air, namun
larut dalam pelarut organik. Seperti halnya protein, lemak banyak terdapat pada
lapisan aleuron yang menempel pada endosperm. Komposisi lemak yang terdapat
37
pada beras antara lain asam stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Kadar lemak hasil
analisis beras yang diuji berkisar antara 0.7%bk hingga 2.4%bk (Tabel 3). Secara
rata-rata hasil kadar lemak beras merah lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
kadar lemak beras putih. Lebih tingginya hasil analisis lemak beras merah
dibandingkan dengan beras putih juga diungkapkan oleh Lalel et al pada tahun
2009.
Karbohidrat adalah zat gizi yang dapat ditemui dalam jumlah terbesar pada
beras. Karbohidrat dalam serelia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam
bentuk pati. Beras pecah kulit memiliki sekitar 75-85% karbohidrat dan 90 %
untuk beras kering giling. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis proksimat
dilakukan secara by difference dimana total jumlah kadar air, abu, lemak, protein
dan karbohidrat beras adalah 100%. Kadar karbohidrat yang diteliti pada kisaran
85.9% bk hingga 88.5% bk (Tabel 3). Kandungan karbohidrat beras merah
berbeda nyata terhadap beras putih IR 64 (90.8%bk). Hal ini dikarenakan adanya
peningkatan kadar mineral, kadar lemak, dan kadar protein pada beras merah,
sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi kadar karbohidrat.
4.2. Ekstraksi, analisis senyawa dan aktivitas antioksidan beras merah
4.2.1. Ekstraksi
Tahap awal penelitian ini adalah memilih pelarut untuk mengekstrak beras
merah. Pelarut air, etanol dan metanol merupakan pelarut yang umum digunakan
dalam mengekstrak kelompok senyawa polifenol (Kahkonen et al, 2001; Sun dan
Ho. 2005; Nam et al, 2006; Yawadio et al, 2007). Beras merah yang berasal dari
bandung digunakan dalam penelitian ini mengingat ketersediaan bahan yang
mencukupi. Hasil rendemen ekstrak tertinggi didapat pada pelarut etanol sebesar
4.4 kemudian metanol 4.2 dan air 2.4 % (Tabel 4). Rendemen hasil ekstrak sangat
dipengaruhi oleh pelarut, waktu dan suhu pada saat ekstraksi berlangsung.
Aktivitas antioksidan yang diteliti menggunakan metode DPPH memiliki nilai
yang bervariasi dengan ekstrak methanol memilki aktivitas penghambatan IC50
tertinggi sebesar 208.8 µg/ml, ekstrak etanol sebesar 223.8 µg/ml dan ekstrak air
sebesar 1827.4 µg/ml (Tabel 4). Dari hasil uji aktivitas antioksidan ini pelarut
38
metanol merupakan pelarut yang terbaik dalam mengekstrak senyawa-senyawa
yang memberikan aktivitas antioksidan.
Tabel 4 Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan berbagai pelarut
No Jenis Ekstrak Rendemen (%) Aktivitas Antioksidan
IC50 (µg/ml)
1 Air 2.4 a 1827.4
a
2 Etanol 4.4 a 223.8
b
3 Metanol 4.2 a 208.8
b
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata pada α=0.05
Kemampuan senyawa fenol terekstrak dan aktivitas antioksidannya pada
ekstrak kasar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain polaritas, pH
pelarut, lama waktu ekstraksi dan suhu eksraksi, sesuai dengan struktur senyawa
fenol yang terdapat didalamnya (Perez-jimenez&saura-calixto, 2006; Sun & Ho,
2005). Variasi pH dan penggunaan jenis asam juga mempengaruhi kemampuan
senyawa fenol terekstrak dan aktivitas antioksidannya (Kapasadikalidis et al,
2006).
Penelitian lanjutan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan
asam lemah (asam asetat) dan asam kuat (HCl) terhadap rendemen ekstrak dan
aktivitasnya. Hasil rendemen ekstrak tertinggi didapat pada pelarut metanol asam
kuat kemudian pelarut metanol asam asetat dan metanol tanpa penambahan asam.
Tingginya rendemen pelarut metanol HCl dimungkinkan karena adanya co-
ekstraksi dari senyawa non fenol seperti gula, asam organik dan protein. Hasil
aktivitas antioksidan ini berkorelasi negatif terhadap hasil rendemen ekstrak dan
membuktikan adanya co-ekstraksi dari senyawa lain yang tidak memberikan
aktivitas antioksidan (Tabel 5).
Tabel 5 Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan pelarut metanol dan
metanol asam.
No Jenis Ekstrak Rendemen (%) Aktivias Antioksidan
IC50 (µg/ml)
1 Metanol 3.4 a 185.5
a
2 Metanol asam asetat 3.8 a 277.2
ab
3 Methanol HCl 5.9 b 408.6
b
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata pada α=0.05
39
4.2.2. Analisis total fenol dan flavonoid beras merah
4.2.2.1. Analisis kadar total fenol
Fenol merupakan senyawa kimia dengan cincin aromatik dan memiliki satu
atau lebih gugus hidroksil dengan spektrum keragaman senyawa yang luas.
Senyawa fenol pada tumbuhan dihasilkan melalui hasil metabolisme sekunder
tanaman. Pada tanaman senyawa ini memiliki peranan penting untuk pertumbuhan
dan reproduksi, senyawa antipatogen, dan berperan dalam pembentukan pigmen.
Selain dari pada itu senyawa fenolik juga sangat berperan penting pada stabilitas
oksidasi dan keamanan mikrobiologi pangan serta aktivitas biologis dan aktivitas
antioksidan. Oleh karena itu penentuan kadar total fenol diperlukan untuk
mengetahui hubungan antara kadar total fenol dengan aktivitas antioksidan.
Kadar total fenol dalam tumbuhan yang dianalisis ditentukan menggunakan
metode Folin-Ciacolteau yang diekspresikan sebagai miligram ekuivalen asam
tanat mg EAT/g. Hasil yang diperoleh bervariasi antara 27.6 hingga 82.1 mg
EAT/g seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Sampel beras asal Jati Luwih memiliki
kandungan total fenol paling tinggi diantara sampel beras yang dianalisis dan yang
paling kecil adalah bandung. Urutan kadar total fenol pada beras yang diuji dari
yang paling kecil hingga besar adalah sebagai berikut beras bandung, are ndota,
jowo melik, raja hitam, ujung kulon, aek sibundong, pare laka, halimun, ratu
merah, sirampong, dan terbesar adalah jati luwih.
Hasil yang sangat kecil didapatkan beras putih varietas IR 64 sebagai
pembanding. Kadar total fenol beras ini hanya sebesar 2.6 mg EAT/g atau satu
persepuluh dari total fenol beras are ndota yang memiliki kadar total fenol terkecil
pada beras merah yang dianalisis. Hal ini membuktikan beras merah memiliki
keunggulan dibandingkan dengan beras putih yaitu adanya kelompok senyawa
fenol yang bermanfaat bagi kesehatan
Ragam senyawa fenolik pada tanaman sangatlah luas, mulai dari senyawa
sederhana dengan satu atau beberapa gugs hidroksil hingga senyawa fenol dengan
baberapa gugus aromatik dan hidroksil yang beragam. Senyawa fenolik yang
umum terdapat pada biji bijian adalah asam ferulat, asam vanilat, asam kafeat,
asam syrgic, dan asam p-coumarat (Sosulski, Kryger, & Hogge 1982). Selain
senyawa senyawa tersebut diatas, asam galat, asam prokatekuat, asam p-
40
Hydroxybenzoat, guaiacol, p-cresol, o-cresol dan 3,5-xylenol juga ditemukan
pada beras (Vichapong et al, 2010). Selain senyawa senyawa tersebut diatas,
senyawa tanin, flavonoid, lignan, coumarin yang merupakan senyawa senyawa
turunan fenol yang merupakan bagian dari kelompok besar senyawa fenolik.
Senyawa senyawa turunan ini juga ikut menjadi penyumbang donor elektron pada
análisis total fenol.
Tabel 6 Hasil analisis total fenol dan total flavonoid berbagai varietas beras
No. Varietas beras Total Fenol mg
EAT/g
Total Flavonoid
mg EK/g
1 Halimun 61.0 e 199.3
e
2 Ujung kulon 44.8 c 149.0
b
3 Ratu merah 63.0 e 179.8
d
4 Jowo melik 29.8 ab
119.8 a
5 Raja hitam 32.9 b 113.9
a
6 Sirampong 76.1 f 160.3
c
7 Pare laka 54.8 d 215.6
f
8 Are ndota 28.6 ab
162.6 c
9 Aek sibundong 52.2 d 197.9
e
10 Jati luwih 82.1 g 210.3
f
11 Bandung 27.6 a 146.9
b
12 IR 64(putih) 2.6 1.7
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata pada α=0.05
4.2.2.2. Analisis kadar total flavonoid
Golongan terbesar senyawa polifenol adalah flavonoid, terdiri dari ribuan
senyawa diantaranya golongan flavonol, flavon, katekin, flavonon, antosianidin
dan isoflavonoid. Flavonoid dibentuk dalam tumbuhan dari asam amino aromatik
fenilalanin dan tirosin, serta malonat melalui shikimate pathway (Pascual-Teresa,
2008). Beras merah dan hitam diduga memiliki beberapa golongan flavonoid
seperti antosianin dan golongan flavonoid yang lain. Analisis total flavonoid
dilakukan untuk mendapatkan hasil kandungan flavonoid yang diduga
bertanggung jawab terhadap aktivitas antiksidan
Kadar total flavonoid ditentukan dengan metode spektroskopi sinar tampak
menggunakan AlCl3 dan NaOH sebagai pewarna dan dinyatakan dalam mg
ekivalen kuercetin per g (mg EK/g). Kadar total flavonoid seperti halnya total
41
fenol juga bervariasi mulai dari 113.9 mg EK/g hingga 215.6 mg EK/g dengan
kadar tertinggi dimiliki oleh beras pare laka dan terendah oleh beras raja hitam
(Tabel 6). Urutan kadar total flavonoid pada beras yang dianalisis dari yang paling
besar hingga yang paling kecil sebagai berikut beras pare laka> jati luwih>
halimun> aek sibundong> ratu merah> are ndota> sirampong> ujung kulon> jowo
melik> raja hitam. Perbedaan kadar flavonoid pada beras merah dapat terjadi
karena adanya perbedaan varietas, genetic, lokasi tempat tumbuh, cekaman atau
gangguan pertumbuhan, suhu, cuaca, intensitas cahaya dan dan lain sebagainya
sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan metabolisme sekunder yang terjadi
pada tumbuhan.
Hasil yang berbeda didapatkan oleh beras IR 64 sebagai pembanding,
dimana total flavonoid yang terdeteksi hanya 1.7 mg EK/g. Hasil ini sangat kecil
sekali atau berkisar antara 66 kali lebih kecil apabila dibandingkan dengan
kandungan total flavonoid terendah dari beras merah yang dianalisis. Hal ini
membuktikan beras putih hanya sedikit sekali memiliki senyawa senyawa
flavonoid, sehingga apabila dilihat dari aktivitas antioksidannya diperkirakan
tidak akan sebesar aktivitas antioksidan beras merah.
Yawadio et al, (2007) melaporkan kandungan senyawa golongan fenolik
yang terdapat pada beras hitam dan beras merah. Beras hitam mengandung
senyawa antosianin jenis sianidin 3 glukosida dan peonidin 3 glukosida
menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sedangkan
beras merah atau berpigmen didominasi oleh senyawa asam ferulat. Senyawa
golongan tokoferol seperti γ tokoferol, α tokoferol β tokotrienol dan golongan
senyawa tokol terdeteksi pada kedua jenis beras yang diteliti menggunakan
spektroskopi massa. Senyawa golongan flavonoid, asam ferulat dan golongan
tokol (tokoferol dan tokotrienol) diketahui merupakan senyawa senyawa yang
memiliki aktivitas antioksidan baik primer maupun sekunder.
Berdasarkan hasil diatas urutan kadar total flavonoid tidak mengikuti urutan
yang sama dengan kadar total fenol. Hal ini dapat terjadi karena dalam penentuan
total fenol hampir semua senyawa golongan fenolik seperti flavonoid, tannin,
antosianin maupun asam fenolat akan terukur. Sebagai contoh beras jati luwih
merupakan beras yang memiliki kadar polifenol dan flavonoid yang tinggi,
42
sedangkan beras sirampong memiliki kadar total fenol tinggi namun kadar
flavonoid yang lebih rendah. Oleh karena itu, dapat saja flavonoid merupakan
penyumbang terbesar grup fenolik ataupun penyumbang yang tidak terlalu
dominan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Shen et al pada tahun 2009,
dimana tidak terdapat korelasi antara total fenol dengan total flavonoid pada beras
merah yang dianalisis.
4.2.3. Analisis aktivitas antioksidan beras merah
Metode DPPH dan FRAP digunakan dalam penelitian untuk menentukan
aktivitas antioksidan dari ekstrak beras merah. Kedua metode yang digunakan
termasuk ke dalam tipe analisis antioksidan yang memanfaat transfer elektron
dalam reaksi kimianya. Metode DPPH dipilih karena telah banyak digunakan
dalam mengukur potensi aktivitas antioksidan secara in vitro pada sistem biologis
(Zhou & Yu 2004). Metode antioksidan FRAP juga dilakukan dalam pengujian ini
dikarenakan analisis ini dapat digunakan untuk kuantifikasi aktivitas antioksidan
pada bermacam sistem biologis mulai dari ekstrak hingga senyawa murni
(Katalinic et al. 2006).
4.2.3.1. Aktivitas antioksidan metode DPPH
DPPH merupakan radikal organik yang stabil dengan warna ungu yang
cukup kuat. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ini didasarkan
kepada penangkapan radikal oleh antioksidan sehingga warna ungu dari radikal
menjadi memudar (warna kuning). Dengan meningkatnya konsentrasi antioksidan
maka aktivitas penangkapan radikal DPPH semakin besar sehingga dapat
dianalogikan sebagai aktivitas antioksidan (Sanchez-Moreno et al. 1999).
Hasil analisis aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH
menunjukkan variasi dalam setiap pengujian. Konsentrasi penghambatan 50 %
(IC50) tertinggi diperoleh pada beras ratu merah, meskipun tidak berbeda nyata
dengan beras jati luwih (Tabel 7) . Konsentrasi penghambatan 50% terbesar
didapatkan pada beras ratu merah> jati luwih> bandung> halimun >pare laka>aek
sibundong> sirampong> ujung kulon> are ndota> raja hitam>jowo melik.
Perbedaan aktivitas ini diduga karena adanya perbedaan kandungan senyawa
flavonoid ataupun fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan pada beras maupun
43
kandungan senyawa lain seperti tokoferol dan tokotrienol yang juga dapat
berfungsi sebagai antioksidan. Analisis antioksidan beras putih sebagai
pembanding juga dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan beras putih.
Aktivitas antioksidan beras putih sebesar 1858.8 µg/ml yang tergolong sebagai
bahan dengan aktivitas antioksidan rendah (>1000µg/ml). Hasil ini menunjukkan
beras putih tidak memiliki aktivitas antioksidan yang disebabkan oleh senyawa
senyawa yang terkandung didalamnya.
Tabel 7 Hasil analisis aktivitas antioksidan berbagai varietas beras
No. Varietas beras DPPH
IC 50 (µg/ml)
FRAP
µmol Fe(II)/g
Kategori
antioksidan
1 Halimun 148.2 bc
892.60 d Sedang
2 Ujung kulon 187.0 e 642.0
b Sedang
3 Ratu merah 108.9 a 732.1
bc Sedang
4 Jowo melik 320.0 g 477.9
a Rendah
5 Raja hitam 311.5 g 528.9
a Rendah sedang
6 Sirampong 182.3 de
1032.5 e Sedang tinggi
7 Pare laka 156.1 c 1039.1
e Sedang tinggi
8 Are ndota 235.3 f 636.4
b Sedang
9 Aek sibundong 171.1 d 1045.5
e Sedang tinggi
10 Jati luwih 109.4 a 1371.1
f Sedang tinggi
11 Bandung 139.5 b 739.8
c Sedang
12 IR 64(putih) 1858,6 142.7 Rendah
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata pada α=0.05
Perbedaan hasil analisis aktivitas antioksidan DPPH menunjukkan adanya
perbedaan aktivitas senyawa yang terkandung di dalam beras. Senyawa golongan
fenolik dan turunannya seperti golongan flavonoid merupakan golongan senyawa
yang memiliki kemampuan dalam menangkap radikal bebas dengan cara
mendonorkan elektron untuk menstabilkan radikal bebas. Golongan fenol dan
flavonoid memiliki spektrum keberagaman yang luas yang dibedakan berdasarkan
gugus fungsi yang menyertainya. Perbedaan gugus fungsi pada golongan
flavonoid menyebabkan perbedaan aktivitas antioksidannya. Sehingga disamping
perbedaan jumlah fenol dan flavonoid, perbedaaan komposisi penyusun fenolik
dan flavonoid juga berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan
44
4.2.3.2. Aktivitas antioksidan metode FRAP
Pada metode FRAP yang dikembangkan oleh Benzie & Strain (1996).
Pengujian dengan metode FRAP ini sangat mudah, cepat, tidak mahal, dan
keterulangan tinggi serta tidak membutuhkan peralatan khusus. Pengujian FRAP
dapat dilakukan menggunakan peralatan otomatis, semiotomatis maupun peralatan
manual (Benzie dan Strain, 1996).
Analisis aktivitas antioksidan FRAP ditentukan dengan metode spektroskopi
dan dinyatakan dengan µmol Fe(II)/g. Hasil analisis aktivitas antioksidan
bervariasi antara 477,9 µmol Fe(II)/g hingga 1371,1 µmol Fe(II)/g. Beras jowo
melik dan raja hitam merupakan beras dengan aktivitas antioksidan FRAP
terendah yang berbeda nyata dengan beras yang lain. Urutan aktivitas antioksidan
FRAP mulai dari terendah hingga tertinggi sebagai berikut jowo melik, raja hitam,
are ndota, ujung kulon, ratu merah, beras bandung, beras halimun, sirampong,
pare laka, aek sibundong, dan terbesar adalah jati luwih.
Seperti halnya dengan aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode
DPPH, aktivitas antioksidan menggunakan metode FRAP untuk beras putih juga
menunjukkan nilai yang rendah yaitu 142.7 µmol Fe(II)/g dan dikategorikan
sebagai bahan dengan aktivitas antioksidan rendah. Hasil ini memperkuat dugaan
bahwa senyawa fenolik dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan pada
beras.
Aktivitas antioksidan dari sampel yang diteliti memiliki nilai yang
bervariasi dan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu aktivitas tinggi dan
sedang dengan batas nilai seperti yang dilaporkan oleh Kruawan &
Kangsadalampai (2006). Kategori tinggi jika IC50 < 100 µg/ml (DPPH) dan µmol
Fe(II)/g > 1000 (FRAP), sedang bila IC50 diantara 100-300 µg/ml (DPPH) dan
µmol Fe(II)/g 500-1000 (FRAP), dan rendah dengan IC50 > 300 µg/ml (DPPH)
dan µmol Fe(II)/g < 500 (FRAP). Kategori sedang tinggi didapatkan pada beras
jati luwih, pare laka, aek sibudong dan sirampong, kategori sedang didapatkan
pada beras bandung, are ndota, ratu merah, ujung kulon, dan halimun, sedangkan
kategori rendah sedang dan rendah didapatkan pada beras raja hitam dan jowo
melik (Tabel 7). Pengujian aktivitas antioksidan beras merah lokal ini tidak
didapatkan beras dengan aktivitas tinggi, hal ini diduga dikarenakan senyawa
45
fitokimia masih banyak terkandung di lapisan kulit padi dengan jumlah sekitar 8-
10 % (Shen et al 2006). Sangat dimungkinkan senyawa fitokimia masih melekat
pada lapisan kulit padi, karena dalam penelitian ini diambil beras sosoh walau
dengan kondisi warna yang utuh.
Secara keseluruhan beras merah yang berasal dari jati luwih Bali memiliki
keunggulan dibandingkan dengan beras lokal yang berasal dari daerah lain.
Keunggulan kandungan total fenol dan total flavonoid serta keunggulan aktivitas
antioksidan merupakan kriteria dalam penentuan beras terbaik. Beras unggul jati
luwih selanjutnya akan digunakan dalam penelitian lanjutan sebagai komponen
pengganti beras putih pada formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah.
4.3. Formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah
Pada penelitian pendahuluan telah diperoleh informasi kadar total fenol,
kadar total flavonoid dan uji aktivitas antioksidan tertinggi pada sampel beras
jatiluwih asal Bali. Selanjutnya dilakukan formulasi awal untuk megetahui berapa
banyak total bahan penyusun minuman beras kencur berbasis beras merah yang
dapat ditambahkan kedalam minuman sehingga tidak menimbulkan kendala pada
citarasa. Prinsip dasar pembuatan minuman yang dilakuan adalah mencampur
bahan baku dan bahan tambahan minuman kedalam blender berdasarkan bobot
per volume (b/v). Basis minuman dibuat dengan total volume 1000 ml untuk
mempermudah formulasi.
Beras merah sebagai bahan baku dilakukan proses penggilingan,
penyaringan dan penyangraian. Proses penggilingan dilakukan dengan mesin
penggilingan beras merah hingga menjadi tepung beras merah. Selanjutnya tepung
beras merah dilakukan penyaringan dengan ukuran partikel 100 mesh. Pemilihan
ukuran partikel ini disesuaikan dengan ukuran partikel beras yang ada dipasaran.
Tepung beras merah kemudian disangrai atau digoreng tanpa menggunakan
minyak goreng dan dilakukan menggunakan api kecil hingga menimbulkan bau
harum khas beras dan juga untuk menghindari rasa mentah beras pada minuman
beras kencur.
Bahan baku lain seperti rimpang jahe dan kencur dilakukan proses
penyortiran, pencucian dan pemotongan. Penyortiran dilakukan untuk memilih
46
rimpang jahe dan kencur yang baik dengan kriteria tidak ada luka atau tergores
dan busuk pada bagian rimpang. Proses selajutnya dilakukan pencucian pada air
mengalir untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel pada rimpang
jahe dan kencur. Setelah itu dilakukan proses blansir dengan merendam bahan
baku dalam air panas (82-93°C) selama 3 menit. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah mikroba awal, inaktivasi enzim (katalase dan peroksidase),
dan melunakkan jaringan (Fardiaz et al, 1980).
Kadar air masing-masing bahan baku penting untuk diukur agar dosis
penggunaan bahan baku tersebut dapat distandarkan sebelum masuk dalam tahap
selanjutnya. Kadar air jahe dalam penelitian ini sebesar 81.8 %, hal ini tidak
berbeda dengan penetapan kadar air yang dilakukan pada penelitian Herold (2007)
kadar air jahe gajah sebesar 81.3 % basis basah. Kadar air basah kencur pada
penelitian ini sebesar 90.3 %, hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Rostiana dan Effedi (2007) yang menyebutkan bahwa kadar air
basah rimpang kencur berkisar antara 90-92 %.
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan minuman beras kencur
berbasis beras merah adalah gula jawa, asam jawa, dan kayu manis. Gula jawa
yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari petani gula jawa dari satu kali
pembuatan gula, sehingga homogenitas gula jawa dapat dipertahankan. Kadar air
dan warna gula jawa pada penelitian ini telah sesuai dengan SNI 01-3743-1995
yaitu 10.05% dan kuning kecoklatan dan coklat. Asam jawa digunakan pada
pembuatan minuman beras kencur berbasis beras merah ini untuk memberikan
rasa asam dan meningkatkan efek kesegaran pada minuman. Proses pengolahan
asam jawa yang dilakukan adalah penyortiran, pemanasan dan penyaringan.
Proses penyortiran dilakukan untuk memisahkan asam jawa dengan bijinya,
sedangkan proses pemanasan dan penyaringan dilakukan untuk mendapatkan
ekstrak air asam jawa.
Beras kencur merupakan minuman tradisional yang memiliki rasa manis
menyegarkan. Banyak kombinasi bahan penyusun beras kencur yang beredar di
majalah majalah kuliner, internet maupun informasi langsung dari para pembuat
dan penjual jamu gendong, namun pada umumnya masih sesuai “selera” pembuat
beras kencur. Pada tahun 1986, Zaim Saidi melakukan penelitian formulasi
47
minuman beras kencur segar setelah membuat beras kencur instan yang kurang
baik dalam rasa dan penampakan. Pada hasil penelitian tersebut belum diperoleh
minuman beras kencur yang baik dalam rasa dan penampakan. Oleh karena itu
dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan minuman beras kencur dari
beberapa literatur. Hasil penelitian pendahuluan didapatkan formulasi minuman
Tabel 8.
Tabel 8 Formulasi umum minuman fungsional (per 1000 ml)
Bahan penyusun minuman Jumlah atau konsentrasi
Bahan baku campuran 210 g (21%b/v)
Gula jawa 125 g (12.5 % b/v)
Asam jawa 1 ml (0.1% v/v)
Air Ditambahkan hingga 1000 ml
Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment,
menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®
. Mixture D-Optimal
merupakakan salah satu pilihan pada piranti lunak Design Expert 7.0®
untuk
mendapatkan rancangan kombinasi dengan meminimalkan variasi yang
berhubungan dengan estimasi koefisien pada model yang dipilih. Rentang desain
dipilih berdasarkan konsentrasi terendah dan tertinggi pada setiap faktor atau
multifaktor. D-Optimal digunakan sebagai tool utama untuk mendapatkan
kombinasi optimal dari proporsi relatif masing-masing ingredien. Bahan penyusun
minuman lainnya diasumsikan sebagai variabel tetap yang ditambahkan ke dalam
minuman sehinga konsentrasi variabel tetap tersebut tidak dimasukkan ke dalam
rancangan percobaan. Variabel tetap adalah komponen yang tidak berubah
komposisinya dalam pembuatan formula, dalam hal ini adala gula jawa, asam
jawa, dan air.
Variabel uji yang dimasukkan ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0 ®
adalah beras merah, jahe dan kencur yang dikonversikan dalam basis total 100%
untuk memudahkan formulasi. Batas atas dan batas bawah konsentrasi bahan baku
dirancang dengan rentang yang besar, diharapkan supaya dapat menghasilkan
respon yang berbeda nyata antar model formulanya. Rentang konsentrasi masing
masing variabel uji dirangkum dalam Tabel 9. Batas bawah kencur ditentukan
sebesar 20 % dan batas atas 70% dimaksudkan untuk lebih menekankan rasa
48
kencur yang timbul dibandingkan dengan rasa jahe. Sedangkan batas bawah
konsentrasi jahe ditentukan 2.00 % dan batas atas konsentrasi jahe sebesar 52.00%
dikarenakan konsentrasi jahe yang terlalu tinggi akan menyebabkan minuman
berasa jahe sehingga rasa kencur yang menjadi ciri khas minuman beras kencur
menjadi tertutupi oleh rasa jahe.
Tabel 9 Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji.
Komponen (variabel uji) Batas bawah (%) Batas atas (%)
Beras 10.00 60.00
Kencur 20.00 70.00
Jahe 2.00 52.00
Berdasarkan hasil olahan piranti lunak Design Expert 7.0®
diperoleh 8
variasi kompisisi dengan 2 kali pengulangan, sehingga terdapat total 10 model
minuman yang akan diukur variabel responnya satu persatu (Tabel 10). Variabel
respon yang digunakan adalah aktivitas antioksidan DPPH yang diekspresikan
sebagai ppm AEAC, respon sensori atribut citarasa dan warna dengan skala 1-5.
Penggunaan piranti lunak Design expert memiliki keunggulan apabila
dibandingkan dengan kombinasi yang dilakukan secara manual. Kombinasi secara
manual untuk formulasi dengan 3 bahan baku dan 3 respon yang diamati akan
menghasilkan jumlah kombinasi sebanyak 33 atau sebanyak 27 kombinasi. Lebih
sedikitnya kombinasi yang dihasilkan oleh piranti lunak design expert
memberikan keuntungan waktu, biaya, dan kecepatan dalam memperoleh hasil
yang diharapkan. Penggunakan piranti lunak Design expert dapat memperkecil
trial and error dari suatu pengujian.
Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan 10 model minuman dan
pengukuran variabel respon. Aktivitas antioksidan (ppm AEAC), respon aspek
sensori atribut citarasa, dan respon aspek sensori atribut warna merupakan
variabel respon yang diukur terhadap model minuman yang dibuat. Nilai variabel
respon aspek sensori atribut citarasa dan warna dari model minuman dinyatakan
dalam skor kesukaan panelis terhadap aspek citarasa dan warnanya. Skor
kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari skala 1 (sangat
tidak suka) hingga skala 5 (sangat suka). Respon sensori atribut citarasa dan
warna model minuman yang diharapkan adalah semakin mendekati skala 5,
49
artinya panelis semakin menyukai produk tersebut, baik dari aspek citarasa
maupun warnanya.
Tabel 10 Rancangan percobaan 10 model minuman beras kencur
Std Run Komponen Beras Komponen Kencur Komponen Jahe
8 1 10.00 38.00 52.00
9 2 28.00 70.00 2.00
3 3 60.00 20.00 20.00
6 4 60.00 38.00 2.00
7 5 44.00 20.00 36.00
4 6 10.00 54.00 36.00
5 7 28.00 70.00 2.00
1 8 28.00 20.00 52.0
2 9 32.67 42.67 24.67
10 10 60.00 38.00 2.00
Penyajian 10 model minuman dilakukan secara langsung dengan terlebih
dahulu dilakukan pengadukan sebelum penyajian maupun pada saat pengujian.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan campuran minuman beras kencur yang
homogen. Pengujian dilakukan dengan panelis tidak terlatih sebanyak 45 orang.
Hasil penilaian panelis terhadap aspek sensori atribut citarasa dan warna seluruh
model minuman dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 22 dan 23.
Tabel 11 Hasil perhitungan respon aspek sensori atribut citarasa, warna dan
antioksidan berdasarkan model minuman
Std Run Respon rasa (skala
1 sampai 5)
Respon warna
(skala 1 sampai 5)
Respon antioksidan
8 1 2.11 3.66 689.73
9 2 3.43 3.55 530.18
3 3 3.59 3.57 587.45
6 4 3.06 3.39 492.91
7 5 2.93 3.52 620.36
4 6 2.4 3.50 637.00
5 7 2.93 3.66 550.36
1 8 2.27 3.57 669.27
2 9 2.9 3.55 601.09
10 10 3.16 3.57 471.55
Setiap variabel respon dimasukkan ke dalam program sebagai data masukan,
kemudian piranti lunak Desain Expert 7.0®
menganalisis data masukan tersebut
50
untuk menentukan persamaan polynomial dengan ordo yang cocok untuk setiap
variabel respon (linier, kuadratik, special kubik, atau kubik). Ada tiga tahap untuk
mendapatkan persamaan polinomial, yaitu berdasarkan sequential model sum of
squares [Tipe I], lack of fit tests, dan model summary statistics. Partial sum of
squares [Tipe III] akan memilih ordo tertinggi persamaan polinomial dari satu
variabel respon yang hasil analisis ragamnya masih memberikan hasil yang
berbeda nyata. Lack of fit tests akan memilih ordo persamaan polinomial tertinggi
yang memberikan hasil tidak berbeda nyata dilihat dari segi penyimpangan
responnya.
Berdasarkan tahap tersebut, piranti lunak Design Expert 7.0®
menentukan
ordo persamaan polinomial tertinggi untuk setiap variabel responnya. Tabel 12
memberikan ringkasan model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap
variabel respon. Model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap variabel
respon disajikan secara lebih detail pada Lampiran 24.
Tabel 12 Model ordo terpilih dan persamaan polynomial masing-masing variabel
respon
Variabel respon Model ordo Persamaan polynomial (Real Componen)
Aktivitas
antioksidan
Linier Y = 532.99 X1 +654.86 X2 +749.06 X3 –
433.90 X1X2 + 236.75 X1X3 – 53.32 X2X3
Citarasa Linier Y = 4.58X1 + 4.22 X2 – 0.24 X3 – 5.61 X1X2 +
4.389 X1X3 -0.151 X2X3
warna Linier Y = 3.62X1 + 3.84 X2 +4.02 X3 – 0.87 X1X2 -
0.58 X1X3 - 1.28 X2X3
Keterangan: X1 = beras merah (%), X2 = kencur (%), dan X3 = jahe (%)
Hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing variabel respon (Tabel
13) menunjukkan bahwa semua persamaan polinomial variabel respon tersebut
dapat digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan formula minuman
yang optimal karena semua hasil analisis ragamnya berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5% kecuali untuk atribut warna. Respon warna tidak berbeda nyata
dikarenakan variabel uji tidak memberikan pengaruh terhadap warna minuman.
Dari hasil pengamatan gula jawa merupakan bahan yang mempengaruhi respon
warna Hasil analisis ragam (ANOVA) secara lengkap untuk masing-masing
variabel respon dapat dilihat pada Lampiran 25.
51
Tabel 13 Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon
Variabel
respon
Model
ordo
Jumlah
kuadrat
db Kuadrat
tengah
F hitung Prob > F*
Aktivitas
antioksidan Linier 46601.62 5 9320.32 29.94 0.0029
**
citarasa Linier 1.78 5 0.36 7.57 0.0363 **
warna Linier 0.016 5 3.26E-003 0.34 0.8638 ***
*) Taraf signifikansi 5%.
**) Signifikan
***) Tidak signifikan
Piranti lunak Design expert selanjutnya akan melakukan optimasi formulasi
berdasarkan analisis ragam (ANOVA) dari setiap variabel respon minuman dan
memberikan beberapa solusi formula sebagai formula minuman terpilih sesuai
dengan target optimasi yang diinginkan. Nilai target optimasi yang dapat dicapai
dikenal dengan istilah nilai desirability yang berkisar antara nol sampai dengan
satu. Nilai desirability mendekati satu menandakan bahwa formula minuman
dapat mencapai formula optimal sesuai dengan variabel respon yang dikehendaki,
sedangkan indeks desirability mendekati nol menandakan bahwa formula
minuman sulit mencapai titik optimal berdasarkan variabel responnya.
Hasil optimasi minuman disajikan dalam bentuk contour plot dua dimensi
(Gambar 9) dan gambar tiga dimensi (Gambar 10) dengan menggunakan model
prediksi untuk variabel respon aktivitas antioksidan, respon citarasa minuman, dan
respon warna minuman. Nilai pada garis contour merupakan kombinasi dari tiga
komponen yang menghasilkan pencapaian nilai desirability. Titik sentral pada
Gambar 9 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi beras merah 60 %, kencur
20%, dan jahe 20%. Titik sentral tersebut berada pada garis contour dengan nilai
desirability 0.930.
Hasil optimasi tertinggi disajikan pada Tabel 14. Formula 930 dipilih
sebagai minuman dengan formula optimal karena mencapai nilai desirability
tertinggi (0.930) dibandingkan formula terpilih lainnya. Nilai desirability yang
mendekati satu dapat dicapai karena ketepatan pemilihan variabel uji yang mampu
memberikan pengaruh nyata, penentuan rentang proporsi relatif masing-masing
variabel uji, dan nilai target optimasi variabel respon. Semakin tinggi
kompleksitas variabel uji dan nilai target optimasi, semakin sulit pencapaian nilai
desirability yang mendekati satu. Ringkasan hasil optimasi formula minuman
52
dengan prediksi responnya pada taraf signifikansi 5% dapat dilihat pada Lampiran
27.
Gambar 9 Contour plot yang menunjukkan nilai desirability minuman dengan
formula optimal.
Gambar 10 Gambar 3 dimensi yang menunjukkan nilai desirability terhadap
minuman dengan formula optimal.
Tabel 14 Dua formula minuman terpilih hasil optimasi Design Expert 7.0®
kode Beras (%) Kencur (%) Jahe (%) Desirability
930 60.00 20.00 20.00 0.930
760 28.00 70.00 2.00 0.760
4.4. Karakteristik minuman beras kencur formula terpilih
Hasil optimasi minuman pada tahap formulasi dihasilkan minuman formula
terpilih (formula 930). Minuman formula 930 kemudian dibuat kembali dan
dibandingkan terhadap beberapa minuman komersial sebagai pembanding. Hasil
53
pengukuran aktivitas antioksidan minuman formula 930 dan beberapa produk
minuman berbasis beras kencur komersial disajikan pada Gambar 11. Hasil
analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan antar produk
berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 28), sehingga dilakukan uji
lanjut Duncan untuk melihat signifikansi aktivitas antioksidan antar produknya.
Minuman formula 930 memiliki aktivitas antioksidan (587.455 ppm AEAC) yang
secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman
beras kencur komersial 1 (tetrapack) (122.00 ppm AEAC), minuman beras kencur
komersial 2 (instan) (52.81 ppm AEAC) dan minuman beras kencur komersial 3
(tradisional) (152.90 ppm AEAC) pada taraf signifikansi 0.05. Produk minuman
beras kencur berbasis beras merah ini memiliki potensi untuk dikembangkan lebih
lanjut menjadi minuman tradisional yang fungsional.
Gambar 11 Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula (formula 930)
dengan beberapa produk komersial.
Selain pengukuran aktivitas antioksidan, dilakukan uji sensori untuk
mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap aspek sensori atribut warna, aroma,
rasa dan after taste minuman formula 930 dengan produk komersial sebagai
pembanding. Skor kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari
skala 1 (sangat tidak suka) hingga skala 7 (sangat suka). Penggunaan skala yang
lebih luas dimaksudkan untuk lebih mengetahui respon panelis terhadap minuman
beras kencur yang diuji.
Skor kesukaan panelis terhadap aspek sensori atribut warna produk
minuman beras kencur berkisar antara 3.74 (agak tidak suka) hingga 5.46 (agak
54
suka). Skor kesukaan panelis tertinggi diperoleh minuman formula 930, diikuti
oleh minuman beras kencur komersial 1(tetrapack) , minuman beras kencur
komersial 2 (instan) dan minuman beras kencur komersial 3 (tradisional)(Gambar
12). Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan warna minuman beras kencur
formula 930 berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras kencur
komersial pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 26). Hal ini menunjukkan bahwa
panelis lebih menyukai warna minuman beras kencur formula 930 dibandingkan
dengan minuman beras kencur komersial yang beredar di pasaran. Warna
minuman beras kencur formula 930 dan komersial disajikan pada Gambar 13.
Gambar 12 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan aftertaste minuman
formula 930 dengan beberapa produk komersial (skala 1 sampai 7).
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penermaan panelis atas
atribut aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras komersial 1 (tetrapack), dan
berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan minuman
beras kencur 3 (tradisional) pada taraf signifikansi 5% (Gambar 12). Hal ini
menunjukkan minuman formula 930 memiliki kesamaan aroma rasa dan after
taste dengan minuman beras kencur komersial 1 (tetrapack), meskipun berbeda
dengan minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan minuman beras kencur 3
(tradisional). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan beras merah
pada minuman beras kencur mampu meningkatkan aktivitas antioksidan tanpa
terkendala pada penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa, dan after taste.
55
Gambar 13 Foto minuman beras kencur formula 930 dan komersial.
Hasil uji banding produk uji dengan produk minuman komersial
menunjukkan keungguan produk minuman beras kencur berbasis beras merah
formula 930. Keunggulan aktivitas antioksidan minuman formula 930 yang lebih
tinggi dibandingkan dengan minuman komersial menarik untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan menguji aktivitas antioksidan
masing masing ingredien yang digunakan. Hasil analisis aktivitas antioksidan
ingredien penyusun minuman beras kencur dan minuman formula 930 disajikan
pada (Gambar 14)
Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan gula jawa memiliki
aktivitas antioksidan yang paling tinggi (301.02 ppm AEAC) diikuti oleh jahe,
beras merah, kencur dan asam jawa. Tingginya aktivitas antioksidan gula jawa
mungkin dikarenakan adanya bahan tambahan pangan (sodium metabisulfit) yang
dimasukkan kedalam gula jawa untuk menekan jumlah mikroba yang
menyebabkan terjadinya fermentasi pada nira gula merah (Kusumah, 1992; Elmas
et al, 2005). Hasil analisis SO2 dengan menggunakan metode SNI.01.2894-1992
butir 2.6 menunjukkan kadar residu sulfit yang rendah pada gula jawa sebesar
2451 mg/kg atau sebesar 0.245 % meskipun Standar Nasional Indonesia untuk
gula palm tidak mensyaratkan kandungan residu sulfit ini. Selain daripada itu,
reaksi maillard yang diduga terjadi pada saat pemasakan nira menjadi gula juga
dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan gula jawa (Yilmaz and
Toledo, 2005).
Rimpang jahe merupakan penyumbang aktivitas antioksidan terbesar kedua
setelah gula merah dengan aktivitas antioksidan sebesar 142.16 ppm AEAC.
Senyawa gingerol dan shogaol merupakan senyawa yang memiliki aktivitas
56
antioksidan pada jahe disamping oleoresin yang terdapat pada tanaman ini (Jitoe
et al, 1992),. Beras merah, kencur dan asam jawa memiliki aktivitas antioksidan
sebesar 67.15, 34.94, dan 28.57 ppm AEAC. Komponen fenolik dan flavonoid
yang larut dalam air merupakan senyawa senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan pada beras merah. Pinen, kampen, karvon, benzen, eukaliptol,
borneol, metil sinnamat, pentadecan dan etil-p-metoksinamat merupakan senyawa
senyawa yang ada pada rimpang kencur yang diduga memiliki aktivitas
antioksidan (Tewtraktul, 2005). Rasa asam pada asam jawa merupakan rasa yang
ditimbulkan oleh vitamin C atau ascorbic acid pada asam jawa yang memiliki
aktivitas antioksidan (Soemardji, 2007).
Gambar 14 Aktivitas antioksidan bahan penyusun beras kencur dan minuman
formula 930.
Aktivitas antioksidan beras kencur secara keseluruhan merupakan hasil
penjumlahan aktivitas antioksidan bahan bahan penyusun minuman beras kencur.
Apabila dibandingkan dengan minuman formula 930 yang dibuat pada saat yang
bersamaan terdapat perbedaan aktivitas antioksidan sebanyak 79.39 ppm AEAC.
Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antar ingredien pada saat dicampur
menggunakan waring blender sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan.
Pengaruh pencampuran yang mengakibatkan peningkatan aktivitas ini lebih sering
disebut sebagai efek sinergisme. Efek seperti ini juga terjadi pada minuman buah
yang mengandung polifenol anggur yang dikombinasikan dengan kuersetin dan
resveratrol. Efek sinergisme pada bahan makanan seperti pada minuman buah
yang mengandung senyawa flavonoid dan fenol fungsional dapat digunakan untuk
meningkatkan nilai fungsional minuman secara signifikan (Vattem et al, 2005)
57
Pengujian aktivitas antioksidan minuman beras kencur berbasis beras putih
juga dilakukan pada penelitian ini. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui
peningkatan aktivitas antioksidan beras merah terhadap beras putih. Formula yang
digunakan pada pembuatan minuman beras kencur berbasis beras putih sesuai
dengan formula minuman 930. Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan
terdapat perbedaan yang besar antara minuman beras kencur berbasis beras merah
(601.46 ppm AEAC) dengan minuman beras kencur berbasis beras putih (376.48
ppm AEAC). Perbedaan ini dikarenakan beras putih memiliki kandungan total
fenol, total flavonoid dan aktivitas antioksidan yang sangat kecil apabila
dibandingkan dengan beras merah seperti pada penelitian pendahuluan, sehingga
aktivitas antioksidan pada minuman juga tidak terlalu tinggi
Gambar 15 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste
minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras
putih (skala 1 sampai 7).
Pengujian sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste juga dilakukan
pada minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih
untuk mengetahui pengaruh penggunaan beras merah sebagai pengganti beras
putih pada minuman beras kencur. Hal ini penting dilakukan agar supaya
penggunaan beras merah tidak mengganggu aspek sensori dan minuman beras
kencur berbasis beras merah ini masih dapat disebut sebagai minuman beras
kencur. Hasil pengujian sensori aspek warna, aroma, rasa, dan after taste
menunjukkan bahwa kedua jenis minuman hampir serupa dalam penerimaan
(Gambar 15). Uji statistik T-Student menunjukkan tidak berbeda nyata antara
minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih pada
58
taraf signifikansi 5% (Lampiran 34). Hasil uji ini menunjukkan bahwa beras
merah dapat digunakan sebagai pengganti beras putih tanpa terkendala pada aspek
sensori atribut warna, aroma, rasa, dan aftertaste.
4.5. Pengamatan Kestabilan Minuman Formula Terpilih
Pengamatan kestabilan minuman formula optimal 930 selama penyimpanan
dilakukan pada suhu refrigerator dan suhu kamar. Pemilihan suhu refrigerator
dipilih berdasarkan suhu yang umum digunakan untuk mengawetkan bahan
pangan karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan pemilihan
suhu kamar merupakan suhu yang umum dalam penyajian minuman beras kencur
tradisional. Pengamatan stabilitas minuman formula optimal yang diamati
meliputi: aktivitas antioksidan, karakter citarasa dan warna minuman (pengamatan
sensori secara individual), nilai pH, dan total mikroba (metode Total Plate Count).
Formula optimal beras kencur dipasteurisasi terlebih dahulu untuk
membunuh mikroba mikroba yang dapat mempengaruhi mutu beras kencur
selama penyimpanan. Hasil penelitian Limyati (1998) tentang jamu gendong
dalam aspek kontaminasi mikroba menunjukkan bahwa mikroba yang
mengkontaminasi minuman beras kencur tradisional adalah Salmonela,
Staphylococus aureus dan Vibrio. Oleh karena itu, suhu pasteurisasi sesuai dengan
kecukupan panas ditetapkan 75 °C selama 30 menit.
Minuman beras kencur yang terbuat dari rempah-rempah seharusnya
dikategorikan ke dalam minuman tradisional serbuk berdasarkan SNI 01-4320-
1996, tetapi karena formula minuman dalam penelitian ini tidak diserbukkan,
maka ketentuan yang diacu adalah berdasarkan SNI 01-3719-1995 yang mengatur
tentang minuman sari buah. Minuman sari buah diasumsikan memiliki
karakteristik fisik dan kimia yang serupa dengan formula minuan beras kencur.
Berdasarkan SNI 01-3719-1995, jumlah total mikroba (TPC) yang diperbolehkan
ada dalam produk akhir maksimal 2.0 x 102 CFU/ ml sampel, sedangkan jumlah
total kapang-khamir yang masih diperbolehkan maksimal 5.0 x 101 koloni/ ml
sampel.
Hasil analisis total mikroba menggunakan metode total plate count atau
angka lempeng total menunjukkan total mikroba pada suhu refrigerator tidak
mengalami perubahan atau peningkatan yang signifikan yaitu berkisar pada 2 x
59
102
koloni per ml selama 15 hari penyimpanan. Hal yang berbeda ditemui pada
suhu kamar yang meningkat sebanyak 1 log setiap 2 hari penyimpanan hingga
hari ke 7 (Gambar 16). Hal ini mengindikasikan bahwa jenis mikroba dominan
yang ada pada minuman adalah jenis mikroba mesofil, yang hidup pada suhu
kamar 25-30°C. Peningkatan angka lempeng total pada hari ke 2 penyimpanan
menjadi 1.5 x 103 koloni/ml telah melebihi jumlah total mikroba yang
diperbolehkan pada SNI 01-3719-1995 sebesar 2 x 102
koloni/ml, sehingga
minuman beras kencur yang disimpan pada suhu kamar sudah tidak layak untuk
dikonsumsi.
Gambar 16 Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dan log koloni minuman
beras kencur.
Stabilnya jumlah angka lempeng total pada suhu refrigerator berkorelasi
dengan stabilnya sifat sensori yang diamati secara individu. Parameter yang
digunakan pada pengamatan sensori adalah rasa asam, rasa manis, rasa jahe, rasa
kencur, aroma jahe dan aroma kencur. Suhu refrigerator merupakan suhu yang
dapat mempertahankan rasa manis, rasa jahe, rasa kencur, rasa beras aroma jahe,
dan aroma kencur hingga 9 hari penyimpanan apabila dibandingkan dengan
minuman beras kencur segar. Setelah 9 hari penyimpanan mulai terjadi
penyimpangan sensori yang ditandai oleh hilangnya rasa kencur dan aroma kencur
serta meningkatnya rasa pedas khas jahe. Peningkatan rasa pedas jahe
dimungkinkan karena peningkatan senyawa shogaol dari degradasi gingerol.
Pada penyimpanan suhu kamar terjadi penggelembungan kemasan yang
disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bau menyengat khas sulfur yang tercium
menandakan adanya mikroba pembentuk gas yang hidup dalam minuman beras
60
kencur. Uji sensori pada minuman yang disimpan pada suhu kamar ini
menunjukkan dominasi rasa asam. Rasa manis, rasa jahe, rasa kencur, rasa beras
aroma jahe dan aroma kencur sama sekali tidak nampak. Umur simpan minuman
beras kencur formula terpilih pada suhu kamar sangat singkat sekitar 1-2 hari.
Analisis sensori memegang peranan penting dalam pengembangan produk
makanan, sedangkan analisis total mikroba memegang peranan kearah keamanan
pangan. Penyimpangan atribut sensori akan berakibat pada menurunnya tingkat
kesukaan konsumen terhadap produk makanan tersebut. Meningkatnya total
mikroba akan menyebabkan keamanan pangan menjadi menurun. Adanya
penyimpangan atribut sensori dan meningkatnya total mikroba pada minuman
beras kencur yang disimpan pada suhu kamar menyebabkan tingkat penerimaan
konsumen semakin menurun. Penurunan ini mengakibatkan tidak akan
diterimanya makanan tersebut meskipun memiliki khasiat yang luar biasa.
Hasil pengamatan pH minuman formula terpilih selama penyimpanan di
sajikan pada Gambar 17. pH minuman pada hari ke nol sebesar 6,55 yang
merupakan kisaran pH netral. pH minuman pada suhu penyimpanan refrigerator
tidak banyak mengalami perubahan, sedangkan pada penyimpanan suhu kamar
pH turun menjadi 4.81 pada hari ke dua. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadinya
kerusakan minuman beras kencur kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroba
sehingga menyebabkan adanya penurunan nilai pH menjadi asam. Beberapa jenis
bakteri pembusuk atau pengurai mampu menguraikan bahan makanan menjadi
bentuk senyawa yang lebih sederhana dengan hasil samping rasa asam seperti
pada yogurt.
Gambar 17 Profil pH selama penyimpanan