OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV...
Transcript of OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR DI CV...
OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI
SAYURAN SEGAR
DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Oleh :
RIFA’ATUL AMALIA HELMY
A14104030
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
RIFA’ATUL AMALIA HELMY. Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi
Sayuran Segar di CV X, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bawah bimbingan
DWI RACHMINA.
Hortikultura adalah salah satu subsektor pertanian yang saat ini
diperhatikan pemerintah. Salah satu produk hortikultura adalah sayuran dengan
nilai PDB yang terus meningkat rata-rata sebesar 9,1 persen dari tahun 2005-2006.
Dari segi jumlah, produksi sayuran juga terus meningkat dari tahun 2005-2006
sebesar 4,67 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan luas areal panen sayuran
dan kebutuhan sayuran untuk dikonsumsi sebagai sumber vitamin dan mineral.
Pada perkembangannya, peningkatan kebutuhan sayuran tidak hanya dari segi
kuantitas, kualitas, dan kontinuitas saja, namun juga dari segi varietas sehingga
menurut konsumen yang mengkonsumsinya dapat dibedakan menjadi sayuran
konvensional dan eksklusif. Khusus sayuran eksklusif umumnya hanya dijual di
pasar-pasar modern. Permintaan di masyarakat akan ragam sayuran menjadi
peluang bagi pasar-pasar modern yang mencoba menyediakan beragam sayuran,
dari sayuran konvensional hingga eksklusif. Kebutuhan masyarakat dan gaya
hidup yang semakin konsumtif menyebabkan semakin menjamurnya pasar-pasar
modern di Indonesia. Pada kegiatan operasinya, pasar-pasar modern tersebut
tentunya membutuhkan pasokan sayur dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang
baik, dan kekontinuitasan. Kebutuhan sayuran pasar-pasar modern ini tentunya
tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Situasi inilah yang mendorong
tumbuhnya perusahaan-perusahaan distributor sayuran.
CV X adalah salah satu perusahaan distributor yang mendistribusikan
sayuran segar ke pasar-pasar modern. Proporsi biaya terbesar pada perusahaan ini
adalah adalah biaya pengadaan dan distribusi sayuran. Semakin banyaknya
pesaing dari waktu ke waktu, membuat perusahaan harus lebih memperhatikan
kembali efisiensi pengadaan dan distribusi sayuran agar eksistensi perusahaan
dalam bisnis sayuran dapat dipertahankan. Usaha distribusi produk sayur ini
memiliki risiko cukup besar karena kualitas menjadi aspek penting sedangkan di
sisi lain produk sayur tersebut memiliki sifat yang mudah rusak. Selain itu,
produksinya yang tergantung alam membuat kelebihan atau kekurangan pasokan
sering menjadi masalah. Untuk membatasi ruang lingkup, maka objek analisis
pada penelitian ini adalah komoditi-komoditi yang menjadi kunci jalannya operasi
perusahaan, yaitu kelompok fast moving product. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis optimalisasi pengadaan dan distribusi sayuran segar kelompok
fast moving berdasarkan pola pengadaan dan distribusi serta struktur biayanya
sehingga akan dilihat apakah terjadi penghematan biaya yang akan meningkatkan
keuntungan perusahaan atau justru sebaliknya.
Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2008 di CV X,
Bandung, Jawa Barat. Data yang digunakan adalah data primer untuk mengetahui
pola pengadaan dan distribusi CV X serta data sekunder untuk mengetahui
struktur biaya pengadaan dan distribusi perusahaan tahun 2007. Selain itu, data
juga digunakan untuk membuat model optimalisasi yang kemudian diolah dengan
metode Linear Programming. Model optimalisasi yang digunakan adalah model
transportasi untuk kedua puluh sayuran fast moving yang dibagi ke dalam lima
model menurut kelompok jenis sayurannya. Model transportasi nantinya dibuat
dalam bentuk persamaan linier yang diselesaikan dengan menggunakan bantuan
komputer, menggunakan software LINDO (Liniear Interactive Discrete
Optimizer). Fungsi tujuan dalam model transportasi ini adalah minimisasi biaya
pengadaan dan distribusi dengan kendala jumlah penawaran sayuran segar
berdasarkan kelompok pemasok perusahaan serta kendala jumlah permintaan
pelanggan perusahaan berdasarkan jalur-jalur distribusinya.
Kegiatan pengadaan dan distribusi pada CV X dimulai dari pengadaan
bahan baku sayuran segar dari pemasok perusahaan, yaitu petani, petani
pengumpul, bandar, dan pedagang pasar. Sayuran yang sudah masuk ke gudang
kemudian diproses lebih lanjut, seperti pembersihan, penyortiran, pengkelasan,
pengemasan, pelabelan, dan pengepakan. Selanjutnya sayuran segar siap untuk
didistribusikan ke toko-toko pelanggan, yaitu Carrefour dan Hypermart yang
dibagi ke dalam delapan jalur distribusi di wilayah Jakarta dan Bandung. Struktur
biaya pengadaan perusahaan terdiri dari biaya pembelian bahan baku sayuran
segar, biaya penyusutan, biaya pengangkutan produk ke gudang perusahaan, biaya
pengemasan langsung, dan biaya administrasi umum. Biaya pembelian bahan
baku mengambil proporsi terbesar pada struktur biaya pengadaan perusahaan,
yaitu rata-rata sebesar 83,27 persen setiap bulannya. Biaya pengadaan terbesar
terjadi saat bulan puasa dan moment Hari Raya Idul Fitri, yaitu pada tahun 2007
terjadi pada bulan Oktober sebesar Rp 1.298.264.594,16 diikuti bulan September
sebesar Rp 859.858.643,06. Biaya pengadaan perusahaan juga akan besar ketika
musim penghujan berkepanjangan karena permintaan sayuran dari pelanggan akan
naik. Pada tahun 2007, terjadi pada bulan Januari sebesar Rp 738.636.213,87.
Jika dilihat dari struktur biaya distribusinya, struktur biaya distribusi
perusahaan terdiri dari biaya pengemasan tidak langsung, biaya transportasi, biaya
tolakan, dan biaya potongan penjualan. Proporsi biaya terbesar pada total biaya
distribusi adalah biaya potongan penjualan dengan rata-rata 45,68 persen dan
biaya transportasi sebesar 41.48 persen. Biaya distribusi terbesar terjadi pada
moment bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri, yaitu pada bulan Oktober, sebesar
Rp 523.801.964,87 dan bulan September sebesar Rp 321.886.522,54. Biaya
distribusi perusahaan juga besar ketika musim penghujan berkepanjangan, yaitu
pada tahun 2007 terjadi pada bulan Januari Rp 251.472.229,91.
Hasil optimalisasi kedua puluh produk fast moving menunjukkan bahwa
manajemen pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan sudah baik.
Hal ini terlihat dari hasil biaya pengadaan dan aktualnya yang hampir mendekati
optimal. Kondisi ini harus terus dipertahankan dan ditingkatkan oleh perusahaan.
Secara umum kelompok sayuran yang memiliki peluang penghematan biaya
adalah kelompok garnish vegetables (timun lokal, tomat A, dan tomat B). Hasil
analisis LINDO dapat memberikan komposisi pengadaan dan distibusi yang
seharusnya dilakukan agar dapat meminimisasi biaya pengadaan dan distribusinya
serta merekomendasikan berapa besar alokasi produk fast moving serta pusat
pengadaan mana saja yang akan menyalurkan produk tersebut ke jalur-jalur
distribusi. Sedangkan hasil analisis rugi laba setelah diadakan optimalisasi pada
kelompok fast moving menunjukkan adanya kenaikan jumlah laba yang sangat
kecil yang dapat diterima perusahaan.
OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI
SAYURAN SEGAR
DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Oleh :
RIFA’ATUL AMALIA HELMY
A14104030
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Sayuran Segar di
CV X, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Nama : Rifa’atul Amalia Helmy
NRP : A14104030
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Dwi Rachmina, M.Si
NIP 131 918 503
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI
SAYURAN SEGAR DI CV X, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT”
ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK
APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER
INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG
DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN
TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM
DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Agustus 2008
Rifa’atul Amalia Helmy
A14104030
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Sayuran Segar di CV X, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat”. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis optimalisasi
pengadaan dan distribusi sayuran segar kelompok fast moving perusahaan
berdasarkan pola pengadaan dan distribusi serta struktur biayanya. Hasil analisis
ini dapat digunakan perusahaan sebagai rekomendasi yang dapat digunakan
perusahaan dalam menjalankan kegiatan pengadaan dan distribusi perusahaan
sehingga dapat mengefisienkan biaya dan meningkatkan keuntungan yang
diterima perusahaan.
Penulis telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menyusun skripsi ini.
Namun, penulis menyadari bahwa masih ada berbagai kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap bahwa skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang, 28 Januari 1986 dari pasangan Bapak
Muhammad Nidzom Helmy dan Ibu Marsiyem, BSc. Penulis merupakan putri
ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menjalani pendidikan di sekolah dasar tahun
1992 sampai dengan tahun 1998 di SDN Patukangan 01, Kecamatan Kendal,
Kabupaten Kendal. Selanjutnya meneruskan pendidikan lanjutan tingkat pertama
dari tahun 1998 sampai tahun 2001 di SLTPN 2 Kendal. Pada tahun 2001 sampai
dengan 2004 penulis melanjutkan ke SMUN 1 Kendal.
Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai
mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian
(FAPERTA). Selama belajar di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif dalam
berbagai organisasi antara lain Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Basket (UKMB),
Koperasi Mahasiswa (KOPMA), Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) dan Forum Komunikasi Mahasiswa
Bahurekso Kendal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,
penulis dibantu oleh beberapa pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat
berarti bagi penulisan skripsi ini.
2. Ir. Lusi Fausia, M.Ec selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji
dan memberikan masukan, kritik dan ilmu yang bermanfaat untuk perbaikan
penulisan skripsi ini.
3. Anita Primaswari, SP.MSi selaku dosen penguji wakil departemen yang telah
mengoreksi kekurangan dalam penulisan ini dan menyempurnakan penulisan
skripsi ini.
4. Ibu Eva Yolynda Aviny, SP.MM yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk memberi masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi saya.
5. Dosen dan staf penunjang Program Studi Manajemen Agribisnis atas ilmu dan
bantuan yang diberikan
6. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Muhammad Nidzom Helmy dan
Ibunda Marsiyem, kakak-kakakku tersayang Dian Vitta Agustina dan
Muhammad Rifyal Helmy, kakak iparku Hendra dan keponakanku yang lucu
Uti dan Dik Nita atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan dan
semangat yang tercurah tiada henti kepada penulis.
7. Angga Febryacitta dan keluarga atas doa, nasehat, masukan, dan bantuannya
kepada penulis selama proses pembuatan skripsi.
8. Bapak Ir. Rivani, Bapak Sudiya, Bapak Nanang, Bapak Dion, Bapak Deny,
Kang Asep, Kang Cucu, Bu Meta, Bu Mira serta seluruh pihak CV X. Terima
kasih atas bantuannya selama proses pengambilan data, semoga hasil
penelitian ini dapat berguna untuk kemajuan perusahaan.
9. Teman-teman di DR-C15 terima kasih atas dukungan dan masukannya pada
penulis selama pembuatan skripsi.
10. Dina, Chika, Silmy, dan teman-teman AGB’41 terima kasih atas saran,
dukungan dan semangatnya pada penulis.
11. Dini Vidya yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dalam
membuat tampilan power point presentasi dengan cantik.
12. Kakak kelasku Mas Bondan, Bapak Kost “Koko”, teman-teman kost di
Bandung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya selama proses pengambilan data di Lembang, teman-teman
UNPADJ (Tamara, Ryan, Dede) dan teman-teman Ekstensi IPB (Mbak Iil dan
Mbak Wukir) atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengambilan data di
perusahaan, sukses selalu untuk kalian.
13. Teman-teman satu bimbingan Nurani, Fandy, Saut, dan Nurhadi yang telah
memberikan masukan dan dukungannya.
14. Semua pihak yang telah membantu penulis dengan ikhlas dan sukarela yang
tidak dapat dicantumkan semuanya. Terima kasih banyak.
DDAAFFTTAARR IISSII
Halaman
DAFTAR TABEL....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
vi
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah................................................................... 9
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................... 11
1.4. Kegunaan Penelitian..................................................................
12
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemasaran Sayuran.................................................................... 13
2.2. Penelitian Terdahulu..................................................................
17
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis..................................................... 22
3.1.1. Permintaan dan Penawaran............................................ 22
3.1.2. Pengadaan...................................................................... 23
3.1.3. Distribusi........................................................................ 23
3.1.4. Optimalisasi................................................................... 24
3.1.5. Model-Model Matematis Optimalisasi
Berkendala……………………………………………
26
3.1.5.1. Pemrograman Linier........................................ 26
3.1.5.2 Fungsi Langrangian......................................... 26
3.1.5.3. Pemrograman Integer....................................... 26
3.1.5.4. Goal Programming.......................................... 27
3.1.5.5. Pemrograman Dinamis.................................... 27
3.1.5.6 Pemrograman Non Linier................................ 28
3.1.6 Pemrograman Linier...................................................... 28
3.1.6.1. Konsep Dasar Pemrograman Linier................. 28
3.1.6.2. Analisis Pasca-Optimal……............................ 31
3.1.6.3. Analisis Sensitivitas......................................... 31
3.1.7 Model Transportasi........................................................ 32
3.1.8 Analisis Rugi Laba........................................................ 35
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional..............................................
35
Halaman
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................... 39
4.2. Sumber dan Jenis Data............................................................... 39
4.3. Metode Pengumpulan Data........................................................ 40
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data...................................... 40
4.5. Penentuan Biaya........................................................................ 42
4.5.1. Penentuan Biaya Pengadaan.......................................... 42
4.5.2. Penentuan Biaya Distribusi............................................ 44
4.6. Analisis Model........................................................................... 45
4.6.1. Fungsi Tujuan................................................................ 45
4.6.2. Fungsi Kendala.............................................................. 47
4.7. Analisis Rugi Laba.................................................................... 49
4.8. Batasan Operasional…………………………………….......... 50
4.9. Keterbatasan Penelitian............................................................. 50
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan........................................... 52
5.2. Gambaran Unit Bisnis Perusahaan............................................ 54
5.3. Lokasi Perusahaan..................................................................... 54
5.4. Struktur Organisasi.................................................................... 55
VI AKTIVITAS SERTA BIAYA PENGADAAN DAN
DISTRIBUSI SAYURAN SEGAR KELOMPOK FAST
MOVING
6.1. Aktivitas Pengadaan Sayuran.................................................... 57
6.1.1. Tahap Purchasing.......................................................... 57
6.1.2. Tahap Processing........................................................... 61
6.2. Aktivitas Distribusi Sayuran...................................................... 64
6.3. Struktur Biaya Pengadaan dan Distribusi.................................. 66
6.3.1. Biaya Pengadaan Sayuran Segar.................................... 66
6.3.2. Biaya Distribusi Sayuran Segar.....................................
72
VII OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI
7.1. Analisis Model Optimalisasi...................................................... 75
7.2. Perbandingan Biaya Aktual dan Optimal.................................. 77
7.3. Komposisi Pengadaan dan Distribusi Optimal.......................... 85
7.4. Analisis Rugi Laba....................................................................
90
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan................................................................................ 94
8.2. Saran..........................................................................................
96
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 97
ii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha, 2003-2007....................................................................
1
2. Neraca Perdagangan Sektor Pertanian Indonesia, 2004-2006.................. 2
3. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian Atas Dasar
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha
Pertanian, 2003-2007................................................................................
3
4. Perkembangan PDB dan Produksi Hortikultura Tahun 2005-2006.........
4
5. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura Tahun 2005-2006..
5
6. Konsumsi 10 Sayuran Tertinggi Rata-Rata per Minggu Pada Daerah
Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2007.......................................................
6
7. Persentase Jumlah Pasar Modern pada Pasar Secara Keseluruhan dan
Laju Pertumbuhannya Tahun 2006...........................................................
7
8. Model Permasalahan Transportasi............................................................
33
9. Model Permasalahan Transportasi Dengan Variabel Dummy.................
34
10. Total Biaya Pengadaan Sayuran Segar Kelompok Fast Moving CV X
Tahun 2007……………………………………………………………...
68
11. Proporsi Masing-Masing Biaya Pada Struktur Biaya Pengadaan
Sayuran Segar Kelompok Fast Moving CV X Tahun 2007……………
69
12. Total Biaya Distribusi Sayuran Segar Kelompok Fast Moving CV X
Tahun 2007……………………………………………………………...
72
13. Proporsi Masing-Masing Biaya Pada Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Segar Kelompok Fast Moving CV X Tahun 2007……………………...
73
14. Penghematan Biaya Hasil Optimalisasi Kelompok Fast Moving CV X
per Bulan Tahun 2007…………………………………………………..
78
15. Perbandingan Biaya Aktual Dan Optimal Untuk Masing-Masing Model
CV X Tahun 2007……………………………………………………….
81
Halaman
16. Persentase Penghematan Biaya Masing-Masing Model di CV X per
Bulan Tahun 2007……………………………………………………….
83
17. Laba Total Perusahaan Untuk Dua Puluh Komoditi Fast Moving
Selama Tahun 2007 Pada Kondisi Aktual……………………………...
91
18. Laba Total Perusahaan Untuk Dua Puluh Komoditi Fast Moving
Selama Tahun 2007 Pada Kondisi Optimal……………………………..
92
19. Peningkatan Laba Untuk Dua Puluh Komoditi Fast Moving Selama
Tahun 2007 Berdasarkan Hasil Optimalisasi…………………………...
93
iv
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Saluran Pemasaran Sayuran Segar (Kohls dan Uhl, 2002).................... 16
2. Kerangka Operasional............................................................................. 38
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata per Kapita Seminggu Menurut
Jenis Makanan Sayuran Tahun 2007..................................................
99
2. Kelompok Sayuran Eksklusif dan Konvensional di CV X
101
3. Total order kirim harian CV X per 31 Desember 2007......................
102
4. Daftar Istilah Sayuran Kelompok Fast Moving Product CV X……..
104
5. Jumlah Pasokan Kelompok Fast Moving Product Bulan Desember
Tahun 2007..........................................................................................
105
6. Peta Lokasi Toko –Toko Pelanggan atau Daerah Jalur Distribusi
CV X ...................................................................................................
106
7. Denah Perusahaan CV X ....................................................................
108
8. Struktur Organisasi CV X ...................................................................
109
9. Biaya-Biaya Pengadaan dan Distribusi Untuk Seluruh Komoditi
CV X per Bulan Tahun 2007...............................................................
110
10. Struktur Biaya Pengadaan Sayuran Kelompok Fast Moving CV X
Bulan Januari dan Februari..................................................................
111
11. Struktur Biaya Pengadaan Sayuran Kelompok Fast Moving CV X
Bulan Maret dan April.........................................................................
112
12. Struktur Biaya Pengadaan Sayuran Kelompok Fast Moving CV X
Bulan Mei dan Juni..............................................................................
113
13. Struktur Biaya Pengadaan Sayuran Kelompok Fast Moving CV X
Bulan Juli dan Agustus........................................................................
114
14. Struktur Biaya Pengadaan Sayuran Kelompok Fast Moving CV X
Bulan September dan Oktober.............................................................
115
15. Struktur Biaya Pengadaan Sayuran Kelompok Fast Moving CV X
Bulan November dan Desember..........................................................
116
Halaman
16. Biaya Kemasan per Kg Dua Puluh Sayuran Fast Moving CV X…… 117
17. Biaya Distribusi dan Persentase Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Januari dan Februari................
118
18. Biaya Distribusi dan Persentase Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Maret dan April.......................
119
19. Biaya Distribusi dan Persentase Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Mei dan Juni............................
120
20. Biaya Distribusi dan Persentase Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Juli dan Agustus......................
121
21. Biaya Distribusi dan Persentase Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan September dan Oktober...........
122
22. Biaya Distribusi dan Persentase Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan November dan Desember........
123
23. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Januari, 2007…………………
124
24. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Februari, 2007………………..
125
25. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Maret, 2007…………..………………………..
126
26. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan April Tahun 2007………........
127
27. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Mei Tahun 2007………….….
128
28. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Juni Tahun 2007………….….
129
29. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Juli Tahun 2007………….…
130
30. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Agustus Tahun 2007…………
131
vii
Halaman
31. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan September Tahun 2007………
132
32. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Oktober Tahun 2007…………
133
33. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan November Tahun 2007………
134
34. Biaya Pengadaan dan Distribusi Rata-Rata per Kg Sayuran Segar
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Desember Tahun 2007………
135
35. Model Optimalisasi Sayuran Segar Kelompok Fast Moving CV X
Bulan Januari Tahun 2007…………………………………………...
136
36. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Januari Tahun 2007…………………………
140
37. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Februari Tahun 2007…………………………
144
38. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Maret Tahun 2007……………………………
148
39. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan April Tahun 2007……………………………
152
40. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Mei Tahun 2007………………………………
156
41. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Juni Tahun 2007………………………………
160
42. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Juli Tahun 2007………………………………
164
43. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Agustus Tahun 2007…………………………
168
44. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan September Tahun 2007………………………
172
45. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Oktober Tahun 2007…………………………
176
viii
Halaman
46. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan November Tahun 2007………………………
180
47. Komposisi Aktual dan Optimal Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Desember Tahun 2007………………………...
184
48. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Januari Tahun 2007…………………………..
188
49. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Januari Tahun 2007…………………………..
189
50. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan yang
Diperbolehkan Bulan Januari Tahun 2007………………………......
190
51. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Januari Tahun 2007…………
193
52. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Januari Tahun 2007………….
194
53. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Februari Tahun 2007…………………………
195
54. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Februari Tahun 2007………………………..
196
55. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan Februari Tahun 2007………………………
197
56. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Februari Tahun 2007………
200
57. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Februari Tahun 2007………
201
58. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Maret Tahun 2007……………………………
202
59. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Maret Tahun 2007……………………………
203
60. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan yang
Diperbolehkan Bulan Maret Tahun 2007………….………………..
204
ix
Halaman
61. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Maret Tahun 2007……...…...
207
62. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Maret Tahun 2007…………...
208
63. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan April Tahun 2007…………………………….
209
64. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan April Tahun 2007…………………………….
210
65. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan April Tahun 2007………….………………...
211
66. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan April Tahun 2007……...……
214
67. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan April Tahun 2007……………
215
68. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Mei Tahun 2007……………………...………
216
69. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Mei Tahun 2007……………………………...
217
70. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan Mei Tahun 2007……………….……………
218
71. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Mei Tahun 2007……...…...
221
72. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Mei Tahun 2007………...…
222
73. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Juni Tahun 2007……………………...………
223
74. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Juni Tahun 2007……………………………...
224
75. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan Juni Tahun 2007……………….……………
225
x
Halaman
76. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Juni Tahun 2007……...…...
228
77. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Juni Tahun 2007………...…
229
78. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Juli Tahun 2007……………………...……….
230
79. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Juli Tahun 2007………………………………
231
80. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan Juli Tahun 2007……………….……………
232
81. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Juli Tahun 2007……...…...…
235
82. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Juli Tahun 2007………...……
236
83. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok
Fast Moving CV X Bulan Agustus Tahun 2007…………………….
237
84. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Agustus Tahun 2007………………………...
238
85. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan Agustus Tahun 2007……………….………...
239
86. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Agustus Tahun 2007……...
242
87. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Agustus Tahun 2007………...
243
88. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan September Tahun 2007……………………….
244
89. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan September Tahun 2007……………………….
245
90. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan September Tahun 2007……………….……
246
xi
Halaman
91. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan September Tahun 2007……...
249
92. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan September Tahun 2007……
250
93. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Oktober Tahun 2007………………………….
251
94. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Oktober Tahun 2007………………….………
252
95. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan Oktober Tahun 2007………….……….……
253
96. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Oktober Tahun 2007…….......
256
97. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Oktober Tahun 2007………...
257
98. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan November Tahun 2007……………………….
258
99. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok
Fast Moving CV X Bulan November Tahun 2007………………….
259
100. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan November Tahun 2007………….……….…
260
101. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan November Tahun 2007……...
263
102. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan November Tahun 2007……...
264
103. Nilai Dual Price Kendala Permintaan Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Desember Tahun 2007……………………….
265
104. Nilai Dual Price Kendala Penawaran Sayuran Segar Kelompok Fast
Moving CV X Bulan Desember Tahun 2007………………………
266
105. Kisaran Perubahan Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Yang
Diperbolehkan Bulan Desember Tahun 2007………………….…
267
xii
Halaman
106. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Permintaan Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Desember Tahun 2007……..
270
107. Analisis Sensitivitas Nilai RHS Kendala Penawaran Sayuran
Kelompok Fast Moving CV X Bulan Desember Tahun 2007……...
271
108. Harga Jual Rata-Rata Sayuran Segar Kelompok Fast Moving CV X
Tahun 2007 (Rp)……………………………………………………
272
109. Penerimaan CV X Dari Dua Puluh Komoditi Fast Moving Bulan
Januari dan Februari Tahun 2007……………………………………
273
110. Penerimaan CV X Dari Dua Puluh Komoditi Fast Moving Bulan
Maret dan April Tahun 2007……………………………………
274
111. Penerimaan CV X Dari Dua Puluh Komoditi Fast Moving Bulan
Mei dan Juni Tahun 2007……………………………………
275
112. Penerimaan CV X Dari Dua Puluh Komoditi Fast Moving Bulan
Juli dan Agustus Tahun 2007……………………………………
276
113. Penerimaan CV X Dari Dua Puluh Komoditi Fast Moving Bulan
September dan Oktober Tahun 2007………………………………
277
114. Penerimaan CV X Dari Dua Puluh Komoditi Fast Moving Bulan
November dan Desember Tahun 2007………………………………
278
xiii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia terus berupaya meningkatkan pembangunan di sektor pertanian.
Sektor pertanian menjadi salah satu penggerak perekonomian Indonesia
sebagaimana tercermin dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Terlihat pada Tabel 1, kontribusi pertanian, peternakan, kehutanan, dan
perikanan terhadap PDB nasional dalam lima tahun terakhir sekitar 13-15 persen.
Tabel 1. Distribusi Persentase PDB atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha, 2003-2007
Keterangan : *) Data sementara
**) Data sangat sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik-Jakarta, 2008 (diolah)
Lapangan Usaha
(Sektor)
Persentase Kontribusi PDB (%)
Rata-Rata
Laju
Pertumbuhan
Kontribusi
PDB/Tahun
(%) 2003 2004 2005 2006
* 2007
**
Pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan 15,2 14,3 13,1 13,0 13,8 -2,3
Pertambangan dan
penggalian 8,3 8,9 11,1 11,0 11,1 7,5
Industri pengolahan 28,3 28,1 27,4 27,5 27,0 -1,3
Listrik, gas, dan air
bersih 1,0 1,0 1,0 0,9 0,9 -1,1
Konstruksi/bangunan 6,2 6,6 7,0 7,5 7,7 5,9
Perdagangan, hotel, dan
restoran 16,6 16,1 15,6 15,0 14,9 -2,6
Pengangkutan dan
komunikasi 5,9 6,2 6,5 6,9 6,7 3,7
Keuangan, persewaan,
dan jasa perusahaan 8,6 8,5 8,3 8,1 7,7 -2,5
Jasa-jasa 9,9 10,3 10,0 10,1 10,1 1,0
Produk Domestik Bruto 100 100 100 100 100
Non migas 91,4 90,7 88,6 88,9 89,5 -0,5
Walaupun nilai pertanian cenderung mengalami penurunan dari tahun
2003 sampai tahun 2006, namun nilainya masih tergolong besar karena kontribusi
pertanian tetap pada urutan ketiga setelah industri pengolahan dengan kontribusi
sekitar 27-28 persen dan perdagangan, hotel dan restoran yang menyumbang 14-
16 persen. Namun, pada tahun 2007 kontribusi pertanian mulai meningkat
kembali hingga 13,8 persen.
Sektor pertanian menjadi salah satu penggerak perekonomian Indonesia
selain dilihat dari kontribusinya terhadap PDB juga dilihat dari peranannya dalam
mengatasi masalah pengangguran di Indonesia dan kontribusinya terhadap
perolehan devisa/perdagangan (Jiaravanon, 2007). Berdasarkan Tabel 2, pada
periode tahun 2004-2006, dari tahun ke tahun neraca perdagangan sektor
pertanian mengalami surplus dengan peningkatan rata-rata 35,37 persen per tahun.
Tabel 2. Neraca Perdagangan Sektor Pertanian Indonesia, 2004-2006
Sumber : Departemen Pertanian, 2007 (diolah)
No Subsektor
2004 2005 2006 Rata-Rata Laju
Pertumbuhan
(%) Nilai (juta
USD)
Nilai (juta
USD)
Nilai (juta
USD)
1 Tanaman Pangan
Ekspor 274 287 264 -1,63
Impor 2.423 2.115 2.568 4,35
Neraca -2.149 -1.828 -2.304 5,55
2 Hotikultura
Ekspor 177 228 237 16,38
Impor 345 367 527 24,99
Neraca -168 -139 -290 45,69
3 Perkebunan
Ekspor 9.107 10.673 13.972 24,05
Impor 1.323 1.533 1.675 12,57
Neraca 7.784 9.140 12.297 25,98
4 Peternakan
Ekspor 329 397 389 9,33
Impor 936 1.122 1.190 12,97
Neraca -607 -725 -801 14,96
Pertanian
Ekspor 9.887 11.585 14.862 22,73
Impor 5.027 5.137 5.960 9,10
Neraca 4.860 6.448 8.902 35,37
2
Surplus neraca perdagangan sektor pertanian salah satunya disebabkan
oleh meningkatnya nilai ekspor produk pertanian. Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai
ekspor pertanian Indonesia terus mengalami peningkatan pada tahun 2004-2006,
yaitu sebesar 9.887 juta USD pada tahun 2004 hingga mencapai 14.862 juta USD
pada tahun 2006.
Salah satu subsektor pertanian yang menjadi perhatian masyarakat dan
pemerintah adalah hortikultura. Pada PDB pertanian, sektor hortikultura yang
termasuk ke dalam tanaman bahan makanan menempati urutan pertama di atas
tanaman perkebunan dan perikanan. Sumbangan tanaman bahan makanan, yaitu
tanaman pangan dan hortikultura terhadap PDB pertanian sekitar 6-7 persen
selama kurun waktu 5 tahun ke belakang. Kemudian diikuti oleh perikanan sekitar
2 persen dan tanaman perkebunan sekitar 1-2 persen (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian, 2003-
2007
Keterangan : *) Data sementara
**) Data sangat sementara
Sumber : Badan Statistik Indonesia-Jakarta, 2008 (diolah)
Periode
Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian
(%) Rata-Rata Laju
Pertumbuhan Distribusi
PDB Pertanian/Tahun
(%) 2003 2004 2005 2006* 2007**
Lapangan Usaha
Pertanian
15,19 14,34 13,13 12,97 13,83 -2,2
Tanaman Bahan
Makanan / Food
Crops
7,83 7,21 6,54 6,42 6,78 -3,4
Tanaman
Perkebunan / Non-
Food Crops
2,32 2,16 2,03 1,90 2,13 -1,8
Peternakan dan
Hasil-hasilnya /
Livestock and Its
Product
1,86 1,77 1,59 1,53 1,57 -4,0
Kehutanan / Forestry
0,91 0,88 0,81 0,90 0,90 -0,1
Perikanan / Fishery
2,27 2,31 2,15 2,23 2,45 2,1
3
Subsektor hortikultura mencakup tanaman sayuran, tanaman buah-buahan,
tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Fokus dalam penelitian ini adalah produk
hortikutura sayuran. Dilihat dari sisi ekonomi makro, sayuran menjadi produk
hortikultura yang penting karena kontribusinya terhadap PDB hortikultura
menempati urutan kedua setelah buah-buahan (Tabel 4).
Tabel 4. Perkembangan PDB dan Produksi Hortikultura Tahun 2005-2006
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura dan Departemen Pertanian, 2007
(diolah)
Secara jumlah, produksi sayuran pada tahun 2005 sebesar 9,10 juta ton.
Nilai ini di bawah produksi buah-buahan sebesar 14,79 ton. Pada tahun 2006
terjadi peningkatan produksi sayuran, yaitu sebesar 425.476 ton atau sekitar 4,67
persen (Tabel 4). Salah satu penyebab peningkatan produksi sayuran ini adalah
akibat pertambahan luas areal panen. Peningkatan luas areal panen sayuran
menempati urutan ke dua setelah tanaman biofarmaka, yaitu sebesar 6,68 persen.
Pada tahun 2005, luas areal panen sayuran sebesar 944.695 Ha dan meningkat
menjadi 1.007.839 Ha pada tahun 2006 (Tabel 5). Jika dilihat kembali pada Tabel
Kelompok Komoditas Satuan
Tahun Persentase
Peningkatan
(%) 2005 2006
PDB
Buah-buahan (Milyar Rp) 31.694 35.448 11,8
Sayuran (Milyar Rp) 22.630 24.694 9,1
Tanaman Biofarmaka (Milyar Rp) 2.806 3.762 34,1
Tanaman Hias (Milyar Rp) 4.662 4.734 1,5
Produksi
Buah-buahan Ton 14.786.599 16.171.130 9,36
Sayuran Ton 9.101.987 9.527.463 4,67
Tanaman Biofarmaka Ton 342.389 447.558 30,72
Tanaman Hias Tangkai 173.240.364 166.645.684 -3,81
4
4, besarnya peningkatan luas panen sayuran ini tidak sebanding dengan
peningkatan produksi sayuran karena peningkatan produksi sayuran hanya
menempati urutan ketiga setelah tanaman biofarmaka dan buah-buahan. Hal ini
disebabkan adanya kebijakan pengembangan sayuran yang memang lebih
ditekankan pada keseimbangan antara pasokan dan permintaan serta peningkatan
kualitas produksi sehingga tidak terjadi fluktuasi harga (Bahar, 2007).
Tabel 5. Luas Panen Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2005-2006
Sumber : Departemen Pertanian, 2007 (diolah)
Peningkatan luas areal panen ini harus terus dikembangkan seiring dengan
kebutuhan sayuran untuk dikonsumsi sebagai sumber vitamin, mineral, serat,
antioksidan, dan energi manusia. Konsumsi rata-rata per minggu sepuluh sayuran
paling banyak dikonsumsi di perkotaan dan pedesaan dapat dilihat pada Tabel 6
dan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kelompok Komoditas Satuan
Luas Panen Laju
Pertumbuhan
(%) 2005 2006
Buah-buahan Ha 717.428 728.218 1,50
Sayuran Ha 944.695 1.007.839 6,68
Tanaman Biofarmaka Ha 18.859 23.533 24,78
Tanaman Hias Tangkai Ha 1.479 620 -58,08
5
Tabel 6. Konsumsi 10 Sayuran Tertinggi Rata-Rata per Minggu pada Daerah
Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2007
Sumber : Badan Pusat Statistik-Jakarta (2007)
Pada perkembangannya, permintaan sayuran di masyarakat tidak hanya
dalam hal kuantitas, kualitas, dan kontinuitas, namun juga ragam atau jenis dari
sayuran tersebut. Keragaman sayuran yang ada di pasar saat ini dapat
dikelompokkan menurut tingkat masyarakat yang mengkonsumsinya, yaitu sayur-
sayuran konvensional dan eksklusif. Sayur-sayuran konvensional adalah jenis
sayuran yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat baik masyarakat kelas bawah,
menengah, hingga atas. Sedangkan sayur-sayuran eksklusif adalah jenis sayuran
yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat tingkat menengah ke atas. Berbeda
dengan sayur-sayuran tradisional yang dapat dijumpai di pasar-pasar tradisional,
sayuran eksklusif umumnya hanya dijumpai di pasar-pasar modern. Beberapa
contoh sayuran konvensional dan eksklusif dapat dilihat pada Lampiran 2.
Permintaan akan sayur-sayuran eksklusif ini tidak hanya dari kelompok
rumah tangga saja namun juga dari kelompok hotel dan restoran. Meningkatnya
permintaan di masyarakat akan ragam varietas ini menjadi peluang bisnis yang
besar bagi pasar-pasar modern. Pasar-pasar modern terus berupaya menyediakan
beragam kebutuhan sayuran di masyarakat, baik sayuran konvensional maupun
No Perkotaan Pedesaan
Sayuran Jumlah (kg) Sayuran Jumlah (kg)
1 Kangkung 0,095 Daun ketela pohon 0,132
2 Bayam 0,086 Kangkung 0,095
3 Kacang panjang 0,060 Bayam 0,086
4 Bawang merah 0,060 Kacang panjang 0,086
5 Terong 0,052 Terong 0,081
6 Daun ketela pohon 0,048 Bawang merah 0,056
7 Tomat sayur 0,046 Mentimun 0,042
8 Mentimun 0,039 Kol/kubis 0,040
9 Wortel 0,031 Pepaya muda 0,035
10 Bawang putih 0,031 Tomat sayur 0,034
6
eksklusif. Semua produk sayuran yang disediakan oleh pasar modern tersebut
tentunya dikemas dengan penampilan yang menarik. Pertumbuhan pasar modern
seperti terlihat pada Tabel 7 turut mendukung ketersediaan produk sayuran.
Pesatnya pertumbuhan pasar modern ini juga dipicu oleh gaya hidup masyarakat
sekarang yang sangat konsumtif. Rata-rata pertumbuhan pasar modern di
Indonesia mencapai rata-rata 14,6 persen per tahun (Tabel 7).
Tabel 7. Persentase Jumlah Pasar Modern pada Pasar secara Keseluruhan dan
Laju Pertumbuhannya Tahun 2006
Sumber : AC Nielsen dalam Suryadharma (2007)
Pasar-pasar modern tersebut dalam menjalankan usahanya tentu
membutuhkan pasokan sayuran dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik,
dan kontinuitas. Sejauh ini kebutuhan sayuran pasar-pasar modern tersebut tidak
dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu
kelompok tani kemudian menjualnya ke para pengumpul besar. Situasi inilah
yang mendorong tumbuhnya perusahaan-perusahaan distributor sayuran.
Perusahaan distributor ini membeli sayuran dari berbagai kelompok tani kemudian
mengklasifikasikan sayuran berdasarkan kualitasnya dan mengemasnya sebelum
dikirimkan ke pasar-pasar modern. Peran perusahaan distributor sayuran dalam
hal ini sebagai jembatan penghubung antara petani dengan pasar modern. Salah
satu perusahaan distributor sayuran di Indonesia adalah CV X yang terletak di
Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Jenis Pasar
Modern Satuan
Jumlah Gerai Laju Pertumbuhan
(% per tahun) 2005 2006
Minimarket unit 6.465 7.476 15
Supermarket unit 1.141 1.277 12
Hypermarket unit 83 97 17
Rata-rata laju pertumbuhan per tahun 14,6
7
Penulis melakukan pemilihan CV X sebagai lokasi penelitian secara
purposive. Hal ini didasari karena sistem kerjasama antara perusahaan dengan
pelanggan dan pemasok yang menarik untuk diteliti. Kerjasama yang dilakukan
perusahaan dengan pihak pelanggan didasarkan perjanjian tertulis (tendor
agreement) yang berisi tentang kesediaan CV X sebagai pemasok dan target nilai
penjualan sayuran yang seharusnya dikirim ke pelanggan setiap hari untuk periode
setahun. Perjanjian setahun ini sebagai catatan prestasi CV X bagi pelanggan.
Ketika kinerja CV X selama menjadi pemasok pelanggan dapat mencapai bahkan
melebihi target nilai penjualan yang ditetapkan maka pelanggan akan menambah
nilai penjualan tersebut pada perjanjian tahun berikutnya. Selain perjanjian nilai
penjualan setahun tersebut juga terdapat perjanjian tertulis yang berisi kontrak
harga mingguan yang dapat berubah setiap harinya. Sedangkan perjanjian yang
berisi kemampuan CV X memasok sayuran ke pelanggan dari segi kuantitas tidak
dilakukan oleh CV X dengan pelanggannya. Padahal pada umumnya perjanjian
yang dilakukan antara perusahaan distributor dengan pasar modern berisi baik dari
segi harga maupun kemampuan perusahaan memasok sayuran dari segi kuantitas.
Dari sisi pengadaan sayuran, sistem kerjasama antara CV X dengan
pemasok lebih bersifat kepercayaan karena tidak ada perjanjian tertulis antara
perusahaan dengan pemasok. Hingga saat ini, sistem kerjasama yang dibangun
perusahaan baik dengan pelanggan maupun pemasok, mampu membuat
perusahaan tetap bertahan. Namun, situasi persaingan perusahaan distributor
produk pertanian segar yang terus meningkat medorong perusahaan harus lebih
memperhatikan kembali efisiensi pengadaan dan distribusi sayuran agar CV X
mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis.
8
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu lembaga pemasaran tingkat shipping points market adalah CV
X yang bergerak dalam usaha pengadaan dan distribusi sayuran segar. Perusahaan
ini terletak di Kabupaten Bandung yang juga merupakan daerah sentra sayuran.
Kegiatan perusahaan ini adalah mendistribusikan berbagai macam sayuran
berkualitas baik konvensional maupun eksklusif ke konsumen-konsumennya.
yaitu pasar-pasar modern. Fokus penelitian ini hanya pada dua puluh komoditi
sayuran segar yang termasuk ke dalam kelompok komoditi unggulan CV X atau
disebut fast moving product. Hal ini dikarenakan komoditi-komoditi inilah yang
menjadi kunci operasi perusahaan dengan rata-rata jumlah pengiriman jenis
komoditi tersebut lebih dari 100 kg per hari (Lampiran 3).
Istilah kunci operasi menunjukkan bahwa komoditi-komoditi inilah yang
menentukan pendapatan dan keberlanjutan usaha distribusi sayuran segar
perusahaan. Risiko yang mungkin dapat terjadi pada perusahaan ketika
perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan akan komoditi-komoditi
tersebut adalah pelanggan dapat berpindah ke perusahaan distributor lain. Kondisi
inilah yang sangat dihindari oleh perusahaan. Karena itu penelitian ini lebih
berfokus pada kelompok fast moving product. Secara rinci daftar istilah produk-
produk yang termasuk ke dalam kelompok ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
Bagi perusahaan distributor, proporsi biaya terbesar pada keseluruhan
biaya yang dikeluarkan perusahaan adalah biaya pengadaan dan distribusi
sayuran. Biaya pengadaan meliputi biaya pembelian per satuan produk, biaya
penyusutan, transportasi ke gudang perusahaan atau biaya pengumpulan, biaya
pengemasan langsung, dan biaya administrasi. Sedangkan biaya distribusi adalah
9
biaya pengepakan atau biaya kemasan tak langsung, biaya pengangkutan produk
ke pasar-pasar modern, biaya tolakan atau reject, dan biaya potongan penjualan.
Karena itu efisiensi biaya pengadaan dan distribusi berperan penting agar
perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis.
Usaha distribusi sayuran seperti CV X ini memiliki risiko cukup besar
karena kualitas produk menjadi aspek penting dalam pemasarannya. Padahal
seperti kita ketahui produk sayuran memiliki sifat yang mudah rusak dan cepat
busuk. Selain itu, karena produksinya tergantung oleh alam maka sering sekali
terjadi kelebihan atau kekurangan pasokan dari supplier. Kelebihan maupun
kekurangan pasokan (supply) menjadi kendala CV X dalam mendistribusikan
sayuran segar. Ketika supply sayuran dari petani kurang maka sebagai alternatif
perusahaan akan mengambil sayuran dari pasar-pasar induk. Jika pasokan dari
pasar induk tetap tidak dapat memenuhi permintaan konsumen (pasar modern),
maka perusahaan akan mengalami kerugian bahkan perusahaan dapat kehilangan
pelanggannya. Sedangkan ketika supply dari petani berlebih, maka perusahaan
juga akan mengalami kerugian karena harus menjualnya di pasar-pasar tradisional
dengan harga lebih murah bahkan membuangnya mengingat produk sayuran
bersifat perishable atau mudah rusak (Lampiran 5). Kekurangan maupun
kelebihan yang sering dialami oleh perusahaan, selain disebabkan oleh produksi
sayur yang bergantung pada alam juga disebabkan oleh sistem kerjasama antara
perusahaan dengan pihak pasar modern yang hanya berupa perjanjian kerja
setahun berisi nilai penjualan sayuran dan kontrak harga mingguan, namun tidak
untuk kuantitas sayuran yang diminta pelanggan. Padahal seharusnya dalam
hubungan antara pasar modern dan perusahaan distributor sebaiknya
10
menggunakan kontrak kerja sama mingguan atau bulanan baik dari segi harga
maupun kuantitas. Tidak adanya kontrak tertulis berisi tentang kuantitas sayur
yang diminta pelanggan membuat perusahaan juga tidak menggunakan kontrak
tertulis dengan pemasoknya. Kerja sama yang dibangun antara perusahaan dengan
pemasok (supplier) hanya dengan sistem kepercayaan.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut menimbulkan pertanyaan
tentang bagaimana pola pengadaan dan distribusi sayuran kelompok fast moving
product CV X dan bagaimana struktur biaya pengadaan dan distribusi pada
sayuran-sayuran tersebut. Sedangkan permasalahan kelebihan dan kekurangan
pasokan sayuran fast moving product yang sering dialami CV X dan sangat
berpengaruh pada biaya serta keuntungan menimbulkan pertanyaan tentang
apakah komposisi pengadaan dan distribusi sayuran segar pada CV X sudah
optimal sehingga biaya yang efisien dapat dicapai dan keuntungan dapat
dimaksimalkan.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan. penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Mengetahui pola pengadaan dan distribusi sayuran segar kelompok fast
moving product CV X.
2. Menganalisa struktur biaya pengadaan dan distribusi sayuran segar kelompok
fast moving product pada CV X.
3. Menganalisa komposisi pengadaan dan distribusi sayuran segar pada CV X
yang optimal.
11
4. Menganalisa perbandingan keuntungan dari komposisi pengadaan dan
distribusi sayuran segar kelompok fast moving product CV X pada kondisi
aktual dan optimal.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk perusahaan distributor sayuran
segar CV X dalam mengambil kebijakan dan penentuan komposisi pengadaan dan
distribusi yang optimal dalam upaya memaksimalkan keuntungan perusahaan.
Bagi kalangan akademis. penelitian ini diharapkan dapat menjadi pustaka untuk
melakukan penelitian lebih lanjut distribusi sayuran segar.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemasaran Sayuran
Sayuran sebagai salah satu produk hortikultura dapat digolongkan menjadi
jenis sayuran komersial dan non komersial. Dalam hal ini komersial berarti
diminati oleh masyarakat meskipun harganya rendah atau karena harganya tinggi
atau berpeluang untuk dijadikan produk ekspor (Rahardi, Rony, dan Asiani,
1993). Untuk dapat mengembangkan bisnis sayuran, maka sistem pemasaran
menjadi salah satu hal penting yang tidak dapat diabaikan. Beberapa hal yang
mempengaruhi sistem pemasaran sayuran menurut Kohls dan Uhl (2002) adalah
sebagai berikut :
1. perishability (tidak tahan lama / mudah rusak)
Sayuran adalah produk yang bersifat highly perishable atau sangat mudah
rusak. Kualitas dari sayuran akan terus menurun dari awal panen hingga proses
pemasaran terjadi. Dalam proses pemasarannya, sedikitnya 10% nilai dari sayuran
tersebut hilang. Hal tersebut disebabkan oleh penyimpanan dan penanganan yang
buruk, sayuran yang busuk, kelengkapan untuk meningkatkan penampilan yang
justru merusak sayuran, penanganan yang tidak hati-hati oleh penjual eceran, dan
pencurian. Sifat mudah rusak pada sayuran ini, nantinya akan berpengaruh pada
harga produk.
2. price / quantity risks (risiko harga atau jumlah)
Produk sayuran yang mudah rusak dan proses produksi yang bergantung
pada kondisi alam menghambat pasokan sayuran untuk memenuhi permintaan
pasar. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan risiko jumlah dan harga
sayuran yang tinggi. Periode produksi yang cukup lama dan tingginya biaya
penanganan panen produk juga berimplikasi pada harga sayuran.
3. seasonality (musiman)
Kebanyakan sayuran memiliki produksi musiman dan pola permintaan
yang mempengaruhi pemasaran. Hal ini menyebabkan pasokan yang tidak
menentu untuk memenuhi permintaan. Pada saat-saat tertentu, beberapa sayuran
jumlahnya sangat terbatas sehingga kebutuhan pasar tidak terpenuhi secara
optimal dan harga sayur menjadi tinggi. Pada saat lain, hal yang mungkin terjadi
adalah melimpahnya jumlah panen yang menyebabkan harga sayuran tersebut
turun.
4. alternative product forms and markets (alternatif produk dan pasar)
Ada beberapa altenatif pasar untuk produk sayuran menurut bentuk
pasarnya (segar, beku, kaleng, kering), menurut waktu pada negara-negara empat
musim (gugur, semi, panas, dingin), dan menurut geografis (lokal dan luar
negeri). Peluang alternatif pasar ini membuat saluran pemasaran sayur yang
kompleks sehingga berpengaruh pada biaya pemasarannya (biaya proses
penanganan, transportasi, dll) dan harga pada masing-masing pasar. Di sisi lain,
ada beberapa keuntungan dari berbagai jenis pasar sayuran, yaitu pada
pengembangan industri pasar sayurannya. Hal ini merupakan peluang investasi
bagi para produsen, perusahaan-perusahaan swasta, dan para mitranya untuk
mengembangkan produk baru dan program-program promosi untuk meningkatkan
penjualan dan harga produk. Selain itu proses pemasaran juga memberikan
peluang diferensiasi yang sangat potensial pada sayuran, misalnya melalui merek
(brands) atau kemasannya (packaging).
14
5. bulky (meruah)
Sifat sayuran yang mudah busuk, salah satunya disebabkan oleh
kandungan air di dalamnya yang merupakan komponen utama sayuran sehingga
menyebabkan sayuran bersifat meruah atau bulky dan nilai per unit komoditinya
rendah. Hal ini berpengaruh pada tingginya biaya pengangkutan karena produk
harus tetap dalam keadaan segar hingga sampai ke tangan konsumen. Pemilihan
jarak lokasi pemasaran dengan daerah produksi sangat penting untuk mencapai
efisiensi biaya transportasi.
6. geographic specialization of production (produksi menurut geografis)
Sayuran diproduksi oleh semua negara, namun beberapa negara
mendominasi produksi sayur-sayuran tertentu. Masalah yang timbul adalah
saluran distribusi yang panjang dan kompleks. Hal ini berimplikasi pada rasa
sayuran dan dapat meningkatkan biaya transportasi.
Terdapat tiga pasar dasar dalam pemasaran sayuran, yaitu : (1) shipping
points market, (2) wholesale market, (3) dan retail markets. Shipping point market
berlokasi di dekat sentra produksi. Tujuan pasar ini adalah mengumpulkan produk
sayuran dari beberapa petani, menangani proses pasca panen produk sayuran
(termasuk di dalamnya pembersihan, pemisahan, pengkelasan, pengemasan, dan
penyimpanan), dan mengalokasikan ke pasar-pasar. Terdapat beberapa bentuk
perusahaan pengumpul, seperti packers (perusahaan pengepak), shippers
(perusahaan pengangkutan), agents (agen), brokers (pedagang perantara), dan
buying offices. Wholesale market atau pasar grosiran biasanya terdapat di daerah
dengan populasi penduduk yang tinggi. Mereka melalui saluran distribusi yang
panjang, yaitu dari pedagang pengumpul, kemudian memecahnya menjadi unit
15
yang lebih kecil (smaller lots), dan menjualnya ke perusahaan-perusahaan retail
(pasar-pasar modern). Pada akhirnya perusahaan-perusahaan retail menjualnya ke
tangan konsumen. Pada kenyataannya, mekanisme saluran distribusi sayuran tidak
hanya terpatok pada sistem yang sudah dijelaskan di atas, penjualan langsung dari
petani ke konsumen tetap mungkin terjadi. Untuk lebih lengkapnya, saluran
pemasaran produk sayuran menurut Kohls dan Uhl (2002) dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Saluran Pemasaran Sayuran Segar (Kohls dan Uhl, 2002)
konsumen
Jalur
lain
pasar petani
Toko-toko makanan :
retail, supermarket,
pasar-pasar sayuran
Perusahaan Jasa
Makanan : restoran
institusi
Pasar Terminal Grosiran:
Pedagang grosir, orang
suruhan, penerima, agen,
pedagang perantara
Pusat Distribusi
Retail-Pasar Grosir
Perusahaan Pengumpul :
koperasi, petani-perusahaan
pengepak, assamblers, agen dan
pedagang perantara, kantor-kantor
pembelian
Petani Sayuran
Ekspor
16
2.2. Penelitian Terdahulu
Analisis permasalahan optimalisasi telah banyak dilakukan. Berbagai
metode dan model matematika juga telah banyak digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan optimalisasi tersebut. Beberapa contoh penelitian optimalitas
dengan berbagai model penyelesaian metamatika adalah sebagai berikut : Analisis
optimalitas tipe kemasan produk sayuran segar pada salah satu perusahaan
pengemasan di Lembah Salinas, Propinsi Monterey, California oleh Ruiz dan
Ahern (2004). Penelitian ini menggunakan model pemrograman linier integer
untuk mencari biaya proses pengemasan dan tipe kemasan optimal dari komoditi
sayuran segar utama perusahaan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan
keuntungan. Hasilnya, model pemrograman linier integer mampu menghasilkan
suatu peningkatan pendapatan bersih perusahaan dibandingkan dengan rencana
pengemasan tradisional yang selama ini diterapkan perusahaan.
Penelitian optimalisasi lain dilakukan oleh Gakpo, Tsephe, Nwonmu, dan
Vijoen (2005) pada kasus pengalokasian air irigasi di bawah kapasitas terbagi di
Afrika Selatan dengan kendala ketersediaan air yang sangat terbatas di negara
tersebut. Penelitian ini menggunakan model analisis pemrograman linier dinamis
stokastik (Stochastic Dynamic Programming atau SDP) sebagai pengembangan
model pemrograman linier pada penelitian-penelitian sebelumnya yang tidak
menggunakan kemungkinan perubahan jumlah air irigasi pada setiap musim
berdasarkan kondisi yang berlaku di awal musim. SDP memilki kapasitas untuk
mengintegrasikan permintaan dan persediaan air, menggunakan faktor-faktor
hidrological sebagai pertimbangan yang membantu para petani dan pemerintah
dalam mengambil keputusan dengan mudah dalam jangka pendek, menengah,
17
maupun panjang. Hasilnya model SDP dapat menjadi suatu alat serbaguna untuk
pengalokasian air yang yang optimal di bawah kondisi-kondisi stokastik dalam
suatu pertanian dengan irigasi dan sistem usaha campuran. Hasil SDP
menunjukkan bahwa pendapatan meningkat dengan peningkatan isi dari suatu
kapasitas terbagi namun nilai marginal produk berkurang dengan peningkatan
persediaan air. Dengan kata lain masalah pengirigasian optimal untuk
meningkatkan produk pertanian dengan tetap menjaga kelestarian air
terselesaikan.
Grove (2006) menganalisis suatu keputusan jadwal irigasi defisit yang
optimal untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya air yang terbatas
di Afrika Selatan dengan mengambil wilayah sampel di Vaalharts. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan suatu model optimisasi yang akan
memungkinkan pembuat keputusan dengan pilihan resiko spesifik
mengoptimalkan keputusan pada berapa banyak yang ditanam dan berapa banyak
air yang diambil dari persediaan yang digunakan untuk irigasi. Hasilnya
pemrograman non-linier dapat mengoptimalkan hubungan antara area yang diairi,
kondisi-kondisi persediaan air dan sejumlah dan pemilihan waktu aplikasi air.
Penelitian ini mengembangkan suatu model pemrograman non-linier yang
mengikuti The Direct Expected Maximisation Non-Linear Programming (DEMP)
yang diperkenalkan oleh Boisvert dan Mccari (1990). Hasil dengan jelas
menunjukkan pentingnya ketersediaan sumber daya dengan memakai jadwal
irigasi.
Optimalisasi untuk masalah-masalah pengadaan dan distribusi juga telah
banyak dilakukan, seperti penelitian Thamrin (2003) yang menganalisis
18
optimalisasi pengadaan bahan baku pada Pabrik Kelapa Sawit, PT. Pekebunan
Nusantara V, Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Dengan menggunakan program linier
dapat diketahui kombinasi pengadaan bahan baku yang optimal dari berbagai
sumber yang ada, yaitu kebun sendiri, kebun seinduk, titip olah, dan pembelian
sehingga keuntungan maksimal dapat tercapai. Penelitian serupa dilakukan untuk
menganalisis optimalisasi pasokan sayuran di Sentul Farm, Bogor oleh Melasih
(2005). Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pemrograman linier perusahaan
dapat memperoleh kombinasi optimal pasokan jenis sayuran berdasarkan cara
pengadaannya untuk memaksimalkan keuntungan. Hasil optimal menunjukkan
jumlah pasokan optimal yang dihasilkan lebih tinggi 11.83 persen dibandingkan
dengan aktual dan tingkat keuntungan yang diperoleh pada kondisi optimal lebih
besar 13.87 persen dibandingkan dengan keuntungan aktual Selain itu dengan
pemrograman linier juga dapat menganalisis penggunaan sumber daya yang
optimal melalui analisis dualnya.
Busra (2005) melakukan penelitian masalah distribusi dan penyimpanan
persediaan karkas karkas ayam broiler pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk di
Wilayah Jabotabek Penelitian ini dimodelkan dalam permasalahan transhipment
yang merupakan salah satu bentuk khusus pemrograman linier untuk mendapatkan
tingkat biaya minimum dari kombinasi jumlah yang didistribusikan ke outlet
dengan tingkat persediaan karkas yang disimpan per periode bulanan. Model
transhipment dengan notasi berdasarkan arah perpindahan karkas dari masing-
masing node dibuat dengan menggunakan data dari time series dengan periode
bulanan dari penawaran gudang dan kebutuhan outlet selama satu tahun. Hasilnya
menunjukkan bahwa semua aktivitas pengadaan persediaan pada PT. Fast Food
19
Indonesia, Tbk menggunakan metode yang telah dikelola dengan baik. Hasil
olahan optimal, yaitu kombinasi jumlah yang didistribusikan dan jumlah yang
disimpan mendapatkan biaya minimum persediaan sebesar Rp 147,974,200.00
yang ditampilkan pada bagian analisis primalnya. Model transhipment untuk
aktivitas distribusi dan penyimpanan mendekati aktualnya, sehingga untuk
aktivitas distribusinya hanya terjadi penyimpangan relatif kecil.
Septiati (2002) menganalisis kegiatan pengadaan dan distribusi produk
buah-buahan segar di PT. Moenaputra Nusantara Jakarta. Penelitian ini
menggunakan program linier model transportasi untuk menganalisis optmalisasi
pengadaan dan disribusi produk buah-buahan segar dari pemasok perusahaan
(petani, pedagang pengumpul, pasar induk) ke kelompok-kelompok pelanggan
perusahaan (pengecer, grosir, dan hotel). Hasilnya menunjukkan bahwa kegiatan
pengadaan dan distribusi buah-buahan segar yang dilakukan oleh perusahaan
sudah mendekati optimal. Hasil optimal menunjukkan terdapat penghematan
biaya sebesar Rp 1,343,136.00 pada semester satu dan Rp 6,978,295.00 pada
semester dua.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, permasalahan-
permasalahan optimalisasi dapat dianalisis dengan baik dengan menggunakan
pemrograman linier maupun beberapa model pengembangan pemrograman linier
lainnya. Sedangkan optimalisasi untuk permasalahan-permasalahan pengadaan
dan distribusi sebelumnya, konsep pemrograman linier mampu memberikan hasil
yang optimal. Pemrograman linier adalah salah satu alat kuantitatif yang mudah
cara penyelesaiannya dan memiliki keunggulan dalam hal efisiensi penggunaan
waktu, biaya, dan perolehan informasi. Perbedaan penelitian ini dibandingkan
20
dengan penelitian optimalisasi pengadaan atau distribusi sebelumnya, yaitu
terletak pada fungsi tujuannya yang berusaha menggabungkan dua aspek, yaitu
minimalisasi biaya pengadaan dan minimalisasi biaya distribusi produk sayuran
segar. Sayuran yang menjadi objek analisis berjumlah dua puluh sayuran
unggulan perusahaan yang kemudian dibagi-bagi menjadi lima kelompok sayuran
agar dapat dilihat biaya kelompok sayuran mana yang menjadi sumber inefisiensi
perusahaan. Pemasok perusahaan yang berjumlah lebih dari satu pemasok
dikelompokkan menjadi empat kelompok pemasok, sedangkan tujuan distribusi
perusahaan atau pelanggan perusahaan yang hanya berasal dari satu kelompok,
yaitu pasar modern (ritel) dibagi berdasarkan jalur-jalur pendistribusiannya.
21
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Permintaan dan Penawaran
Permintaan dan penawaran memegang peranan penting dalam pergerakan
tataniaga pertanian. Permintaan adalah jumlah komoditas yang akan dibeli atau
diminta konsumen, sedangkan penawaran adalah jumlah yang akan dijual oleh
perusahaan. Seorang produsen hortikultura harus memperhatikan tingkat
kebutuhan atau konsumsi dan kemampuan membeli dari konsumennya agar dapat
merencanakan jumlah produk yang akan diproduksi. Hal ini didukung oleh teori
ekonomi mikro menurut Lipsey (1995) bahwa permintaan terhadap suatu
komoditas X dapat dirumuskan sebagai berikut : QD = D (T, Ý, N, Y
*, p, pj ), j=1,
2, 3,.., dengan QD adalah jumlah komoditi yang diminta, T adalah selera, Ý adalah
pendapatan rumah tangga rata-rata, N adalah jumlah penduduk, Y*
adalah
disposible income, p adalah harga komoditi tersebut, dan pj adalah harga komoditi
lain yang ke-j.
Dalam hal penawaran, produsen hortikultura, yaitu petani akan
menanggapi permintaan yang ada di tingkat konsumennya. Menurut teori mikro
ekonomi, fungsi penawaran suatu komoditas X dapat dirumuskan sebagai berikut:
QS = S (G, X, p,wi), i = 1,2,3,…, dengan Q
S adalah kuantitas komoditi yang
ditawarkan, G adalah tujuan produsen, X adalah teknologi, p adalah harga
komoditi itu sendiri, wi adalah harga input yang ke-i).
3.1.2. Pengadaan
Pengadaan adalah salah satu bagian dari tataniaga pertanian hortikultura.
Pengadaan menjadi kunci pada tahap awal tataniaga pertanian. Bagi perusahaan
distributor, baik dalam ukuran grosir maupun pengecer, pengadaan produk
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena menyangkut kelancaran
proses pendistribusian produk ke tangan konsumen. Pengadaan produk dapat
diposisikan sebagai jumlah penawaran produk ditawarkan oleh produsen, dalam
hal ini adalah petani hortikultura. Menurut Heizer dan Render (2005), sebagian
besar perusahaan menghabiskan lebih dari 50 persen hasil penjualannya pada
pengadaan atau pembelian bahan baku produk. Tingginya persentase biaya
pengadaan pada suatu perusahaan mengakibatkan hubungan dengan para pemasok
harus terus ditingkatkan secara terintegrasi dan untuk jangka waktu yang panjang.
3.1.3. Distribusi
Menurut Rahardi, Palungkun, dan Budiarti (1993), distribusi menekankan
bagaiamana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen sehingga pada
umumnya, distribusi didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan yang berhubungan
dengan pemindahan hak milik produk dari tangan produsen ke tangan konsumen.
Dalam tataniaga pertanian, produk yang didistribusikan tentunya adalah produk
pertanian. Pada proses pemindahan hak milik tersebut, selain melibatkan pihak
produsen (petani) dan konsumen juga melibatkan lembaga-lembaga pemasaran
yang terkait di dalamnya, seperti pedagang besar (grosiran), broker, perusahaan
distributor, dan pedagang pengecer.
23
3.1.4. Optimalisasi
Secara umum optimalisasi adalah serangkaian proses untuk untuk
mendapatkan hasil terbaik pada situasi tertentu (Nasendi dan Anwar, 1985).
Situasi pengambilan keputusan selalu dijumpai dalam proses manajemen suatu
perusahaan. Dalam proses pengambilan keputusan, manajer akan menghadapi
masalah kriteria tujuan, keterbatasan sumberdaya, dan alternatif keputusan.
Karena itu, perusahaan harus menyusun suatu rencana strategi untuk
mengoptimalkan hasil yang dicapai (Herjanto, 2006).
Tahap optimal pengambilan keputusan dapat juga disebut kriteria tujuan.
Secara umum, terdapat dua kriteria mendasar dalam teori optimalisasi, yaitu
1. Maksimisasi, yaitu mengalokasikan atau menggunakan input-input tertentu
untuk menghasilkan keuntungan maksimal. Maksimisasi keuntungan ini
dapat dilihat baik dari segi laba, sistem kerja yang efektif (rancangan
penugasan), maksimisasi pangsa pasar dan lokasi perusahaan.
2. Minimalisasi, yaitu menghasilkan tingkat output dengan menggunakan input
(biaya) yang paling minimal. Minimalisasi dapat berupa minimalisasi
penggunaan sumber daya, biaya distribusi, biaya persediaan, biaya
pengendalian mutu, jumlah tenaga kerja, waktu proses pelayanan, dan
fasilitas perusahaan.
Jangka waktu kriteria tujuan tersebut dapat bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang. Dalam penelitian optimalisasi pengadaan dan distribusi ini, kriteria
tujuan yang sesuai adalah minimisasi biaya pengadaan dan distribusi produk
sayuran. Hasil yang dicapai nantinya akan digunakan untuk membandingkan
24
keuntungan pada hasil optimal dengan keuntungan aktual sehingga diperlukan
suatu analisis rugi/laba.
Secara garis besar, jenis persoalan optimalisasi terbagi menjadi dua, yaitu
optimalisasi tanpa kendala dan optimalisasi dengan kendala. Pada optimalisasi
tanpa kendala, semua faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan
diabaikan sehingga tidak ada batasan-batasan untuk berbagai pilihan yang tersedia
dalam menentukan nilai maksimum atau minimum. Namun, teori ekonomi akan
selalu menuntut adanya kendala-kendala sebagai batasan-batasan untuk
memastikan bahwa persamaan matematika menyesuaikan kenyataan ekonomi.
Karena itu, kendala yang tidak dibatasi diatur dengan ketentuan derivatif parsial
pertamanya sama dengan nol (Doll and Orazem, 1984). Sedangkan optimalisasi
dengan kendala memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada untuk
menentukan nilai maksimum atau minimumnya.
Pencapaian keputusan optimal dapat diselesaikan dengan pembuatan
model keputusan atau model optimalisasi. Model optimalisasi adalah suatu alat
untuk meringkaskan sebuah masalah keputusan dengan cara yang memungkinkan
identifikasi dan evaluasi yang sistematis terhadap semua alternatif keputusan
suatu masalah. Keputusan akhir didapat dengan memilih alternatif yang dinilai
terbaik dari semua pilihan sehingga tercapailah pemecahan yang optimum.
Menurut Taha (1996), model yang digunakan dalam pengambilan keputusan dapat
dikelompokkan menjadi model simulasi, model matematis, dan model heuristik.
25
3.1.5. Model-Model Matematis Optimalisasi Berkendala
3.1.5.1. Pemrograman Linier
Pemrograman linier adalah teknik pengambilan keputusan untuk
mengalokasikan sumber daya yang terbatas atau langka hingga mencapai suatu
kriteria tertentu yang teroptimasi (maksimum atau minimum). Teknik ini
dikembangkan oleh LV. Kantorovich, seorang ahli matematika dari Rusia, pada
tahun 1939. Pemecahan masalah dalam pemrograman linier dapat menggunakan
beberapa teknik, seperti aljabar, grafik untuk kasus-kasus sederhana, hingga
metode simpleks untuk kasus dengan komplektisitas tinggi.
3.1.5.2. Fungsi Langrangian
Metode fungsi langrangian adalah metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah optimalisasi dengan menggunakan metode kalkulus.
Perbedaan metode langrangian dengan program linier adalah solusinya yang
hanya akan bersifat positif, sedangkan pada program linier solusinya dapat
bersifat positif maupun negatif. Perbedaan lain terletak pada keefektifannya,
penyelesaian optimasi dengan metode langrangian pada kasus lebih dari satu
produk hanya dapat dilakukan satu per satu sedangkan pada program linier,
penyelesaian untuk kasus lebih dari satu produk dapat dilakukan secara bersama-
sama.
3.1.5.3. Pemrograman Integer
Model pemrograman integer adalah model dengan kendala dan fungsi
tujuan yang sama dengan pemrograman linier, perbedaannya terletak pada
beberapa atau semua variabelnya yang memiliki nilai-nilai integer (bulat) atau
diskrit. Menurut Render, Stair, dan Hanna (2003), pemrograman integer lebih sulit
26
untuk dipecahkan dibandingkan dengan LP. Walaupun beberapa algoritma telah
digunakan untuk menyelesaikannya, namun belum ditemukan metode yang
sepenuhnya andal dari sudut pandang perhitungan, terutama ketika jumlah
variabel integer meningkat. Jika masalah LP dengan ratusan bahkan ribuan
variabel dapat diselesaikan dengan sejumlah waktu yang wajar, tidak demikian
pada pemrograman integer.
3.1.5.4. Goal Programming
Lingkungan bisnis yang berkembang saat ini mengakibatkan tujuan suatu
perusahaan tidak hanya satu (maksimisasi keuntungan atau minimalisasi biaya).
Sering kali selain ingin memaksimalkan keuntungan, perusahaan juga ingin
memaksimalkan pangsa pasarnya, mempertahankan tenaga kerjanya, memiliki
manajemen ekologi yang baik, dan tujuan-tujuan non-ekonomi lainnya. Oleh
karena itu, dikembangkan suatu teknik yang dapat menyelesaikan masalah dengan
tujuan lebih dari satu, yaitu goal programming. Teknik ini pada dasarnya adalah
pengembangan dari program linier, perbedaannya terletak pada fungsi tujuannya.
Selain untuk memaksimalkan atau meminimalkan fungsi tujuan secara langsung,
goal programming juga berusaha untuk meminimalkan deviasi diantara tujuan-
tujuan tersebut.
3.1.5.5. Pemrograman Dinamis
Pemrograman dinamis adalah prosedur matematis yang dirancang untuk
memperbaiki efisiensi perhitungan masalah pemrograman matematis tertentu
dengan menguraikannya menjadi bagian-bagian masalah yang lebih kecil
sehingga perhitungannya lebih sederhana. Pada umumnya, teknik ini menjawab
masalah dalam tahap-tahap, dengan setiap tahap meliputi tepat satu variabel
27
optimisasi. Perhitungan di tahap yang berbeda dihubungkan melalui perhitungan
rekursif dengan cara menghasilkan pemecahan optimal yang mugkin bagi seluruh
masalah.
3.1.5.6. Pemrograman Non-Linier
Model matematika, seperti pemrograman linier, pemrograman integer,
goal programming dan pemrograman dinamis adalah model matematika dengan
fungsi tujuan linier. Pada beberapa kasus akan dijumpai fungsi tujuan dan
beberapa atau sebagian kendalanya dalam bentuk non-linier. Oleh karena itu
dikembangkan model matematika untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu
dengan pemrograman non-linier. Kekurangan dari program non-linier ini adalah
kita tidak dapat selalu menemukan solusi optimalnya. Program non-linier adalah
model analisis yang paling sulit.
3.1.6. Pemrograman Linier
3.1.6.1. Konsep Dasar Pemrograman Linier
Salah satu alat teknik untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala
adalah dengan pemrograman linier (linear programming). Linear programming
sering digunakan dalam kegiatan produksi dan operasi karena membantu para
manajer untuk menggunakan sumber daya secara efektif untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Menurut teori produksi Buffa dan Sarin (1996), pemrograman linier
sering digunakan saat berusaha mengalokasikan sumber daya yang terbatas atau
langka hingga mencapai suatu kriteria tertentu yang teroptimasi (maksimum atau
minimum) di tengah-tengah persaingan antarperusahaan sejenis. Dalam model-
model linier harus digunakan pernyataan atau rumusan matematika linier. Secara
28
sederhana, model matematika linier tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
- Memaksimalkan
a. Fungsi tujuan : Z = c1x1 + c2x2 + … + cjxj
b. Batasan : a11x1 + a21x2 + … + a1jxj b1
a21x1 + a22x2 + … + a2jxj b2
…
am1x1 + am2x2 + … + aijxj bi dan
x1 0 , x2 …, xj 0
- Meminimalkan
a. Fungsi tujuan : Z = c1x1 + c2x2 + … + cjxj
b. Batasan : a11x1 + a21x2 + … + a1jxj b1
a21x1 + a22x2 + … + a2jxj b2
…
am1x1 + am2x2 +… + aijxj bi dan
x1 0 , x2 …, xj 0
dimana :
Z = nilai optimal dari fungsi tujuan
cj = kenaikan pada Z yang akan dihasilkan dari setiap kenaikan satu
unit pada xj
xj = variabel keputusan atau tingkat aktivitas ke-j
aij = jumlah sumber daya i untuk menghasilkan setiap unit kegiatan j
bi = jumlah sumber daya i atau kendala ke-i
Beberapa asumsi yang ada pada linear programming menurut Buffa dan
Sarin dinyatakan sebagai berikut :
1. kepastian (certainty)
Artinya, semua parameter model (nilai-nilai cj, bi, dan aij) diketahui konstan.
Kenyataan yang sesungguhnya tidak dapat diketahui secara persis semua
nilai-nilai parameter tersebut. Kepastian stabilitas hasil yang diperoleh dapat
29
ditentukan dengan analisis sensitivitas.
2. proporsionalitas (proporsionality)
Fungsi tujuan maupun pemakaian sumber daya proporsional dengan tingkat
kegiatan yang dilakukan.
3. aditivitas (additivity).
Asumsi ini mensyaratkan bahwa untuk setiap kegiatan tertentu (x1, x2, …, xj),
nilai total fungsi tujuan Z dan pemakaian total dari setiap sumber daya sama
dengan penggunaan sumber daya di setiap kegiatan yang dilakukan.
4. divisibilitas (divisibility)
Setiap kegiatan dalam pemrogaman linier dapat mengambil sembarang nilai
fraksional atau pecahan.
Menurut Herjanto (2006), pemecahan masalah dalam pemrograman linier
dapat menggunakan beberapa teknik, seperti aljabar, grafik, maupun simpleks.
Permasalahan linear programming model dua variabel dapat diselesaikan dengan
menggunakan cara aljabar atau grafis. Sedangkan permasalahan yang
menggunakan banyak variabel dan batasan diselesaikan dengan metode simpleks
atau bantuan komputer melalui software-software, seperti LINDO. Beberapa
kelebihan dari pemrograman linier menurut Nasendi dan anwar (1985) adalah
sebagai berikut :
1. Persoalan yang akan dikaji telah difokuskan secara terarah dan baik.
2. Pendekatan yang digunakan dalam analisis pogram linier sangat sistematis
dan didasarkan pada metode ilmiah mulai dari tahap pengumpulan data,
identifikasi persoalan hingga penyusunan model dan analisis hasil-hasilnya.
3. Sifat program linier yang kaku mengakibatkan rumusan persoalan yang yang
30
diselesaikan dengan alat analisis linear programming dengan mudah dapat
dirumuskan secara cepat dan tegas. Ketegasan tujuan yang ingin dicapai
disebut dengan fungsi tujuan dengan batasan-batasan untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan secara jelas disebut fungsi kendala.
3.1.6.2. Analisis Pasca-Optimal
Setelah diketahui solusi optimal dari suau permasalahan, penting bagi
suatu perusahaan melakukan analisis pasca-optimalitas dan analisis sensitivitas.
Beberapa istilah dalam analisis pasca-optimalitas adalah sebagai berikut :
1. reduced cost
Reduced cost untuk suatu variabel menunjukkan jumlah nilai fungsi suatu
tujuan akan berkurang jika 1 unit variabel itu ditambahkan dalam keputusan.
2. sumber daya langka
Suatu sumber daya disebut langka/terbatas, jika variabel slack/surplus yang
berhubungan dengan sumber daya itu bernilai nol pada solusi optimal.
3. harga bayangan
Harga bayangan (shadow price, dual price, unit worth) dari suatu sumber
daya i menunjukkan nilai marginal dari sumber daya itu, yaitu kontribusi
setiap unit sumber daya i terhadap fungsi tujuan Z.
3.1.6.3. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas, menurut Herjanto (2006) adalah penyelidikan
pengaruh perubahan nilai parameter (aij, bi, dan cj) terhadap solusi optimal.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk menutupi kekurangan dalam pemrograman
linier, yaitu parameter-parameter yang secara implisit diasumsikan tepat dan pasti
padahal dalam kenyataannya jarang sekali ditemukan parameter yang tepat.
31
Analisis sensitivitas adalah suatu analisis yang memproyeksikan seberapa banyak
suatu solusi mungkin berubah jika ada perubahan pada variabel atau data input
(Heizer dan Render, 2005).
3.1.7. Model Transportasi
Model transportasi merupakan salah satu bentuk khusus pemrograman
linier. Taha (1996) secara sederhana mendefinisikan model transportasi sebagai
suatu rencana transportasi suatu barang dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan.
Data dalam model ini mencakup :
1. Tingkat penawaran di setiap sumber dan jumlah permintaan di setiap tujuan
2. Biaya transportasi per unit barang dari setiap sumber ke setiap tujuan
Menurut Herjanto (2006), model transportasi digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan
produk yang sama ke tempat-tempat tujuan secara optimal. Distribusi dilakukan
sedemikian rupa sehingga permintaan dari beberapa tujuan dapat dipenuhi dari
beberapa tempat asal. Masing-masing tempat asal atau sumber tersebut dapat
memiliki kapasitas atau permintaan yang berbeda. Alokasi ini tentunya dengan
mempertimbangkan biaya pengangkutan yang bervariasi karena jarak dan kondisi
antarlokasi yang berbeda.
Secara umum, model dalam permasalahan transportasi dapat digambarkan
dalam suatu tabel yang menunjukkan sisi penawaran (asal) dan sisi permintaan
(tujuan), kapasitas penawaran dan jumlah permintaan, serta biaya transportasi dari
masing-masing sumber ke masing-masing tujuan (Herjanto, 2006) seperti tampak
pada Tabel 8.
32
Tabel 8. Model Permasalahan Transportasi
Dalam bentuk matematika, permasalahan transportasi tersebut dirumuskan
sebagai berikut :
Minimumkan Z =
dengan batasan
untuk semua i dan j
Dimana :
Z = biaya total transportasi
Xij = jumlah barang yang harus diangkut dari i ke j
cij = biaya angkut barang per unit dari i ke j
si = banyaknya barang yang tersedia di tempat asal (sumber)
dj = banyaknya permintaan barang di tempat tujuan
m = jumlah tempat asal (sumber)
n = jumlah tempat tujuan
Model transportasi yang baik adalah model transportasi berimbang, artinya
permintaan sama dengan penawaran seperti digambarkan pada model transportasi
Tujuan
Asal T1 T2 T3
Kapasitas
Penawaran
A1 C11
X11
C12
X12
C13
X13 s1
A2 C21
X21
C22
X22
C23
X23 s2
A3 C31
X31
C32
X32
C33
X33 s3
Jumlah
Permintaan d1 d2 d3
33
di atas. Namun, dalam kehidupan nyata sering kali ditemui jumlah permintaan
yang tidak seimbang dengan jumlah penawarannya. Agar dapat seimbang maka
harus dimasukkan variabel semu yang disebut variabel dummy sehingga tabel
transportasi dengan tambahan variabel dummy yang dapat digambarkan seperti
pada Tabel 9.
Tabel 9. Tabel Model Permasalahan Transportasi Dengan Variabel Dummy
Tabel 9 adalah tabel permasalahan transportasi dengan situasi terdapat
kelebihan penawaran sehingga dibuat permintaan yang jumlahnya sama dengan
kelebihan tesebut (ddunmmy) dengan menciptakan dummy tujuan. Sebaliknya, jika
permintaan lebih besar dibandingkan dengan penawaran, maka dummy asal
(sumber) dibuat untuk sejumlah kelebihan permintaan tersebut. Untuk
menyelesaikan model transportasi tidak berimbang ini, dibutuhkan informasi
biaya unit tranportasi dari sebuah dummy tujuan atau dummy asal. Karena
sebenarnya daerah tujuan atau daerah asal tersebut tidak ada dengan kata lain
pengiriman atau penerimaan fisik tidak terjadi maka biaya transportasinya adalah
nol. Tetapi, dengan cara yang berbeda kita dapat mengatakan bahwa biaya
penyimpanan untuk kelebihan penawaran setiap unit atau biaya penalti yang
dibayarkan untuk setiap permintaan yang tidak dipenuhi dapat dijadikan sebagai
biaya transportasi.
Tujuan
Asal T1 T2 T3
dummy
tujuan Kapasitas Penawaran
A1 C11
X11
C12
X12
C13
X13
0
X1d s1
A2 C21
X21
C22
X22
C23
X23
0
X2d s2
A3 C31
X31
C32
X32
C33
X33
0
X3d s3
Jumlah
Permintaan d1 d2 d3 ddunmmy
34
3.1.8. Analisis Rugi/Laba
Analisis rugi/laba dari kegiatan operasi dibutuhkan oleh suatu perusahaan
untuk mengetahui dan mengevaluasi kinerja perusahaan apakah perusahaan
tersebut memperoleh keuntungan atau sebaliknya mengalami kerugian. Analisis
rugi/laba dapat diperoleh dari selisih antara total penerimaan dengan total biaya.
Penerimaan adalah jumlah pendapatan yang diterima perusahaan dari hasil
penjualannya, sedangkan biaya adalah pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk membiayai kegiatan operasi atau produksinya.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Terdapat tiga pasar dasar dalam pemasaran menurut Kohls dan Uhl
(2002), yaitu shipping points market, wholesale market, retail markets. CV X
termasuk ke dalam perusahaan yang bergerak di shipping point market.
Perusahaan ini mengumpulkan sayuran segar dari para produsen kemudian
melakukan proses pasca panen dan msndistribusikannya ke pasar-pasar modern.
Permintaan konsumen dalam tataniaga sayuran saat ini, tidak hanya terbatas pada
kuantitas, kualitas, dan kontinuitas saja tetapi juga pada keragaman sayuran
sehingga jika dikelompokkan menurut tingkat konsumennya, terdapat jenis
sayuran konvensional dan eksklusif.
Sayuran konvensional adalah jenis sayuran yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat sehari-hari baik dari kalangan tingkat bawah, menengah hingga atas.
Sedangkan sayuran eksklusif umumnya hanya dikonsumsi oleh masyarakat
tingkat atas. Permintaan sayuran eksklusif tidak hanya dari kelompok rumah
tangga saja, namun juga hotel dan restoran. Meningkatnya permintaan akan ragam
35
sayuran ini memberikan peluang bagi pasar modern untuk menyediakan
kebutuhan konsumen akan kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan varietas. Hal inilah
yang menyebabkan perusahaan-perusahaan distributor sejenis CV X menjadi
berkembang. Untuk menghadapi situasi persaingan ini, perusahaan X harus dapat
mengefisienkan biaya operasinya, yaitu biaya pengadaan dan biaya distribusi
produk sayuran segar.
Biaya operasi perusahaan tidak terlepas dari permintaan dan penawaran
sayuran segar. Dari sisi penawaran, perusahaan mengandalkan pasokan dari para
pemasok. Proses pengadaan sayuran ini tentu berimplikasi pada biaya operasi
perusahaan. Oleh karena itu, harus diidentifikasi pola dan stuktur biaya pengadaan
pasokan sayur, dilihat dari sumber pasokan, jenis sayuran, prosedur pembelian,
hingga pengangkutan produk sayuran ke gudang perusahaan. Tahap selanjutnya
adalah proses penanganan pasca panen. Proses ini meliputi kegiatan pembersihan,
sortasi, grading, penyimpanan, sampai pengemasan dan pengepakan produk.
Kegiatan penanganan adalah kegiatan penting dalam menentukan kualitas produk
perusahaan. Untuk itu perlu diidentifikasi proses penanganan dan biaya yang
dikeluarkan dalam proses tersebut.
Dari sisi permintaan, konsumen perusahaan adalah pasar-pasar modern,
seperti Carefour dan Hypermart. Hal yang harus diidentifikasi adalah pola dan
biaya distribusi produk ke pasar-pasar modern tersebut. Kegiatan ini diidentifikasi
menurut jalur pendistribusian, proses pembelian, pengangkutan produk sayuran ke
pelanggan, dan kriteria permintaan konsumen. Dengan tingkat persaingan
perusahaan yang semakin tinggi, perusahaan harus dapat mengefisiensikan biaya
pengadaan dan distribusinya sehingga dicapai biaya operasi yang minimal. Salah
36
satu cara untuk meminimalisasi biaya adalah dengan merumuskan suatu model
pengadaan dan distribusi sehingga didapatkan komposisi pengadaan dan distribusi
yang optimal. Model pengadaan dan distribusi yang optimal tersebut didapatkan
setelah mengidentifikasi biaya pengadaan dan distribusi. Model yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah model transportasi yang merupakan bentuk
khusus dari pemrograman linier. Penggunaan pemrograman linier dilakukan
karena telah banyak digunakan pada penelitian-penelitian optimalisasi
sebelumnya dan mampu menjawab permasalahan optimalisasi dengan baik,
khususnya masalah pengoptimalan dengan satu tujuan. Dari hasil analisis
komposisi pengadaan dan distribusi optimal ini dapat menjawab permasalahan
kelebihan/kekurangan supply yang berpengaruh pada biaya dan keuntungan yang
selama ini dialami perusahaan.
Penelitian ini hanya berfokus pada komoditi-komoditi yang termasuk
dalam kelompok fast moving product, yaitu komoditi-komoditi yang menjadi
kunci operasi perusahaan. Adapun tahapan operasional yang akan dilakukan
dalam penelitian ini ditunjukkan pada bagan kerangka operasional berikut
(Gambar 2) :
37
Gambar 2. Kerangka Operasional
Gambar 2. Kerangka Operasional
PENAWARAN OPERASI
PERUSAHAAN PERMINTAAN
- Sumber pasokan
- Jenis sayuran berdasarkan
varietas
- Prosedur
pemesanan/pembelian
- Pengangkutan produk ke
gudang
- Pengadaan
- Kegiatan Penanganan Sayuran
terdiri dari proses pembersihan,
sortasi, grading, pengemasan,
pelabelan, dan pengepakan
- Distribusi
- Jalur distribusi
- Proses penjualan
- Pengangkutan produk
- Permintaan sesuai standar
konsumen
PEMASO
K
KONSUME
N
EFISIENSI BIAYA / MINIMALISASI BIAYA
KEUNTUNGAN MAKSIMAL / OPTIMAL
38
IV. METODE PENELITIAN
4 .1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di CV X yang berlokasi di Jln. Panorama
No.54, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja dengan
pertimbangan perusahaan ini adalah salah satu perusahaan distributor sayuran
segar dengan prospek perkembangan yang baik namun memiliki masalah dalam
pengoptimalan pasokan dan distribusi sayuran segar. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari-Maret, 2008.
4 .2. Jenis dan Sumber Data
Metode penelitian ini adalah studi kasus dengan CV X sebagai unit
analisis dari usaha peningkatan nilai tambah penditribusian sayuran segar dalam
kualitas dan kemasan yang berkualitas di Bandung. Data yang digunakan dalam
penelitian ini berdasarkan pada data primer dan data sekunder. Data primer yang
dikumpulkan meliputi sejarah dan gambaran umum perusahaan, serta pola
pengadaan sayuran, proses penanganan hingga pendistribusian perusahaan. Data
primer yang dibutuhkan ini diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas pengadaan,
penanganan, dan distribusi serta wawancara dengan pihak perusahaan. Sedangkan
data sekunder yang dikumpulkan adalah data harian tahun 2007 yang diperoleh
dari bagian purchasing, keuangan dan administrasi operasional perusahaan,
meliputi sumber pasokan sayur, jumlah yang dipasok, harga beli sayuran,
komponen dan biaya-biaya pengadaan hingga distribusi sayuran perusahaan,
besarnya jumlah permintaan sayuran pelanggan, dan harga jual produk sayur ke
pelanggan. Data sekunder lain untuk mendukung penelitian diperoleh dari
berbagai studi kepustakaan, seperti data BPS (Badan Pusat Statistik), internet,
buku dan literatur-literatur lain yang relevan.
4 .3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer yang dibutuhkan dilakukan dengan teknik
pengamatan langsung terhadap aktivitas pengadaan, penanganan, dan distribusi
sayuran dalam perusahaan. Selain itu data diperkuat dengan hasil wawancara
untuk mendapatkan jawaban spontan tentang kondisi lapangan. Wawancara
membantu untuk mengumpulkan informasi tentang hal yang lebih mendalam
dengan memodifikasi pertanyaan sesuai dengan kondisinya. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan teknik formal, yaitu menyiapkan daftar
pertanyaan terlebih dahulu kepada beberapa pihak yang terkait dengan bagian
operasional perusahaan. Teknik pengumpulan data melalui studi pustaka lebih
memperlengkap data yang dikumpulkan.
4 .4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara kualitiatif dan kuantitatif. Data kualitatif
dilakukan untuk menggambarkan keadaaan umum perusahaan dan
mendiskripsikan pola pengadaan, penanganan, dan distribusi sayuran segar.
Pengolahan secara kuantitatif akan dilakukan untuk menganalisis struktur biaya
pengadaan dan distrbusi perusahaan, jumlah pasokan atau penawaran pemasok
menurut kelompoknya, dan jumlah order atau permintaan konsumen perusahaan
setiap harinya. Data tersebut kemudian dihitung dalam periode bulanan selama
40
tahun 2007 dengan menggunakan program excel.
Pengolahan data juga digunakan untuk mengetahui komposisi pengadaan
dan distribusi yang optimal sehingga didapatkan biaya minimum pola pengadaan
dan distribusi perusahaan dari setiap sumber pasokan ke konsumen perusahaan.
Data yang diperoleh diolah dengan teknik pemrograman linier yang dirumuskan
menjadi model transportasi. Dari data time series dengan periode bulanan dibuat
tabel total jumlah penawaran dan total permintaan dari masing-masing pemasok
dan tempat tujuan. Kemudian data diolah dengan menggunakan program LINDO
(Linear Interactive Discrete Optimizer) yang merupakan salah satu program
komputer yang dapat membantu pemecahan optimal dengan metode simpleks.
Pengerjaan LINDO terdiri atas input fungsi tujuan dan fungsi kendala dan
penyelesaian optimal sebagai outputnya. Deskripsi dari output akan digambarkan
untuk menjelaskan kembali hasil output LINDO secara kualitatif. Input berupa
fungsi tujuan dan kendala dimasukkan ke dalam program linier. Setelah itu akan
ditampilkan penyelesaian optimal sebagai hasil dari pengolahan LINDO, yang
terdiri dari nilai penyelesaian optimal jika variabel-variabel optimal dimasukkan
ke dalam fungsi tujuan, nilai variabel optimal itu sendiri, dan kendala pada
kondisi optimal. Hasil output LINDO juga menampilkan istilah reduced cost yang
menunjukkan jumlah dimana nilai fungsi tujuan akan berkurang jika 1 unit
variabel itu ditambahkan dalam keputusan atau penurunan nilai fungsi tujuan yang
harus ditambahkan agar variabel bernilai positif. Ketika nilai variabel keputusan
masih bernilai positif maka reduced cost sama dengan nol. Namun, ketika nilai
variabel keputusan bernilai kurang dari satu maka akan bernilai positif lebih dari
satu.
41
Istilah lain yang akan ditemukan dalam output LINDO adalah slack atau
surplus. Jika variabel slack atau surplus yang berhubungan dengan suatu
sumberdaya bernilai nol pada solusi optimal, berarti kapasitas sumberdaya
tersebut habis terpakai atau dengan istilah lain sumberdaya tersebut jumlahnya
terbatas (langka). Karena sumberdaya tersebut menentukan terbentuknya nilai
optimal, maka dapat disebut sebagai kendala aktif.
Sedangkan istilah dual prices menunjukkan nilai marginal dari sumber
daya itu, yaitu kontribusi setiap unit sumber daya i terhadap fungsi tujuan Z atau
besarnya kenaikan nilai tujuan sebagai akibat dari kenaikan satu unit kapasitas
kendala aktif. Interval perubahan kapasitas kendala aktif agar nilai dual prices-nya
valid atau tidak berubah dapat dilihat pada Right Hand Side Ranges. Selain itu
pada Objective Coeficient Ranges juga terdapat istilah allowable increase dan
allowable decrease, yaitu batas nilai optimal perusahaan akan bertambah atau
berkurang dengan jumlah perubahan (bertambah atau berkurang) dikalikan
dengan dual pricenya.
4 .5. Penentuan Biaya
4.5.1. Penentuan Biaya Pengadaan
Pengadaan adalah kunci tahap awal aktivitas pendistribusian produk bagi
suatu perusahaan distributor. Aktivitas pengadaan dilakukan perusahaan untuk
memasok produk yang diminta oleh pelanggan. Biaya yang muncul akibat adanya
aktivitas pengadaan adalah biaya pembelian per satuan produk, biaya penyusutan,
dan biaya pengangkutan produk ke gudang perusahaan atau biaya pengumpulan.
Setelah sampai di perusahaan, produk sayuran tersebut melalui proses penanganan
42
pasca panen, seperti pembersihan, sortasi, grading, penyimpanan sampai
pengemasan dan pengepakan. Aktivitas-aktivitas proses penanganan tersebut
tentunya juga menimbulkan biaya. Untuk memudahkan perhitungan minimalisasi
biaya transportasi, maka pada penelitian ini biaya penanganan produk dimasukkan
dalam biaya pengadaan produk, kecuali untuk aktivitas pengemasan tidak
langsung atau pengepakan. Aktivitas pengepakan akan dikelompokkan ke dalam
biaya distribusi perusahaan karena aktivitas pengepakan adalah proses
penanganan yang bertujuan untuk memudahkan proses pendistribusian produk.
Selain itu yang juga termasuk ke dalam kelompok biaya pengadaan adalah biaya
administrasi dan umum. Biaya administrasi dan umum yang didapat merupakan
biaya administrasi secara keseluruhan, meliputi administrasi pembelian bahan
baku, gaji karyawan gudang, gaji sopir pengumpulan, biaya listrik dan air, biaya
sewa gudang dan kantor, gaji staf kantor, gaji sopir dan tim expedisi, serta
administrasi toko. Biaya administrasi dan umum dimasukkan ke dalam kelompok
biaya pengadaan tidak ke dalam kelompok biaya distribusi karena sebagian besar
komponen biaya administrasi dan umum tersebut adalah biaya administrasi untuk
kegiatan pengadaan produk. Jadi biaya pengadaan produk adalah biaya yang
dikeluarkan selama aktivitas pengadaan produk dari sumber pengadaan sampai
produk tersebut telah dikemas secara langsung dan siap untuk didistribusikan ke
konsumen atau pelanggan perusahaan. Definisi dari masing-masing biaya adalah
sebagai berikut :
1. Biaya pembelian adalah biaya untuk melakukan pembelian bahan baku yang
besarnya sebesar harga beli produk sayuran dari para pemasok.
43
2. Biaya penyusutan adalah biaya yang timbul akibat penyusutan produk
sayuran segar baik kualitas maupun kuantitas dalam kegiatan pengadaan
sayuran segar dari para pemasok ke gudang perusahaan.
3. Biaya pengumpulan adalah biaya yang muncul ketika perusahaan mencari
dan menjemput bahan baku sayuran segar dari pemasok.
4. Biaya administrasi umum adalah biaya yang meliputi adminstrasi pembelian
bahan baku, gaji karyawan gudang, gaji sopir pengumpulan, gaji staf kantor
perusahaan, gaji sopir dan tim expedisi, biaya listrik dan air, biaya sewa
kantor dan gudang, serta administrasi toko.
5. Biaya pengemasan langsung adalah biaya yang berhubungan dengan
pengemasan langsung produk sayuran.
4.5.2. Penentuan Biaya Distribusi
Kegiatan distribusi produk sayuran adalah kegiatan pemindahan hak milik
produk dari produsen ke konsumen. Kegiatan ini selain melibatkan produsen dan
konsumen juga melibatkan lembaga-lembaga pemasaran terkait. Jadi biaya
distribusi dalam penelitian ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
mengangkut produk sayuran dari CV X ke konsumen atau pelanggan perusahaan,
seperti biaya kemasan tak langsung atau pengepakan, biaya transportasi, biaya
tolakan atau reject, dan potongan penjualan. Sedangkan biaya administrasi toko
serta gaji tim expedisi dan sopir distribusi sudah termasuk ke dalam biaya
administrasi umum di atas. Karena sistem jual ke kelompok pelanggan perusahaan
adalah sistem jual putus, maka risiko yang timbul setelah penyerahan produk
ditanggung sepenuhnya oleh supermarket atau hypermarket tersebut. Definisi
44
biaya-biaya yang termasuk ke dalam biaya distribusi adalah sebagai berikut :
1. Biaya pengepakan produk sayuran adalah biaya kemasan tidak langsung,
seperti kontainer-kontainer plastik yang biasa digunakan untuk mengangkut
produk dari perusahaan ke konsumen atau pelanggan perusahaan, yaitu pasar-
pasar modern
2. Biaya transportasi adalah biaya pengangkutan satu unit produk sayuran dari
perusahaan menuju ke toko-toko pelanggan dalam hal ini Carrefour dan
Hypermart yang dikelompokkan ke dalam delapan jalur pendistribusian.
3. Biaya tolakan atau reject toko adalah biaya yang harus ditanggung oleh
perusahaan akibat adanya tolakan dari toko karena produk tersebut tidak
sesuai standar toko atau akibat adanya keterlambatan kedatangan produk
tersebut dan biaya karena adanya penyusutan produk selama dalam
perjalanan.
4. Potongan penjualan meliputi biaya rabat dan biaya promosi sesuai dengan
kesepakatan kontrak antara perusahaan dengan pihak Carrefour dan
Hypermart.
4 .6. Analisis Model
4.6.1. Fungsi Tujuan
Penelitian ini memiliki fungsi tujuan untuk meminimalkan biaya
transportasi pengadaaan dan distribusi produk sayuran segar dari pemasok ke
toko-toko pelanggan CV X. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data
periode harian yang dihitung sehingga menjadi bentuk periode bulanan, meliputi
jumlah penawaran yang dikirim dari sumber pasokan ke perusahaan maupun dari
45
perusahaan ke toko-toko pelanggan. Kondisi tersebut dimodelkan dalam bentuk
model transportasi untuk kedua puluh macam sayur kelompok fast moving
product per periode penawaran dan permintaan. Keduapuluh produk sayuran
tersebut akan dikelompokkan berdasarkan kelompok jenisnya, sehingga model
optimalisasi dirumuskan menjadi 5 model, yaitu model leaf vegetables yang
terdiri dari caisim, selada kepala, daun bawang besar A dan daun bawang besar B.
Pada pengelompokkan produk sayurannya, perusahaan sebenarnya memasukkan
selada kepala ke dalam jenis sayuran lettuce dan daun bawang besar ke dalam
jenis sayuran herb, namun untuk menyederhanakannya sayuran jenis lettuce dan
herb digabung dengan jenis leaf vegetables yang dalam hal ini adalah caisim.
Model kedua adalah model root vegetables yang terdiri dari wortel, kentang A dan
kentang B, kemudian diikuti oleh model garnish vegetables yang terdiri dari
timun lokal, tomat A dan tomat B, model cabbage yang terdiri dari kol putih,
brokoli A, brokoli B, kembang kol A, kembang kol B, dan sawi putih, serta model
spices yang terdiri dari cabe keriting A, cabe keriting B, cabe merah A, dan cabe
merah B. Pengelompokkan keduapuluh sayuran fast moving tersebut juga
disebabkan karena terbatasnya alat analisis yang digunakan (LINDO) yang hanya
dapat menampung 120 kendala dalam satu model serta agar dapat melihat
kelompok mana yang komposisinya kurang efisien dibandingkan yang lain. Biaya
yang ditanggung oleh perusahaan dalam model transportasi ini mencakup biaya
pengadaan dan biaya distribusi produk sayuran dari sumber ke pasokan ke tempat
tujuan. Besarnya biaya ditentukan oleh kuantitas yang dipasok dan didistribusikan
dalam setiap periode. Oleh karena itu jumlah yang dipasok dan yang
didistribusikan menjadi variabel keputusan dalam fungsi tujuan, dan biaya dari
46
setiap aktivitas (pengadaan dan distrbusi) dijadikan sebagai koefisien fungsi
tujuan.
Model transportasi yang meminimumkan total biaya pengadaan dan
distribusi untuk periode bulanan dapat diformulasikan sebagai berikut :
Fungsi tujuan :
Dimana :
Z = biaya pengadaan dan distribusi produk sayuran yang diminimumkan
Cnij = biaya pengadaan dan distribusi per unit produk sayuran segar yang
dipasarkan dari sumber pengadaan i ke tempat tujuan j (Rp/kg)
Xnij = jumlah sayuran yang akan dipasarkan oleh perusahaan dari sumber
pengadaan i ke tempat tujuan j (kg)
n = jenis sayuran
i = sumber pasokan
j = tempat tujuan
4.6.2. Fungsi Kendala
Kendala-kendala yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Jumlah sayuran segar yang dikirim dari sumber pasokan ke tempat tujuan
harus lebih kecil atau sama dengan jumlah penawaran sayuran segar dari
sumber pasokan (kendala penawaran).
2. Jumlah sayuran segar yang diterima pelanggan harus lebih besar atau sama
dengan jumlah permintaan pelanggan tersebut (kendala permintaan).
3. Variabel-variabel keputusan non-negativitas.
47
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Kendala :
Xnij 0
i=1,2,3,4
j = 1,2,3,4,5,6,7,8
n = 1,2,3,…20
Keduapuluh sayuran fast moving product yang sumber pengadaannya
berasal dari lebih dari satu pemasok ini, nantinya akan dicari alternatif atau
komposisi terbaik dari kegiatan pengadaan dan distribusinya. Dalam penelitian
ini, sumber pengadaan disederhanakan menjadi empat jenis pemasok, yaitu petani
(P), petani pengumpul (PP), bandar (B), dan pasar (PS), sedangkan tempat tujuan
distribusi yang terdiri dari 26 toko Carrefour dan 15 toko Hypermart
dikelompokkan ke dalam jalur-jalur distribusi CV X sebagai berikut :
Jalur 1 : Carrefour ITC BSD, Permata Hijau, Ambassador, Taman mini,
Bluemall, HPM kebon kacang, dan HPM Serpong
Jalur 2 : Carrefour Cikokol, Kramat jati, HPM Karawaci, HPM Metropolis
Jalur 3 : Carrefour Cibinong, ITC Depok, HPM Cibubur, HPM Depok,
HPM Belanova
Jalur 4 : Carrefour Taman Palem, Ratu Plaza, Duta merlin,
HPM Gajah mada, HPM Daan mogot
48
Jalur 5 : Carrefour Cempaka putih, Pluit, Cempaka Mas, MT Haryono,
Mangga dua, Kelapa Gading, HPM Kelapa Gading
Jalur 6 : Carrefour Cakung, HPM Cibitung
Jalur 7 : Carrefour Ciledug, Lebak Bulus, Puri Indah,
HPM Cikarang, Grandmall
Jalur 8 : Carrefour Mollis, Kircon, Braga, Sukajadi, HPM MTC, HPM BIP
Lokasi toko-toko Carrefour dan Hypermart pada Jalur 1 sampai jalur 7 berada di
wilayah Jakarta sedangkan jalur 8 berada di wilayah Bandung. Lokasi dari setiap
toko atau daerah jalur distribusi di Jakarta dapat dilihat pada peta wilayah Jakarta
pada Lampiran 6.
4 .7. Analisis Rugi-Laba
Analisis rugi/laba dilakukan untuk mengetahui berapa besar keuntungan
atau kerugian yang dialami oleh perusahaan secara aktual pada tahun 2007 untuk
kedua puluh komoditi sayuran segar fast moving. Keuntungan atau kerugian
tersebut diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan dari komposisi pengadaan dan distribusi aktualnya, dalam hal ini
adalah proporsi biaya terbesar, yaitu biaya pengadaan dan distribusi produk. Biaya
yang dikeluarkan CV X seperti sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya terdiri
dari biaya pengadaan dan distribusi produk. Biaya pengadaan dan distribusi ini
dihitung per kg untuk masing-masing poduk sayuran segar setiap bulannya
dengan menjumlahkan biaya yang dikeluarkan dari pengadaannya atau harga beli
produk hingga didistribusikan ke masing-masing jalur distribusi. Keseluruhan
biaya aktual kelompok fast moving perusahaan dikalikan dengan komposisi aktual
49
jumlah pengiriman produk dari setiap pemasok ke jalur distribusi. Selanjutnya
analisis rugi/laba juga dilakukan pada komposisi hasil optimalisasi dan akan
dilihat apakah biaya yang diperoleh dari hasil optimalisasi akan lebih efisien dan
meningkatkan keuntungan atau justru sebaliknya.
4 .8. Batasan Operasional
Batasan-batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Kedua puluh sayuran fast moving berasal lebih dari satu pemasok, yaitu
petani, petani pengumpul, bandar dan pedagang pasar. Sedangkan tujuan
distribusi ditetapkan menjadi delapan jalur distribusi di wilayah Jakarta dan
Bandung. Kombinasi kelompok pemasok yang memasok dan jalur distribusi
yang meminta sayuran dapat berubah setiap bulannya.
2. Jumlah sayuran fast moving yang dipasok maupun didistribusikan telah
dikonversi ke dalam satuan kg.
3. Model transportasi yang digunakan adalah balanced transportation atau
jumlah permintaan sama dengan jumlah penawaran.
4. Dalam model transportasi ditetapkan bahwa semua variabel adalah linier
sedangkan pada kenyataannya tidak semua variabel linier, seperti biaya dan
keuntungan.
4 .9. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat batasan penelitian yang digunakan untuk
menyederhanakan masalah, yaitu data aktual komposisi pengadaan dan distribusi
50
perusahaan yang akan dibandingkan dengan komposisi pengadaan dan distibusi
optimal didapatkan dari proporsi pasokan dari masing-masing kelompok
pemasok. Asumsi yang digunakan adalah pasokan sayuran dari berbagai pemasok
perusahaan memiliki standar kualitas yang relatif sama serta karakteristik dan
spesifikasi kualitas sayuran yang dikirim ke semua toko pelanggan juga relatif
sama.
51
V. GAMBARAN PERUSAHAAN
5 .1. Sejarah Perkembangan Perusahaan
CV X dirintis sejak tahun 1994 oleh alumni Fakultas Pertanian Universitas
Padjajaran, Bandung, yaitu Ahmad Rivani dan Trisnaran. Keinginan untuk
memiliki usaha sendiri dan tidak bergantung pada orang lain menjadi tekad yang
kuat untuk memulai usaha pasokan sayur-mayur ini. Pada awal berdiri, CV X
memasok Restoran Kintamani sebagai konsumen awalnya hingga akhirnya
memperluas pasarnya dengan dipercaya sebagai pemasok PT. Matahari Putra
Prima di Jabotabek dan Jawa Barat.
Pada tahun 1997, CV X bergabung dengan salah satu perusahaan besar di
Jakarta, yaitu Triple A sebagai usaha untuk memperbesar modal kerja dan
menjaring pasar yang lebih potensial. Bersama Tripel A, perusahaan berhasil
mendapat proyek sebagai pemasok utama salah satu hypermart terbesar di dunia
di bawah perusahaan Amerika, yaitu Wallmart. Bekerjasama dengan Wallmart
merupakan kemajuan bagi perusahaan untuk mendapatkan omzet penjualan yang
lebih besar. Pada saat itu perusahaan memutuskan untuk memfokuskan usahanya
melayani Wallmart dan mengalihkan pelanggan supermarket ke pemasok lain
dengan alasan untuk memaksimalkan pelayaannya. Namun kerjasama dengan
Wallmart ini tidak bertahan lama sesuai harapan karena Wallmart yang menjadi
konsumen tunggal dan kunci keuangan perusahaan menjadi salah satu korban
kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Akibat peristiwa tersebut, CV X harus
menghentikan kegiatan operasionalnya bahkan Triple A memutuskan untuk tutup
karena menganggap risiko investasi di bidang pertanian sangatlah besar.
Seiring dengan krisis moneter tahun 1998, muncul pemain baru pasar
modern di Indonesia, yaitu Carrefour. Berbekal pengalaman sebelumnya, CV X
menetapkan Carrefour sebagai target marketingnya. Perusahaan akhirnya berhasil
memulai usahanya kembali dengan pangsa pasar Carrefour, Continent dan
Matahari. Perkembangan Carrefour yang cukup pesat dan bergabungnya
Continent ke dalam Group Carrefour membuat perusahaan mengubah target
pasarnya dan memutuskan untuk fokus melayani Carrefour pada tahun 2000.
Selain itu CV X juga bekerjasama dengan Carrefour dalam mewujudkan proyek
bersama membangun rantai pasokan sejak dari produsen hingga ke ritel, yaitu
proyek penanaman brokoli dan cabe merah keriting di desa Cijanggel, Lembang,
namun proyek tersebut tidak bertahan lama. Hal ini disebabkan adanya persaingan
yang kuat dengan beberapa hypermart baru yang bermunculan di Indonesia yang
membuat pihak ritel harus lebih fokus pada persaingan harga tanpa harus
memikirkan rantai pasokan dari produsen.
Perubahan kebijaksaaan dari Carrefour tersebut mendorong perusahaan
untuk mancari alternatif pasar baru agar omzet perusahaan tetap terjaga bahkan
meningkat. Sehingga tahun 2002 perusahaan bekerjasama dengan Yogya
Department Store untuk memasok buah-buahan, dan dengan supermarket Club
Store pada tahun 2003 untuk memasok sayuran dan buah, dan beberapa
hypermart-hypermart yang baru beroperasi. Kerjasama dengan ClubStore tidak
bertahan lama sehingga hingga tahun 2007, pelanggan CV X hanya terdiri dari
toko-toko Carrefour dan Hypermart. Pada tahun 2008 ini, perusahaan memulai
kerjasamanya dengan swalayan Makro di Jakarta dan baru-baru ini perusahaan
memiliki anak cabang, yaitu Amarta Bizma yang melayani permintaan dari
53
konsumen restoran, hotel, dan rumah sakit.
5 .2. Gambaran Unit Bisnis Perusahaan
Sejak berdiri pada tahun 1994, CV X tetap konsisten sebagai pemasok
sayuran segar. Saat ini perusahaan memasok sekitar 127 item sayuran untuk para
pelanggannya, terutama Carrefour dan Hypermart dengan produk sayuran yang
running setiap hari sekitar 100 item dan beberapa jenis bumbu dapur (empon-
emponan). Seiring perkembangannya, perusahaaan juga memasok buah-buahan,
seperti nanas, alpukat, sawo, mangga, manggis dan semangka baby black; ikan;
bahkan bunga pada saat-saat tertentu, seperti hari valentine. Untuk item-item,
seperti buah, ikan, dan bunga hanya dipasok oleh perusahaan jika ada permintaan
dari toko dan pihak perusahaan menyanggupinya. Namun, komoditi utama CV X
tetap sayuran segar.
5 .3. Lokasi Perusahaan
CV X berlokasi di Kabupaten Bandung, tepatnya di Jl. Panorama No.54,
Desa Kayu Ambon, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini sangat
tepat untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan melihat daerah Bandung
adalah salah satu sentra produk pertanian, khususnya sayuran. Perusahaan
memiliki kantor utama serta gudang untuk proses penanganan sayuran sebelum
dikirim ke pelanggan (Lampiran 7). Gudang yang dimiliki dapat dikategorikan
menjadi dua, yaitu gudang basah dan gudang kering, sedangkan gudang untuk
produk buah-buahan berada di lokasi lain. Selain itu, perusahaan juga
menyediakan penginapan bagi tim ekspedisi (tim pengantar barang di toko-toko)
54
di Jakarta untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan.
5 .4. Struktur Organisasi
Dari awal pertama berdiri, CV X memiliki visi dan misi yang jelas untuk
membawa dunia pertanian ke dalam era modernisasi dan globalisasi. Visi
perusahaan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian, sedangkan
misi perusahaan adalah sebagai berikut :
Mengadakan produk pertanian yang berkualitas dan berkesinambungan sesuai
kebutuhan toko,
Senantiasa meningkatkan kualitas produk, kualitas pelayanan untuk
meningkatkan toko dan konsumen,
Mengembangkan sistem agribisnis melalui pola kemitraan dan kerjasama
dengan para petani, petani-supplier, dan toko.
Struktur organisasi di CV X sendiri terdiri dari direktur yang dipegang
oleh Bapak Ahmad Rivani yang didampingi oleh Corporate Secretary (Lampiran
8). Di bawahnya terbagi menjadi Divisi Operasional dan Divisi Finance dan
Administration yang dipegang oleh seorang general manajer. Divisi Operasional
didukung oleh 5 orang staf Subdivisi Administrasi Operasional, 6 orang staf
Subdivisi Purchasing, 14 orang Subdivisi Processing, 7 orang staf Subdivisi
Distribusi And Marketing, dan Subdivisi Research And Development. Masing-
masing subdivisi dipimpin oleh seorang manajer. Sedangkan Divisi Keuangan
dan Administrasi saat ini terbagi menjadi dua subdivisi, yaitu Subdivisi Finance
and Accounting dengan 5 orang staf pelaksana dan Subdivisi Personalia dan
Umum dengan 12 orang staf. Masing-masing subdivisi dipimpin oleh seorang
55
manajer. Untuk melakukan kegiatan operasionalnya dari pengadaan barang
hingga distribusi, sampai Desember 2007 perusahaan memiliki 66 buruh yang
bekerja di gudang dengan upah harian, terdiri dari pria dan wanita dengan lulusan
dari SD hingga SLTA. Jumlah karyawan ini masih ada kemungkinan untuk
bertambah. Selain itu, terdapat 13 sopir yang bertugas dalam pengadaan beberapa
produk yang harus dijemput dari supplier dan pendistribusian produk serta 37
orang yang tergabung dalam tim ekspedisi yang bertugas dalam pengiriman
produk ke toko-toko pelanggan.
56
VI. AKTIVITAS SERTA BIAYA PENGADAAN DAN DISTRIBUSI
SAYURAN SEGAR KELOMPOK FAST MOVING
7.1. Aktivitas Pengadaan Sayuran
Pengadaan sayuran dalam hal ini mencakup aktivitas pembelian hingga
penanganan sebelum didistribusikan. Aktivitas pengadaan adalah tahap awal
kegiatan operasional perusahaan dengan unit bisnis distribusi ini. Proses
pengadaan sayuran dilakukan oleh bagian purchasing dan processing.
6.1.1. Tahap Purchasing
Tahap purchasing atau pembelian diawali dengan pemesanan produk
sayuran ke beberapa supplier atau pemasok. Pemasok perusahaan secara umum,
terdiri dari petani, petani pengumpul (kelompok tani), pedagang pengumpul
(bandar), dan pedagang pasar. Khusus untuk pasokan dari pasar hanya dilakukan
jika pasokan sayur dari ketiga pemasok lainnya tidak dapat memenuhi permintaan
toko, namun untuk beberapa komoditi pemasok dari pedagang pasar menjadi
pemasok tetap CV X karena belum ada petani yang dapat memasok produk-
produk tersebut secara kontinyu. Pemasok atau supplier CV X berasal dari hampir
seluruh sentra pertanian di Jawa Barat, seperti Lembang, Garut, Pangalengan,
Cianjur, Sumedang, dll tergantung jenis produk sayurannya.
Beberapa daerah memiliki spesifikasi mayoritas sayuran yang dipasok,
seperti tomat biasanya dari Garut kemudian brokoli, selada, dan kembang kol
banyak diambil dari Lembang. Hal ini disebabkan sayuran tersebut banyak
diproduksi pada daerah-daerah tersebut. Selain berasal dari sentra pertanian di
Jawa Barat, terkadang perusahaan juga harus mencari ke pemasok di luar Jawa
barat untuk memenuhi permintaan pelanggan, seperti kentang dari Daerah Dieng,
Jawa tengah. Ketika upaya untuk mencari pemasok sayur masih belum cukup
memenuhi permintaan toko, perusahaan biasanya membeli produk sayuran
tersebut dari pedagang di pasar, yaitu Pasar Andir dan Caringin, Bandung dengan
konsekuensi harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pemasok petani, petani
pengumpul atau pedagang pengumpul.
Secara umum, jenis sayuran yang dipasok oleh CV X dapat dikategorikan
menjadi dua, yaitu :
1. Fast moving product
Fast moving product adalah produk-produk sayuran yang dapat dikatakan
sebagai produk unggulan CV X. Produk-produk fast moving tersebut dapat
dikatakan kunci operasi perusahaan. Hal ini bukan karena margin labanya yang
besar namun karena jumlah produk yang diminta oleh pelanggan setiap harinya
cukup besar, selain itu harga untuk beberapa produk fast moving cukup
berfluktuasi. Produk-produk yang termasuk dalam kategori ini kurang lebih ada
13 jenis, seperti caisim, selada kepala (lettuce), daun bawang besar, kentang,
wortel, timun lokal, tomat, kembang kol, brokoli, kol putih, sawi putih, dan cabe
merah (cabe merah keriting dan cabe merah besar). Ketiga belas jenis di atas jika
diuraikan menurut gradenya menjadi dua puluh macam sayuran, yaitu sebagai
berikut caisim, selada kepala (lettuce), daun bawang besar A dan B, kentang A
dan B, wortel, timun lokal, tomat A dan B, kembang kol A dan B, brokoli A dan
B, kol putih, sawi putih, cabe keriting A dan B, cabe merah besar A dan B.
58
2. Slow moving product
Produk sayuran dapat dikategorikan sebagai slow moving product di CV X
jika permintaan sayuran tersebut relatif kecil setiap harinya dan dari segi harga
juga tidak terlalu berfluktuasi. Termasuk ke dalam kategori ini adalah bayam,
kangkung, daun bawang, labu siam, nangka muda, tauge, buncis, dll. Biasanya
permintaan toko untuk jenis sayuran ini kurang lebih di bawah 100 kg per hari
bahkan di bawah 50 kg.
Fokus penelitian ini adalah produk unggulan perusahaan, yaitu dua puluh
macam sayuran kelompok fast moving product. Prosedur pembelian sayuran-
sayuran tersebut seperti halnya dengan produk lain diawali dengan diterimanya
order masing-masing toko. Produk yang diorder oleh toko biasanya dikirim lewat
faximili dan telepon, kemudian dicatat dalam form pembagian order harian baru
dilakukan tahap selanjutnya, yaitu pemesanan produk kepada para pemasok.
Kegiatan pemesanan produk yang meliputi perjanjian tidak tertulis tentang
kesanggupan menjadi pemasok dan negoisasi harga biasanya dilakukan lewat
telepon. Kegiatan negoisasi atau tawar-menawar harga dengan pemasok dilakukan
sejak hari Senin dan berlaku dari hari Rabu hingga Selasa minggu depannya. Jadi
tingkat harga yang berlaku adalah tingkat harga mingguan untuk semua produk
sayuran, kecuali produk-produk tertentu, seperti cabe, tomat, dan kentang. Hal ini
disebabkan karena harga produk-produk tersebut sangat berfluktuasi.
Pemasok-pemasok produk fast moving dapat dikelompokkan menjadi
petani, petani pengumpul atau kelompok tani, pedagang pengumpul atau bandar,
dan pedagang pasar. Masing-masing komoditi ada yang dipasok hanya dari satu
kelompok pemasok, misal petani atau petani pengumpul saja, namun ada juga
59
yang dipasok lebih dari satu pemasok. Di setiap periode bulan, pemasok untuk
beberapa komoditi dapat berubah-ubah. Pemasok kontinyu dari produk caisim,
selada kepala, daun bawang besar, wortel, timun lokal, kembang kol, brokoli, kol
putih, sawi putih berasal dari petani dan petani pengumpul. Jika pasokan dari
pemasok kontinyu tidak dapat memenuhi order konsumen, pihak purchasing akan
berusaha mencari produk di pasar. Sedangkan untuk produk kentang, tomat, cabe
keriting dan cabe merah pemasok yang kontinyu dapat berasal dari petani, petani
pengumpul, bandar atau pedagang pasar. Pada produk kentang, cabe keriting, dan
cabe merah pedagang pasar dapat menjadi pemasok tetap bahkan pemasok
tunggal ketika pasokan dari kelompok pemasok lain sulit untuk didapatkan dan
tidak kontinyu. Di sini terlihat CV X memprioritaskan kekontinyuan pasokan
sayur dari pemasok, karena hal tersebut penting untuk menjaga kualitas layanan
perusahaan ke konsumen-konsumennya.
Tahap selanjutnya setelah terjadi kesepakatan sebagai pemasok CV X
adalah kegiatan pengumpulan sayuran segar ke gudang perusahaan untuk diolah
lebih lanjut. Proses pengumpulan bahan baku sayuran segar di CV X dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu diantar atau dijemput bergantung pada
kesepakatan antara pemasok dan pihak perusahaan. Beberapa pemasok ada yang
meminta perusahaan untuk mengambil sendiri sayuran segarnya, sedangkan
beberapa yang lain lebih memilih untuk mengantarkan sendiri produknya ke CV
X. Produk sayuran segar dari pemasok sebagian besar datang pada sore hingga
malam hari. Namun, ada juga yang datang pada pagi hingga siang hari. Sayuran
yang telah masuk ke gudang perusahaan akan diterima oleh bagian receiving
60
gudang untuk ditimbang kemudian masuk ke bagian processing untuk ditangani
lebih lanjut.
6.1.2. Tahap Processing
Pada tahap processing, sayuran diproses lebih lanjut, seperti pembersihan,
sortasi, grading, penimbangan, pengemasan, pelabelan, dan pengepakan produk.
Pembersihan produk dilakukan pada komoditi-komoditi tertentu, seperti kentang
yang biasanya belum melalui tahap pembersihan dari pemasok. Kegiatan
pembersihan dilakukan di gudang basah perusahaan. Selanjutnya dilakukan proses
sortasi dan grading, yaitu pemilihan dan pengkelasan sayuran menurut
kualitasnya, seperti daun bawang besar dibedakan menjadi daun bawang besar A
dan daun bawang besar B, kentang menjadi kentang A dan kentang B, begitu juga
tomat, kembang kol, brokoli, cabe keriting, dan cabe merah. Menurut manajer
processing CV X, produk sayuran segar yang datang ke gudang perusahaan
sebagian besar sudah sesuai standar perusahaan. Hal ini dikarenakan pemasok
biasanya sudah lama menjalin kerjasama dengan pihak CV X. Jadi proses sortasi
dan grading sebenarnya sudah dilakukan sejak di tingkat petani dan pedagang.
Terdapat tiga sistem pembelian CV X dengan pemasoknya yang terkait dengan
proses penyortiran, yaitu :
1. Pembelian datang, yaitu barang disortir dan dinota di bagian penerimaan.
Pada sistem ini, penyusutan barang karena penyortiran di bagian pengemasan
menjadi tanggungan CV X. Oleh karena itu penyortiran yang dilakukan untuk
barang datang harus dimaksimalkan.
61
2. Pembelian jadi, yaitu barang disortir dan dinota di bagian pengemasan.
Dalam hal ini biaya penyusutan yang ditanggung oleh CV X dapat
diminimalkan, karena barang yang tidak sesuai standar perusahaan akan
dikembalikan ke pemasoknya.
3. Pembelian palasi, yaitu pemasok memberikan kelebihan kuantitas barang
untuk kemungkinan terjadinya penyusutan.
Ketiga sistem di atas sudah disepakati sejak awal baik oleh pihak
perusahaan maupun pemasok. Adapun tujuan dilakukannya sortasi dan grading
adalah sebagai berikut :
1. Memisahkan hasil panen yang baik dengan yang kurang baik, tidak
mengalami kerusakan fisik, dan terlihat menarik serta sesuai dengan kualitas
yang telah ditetapkan
2. Mendapatkan buah yang memiliki keseragaman baik dalam ukuran maupun
kualitasnya
3. Mempermudah penyusunan dalam kemasan
4. Mempermudah perhitungan dan mempermudah pembeli untuk mendapatkan
sayuran yang sesuai dengan keinginannya
5. Mendapatkan harga yang tinggi di pasaran
Pada proses grading (pengkelasan) sayuran, perusahaan berusaha
menyesuaikan dengan keinginan konsumennya. Standar antara konsumen
Carrefour dan Hypermart tidaklah sama, biasanya standar toko-toko Carrefour
lebih tinggi dibanding Hypermart. Namun, secara umum standar kedua retail
tersebut sama.
62
Tahap penanganan selanjutnya adalah pengemasan. Setelah melalui sortasi
dan grading, sayuran ditimbang sesuai dengan kemasannya. Pada prakteknya,
pengemasan produk sayur di CV X dapat dibedakan menjadi :
1. Pengemasan langsung, yaitu pengemasan yang berhubungan langsung dengan
produk. Bahan kemasan yang digunakan berupa plastik, plastik wrapping,
polynet (jaring), tisue, dan selotip. Plastik digunakan pada produk kentang,
tomat, cabe keriting, dan cabe merah besar. Plastik wrapping digunakan pada
produk timun lokal, kembang kol, kol putih, dan sawi putih. Bahan kemasan
polynet (jaring) digunakan untuk produk wortel dan kentang. Sedangkan tisue
dan selotip biasanya digunakan untuk kol putih, kembang kol, brokoli, dan
untuk mengikat daun bawang besar serta caisim. Berat perkemasan ini
bervariasi menurut permintaan konsumen, mulai dari 125 gram hingga 2 kg.
2. Pengemasan tak langsung, yaitu pengemasan pada saat pengiriman dari
gudang perusahaan ke konsumen atau disebut juga pengepakan. Fungsi dari
kemasan tidak langsung ini adalah melindungi produk sayur dari kerusakan
dan memudahkan pengaturan dalam pendistribusian. Bahan pengemas ini
dapat berupa kontainer-kontainer plastik.
Proses pengemasan langsung bertujuan untuk memberikan perlindungan
langsung kepada produk sayur, menambah daya tarik, dan meningkatkan harga
jual atau nilai ekonomi produk sayur yang akan dipasarkan. Proses pengemasan
langsung kemudian dilanjutkan dengan pelabelan yang disesuaikan dengan toko
pelanggan apakah Carrefour atau Hypermart. Setelah itu, sayuran dipak agar
memudahkan proses pendistribusian dan akhirnya siap untuk dibagi berdasarkan
permintaan toko-toko pelanggan.
63
7.2. Aktivitas Distribusi Sayuran
Sebagai perusahaan distributor sayuran segar, CV X termasuk salah satu
perusahaan distributor yang besar di Bandung. Hal ini terbukti dengan jumlah
toko-toko pelanggan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pelanggan CV
X pada tahun 2007 meliputi Carrefour dan Hypermart dengan jumlah toko
Carrefour yang dipasok kurang lebih berjumlah 26 toko dan Hypermart kurang
lebih 15 toko.
Sehari sebelum pengiriman produk sayuran, perusahaan menerima order
toko melalui faximili atau telepon. Pada umumnya pesanan yang diterima
sebelumnya, sudah diawali dengan negoisasi harga yang dilakukan seminggu
sekali dan dapat berubah setiap harinya. Order kemudian diterima dan dicatat oleh
bagian gudang sehingga mereka tahu berapa jumlah sayur yang harus
dipersiapkan untuk dikirim. Pencatatan order dilakukan berdasarkan nama toko
pelanggan, lokasi, produk sayur yang diminta, dan volume pesanan.
Kegiatan distribusi adalah kegiatan pengiriman produk yang telah dikemas
secara langsung untuk didistribusikan ke toko-toko pelanggan. Kegiatan distribusi
CV X dilakukan oleh bagian distribusi perusahaan. Bagian distribusi dapat
dikatakan sebagai penyimpul semua bagian dari bagian purchasing hingga
processing. Tugas inti distribusi adalah mengantarkan barang yang telah diolah di
gudang ke toko-toko pelanggan. Syarat yang harus diperhatikan oleh petugas
pengantaran barang adalah PO atau faktur order, surat jalan, dan produk itu
sendiri. Setelah ketiga syarat tersebut terpenuhi, maka sayuran siap untuk
diangkut dan diantar dengan menggunakan armada distribusi milik perusahaan.
Armada distribusi tersebut berupa empat buah mobil engkel dan sebuah mobil
64
double. Selain itu perusahaan juga menyewa dua buah mobil double untuk
memaksimalkan pengiriman sayur. Tiap armada melayani beberapa pelanggan
berdasarkan lokasi atau jalur distribusinya dan volume pesanan. Jalur distribusi
perusahaan terbagi ke dalam delapan jalur, yaitu tujuh jalur di wilayah Jakarta dan
satu jalur ke wilayah Bandung. Secara rinci pembagian jalur tersebut adalah
sebagai berikut :
Jalur 1 : Carrefour ITC BSD, Permata Hijau, Ambassador, Taman mini,
Bluemall, HPM kebon kacang, dan HPM Serpong
Jalur 2 : Carrefour Cikokol, Kramat jati, HPM Karawaci, HPM Metropolis
Jalur 3 : Carrefour Cibinong, ITC Depok, HPM Cibubur, HPM Depok,
HPM Belanova
Jalur 4 : Carrefour Taman Palem, Ratu Plaza, Duta merlin, HPM Gajah mada,
HPM Daan mogot
Jalur 5 : Carrefour Cempaka putih, Pluit, Cempaka Mas, MT Haryono,
Mangga dua, Kelapa Gading, HPM Kelapa Gading
Jalur 6 : Carrefour Cakung, HPM Cibitung
Jalur 7 : Carrefour Ciledug, Lebak Bulus, Puri Indah,HPM Cikarang, Grandmall
Jalur 8 : Carrefour Mollis, Kircon, Braga, Sukajadi, HPM MTC, HPM BIP
Petugas distribusi yang bertugas mengantarkan barang ke toko-toko
pelanggan berdasarkan jalur distribusinya selain sopir adalah tim ekspedisi. Tim
ekspedisi adalah orang yang bertugas mengurus administrasi dan bernegoisasi
dengan pihak toko. Salah satu usaha untuk mempermudah dan mengefisienkan
pekerjaan, perusahaan menyediakan tempat tinggal atau kost-kostan untuk tim
ekspedisi di wilayah Jakarta. Agar jumlah yang diterima oleh toko sesuai degan
65
surat jalan perusahaan, maka petugas distribusi membawa kertas yang disebut cek
quantity. Manfaat dari cek quantity adalah mengetahui berapa jumlah tolakan,
salah turun barang, kurang order, pemotongan timbangan, atau jumlah susut di
jalan. Produk sayur yang tidak diterima oleh toko atau yang disebut dengan
wastage akan dibawa kembali ke gudang perusahaan untuk diproses lebih lanjut.
Jika jumlah tolakan sangat berlebih biasanya perusahaan akan menjualnya ke
pasar dengan harga yang lebih murah. Oleh karena itu perusahaan terus berupaya
meminimalkan jumlah wastage sehingga kerugian yang dialami juga dapat
diminimalkan.
Petugas distribusi (sopir dan tim ekspedisi) dalam menjalankan tugas
pengantaran barang dan sebagai upaya meminimalkan wastage memiliki motto
distribusi yang harus selalu diingat, dipahami, dan dijalankan oleh, yaitu ”Cepat,
Tepat, dan Lugas”. ”Cepat” dalam hal pengantaran atau pengiriman barang
dibandingkan dengan distributor lain, ”Tepat” berarti apa yang dikirimkan sesuai
dengan permintaan toko tersebut, dan ”Lugas” dalam bernegosiasi dengan pihak
toko untuk meminimalkan wastage.
7.3. Struktur Biaya Pengadaan dan Distribusi
6.3.1. Biaya Pengadaan Sayuran Segar
Biaya pengadaan sayuran segar CV X dalam penelitian ini adalah biaya-
biaya yang dikeluarkan sejak pembelian bahan baku hingga tahap pengemasan
langsung sayuran, terdiri dari biaya pembelian bahan baku, biaya penyusutan,
biaya pengumpulan, biaya kemasan langsung, dan biaya administrasi. Biaya
pembelian dihitung berdasarkan harga beli dari masing-masing kelompok
66
pemasok. Biaya penyusutan dihitung berdasarkan jumlah barang susut karena
proses pengangkutan atau penyortiran, sedangkan biaya pengumpulan dihitung
berdasarkan persentase antara harga beli dengan nilai pembelian bahan baku
secara keseluruhan terhadap biaya pengumpulan yang dikeluarkan oleh
perusahaan setiap bulannya dan juga berdasarkan perjanjian antara pemasok
dengan pihak perusahaan apakah produk sayuran tersebut diantar oleh pemasok
sendiri atau dijemput oleh perusahaan. Biaya pembelian bahan baku dan biaya
pengumpulan yang dikeluarkan untuk seluruh komoditi setiap bulannya dapat
dilihat pada Lampiran 9.
Biaya kemasan langsung dibebankan kepada produk sayur yang
membutuhkan pengemasan langsung sedangkan biaya administrasi dihitung
berdasarkan persentase nilai penjualan sayuran tersebut terhadap biaya
administrasi. Biaya administrasi di sini adalah biaya administrasi secara umum
mencakup gaji karyawan gudang, gaji sopir pengumpulan, gaji staf kantor
perusahaan, gaji sopir dan tim expedisi, biaya listrik dan air, biaya sewa kantor
dan gudang, serta administrasi toko. Struktur biaya pengadaan dua puluh komoditi
unggulan perusahaan pada bulan Januari hingga Desember dapat dilihat pada
Tabel 10, sedangkan rincian biaya per komoditinya dapat dilihat pada Lampiran
10-15.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa biaya pengadaan terbesar ada di bulan
Oktober, yaitu Rp 1.298.264.594,16 dan diikuti oleh bulan September sebesar Rp
859.858.643,06. Besarnya biaya pengadaan pada dua bulan tersebut karena
adanya moment Hari Raya Idul Fitri dan bulan puasa sehingga kebutuhan kedua
puluh sayuran tersebut cukup besar dengan harga jual yang naik pada seminggu
67
sebelum puasa, seminggu sebelum lebaran dan seminggu setelah lebaran.
Fenomena biaya pengadaan yang cukup besar juga terjadi pada bulan Januari yang
mencapai Rp 738.636.213,87. Hal ini lebih disebabkan pada bulan tersebut terjadi
musim penghujan bahkan Kota Jakarta sempat tergenang banjir sehingga pasar-
pasar tradisional tidak beroperasi. Konsekuensinya banyak konsumen yang
membeli kebutuhan sayurannya di pasar-pasar modern seperti Carrefour dan
Hypermart.
Tabel 10. Total Biaya Pengadaan Sayuran Segar Kelompok Fast Moving CV X
Tahun 2007
Besarnya proporsi masing-masing komponen biaya pada struktur biaya
pengadaan sayuran segar setiap bulannya di CV X dapat dilihat di Tabel 11
dengan rincian proporsi atau persentase masing-masing biaya per komoditi fast
moving dapat dilihat pada Lampiran 10-15. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa
komponen biaya pengadaan terbesar adalah biaya pembelian bahan baku dengan
proporsi rata-rata sebesar 83,27 persen dari total biaya pengadaan setiap bulannya.
Besarnya biaya pembelian bergantung pada jumlah dan harga beli produk sayuran
tersebut. Harga beli per satuan produk berbeda menurut kelompok pemasoknya.
No Bulan Total Biaya Pengadaan (Rp)
1 Januari 738.636.213,87
2 Februari 689.443.210,06
3 Maret 611.619.941,41
4 April 602.396.809,29
5 Mei 612.701.950,26
6 Juni 536.279.687,55
7 Juli 702.024.853,55
8 Agustus 596.022.418,19
9 September 859.858.643,06
10 Oktober 1.298.264.594,16
11 November 526.865.410,68
12 Desember 558.578.281,42
68
Secara umum, harga beli dari kelompok petani dan petani pengumpul lebih murah
dibandingkan dengan kelompok bandar dan pasar. Hal itu karena rantai pemasaran
yang dilalui oleh bandar dan pasar induk lebih panjang dibandingkan dengan
petani atau petani pengumpul.
Tabel 11. Proporsi Masing-Masing Biaya pada Struktur Biaya Pengadaan Sayuran
Segar Kelompok Fast Moving CV X Tahun 2007
Biaya penyusutan dalam struktur biaya pengadaan sayuran segar CV X
mengambil proporsi rata-rata sebesar 2,64 persen. Biaya penyusutan produk
disebabkan oleh proses penyortiran dan susut angin atau kerusakan-kerusakan
akibat proses penyimpanan di gudang. Perlu diperhatikan bahwa proses
penyimpanan pada perusahaan sayuran segar ini hanya untuk produk-prduk
tertentu seperti kentang, wortel, dan umbi-umbian lain yang dapat disimpan
kurang lebih selama 1-2 hari.
Biaya pengumpulan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
mencari atau mengambil produk sayuran segarnya. Biaya pengumpulan ini tidak
memakan proporsi yang cukup besar, hanya sekitar 0,33-0,58 persen setiap
No Bulan
Biaya
B.Baku
(%)
Biaya
Penyusutan
(%)
Biaya
Pengumpulan
(%)
Biaya
Kemasan
(%)
Biaya
Administrasi
(%)
1 Januari 86,55 2,28 0,46 1,25 9,45
2 Februari 83,07 1,98 0,46 1,42 13,06
3 Maret 83,74 3,18 0,33 2,24 10,51
4 April 84,46 2,43 0,40 2,03 10,68
5 Mei 83,83 2,87 0,45 1,82 11,03
6 Juni 82,89 2,80 0,58 2,08 11,65
7 Juli 83,42 1,77 0,42 1,88 12,50
8 Agustus 82,36 2,27 0,45 1,93 12,99
9 September 82,48 2,69 0,58 1,14 13,11
10 Oktober 81,75 2,89 0,39 0,86 14,11
11 November 80,88 3,27 0,57 1,81 13,47
12 Desember 83,76 3,19 0,45 2,13 10,48
Rata-Rata Biaya 83.27 2,64 0,46 1,72 11,92
69
bulannya karena sebagian besar pemasok lebih memilih untuk mengantar sendiri
produk sayuran segarnya ke gudang perusahaan dengan biaya pengantaran yang
telah dibebankan ke harga beli produk. Hal itu menyebabkan harga beli produk
berbeda-beda meskipun dari kelompok pemasok yang sama.
Biaya kemasan langsung adalah biaya yang dibebankan pada sayur-
sayuran yang membutuhkan pengemasan langsung. Beberapa komoditi fast
moving perusahaan dapat dikelompokkan menurut grade-nya, yaitu A dan B.
Perusahaan dalam mendistribusikan produk-produk tersebut menyesuaikan
permintaan pelanggan. Produk yang termasuk ke dalam grade A, seperti kentang
A, tomat A, cabe keriting A, dan cabe merah A biasanya tidak memerlukan
pengemasan langsung. Produk-produk tersebut dijual dengan cara digelar
sehingga biaya pengemasan untuk produk tersebut adalah nol. Sedangkan produk
kentang B, tomat B, cabe keriting B, dan cabe merah B memerlukan pengemasan
langsung dari bahan plastik atau polynet. Begitu juga dengan produk wortel dan
timun lokal, pengemasan dilakukan sesuai permintaan pelanggan, yaitu digelar,
dikemas menggunakan plastik atau polynet, atau di-wrapping.
Pada produk selada kepala dan kol putih terdapat perbedaan kemasan
antara Carrefour dengan Hypermart. Pelanggan Hypermart menginginkan produk
selada kepala dan kol putih dikemas dengan bahan plastik wrapping, sedangkan
Carrefour menginginkan kol putih tidak dikemas secara langsung atau digelar dan
selada kepala dikemas dengan menggunakan tissue dan selotip. Produk sawi putih
untuk pelanggan Carrefour ada yang digelar ada juga yang dikemas menggunakan
plastik wrapping. Sedangkan jenis caisim dan daun bawang besar pengemasannya
dilakukan dengan cara diikat. Biaya kemasan per kg yang dibebankan pada setiap
70
produk dan pengelompokkan produk menurut kemasannya dapat dilihat pada
Lampiran 16. Biaya kemasan secara keseluruhan rata-rata sebesar 1,72 persen.
Biaya pengemasan terbesar terjadi pada bulan Maret, yaitu 2,24 persen dari total
biaya pengadaan pada bulan tersebut. Hal ini disebabkan banyaknya permintaan
produk sayur dengan kemasan langsung, seperti kentang B, tomat B, brokoli B,
cabe keriting B, dan cabe merah B. Sebaliknya biaya pengemasan terkecil terjadi
pada bulan Oktober, yaitu rata-rata hanya sebesar 0,86 persen dari total biaya
pengadaan pada bulan Oktober. Hal itu terjadi karena masyarakat lebih memilih
membeli komoditi-komoditi yang digelar dibanding dalam bentuk kemasan pada
bulan puasa dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Biaya administrasi perusahaan adalah biaya administrasi umum untuk
keseluruhan kegiatan operasi perusahaan dari pengadaan hingga distribusi. Untuk
memudahkan perhitungan maka biaya administrasi umum dimasukkan ke dalam
kelompok biaya pengadaan karena komponen utama biaya administrasi di sini
sebagian besar untuk kegiatan pengadaan produk sayuran segar. Biaya
administrasi dihitung berdasarkan persentase nilai penjualan terhadap biaya
administrasi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya administrasi perusahaan
setiap bulannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Secara keseluruhan, jumlah biaya
administrasi adalah 11,92 persen dari total biaya pengadaannya.
6.3.2. Biaya Distribusi Sayuran Segar
Biaya distribusi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
mendistribusikan produk sayuran segar yang telah dikemas secara langsung dan
siap untuk dibagikan ke toko-toko pelanggan. Total biaya distribusi sayuran segar
71
fast moving di CV X setiap bulannya pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 12
dan secara rinci biaya distribusi untuk masing-masing komoditi dapat dilihat pada
Lampiran 17-22. Pada Tabel 12 dapat dilihat biaya distribusi terbesar yang
dikeluarkan oleh perusahaan selama tahun 2007 adalah Rp 523.801.964,87 yang
terjadi pada bulan Oktober diikuti oleh bulan September, yaitu sebesar Rp
321.886.522,54 dan bulan Januari sebesar Rp 251.472.229,91. Besarnya biaya
pada bulan September dan Oktober dikarenakan bulan puasa dan adanya moment
Hari Raya Idul Fitri, sedangkan pada bulan Januari lebih disebabkan adanya
musibah banjir di kota Jakarta yang menyebabkan pasar-pasar tradisional tidak
dapat beroperasi sehingga konsumen beralih ke pasar-pasar modern untuk
memenuhi kebutuhan sayuran.
Tabel 12. Total Biaya Distribusi Sayuran Segar Kelompok Fast Moving CV X
Tahun 2007
Besarnya proporsi masing-masing komponen biaya pada struktur biaya
distribusi sayuran segar setiap bulannya di CV X dapat dilihat pada Tabel 13
dengan rincian proporsi atau persentase masing-masing biaya ditribusi per
komoditi fast moving dapat dilihat pada Lampiran 17-22. Struktur biaya distribusi
No Bulan Total Biaya Distribusi (Rp)
1 Januari 251.472.229,91
2 Februari 246.622.290,80
3 Maret 240.796.129,96
4 April 236.415.142,24
5 Mei 221.434.513,72
6 Juni 198.892.290,34
7 Juli 233.139.824,80
8 Agustus 205.808.332,43
9 September 321.886.522,54
10 Oktober 523.801.964,87
11 November 224.232.812,20
12 Desember 221.803.569,73
72
sayuran segar di CV X terdiri dari biaya kemasan tidak langsung, biaya
transportasi, biaya tolakan, dan biaya potongan penjualan. Biaya penanganan
kemasan tidak langsung tidak dikelompokkan ke dalam biaya pengadaan, hal ini
disebabkan karena kemasan tidak langsung adalah proses penanganan yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendistribusian sehingga biaya kemasan
tidak langsung atau pengepakan dimasukkan ke dalam kelompok biaya distribusi.
Biaya kemasan tidak langsung atau biaya pengepakan dihitung
berdasarkan nilai penyusutan alat-alat yang digunakan untuk mengangkut produk
sayuran segar ke toko-toko pelanggan, yaitu berupa kontainer-kontainer. Besarnya
biaya pengepakan ini rata-rata sekitar 0,87 persen dari total biaya distribusi
perusahaan.
Tabel 13. Proporsi Masing-Masing Biaya pada Struktur Biaya Distribusi Sayuran
Segar Kelompok Fast Moving CV X Tahun 2007
Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut satu
unit produk sayuran segar dari gudang perusahaan menuju ke toko-toko
No Bulan B.Kemasan Tak B.Transportasi B.Tolakan B.Potongan
Langsung (%) (%) (%) Penjualan (%)
1 Januari 0,92 38,21 11,47 49,40
2 Februari 0,77 36,42 15,09 47,72
3 Maret 0,74 36,54 15,97 46,75
4 April 0,77 37,23 16,72 45,29
5 Mei 1,00 41,17 9,94 47,90
6 Juni 1,12 42,71 9,42 46,76
7 Juli 1,11 44,46 5,00 49,44
8 Agustus 1,15 45,86 5,74 47,24
9 September 0,59 44,40 10,27 44,75
10 Oktober 0,42 43,55 12,17 43,86
11 November 0,93 43,35 16,63 39,08
12 Desember 0,95 43,87 15,21 39,97
Rata-Rata Biaya 0.87 41,48 11,97 45,68
73
pelanggan, yaitu Carrefour dan Hypermart. Biaya transportasi dihitung
berdasarkan jalur-jalur pendistribusiannya. Biaya transportasi rata-rata secara
keseluruhan sebesar 41,48 persen dari total biaya distribusi. Biaya transportasi
yang dikeluarkan oleh perusahaan setiap bulannya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Kelompok biaya distribusi lain adalah biaya tolakan atau reject, yaitu
biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena adanya tolakan dari toko
pelanggan. Tolakan toko dalam hal ini bisa terjadi karena produk tidak sesuai
standar mutu toko, keterlambatan perusahaan dalam mengirimkan produk sayur
ke toko-toko pelanggan, kesalahan penurunan barang, dan akibat adanya
penyusutan produk sayuran segar selama perjalanan. Biaya reject yang harus
ditanggung oleh perusahaan selama tahun 2007 rata-rata sebesar 11,97 persen.
Besarnya biaya reject dapat ini sebaiknya terus dikurangi karena jumlah barang
tolakan berpengaruh pada optimalisasi biaya pengadaan dan distribusi perusahaan.
Biaya lain yang juga harus diperhitungkan dalam proses distribusi adalah
biaya potongan penjualan, yaitu biaya rabat atau biaya promosi. Besarnya biaya
potongan penjualan ini merupakan hasil negosiasi perusahaan dengan pihak toko
pelanggan. Besarnya biaya potongan penjualan untuk setiap komoditi fast moving
didekati dengan menghitung persentase harga jual produk terhadap nilai penjualan
secara keseluruhan dikali dengan biaya potongan penjualan yang dikeluarkan oleh
perusahaan secara keseluruhan. Besarnya biaya potongan penjualan yang
dikeluarkan oleh perusahaan selama setahun untuk seluruh komoditi dapat dilihat
pada Lampiran 9. Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya potongan
penjualan setiap bulannya cukup besar, yaitu mencapai 45,68 persen dari total
biaya distribusi.
74
VII. OPTIMALISASI PENGADAAN DAN DISTRIBUSI
SAYURAN SEGAR KELOMPOK FAST MOVING
7.1. Analisis Model Optimalisasi
Kegiatan operasi perusahaan secara umum adalah mendistribusikan
produk-produk sayuran segar yang berkualitas ke toko-toko pelanggan, yaitu
Carrefour dan Hypermart. Secara keseluruhan proporsi terbesar biaya operasi
perusahaan adalah biaya pengadaan dan distribusi. Penelitian ini berupaya
membuat suatu model optimalisasi yang dapat mengefisiensikan biaya pengadaan
dan distribusi perusahaan sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
Model optimalisasi yang digunakan adalah model transportasi yang merupakan
bentuk khusus dari program linier.
Pada penelitian ini dianalisis kegiatan harian perusahaan, yaitu pengadaan
dan distribusi sayuran segar berkualitas untuk periode tahun 2007 yang dibuat per
bulan. Objek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah komoditi-komoditi fast
moving, yaitu caisim, selada kepala, daun bawang besar A dan B, kentang A dan
B, wortel, timun lokal, tomat A dan B, kol putih, brokoli A dan B, kembang kol A
dan B, sawi putih, cabe keriting A dan B, cabe merah besar A dan B. Model yang
dibuat dalam penelitian ada 5 model dengan alasan adanya keterbatasan dari alat
analisis yang digunakan, yaitu LINDO yang hanya dapat menampung 120 kendala
dalam satu model, selain itu juga bertujuan agar dapat dilihat kelompok sayuran
mana yang kurang efisien dibanding kelompok lain.
Kelima model tersebut yang pertama adalah model leaf vegetables yang
terdiri dari caisim, selada kepala, daun bawang besar A dan daun bawang besar B.
Pada pengelompokkan produk sayuran di lapangan, perusahaan sebenarnya
memasukkan selada kepala ke dalam jenis sayuran lettuce dan daun bawang besar
ke dalam jenis sayuran herb, namun untuk menyederhanakannya sayuran jenis
lettuce dan herb digabung dengan jenis leaf vegetables yang dalam penelitian ini
adalah caisim. Model kedua adalah model root vegetables yang terdiri dari wortel,
kentang A dan kentang B, kemudian diikuti oleh model garnish vegetables yang
terdiri dari timun lokal, tomat A dan tomat B, model cabbage yang terdiri dari kol
putih, brokoli A, brokoli B, kembang kol A, kembang kol B, dan sawi putih, serta
model spices yang terdiri dari cabe keriting A, cabe keriting B, cabe merah A, dan
cabe merah B. Notasi yang digunakan untuk keduapuluh sayuran tersebut adalah
caisim (C), selada kepala (SLD), daun bawang besar A (DBA), daun bawang
besar B (DBB), kentang A (KTA), kentang B (KTB), wortel (W), timun lokal
(TMN), tomat A (TMA), tomat B (TMB), kol putih (KOL), brokoli A (BRA),
brokoli B (BRB), kembang kol A (KKA), kembang kol B (KKB), sawi putih
(SW), cabe keriting A (CKA), cabe keriting B (CKB), cabe merah A (CMA), cabe
merah B (CMB). Data harian yang telah diolah secara manual selanjutnya
ditabulasikan menurut kelompok pemasok untuk data jumlah penawaran produk
dan menurut jalur pendistribusian untuk data jumlah permintaan produk.
Koefisien fungsi tujuan untuk aktivitas pengadaan dan distribusi ini adalah
biaya pengadaan dan distribusi per kg untuk masing-masing sayuran dari
kelompok pemasok ke masing-masing jalur distribusi (Lampiran 23-34). Biaya
yang dimasukkan ke dalam model adalah biaya yang berubah setiap periodenya.
Biaya rata-rata yang digunakan adalah penjumlahan biaya yang dikeluarkan per
kg untuk setiap sayuran mengingat harga beli maupun harga jual produk sayuran
76
dapat berfluktuasi setiap harinya. Jumlah penawaran dari pemasok dan jumlah
permintaan dari pelanggan menjadi kendala atau sumber daya yang membatasi
aktivitas perusahaan.
Kendala penawaran dibuat agar dapat mempertahankan pelanggan
sehingga jumlah penawaran atau pasokan dari pemasok minimal harus memenuhi
permintaan pelanggan. Nilai ruas kanan dari kendala penawaran adalah jumlah
sayuran yang dapat dipasok oleh masing-masing pemasok untuk periode bulan
Januari hingga Desember tahun 2007. Notasi yang digunakan untuk pemasok
adalah P untuk petani, PP untuk petani pengumpul, pedagang pengumpul atau
bandar dengan B, dan pedagang pasar dengan PS. Sedangkan kendala permintaan
dibuat agar diketahui jumlah yang dapat diserap oleh pelanggan pada setiap jalur
distribusi. Nilai permintaan didapatkan dari jumlah permintaan dari masing-
masing jalur distribusi untuk setiap produk sayuran. Setiap jalur akan dinotasikan
sebagai berikut jalur satu dinotasikan dengan J1, jalur 2 dengan J2, jalur 3 dengan
J3, jalur 4 dengan J4, jalur 5 dengan J5, jalur 6 dengan J6, jalur 7 dengan J7, dan
jalur 8 dengan J8.
7.2. Perbandingan Biaya Aktual dan Optimal
Fungsi tujuan yang hendak dicapai adalah minimisasi biaya pengadaan dan
distribusi produk sayuran segar perusahaan yang diwakili oleh dua puluh sayuran
kelompok fast moving. Minimisasi biaya pengadaan dan distribusi dapat dicapai
dengan komposisi pengadaan dari kelompok-kelompok pemasok dan
pendistribusiannya ke jalur-jalur toko pelanggan yang optimal. Komposisi
pengadaan dan distribusi yang optimal dapat dilihat dari hasil olahan LINDO
77
dengan dasar model transportasi seperti pada contoh di Lampiran 35. Dari hasil
LINDO dapat diperoleh berapa besarnya alokasi produk sayuran segar dari pusat
pengadaannya ke tujuannya. Dalam hal ini adalah bagaimana pengambilan
keputusan tentang pusat pengadaan mana saja yang akan menyalurkan produk
sayuran segar tersebut ke jalur-jalur distribusi.
Hasil analisis model yang dilakukan dapat dilihat bahwa biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan sudah mendekati kondisi optimalnya, artinya
manajemen pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan sudah baik.
Walaupun begitu masih ada kemungkinan perusahaan untuk mengefisiensikan
biaya. Hasil penghematan biaya dari analisis model selama tahun 2007 dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Penghematan Biaya Hasil Optimalisasi Kelompok Fast Moving CV X
per Bulan Tahun 2007
Periode Aktual
(Rp)
Optimal
(Rp)
Penghematan Biaya
(Rp)
Januari 885.790.857 885.786.480 4.377
Februari 829.948.634 829.939.690 8.944
Maret 748.650.564 748.642.130 8.434
April 733.573.474 733.563.100 10.374
Mei 739.175.773 739.165.670 10.103
Juni 647.768.044 647.758.900 9.144
Juli 838.288.839 838.278.100 10.739
Agustus 711.168.082 711.162.640 5.442
September 1.033.630.434 1.033.627.400 3.034
Oktober 1.580.246.285 1.580.239.700 6.585
November 640.353.790 640.348.160 5.630
Desember 672.539.817 672.533.000 6.817
Rata-rata penghematan 89.622
Pada Tabel 14, dapat dilihat penghematan biaya yang terbesar terjadi pada
bulan Juli dengan penghematan sebesar Rp 10.739 dari biaya aktualnya diikuti
bulan April sebesar Rp 10.374 kemudian bulan Mei Rp 10.103. Sedangkan bulan-
78
bulan yang dapat dikatakan sudah efisien terjadi pada bulan September, yaitu
sebesar Rp 3.034 dan bulan Januari Rp 4.377. Secara total setahun, penghematan
biaya yang dapat dilakukan sebesar Rp 89.622. Rata-rata penghematan per bulan
yang dapat dilakukan perusahaan selama tahun 2007 sangatlah kecil. Selisih yang
sangat kecil antara biaya aktual dan optimal tersebut menggambarkan perusahaan
sudah baik dalam melakukan manajemen pengadaan dan distribusinya.
Sistem kerjasama antara perusahaan dengan pelanggan maupun pemasok
membuat perusahaan lebih selektif dan berhati-hati dalam melakukan operasi
pengadaan dan distribusi, mulai dari pemilihan pemasok hingga jalur
pendistribusiannya. Beberapa hal baik dari sisi pengadaan maupun pendistribusian
sayuran harus diperhatikan oleh perusahaan agar hasil optimal tersebut dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan. Dalam hal pengadaan bahan baku sayuran,
perusahaan harus selektif dalam memilih pemasok yang akan memasok sayuran
segar ke CV X. Pemasok yang bekerja sama dengan CV X bukan hanya dipilih
berdasarkan harga pokok pemasok yang lebih murah saja, namun juga
berdasarkan kemampuan pemasok untuk memasok sayuran secara kontinyu.
Kondisi ini penting bagi kelancaran operasi pengadaan dan distribusi sayuran
perusahaan. Selain itu, CV X sebaiknya memilih pemasok yang sudah mengetahui
dan memahami standar kualitas sayuran yang diminta perusahaan agar beban
biaya penyusutan yang ditanggung oleh perusahaan tidak terlalu besar. Sejauh ini,
perusahaan sudah cukup baik dalam mengelola biaya penyusutan sayuran. Seperti
yang telah dijelaskan pada Tabel 11, beban biaya penyusutan yang ditanggung
perusahaan per bulannya pada tahun 2007 cukup kecil, yaitu rata-rata sekitar 2,64
persen. Hal ini karena sebagian besar pemasok telah lama menjalin kerjasama
79
dengan perusahaan sehingga cukup mengetahui standar kualitas sayuran yang
diinginkan CV X. Di samping itu, sistem pembelian datang, jadi dan palasi cukup
membantu perusahaan menekan beban biaya penyusutan.
Dilihat dari sisi permintaan pelanggan perusahaan, ketatnya sistem kualitas
dari pihak pelanggan mengharuskan perusahaan lebih memperhatikan kembali
proses penyortiran sayuran di bagian processing agar beban biaya akibat jumlah
tolakan toko (wastage) dapat ditekan. Kinerja tim distribusi perusahaan sebaiknya
terus ditingkatkan agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat
mengakibatkan besarnya jumlah tolakan toko. Tabel 14 adalah hasil penghematan
biaya secara keseluruhan sedangkan hasil optimalisasi untuk masing-masing
model sayuran dapat dilihat pada Tabel 15. Salah satu tujuan pengelompokkan
sayuran ke dalam lima model berdasarkan jenisnya adalah agar dapat diketahui
kelompok sayuran mana yang belum cukup efisien dibandingkan dengan
kelompok sayuran lain. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa ternyata
penghematan biaya kelompok garnish vegetables setiap bulannya lebih besar
dibandingkan dengan biaya kelompok lainnya. Sayuran yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah timun lokal, tomat A, dan tomat B.
80
Tabel 16. Perbandingan Biaya Aktual Dan Optimal Untuk Masing-Masing Model CV X Tahun 2007
Bulan Kelompok
komoditi
Aktual (Rp) Optimal (Rp) Penghematan
Biaya
Bulan Kelompok komoditi Aktual (Rp) Optimal (Rp) Penghematan
Biaya
Januari Leaf vegetables 89.489.080 89.487.180 1.900 Juli Leaf vegetables 113.158.791 113.158.500 291
Root vegetables 145.980.670 145.980.600 70 Root vegetables 170.356.598 170.356.200 398
Garnish vegetables 224.824.455 224.822.400 2.055 Garnish vegetables 227.274.635 227.267.900 6.735
Cabbage 236.235.904 236.235.800 104 Cabbage 211.841.596 211.839.200 2.396
Spices 189.260.749 189.260.500 249 Spices 115.657.219 115.656.300 919
Februari Leaf vegetables 83.466.002 83.465.390 612 Agustus Leaf vegetables 100.441.435 100.439.900 1.535
Root vegetables 118.062.640 118.062.000 640 Root vegetables 147.106.295 147.105.900 395
Garnish vegetables 291.088.268 291.081.600 6.668 Garnish vegetables 201.538.301 201.535.800 2.501
Cabbage 182.056.768 182.056.300 468 Cabbage 175.354.880 175.354.100 780
Spices 155.274.957 155.274.400 557 Spices 86.727.171 86.726.940 231
Maret Leaf vegetables 90.084.235 90.084.130 105 September Leaf vegetables 146.382.510 146.382.000 510
Root vegetables 119.061.350 119.058.900 2.450 Root vegetables 219.043.922 219.043.600 322
Garnish vegetables 179.915.450 179.910.300 5.150 Garnish vegetables 267.000.754 266.999.400 1.354
Cabbage 182.140.195 182.139.500 695 Cabbage 223.427.864 223.427.400 464
Spices 177.449.335 177.449.300 35 Spices 177.775.385 177.775.000 385
April Leaf vegetables 102.162.181 102.162.100 81 Oktober Leaf vegetables 251.335.483 251.334.600 883
Root vegetables 98.783.541 98.780.900 2.641 Root vegetables 340.323.158 340.321.000 2.158
Garnish vegetables 244.305.836 244.298.600 7.236 Garnish vegetables 387.194.381 387.193.200 1.181
Cabbage 167.349.125 167.348.900 225 Cabbage 336.546.414 336.544.300 2.114
Spices 120.972.791 120.972.600 191 Spices 264.846.849 264.846.600 249
Mei Leaf vegetables 104.158.661 104.156.500 2.161 November Leaf vegetables 84.887.974 84.886.600 1.374
Root vegetables 125.400.278 125.399.300 978 Root vegetables 103.991.578 103.991.500 78
Garnish vegetables 216.065.789 216.059.700 6.089 Garnish vegetables 186.853.447 186.851.000 2.447
Cabbage 216.070.266 216.069.900 366 Cabbage 173.260.763 173.259.200 1.563
Spices 77.480.779 77.480.270 509 Spices 91.360.029 91.359.860 169
Juni Leaf vegetables 87.282.813 87.282.510 303 Desember Leaf vegetables 99.870.615 99.869.700 915
Root vegetables 117.237.364 117.236.400 964 Root vegetables 125.207.295 125.205.300 1.995
Garnish vegetables 179.126.631 179.118.900 7.731 Garnish vegetables 173.336.128 173.332.400 3.728
Cabbage 179.256.745 179.256.600 145 Cabbage 168.420.495 168.420.400 95
Spices 84.864.491 84.864.490 1 Spices 105.705.284 105.705.200 84
81
Seperti terlihat pada Tabel 15, pada bulan Januari penghematan yang dapat
dilakukan pada kelompok garnish sebesar Rp 2.055. Nilai ini paling besar jika
dibandingkan dengan kelompok lain, seperti leaf vegetables dengan penghematan
sebesar Rp 1.900; root vegetables yang hanya sebesar Rp 70; kelompok cabbage
sebesar Rp 104; maupun kelompok spices sebesar Rp 249. Sedangkan jika dilihat
dari persentase penghematan biaya masing-masing model maka besar
penghematan untuk kelompok garnish ini 47,0 persen dari total keseluruhan biaya
yang dapat dihemat untuk kelompok fast moving. Secara lengkap persentase
penghematan biaya masing-masing model hasil optimalisasi dapat dilihat pada
Tabel 16.
Pada bulan-bulan lain besarnya penghematan biaya yang dapat dilakukan
oleh kelompok garnish vegetables ini adalah sebagai berikut: bulan Agustus 46,0
persen, bulan September 44,6 persen, dan bulan November 43,5 persen. Pada
beberapa bulan, proporsi penghematan biaya yang dapat dilakukan untuk
kelompok ini mencapai lebih dari setengah penghematan total, seperti pada bulan
Februari mencapai 74,6 persen, bulan Maret 61,1 persen, bulan April 69,8 persen,
bulan Mei 60,3 persen, bulan Juni 84,6 persen, bulan Juli 62,7 persen, dan bulan
Desember 54,7 persen. Sedangkan pada bulan Oktober, jumlah penghematan
biaya untuk masing-masing kelompok cukup merata, yaitu kelompok leaf
vegetables sebesar 13,4 persen; root vegetables sebesar 32,8 persen; garnish
vegetables sebesar 17,9 persen; cabbage sebesar 32,1 persen; dan spices sebesar
3,8 persen.
82
Tabel 16. Persentase Penghematan Biaya Masing-Masing Model di CV X per
Bulan Tahun 2007
Bulan Kelompok
komoditi
Penghematan
Biaya (%) Bulan
Kelompok
komoditi
Penghematan
Biaya (%)
Januari Leaf vegetables 43,4 Juli Leaf vegetables 2,7
Root vegetables 1,6
Root vegetables 3,7
Garnish vegetables 47,0
Garnish vegetables 62,7
Cabbage 2,4
Cabbage 22,3
Spices 5,7 Spices 8,6
Total 100,0
Total 100,0
Februari Leaf vegetables 6,8 Agustus Leaf vegetables 28,2
Root vegetables 7,2
Root vegetables 7,3
Garnish vegetables 74,6
Garnish vegetables 46,0
Cabbage 5,2
Cabbage 14,3
Spices 6,2 Spices 4,2
Total 100,0
Total 100,0
Maret Leaf vegetables 1,2 September Leaf vegetables 16,8
Root vegetables 29,0
Root vegetables 10,6
Garnish vegetables 61,1
Garnish vegetables 44,6
Cabbage 8,2
Cabbage 15,3
Spices 0,4 Spices 12,7
Total 100,0
Total 100,0
April Leaf vegetables 0,8 Oktober Leaf vegetables 13,4
Root vegetables 25,5
Root vegetables 32,8
Garnish vegetables 69,8
Garnish vegetables 17,9
Cabbage 2,2
Cabbage 32,1
Spices 1,8 Spices 3,8
Total 100,0
Total 100,0
Mei Leaf vegetables 21,4 November Leaf vegetables 24,4
Root vegetables 9,7
Root vegetables 1,4
Garnish vegetables 60,3
Garnish vegetables 43,5
Cabbage 3,6
Cabbage 27,8
Spices 5,0 Spices 3,0
Total 100,0
Total 100,0
Juni Leaf vegetables 3,3 Desember Leaf vegetables 13,4
Root vegetables 10,5
Root vegetables 29,3
Garnish vegetables 84,6
Garnish vegetables 54,7
Cabbage 1,6
Cabbage 1,4
Spices 0,01 Spices 1,2
Total 100,0
Total 100,0
83
Biaya kelompok garnish memiliki peluang untuk dilakukan penghematan
yang lebih besar dibandingkan dengan biaya kelompok lain. Besarnya
penghematan yang dapat dilakukan pada biaya kelompok garnish menunjukkan
bahwa sebaiknya perusahaan lebih memberi perhatian lebih pada kelompok ini,
khususnya tomat karena produk tersebut memiliki jumlah permintaan yang besar
setiap harinya dengan harga yang cukup berfluktuatif. Besarnya jumlah
permintaan toko akan produk tomat dengan harga yang berfluktuatif dapat juga
diartikan besarnya proporsi nilai penjualan tomat terhadap nilai penjualan produk
CV X secara keseluruhan. Karena itu, efisiensi biaya pengadaan dan distribusi
kelompok garnish penting untuk diperhatikan.
Salah satu yang menyebabkan biaya kelompok garnish berpeluang untuk
dilakukan penghematan lebih besar jika dibandingkan dengan yang biaya
kelompok lain adalah karena sumber pemasok untuk produk-produk garnish,
khususnya tomat secara umum diambil dari 4 kelompok pemasok, yaitu petani,
petani pengumpul, bandar, dan pedagang pasar. Jumlah permintaan tomat yang
cukup besar setiap bulannya membuat perusahaan harus berupaya mencari
pasokan semaksimal mungkin agar permintaan pelanggan dapat terpenuhi dan
salah satunya dengan mencari pasokan dari berbagai kelompok pemasok. Sebagai
akibatnya, komposisi pengadaan dan distribusinya perusahaan menjadi kurang
efisien dan pada akhirnya menyebabkan peluang penghematan biaya yang dapat
dilakukan menjadi lebih besar dibandingkan dengan kelompok lain yang mungkin
hanya dipasok dari satu sumber pasokan.
Selama tahun 2007, penghematan biaya kelompok garnish selalu lebih
besar dibanding kelompok lain, kecuali pada bulan Oktober. Pada bulan ini,
84
penghematan biaya pada kelompok garnish tidak terlalu mendominasi karena
permintaan untuk kelompok-kelompok fast moving selain garnish pada bulan
puasa dan moment Lebaran cukup besar sehingga perusahaan harus mencari
pemasok yang lebih banyak untuk menyediakan bahan baku. Karena itu,
kemungkinan ketidakefisiensian perusahaan dalam mendistribusikan produk fast
moving selain garnish dari sumber pasokan mana untuk dikirim ke jalur distribusi
mana juga cukup besar. Bukan hanya dari segi pemasok saja yang harus
diperhatikan agar kelompok garnish dapat lebih efisien biaya pengadaan dan
distribusinya, proses penyortiran dalam gudang juga harus diperhatikan. Besarnya
jumlah produk garnish, khususnya tomat membuat proses penyortiran di gudang
harus lebih hati-hati agar jumlah tolakan toko untuk produk garnish tidak besar.
7.3. Komposisi Pengadaan dan Distribusi Optimal
Dari hasil analisis data dapat ditunjukkan pula komposisi pengadaan dan
distribusi optimal yang dapat dilakukan oleh perusahaan (Lampiran 36-47).
Secara umum pendistribusian hasil analisis optimal menyarankan bahwa jalur-
jalur dengan biaya transportasi lebih murah atau rata-rata sama, seperti jalur 1, 2,
3, 4, 7 dan 8 lebih diutamakan untuk dipasok dari pemasok yang harga belinya
lebih murah, kemudian untuk jalur yang terjauh, yaitu jalur 5 dipasok dari
pemasok lain yang biaya pengadaannya lebih tinggi atau dipasok dari dua
pemasok. Pada kasus produk yang hanya dipasok dari satu kelompok pemasok,
komposisi pasokannya kurang lebih sama dengan komposisi aktualnya.
Seperti terlihat pada Lampiran 42, pada Bulan Juli untuk produk timun
lokal, pengiriman dari petani, yaitu sebesar 136,5 kg sebaiknya disalurkan ke jalur
7 semua dan sisa permintaan pada jalur 7 dipenuhi dari pasar. Pasokan timun lokal
85
dari petani pengumpul disarankan didistribusikan untuk jalur 1 sebesar 64 persen
dan sisanya untuk memenuhi permintaan jalur 2 dan 8. Sedangkan jalur yang
disarankan dipenuhi dari pedagang pasar saja adalah jalur 3, 4, dan 5. Pada
produk tomat A, sebagian besar jalur, yaitu jalur 1, 3, 4, 5, 6, dan 8 permintaannya
dipasok dari pemasok petani semua. Hal ini karena pasokan tomat A petani pada
bulan Juli cukup besar, yaitu sekitar 82 persen dai total pasokan tomat A.
Sedangkan pasokan dari petani pengumpul disarankan untuk memenuhi
permintaan jalur 1, 8, dan sebagian permintaan jalur 2. Pasokan dari pasar
sebaiknya digunakan untuk memenuhi permintaan jalur 2 saja.
Pada produk tomat B, jalur-jalur yang disarankan dipasok dari sumber
petani saja adalah jalur 1, 4, dan 6. Sedangkan jalur 2 , 3, dan 8 sebaiknya dipasok
dari sumber petani pengumpul saja. Pada jalur 5 dan 7 sebaiknya dikombinasikan
dari dua pemasok, yaitu petani pengumpul dan pasar pada jalur 5 kemudian petani
dan petani pengumpul pada jalur 7. Pada produk-produk lain komposisi aktualnya
dapat dikatakan sudah mendekati optimalnya, hal ini dapat dilihat pada selisih
biaya pada kondisi aktual dan optimalnya yang hanya terpaut sangat kecil.
Meskipun demikian, hasil analisis data dapat menjadi rekomendasi agar
perusahaan lebih memperhatikan pola komposisi pengadaan dan distribusinya.
Selain hasil komposisi jumlah optimal pengiriman produk, hasil analisis
data juga disertai dengan nilai reduce cost (Lampiran 48-107). Istilah reduced cost
menunjukkan jumlah dimana nilai fungsi tujuan akan berkurang jika 1 unit
variabel itu ditambahkan dalam keputusan atau penurunan nilai fungsi tujuan yang
harus ditambahkan agar variabel bernilai positif atau dapat dikatakan jika nilai
reduce cost-nya selain nol, dipaksa untuk didistribusikan maka akan menambah
86
biaya pengadaan dan distribusinya sebesar nilai reduce cost-nya. Seperti terlihat
pada Lampiran 75, periode bulan Juni, untuk produk sawi putih, jika perusahaan
mengirimkan produk dari petani pengumpul ke jalur 6 maka akan menambah
biaya sebesar Rp 3.407. Keputusan perusahaan untuk tidak memenuhi permintaan
jalur 6 sudah tepat, karena permintaan jalur 6 untuk produk sawi putih pada
bulan tersebut sangat kecil, yaitu hanya sebesar 20 kg saja atau 0,2 persen dari
permintaan pelanggan di semua jalur.
Pada pola pengadaan dan distribusi yang optimal selama tahun 2007,
secara keseluruhan kapasitas supply dan demand habis dipergunakan. Hal ini
terlihat pada data kolom slack atau surplusnya yang bernilai 0, seperti contoh pada
nilai dual price kendala permintaan bulan Januari (Lampiran 48). Istilah slack
atau surplus digunakan sebagai penanda sisa atau kelebihan kapasitas yang akan
terjadi pada nilai variabel optimalnya. Nilai slack atau surplus 0 menunjukkan
bahwa seluruh kapasitas habis dipergunakan dan tidak ada sisa. Jika nilai slack
atau surplus tidak 0 maka terdapat kelebihan atau kekurangan kapasitas pada
variabel tersebut. Kendala dengan nilai slack atau surplus 0 dikatakan sebagai
kendala aktif, yaitu kendala yang menentukan terbentuknya variabel optimal.
Pada lampiran analisis senstivitas juga dapat dilihat kolom dual price yang
menunjukkan nilai marginal dari sumberdaya yang menjadi kendala, yaitu kendala
permintaan dan penawaran. Jika nilai dual pricenya tidak nol, maka penambahan
atau pengurangan sumber daya tersebut akan mempengaruhi efisiensi biaya. Pada
kendala permintaan sayuran, jika permintaan pada setiap jalur bertambah satu
satuan sedangkan jumlah penawaran dari pemasok tetap, maka situasi ini akan
menambah biaya pengadaan dan distribusi totalnya sebesar nilai dual price
87
tersebut. Secara keseluruhan sepanjang tahun 2007, nilai dual price dari produk
sayuran segar yang didistribusikan ke jalur-jalur distribusi menunjukkan nilai
yang negatif, artinya terdapat tekanan pada kendala permintaan yang dapat
mengakibatkan terjadinya inefisiensi biaya. Sedangkan secara umum pada kendala
penawarannya, nilai dual price yang menunjukkan positif adalah petani dan petani
pengumpul. Hal ini menunjukkan bahwa sumber pasokan tersebut memiliki nilai
ekonomis sehingga masih dapat diminimumkan biayanya. Oleh karena itu,
sumber pasokan dari petani dan petani pengumpul sebaiknya terus ditingkatkan.
Sedangkan sumber pasokan dari pasar sebaiknya dikurangi kontribusinya.
Hasil output alat analisis data juga menunjukkan analisis sensitivitas yang
berguna untuk mengetahui toleransi perubahan nilai-nilai pada model yang tidak
mengubah nilai optimal dari fungsi tujuan dan komposisi variabel optimal.
Tingkat sensitivitas yang dihasilkan dinyatakan dalam wilayah kepekaan dengan
nilai batasan tertentu. Pada analisis sensitivitas fungsi tujuan, dapat dilihat interval
perubahan nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yang tidak akan mengubah hasil
kombinasi optimal awal dengan syarat peningkatan atau penurunan nilai koefisien
fungsi tujuan tersebut tetap berada pada selang sensitivitas tersebut dengan
parameter lain dianggap konstan. Selang perubahan pada tabel kisaran perubahan
nilai koefisien fungsi tujuan yang diperbolehkan tersebut mengacu pada biaya
pengadaan dan distribusi per kg untuk masing-masing produk sayuran setiap
periodenya.
Sebagai contoh pada bulan Januari (Lampiran 50), produk caisim dari
petani ke jalur 1 dapat diartikan bahwa jika biaya pengadaan dan distribusi
dinaikkan lebih dari Rp 411 maka jumlah yang akan didistribusikan akan berubah
88
dari kombinasi optimal awal, sedangkan batas penurunan yang diijinkan sama
dengan biaya aktualnya. Pada produk-produk lain batas kenaikan atau penurunan
bernilai infinity, hal ini dapat dikatakan biaya pengadaan dan distribusi yang tidak
peka karena tidak ada batasan kenaikan atau penurunan biaya pengadaan dan
distribusi yang dapat mengubah hasil optimal.
Pada analisis sensitivitas right hand side (RHS) dapat diketahui
peningkatan yang diijinkan (allowable increase) dan penurunan yang diijinkan
(allowable decrease) untuk jumlah permintaan pada kendala permintaan dan
jumlah pasokan untuk kendala penawaran. Selang yang sempit antara allowable
increase dan allowable decrease menunjukkan nilai kepekaan yang tertinggi
untuk mengubah hasil komposisi optimal melalui perubahan nilai pada sisi
sebelah kanan fungsi kendala (kendala permintaan dan penawaran). Besarnya
peningkatan atau penurunan ketersediaan sumber daya dapat digunakan untuk
menentukan batas atas dan batas bawah dari interval perubahan yang tidak
mengubah nilai dual pricenya.
Nilai batas atas atau allowable increase adalah jumlah sumberdaya
maksimum yang ditolerir, didapatkan dari jumlah peningkatan yang diijinkan
dengan kapasitas kendala sekarang. Sedangkan batas bawah atau allowable
decrease adalah jumlah sumberdaya minimum yang ditolerir, didapatkan dari
selisih ketersediaan sumberdaya sekarang dengan penurunan sumberdaya yang
diijinkan. Besarnya perubahan nilai kapasitas kendala ini (jumlah permintaan dan
penawaran) akan sebanding dengan kontribusi yang diterima dari nilai dual
pricenya, selama masih dalam batasan yang diijinkan. Sebagai contoh pada bulan
Januari untuk kendala permintaan, selang paling sempit ditunjukkan oleh
89
permintaan jalur 3 akan produk daun bawang besar B (Lampiran 51). Nilai
allowable increase pada data bernilai 0, artinya tidak boleh ada penambahan
permintaan dari jalur 3 jika tidak ingin terjadi perubahan pada kombinasi optimal
awal. Namun, jumlah permintaan dari jalur 3 tidak boleh turun sebesar lebih dari
12 atau sama dengan tidak ada permintaan dari jalur tersebut agar kombinasi
optimal awal tetap.
Analisis sensitivitas RHS untuk kendala permintaan secara keseluruhan
menunjukkan selang kepekaan yang relatif pendek sehingga kepekaannya sangat
tinggi. Hal ini terlihat dari batasan kenaikan yang sama dengan kondisi optimal
dan batasan penurunan pada nilai-nilai tertentu. Sedangkan analisis sensitivitas
RHS untuk kendala penawarannya atau pengadaannya secara keseluruhan
menunjukkan bahwa pemasok petani memiliki selang kepekaan yang relatif
pendek terutama dengan batasan penurunan yang sama dengan kondisi
optimalnya. Sedangkan kenaikannya pada batasan tertentu. Pada pemasok pasar
sering ditemukan batasan kenaikan yang tak terbatas atau infinity dan batasan
penurunan sama dengan kondisi optimalnya.
7.4. Analisis Rugi Laba
Analisis rugi/laba dilakukan untuk mengetahui berapa besar keuntungan atau
kerugian yang dialami oleh perusahaan secara aktual dan setelah dilakukannya
optimalisasi untuk periode tahun 2007 pada kedua puluh komoditi sayuran segar fast
moving. Jumlah penerimaan perusahaan didapat dari harga jual produk dikali jumlah
produk yang dikirimkan ke toko-toko pelanggan. Harga jual yang digunakan adalah harga
jual rata-rata untuk setiap produk fast moving setiap bulannya. Daftar harga jual rata-rata
selama tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 108 sedangkan penerimaan perusahaan
90
untuk masing-masing komoditi fast moving perusahaan per bulan selama tahun 2007
dapat dilihat pada Lampiran 109-114. Biaya aktual yang dihitung di sini adalah biaya
pengadaan dan distribusi produk sayuran segar rata-rata per kg yang dikalikan dengan
jumlah pengiriman produk dari setiap pemasok ke jalur distrbusi pada komposisi
pengadaan dan distribusi aktual (Lampiran 36-47). Sedangkan biaya optimal didapatkan
dari hasil analisis LINDO.
Berikut adalah analisis rugi/laba dari perusahaan pada kondisi aktual dan optimal.
Pada Tabel 17, dapat dilihat keuntungan total yang diperoleh perusahaan pada kondisi
aktual untuk dua puluh komoditi yang dianalisis. Keuntungan terbesar diperoleh pada
bulan Oktober, yaitu sebesar Rp 532.179.816,00. Hal ini disebabkan pada bulan tersebut
perusahaan menerima banyak permintaan sayuran, terutama saat minggu-minggu
menjelang Lebaran dan setelah Lebaran.
Tabel 17. Laba Total Perusahaan untuk Dua Puluh Komoditi Fast Moving Selama
Tahun 2007 pada Kondisi Aktual
Laba aktual perusahaan pada Tabel 17 jika dibandingkan dengan laba yang
diperoleh dari hasil analisis LINDO (Tabel 18) maka akan terlihat besarnya
peningkatan laba yang didapatkan perusahaan yang besarnya sama dengan
Periode Penerimaan (Rp) Biaya Pengadaan dan
Distribusi Aktual (Rp)
Laba Aktual
Perusahaan (Rp)
Januari 1.114.481.729 885.790.857 228.690.872
Februari 1.058.584.050 829.948.634 228.635.416
Maret 1.008.292.236 748.650.564 259.641.671
April 971.230.344 733.573.474 237.656.870
Mei 955.383.113 739.175.773 216.207.340
Juni 833.042.237 647.768.044 185.274.193
Juli 1.049.300.372 838.288.839 211.011.533
Agustus 898.530.362 711.168.082 187.362.280
September 1.318.292.506 1.033.630.434 284.662.073
Oktober 2.112.426.101 1.580.246.285 532.179.816
November 832.985.418 640.353.790 192.631.628
Desember 897.128.717 672.539.817 224.588.900
91
penghematan biaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan setelah dilakukan
optimalisasi seperti pada Tabel 14. Peningkatan laba yang diperoleh perusahaan
dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 19.
Tabel 18. Laba Total Perusahaan untuk Dua Puluh Komoditi Fast Moving Selama
Tahun 2007 pada Kondisi Optimal
Pada Tabel 19 terlihat bahwa hasil optimalisasi menunjukkan peningkatan
keuntungan terbesar terjadi pada bulan Juli sebesar Rp 10.739 kemudian diikuti bulan
April sebesar Rp 10.374 dan bulan Mei sebesar Rp 10.103. Adanya peningkatan
keuntungan yang sangat kecil tersebut menunjukkan bahwa perusahaan sebaiknya terus
mempertahankan kondisi optimal ini dan melakukan penyesuaian-penyesuaian jika
kondisi berubah. Komposisi pengadaan dan distribusi sebaiknyan terus diperhatikan
perusahaan agar dapat mengefisiensikan biayanya sehingga kerugian akibat kekurangan
atau kelebihan pasokan dapat tertutupi dan keuntungan yang maksimal dapat tercapai.
Keuntungan yang maksimal menunjukkan kinerja perusahaan yang optimal sehingga
perusahaan dapat terus berkembang dan bertahan dalam situasi persaingan
antarperusahaan sejenis yang meningkat.
Periode Penerimaan (Rp) Biaya Pengadaan dan
Distribusi Optimal (Rp)
Laba Optimal
Perusahaan (Rp)
Januari 1.114.481.729 885.786.480 228.695.249
Februari 1.058.584.050 829.939.690 228.644.360
Maret 1.008.292.236 748.642.130 259.650.106
April 971.230.344 733.563.100 237.667.244
Mei 955.383.113 739.165.670 216.217.443
Juni 833.042.237 647.758.900 185.283.337
Juli 1.049.300.372 838.278.100 211.022.272
Agustus 898.530.362 711.162.640 187.367.722
September 1.318.292.506 1.033.627.400 284.665.106
Oktober 2.112.426.101 1.580.239.700 532.186.401
November 832.985.418 640.348.160 192.637.258
Desember 897.128.717 672.533.000 224.595.717
92
Tabel 19. Peningkatan Laba untuk Dua Puluh Komoditi Fast Moving Selama
Tahun 2007 Berdasarkan Hasil Optimalisasi
Periode Keuntungan Aktual
(Rp)
Keuntungan Optimal
(Rp)
Peningkatan Laba
(Rp)
Januari 228.690.872 228.695.249 4.377
Februari 228.635.416 228.644.360 8.944
Maret 259.641.671 259.650.106 8.434
April 237.656.870 237.667.244 10.374
Mei 216.207.340 216.217.443 10.103
Juni 185.274.193 185.283.337 9.144
Juli 211.011.533 211.022.272 10.739
Agustus 187.362.280 187.367.722 5.442
September 284.662.073 284.665.106 3.034
Oktober 532.179.816 532.186.401 6.585
November 192.631.628 192.637.258 5.630
Desember 224.588.900 224.595.717 6.817
93
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh CV X adalah kegiatan
yang dimulai pengadaan bahan baku dari pemasok perusahaan, yang terdiri
dari petani, petani pengumpul, bandar, dan pedagang pasar. Sayuran yang
telah terkumpul di gudang perusahaan diproses lebih lanjut, melalui tahap
pembersihan, penyortiran, pengkelasan, pengemasan, pelabelan, dan
pengepakan. Sayuran yang telah dipak kemudian didistribusikan ke toko-toko
pelanggan, yaitu Carrefour dan Hypermart yang dikelompokkan menurut
jalur-jalur distribusinya.
2. Struktur biaya pengadaan perusahaan terdiri dari biaya pembelian bahan baku
sayuran segar, biaya penyusutan, biaya pengumpulan produk ke gudang
perusahaan, biaya pengemasan, dan biaya administrasi umum. Biaya
pembelian bahan baku terbesar terjadi pada saat bulan puasa dan moment Hari
Raya Idul Fitri, yaitu pada tahun 2007 terjadi pada bulan Oktober diikuti bulan
September. Biaya pengadaan perusahaan juga besar ketika musim hujan
berkepanjangan yang menyebabkan Jakarta terkena banjir, yaitu pada bulan
Januari. Dilihat dari proporsi masing-masing biaya, biaya pembelian bahan
baku mengambil proporsi terbesar pada struktur biaya pengadaan perusahaan,
yaitu rata-rata sebesar 83,27 persen.
3. Struktur biaya distribusi perusahaan terdiri dari biaya pengemasan tidak
langsung, biaya transportasi, biaya tolakan, dan biaya potongan penjualan.
Biaya distribusi terbesar terjadi pada moment bulan puasa dan Hari Raya Idul
Fitri yang pada tahun 2007 terjadi pada bulan Oktober dan bulan September.
Biaya distribusi perusahaan juga akan besar ketika musim penghujan
berkepanjangan yang mengakibatkan Jakarta terendam banjir. Pada kondisi
demikian permintaan sayuran dari pelanggan (pasar modern) akan naik. Pada
tahun 2007, kondisi ini terjadi pada bulan Januari. Proporsi masing-masing
biaya terbesar pada total biaya distribusi adalah biaya potongan penjualan
mengambil bagian rata-rata 45,68 persen dan biaya transportasi sebesar 41,48
persen.
4. Hasil optimalisasi dua puluh produk fast moving perusahaan menunjukkan
bahwa manajemen pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan
sudah baik. Hal ini terlihat dari hasil biaya pengadaan dan aktualnya yang
hampir mendekati biaya optimalnya. Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa
efisiensi biaya yang dapat dilakukan perusahaan pada tahun 2007 sangatlah
kecil, yaitu Rp 89.622. Angka yang sangat kecil tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan sebaiknya mempertahankan kondisi tersebut dan melakukan
penyesuaian-penyesuaian jika kondisi berubah. Secara umum biaya kelompok
sayuran yang memiliki peluang penghematan terbesar adalah biaya kelompok
garnish vegetables (timun lokal, tomat A, dan tomat B).
5. Hasil analisis LINDO dapat memberikan komposisi pengadaan dan distibusi
yang seharusnya dilakukan agar dapat meminimisasi biaya pengadaan dan
distribusinya. Selain itu hasil komposisi optimal dapat merekomendasikan
95
berapa besar alokasi produk fast moving serta pusat pengadaan mana saja yang
akan menyalurkan produk tersebut ke jalur-jalur distribusi.
6. Hasil analisis rugi laba menunjukkan adanya kenaikan jumlah keuntungan
sangat kecil yang dapat diterima perusahaan dari hasil optimalisasi yang
dilakukan pada kelompok fast moving.
8.2. SARAN
Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa kondisi manajemen biaya
pengadaan dan distribusi perusahaan sudah baik. Walaupun demikian ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dan diwaspadai oleh perusahaan, yaitu :
1. Periode yang seharusnya diwaspadai oleh perusahaan adalah saat terjadi
moment puasa dan Hari Raya Idul Fitri karena pada bulan-bulan tersebut
biaya yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan lain.
Kondisi lain yang harus diwaspadai adalah ketika musim penghujan
berkepanjangan mulai melanda kota Jakarta karena permintaan pelanggan
akan naik sehingga biaya pengadaan dan distribusi perusahaan juga naik.
2. Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan kembali produk-produk unggulan
dari kelompok garnish, khususnya tomat karena jumlah permintaan dan
pengiriman produk dari kelompok ini yang cukup besar setiap harinya dapat
membuat ketidakoptimalan biaya pengadaan dan distribusi perusahaan.
3. Perusahaan sebaiknya terus berupaya untuk mengurangi jumlah wastage atau
barang tolakan karena besarnya jumlah tolakan akan sangat berpengaruh pada
ketidakefisienan komposisi pengadaan dan distribusi optimal perusahaan.
96
DAFTAR PUSTAKA
Aprido, B. 2005. Optimalisasi Distribusi dan Penyimpanan Persediaan Karkas
Ayam Broiler pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk. [Skripsi]. Program
Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Ekonomi (Buletin Statistik Bulanan, Maret
2008). BPS, Jakarta.
__________________. 2007. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia
2007. BPS, Jakarta.
Bahar, Y.H. 2007. “Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis Hortikultura Tahun
2006”. http://www.deptan.hortikultura.go.id [diakses 12 November 2007].
Buffa, E.S. dan Rakesh K.S. 1996. Manajemen Operasi/Produksi Modern. Edisi
kedelapan. Ir. Agus Maulana MSM [Penerjemah]. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Departemen Pertanian. 2007. Buletin Ekspor Impor Komoditas Pertanian. Pusat
Data dan Informasi Departemen Pertanian, Jakarta.
__________________. 2007. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi
Departemen Pertanian, Jakarta.
Doll, P. J dan Orazem, F. 1984. Production Economics Theory with Aplication.
Second Edition. Jhon Wiley and Sons, Canada.
Gakpo, E., J. Tsephe, F. Nwonmu, dan M. Vijoen. 2005. “Application Of
Stochastic Dynamic Programming (SDP) For The Optimal Allocation Of
Irrigation Water Under Capacity Sharing Arrangements”. Journal
Agrekon, Vol 44, No 4.
Grové, B. 2006. “Stochastic Efficiency Optimisation of Alternative Agricultural
Water Use Strategies”. Journal Agrekon, Vol 45, No 4.
Heizer, J. dan Barry R. 2005. Operation Management. Setyoningsih dan Almahdy
[penerjemah]. Salemba Empat, Jakarta.
Herjanto, E. 2007. Manajemen Operasi. Edisi 3. PT. Gramedia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2007. http://www.hortikultura.deptan.go.id
[diakses 11 Maret 2008]
Jiaravanon, S. 2007. “Masa Depan Agribisnis Indonesia, Perspektif seorang
Praktisi”. Orasi Ilmiah. Bogor.
Kohls, R.L. dan Joseph N.U. 2002. Marketing of Agricultural Products. Ninth
Edition. Prentice Hall, New Jearsey.
Lipsey, R.G, Paul N.C, Douglas D.P, Peter O.S. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi.
Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.
Melasih, E. 2005. Optimalisasi Pasokan Sayuran di Sentul Farm. [Skripsi].
Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Nasendi, B.D. dan Affendi A. 1985. Program Linier dan Variasinya. PT
Gramedia, Jakarta.
Rahardi, Rony, dan Asiani. 1993. Agribisnis Tanaman Sayur. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Render, B; Ralph M.S, Jr; Michael E.H. 2003. Quantative Analysis for
Management. Eight Edition. Pearson Education International, Inc, New
Jearsey.
Ruiz, J. and Jim A. 2004. “Optimal Fresh-produce Packaging: Cost/production
Analysis of Packing Styles in the Salinas Valley”. Journal of Food
Distribution Research, 35(1).
Septiati, N. 2002. Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Produk Buah-Buahan
Segar di PT. Moenaputera Nusantara, Jakarta. [Skripsi]. Program Studi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Suryadharma. 2007. “Pasar Modern Ibarat David Melawan Goliath”.
http://www.suarakaryaonline.com. [diakses tanggal 12 November 2007]
Taha, H.A. 1996. Riset Operasi. Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta.
Thamrin, M. 2003. Perencanaan Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku pada
Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus Kegiatan Peremajaan PT. Perkebunan
Nusantara V, Sei Rokan, Kabupaten Rokan Hulu, Riau) [Skripsi].
Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
98
Lampiran