IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sifat fisikokimia … · Analisis warna terhadap beras...

28
33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sifat fisikokimia beras merah 4.1.1. Analisis warna Analisis warna terhadap beras merah yang dilakukan meliputi pengamatan secara visual dan pengamatan menggunakan peralatan Chroma meter. Pengamatan secara visual terlihat bahwa bentuk, ukuran dan warna beras yang berhasil dikumpulkan beragam. Dari ukuran beras, Pare Laka merupakan jenis yang tergolong kecil, sementara lainnya memiliki bulir yang agak besar. Tampilan fisik lain yang menarik yaitu beragamnya warna beras yang berhasil dikumpulkan. Jowo melik, raja hitam, sirampong, pare laka dan are ndota memiliki warna merah kehitaman, sedangkan beras halimun, ujung kulon, ratu merah, jati luwih, aek sibundong dan bandung memiliki warna merah kecoklatan Gambar 8. Gambar 8 Warna dan bentuk varietas beras merah. Selain pengamatan secara visual, pengamatan warna beras juga dilakukan dengan menggunakan peralatan Chroma Meter (Minolta chroma meter). Pengamatan derajat warna dengan parameter nilai kecerahan L memiliki variasi nilai yang beragam mulai dari 18.63 hingga 48.94, hal ini memperlihatkan beras memiliki tingkat kegelapan tinggi mendekati warna hitam sampai dengan setengah gelap atau setengah cerah. Parameter a* menunjukkan nilai a+ (positif) yang memprlihatkan warna beras lebih kearah merah, sedangkan parameter b*

Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sifat fisikokimia … · Analisis warna terhadap beras...

33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik sifat fisikokimia beras merah

4.1.1. Analisis warna

Analisis warna terhadap beras merah yang dilakukan meliputi pengamatan

secara visual dan pengamatan menggunakan peralatan Chroma meter.

Pengamatan secara visual terlihat bahwa bentuk, ukuran dan warna beras yang

berhasil dikumpulkan beragam. Dari ukuran beras, Pare Laka merupakan jenis

yang tergolong kecil, sementara lainnya memiliki bulir yang agak besar. Tampilan

fisik lain yang menarik yaitu beragamnya warna beras yang berhasil dikumpulkan.

Jowo melik, raja hitam, sirampong, pare laka dan are ndota memiliki warna merah

kehitaman, sedangkan beras halimun, ujung kulon, ratu merah, jati luwih, aek

sibundong dan bandung memiliki warna merah kecoklatan Gambar 8.

Gambar 8 Warna dan bentuk varietas beras merah.

Selain pengamatan secara visual, pengamatan warna beras juga dilakukan

dengan menggunakan peralatan Chroma Meter (Minolta chroma meter).

Pengamatan derajat warna dengan parameter nilai kecerahan L memiliki variasi

nilai yang beragam mulai dari 18.63 hingga 48.94, hal ini memperlihatkan beras

memiliki tingkat kegelapan tinggi mendekati warna hitam sampai dengan

setengah gelap atau setengah cerah. Parameter a* menunjukkan nilai a+ (positif)

yang memprlihatkan warna beras lebih kearah merah, sedangkan parameter b*

34

menunjukkan nilai b + (positif) yang memperlihatkan warna beras lebih kearah

kuning. Hasil perhitungan statistik menunjukkan terdapat beda nyata pada taraf

α=0.05 pada setiap pengukuran warna. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan

warna pada setiap jenis beras yang diteliti (Tabel 2).

Nilai °Hue memperlihatkan deskripsi warna kombinasi antara nilai a dan b.

Beras sirampong merupakan satu satunya beras dengan nilai Hue kurang dari 18

dengan deskripsi warna ungu kemerahan. Beras jowo melik, raja hitam, arendota,

aeksibundong, parelaka, ratu merah, jati luwih, dan beras bandung merupakan

beras dengan warna merah hingga merah kekuningan. Warna beras merah

kekuningan terdapat pada beras ujung kulon dan beras halimun. Tingkat

kepekatan warna pada beras merah diduga berpengaruh terhadap kandungan

senyawa fenolik dan flavonoid didalam beras. Senyawa antosianin (flavonoid),

sianidin 3 glukosida dan peonidin 3 glukosida serta turunan senyawa sianidin

merupakan senyawa yang dapat memberikan warna pada beras, selain dapat

berfungsi sebagai antioksidan (Escribano et al, 2004; Wang et al,1999).

Tabel 2 Pengamatan warna varietas beras menggunakan Minolta chroma meter

No. Varietas beras L * a * b * °Hue Deskripsi warna

1 Halimun 48.9 j 6.2

e 10.6

i 64.1 Merah-kuning

2 Ujung kulon 42.5 i 7.1

f 9.6

h 58.3 Merah-kuning

3 Ratu merah 30.5 e 8.8

h 8.8

e 49.8 Merah

4 Jowo melik 24.0 b 3.3

b 2.1

b 34.2 Merah

5 Raja hitam 23.9 b 3.5

bc 3.1

c 44.2 Merah

6 Sirampong 18.6 a 2.0

a 0.6

a 17.1 Ungu-merah

7 Pare laka 26.2 c 3.9

c 4.0

d 49.7 Merah

8 Are ndota 27.7 d 4.5

d 4.1

d 46.3 Merah

9 Aek sibundong 32.9 f 10.0

i 8.8

g 48.3 Merah

10 Jati luwih 34.1 g 8.0

g 8.4

f 52.3 Merah

11 Bandung 35.3 h 8.3

gh 8.3

f 53.3 Merah

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan

perbedaan yang nyata pada α=0.05

4.1.2. Analisis proksimat

Beras merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar masyarakat

di Indonesia. Analisis proksimat merupakan serangkaian analisis kimia yang

terdiri dari analisis kadar air, kadar abu atau mineral, kadar lemak, kadar protein

dan kadar karbohidrat. Kadar mineral, kadar protein, kadar lemak dan kadar

35

karbohidrat disajikan dalam persen bebot kering (%bk) yang disajikan dalam

Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis proksimat berbagai varietas beras

No. Varietas beras Kadar

Air (%)

Kadar

Mineral

(%bk)

Kadar

Protein

(%bk)

Kadar

Lemak

(%bk)

Kadar

Karbohidrat

(%bk)

1 Halimun 11.7 bcd

1.2 b 9.8

d 2.2

de 86.8

a

2 Ujung kulon 11.2 b 1.2

bc 9.0

bc 1.4

b 88.5

bc

3 Ratu merah 12.0 d 1.5

bcd 9.9

d 2.0

cde 86.6

a

4 Jowo melik 10.5 a 1.0

ab 9.5

cd 1.8

bcd 87.7

b

5 Raja hitam 10.5 a 1.2

bc 10.5

d 2.4

e 85.9

a

6 Sirampong 11.9 cd

1.4 bcd

10.5 d 1.5

bc 86.6

a

7 Pare laka 11.4 bc

2.1 cd

8.6 ab

1.9 cde

87.4 c

8 Are ndota 11.5 bcd

2.2 d 8.4

a 2.1

cde 87.4

c

9 Aek sibundong 10.0 a 1.5

bcd 10.5

d 0.7

a 87.2

bc

10 Jati luwih 11.4 bc

1.5 bcd

8.6 bc

1.6 bc

88.3 bc

11 Bandung 11.6 bcd

1.6 bcd

8.7 ab

1.8 bcd

87.9 b

12 IR 64(putih) 12.9 e 0.4

a 8.3

a 0.6

a 90.8

d

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan

perbedaan yang nyata pada α=0.05

Air berperan penting dalam kehidupan, terutama sebagai pereaksi dalam

reaksi kimia yang terjadi dalam kehidupan. Namun kadar air yang tinggi akan

menyebabkan permasalahan tersendiri dalam bahan makanan seperti beras. Beras

dengan kadar air yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu.

Badan Standardisasi Nasional telah menetapkan Standar Nasional Indonesia untuk

beras sebesar 14 % (SNI 6128:2008). Kadar air beras merah yang diuji berada

pada kisaran 10.0% hingga 12.0 %. Kadar air ini masih dibawah kadar air beras

putih yang digunakan sebagai pembanding yaitu sebesar 12.9%, meskipun nilai

ini masih sesuai dengan acuan Standar Nasional Indonesia. Hasil analisis sidik

ragam dan uji lanjut duncan yang menunjukan berbeda nyata pada taraf 0.05 dapat

dilihat pada Tabel 3, dimana angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti

dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata.

Mineral merupakan residu anorganik yang didapatkan setelah proses

penghilangan bahan-bahan organik yang terkandung dalam suatu bahan

(Sudarmadji et al, 1996). Kadar mineral yang dianalisis dapat mencerminkan

36

kadar mineral yang terkandung dalam beras. Mineral-mineral yang terkandung

dalam abu terdapat dalam bentuk garam oksida, sulfat, fosfat, nitrat dan klorida

(Miller, 1998). Indrasari et al pada tahun 2006 mempublikasikan terdapat enam

belas macam mineral yang terkandung dalam beras antara lain besi (Fe), mangan

(Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na),

Kalium (K), Posfor (P), dan Sulfur (S).

Nilai kadar mineral beras yang diteliti berkisar antara 1.1% bk hingga 2.2%

bk (Tabel 3). Kadar mineral tertinggi adalah beras are ndota dan terendah beras

jowo melik. Nilai kadar mineral ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan

nilai kadar mineral pada beras putih varietas IR 64 sebagai pembanding sebesar

0.4%bk, hal ini memperkuat dugaan bahwa beras merah dan hitam mengandung

lebih banyak mineral apabila dibandingkan dengan beras putih. Kadar mineral

secara keseluruhan dipengaruhi oleh derajat penyosohan dan kandungan unsur

hara dalam tanah. Distribusi kadar mineral dalam beras pecah kulit adalah 51%

dalam dedak, 10% dalam lembaga, 11% dalam bekatul dan 28% dalam beras

giling (Indrasari, 2006). Sehingga proses penyosohan adalah proses yang paling

berpengaruh terhadap rendahnya kandungan mineral pada beras giling. Derajat

sosoh yang tinggi menyebabkan kandungan mineral semakin rendah dan juga

kandungan senyawa lain yang bermanfaat untuk tubuh juga hilang.

Kadar protein beras berkisar antara 8.4 % bk hingga 10,5 % bk. Hasil ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lalel et al pada tahun 2009 yang

berkisar antara 8.29 % bk hingga 9.89 % bk. Kadar protein tertinggi adalah beras

raja hitam dan terendah adalah beras are ndota. Kadar protein terendah ini tidak

berbeda nyata apabila dibandingkan dengan beras putih (IR 64). Hal ini

menunjukkan adanya kemungkinan kesamaan metabolisme protein yang ada pada

beras merah dan beras putih terutama varietas are ndota dan IR 64. Salah satu hal

yang berpengaruh terhadap kadar protein adalah kandungan unsur nitrogen tanah,

dimana beras yang tumbuh pada tanah yang kaya akan unsur N akan cenderung

memiliki kadar protein yang tinggi (Juliano, 1972).

Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air, namun

larut dalam pelarut organik. Seperti halnya protein, lemak banyak terdapat pada

lapisan aleuron yang menempel pada endosperm. Komposisi lemak yang terdapat

37

pada beras antara lain asam stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Kadar lemak hasil

analisis beras yang diuji berkisar antara 0.7%bk hingga 2.4%bk (Tabel 3). Secara

rata-rata hasil kadar lemak beras merah lebih tinggi apabila dibandingkan dengan

kadar lemak beras putih. Lebih tingginya hasil analisis lemak beras merah

dibandingkan dengan beras putih juga diungkapkan oleh Lalel et al pada tahun

2009.

Karbohidrat adalah zat gizi yang dapat ditemui dalam jumlah terbesar pada

beras. Karbohidrat dalam serelia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam

bentuk pati. Beras pecah kulit memiliki sekitar 75-85% karbohidrat dan 90 %

untuk beras kering giling. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis proksimat

dilakukan secara by difference dimana total jumlah kadar air, abu, lemak, protein

dan karbohidrat beras adalah 100%. Kadar karbohidrat yang diteliti pada kisaran

85.9% bk hingga 88.5% bk (Tabel 3). Kandungan karbohidrat beras merah

berbeda nyata terhadap beras putih IR 64 (90.8%bk). Hal ini dikarenakan adanya

peningkatan kadar mineral, kadar lemak, dan kadar protein pada beras merah,

sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi kadar karbohidrat.

4.2. Ekstraksi, analisis senyawa dan aktivitas antioksidan beras merah

4.2.1. Ekstraksi

Tahap awal penelitian ini adalah memilih pelarut untuk mengekstrak beras

merah. Pelarut air, etanol dan metanol merupakan pelarut yang umum digunakan

dalam mengekstrak kelompok senyawa polifenol (Kahkonen et al, 2001; Sun dan

Ho. 2005; Nam et al, 2006; Yawadio et al, 2007). Beras merah yang berasal dari

bandung digunakan dalam penelitian ini mengingat ketersediaan bahan yang

mencukupi. Hasil rendemen ekstrak tertinggi didapat pada pelarut etanol sebesar

4.4 kemudian metanol 4.2 dan air 2.4 % (Tabel 4). Rendemen hasil ekstrak sangat

dipengaruhi oleh pelarut, waktu dan suhu pada saat ekstraksi berlangsung.

Aktivitas antioksidan yang diteliti menggunakan metode DPPH memiliki nilai

yang bervariasi dengan ekstrak methanol memilki aktivitas penghambatan IC50

tertinggi sebesar 208.8 µg/ml, ekstrak etanol sebesar 223.8 µg/ml dan ekstrak air

sebesar 1827.4 µg/ml (Tabel 4). Dari hasil uji aktivitas antioksidan ini pelarut

38

metanol merupakan pelarut yang terbaik dalam mengekstrak senyawa-senyawa

yang memberikan aktivitas antioksidan.

Tabel 4 Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan berbagai pelarut

No Jenis Ekstrak Rendemen (%) Aktivitas Antioksidan

IC50 (µg/ml)

1 Air 2.4 a 1827.4

a

2 Etanol 4.4 a 223.8

b

3 Metanol 4.2 a 208.8

b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan

perbedaan yang nyata pada α=0.05

Kemampuan senyawa fenol terekstrak dan aktivitas antioksidannya pada

ekstrak kasar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain polaritas, pH

pelarut, lama waktu ekstraksi dan suhu eksraksi, sesuai dengan struktur senyawa

fenol yang terdapat didalamnya (Perez-jimenez&saura-calixto, 2006; Sun & Ho,

2005). Variasi pH dan penggunaan jenis asam juga mempengaruhi kemampuan

senyawa fenol terekstrak dan aktivitas antioksidannya (Kapasadikalidis et al,

2006).

Penelitian lanjutan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan

asam lemah (asam asetat) dan asam kuat (HCl) terhadap rendemen ekstrak dan

aktivitasnya. Hasil rendemen ekstrak tertinggi didapat pada pelarut metanol asam

kuat kemudian pelarut metanol asam asetat dan metanol tanpa penambahan asam.

Tingginya rendemen pelarut metanol HCl dimungkinkan karena adanya co-

ekstraksi dari senyawa non fenol seperti gula, asam organik dan protein. Hasil

aktivitas antioksidan ini berkorelasi negatif terhadap hasil rendemen ekstrak dan

membuktikan adanya co-ekstraksi dari senyawa lain yang tidak memberikan

aktivitas antioksidan (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan pelarut metanol dan

metanol asam.

No Jenis Ekstrak Rendemen (%) Aktivias Antioksidan

IC50 (µg/ml)

1 Metanol 3.4 a 185.5

a

2 Metanol asam asetat 3.8 a 277.2

ab

3 Methanol HCl 5.9 b 408.6

b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan

perbedaan yang nyata pada α=0.05

39

4.2.2. Analisis total fenol dan flavonoid beras merah

4.2.2.1. Analisis kadar total fenol

Fenol merupakan senyawa kimia dengan cincin aromatik dan memiliki satu

atau lebih gugus hidroksil dengan spektrum keragaman senyawa yang luas.

Senyawa fenol pada tumbuhan dihasilkan melalui hasil metabolisme sekunder

tanaman. Pada tanaman senyawa ini memiliki peranan penting untuk pertumbuhan

dan reproduksi, senyawa antipatogen, dan berperan dalam pembentukan pigmen.

Selain dari pada itu senyawa fenolik juga sangat berperan penting pada stabilitas

oksidasi dan keamanan mikrobiologi pangan serta aktivitas biologis dan aktivitas

antioksidan. Oleh karena itu penentuan kadar total fenol diperlukan untuk

mengetahui hubungan antara kadar total fenol dengan aktivitas antioksidan.

Kadar total fenol dalam tumbuhan yang dianalisis ditentukan menggunakan

metode Folin-Ciacolteau yang diekspresikan sebagai miligram ekuivalen asam

tanat mg EAT/g. Hasil yang diperoleh bervariasi antara 27.6 hingga 82.1 mg

EAT/g seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Sampel beras asal Jati Luwih memiliki

kandungan total fenol paling tinggi diantara sampel beras yang dianalisis dan yang

paling kecil adalah bandung. Urutan kadar total fenol pada beras yang diuji dari

yang paling kecil hingga besar adalah sebagai berikut beras bandung, are ndota,

jowo melik, raja hitam, ujung kulon, aek sibundong, pare laka, halimun, ratu

merah, sirampong, dan terbesar adalah jati luwih.

Hasil yang sangat kecil didapatkan beras putih varietas IR 64 sebagai

pembanding. Kadar total fenol beras ini hanya sebesar 2.6 mg EAT/g atau satu

persepuluh dari total fenol beras are ndota yang memiliki kadar total fenol terkecil

pada beras merah yang dianalisis. Hal ini membuktikan beras merah memiliki

keunggulan dibandingkan dengan beras putih yaitu adanya kelompok senyawa

fenol yang bermanfaat bagi kesehatan

Ragam senyawa fenolik pada tanaman sangatlah luas, mulai dari senyawa

sederhana dengan satu atau beberapa gugs hidroksil hingga senyawa fenol dengan

baberapa gugus aromatik dan hidroksil yang beragam. Senyawa fenolik yang

umum terdapat pada biji bijian adalah asam ferulat, asam vanilat, asam kafeat,

asam syrgic, dan asam p-coumarat (Sosulski, Kryger, & Hogge 1982). Selain

senyawa senyawa tersebut diatas, asam galat, asam prokatekuat, asam p-

40

Hydroxybenzoat, guaiacol, p-cresol, o-cresol dan 3,5-xylenol juga ditemukan

pada beras (Vichapong et al, 2010). Selain senyawa senyawa tersebut diatas,

senyawa tanin, flavonoid, lignan, coumarin yang merupakan senyawa senyawa

turunan fenol yang merupakan bagian dari kelompok besar senyawa fenolik.

Senyawa senyawa turunan ini juga ikut menjadi penyumbang donor elektron pada

análisis total fenol.

Tabel 6 Hasil analisis total fenol dan total flavonoid berbagai varietas beras

No. Varietas beras Total Fenol mg

EAT/g

Total Flavonoid

mg EK/g

1 Halimun 61.0 e 199.3

e

2 Ujung kulon 44.8 c 149.0

b

3 Ratu merah 63.0 e 179.8

d

4 Jowo melik 29.8 ab

119.8 a

5 Raja hitam 32.9 b 113.9

a

6 Sirampong 76.1 f 160.3

c

7 Pare laka 54.8 d 215.6

f

8 Are ndota 28.6 ab

162.6 c

9 Aek sibundong 52.2 d 197.9

e

10 Jati luwih 82.1 g 210.3

f

11 Bandung 27.6 a 146.9

b

12 IR 64(putih) 2.6 1.7

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan

perbedaan yang nyata pada α=0.05

4.2.2.2. Analisis kadar total flavonoid

Golongan terbesar senyawa polifenol adalah flavonoid, terdiri dari ribuan

senyawa diantaranya golongan flavonol, flavon, katekin, flavonon, antosianidin

dan isoflavonoid. Flavonoid dibentuk dalam tumbuhan dari asam amino aromatik

fenilalanin dan tirosin, serta malonat melalui shikimate pathway (Pascual-Teresa,

2008). Beras merah dan hitam diduga memiliki beberapa golongan flavonoid

seperti antosianin dan golongan flavonoid yang lain. Analisis total flavonoid

dilakukan untuk mendapatkan hasil kandungan flavonoid yang diduga

bertanggung jawab terhadap aktivitas antiksidan

Kadar total flavonoid ditentukan dengan metode spektroskopi sinar tampak

menggunakan AlCl3 dan NaOH sebagai pewarna dan dinyatakan dalam mg

ekivalen kuercetin per g (mg EK/g). Kadar total flavonoid seperti halnya total

41

fenol juga bervariasi mulai dari 113.9 mg EK/g hingga 215.6 mg EK/g dengan

kadar tertinggi dimiliki oleh beras pare laka dan terendah oleh beras raja hitam

(Tabel 6). Urutan kadar total flavonoid pada beras yang dianalisis dari yang paling

besar hingga yang paling kecil sebagai berikut beras pare laka> jati luwih>

halimun> aek sibundong> ratu merah> are ndota> sirampong> ujung kulon> jowo

melik> raja hitam. Perbedaan kadar flavonoid pada beras merah dapat terjadi

karena adanya perbedaan varietas, genetic, lokasi tempat tumbuh, cekaman atau

gangguan pertumbuhan, suhu, cuaca, intensitas cahaya dan dan lain sebagainya

sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan metabolisme sekunder yang terjadi

pada tumbuhan.

Hasil yang berbeda didapatkan oleh beras IR 64 sebagai pembanding,

dimana total flavonoid yang terdeteksi hanya 1.7 mg EK/g. Hasil ini sangat kecil

sekali atau berkisar antara 66 kali lebih kecil apabila dibandingkan dengan

kandungan total flavonoid terendah dari beras merah yang dianalisis. Hal ini

membuktikan beras putih hanya sedikit sekali memiliki senyawa senyawa

flavonoid, sehingga apabila dilihat dari aktivitas antioksidannya diperkirakan

tidak akan sebesar aktivitas antioksidan beras merah.

Yawadio et al, (2007) melaporkan kandungan senyawa golongan fenolik

yang terdapat pada beras hitam dan beras merah. Beras hitam mengandung

senyawa antosianin jenis sianidin 3 glukosida dan peonidin 3 glukosida

menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sedangkan

beras merah atau berpigmen didominasi oleh senyawa asam ferulat. Senyawa

golongan tokoferol seperti γ tokoferol, α tokoferol β tokotrienol dan golongan

senyawa tokol terdeteksi pada kedua jenis beras yang diteliti menggunakan

spektroskopi massa. Senyawa golongan flavonoid, asam ferulat dan golongan

tokol (tokoferol dan tokotrienol) diketahui merupakan senyawa senyawa yang

memiliki aktivitas antioksidan baik primer maupun sekunder.

Berdasarkan hasil diatas urutan kadar total flavonoid tidak mengikuti urutan

yang sama dengan kadar total fenol. Hal ini dapat terjadi karena dalam penentuan

total fenol hampir semua senyawa golongan fenolik seperti flavonoid, tannin,

antosianin maupun asam fenolat akan terukur. Sebagai contoh beras jati luwih

merupakan beras yang memiliki kadar polifenol dan flavonoid yang tinggi,

42

sedangkan beras sirampong memiliki kadar total fenol tinggi namun kadar

flavonoid yang lebih rendah. Oleh karena itu, dapat saja flavonoid merupakan

penyumbang terbesar grup fenolik ataupun penyumbang yang tidak terlalu

dominan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Shen et al pada tahun 2009,

dimana tidak terdapat korelasi antara total fenol dengan total flavonoid pada beras

merah yang dianalisis.

4.2.3. Analisis aktivitas antioksidan beras merah

Metode DPPH dan FRAP digunakan dalam penelitian untuk menentukan

aktivitas antioksidan dari ekstrak beras merah. Kedua metode yang digunakan

termasuk ke dalam tipe analisis antioksidan yang memanfaat transfer elektron

dalam reaksi kimianya. Metode DPPH dipilih karena telah banyak digunakan

dalam mengukur potensi aktivitas antioksidan secara in vitro pada sistem biologis

(Zhou & Yu 2004). Metode antioksidan FRAP juga dilakukan dalam pengujian ini

dikarenakan analisis ini dapat digunakan untuk kuantifikasi aktivitas antioksidan

pada bermacam sistem biologis mulai dari ekstrak hingga senyawa murni

(Katalinic et al. 2006).

4.2.3.1. Aktivitas antioksidan metode DPPH

DPPH merupakan radikal organik yang stabil dengan warna ungu yang

cukup kuat. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ini didasarkan

kepada penangkapan radikal oleh antioksidan sehingga warna ungu dari radikal

menjadi memudar (warna kuning). Dengan meningkatnya konsentrasi antioksidan

maka aktivitas penangkapan radikal DPPH semakin besar sehingga dapat

dianalogikan sebagai aktivitas antioksidan (Sanchez-Moreno et al. 1999).

Hasil analisis aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH

menunjukkan variasi dalam setiap pengujian. Konsentrasi penghambatan 50 %

(IC50) tertinggi diperoleh pada beras ratu merah, meskipun tidak berbeda nyata

dengan beras jati luwih (Tabel 7) . Konsentrasi penghambatan 50% terbesar

didapatkan pada beras ratu merah> jati luwih> bandung> halimun >pare laka>aek

sibundong> sirampong> ujung kulon> are ndota> raja hitam>jowo melik.

Perbedaan aktivitas ini diduga karena adanya perbedaan kandungan senyawa

flavonoid ataupun fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan pada beras maupun

43

kandungan senyawa lain seperti tokoferol dan tokotrienol yang juga dapat

berfungsi sebagai antioksidan. Analisis antioksidan beras putih sebagai

pembanding juga dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan beras putih.

Aktivitas antioksidan beras putih sebesar 1858.8 µg/ml yang tergolong sebagai

bahan dengan aktivitas antioksidan rendah (>1000µg/ml). Hasil ini menunjukkan

beras putih tidak memiliki aktivitas antioksidan yang disebabkan oleh senyawa

senyawa yang terkandung didalamnya.

Tabel 7 Hasil analisis aktivitas antioksidan berbagai varietas beras

No. Varietas beras DPPH

IC 50 (µg/ml)

FRAP

µmol Fe(II)/g

Kategori

antioksidan

1 Halimun 148.2 bc

892.60 d Sedang

2 Ujung kulon 187.0 e 642.0

b Sedang

3 Ratu merah 108.9 a 732.1

bc Sedang

4 Jowo melik 320.0 g 477.9

a Rendah

5 Raja hitam 311.5 g 528.9

a Rendah sedang

6 Sirampong 182.3 de

1032.5 e Sedang tinggi

7 Pare laka 156.1 c 1039.1

e Sedang tinggi

8 Are ndota 235.3 f 636.4

b Sedang

9 Aek sibundong 171.1 d 1045.5

e Sedang tinggi

10 Jati luwih 109.4 a 1371.1

f Sedang tinggi

11 Bandung 139.5 b 739.8

c Sedang

12 IR 64(putih) 1858,6 142.7 Rendah

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan

perbedaan yang nyata pada α=0.05

Perbedaan hasil analisis aktivitas antioksidan DPPH menunjukkan adanya

perbedaan aktivitas senyawa yang terkandung di dalam beras. Senyawa golongan

fenolik dan turunannya seperti golongan flavonoid merupakan golongan senyawa

yang memiliki kemampuan dalam menangkap radikal bebas dengan cara

mendonorkan elektron untuk menstabilkan radikal bebas. Golongan fenol dan

flavonoid memiliki spektrum keberagaman yang luas yang dibedakan berdasarkan

gugus fungsi yang menyertainya. Perbedaan gugus fungsi pada golongan

flavonoid menyebabkan perbedaan aktivitas antioksidannya. Sehingga disamping

perbedaan jumlah fenol dan flavonoid, perbedaaan komposisi penyusun fenolik

dan flavonoid juga berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan

44

4.2.3.2. Aktivitas antioksidan metode FRAP

Pada metode FRAP yang dikembangkan oleh Benzie & Strain (1996).

Pengujian dengan metode FRAP ini sangat mudah, cepat, tidak mahal, dan

keterulangan tinggi serta tidak membutuhkan peralatan khusus. Pengujian FRAP

dapat dilakukan menggunakan peralatan otomatis, semiotomatis maupun peralatan

manual (Benzie dan Strain, 1996).

Analisis aktivitas antioksidan FRAP ditentukan dengan metode spektroskopi

dan dinyatakan dengan µmol Fe(II)/g. Hasil analisis aktivitas antioksidan

bervariasi antara 477,9 µmol Fe(II)/g hingga 1371,1 µmol Fe(II)/g. Beras jowo

melik dan raja hitam merupakan beras dengan aktivitas antioksidan FRAP

terendah yang berbeda nyata dengan beras yang lain. Urutan aktivitas antioksidan

FRAP mulai dari terendah hingga tertinggi sebagai berikut jowo melik, raja hitam,

are ndota, ujung kulon, ratu merah, beras bandung, beras halimun, sirampong,

pare laka, aek sibundong, dan terbesar adalah jati luwih.

Seperti halnya dengan aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode

DPPH, aktivitas antioksidan menggunakan metode FRAP untuk beras putih juga

menunjukkan nilai yang rendah yaitu 142.7 µmol Fe(II)/g dan dikategorikan

sebagai bahan dengan aktivitas antioksidan rendah. Hasil ini memperkuat dugaan

bahwa senyawa fenolik dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan pada

beras.

Aktivitas antioksidan dari sampel yang diteliti memiliki nilai yang

bervariasi dan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu aktivitas tinggi dan

sedang dengan batas nilai seperti yang dilaporkan oleh Kruawan &

Kangsadalampai (2006). Kategori tinggi jika IC50 < 100 µg/ml (DPPH) dan µmol

Fe(II)/g > 1000 (FRAP), sedang bila IC50 diantara 100-300 µg/ml (DPPH) dan

µmol Fe(II)/g 500-1000 (FRAP), dan rendah dengan IC50 > 300 µg/ml (DPPH)

dan µmol Fe(II)/g < 500 (FRAP). Kategori sedang tinggi didapatkan pada beras

jati luwih, pare laka, aek sibudong dan sirampong, kategori sedang didapatkan

pada beras bandung, are ndota, ratu merah, ujung kulon, dan halimun, sedangkan

kategori rendah sedang dan rendah didapatkan pada beras raja hitam dan jowo

melik (Tabel 7). Pengujian aktivitas antioksidan beras merah lokal ini tidak

didapatkan beras dengan aktivitas tinggi, hal ini diduga dikarenakan senyawa

45

fitokimia masih banyak terkandung di lapisan kulit padi dengan jumlah sekitar 8-

10 % (Shen et al 2006). Sangat dimungkinkan senyawa fitokimia masih melekat

pada lapisan kulit padi, karena dalam penelitian ini diambil beras sosoh walau

dengan kondisi warna yang utuh.

Secara keseluruhan beras merah yang berasal dari jati luwih Bali memiliki

keunggulan dibandingkan dengan beras lokal yang berasal dari daerah lain.

Keunggulan kandungan total fenol dan total flavonoid serta keunggulan aktivitas

antioksidan merupakan kriteria dalam penentuan beras terbaik. Beras unggul jati

luwih selanjutnya akan digunakan dalam penelitian lanjutan sebagai komponen

pengganti beras putih pada formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah.

4.3. Formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah

Pada penelitian pendahuluan telah diperoleh informasi kadar total fenol,

kadar total flavonoid dan uji aktivitas antioksidan tertinggi pada sampel beras

jatiluwih asal Bali. Selanjutnya dilakukan formulasi awal untuk megetahui berapa

banyak total bahan penyusun minuman beras kencur berbasis beras merah yang

dapat ditambahkan kedalam minuman sehingga tidak menimbulkan kendala pada

citarasa. Prinsip dasar pembuatan minuman yang dilakuan adalah mencampur

bahan baku dan bahan tambahan minuman kedalam blender berdasarkan bobot

per volume (b/v). Basis minuman dibuat dengan total volume 1000 ml untuk

mempermudah formulasi.

Beras merah sebagai bahan baku dilakukan proses penggilingan,

penyaringan dan penyangraian. Proses penggilingan dilakukan dengan mesin

penggilingan beras merah hingga menjadi tepung beras merah. Selanjutnya tepung

beras merah dilakukan penyaringan dengan ukuran partikel 100 mesh. Pemilihan

ukuran partikel ini disesuaikan dengan ukuran partikel beras yang ada dipasaran.

Tepung beras merah kemudian disangrai atau digoreng tanpa menggunakan

minyak goreng dan dilakukan menggunakan api kecil hingga menimbulkan bau

harum khas beras dan juga untuk menghindari rasa mentah beras pada minuman

beras kencur.

Bahan baku lain seperti rimpang jahe dan kencur dilakukan proses

penyortiran, pencucian dan pemotongan. Penyortiran dilakukan untuk memilih

46

rimpang jahe dan kencur yang baik dengan kriteria tidak ada luka atau tergores

dan busuk pada bagian rimpang. Proses selajutnya dilakukan pencucian pada air

mengalir untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel pada rimpang

jahe dan kencur. Setelah itu dilakukan proses blansir dengan merendam bahan

baku dalam air panas (82-93°C) selama 3 menit. Hal ini bertujuan untuk

mengurangi jumlah mikroba awal, inaktivasi enzim (katalase dan peroksidase),

dan melunakkan jaringan (Fardiaz et al, 1980).

Kadar air masing-masing bahan baku penting untuk diukur agar dosis

penggunaan bahan baku tersebut dapat distandarkan sebelum masuk dalam tahap

selanjutnya. Kadar air jahe dalam penelitian ini sebesar 81.8 %, hal ini tidak

berbeda dengan penetapan kadar air yang dilakukan pada penelitian Herold (2007)

kadar air jahe gajah sebesar 81.3 % basis basah. Kadar air basah kencur pada

penelitian ini sebesar 90.3 %, hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Rostiana dan Effedi (2007) yang menyebutkan bahwa kadar air

basah rimpang kencur berkisar antara 90-92 %.

Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan minuman beras kencur

berbasis beras merah adalah gula jawa, asam jawa, dan kayu manis. Gula jawa

yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari petani gula jawa dari satu kali

pembuatan gula, sehingga homogenitas gula jawa dapat dipertahankan. Kadar air

dan warna gula jawa pada penelitian ini telah sesuai dengan SNI 01-3743-1995

yaitu 10.05% dan kuning kecoklatan dan coklat. Asam jawa digunakan pada

pembuatan minuman beras kencur berbasis beras merah ini untuk memberikan

rasa asam dan meningkatkan efek kesegaran pada minuman. Proses pengolahan

asam jawa yang dilakukan adalah penyortiran, pemanasan dan penyaringan.

Proses penyortiran dilakukan untuk memisahkan asam jawa dengan bijinya,

sedangkan proses pemanasan dan penyaringan dilakukan untuk mendapatkan

ekstrak air asam jawa.

Beras kencur merupakan minuman tradisional yang memiliki rasa manis

menyegarkan. Banyak kombinasi bahan penyusun beras kencur yang beredar di

majalah majalah kuliner, internet maupun informasi langsung dari para pembuat

dan penjual jamu gendong, namun pada umumnya masih sesuai “selera” pembuat

beras kencur. Pada tahun 1986, Zaim Saidi melakukan penelitian formulasi

47

minuman beras kencur segar setelah membuat beras kencur instan yang kurang

baik dalam rasa dan penampakan. Pada hasil penelitian tersebut belum diperoleh

minuman beras kencur yang baik dalam rasa dan penampakan. Oleh karena itu

dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan minuman beras kencur dari

beberapa literatur. Hasil penelitian pendahuluan didapatkan formulasi minuman

Tabel 8.

Tabel 8 Formulasi umum minuman fungsional (per 1000 ml)

Bahan penyusun minuman Jumlah atau konsentrasi

Bahan baku campuran 210 g (21%b/v)

Gula jawa 125 g (12.5 % b/v)

Asam jawa 1 ml (0.1% v/v)

Air Ditambahkan hingga 1000 ml

Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment,

menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®

. Mixture D-Optimal

merupakakan salah satu pilihan pada piranti lunak Design Expert 7.0®

untuk

mendapatkan rancangan kombinasi dengan meminimalkan variasi yang

berhubungan dengan estimasi koefisien pada model yang dipilih. Rentang desain

dipilih berdasarkan konsentrasi terendah dan tertinggi pada setiap faktor atau

multifaktor. D-Optimal digunakan sebagai tool utama untuk mendapatkan

kombinasi optimal dari proporsi relatif masing-masing ingredien. Bahan penyusun

minuman lainnya diasumsikan sebagai variabel tetap yang ditambahkan ke dalam

minuman sehinga konsentrasi variabel tetap tersebut tidak dimasukkan ke dalam

rancangan percobaan. Variabel tetap adalah komponen yang tidak berubah

komposisinya dalam pembuatan formula, dalam hal ini adala gula jawa, asam

jawa, dan air.

Variabel uji yang dimasukkan ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0 ®

adalah beras merah, jahe dan kencur yang dikonversikan dalam basis total 100%

untuk memudahkan formulasi. Batas atas dan batas bawah konsentrasi bahan baku

dirancang dengan rentang yang besar, diharapkan supaya dapat menghasilkan

respon yang berbeda nyata antar model formulanya. Rentang konsentrasi masing

masing variabel uji dirangkum dalam Tabel 9. Batas bawah kencur ditentukan

sebesar 20 % dan batas atas 70% dimaksudkan untuk lebih menekankan rasa

48

kencur yang timbul dibandingkan dengan rasa jahe. Sedangkan batas bawah

konsentrasi jahe ditentukan 2.00 % dan batas atas konsentrasi jahe sebesar 52.00%

dikarenakan konsentrasi jahe yang terlalu tinggi akan menyebabkan minuman

berasa jahe sehingga rasa kencur yang menjadi ciri khas minuman beras kencur

menjadi tertutupi oleh rasa jahe.

Tabel 9 Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji.

Komponen (variabel uji) Batas bawah (%) Batas atas (%)

Beras 10.00 60.00

Kencur 20.00 70.00

Jahe 2.00 52.00

Berdasarkan hasil olahan piranti lunak Design Expert 7.0®

diperoleh 8

variasi kompisisi dengan 2 kali pengulangan, sehingga terdapat total 10 model

minuman yang akan diukur variabel responnya satu persatu (Tabel 10). Variabel

respon yang digunakan adalah aktivitas antioksidan DPPH yang diekspresikan

sebagai ppm AEAC, respon sensori atribut citarasa dan warna dengan skala 1-5.

Penggunaan piranti lunak Design expert memiliki keunggulan apabila

dibandingkan dengan kombinasi yang dilakukan secara manual. Kombinasi secara

manual untuk formulasi dengan 3 bahan baku dan 3 respon yang diamati akan

menghasilkan jumlah kombinasi sebanyak 33 atau sebanyak 27 kombinasi. Lebih

sedikitnya kombinasi yang dihasilkan oleh piranti lunak design expert

memberikan keuntungan waktu, biaya, dan kecepatan dalam memperoleh hasil

yang diharapkan. Penggunakan piranti lunak Design expert dapat memperkecil

trial and error dari suatu pengujian.

Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan 10 model minuman dan

pengukuran variabel respon. Aktivitas antioksidan (ppm AEAC), respon aspek

sensori atribut citarasa, dan respon aspek sensori atribut warna merupakan

variabel respon yang diukur terhadap model minuman yang dibuat. Nilai variabel

respon aspek sensori atribut citarasa dan warna dari model minuman dinyatakan

dalam skor kesukaan panelis terhadap aspek citarasa dan warnanya. Skor

kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari skala 1 (sangat

tidak suka) hingga skala 5 (sangat suka). Respon sensori atribut citarasa dan

warna model minuman yang diharapkan adalah semakin mendekati skala 5,

49

artinya panelis semakin menyukai produk tersebut, baik dari aspek citarasa

maupun warnanya.

Tabel 10 Rancangan percobaan 10 model minuman beras kencur

Std Run Komponen Beras Komponen Kencur Komponen Jahe

8 1 10.00 38.00 52.00

9 2 28.00 70.00 2.00

3 3 60.00 20.00 20.00

6 4 60.00 38.00 2.00

7 5 44.00 20.00 36.00

4 6 10.00 54.00 36.00

5 7 28.00 70.00 2.00

1 8 28.00 20.00 52.0

2 9 32.67 42.67 24.67

10 10 60.00 38.00 2.00

Penyajian 10 model minuman dilakukan secara langsung dengan terlebih

dahulu dilakukan pengadukan sebelum penyajian maupun pada saat pengujian.

Hal ini dilakukan untuk mendapatkan campuran minuman beras kencur yang

homogen. Pengujian dilakukan dengan panelis tidak terlatih sebanyak 45 orang.

Hasil penilaian panelis terhadap aspek sensori atribut citarasa dan warna seluruh

model minuman dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 22 dan 23.

Tabel 11 Hasil perhitungan respon aspek sensori atribut citarasa, warna dan

antioksidan berdasarkan model minuman

Std Run Respon rasa (skala

1 sampai 5)

Respon warna

(skala 1 sampai 5)

Respon antioksidan

8 1 2.11 3.66 689.73

9 2 3.43 3.55 530.18

3 3 3.59 3.57 587.45

6 4 3.06 3.39 492.91

7 5 2.93 3.52 620.36

4 6 2.4 3.50 637.00

5 7 2.93 3.66 550.36

1 8 2.27 3.57 669.27

2 9 2.9 3.55 601.09

10 10 3.16 3.57 471.55

Setiap variabel respon dimasukkan ke dalam program sebagai data masukan,

kemudian piranti lunak Desain Expert 7.0®

menganalisis data masukan tersebut

50

untuk menentukan persamaan polynomial dengan ordo yang cocok untuk setiap

variabel respon (linier, kuadratik, special kubik, atau kubik). Ada tiga tahap untuk

mendapatkan persamaan polinomial, yaitu berdasarkan sequential model sum of

squares [Tipe I], lack of fit tests, dan model summary statistics. Partial sum of

squares [Tipe III] akan memilih ordo tertinggi persamaan polinomial dari satu

variabel respon yang hasil analisis ragamnya masih memberikan hasil yang

berbeda nyata. Lack of fit tests akan memilih ordo persamaan polinomial tertinggi

yang memberikan hasil tidak berbeda nyata dilihat dari segi penyimpangan

responnya.

Berdasarkan tahap tersebut, piranti lunak Design Expert 7.0®

menentukan

ordo persamaan polinomial tertinggi untuk setiap variabel responnya. Tabel 12

memberikan ringkasan model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap

variabel respon. Model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap variabel

respon disajikan secara lebih detail pada Lampiran 24.

Tabel 12 Model ordo terpilih dan persamaan polynomial masing-masing variabel

respon

Variabel respon Model ordo Persamaan polynomial (Real Componen)

Aktivitas

antioksidan

Linier Y = 532.99 X1 +654.86 X2 +749.06 X3 –

433.90 X1X2 + 236.75 X1X3 – 53.32 X2X3

Citarasa Linier Y = 4.58X1 + 4.22 X2 – 0.24 X3 – 5.61 X1X2 +

4.389 X1X3 -0.151 X2X3

warna Linier Y = 3.62X1 + 3.84 X2 +4.02 X3 – 0.87 X1X2 -

0.58 X1X3 - 1.28 X2X3

Keterangan: X1 = beras merah (%), X2 = kencur (%), dan X3 = jahe (%)

Hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing variabel respon (Tabel

13) menunjukkan bahwa semua persamaan polinomial variabel respon tersebut

dapat digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan formula minuman

yang optimal karena semua hasil analisis ragamnya berbeda nyata pada taraf

signifikansi 5% kecuali untuk atribut warna. Respon warna tidak berbeda nyata

dikarenakan variabel uji tidak memberikan pengaruh terhadap warna minuman.

Dari hasil pengamatan gula jawa merupakan bahan yang mempengaruhi respon

warna Hasil analisis ragam (ANOVA) secara lengkap untuk masing-masing

variabel respon dapat dilihat pada Lampiran 25.

51

Tabel 13 Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon

Variabel

respon

Model

ordo

Jumlah

kuadrat

db Kuadrat

tengah

F hitung Prob > F*

Aktivitas

antioksidan Linier 46601.62 5 9320.32 29.94 0.0029

**

citarasa Linier 1.78 5 0.36 7.57 0.0363 **

warna Linier 0.016 5 3.26E-003 0.34 0.8638 ***

*) Taraf signifikansi 5%.

**) Signifikan

***) Tidak signifikan

Piranti lunak Design expert selanjutnya akan melakukan optimasi formulasi

berdasarkan analisis ragam (ANOVA) dari setiap variabel respon minuman dan

memberikan beberapa solusi formula sebagai formula minuman terpilih sesuai

dengan target optimasi yang diinginkan. Nilai target optimasi yang dapat dicapai

dikenal dengan istilah nilai desirability yang berkisar antara nol sampai dengan

satu. Nilai desirability mendekati satu menandakan bahwa formula minuman

dapat mencapai formula optimal sesuai dengan variabel respon yang dikehendaki,

sedangkan indeks desirability mendekati nol menandakan bahwa formula

minuman sulit mencapai titik optimal berdasarkan variabel responnya.

Hasil optimasi minuman disajikan dalam bentuk contour plot dua dimensi

(Gambar 9) dan gambar tiga dimensi (Gambar 10) dengan menggunakan model

prediksi untuk variabel respon aktivitas antioksidan, respon citarasa minuman, dan

respon warna minuman. Nilai pada garis contour merupakan kombinasi dari tiga

komponen yang menghasilkan pencapaian nilai desirability. Titik sentral pada

Gambar 9 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi beras merah 60 %, kencur

20%, dan jahe 20%. Titik sentral tersebut berada pada garis contour dengan nilai

desirability 0.930.

Hasil optimasi tertinggi disajikan pada Tabel 14. Formula 930 dipilih

sebagai minuman dengan formula optimal karena mencapai nilai desirability

tertinggi (0.930) dibandingkan formula terpilih lainnya. Nilai desirability yang

mendekati satu dapat dicapai karena ketepatan pemilihan variabel uji yang mampu

memberikan pengaruh nyata, penentuan rentang proporsi relatif masing-masing

variabel uji, dan nilai target optimasi variabel respon. Semakin tinggi

kompleksitas variabel uji dan nilai target optimasi, semakin sulit pencapaian nilai

desirability yang mendekati satu. Ringkasan hasil optimasi formula minuman

52

dengan prediksi responnya pada taraf signifikansi 5% dapat dilihat pada Lampiran

27.

Gambar 9 Contour plot yang menunjukkan nilai desirability minuman dengan

formula optimal.

Gambar 10 Gambar 3 dimensi yang menunjukkan nilai desirability terhadap

minuman dengan formula optimal.

Tabel 14 Dua formula minuman terpilih hasil optimasi Design Expert 7.0®

kode Beras (%) Kencur (%) Jahe (%) Desirability

930 60.00 20.00 20.00 0.930

760 28.00 70.00 2.00 0.760

4.4. Karakteristik minuman beras kencur formula terpilih

Hasil optimasi minuman pada tahap formulasi dihasilkan minuman formula

terpilih (formula 930). Minuman formula 930 kemudian dibuat kembali dan

dibandingkan terhadap beberapa minuman komersial sebagai pembanding. Hasil

53

pengukuran aktivitas antioksidan minuman formula 930 dan beberapa produk

minuman berbasis beras kencur komersial disajikan pada Gambar 11. Hasil

analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan antar produk

berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 28), sehingga dilakukan uji

lanjut Duncan untuk melihat signifikansi aktivitas antioksidan antar produknya.

Minuman formula 930 memiliki aktivitas antioksidan (587.455 ppm AEAC) yang

secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman

beras kencur komersial 1 (tetrapack) (122.00 ppm AEAC), minuman beras kencur

komersial 2 (instan) (52.81 ppm AEAC) dan minuman beras kencur komersial 3

(tradisional) (152.90 ppm AEAC) pada taraf signifikansi 0.05. Produk minuman

beras kencur berbasis beras merah ini memiliki potensi untuk dikembangkan lebih

lanjut menjadi minuman tradisional yang fungsional.

Gambar 11 Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula (formula 930)

dengan beberapa produk komersial.

Selain pengukuran aktivitas antioksidan, dilakukan uji sensori untuk

mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap aspek sensori atribut warna, aroma,

rasa dan after taste minuman formula 930 dengan produk komersial sebagai

pembanding. Skor kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari

skala 1 (sangat tidak suka) hingga skala 7 (sangat suka). Penggunaan skala yang

lebih luas dimaksudkan untuk lebih mengetahui respon panelis terhadap minuman

beras kencur yang diuji.

Skor kesukaan panelis terhadap aspek sensori atribut warna produk

minuman beras kencur berkisar antara 3.74 (agak tidak suka) hingga 5.46 (agak

54

suka). Skor kesukaan panelis tertinggi diperoleh minuman formula 930, diikuti

oleh minuman beras kencur komersial 1(tetrapack) , minuman beras kencur

komersial 2 (instan) dan minuman beras kencur komersial 3 (tradisional)(Gambar

12). Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan warna minuman beras kencur

formula 930 berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras kencur

komersial pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 26). Hal ini menunjukkan bahwa

panelis lebih menyukai warna minuman beras kencur formula 930 dibandingkan

dengan minuman beras kencur komersial yang beredar di pasaran. Warna

minuman beras kencur formula 930 dan komersial disajikan pada Gambar 13.

Gambar 12 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan aftertaste minuman

formula 930 dengan beberapa produk komersial (skala 1 sampai 7).

Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penermaan panelis atas

atribut aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 tidak

berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras komersial 1 (tetrapack), dan

berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan minuman

beras kencur 3 (tradisional) pada taraf signifikansi 5% (Gambar 12). Hal ini

menunjukkan minuman formula 930 memiliki kesamaan aroma rasa dan after

taste dengan minuman beras kencur komersial 1 (tetrapack), meskipun berbeda

dengan minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan minuman beras kencur 3

(tradisional). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan beras merah

pada minuman beras kencur mampu meningkatkan aktivitas antioksidan tanpa

terkendala pada penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa, dan after taste.

55

Gambar 13 Foto minuman beras kencur formula 930 dan komersial.

Hasil uji banding produk uji dengan produk minuman komersial

menunjukkan keungguan produk minuman beras kencur berbasis beras merah

formula 930. Keunggulan aktivitas antioksidan minuman formula 930 yang lebih

tinggi dibandingkan dengan minuman komersial menarik untuk dilakukan

penelitian lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan menguji aktivitas antioksidan

masing masing ingredien yang digunakan. Hasil analisis aktivitas antioksidan

ingredien penyusun minuman beras kencur dan minuman formula 930 disajikan

pada (Gambar 14)

Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan gula jawa memiliki

aktivitas antioksidan yang paling tinggi (301.02 ppm AEAC) diikuti oleh jahe,

beras merah, kencur dan asam jawa. Tingginya aktivitas antioksidan gula jawa

mungkin dikarenakan adanya bahan tambahan pangan (sodium metabisulfit) yang

dimasukkan kedalam gula jawa untuk menekan jumlah mikroba yang

menyebabkan terjadinya fermentasi pada nira gula merah (Kusumah, 1992; Elmas

et al, 2005). Hasil analisis SO2 dengan menggunakan metode SNI.01.2894-1992

butir 2.6 menunjukkan kadar residu sulfit yang rendah pada gula jawa sebesar

2451 mg/kg atau sebesar 0.245 % meskipun Standar Nasional Indonesia untuk

gula palm tidak mensyaratkan kandungan residu sulfit ini. Selain daripada itu,

reaksi maillard yang diduga terjadi pada saat pemasakan nira menjadi gula juga

dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan gula jawa (Yilmaz and

Toledo, 2005).

Rimpang jahe merupakan penyumbang aktivitas antioksidan terbesar kedua

setelah gula merah dengan aktivitas antioksidan sebesar 142.16 ppm AEAC.

Senyawa gingerol dan shogaol merupakan senyawa yang memiliki aktivitas

56

antioksidan pada jahe disamping oleoresin yang terdapat pada tanaman ini (Jitoe

et al, 1992),. Beras merah, kencur dan asam jawa memiliki aktivitas antioksidan

sebesar 67.15, 34.94, dan 28.57 ppm AEAC. Komponen fenolik dan flavonoid

yang larut dalam air merupakan senyawa senyawa yang memiliki aktivitas

antioksidan pada beras merah. Pinen, kampen, karvon, benzen, eukaliptol,

borneol, metil sinnamat, pentadecan dan etil-p-metoksinamat merupakan senyawa

senyawa yang ada pada rimpang kencur yang diduga memiliki aktivitas

antioksidan (Tewtraktul, 2005). Rasa asam pada asam jawa merupakan rasa yang

ditimbulkan oleh vitamin C atau ascorbic acid pada asam jawa yang memiliki

aktivitas antioksidan (Soemardji, 2007).

Gambar 14 Aktivitas antioksidan bahan penyusun beras kencur dan minuman

formula 930.

Aktivitas antioksidan beras kencur secara keseluruhan merupakan hasil

penjumlahan aktivitas antioksidan bahan bahan penyusun minuman beras kencur.

Apabila dibandingkan dengan minuman formula 930 yang dibuat pada saat yang

bersamaan terdapat perbedaan aktivitas antioksidan sebanyak 79.39 ppm AEAC.

Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antar ingredien pada saat dicampur

menggunakan waring blender sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan.

Pengaruh pencampuran yang mengakibatkan peningkatan aktivitas ini lebih sering

disebut sebagai efek sinergisme. Efek seperti ini juga terjadi pada minuman buah

yang mengandung polifenol anggur yang dikombinasikan dengan kuersetin dan

resveratrol. Efek sinergisme pada bahan makanan seperti pada minuman buah

yang mengandung senyawa flavonoid dan fenol fungsional dapat digunakan untuk

meningkatkan nilai fungsional minuman secara signifikan (Vattem et al, 2005)

57

Pengujian aktivitas antioksidan minuman beras kencur berbasis beras putih

juga dilakukan pada penelitian ini. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui

peningkatan aktivitas antioksidan beras merah terhadap beras putih. Formula yang

digunakan pada pembuatan minuman beras kencur berbasis beras putih sesuai

dengan formula minuman 930. Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan

terdapat perbedaan yang besar antara minuman beras kencur berbasis beras merah

(601.46 ppm AEAC) dengan minuman beras kencur berbasis beras putih (376.48

ppm AEAC). Perbedaan ini dikarenakan beras putih memiliki kandungan total

fenol, total flavonoid dan aktivitas antioksidan yang sangat kecil apabila

dibandingkan dengan beras merah seperti pada penelitian pendahuluan, sehingga

aktivitas antioksidan pada minuman juga tidak terlalu tinggi

Gambar 15 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste

minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras

putih (skala 1 sampai 7).

Pengujian sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste juga dilakukan

pada minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih

untuk mengetahui pengaruh penggunaan beras merah sebagai pengganti beras

putih pada minuman beras kencur. Hal ini penting dilakukan agar supaya

penggunaan beras merah tidak mengganggu aspek sensori dan minuman beras

kencur berbasis beras merah ini masih dapat disebut sebagai minuman beras

kencur. Hasil pengujian sensori aspek warna, aroma, rasa, dan after taste

menunjukkan bahwa kedua jenis minuman hampir serupa dalam penerimaan

(Gambar 15). Uji statistik T-Student menunjukkan tidak berbeda nyata antara

minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih pada

58

taraf signifikansi 5% (Lampiran 34). Hasil uji ini menunjukkan bahwa beras

merah dapat digunakan sebagai pengganti beras putih tanpa terkendala pada aspek

sensori atribut warna, aroma, rasa, dan aftertaste.

4.5. Pengamatan Kestabilan Minuman Formula Terpilih

Pengamatan kestabilan minuman formula optimal 930 selama penyimpanan

dilakukan pada suhu refrigerator dan suhu kamar. Pemilihan suhu refrigerator

dipilih berdasarkan suhu yang umum digunakan untuk mengawetkan bahan

pangan karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan pemilihan

suhu kamar merupakan suhu yang umum dalam penyajian minuman beras kencur

tradisional. Pengamatan stabilitas minuman formula optimal yang diamati

meliputi: aktivitas antioksidan, karakter citarasa dan warna minuman (pengamatan

sensori secara individual), nilai pH, dan total mikroba (metode Total Plate Count).

Formula optimal beras kencur dipasteurisasi terlebih dahulu untuk

membunuh mikroba mikroba yang dapat mempengaruhi mutu beras kencur

selama penyimpanan. Hasil penelitian Limyati (1998) tentang jamu gendong

dalam aspek kontaminasi mikroba menunjukkan bahwa mikroba yang

mengkontaminasi minuman beras kencur tradisional adalah Salmonela,

Staphylococus aureus dan Vibrio. Oleh karena itu, suhu pasteurisasi sesuai dengan

kecukupan panas ditetapkan 75 °C selama 30 menit.

Minuman beras kencur yang terbuat dari rempah-rempah seharusnya

dikategorikan ke dalam minuman tradisional serbuk berdasarkan SNI 01-4320-

1996, tetapi karena formula minuman dalam penelitian ini tidak diserbukkan,

maka ketentuan yang diacu adalah berdasarkan SNI 01-3719-1995 yang mengatur

tentang minuman sari buah. Minuman sari buah diasumsikan memiliki

karakteristik fisik dan kimia yang serupa dengan formula minuan beras kencur.

Berdasarkan SNI 01-3719-1995, jumlah total mikroba (TPC) yang diperbolehkan

ada dalam produk akhir maksimal 2.0 x 102 CFU/ ml sampel, sedangkan jumlah

total kapang-khamir yang masih diperbolehkan maksimal 5.0 x 101 koloni/ ml

sampel.

Hasil analisis total mikroba menggunakan metode total plate count atau

angka lempeng total menunjukkan total mikroba pada suhu refrigerator tidak

mengalami perubahan atau peningkatan yang signifikan yaitu berkisar pada 2 x

59

102

koloni per ml selama 15 hari penyimpanan. Hal yang berbeda ditemui pada

suhu kamar yang meningkat sebanyak 1 log setiap 2 hari penyimpanan hingga

hari ke 7 (Gambar 16). Hal ini mengindikasikan bahwa jenis mikroba dominan

yang ada pada minuman adalah jenis mikroba mesofil, yang hidup pada suhu

kamar 25-30°C. Peningkatan angka lempeng total pada hari ke 2 penyimpanan

menjadi 1.5 x 103 koloni/ml telah melebihi jumlah total mikroba yang

diperbolehkan pada SNI 01-3719-1995 sebesar 2 x 102

koloni/ml, sehingga

minuman beras kencur yang disimpan pada suhu kamar sudah tidak layak untuk

dikonsumsi.

Gambar 16 Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dan log koloni minuman

beras kencur.

Stabilnya jumlah angka lempeng total pada suhu refrigerator berkorelasi

dengan stabilnya sifat sensori yang diamati secara individu. Parameter yang

digunakan pada pengamatan sensori adalah rasa asam, rasa manis, rasa jahe, rasa

kencur, aroma jahe dan aroma kencur. Suhu refrigerator merupakan suhu yang

dapat mempertahankan rasa manis, rasa jahe, rasa kencur, rasa beras aroma jahe,

dan aroma kencur hingga 9 hari penyimpanan apabila dibandingkan dengan

minuman beras kencur segar. Setelah 9 hari penyimpanan mulai terjadi

penyimpangan sensori yang ditandai oleh hilangnya rasa kencur dan aroma kencur

serta meningkatnya rasa pedas khas jahe. Peningkatan rasa pedas jahe

dimungkinkan karena peningkatan senyawa shogaol dari degradasi gingerol.

Pada penyimpanan suhu kamar terjadi penggelembungan kemasan yang

disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bau menyengat khas sulfur yang tercium

menandakan adanya mikroba pembentuk gas yang hidup dalam minuman beras

60

kencur. Uji sensori pada minuman yang disimpan pada suhu kamar ini

menunjukkan dominasi rasa asam. Rasa manis, rasa jahe, rasa kencur, rasa beras

aroma jahe dan aroma kencur sama sekali tidak nampak. Umur simpan minuman

beras kencur formula terpilih pada suhu kamar sangat singkat sekitar 1-2 hari.

Analisis sensori memegang peranan penting dalam pengembangan produk

makanan, sedangkan analisis total mikroba memegang peranan kearah keamanan

pangan. Penyimpangan atribut sensori akan berakibat pada menurunnya tingkat

kesukaan konsumen terhadap produk makanan tersebut. Meningkatnya total

mikroba akan menyebabkan keamanan pangan menjadi menurun. Adanya

penyimpangan atribut sensori dan meningkatnya total mikroba pada minuman

beras kencur yang disimpan pada suhu kamar menyebabkan tingkat penerimaan

konsumen semakin menurun. Penurunan ini mengakibatkan tidak akan

diterimanya makanan tersebut meskipun memiliki khasiat yang luar biasa.

Hasil pengamatan pH minuman formula terpilih selama penyimpanan di

sajikan pada Gambar 17. pH minuman pada hari ke nol sebesar 6,55 yang

merupakan kisaran pH netral. pH minuman pada suhu penyimpanan refrigerator

tidak banyak mengalami perubahan, sedangkan pada penyimpanan suhu kamar

pH turun menjadi 4.81 pada hari ke dua. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadinya

kerusakan minuman beras kencur kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroba

sehingga menyebabkan adanya penurunan nilai pH menjadi asam. Beberapa jenis

bakteri pembusuk atau pengurai mampu menguraikan bahan makanan menjadi

bentuk senyawa yang lebih sederhana dengan hasil samping rasa asam seperti

pada yogurt.

Gambar 17 Profil pH selama penyimpanan