BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/150510/2008/150110080200_4_2026.pdfdan...

26
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal yang berpengaruh selama penelitian. Pengamatan ini meliputi data curah hujan, temperatur, dan kelembapan selama percobaan, serangan hama penyakit, serta analisis vegetasi sebelum percobaan. 4.1.1 Data Curah Hujan, Temperatur, dan Kelembapan Udara Selama Percobaan Percobaan berlangsung pada bulan Maret sampai dengan Mei Tahun 2012. Rata-rata curah hujan bulan Maret yaitu 176,0 mm, bulan April yaitu 363,7 mm, dan bulan Mei yaitu 310,0 mm. Dari data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan dapat dikatakan cukup tinggi. Temperatur udara terendah selama percobaan adalah 22 o C pada bulan Mei sedangkan suhu udara tertinggi adalah 25,15 o C pada bulan Maret. Kelembapan udara rata-rata selama percobaan adalah 93-94 %. Data curah hujan, suhu udara, dan kelembapan terdapat pada Lampiran 4.

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/150510/2008/150110080200_4_2026.pdfdan...

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Penunjang

Pengamatan penunjang ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal

yang berpengaruh selama penelitian. Pengamatan ini meliputi data curah hujan,

temperatur, dan kelembapan selama percobaan, serangan hama penyakit, serta

analisis vegetasi sebelum percobaan.

4.1.1 Data Curah Hujan, Temperatur, dan Kelembapan Udara Selama

Percobaan

Percobaan berlangsung pada bulan Maret sampai dengan Mei Tahun 2012.

Rata-rata curah hujan bulan Maret yaitu 176,0 mm, bulan April yaitu 363,7 mm, dan

bulan Mei yaitu 310,0 mm. Dari data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata curah

hujan dapat dikatakan cukup tinggi.

Temperatur udara terendah selama percobaan adalah 22oC pada bulan Mei

sedangkan suhu udara tertinggi adalah 25,15oC pada bulan Maret. Kelembapan udara

rata-rata selama percobaan adalah 93-94 %. Data curah hujan, suhu udara, dan

kelembapan terdapat pada Lampiran 4.

24

4.1.2 Analisis Vegetasi Sebelum Percobaan

Pengamatan analisis vegetasi berguna untuk mengetahui ada tidaknya

pergeseran komposisi setiap spesies gulma pada suatu areal. Keadaan komposisi

gulma diamati dengan menggunakan Nilai Jumlah Dominansi (NJD) yang dilakukan

sebelum percobaan. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) berguna untuk

menggambarkan hubungan jumlah dominansi suatu jenis gulma dengan jenis gulma

lainnya dalam suatu komunitas, sebab dalam suatu komunitas sering dijumpai spesies

gulma tertentu yang tumbuh lebih dominan dari spesies gulma lainnya.

Tabel 1. Komposisi Gulma Sebelum Percobaan

No

Spesies gulma

NJD* (%)

Daun Lebar

1 Alternanthera philoxeroides 23,46

2 Hedyotis corymbosa 11,86

3 Synedrella nodiflora 5,99

4 Commelina difusa 4,50

Teki

1 Cyperus iria 9,52

2 Fimbristylis miliacea 3,00

Rumput

1 Cynodon dactylon 26,7

2 Digitaria ciliaris 11,93

3 Eleusine indica 3,00

Ket : * = Nisbah Jumlah Dominan

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebelum percobaan berlangsung terdapat 9 jenis

gulma yang mendominasi lahan yang digunakan untuk pertanaman kubis bunga yaitu

4 spesies gulma daun lebar, 2 spesies gulma teki, dan 3 spesies gulma rumput.

25

Spesies-spesies gulma yang dominan adalah spesies gulma rumput yaitu Cynodon

dactylon (Gambar 8) dengan NJD sebesar 26,7 %, spesies gulma daun lebar yaitu

Alternanthera philoxeroides (Gambar 9) dengan NJD sebesar 23,46 %, dan spesies

gulma teki yaitu Cyperus iria (Gambar 10) dengan NJD sebesar 9,52%. Perhitungan

analisis vegetasi selengkapnya pada Lampiran 5.

Dominansi gulma rumput sebelum percobaan disebabkan gulma rumput

merupakan tumbuhan berjalur fotosintesis C4 lebih efisien dalam menggunakan air

dan cahaya sehingga kecepatan tumbuhnya tinggi. Selain itu perbedaan kemampuan

dalam berkompetisi menyebabkan terjadinya dominansi suatu tanaman terhadap

tanaman yang lain (Naylor, 2002). Adapun spesies-spesies gulma baru yang tumbuh

dilahan setelah percobaan diantaranya spesies gulma daun lebar yaitu Eclypta alba,

Ludwigia perennis, Amaranthus spinosus, Rorippa indica dan spesies gulma rumput

yaitu Leptochloa cynensis. Adanya spesies gulma baru disebabkan oleh pengolahan

tanah yang menyebabkan biji-biji gulma di dalam tanah muncul ke permukaan tanah

dan berkecambah.

4.1.3 Serangan Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang selama penelitian adalah ulat daun (Plutella

xylostella), ulat grayak (Spodoptera litura) dan belalang. Ulat daun (Plutela

xylostela) menyerang tanaman kubis bunga pada umur 21 HST. Larva ulat daun

menggerek daun dan memakan jaringan daun sebelah bawah dengan meninggalkan

lapisan epidermis bagian atas daun. Kerusakan dicirikan dengan adanya bercak-

26

bercak berwarna putih yang tidak teratur yang lama kelamaan menjadi lubang pada

serangan yang berat daunnya hingga tinggal kerangka saja. Serangan ulat ini hanya 1-

3% tergolong rata terdapat pada setiap plot sehingga pengendaliannya hanya dengan

memetik daun yang terserang. Serangan ulat daun (Plutella xylostela) dapat dilihat

pada Gambar 11.

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama krop kubis

yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas. Ulat ini menyerang

tanaman kubis bunga pada fase generatif yaitu pada umur ± 35 HST menggerogoti

krop kubis bunga. Ulat grayak dapat dilihat pada Gambar 12. Serangan ulat ini

tergolong rata pada setiap perlakuan dengan intensitas serangannya hanya 1-3%

sehingga pengendaliannya hanya dengan mengambil ulat yang terdapat pada tanaman

tersebut lalu dimatikan. Serangan ulat grayak pada krop kubis dapat dilihat pada

Gambar 13. Begitu juga dengan hama belalang, hama ini memakan daun dari bagian

tepi daun, namun serangannya hanya pada sedikit tanaman kubis bunga. Intensitas

serangannya hanya 1-3% pada percobaan ini sehingga pengendaliannya dengan

diambil lalu dimatikan. Serangan belalang dapa dilihat pada Gambar 14.

Penyakit yang ditemui pada tanaman selama percobaan adalah busuk hitam

pada daun yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris. Penyakit ini

menyerang tanaman kubis bunga pada fase generatif yaitu pada umur ± 35 HST

Gejala serangannya ditandai dengan bercak coklat kehitam-hitaman pada daun,

batang, tangkai bunga maupun krop kubis bunga yang diserang. Gejala khas pada

daun yaitu tampak warna kuning kecoklat-coklatan berbentuk huruf “V” dan

27

kemudian mengering. Intensitas serangan penyakit ini hanya 1-3%, rata pada setiap

perlakuan sehingga pengendaliannya dengan memetik daun kubis bunga yang

terserang penyakit tersebut.

4.2 Pengamatan Utama

4.2.1 Kondisi Umum Pertanaman Kubis Bunga

Keseragaman tumbuh bibit kubis bunga yang digunakan relatif tinggi.

Pertumbuhan bibit kubis bunga relatif tinggi dan seragam sampai umur 14 hari,

setelah itu mulai terlihat adanya perbedaan pertumbuhan tanaman kubis bunga.

Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh kehadiran gulma diantara tanaman kubis

bunga yang bersaing dalam memanfaatkan faktor pertumbuhan seperti tempat

tumbuh, air, cahaya, dan unsur hara, sehingga pada saat tanaman kubis bunga

berumur 14 hari setelah tanam (HST) dikatakan sebagai periode kritis bagi kubis

bunga).

Pada umur 28-30 hari setelah tanam merupakan fase vegetatif maksimum

kubis bunga dimana organ pertumbuhan seperti daun, akar, dan batang berada dalam

pertumbuhan yang maksimal sehingga terbentuk kanopi pada lahan pertanaman dan

menutupi gulma-gulma yang tumbuh bersama tanaman kubis yang menyebabkan

menurunnya persaingan antara keduanya. Selain itu pada umur tersebut, merupakan

fase awal generatif pada tanaman kubis bunga yang ditandai dengan munculnya krop

kubis bunga. Pada umur 45-47 hari, tanaman kubis bunga memasuki fase panen yang

ditandai dengan krop bunga yang telah padat dan mencapai ukuran maksimum.

28

4.2.2 Pengamatan Gulma

4.2.2.1 Bobot Kering Gulma Rumput

Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi pengaruh perlakuan bergulma

dan bebas gulma terhadap bobot kering gulma rumput pada semua umur pengamatan.

Hasil analisis lanjut dengan menggunakan uji gugus Scott-Knott pada taraf nyata 5%

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Rata-rata Bobot Kering Gulma Rumput (gr/0,25m2)

akibat pengaruh

perlakuan bergulma dan bebas gulma pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Umur Pengamatan

14 HST 28 HST 42 HST

W1 (Bergulma 0-7 HST) 0.00 b 0.00 b 0.00 b

W2 (Bergulma 0-14 HST) 0.27 a 0.00 b 0.00 b

W3 (Bergulma 0-21 HST) 0.27 a 0.00 b 0.00 b

W4 (Bergulma 0-28 HST) 0.28 a 5.27 a 0.00 b

W5 (Bergulma 0-35 HST) 0.30 a 6.73 a 0.00 b

W6 (Bergulma 0-panen) 0.27 a 7.80 a 17.45 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 0.00 b 3.03 a 15.62 a

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 0.00 b 3.16 a 15.80 a

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 0.00 b 0.09 b 14.60 b

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 0.00 b 0.00 b 1.23 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 0.00 b 0.00 b 0.30 b

W12 (Bebas gulma 0- panen) 0.00 b 0.00 b 0.00 b

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

Pada umur 14 HST sampai 42 HST pada perlakuan bergulma sepanjang masa

pertanaman mengalami kenaikan bobot kering. Hal ini disebabkan perlakuan gulma

yang tidak disiangi sehingga keberadaan gulma yang semakin lama menyebabkan

29

populasi gulma meningkat dan bobot kering gulma bertambah. Menurut Zimdhal

(2007) pada masa vegetatif gulma dimana gulma dengan mudah menyerap unsur hara

yang menjadi bagian pokok tanaman sehingga terakumulasi dalam bobot kering

gulma rumput yang semakin tinggi. Data dan hasil analisis statistik bobot kering

gulma rumput pada 14 HST, 28 HST, dan 42 HST selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 6.

4.2.2.2 Bobot Kering Gulma Daun lebar

Hasil analisis lanjut bobot kering gulma daun lebar dengan menggunakan uji

gugus Scott-Knott pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 3. Dari hasil analisis

data menunjukkan bahwa terjadi pengaruh perlakuan bergulma dan bebas gulma

terhadap bobot kering gulma daun lebar pada umur 14 , 28 dan 42 HST .

Persaingan antara gulma dengan tanaman yang paling besar terjadi kalau

habitat pertumbuhan akar dan karakteristik daunnya sama. Dalam hal ini persamaan

yang dimiliki kubis bunga dengan gulma berdaun lebar antara lain sama-sama

tergolong dikotil yang mempunyai perakaran yang agak dalam dan sama-sama

mempunyai susunan daun yang horizontal. Selain itu, gulma daun lebar dan tanaman

kubis bunga merupakan tanaman C3.

30

Tabel 3. Rata-rata Bobot Kering Gulma Daun Lebar (gr/0,25m2)

akibat pengaruh

perlakuan bergulma dan bebas gulma pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Umur Pengamatan

14 HST 28 HST 42 HST

W1 (Bergulma 0-7 HST) 0.00 b 0.00 c 0.00 c

W2 (Bergulma 0-14 HST) 0.21 a 0.00 c 0.00 c

W3 (Bergulma 0-21 HST) 0.22 a 0.00 c 0.00 c

W4 (Bergulma 0-28 HST) 0.18 a 4.60 a 0.00 c

W5 (Bergulma 0-35 HST) 0.18 a 4.74 a 0.00 c

W6 (Bergulma 0-panen) 0.16 a 4.72 a 9.27 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 0.00 b 3.90 a 7.43 a

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 0.00 b 3.53 a 5.65 a

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 0.00 b 1.74 b 2.30 b

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 0.00 b 0.00 c 1.67 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 0.00 b 0.00 c 0.08 c

W12 (Bebas gulma 0- panen) 0.00 b 0.00 c 0.00 c

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

Menurut Muzik (1970) apabila ada spesies tumbuhan mempunyai sifat dan

habitat yang sama maka kecenderungan akan terjadi persaingan. Hal-hal tersebut

yang menyebabkan tetap terjadi pengaruh yang nyata antara gulma daun lebar dan

tanaman kubis bunga pada setiap umur pengamatan akibat persaingan antar keduanya

yang terus-menerus. Data dan hasil analisis statistik bobot kering gulma daun lebar

pada 14 HST, 28 HST, dan 42 HST selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

31

4.2.2.3 Bobot Kering Gulma Teki

Data dan hasil analisis statistik bobot kering gulma teki pada 14 HST, 28

HST, dan 42 HST dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari hasil analisis data

menunjukkan bahwa terjadi pengaruh perlakuan bergulma dan bebas gulma terhadap

bobot kering gulma teki pada semua umur pengamatan. Hasil analisis lanjut dengan

menggunakan uji gugus Scott-Knott pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Bobot Kering Gulma Teki (gr/0,25 m2)

akibat pengaruh perlakuan

bergulma dan bebas gulma pada berbagai umur pengamatan

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

Pada umur 28 HST , perlakuan W7, W8, dan W9 memberikan bobot kering

gulma yang berbeda-beda dimana pada perlakuan bebas gulma lebih lama

memberikan bobot kering yang semakin kecil. Hal ini disebabkan semakin lama umur

Perlakuan

Umur Pengamatan

14 HST 28 HST 42 HST

W1 (Bergulma 0-7 HST) 0.00 b 0.00 e 0.00 c

W2 (Bergulma 0-14 HST) 0.62 a 0.00 e 0.00 c

W3 (Bergulma 0-21 HST) 0.62 a 0.00 e 0.00 c

W4 (Bergulma 0-28 HST) 0.63 a 7.43 a 0.00 c

W5 (Bergulma 0-35 HST) 0.65 a 7.93 a 0.00 c

W6 (Bergulma 0-panen) 0.61 a 7.62 a 24.40 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 0.07 b 5.68 b 23.63 a

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 0.00 b 3.81 c 22.57 a

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 0.00 b 1.93 d 18.70 a

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 0.00 b 0.00 e 12.13 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 0.00 b 0.00 e 0.13 c

W12 (Bebas gulma 0- panen) 0.00 b 0.00 e 0.00 c

32

tanaman, maka akan membentuk kanopi yang menaungi lahan sekitarnya.

Pembentukan kanopi tanaman yang cepat dapat mempengaruhi tumbuh-tumbuhan

dibawahnya yang secara tidak langsung mengurangi pertumbuhan gulma (Mercado,

1979). Hal ini dikarenakan gulma teki dan kubis bunga memiliki kemampuan

kompetisi yang sama-sama tinggi.

Gulma teki digolongkan sebagai gulma jahat (noxious weed) dengan ciri-ciri

tingkat persaingan tinggi meskipun populasinya rendah, efisien dalam perbanyakan

diri baik melalui biji yang melimpah maupun dengan perbanyakan vegetatif, mudah

menyebar dan mempunyai masa dormansi yang lama, sehingga sukar dikendalikan

(Moenandir,1988), sedangkan kubis bunga diduga mengeluarkan senyawa alelopati

yang menghambat pertumbuhan gulma teki karena terjadi persaingan antar keduanya.

4.2.2.4 Bobot Kering Gulma Total

Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi pengaruh perlakuan bergulma

dan bebas gulma terhadap bobot kering gulma total pada semua umur pengamatan.

Hasil analisis lanjut dengan menggunakan uji gugus Scott-Knott pada taraf nyata 5%

dapat dilihat pada Tabel 5.

Kenaikan dan penuruan bobot kering gulma pada setiap umur pengamatan

yaitu perlakuan W2,W3,W4,W5, hal ini disebabkan karena pergantian periode dari

bergulma menjadi periode bebas gulma. Ada juga beberapa perlakuan yaitu W7, W8,

W9,W10 mengalami kenaikan bobot kering karena pergantian periode dari bebas

gulma menjadi bergulma.

33

Tabel 5. Rata-rata Bobot Kering Gulma Total (gr/0,25m2)

akibat pengaruh perlakuan

bergulma dan bebas gulma pada berbagai umur pengamatan

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

Bobot kering gulma total merupakan hasil penimbunan dari hasil asimilasi

CO2 sepanjang masa pertumbuhan, karena asimilasi CO2 merupakan hasil penyerapan

energi matahari dan akibat radiasi matahari, maka faktor utama yang mempengaruhi

berat kering total adalah radiasi matahari yang diabsorbsi dan efisiensi pemanfaatan

energi tersebut untuk fiksasi CO2 (Gardner, 1991 dalam Thorp dan Tian, 2004).

Terjadinya pengaruh yang nyata terhadap bobot kering total gulma pada

semua umur pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan gulma dan kubis bunga

saling mempengaruhi sepanjang masa tanam. Gulma sama halnya seperti tanaman

Perlakuan

Umur Pengamatan

14 HST 28 HST 42 HST

W1 (Bergulma 0-7 HST) 0.00 b 0.00 d 0.00 c

W2 (Bergulma 0-14 HST) 0.38 a 0.00 d 0.00 c

W3 (Bergulma 0-21 HST) 0.44 a 0.00 d 0.00 c

W4 (Bergulma 0-28 HST) 0.36 a 4.60 a 0.00 c

W5 (Bergulma 0-35 HST) 0.51 a 6.47 a 0.00 c

W6 (Bergulma 0-panen) 0.28 a 6.71 a 17.04 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 0.02 b 4.20 b 15.56 a

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 0.00 b 3.50 b 14.67 a

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 0.00 b 1.26 c 11.87 a

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 0.00 b 0.00 d 5.01 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 0.00 b 0.00 d 0.17 c

W12 (Bebas gulma 0- panen) 0.00 b 0.00 d 0.00 c

34

yang lain memerlukan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Gulma

maupun tanaman mempunyai keperluan dasar yang sama untuk pertumbuhann dan

perkembangan yang normal yaitu unsur hara,cahaya, ruang tumbuh dan CO2.

Persaingan terjadi bila unsur-unsur penunjang pertumbuhan tersebut tidak

tersedia dalam jumlah yang cukup bagi keduanya (Zimdhal, 1980, Rahayu, 2002).

Namun pada dasarnya, kemampuan gulma menekan pertumbuhan tanaman budidaya

sangat ditentukan oleh jenisnya, kepadatan dan lamanya gulma tumbuh di

pertanaman. Ketiga faktor tersebut menentukan derajat persaingan gulma dalam

memperoleh sumber daya yang tersedia (Hidayati, 2009). Data dan hasil analisis

statistik bobot kering gulma total pada 14 HST, 28 HST, dan 42 HST selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.2.3 Pengamatan Tanaman Kubis Bunga

4.2.3.1 Tinggi Tanaman

Data dan hasil analisis statistik tinggi tanaman pada 7 HST, 14 HST, 21 HST,

28 HST, dan 35 HST dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis lanjut dengan

menggunakan uji gugus Scott-Knott pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi pengaruh perlakuan bergulma dan

bebas gulma terhadap tinggi tanaman hanya pada umur 21 HST. Pada umur 7 sampai

14 HST masih dalam awal pertumbuhan tanaman dimana belum terjadi kompetisi

yang signifikan, Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Chokkar et al ., 1999)

35

bahwa pada awal pertumbuhan kehadiran gulma belum mempengaruhi pertumbuhan,

karena kompetisi yang terjadi masih rendah.

Tabel 6.Rata-rata Tinggi Tanaman Kubis Bunga (cm) akibat pengaruh perlakuan

bergulma dan bebas gulma pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Umur Pengamatan HST

7 14 21 28 35

W1 (Bergulma 0-7 HST) 6.89 a 12.94 a 18.44 a 24.28 a 30.00 a

W2 (Bergulma 0-14 HST) 6.56 a 12.66 a 18.61 a 24.78 a 30.00 a

W3 (Bergulma 0-21 HST) 6.56 a 13.89 a 14.78 c 23.28 a 30.17 a

W4 (Bergulma 0-28 HST) 6.28 a 12.17 a 14.69 c 20.39 a 29.89 a

W5 (Bergulma 0-35 HST) 6.78 a 12.83 a 14.50 c 20.50 a 28.89 a

W6 (Bergulma 0-panen) 6.67 a 13.22 a 13.90 c 18.94 a 24.83 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 6.67 a 13.83 a 14.89 c 21.95 a 30.28 a

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 7.33 a 11.89 a 15.61 c 24.44 a 29.78 a

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 6.83 a 13.61 a 17.67 b 24.72 a 31.17 a

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 7.17 a 13.43 a 18.89 a 24.16 a 30.33 a

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 7.67 a 14.33 a 19.44 a 25.61 a 30.55 a

W12 (Bebas gulma 0- panen) 7.00 a 15.00 a 20.28 a 27.00 a 32.33 a

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji Scott-Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

Pada umur 21 HST merupakan periode kritis kubis bunga gulma sehingga

sangat dipengaruhi oleh keberadaan gulma. Hal ini menunjukkan bahwa periode kritis

36

menurunkan hasil secara nyata pada tinggi tanaman kubis bunga. Keberadaan gulma

mengakibatkan terjadinya kompetisi antara gulma dan tanaman dalam memperoleh

faktor tumbuh, yaitu cahaya, air, unsur hara dan ruang tumbuh.Tinggi tanaman

dipengaruhi oleh penerimaan cahaya (Agustiani 2002). Penerimaan cahaya akan

berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Pertumbuhan tanaman sangat bergantung pada

proses fotosintesis. Semakin banyak cahaya yang diserap semakin banyak fotosinat

yang diakumulasikan sehingga pertambahan tinggi tanaman akan semakin baik.

Perlakuan bebas gulma yang lebih lama yaitu W1, W2, W10, W11, W12 memberikan

tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan seluruh perlakuan lainnya.

Hal tersebut disebabkan oleh tanaman yang lebih tinggi mempunyai

keuntungan pada tumbuhan yang lebih pendek. Hal ini terjadi bila satu tanaman

menaungi tanaman lain karena kondisi pertumbuhannya yang saling berdesakan,

sehingga cahaya yang diterima oleh bagian yang ternaungi menjadi lebih kurang

optimal untuk tumbuh. Keberadaan gulma membuat tanaman ternaungi oleh tanaman

kubis lain dan gulma sehingga penerimaan cahaya matahari terhambat. Ketersediaan

sarana tumbuh berpengaruh terhadap tingkat akumulasi fotosintat (Moenandir, 1988).

Pada umur 35 HST sudah tidak lagi dalam fase periode kritis karena tanaman

kubis bunga memasuki fase generatif dimana tidak lagi terjadi pertumbuhan dalam

organ vegetatif dan tanaman kubis bunga sudah dalam ketersediaan unsur, air dan

cahaya sudah maksimal dan tidak berpengaruh lagi terhadap keberadaan gulma.

Selain itu tanaman tidak lagi melakukan pertumbuhan vegetatif karena pada umur

tersebut sudah ditandai munculnya krop kubis bunga.

37

4.2.3.2 Indeks Luas Daun (ILD)

Data dan hasil analisis statistik indeks luas daun dapat dilihat pada Lampiran

14. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan uji gugus Scott-Knott pada taraf nyata

5% dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi

pengaruh perlakuan bergulma dan bebas gulma terhadap indeks luas daun. Indeks

luas daun (ILD) adalah rasio luas daun dengan luas tanah yang dibawahnya oleh

naungan daun tersebut. ILD mencerminkan efisiensi penangkapan energi matahari

dan akumulasi fotosintat selama pertumbuhan tanaman.

Tabel 7.Rata-rata Indeks Luas Daun Kubis Bunga (m2) akibat pengaruh perlakuan

bergulma dan bebas gulma pada umur pengamatan 30 HST

Perlakuan Rata-rata

W1 (Bergulma 0-7 HST) 0.76 b

W2 (Bergulma 0-14 HST) 0.74 b

W3 (Bergulma 0-21 HST) 0.63 c

W4 (Bergulma 0-28 HST) 0.54 d

W5 (Bergulma 0-35 HST) 0.51 d

W6 (Bergulma 0-panen) 0.42 d

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 0.62 c

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 0.67 c

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 0.67 c

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 0.74 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 0.72 b

W12 (Bebas gulma 0- panen) 0.95 a

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott-Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

Pengambilan tanaman sample dilakukan pada 30 HST saat fase vegetatif

maksimum yang ditandai dengan munculnya krop kubis bunga. Pada perlakuan W4,

38

W5, W6 memiliki ILD yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal

ini dikarenakan keberadaan gulma lebih lama pada pertanaman mengakibatkan

populasi gulma pada sekitar tanaman kubis bunga semakin banyak menyebabkan

intersepsi cahaya terhambat dalam tanaman kubis bunga,

Daun mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan tanaman

terutama dalam penyerapan radiasi sinar matahari dan tempat proses fotosintesis,

dimana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia dan

mengakumulasikan dalam bentuk bahan kering. Sehingga secara keseluruhan kadar

cahaya yang diaksepsi menjadi sangat kurang. Hal inilah dalam perisitiwa persaingan

yang dapat mengganggu kelancaran berpoduksi tinggi. Selain itu, sifat penting yang

harus dimiliki tanaman budidaya untuk dapat berkompetisi dengan gulma adalah

ekspansi daun yang cepat pada tajuk yang tinggi letaknya, mempunyai daun dengan

ukuran yang besar untuk mengurangi pengaruh pantulan cahaya, karena pantulan

cahaya yang sampai ke bagian bawah tajuk memiliki kualitas dan intensitas rendah

(Trenbath, 2002). Pada umur 30 HST adalah fase vegetatif maksimum pada tanaman

kubis bunga sehingga indeks luas daun yang lebih kecil merupakan akumulasi

pertambahan luas daun yang terhambat akibat penaungan (Moenandir,1988).

4.2.3.3 Bobot Kering Tanaman

Data dan hasil analisis statistik bobot kering tanaman pada 14 HST, 28 HST,

dan 42 HST dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari hasil analisis data menunjukkan

bahwa terjadi pengaruh perlakuan bergulma dan bebas gulma terhadap bobot kering

39

tanaman pada 28 dan 42 HST, namun pada umur 14 HST tidak memberikan pengaruh

yang nyata. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan uji gugus Scott-Knott pada

taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 8.

Pada umur 28 HST merupakan akhir periode kritis kubis bunga terhadap

keberadaan gulma mengakibatkan pada perlakuan yang masih bergulma pada periode

tersebut (W3,W4,W5,W6) memberikan hasil bobot kering tanaman terendah

dibanding perlakuan lainnya.

Tabel 8. Rata-rata Bobot Kering Tanaman Kubis Bunga (gr) akibat pengaruh

perlakuan bergulma dan bebas gulma pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Umur Pengamatan

14 HST 28 HST 42 HST

W1 (Bergulma 0-7 HST) 1.16 a 26.80 a 36.07 a

W2 (Bergulma 0-14 HST) 1.16 a 26.07 a 36.13 a

W3 (Bergulma 0-21 HST) 1.12 a 23.53 b 40.10 a

W4 (Bergulma 0-28 HST) 0.99 a 23.17 b 40.20 a

W5 (Bergulma 0-35 HST) 1.34 a 23.10 b 26.83 a

W6 (Bergulma 0-panen) 0.91 a 20.63 b 23.77 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 1.09 a 27.67 a 26.73 a

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 1.09 a 27.23 a 26.57 a

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 1.16 a 26.70 a 40.47 b

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 0.94 a 28.73 a 41.17 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 0.65 a 29.53 a 36.23 b

W12 (Bebas gulma 0- panen) 1.08 a 31.37 a 38.90 b

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott-Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

40

Kehadiran gulma yang semakin lama pada periode kritis menyebabkan

persaingan gulma dan tanaman kubis bunga semakin lama diakibatkan oleh kurang

tersedianya faktor tumbuh bagi keduanya. Hal ini menyebabkan penyerapan faktor

tumbuh khususnya unsur hara dan cahaya untuk fotosintat tidak maksimal sehingga

fotosintesis juga tidak maksimal. Bobot kering tanaman mencerminkan efisiensi

penangkapan energi matahari dan akumulasi fotosintat selama pertumbuhan tanaman.

Selain itu, tanaman kubis bunga berada dalam fase vegetatif dimana ketersediaan

sarana tumbuh berpengaruh terhadap tingkat akumulasi fotosintat, dengan adanya

kehadiran gulma yang semakin lama maka persaingan antara tanaman dengan gulma

akan mengakibatkan berkurangnya laju fotosintesis sehingga karbohidrat yang

dihasilkan untuk perkembangan gulma akan mengakibatkan berkurangnya laju

fotosintesis sehingga karbohidrat yang dihasilkan untuk perkembangan bobot kering

juga berkurang. (Harjadi,1979).

Pada umur 42 HST, bobot kering mengalami kenaikan hal ini karena semakin

tua umur tanaman maka akumulasi bahan kering juga semakin meningkat, sebagai

akibat bertambahnya hasil fotosintesis yang dapat dimanfaatkan. Pada perlakuan W9,

W10, W11, W12 memberikan bobot kering tertinggi pada perlakuan lainnya, hal ini

karena periode bebas gulma yang semakin panjang mengindikasikan persaingan

antara tanaman kubis bunga dan gulma terhadap ruang tumbuh,cahaya, unsur hara, air

semakin rendah sehingga hasil fotosintesis digunakan untuk respirasi dan asimilasi

berjalan dapat dihasilkan secara optimal. Fotosintat yang digunakan untuk

41

pertumbuhan jaringan tanaman dimana jaringan tanaman yang berkembang dengan

baik akan diikuti dengan penambahan bobot kering tanaman.

4.2.3.4 Bobot Segar Krop Kubis Bunga

Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi pengaruh perlakuan bergulma

dan bebas gulma terhadap bobot krop kubis bunga. Hasil analisis lanjut dengan

menggunakan uji gugus Scott-Knott pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 9.

Bobot kubis bunga dipengaruhi oleh perlakuan bebas gulma dan bergulma. Perlakuan

qqwaW1,W2, W11, dan W12 memberikan hasil bobot yang lebih tinggi dibanding

perlakuan lainnya.

Tabel 9. Rata-rata Bobot Krop kubis bunga (kg/plot) akibat pengaruh

perlakuan bergulma dan bebas gulma

Perlakuan Rata-rata

W1 (Bergulma 0-7 HST) 152.94 c

W2 (Bergulma 0-14 HST) 158.17 c

W3 (Bergulma 0-21 HST) 137.63 b

W4 (Bergulma 0-28 HST) 110.65 b

W5 (Bergulma 0-35 HST) 96.14 a

W6 (Bergulma 0-panen) 85.77 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 121.61 b

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 124.35 b

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 126.55 b

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 134.67 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 141.39 c

W12 (Bebas gulma 0- panen) 165.09 c

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott-Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

42

Tingginya bobot krop kubis bunga menunjukkan bahwa semakin periode lama

periode bebas gulma maka semakin tinggi bobot krop kubis bunga yang dihasilkan,

hal ini sesuai dengan pendapat Radosevich dan Holt (1997), bahwa tanaman yang

terbebas dari persaingan dengan gulma akan tumbuh dan berproduksi secara

maksimal. Di sisi lain, perlakuan bergulma sepanjang musim tanam memberikan

bobot segar kubis bunga terendah. Hal ini karena kehadiran gulma dapat menjadi

pesaing bagi tanaman dalam hal pengambilan unsur hara, air, dan cahaya.

Perbandingan krop kubis bunga akibat perlakuan bergulma dan bebas gulma

sepanjang masa tanaman pada Gambar 16.

Tanaman kubis bunga sangat membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang

banyak, karena nitrogen sebagai penyusun protein dan protein adalah penyusun sel.

Oleh karena itu, unsur inilah yang paling banyak dipakai pada fase vegetatif untuk

pertumbuhan daun, batang, dan akar. Pada saat itu, gulma juga mengalami fase yang

sama akibatnya gulma menjadi pesaing bagi tanaman dalam memperoleh hara. Unsur

nitrogen merupakan unsur yang sangat diperebutkan dalam peristiwa persaingan.

Gulma dapat menyerap nitrogen hingga dua kali daya serap tanaman (Fadhly, 2004).

Populasi gulma yang jarang berpengaruh terhadap ketersediaan fotosintat yang cukup

bagi kubis bunga sehingga laju fotosintesis tidak terhambat dan terus bertambah.

Fotosintat tersebut ditranslokasikan ke bagian krop kubis bunga, sehingga bobot krop

kubis bunga meningkat. Data dan hasil analisis statistik bobot krop kubis bunga

selangkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.

43

4.2.3.5 Diameter Krop Kubis Bunga

Data dan hasil analisis statistik diameter krop kubis bunga dapat dilihat pada

Lampiran 14. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi pengaruh perlakuan

bergulma dan bebas gulma terhadap diameter krop kubis bunga. Hasil analisis lanjut

dengan menggunakan uji gugus Scott-Knott pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Diameter Krop kubis bunga (cm) akibat pengaruh perlakuan

bergulma dan bebas gulma

Keterangan :

- Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Scott-Knott pada taraf nyata 5%

- HST = Hari Setelah Tanam

Perlakuan W3,W4,W7,W8,W9,W10 menunjukkan diameter lebih kecil

daripada perlakuan W1,W2,W12. Penurunan diameter krop kubis bunga tersebut

disebabkan pada perlakuan bergulma dengan periode bergulma lebih dari 14 hari

merupakan fase periode kritis kubis bunga terhadap gulma.

Perlakuan Rata-rata

W1 (Bergulma 0-7 HST) 10.05 c

W2 (Bergulma 0-14 HST) 10.37 c

W3 (Bergulma 0-21 HST) 9.37 b

W4 (Bergulma 0-28 HST) 8.91 b

W5 (Bergulma 0-35 HST) 8.87 a

W6 (Bergulma 0-panen) 8.20 a

W7 (Bebas gulma 0-7 HST) 9.84 b

W8 (Bebas gulma 0-14 HST) 9.28 b

W9 (Bebas gulma 0-21HST) 9.20 b

W10 (Bebas gulma 0-28 HST) 9.90 b

W11 (Bebas gulma 0-35 HST) 10.02 c

W12 (Bebas gulma 0- panen) 10.47 c

44

Dalam periode kritis, kubis bunga yang masih dalam fase vegetatif akan

membutuhkan unsur hara, air, dan cahaya untuk pertumbuhan komponen

pertumbuhan seperti daun, akar, batang, begitu juga dengan gulma yang memenuhi

kebutuhan yang sama untuk proses pertumbuhannya mengakibatkan persaingan pun

terjadi. Persaingan tersebut menyebabkan tersendatnya kubis bunga dalam

penyerapan bahan fotosintat untuk pertumbuhan komponen. Hal ini sejalan dengan

Nieuwhof (1969) mengemukakan bahwa besarnya krop kubis bunga dipengaruhi

oleh jumlah daun luar dan ukuran luas. Jumlah daun dan ukuran luas daun merupakan

komponen pertumbuhan. Makin banyak jumlah daun , makin besar diameter krop

kubis bunga karena fotosintat yang dihasilkan oleh daun-daun tersebut

ditranslokasikan ke bagian krop kubis bunga. Semakin luas permukaan daun berarti

semakin sedikit stomata sehingga energi matahari yang didapat semakin rendah,

difusi CO2 dan transpirasi menurun menyebabkan absorpsi unsur hara dan air

menurun pula.

Jadi diameter kubis bunga akan bertambah terus sesuai dengan fotosintat yang

dihasilkan daun, namun bila fotosintat berkurang maka pertambahan ukuran diameter

pun terhambat akibatnya diameter kubis bunga pada perlakuan periode bergulma saat

periode kritis berlangsung lebih kecil daripada perlakuan bebas gulma saat periode

kritis berlangsung

45

4.2.3.6 Periode Kritis Kubis Bunga Terhadap Kehadiran Gulma

Berdasarkan bobot kubis bunga diperoleh grafik pola penurunan dan kenaikan

bobot krop kubis bunga karena persaingan dengan gulma yang disajikan pada

Gambar 6. Pola penurunan bobot krop kubis bunga sesuai dengan persamaan regresi

y= -2,240x + 178.4 dengan koefisien korelasi (R2) 0,934, diperoleh koordinat titik

belok penurunan bobot krop kubis bunga karena perlakuan bergulma ialah pada titik

(14;0). Pola kenaikan bobot krop kubis bunga sesuai dengan persamaan regresi y=

1,129x + 110.2 dengan koefisien korelasi (R2) 0,835, diperoleh koordinat titik belok

kenaikan bobor krop kubis bunga karena perlakuan bebas gulma ialah pada titik

(28;0), dan titik potong garis linear diperoleh pada koordinat (21;0).

Gambar 17. Grafik Bobot Kubis Bunga dan Tanaman Akibat Perlakuan Bergulma

dan Bebas Gulma

y= 1,1209x +110,2 R2= 0,835

y= -2.2405x + 178.44 R2 = 0,9436

46

Dengan demikian periode kritis kubis bunga terjadi pada 14-28 HST. Dengan

titik kritis tanaman kubis bunga terhadap persaingan dengan gulma pada umur 21

HST. Hal ini sesuai dengan Moenandir (1993) bahwa pada umumnya kompetisi

gulma terhadap pertanaman terjadi dan terparah pada saat 1/4 - 1/3 pertama dari umur

pertanaman. Selain itu, pada umur 14 – 28 HST merupakan fase vegetatif kubis

bunga. Tanaman kubis bunga merupakan tanaman yang memiliki fase vegetatif yang

lebih dominan daripada fase generatif. Tanaman kubis bunga membutuhkan nitrogen

yang cukup besar dibandingkan dengan unsur esensial lainnya. Nitrogen merupakan

salah satu unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman pada fase vegetatif. Disisi

lain, gulma merupakan pesaing bagi tanaman kubis bunga dalam memperoleh hara

karena gulma dapat menyerap nitrogen hingga dua kali saya serap tanaman budidaya

namun faktor tumbuh yang lain seperti air, cahaya, dan ruang tumbuh juga

mempengaruhi.

Menurut Black (1978), tanggapan tanaman terhadap nitrogen dipengaruhi oleh

beberapa faktor lingkungan antara lain tersedianya cahaya yang berperan dalm

mengontrol laju transpirasi sehingga berpengaruh terhadap serapan dan hara. Hal ini

diduga mengakibatkan periode kritis pada tanaman kubis bunga terjadi. Periode kritis

adalah periode dimana tanaman pokok sangat peka atau sensitif terhadap kehadiran

gulma, sehingga pada periode tersebut perlu dilakukan pengendalian, dan jika tidak

dilakukan maka hasil tanaman pokok akan menurun. Pada periode kritis tanaman dan

gulma akan saling bersaing mencari kebutuhan unsur hara, cahaya dan air untuk

kelangsungan hidupnya. Cahaya, air dan nutrisi, disebutkan sebagai unsur-unsur

47

utama yang selalu diperebutkan. Peristiwa perebutan unsur-unsur tersebut dapat

terjadi apabila unsur yang diperebutkan itu berada dalam jumlah yang terbatas atau

dibawah kebutuhan masing-masing. Persaingan antara dua tumbuhan dapat terjadi

bila tumbuh-tumbuhan tersebut berdekatan sehingga akan terjadi interaksi.

4.2.3.7 Kehilangan Hasil Kubis Bunga Akibat Persaingan dengan Gulma

Kehilangan hasil akibat kehadiran gulma dapat dilihat pada Tabel 11.

Kehilangan hasil tertinggi didapatkan pada perlakuan bergulma sepanjang masa

tanam sebesar 48,05%. Gulma dapat menurunkan produksi tanaman akibat

persaingan dalam memanfaatkan sarana tumbuh yaitu air, unsur hara, cahaya CO2,

dan tempat tumbuh (Sastroutomo, 1998).

Tabel 11. Kehilangan Hasil Tanaman Kubis Bunga Akibat Persaingan dengan Gulma

Perlakuan

Persentase

(%)

W1 : Bergulma 0 - 7 HST 7.36

W2 : Bergulma 0 - 14 HST 4.19

W3 : Bergulma 0 - 21 HST 16.63

W4 : Bergulma 0 - 28 HST 32.98

W5 : Bergulma 0 - 35 HST 41.77

W6 : Bergulma 0 – panen 48.05

W7 : Bebas gulma 0- 7 HST 26.34

W8 : Bebas gulma 0 - 14 HST 24.68

W9 : Bebas gulma 0 - 21 HST 23.34

W 10: Bebas gulma 0 - 28 HST 18.43

W 11 : Bebas gulma 0 - 35 HST 14.36

W 12 : Bebas gulma 0 – panen 0

Keterangan :

- HST = Hari Setelah Tanam

48

Smith (1983) dalam Eprim (2006) mengemukakan bahwa efek persaingan

gulma yang biasanya terjadi adalah kehilangan hasil yang disebabkan oleh adanya

persaingan gulma dengan tanaman budidaya. Seringkali unsur hara atau beberapa

faktor tumbuh lainnya bersifat terbatas sehingga menyebabkan tingkat persaingan

tanaman dan gulma semakin tinggi. Apabila kehilangan hasil akibat gulma dapat

ditekan, maka kehilangan produksi suatu tanaman akibat persaingan gulma dapat

diselamatkan. Kehilangan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama

persaingan, dan senyawa alelopati yang dikeluarkan gulma. Pada perlakuan

kehilangan hasil panen akibat persaingan dengan gulma dapat dikurangi sampai

dengan kurang dari 5% dengan cara melakukan pengendalian gulma pada saat

periode kritis. Perhitungan kehilangan hasil selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 15.